You are on page 1of 10

PERANAN TRPIs (TRADE RELATED ASPECTS OF INTELECTUAL PROPERTY RIGHTS) TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA SUNARMI,

SH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persetujuan TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights=Aspekaspek Perdagangan yang bertalian dengan Hak Milik Intelektual), merupakan salah satu issue dari 15 issues dalam persetujuan GATT (General Agreement on Tarof adn Trade) yang mengatur masalah hak milik intelektual secara global. Dokumen akhir Putqaran Uruguay (GATT) disetujui pada 15 Desember 1993 dan diratifikasi pada 15 April 1998 dari pukul 13.00 sampai pukul 17.30 waktu setempat di Marrakech, 321 km ke arah Barat dari kota Rabai Ibukota Maroko, Afrika Utara. Dokumen akhir Putaran Uruguay setebal lebih dari 500 halaman dengan lebih dari 28 kesepakatan perdagangan yang global telah ditandatangani oleh 125 negara termasuk Indonesia. Kesepakatan-kesepakatan dibidang perdagangan global dengan diikuti lahirnya WTO (World Trade Organization) itu ditutup secara resmi oleh Raja Hasan II dari Maroko tepat pada pukul 18.15. Secara umum persetujuan TRIPs berisikan norma-norma yuridis yang harus dipatuhi dan dilaksanakan di bidang HAKI, di samping pengaturan nengenai larangan melakukan perdagangan atas barang hasil pelanggaran HAKI tersebut. Di dalam persetujuan TRIPs ini terdapat beberapa aturan baru di bidang HAKI dengan standard pengaturan dan perlindungan yang lebih memadai dibandingkan dengan peraturan per-UU-an Nasional (UU Hak Cipta, UU Paten daD UU Merek), dengan disertai pula sanksi keras berupa pembalasan ( Cross Retaliation) di bidang ekonomi yang ditujukan kepada suatu negara (anggota) yang tidak memenuhi ketentuannya. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut serta menandatangani Dokumen Akhir Putaran Uruguay (GATT), dimana TRIPs termasuk salah satu di dalam kesepakatan tersebut. Sebagai konsekuensinya, Indonesia harus menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan ketentuan TRIPs. Penyesuaian-penyesuaian tersebut tidak hanya menyangkut penyempumaan, tetapi juga pembuatan produk hukum baru di bidang Hak Milik Intelektual (HAKI), dengan disertai infrastruktur pendukung lainnya. Batas waktu penyesuaian ditentukan hanya 5 tahun (masa peralihan) terhitung dari mulai berlakunya persetujuan secara efektif. Dengan demikian maka Indonesia harus menyesuaikan undang-undang nasionalnya segera dengan sasaran agar apabila tiba tahun 2000, undang-undang nasionalnya telah menyesuaikan diri dengan konvensi yang sudah berlaku secara intemasional. B. Ciri dan Prinsip Dasar Persetujuan TRIPs Ciri pokok persetujuan TRIPs adalah:

2003 Digitized by USU digital library

Pertama, berbeda dengan issue-issue lainnya yang erat kaitannya dan pangkal tolaknya pada komoditi dan aksesnya ke pasar, TRIPs berbicara tentang norma dan standar (tingkat atau kualitas pengaturan). Kedua, Dalam beberapa hal TRIPs mendasarkan diri atas prinsip "full compliance" terhadap konvensi-konvensi HAKI yang telah ada dan menggunakannya sebagai basis minimal, tetapi dalam hal-hal tertentu mengisi kekosongan (misal "Rental Right Geographical Indications", tertentu, jangka waktu perlindungan Paten dan Komputer Program) dan bahkan mengubah ketentuan dalam perjanjian intemasional yang telah ada (misalnya menentukan perlindungan untuk "Integrated Circuit" minimal 10 tahun, sementara Washington Treaty hanya menentukan minimal 8 tahun). Ketiga, Karena keterkaitannya yang erat dengan perdagangan intemasional, TRIPs memuat dan menekankan derajat yang tinggi mekanisme penegakan hukum dan penyesuaian perselisihan yang dikaitkan dengan kemungkinan pembalasan silang atau Cross Retaliation. Penyelesaian perselisihan akan berlangsung melalui panel. Apabila dalam panel terbukti bahwa suatu negara tidak melindungi secara efektif HAKI, baik dalam pengaturannya ataupun penegakan hukumnya, dan secara nyata finansial akan memberi hak kepada negara yang merasa dirugikan untuk mengambil tindakan balasan terhadap negara yang bersangkutan. Tindakan balasan tersebut dapat berupa kuota peniadaan GSP, dan lainlain. Pemilihan bidang pembalasan atau kondisi mana yang akan menjadi sasaran dengan sendirinya ditentukan oleh negara yang dirugikan. Adapun mengenai pelaksanaan atau penetapan persetujuan TRIPs tersebut, pada prinsipnya ditentukan : a. Dalam waktu satu tahun setelah persetujuan berlaku efektif, negara-negara peserta tidak diwajibkan untuk mulai menerapkan persetujuan tersebut. lni berarti, bila ada yang telah siap, dapat saja segera menerapkannya, melakukannya tetapi tidak dapat meminta negara lain untuk melakukan yang sama. b. Setiap negara berkembang dapat menunda penerapan persetujuan tersebut untuk jangka waktu empat tahun setelah selesainya masa satu tahun yang berlaku umum tadi (a). c. Selain negara berkembang, setiap negara peserta yang sedang melakukan pembenahan atau perubahan sistem ekonomi mereka dari sistem terpusat menjadi sistem ekonomi pasar, dan menghadapi permasalahan dalam penyesuaian peraturan perundang-undangan HAKI-nya, dapat pula menikmati jangka waktu penundaan tersebut (b). d. Negara berkembang yang berdasar persetujuan TRIPs diwajibkan pula memberikan perlindungan Paten terhadap penemuan teknologi tertentu yang semula tidak diberikannya, dapat memperoleh penundaan tambahan untuk selama lima tahun setelah berakhirnya masa penundaan untuk negara berkembang tersebut. e. Negara-negara paling terbelakang dapat menunda penerapan persetujuan TRIPs jangka waktu sepuluh tahun setelah masa penundaan umum tersebut (a), dan bila perlu masa tersebut dapat diperpanjang. PENGATURAN HAKI DI DALAM TRIPS I. Latar Belakang Lahirnya TRIPs Lahirya persetujuan TRIPs dalam Putaran Uruguay (GATT) pada dasarnya merupakan dampak dari kondisi perdagangan dan ekonomi intemasional yang dirasa semakin meluas yang tidak lagi mengenal batas-batas negara. Negara yang pertama sekali

2003 Digitized by USU digital library

mengemukakan lahimya TRIPs adalah Amerika, sebagai antisipasi yang menilai bahwa WIPO (Word Intellectual Property Organization) yang bernaung di bawah PBB, tidak mampu melindungai HAKI mereka di pasar intemasional yang mengakibatkan neraca perdagangan mereka menjadi negatif. Argumentasi mereka mengenai kelemahan-kelemahan WIPO adalah: 1. WIPO merupakan suatu organisasi dim ana anggotanya terbatas (tidak banyak), sehingga ketentuan-ketetuannya tidak dapat diberlakukan terhadap non anggota. 2. WIPO tidak memiliki mekanisme untuk menyelesaikan dan menghukum setiap pelanggaran HAKI. Di samping itu WIPO dianggap juga tidak mampu mengadaptasi perubahan struktur perdagangan intemasional dan perubahan tingkat invasi teknologi. Sejak tahun 1982, Amerika berusaha memasukkan permasalahan HAKI ke forum perdangan GATT. Pemasukan HAKI ini pada mulanya ditentang oleh negara-negara berkembang dengan alasan bahwa pembicaraan HAKI dalam GATT tidaklah tepat (kompeten). GATT merupakan forum perdagangan multilateral, sedangkan HAKI tidak ada kaitannya dengan perdagangan. Namun akhirnya mereka bisa menerimanya setelah negara argumentasi bahwa kemajuan perdagangan (intemasional) suatu negara bergantung pada kemajuan/keunggulan teknologinya termasuk perlindungan HAKInya. Dengan masukknya HAKI, GATT yang semula hanya mengatur 12 permasalahan, kini telah ada 15 permasalahan, 3 diantaranya merupakan kelompok New Issues, yaitu TRIPs (masalah HAKI), TRIMs (Masalah investasi) dan Trade is Service (masalah perdagangan yang berkaitan dengan sektor jasa). 2. Tujuan TRIPs TRIPs bertujuan untuk melindungi dan menegakkan hukum hak milik intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara yang menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta berkeseimbangan antara hak dan kewajiban (Pasal 7 TRIPs). Untuk itu perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam perdagangan intemasional,dengan mengingat kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap hak milik intelektual, serta untuk menjamin agar tindakan dan prosedur untuk menegakkan hak milik intelektual tidak kemudian menjadi penghalang bagi perdagangan yang sah. 3. Isi TRIPs TRIPs berisi: Bagian I : Ketentuan Umum dan Prinsip Dasar Bagian II : Standar Ketersediaan, Lingkup dan Penggunaan Hak Milik Intelektual. 1. Hak Cipta dan Hak-hak yang Terkait 2. Mereka Dagang 3. Indikasi Geografis 4. Disain Industri 5. Paten 6. Disain Tata Letak (Topografi) Sirkit Terpadu. 7. Perlindungan Informasi yang Dirahasiakan 8. Perlindungan Praktek Anti Persaingan Dalam Lisensi Kontrak. Bagian III : Penegakan Hak Milik Intelektual

2003 Digitized by USU digital library

Bagian IV Bagian V Bagian VI Bagian VII

1. Kewajiban Umum 2. Prosedure dan Penyelesaian Perdata Serta Administratif 3. Tindakan Sementara 4. Persyaratan khusus yang Berkaitan Dengan Tindakan yang Sifatnya Tumpang Tindih. 5. Prosedur Pidana : Pemerolehan dan Pemeliharaan Hak Milik Intelektual dan Prosedure Antar Para Pihak. : Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan : Pengaturan Peralihan : Pengaturan Kelembagaan: Ketentuan Penutup.

Dari ketentuan yang termasuk dalam lingkup hak milik intelektual pada agian II di dalam persetujuan TRIPs temyata lebih luas pengaturannya dibanding peraturan perundang-undangan nasional maupun konvensi-konvensi internasional sebelumnya. B. Perananan TRIPs Terhadap HAKI di Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mempunyai kepentingan spesifik untuk berperan serta secara aktif dalam perundingan Putaran Uruguay untuk mengakomodasi TRIPs dalam perangkat hukum rasional di bidang HAKI. Kepentingan spesifik tersebut adalah: 1. Pembangunan nasional secara menyeluruh merupakan tujuan utama Pemerintah Indonesia; 2. Di bidang ekonomi tujuan pembangunan hanya dapat tercapai bila Indonesia dapat mencapai dan mempertahankan laju pertumbuhan yang cukup tinggi dengan tingkat inflasi yang terkendali; 3. Dalam upaya untuk mencapai laju pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut, sektor luar negeri telah memegang peranan penting. Hal ini akan tetap berlaku pada tahun-tahun mendatang karena pasar dalam negeri dengan tingkat pendapatan nasional perkapita yang relatif masih terlalu rendah, tidak dapat menjadi motor pendorong laju pertumbuhan nasional yang cukup tinggi; 4. Berbeda dengan tahun 1970-an, dimana penghasilan dari sektor migas menjadi andalan dari program pembangunan, sejak tahun 1980-an Indonesia memusatkan perhatian terutama pada sektor non migas; 5. Agar ekspor non migas dapat terus berkembang dengan pesat, maka pemerintah telah mengambil serangkaian langkah-langkah deregulasi dan debirokrasi untuk meningkatkan efisiensi dalam bidang perekonomian. Program tersebut akan terns dilakukan karena kepentingan nasional menunjukkan bahwa langkah-langkah tersebut merupakan suatu hal yang strategis dan sangat tepat untuk mencapai tujuan pembangunan jangka panjang yang telah ditentukan oleh pihak Indonesia sendiri; 6. Di luar negeri upaya pengamanan ekspor non-migas tergantung pada keterbukaan pasar terjamin. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Indonesia bersama negara anggota lainnya berupaya untuk menjaga agar keterbukaan sistem perdagangan internasional yang hingga sekarang masih dapat dipertahankan melalui GATT dapat terjamin (Halida Miljani, Kesepakatan Perundingan Putaran Uruguay, 1994: 7). Bertitik tolak dari kepentingan tersebut di atas, Indonesia sesuai dengan tingkat kemampuan di bidang HAKI berupaya untuk membuat standar pengaturan dalam pelaksanaan atau penegakan hukum di bidang HAKI agar lampu mengakomodasikan issue TRIPs melalui :

2003 Digitized by USU digital library

1. Penyesuaian perangkat hukum nasional di bidang HAKI Pembahasan tentang penyesuaian perangkat hukum nasional untuk mengakamodasikan ketentuan TRIPs berkaitan dengan upaya mengisi kekosongan hukum dan mengubah ketentuan perangkat hukum nasional di bidang HAKI. Beberapa ketentuan TRIPs yang perlu "mengisi" kekosongan hukum perangkat hukum nasional di bidang HAKI menyangkut ketentuan- ketentuan sebagai berikut: 1. "Rental Rights" bagi pemegang Hak Cipta rekaman video/film dan komputer program. 2. Perlindungan bagi "Perfomers, Producer of Phonograms (Sound Recording) and Broadcasts" 3. Pengaturan tentang lndikasi Geografis (Geographical Indications) 4. Perlindungan atas "Lay-out Design" daripada "Integrated Circuits" 5. Perlindungan terhadap "Undisclosed Information" Beberapa ketentuan perangkat hukum nasional di bidang HAKI yang perlu dirubah untuk mengakomodasikan ketentuan TRIPs dalam sistem perundang-undangan nasional yang menyangkut pengaturan tentang : 1. Perlindungan Hak Cipta atas komputer program yang lamanya harus tidak kurang dari 50 tahun, sementara dalam undang-undang Hak Cipta hanya 25 tahun. 2. Isi hak yang diberikan dalam Paten dan Merek tidak sekedar terbatas pada hak untuk memakai, menyewakan, menjual atau memberi hak orang lain guna memakai (atau melarang orang lain memakai tanpa persetujuannya), tetapi juga meliputi hak untuk melarang impor produk yang dilindungi Paten atau memakai Mereka yang bersangkutan oleh orang lain yang tidak berhak. 3. Perlindungan Paten harus diberikan untuk 20 tahun, sementara dalam UndangUndang Paten hanya 14 tahun. 4. Diintroduksinya sistim pembuktian terbalik dalam rangka perlindungan terhadap pemegang Hak Paten atas proses, sekalipun hal itu dalam kasus perdata. 5. Diwajibkan pemberian perlindungan hukum secara "sui generis" terhadap penemuan teknologi di bidang varietas baru tanaman, sekalipun suatu negara berdasarkan persetujuan TRIPs ini sebenarnya dibolehkan untuk mengecualikannya dari sistem Paten nasional. 2. Tindak lanjut Ketentuan TRIPS dalam Peraturan Perundang-undangan Nasional di bidang HAKI Dalam pembahasan topik ini, titik beratkan dilakukan terhadap Pokok-pokok Isi Persetujuan TRIPs. Beberapa dari ketentuan-ketentuan Pokok-Pokok Isi Persetujuan TRIPs belum diatur atau telah diatur namun perlu penyempurnaan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan nasional di bidang HAKI. Beberapa dari ketentuan-ketentuan pokok-pokok dari isi persetujuan TRIPS yang memerlukan perhatian dan tindak lanjut untuk memudahkan pembahasan, akan dijabarkan sesuai dengan bidang pengaturan dalam ketentuan persetujuan TRIPs, yang meliputi: 1. Bidang umum a. Mempertimbangkan isi persetujuan TRIPs secara umum, perlu adanya penyesuaian peraturan perundang-undangan nasional di bidang HAKI. b. Beberapa undang-undang yang baru, perin segera dipersiapkan meliputi : Undang-undang Desain Produk Industri Undang-undang Rahasia Dagang Undang-undang Sirkuit Terpadu

2003 Digitized by USU digital library

c. Dari segi waktu penyelesaian perlu diperhatikan bahwa Indonesia dapat memanfaatkan jangka waktu peralihan secara maksimal (5) tahun untuk mempersiapkan diri. Jangka waktu tersebut dapat dimaksimalkan untuk memasyarakatkan peraturan perundangan yang baru. Dalam jangka waktu tersebut, perlu diperhatikan agenda konstitusi nasional seperti Pemilu 1997 dan pembentukan Kabinet 1998. d. Mengantisipasi basis minimal persetujuan TRIPs yang menggunakan konvensi Paris, Bern, Roma dan perjanjian Washington, perlu diperhatikan bahwa : - Indonesia belum menjadi anggota Konvensi Bern dan Konvensi Roma - Indonesia mengikuti perjanjian Washington (1989), tetapi belum meratifikasinya. Oleh sebab itu perin ditindak lanjut : - Perlu segera dipersiapkan keikutsertaan dalam Konversi Beru dan Konvensi Roma serta ratifikasi perjanjian Washington. - Sejauh mengenai Konvensi Paris, Bern dan Roma perlu dipelajari penyesuaian dan implikasinya dalam peraturan perundangan nasional tentang HAKI. e. Mengantisipasi ketentuan TRIPs "Sepanjang mengenai performers, produsen rekaman dan badan penyiaran", kewajiban ini hanya berlaku terhadap hak yang timbul berdasarkan persetujuan ini, perlu diperhatikan bahwa: bidang ini belum memperoleh pengaturan dalam sistem HAKI nasional. Oleh schab itu perlu ditindak lanjuti: Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti: membuat pengaturan khusus di bidang ini dalam sistim HAKI Indonesia. 2. Bidang Hak Cipta dan hak-hak terkait lainnya. a. Mengantisipasi ketentuan TRIPs tentang perlindungan program komputer sebagai Literary work harus berlangsung selama 50 tahun, perlu diperhatikan bahwa: Program komputer sudah dicakup dalam Undang-Undang Hak Cipta, tetapi perlindungannya hanya berlaku selama 25 tahun. Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti ketentuan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 7 tahun 1987 perlu disesuaikan. b. Mengantisipasi ketentuan TRIPs tentang Hak Penyewaan/Rental Right bahwa untuk karya cipta seperti komputer program dan karya sinematografi, ditentukan adanya hak penyewaan yang diberikan kepada pencipta atas kegiatan penyewaan karya-karya tersebut, perlu diperhatikan tentang: Hak Cipta yang belum mengatur tentang masalah hak ini, dimana terhadap penyewaan vidio kaset film dan program komputer pemilih Hak Cipta atas karya-karyanya tersebut berhak atas bagian penghasilan yang diperoleh dari usaha penyewaan tadi. Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti pengaturan dan penyempumaan Undang-Undang Hak Cipta. 3. Bidang Merek a. Mengantisipasi ketentuan TRIPs tentang perlindungan bagi Merek Terkenal (Wellknown Mark), dimana perlu diperhatikan bahwa Undang-Undang Merek sudah mengatur hal tersebut tetapi tidak sejauh ketentuan itu .Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti tentang ketentuan mengenai Merek terkenal dalam Undang-Undang Merek tahun 1992. b. Mengantisipasi ketentuan TRIPS dalam hal pemakaian Merek merupakan kewajiban, adanya larangan impor atau ketentuan lain yang mengatur persyaratan terhadap barang atau jasa harus dapat dianggap sebagai

2003 Digitized by USU digital library

penyebab yang sah tidak dipakainya Merek, perlu diperhatikan bahwa ketentuan ini tidak dikenal dalam Undang-Undang Mereka tahun 1992. Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti, ditinjau kembali dan perlu diperhatikan ketentuan ini dalam Undang-Undang Merek. c. Mengantisipasi ketentuan TRIPs tentang perlindungan terhadap Merek, diatur pula perlindungan terhadap Geographical Indications, dan perlu diperhatikan bahwa ketentuan ini belum diatur dalam Undang-Undang Merek. Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti, dan perlu pengaturan ketentuan ini dalam UndangUndang Merek tahun 1992. 4. Bidang Desain Produk Industri. Mengantisipasi ketentuan TRIPs tentang persyaratan untuk memperoleh perlindungan Desain Produk Industri yang bersifat baru dan orisinil, dan juga untuk ukuran untuk menilai kebaruan desain dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan desain serupa yang sudah ada. Ini perlu diperhatikan bahwa : Indonesia belum memiki undang-undang mengenai Desain Produk Industri ini. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian memerintahkan pengaturan Desain Produk Industri ini dengan peraturan pemerintah. Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti yaitu perlu disusun undang-undang Desain Produk Industri. 5. Bidang Paten a. Mengantisipasi ketentuan TRIPs teBaga objek Paten yaitu : - Perlindungan diberikan untuk semua bentuk teknologi, termasuk kepentingan kemanusian dan kesehatan manusia seperti terhadap teknologi untuk pengobatan, variatas hewan dan tanaman dan bioteknologi. - Paten memberikan hak ekslusif baik terhadap Paten produk maupun Paten proses yang menjangkau pula larangan untuk melakukan impor tanpa ijin pemegang Paten. Ini perlu diperhatikan bahwa isi hak yang menjangkau hak untuk melarang import produk atau yang langsung dibuat dengan proses yang dilindungi Paten, merupakan hal baru. Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti dan perlu diperhatikan secara khusus dalam rangka penyesuaian Undang-Undang Paten tahun 1989. b. Mengantisipasi ketentuan TRIPs tentang jangka waktu perlindungan Paten yang berlaku selama 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan paten, dan perlu diperhatikan bahwa dalam Undang-Undang Paten tahun 1989 jangka waktu perlindungan hanya terbatas 14 tahun dengan kemungkinan diperpanjang selama 2 tahun. Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti dan diperhatikan secara khusus ketentuan ini dalam Undang-Undang Paten tahun 1989. 6. Bidang Desain Lay-Out (Topografi) Mengantisipasi ketentuan TRIPs tentang Desain Lay-Out tidak dianggap sebagai pelanggaran apabila seseorang memang tidak mengetahui atau tidak ada/cukup alasan untuk mengetahui bahwa sewaktu menerima lay-out desain, ternyata terbawa pula lay-out desain bajakan. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa: 7. Bidang Undisclosed Information Mengantisipasi ketentuan TRIPs tentang negara anggota wajib menjaga informasi yang dirahasiakan pemiliknya dan data yang diserahkan kepada pemerintah

2003 Digitized by USU digital library

sebagai persyaratan pendaftaran sesuatu produk dan data tersebut harus merupakan rahasia, memiliki nilai komersial (karena kerahasiaannya), diperlukan dan dijaga sebagai informasi rahasia. Ini perlu diperhatikan bahwa masalah ini belum memperoleh pengaturan secara khusus, dan selama ini perlindungan hanya berlangsung atas dasar pasal 1365 KUHPerdata. 8. Bidang Lisensi Mengantisipasi ketentuan persetujuan TRIPs tentang negara anggota dapat menetapkan pengendalian atas praktek persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi. Ini perlu dipehatikan bahwa: Masalah ini dapat dijadikan sarana pengendalian praktek persaingan yang tidak wajar atau tindakan penanggulangan monopoli. Dan ketentuan ini sebenarnya bentuk lain dari pengaturan pencegahan praktek-praktek bisnis yang terlarang melalui pelisensian. Oleh karena perlu ditindak lanjuti dan perlu dijabarkan lebih lanjut dalam UU Hak Cipta, UU Paten dan UU di bidang HAKI yang akan disusun. 9. Bidang Enforcement Mengantisipasi ketentuan persetujuan TRIPs tentang negara anggota wajib menyediakan sarana baik yang bersifat administratif maupun peradilan yang adil dan memadai, diantaranya menyangkut kewenangan pengadilan untuk menghentikan tindakan yang diduga merupakan pelanggaran HAKI, kewenangan pengadilan untuk memerintahkan pelanggar membayar ganti rugi sesuai dengan kerugian yang diderita pemegang HAKI. Ini perlu diperhatikan bahwa: Pengaturan ini sebahagian sudah dikenal baik secara prinsip umum ataupun dituangkan dalam hukum acara" dan dalam UU Hak Cipta, UU Paten, atau UU Merek. Tetapi dalam beberapa hal" masih harus dipertegaskan dalam UU Hak Cipta, UU Paten dan UU Merek. Pemahaman di kalangan aparat penegak hukum, termasuk Bea Cukai perlu diperhatikan. 10. Bagian Penyelesaian Sengketa dan Pengawasan Mengantisipasi ketentuan persetujuan TRIPs tentang dalam hal timbul persengketaan mengenai penafsiran dan pelaksanaan persetujuan TRIPs, maka hal tersebut diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa terpadu hal tersebut diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa terpadu oleh sebuah Badan Penyelesaian sengketa yang berada di bawah WTO (World Trade Organization). Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa: Perlu penguasaan mengenai pro suder penyelesaian sengketa, dan mekanisme kerja lembaga yang akan menanganinya (Panel). Selain itu hal-hal yang bersifat prosedur/acara, tidak kalah pentingnya penguasaan mengenai aturan-aturan GATT/WTO dan persetujuan TRIPs. Oleh sebab itu perlu ditindak lanjuti: Pelatihan dan pemahaman terutama perlu diberikan kepada para Konsultan/Penasehat Hukum/Pengacara dan bantuan tehnik perlu dimintakan kepada WTO. 3. Konsekuensi Persetujuau TRIPs Bagi Indonesia. Pembahasan konsekuensi persetujuan TRIPs bagi Indonesia tidak terlepas dari pembahasan posisi dan kebijaksanaan Indonesia menghadapi persetujuan TRIPs. Dalam pembahasan posisi dan kebijaksanaan Indonesia menghadapi persetujuan TRIPs, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut di bawah ini: a. Pengaturan hal-hal yang baru dan belum ada peraturan perundang-undangan HAKI, serta pengaturan hal-hal tertentu dengan standar yang lebih tinggi

2003 Digitized by USU digital library

dibandingkan standar yang dimiliki dalam peraturan perundang-undanga HAKI yang telah ada, bukanlah masalah yang sederhana. b. Dengan pengaturan standar yang relatif minimum sekarang inipun, masih harus diusahakan efektifitas pelaksanaanya melalui peningkatan administrasi pengelolaannya, pemasyarakatan (penyebarluasan) pemahamannya, termasuk di kalangan aparat penegak hukumnya. c. Masalah dengan begitu bukan sekedar menyesuaikan peraturan perundangundangan HAKI. Selain kesiapan masyarakat dan aparatur, perlu juga dikaji seberapa jauh dampak penerapan pengaturan hal-hal yang baru dan ketentuanketentuan yang berstandar tinggi tersebut tidak menimbulkan terutama masalah sosial dan ekonomi yang akhirnya akan menyulut kerawanan politik. d. Masa peralihan bagi Indonesia hanya berlangsung maksimal 5 tahun. Kalau persetujuan tersebut benar-benar akan berlaku efektif misalnya tanggal 1 Januari 1995, maka segala persiapan baik pranata peraturan perundangundangan yang harus disesuaikan, kesiapan adminstrasi, kesiapan masyarakat dan para aparat dalam memahami peraturan perundang-undangan yang baru, harus benar-benar selesai dan siap mulai tanggal Januari 2000. Jangka waktu tersebut tidak lama untuk semua itu. e. Dampak dari ketidaksiapan tadi, sangat hebat pengaruhnya terhadap perekonomian nasional terutama dalam perdagangan intemasional. Setiap saat Indonesia harus siap untuk menghadapi panel dalam rangka mekanisme penyelesaian pertikaian. Dan kalau "Kesalahan" tersebut terbukti, serta kerugian ekonomi/finansial yang diakibatkan dapat ditunjukkan, maka Indonesia harus selalu bersiap untuk menghadapi tindakan balasan terhadap komoditi ekspornya. Bertitik tolak untuk menghadapi tindakan balasan terhadap komoditi ekspornya. Bertitik tolak dari point (a) sampai dengan point (e) tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa konsekuensi logis persetujuan TRIPs bagi Indonesia merupakan kegiatan-kegiatan antisipasi yang menjadi skala prioritas Indonesia untuk dilakukan dengan efektif dan efisien dalam perundingan Putaran Uruguay menghadapi ketentuan TRIPs Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi: a. Peningkatan penyebarluasan pemahaman mengenai TRIPs di kalangan masyarakat dunia usaha Indonesia yang kegiatan usahanya berkaitan dengan masalah HAKI. b. Peningkatan efektifitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan HAKI terhadap para penegak hukum (Hakim, Jaksa dan Polisi) dan aparat pemerintah (termasuk aparat Bea Cukai). c. Peningkatan efisiensi kerjasama antar aparat pemerintah melalui jaringan informasi dan kerjasama inter departemen terkait, maupun kerjasama antar aparat pemerintah dengan masyarakat dunia usaha Indonesia. Dalam upaya mencapai keberhasilan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas, dijabarkan serangkaian langkah-langkah intern maupun ekstern untuk mendukung keberadaan intansi/unit kerja yang menangani bidang HAKI dan mendukung mekanisme kerja dan kebijaksanaan teknis operasional. Langkah-langkah tersebut meliput: 1. Intern a. menambah pengadaan prasarana, sarana, personalia b. mengembangkan/meningkatkan kemampuan profesionalisme penegak hukum, praktisi hukum melalui pendidikan dan pelatihan di dalam maupun di luar negeri. c. menyempurnakan prosedur kerja

2003 Digitized by USU digital library

d. melaksanakan program komputerisasi c. membangun pusat dokumentasi dan informasi di bidang HAKI, khususnya menyangkut TRIPs. 2. Ekstern a. meningkatkan pelayanan jasa hukum di bidang TRIPs b. mendorong terbentuknya organisasi-organisasi profesi di bidang HAKI untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang TRIPs c. mengikut sertakan praktisi hukum, aparat hukum terkait dalam pertemuanpertemuan regional!internasional di bidang HAKI, khususnya yang menyangkut TRIPs. d. meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga intemasional di bidang HAKI, misalnya WTO (World Trade Organization), untuk mendapatkan informasi tentang HAKI, khususnya yang menyangkut TRIPs. e. membangun sistem jaringan dokumentasi dan informasi di bidang TRIPs untuk konsumsi dunia usaha. KESIMPULAN Dari uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan: 1. Lahirnya TRIPS bertujuan untuk me1indungi dan menegakkan hukum hak milik intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakaian pengetahuan teknologi, dengan cara yang menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta berkeseimbangan antara hak dan kewajiban (Pasal 7 TRIPs). HAKI diatur di dalam TRIPs yang isinya meliputi ketentuan umum dan prinsip dasar, strandar ketersediaan, lingkup dan penggunaan HAKI, penegakan HAKI, pemero1ehan dan pemeliharaan HAKI dan prosedure antar para pihak, pencegahan dan penyelesaian perselisihan, pengaturan peralihan dan pengaturan ke1embagaan serta ketentuan penutup. 2. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani perjanjian putaran Uruguay beruapa untuk mengakomodasikan TRIPs dalam perangkat hukum nasional di bidang HAKI sesuai dengan kepentingan spesifiknya yaitu pembangunan nasional dengan meningkatkan laju ekspor non migas. DAFTAR PUSTAKA Aleli Angela G. Quirino, Asean Law Journal Volume 3, Penerbit Asean Law Association Foundatioan University of The Philippines, 1995. Bambang Kesewo, SH, LLM, Beberapa Ketentuan Dalam Persetujuan TRIPs (Seminar Sehari "Dampak GATT/Putaran Uruguay Bagi Dunia Usaha), Departemen Perdagangan RI, Jakarta, 1994 ______________________,Pengantar Umum Mengenai HAK di Indonesia, Departemen Perdagangan RI, Jakarta, 1994. Halida Miljani, SH., Seminar Sehari "Dampak GATT/Putaran Uruguay Bagi Dunia Usah, Departemen Perdagangan RI, Jakarta, 1994. Ita Gembiro, SH., Hukum Milik Intelektual (Law of Intellectual Property), Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991. Nico Kansil, SH., Pengantar umum Mengenai Hak Cipta, Paten, dan Mereka, Penerbit Yan Apul & Founers, 1994. WJS. Poerdharminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Penerbit Has Jakarta, 1976. ________________, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, 1976.

2003 Digitized by USU digital library

10

You might also like