You are on page 1of 8

PERAN ILMU KIMIA PANGAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Fitri Rahmawati, MP Staff Pengajar Pendidikan Teknik Boga FT UNY

PENDAHULUAN Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi bangunan, bahan industri elektronik dan bahan produk melibatkan ilmu kimia. Bahan- bahan tersebut sebagian besar tidak diperoleh langsung dari alam tetapi merupakan hasil pengolahan atau hasil sintesis dengan menggunakan ilmu kimia. Salah satu cabang ilmu kimia yang berperan dalam kehidupan sehari-hari adalah ilmu kimia pangan. Kalau kita mendengar kata-kata Ilmu Kimia pasti yang terlintas dibenak kita adalah suatu ilmu yang susah untuk dipelajari. Yang terbayang pastilah serentetatn rumus-rumus kimia yang susah dipelajari. Namun tidak demikian dengan Ilmu Kimia yang sebenarnya secara tidak kita sadari sering kita gunakan terutama dalam pengolahan pangan. Salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting adalah pangan, disamping papan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Dalam menghadapi masalah pangan perlu disiapkan suatu sistem yang mantap. Secara garis besar, sistem pangan dapat dibagi menjadi tiga subsistem yaitu subsistem produksi, pengadaan, dan subsistem konsumsi. Penanganan pangan pada subsistem produksi dan konsumsi perlu ditangani lebih intensif.

Kegiatan penanganan pangan memerlukan pengetahuan bahan, gizi, pengolahan maupun kimia pangan. Adapun kegiatan penanganan tersebut sangat terkait dengan teknologi pascapanen dan pengawetan pangan, agar diperoleh pangan yang mampu bertahan lama dan juga mempunyai kandungan gizi yang baik untuk dimanfaatkan oleh tubuh. BAHAN PANGAN DAN ZAT GIZI Agar tubuh manusia dapat tahan terhadap alam sekitar, serta untuk tumbuh dan berkembang secara normal diperlukan zar gizi dalam jumlah yang cukup. Setelah vitaman B12 ditemukan pada tahun 1948, maka telah dicatat sekitar 50 bahan kimia yang

dibutuhkan tubuh untuk hidup layak, utamanya secara biologi. Banyaknya setiap bahan kimia tersebut harus dalam keadaan seimbang. Sumber utama bahan pangan adalah tanaman dan hewan. Hal ini disebabkan secara biokimia bahan dari hewan dan tanaman itu paling dekat dengan apa yang ada dalam tubuh manusia. Melalui reaksi biokimia telah dikenal bahwa karbon dioksida dari udara serta air dari tanah yang diserap melalui akar dengan batuan sinar matahari melalui fotosintesa akan menghasilkan karbohidrat. Zat terakhir ini dengan bantuan berbagai senyawa lainnya melalui reaksi yang panjang akan menghasilkan berbagai pangan dari tanaman. Seperti serialia, tepung dari pohon sagu, umbi-umbian, dan sayuran serta buah-buahan. Tingkat ini biasa pula disebut tingkat pertama dalam hal menghasilkan bahan pangan. Bila hasil pertanian tersebut diberikan kepada hewan atau ternak peliharaan maka

dagingnya, termasuk unggas dan ikan, disebut tingkat kedua. Tingkat ketiga ialah hasil dari hewan itu sendiri seperti telur dan susu sebagai suber protein.

PENGOLAHAN PANGAN DAN GIZI Bahan pangan, terutama pangan yang baru dipetik akan tetap melaksanakan fungsi fisiologisnya antara lain seperti respirasi. Perubahanperubahan pada bahan pangan sebagian besar terjadi karena adanya reaksi kimia dalam bahan pangan karena reaksi dari dalam bahan pangan itu sendiri atau akibat pengaruh lingkungan. Contoh yang sering kita jumpai adalah: kalau kita memanen pisang, pisang kita tebang dalam keadaan masih hijau (pisang sudah tua) jika kita biarkan begitu saja pisang tersebut akan matang dengan sendirinya ditandai dengan perubahan warna pada kulit pisang menjadi berwarna kuning, sedangkan pada tekstur buah akan menjadi lebih lunak dan berasa manis. Kondisi tersebut adalah kondisi alami, keadaan tersebut disebabkan oleh reaksi kimia dari dalam buah pisang itu sendiri, selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu yang akan memacu kematangan buah. Pemanenan akan menyebabkan suplai yang melalui penyerapan akar terputus. Oleh karena itu akan cepat sekali rusak, yang dapat menyebabkan nilai gizinya berkurang. Laju proses kerusakan akan dapat cepat atau lambat, tergantung pada beberapa faktor. Kadar air yang tinggi pada bahan segar dinilai menyebabkan kerusakan yang cepat. Kandungan air yang tinggi akan memacu proses biologis yang dapat meneyebabkan kerusakan seperti pada sayuran dan daging. Berbeda dengan biji-bijian yang dalam keadaan kering akan tahan terhadap kerusakan, bahkan dapat disimpan sampai lebih daripada satu tahun.

Berbagai vitamin juga akan cepat rusak setelah dipanen, terutama vitamin C. Vitamin A akan cepat teroksidasi, begitu pula pada vitamin E. Vitamin D peka terhadap oksigen dan cahaya. Proses pengolahan itu sendiri akan dapat mengurangi nilai gizi bila dibandingkan dengan keadaan segar. Makin banyak tingkat pengolahan nilai gizi akan semakin banyak berkurang. Demikian pula kalau makin lama diolah. Reaksi enzimatis, serta perubahan kimia dalam bahan hasil pertanian merupakan penyebab utama kerusakan. Mikrobia dianggap merupakan penyebab susut utama, baik kualitas, maupun kuantitas bahan hasil pertanian. Kegiatan enzimatis akan berlangsung pada kandungan air yang tinggi, serta suhu yang cocok untuk kegiatan suatu enzim. Reaksi kimia akan berlangsung pada kadar air yang tinggi. Faktor suhu sangat penting dalam menyebabkan kerusakan pangan. Sesuai dengan hukum vant Hoff, bahwa kenaikan suhu 10 C akan menyebabkan reaksi berlipat dua kecepatannya, tetapi akibat pengerusakannya bisa lebih, misalnya pada sayur dan buah-buahan sampai 2,5 kali. Berdasarkan pola pikir di atas, maka langkah awal dalam pengawetan, yang juga termasuk pengolahan bahan pangan hasil pertanian ialah memanipulasi keadaan sekitar agar tidak cocok untuk ketiga penyebab utama di atas. Untuk dapat melakukan pengolahan yang tepat terhadap suatu bahan pangan kita haruslah mengetahui karakteristik dan sifat bahan pangan itu sendiri, terutama sifat kimia dari bahan. Suatu contoh mengapa gula lebih cepat larut pada air panas? pada dasarnya hal itu disebabkan oleh sifat kelarutan padatan dalam cairan yang akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu; dan itu berlaku sebaliknya. Padatan akan semakin mudah larut dalam pelarut yang memiliki temperatur yang lebih tinggi. Selain karena efek kelarutan, temperatur yang tinggi berfungsi sebagai pemasok energi pelarutan yang digunakan agar padatan larut dalam air. Sumber energi lain yang biasa Anda gunakan sehari-hari tentunya ialah energi dari tangan Anda. Contoh tersebut sering kita jumpai sehari-hari ketika kita membuat minuman panas dengan menambahkan gula di dalamnya. DIVERSIFIKASI PANGAN Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan keluar yang saat ini dianggap paling rasional untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan pangan (khususnya sumber karbohidrat). Melalui penataan pola makan yang tidak tergantung pada satu sumber pangan, memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri, membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing, yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan nasional.

Masalah pangan dalam negeri tidak lepas dari persoalan beras dan terigu. Meski di beberapa wilayah, penduduk masih mengkonsumsi pangan alternatif gaplek, beras jagung, sagu ataupun ubi jalar, tetapi fakta menunjukkan bahwa terigu lebih adaptif dan adoptif daripada pangan domestik tersebut. Gejala ini bukan saja bagi golongan menengah ke atas, tetapi kalangan bawah pun sudah terbiasa menyantap mie, jajanan, roti atau kue yang semua berbasis terigu. Masalah diversifikasi konsumsi pangan bukan tanggung jawab sekelompok orang saja, tetapi merupakan masalah dan tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara. Lantas siapa yang harus memulainya? Tentu saja jawabannya adalah keluarga sebagai unit masyarakat terkecil. Tanpa kita sadari, sebenarnya orang yang paling besar peranannya dalam menyukseskan program diversifikasi konsumsi pangan adalah ibu rumah tangga. Kebiasaan memperkenalkan nasi atau bubur beras sejak bayi, lambat laun akan menjadi pola anutan yang bersifat turun-temurun dan sulit untuk bisa diubah. Kebiasaan tersebut perlahan tetapi pasti akan berubah menjadi suatu budaya bangsa. Orang merasa belum makan dan belum kenyang apabila belum makan nasi. Budaya makan nasi telah melekat kuat di hampir seluruh masyarakat Indonesia, ke mana pun mereka pergi. Bahkan bila berada di luar negeri sekalipun, selama masih dapat memilih, kita akan tetap makan nasi ketimbang roti, hamburger, hotdog, pizza, dan lainlainnya. Hanya secara insidental kita menyukai makanan-makanan selain nasi. Dan celakanya hal itu sering dianggap sebagai makanan selingan. Langkah awal diversifikasi konsumsi pangan adalah memperkenalkan beragam bahan makanan sedini mungkin, yaitu sejak masa bayi dan kanak-kanak. Kita harus menyadari bahwa Tuhan telah menciptakan beragam makanan untuk dinikmati, tanpa membeda-bedakannya satu sama lain. Dari sudut gizi pun, Tuhan telah menciptakan bahwa setiap bahan pangan memiliki komposisi dan jumlah zat gizi yang berbeda-beda. Mungkin dengan maksud agar manusia kreatif untuk menggabung-gabungkannya dalam upaya mencapai konsumsi gizi yang tepat dan seimbang. Tidak ada satu pun di dunia ini makanan tunggal yang memiliki semua unsur gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah dan komposisi gizi yang ideal. Hanya ASI (air susu ibu) yang mempunyai komposisi gizi yang sangat lengkap, itupun hanya berlaku bagi bayi yang berusia sampai empat bulan. Di atas usia tersebut, bayi harus sudah mulai diperkenalkan dengan bahan makanan lain, yaitu MP-ASI (makanan pendamping air susu ibu).

Ada dua manfaat sekaligus yang diperoleh oleh pemberian MP-ASI. Pertama untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang kian meningkat jumlahnya, sehingga tidak dapat lagi dipenuhi hanya dari ASI. Kedua, mulai melatih anak mengenal berbagai bahan makanan sedini mungkin, sehingga nantinya anak menjadi tidak susah makan dan tidak rewel dalam urusan makanan. Kesempatan emas inilah yang harus mampu diisi dan dimanfaatkan dengan baik oleh para ibu, untuk memulai kegiatan diversifikasi konsumsi pangan. Ditinjau dari potensi sumberdaya wilayah, sumberdaya alam Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang beragam, dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik bahan pangan sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin maupun mineral. Pangan sumber karbohidrat biasanya berasal dari serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk Indonesia yang hidup dalam

lingkungan yang majemuk dan memiliki anekaragam kebudayaan dan potensi sumber pangan spesifik, strategi pengembangan pangan perlu diarahkan pada potensi sumberdaya pangan wilayah. Untuk dapat melakukan diversifikasi pangan perlu dikuasai kemampuan mengetahui karakteristik bahan terutama sifat-sifat kimia suatu bahan. Sehingga mampu tercipta beberapa makanan yang beraneka ragam dan berasal dari bahan pangan sumber yang beraneka ragam pula. Contoh : berbagai makanan yang berasal dari sukun, ubi jalar, pisang, jagung, dll. TEKNOLOGI PANGAN Teknologi pangan dapat dimulai dari lapangan atau sawah, kalau diambil sebagai contoh padi. Ladang atau tegalan untuk umbi-umbian dan kacang-kacangan. Teknologi dapat juga dimulai dari pemilihan bibit serta cara pembibitan, kemudian penanaman serta pemeliharaan. Pengertian ini tidak berlebihan karena pada setiap tingkat itu akan menggunakan teknologi yang sesuai dengan peruntukannya. Tetapi yang umum ialah sejak dipanen, pengolahan, sampai dihidangkan. Penggunaan teknologi pada setiap tingkat itu akan dapat diharapkan terjaminnya hasil daripada tanpa penggunaan teknologi, serta hasil yang jauh lebih banyak. Istilah terakhir ini memberikan pengertian bahwa penggunaan teknologi dalam produksi pangan akan meningkatkan hasil, sehingga hasil lebih banyak yang dapat menjamin salah satu faktor ketahanan pangan. Teknologi pangan sangat erat hubungannya dengan terjaminnya mutu hasil. Teknologi yang baik akan memperkecil kehilangan atau susut saat pengolahan. Pada setiap tingkat pengolahan hendaknya dibarengi dengan kendali mutu, atau quality

control sehingga terjamin bahwa hasil sesuai dengan mutu yang diharapkan. Sebagai salah satu contoh ialah dilapangan pada petanaman padi di sawah. Sebelum panen sebidang tanah harus diawasi sehingga hasilnya nanti terjamin, yaitu tidak akan hadir gangguan yang disebabkan oleh berbagai hama dan penyakit. Pada saat panenpun demikian pula, hendaknya pengawasan mutu diperhatikan. Pergunakanlah alat yang cocok untuk pemakaiannya, serta tempat yang bersih. Menjemur gabah di jalan-jalan merupakan tindakan yang tidak akan menghasilkan gabah yang terjamin mutunya. Gabah disimpan dengan kadar air yang rendah serta tempat yang baik, bebas dari gangguan. Tempat penyimpanan yang salah akan menyebabkan kerusakan pada bahan pangan. Kerusakan tersebut antara lain karena (i). Makhluk hidup, seperti tikus, serangga, jamur dan bakteri, karena akan memakan bahan pangan yang disimpan, disamping menimbulkan kerugian karena kotoran, dan sisa-sisa bahan yang dimakan; (ii). Aktivitas biokimia dalam bahan pangan tiu sendiri, seperti respirasi, terbentuknya warna coklat serta timbulnya kelainan bau bahkan tengik; dan (iii). Kerusakan karena fisik atau mekanis, antara lain terhimpitnya bahan sehingga pecah, serta saat pemindahan yang kurang hati-hati. Ruangan penyimpanan akan mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang sekali gus akan mempengaruhi ketahanan pangan. Suhu, kelembaban dan komposisi udara ruangan penyimpanan merupakan tiga faktor yang perlu diperhatikan. Cara pengangkutan, pengemasan yang kurang hati-hati juga menyebabkan bahan cepat rusak. Pengolahan bahan pangan dilaksanakan karena tiga alasan, yaitu (i). Menyiapkan makanan untuk dihidangkan, (ii). Membuat hasil baru yang dikehendaki, baik dilihat dari segi fisik maupun kandungan kimianya, termasuk pengayaaan akan zat gizi, dan (iii). Mengawetkan, mengemas dan menyimpan. Dari ketiga alasan tersebut yang erat hubungannya dengan ketahanan pangan adalah yang ketiga. Pengawetan yang diikuti dengan pengemasan yang memadai akan menyebabkan bahan tidak cepat rusak. Sehubungan dengan tujuan pengawetan, maka dikenal enam cara utama, yaitu: 1. Pengurangan air dalam bahan pangan (pengeringan, dehidrasi, evaporasi, atau pengentalan) 2. Pemanasan (blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi) 3. Penggunaan suhu rendah (pendinginan, pembekuan) 4. Perlakuan kusus (fermentasi, dan pemberian additif asam; gula, garam) 5. Pemberian senyawa kimia 6. Iradiasi

PEMBERIAN SENYAWA KIMIA Diantara cara-cara pengawetan tersebut di atas pemberian senyawa kimia sering dipakai, walaupun kadang-kadang terjadi kesalahan. Cara yang paling sederhana dan dapat dipraktikkan ialah pemberian garam, asam dan gula. Tidak sedikit bahan pangan setelah perlakuan tadi kemudian dikeringkan, atau diasap. Perlakuan khusus dengan senyawa kimia, biasa pula akan berdampak pada hasil yang diperoleh. Dampak yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Bahan kimia yang dapat meningkatkan hasil bahan dasar. Contohnya ialah pestisida, dan pemupukan. Pestisida akan hama, baik dilapangan maupun digudang. Pemupukan akan meningkatkan hasil panen; 2. Bahan kimia yang mampu mencegah kerusakan. Pandangan ini berdasarkan kenyataan dilapangan bahwa kerusakan pangan karena kegiatan mikrobia, aktivitas enzim, dan reaksi biokimia. Pemberian senyawa penghambat akan dapat mencegah proses pengerusakan tersebut. Oksidasi minyak akan menyebabkan minyak menjadi tengik, sehingga ditolak konsumen. Pemberian antioksidant akan mencegah oksidasi tersebut. Pemberian vitamin C dan isoaskorbat akan mencgah kerusakan warna pada berbagai produk yang disimpan dalam bentuk dingin. Demikian juga pemberian chelating agent untuk mengikat berbagai unsur yang memacu oksidasi. 3. Bahan kimia dapat juga mempengaruhi cita rasa pada bahan pangan seperti essence. 4. Bahan kimia yang mampu memperbaiki kenampan pada pangan, seperti pada roti. Pengunaan senyawa khlorin dan pemucat telah banyak dipakai; 5. Bahan kimia yang dapat merubah atau memperbaiki tekstur pangan. Contohnya ialah pemberian monoglyserida dan digliserida pada adonan roti. 6. Bahan kimia yang mampu meningkatkan nilai gizi pangan, seperti pemberian vitamin dan mineral. Saat penggilingan banyak kehilangan vitamin dan mineral untuk itu perlu ditambahkan pada bahan pangan agar bila dikonsumsi tidak meyebabkan kekurangan gizi. Pada saat sekarang ini konsumen beras memperolehnya dari heler baik yang mobil atau tempat tetap. Heler ini bekerja memecah kulit gabah, kemudian kulit ari yang tertinggal dikikis. Lapisan aleuron yang kaya akan vitamin dan berbagai garam mineral tidak ada lagi. Konsumsi beras jenis ini dalam jumlah yang banyak, tanpa disertai pangan lain akan menyebabkan kekurangan berbagai vitamin, seperti vitamin B1. Kekurangan vitamin ini akan meneyebabkan pertumbuhan pada bayi terhambat, dan kelak akan menjadi anak yang kurang pintar. Masalah ini harus diatasi dengan pemberian gizi berimbang;

7. Bahan kimia yang dipergunakan pada prosesing makanan. Bahan yang akan difermentasi haruslah diberi perlakuan khusus. 8. Bahan kimia yang mempermudah pengemasan. Senyawa kimia diberikan pada bahan pengemas sehingga menjadi lebih elastis. Bahan yang elastis akan dapat dibentuk sesuai keinginan. Pada pemberian senyawa kimia haruslah diingat efek yang dapat ditimbulkan dari bahan kimia tersebut terhadap kesehatan manusia. Hendaknya dipergunakan senyawa kimia sesuai dengan peraturan dan ketentuan pemakainannya.

PENUTUP Dari paparan diatas dapat kita ketahui bahwa ilmu kimia pangan sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari terutama terkait dengan pengetahuan bahan pangan dan gizi, pengolahan, teknologi, pengawetan pangan, diversifikasi pangan dan penggunaan senyawa kimia sebagai bahan tambahan makanan. Ilmu kimia bukan merupakan ilmu yang sulit dipelajari dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu kimia pangan sangat terkait dengan perkembangan teknologi pangan terutama untuk memperoleh nilai tambah pada produk pangan melalui pengolahan pangan.

BAHAN BACAAN M. Qazuini, Teknologi Pangan Sebagai Pendukung Ketahanan Pangan. Efrat Sadeli. 2008. Food Engineering: An Advancing http:/www.majarikanayakan.com/conten uploads/2008/05 Branch.

Owen R. Fennema. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker. New York Tranggono, Zuheid Noor, dan Djoko Wibowo. 1988. Evaluasi gizi pengolahan pangan. PAU Pangan dan Gzi, UGM Yogyakarta. Tri Susanto dan Budi Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT Bina Ilmu Surabaya Winarno, F.G. dan B. Sri Laksmie Jenie. 1982. Kerusakan pangan dan cara pencegahannya. IPB Bogor-Chalia Indonesia. Winarno, F.G. 1992. Kimia pangan dan Gizi. PT Gramedia-Jakarta

You might also like