You are on page 1of 127

BAHAN AJAR ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Suhardi Mukhlis, Drs LEKTOR, NIPY 125 033 012

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK RAJA HAJI


Tanjungpinang, Maret 2005

BAB I PENDAHULUAN
Pengadaan pegawai memiliki sasaran utama, yaitu diperolehnya sejumlah pegawai tertentu sebagai sumberdaya dengan kualifikasi tertentu sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan tertentu pula. Dengan kata lain, titik berat perhatian program-program dalam pengadaan pegawai adalah memecahkan masalah kemampuan kerja (ability to work) pegawai yang ditempatkan dalam organisasi. Tahap kegiatan dalam lingkup pengadaan pegawai dilakukan secara berturut-turut melalui sub-sub fungsi operasional pengadaan, yaitu: fungsi perencanaan pegawai, panarikan, seleksi, penempatan, dan pembekalan bagi pegawai yang bersangkutan sebelum melaksanakan tugas jabatannya.

PENGADAAN PEGAWAI (PROCUREMENT OF PERSONNEL)


1. PERENCANAAN PEGAWAI (HUMAN RESOURCES /MANPOWER PLANNING) 2. PENARIKAN PEGAWAI (RECRUITMENT) 3. SELEKSI PEGAWAI (SELECTION) 4. PENEMPATAN PEGAWAI (PLACEMENT) 5. PEMBEKALAN (INDOCTRINATION/INDUCTION/ORIENTATION)

BAB II PERENCANAAN PEGAWAI 2.1. Pengertian


Perencanaan pegawai didefenisikan sebagai proses menentukan kebutuhan pegawai dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar supaya pelaksanaannya berintegrasi dengan rencana organisasi (Andrew E. Sikula, dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 1988:2).

2.2. Komponen
A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (1988:3-5), mengemukakan bahwa ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pegawai, sebelum program tindakan (action programs) dilaksanakan terhadap pegawai, yaitu: 1. Tujuan Perencanaan pegawai harus didasarkan kepada kepentingan individu, organisasi, dan nasional. Tujuan perencanaan pegawai adalah untuk menciptakan pegawai dimasa yang akan datang bagi kebutuhan organisasi. 2. Perencanaan organisasi Perencanaan organisasi adalah merupakan serangkaian aktivitas yang berorientasi pada perubahan-perubahan positif untuk mencapai efektivitas manajemen. Konsef perencanaan organisasi dan perencanaan pegawai merupakan hal yang saling berhubungan, yaitu dimana pegawai merupakan input penting bagi perencanaan organisasi. Dengan kata lain, setiap ada perencanaan harus mengikutsertakan perencanaan pegawai.

Beberapa factor yang dapat mempengaruhi perencanaan organisasi adalah sebagai berikut:

a. Peramalan bisnis Yaitu peramalan mengenai ekonomi secara umum, seperti tingkat inflasi, tingkat upah, harga, biaya, dan tingkat suku bunga. Perkembangan ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat besar dan sulit untuk diestimasi. b. Perluasan dan Perkembangan Usaha Maksudnya, apabila organisasi akan memperluas dan mengembangkan kegiatan usaha, perlu persiapan sedini mungkin dan menjadi input untuk perencanaan organisasi. c. Rancangan dan Perubahan Struktur Yaitu dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, organisasi perlu mengadakan perubahan struktur agar aktivitas organisasinya tidak mengalami hambatan. d. Falsafah Manajemen Perencanaan organisasi harus sesuai dengan falsafah manajemen yang dianut. e. Peranan Pemerintah Perubahan kebijakan pemerintah, seperti dalam menentukan harga dasar, pajak, produk eksport dapat mempengaruhi organisasi. f. Produk dan Kemampuan Manusia Maksudnya, dengan adanya pengembangan produk baru melalui teknologi modern, memerlukan kampuan pegawai yang memadai dan sesuati tuntutan.

3.

Pengauditan Pegawai Yang dimaksud dengan pengauditan pegawai adalah penelusuran secara formal dan sistematis mengenai efektivitas program kepegawaian melalui penelitian, pengumpulan dan penganalisaan data pegawai untuk suatu periode tertentu. Asfek yang perlu mendapat perhatian dalam mengaudit pegawai adalah sebagai berikut: a. Kualitas Kekuatan Kerja Yaitu bertujuan untuk memperbaiki kualitas pegawai setiap waktu. Perbaikan kualitas ini dapat ditempuh dengan cara memperkerjakan pegawai yang berkualitas atau dengan meningkatkan kualitas pegawai yang ada melalui program pelatihan dan pendidikan. b. Penentuan Kualitas Yaitu melalui analisa jabatan untuk menentukan tugas, tanggung jawab, kondisi kerja, dan interelasi antar jabatan. c. Daftar Kemampuan Daftar kemampuan/skill inventory umumnya berisikan data mengenai keahlian, kecakapan, prestasi kerja, dan informasi-informasi lain yang menunjukkan nilai secara keseluruhan dari masing-masing pegawai. Daftar kemampuan sangat bermanfaat dalam mendayagunakan pegawai yang ada dalam organisasi. d. Kehilangan Harapan/expected Losses Yaitu dalam mengaudit pegawai harus mengestimasi turnover yang akan terjadi akibat pensiun, berhenti, cuti, izin, absen, dan meninggal sehingga organisasi tidak kehilangan harapan untuk mengisi kekosongan jabatan.

e. Perubahan Secara Intern Perubahan secara intern meliputi promosi jabatan, penurunan jabatan (demosi), dan transfer jabatan. 4. Peramalan Pegawai Peramalan pegawai berorientasi pada masa yang akan datang dan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan eksternal organisasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi peramalan pegawai, diantaranya: tingkat produksi, pesaing, perubahan teknologi, kondisi permintaan dan penawaran, dan perencanaan karier. 5. Sistem Perencanaan Pegawai Ada dua kegiatan dalam perencanaan pegawai, yaitu: a. Penyusunan anggaran pegawai/penyusunan formasi, Suatu kegiatan memadukan antara jumlah pegawai yang tersedia dengan yang dibutuhkan. Tujuannya untuk mendapatkan gambaran mengenai kebutuhan pegawai. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 1. Dasar penyusunan Harus berdasarkan atas jenis dan sifat pekerjaan, perkiraan beban kerja, perkiraan kapasitas pegawai, jenjang dan jumlah jabatan yang tersedia serta alat yang diperlukan. 2. Sistem penyusunan Ada dua system yaitu: system sama (TOP= Tabel Organisasi dan Perlengkapan) merupakan system yang menentukan jumlah dan kualitas pegawai yang sama bagi semua satuan organisasi yang sama (tidak memperhatikan besar kecilnya beban kerja). Sistem kedua, yaitu system ruang lingkup (DSP=Daftar

Susunan Pegawai) yang menentukan jumlah dan kualitas pegawai berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang dipikul pada suatu organisasi. 3. Analisa kebutuhan pegawai Merupakan suatu proses analisis yang logis dan teratur untuk mengetahui jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan dalam suatu unit organisasi. 4. Anggaran belanja pegawai. Untuk menyusun anggaran belajan, perlu memperhatikan kemampuan organisasi dan asas prioritas. b. Penyusunan Program Pegawai merupakan kegiatan-kegiatan mengisi formasi. Kegiatankegaitan ini disebut program tindakan (action programs), yang bertujuan agar adanya aplikasi dan implementasi serta untuk mengubah perencanaan pegawai yang merupakan konseftual intangible ke dalam operasional tangible. Secara umum program-program tindakan meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. rencana rekrutmen, rencana seleksi, rencana promosi, rencana pelatihan dan pengembangan, rencana pengembangan karier, rencana pemeliharaan (kompensasi-benefit), dan rencana pemberhentian (pensiun/PHK)

KOMPONEN PERENCANAAN PEGAWAI


1. TUJUAN a. individu b. organisasi c. nasional 2. PERENCANAAN ORGANISASI a. Peramalan bisnis b. Perluasan dan perkembangan usaha c. Rancangan dan perubahan struktur d. Palsafah manajemen e. Peranan pemerintah f. Produk dan kemampuan manusia 3. PENGAUDITAN PEGAWAI a. Kualitas kekuatan kerja b. Penentuan kualitas c. Daftar kemampuan d. Kehilangan harapan e. Perubahan secara intern 4. PERAMALAN PEGAWAI 5. SISTEM PERENCANAAN PEGAWAI A. Penyusunan anggaran pegawai/penyusunan formasi 1. dasar penyusunan, 2. system penyusunan, 3. analisa kebutuhan pegawai, 4. anggaran belajar pegawai B. Penyusunan Program Pegawai 1. rencana rekrutment 2. rencana seleksi 3. rencana promosi 4. rencana pelatihan dan pengembangan, 5. rencana pengembangan karier, 6. rencana pemeliharaan (kompensasi/benefit) 7. rencana pemberhentian

2.3. Kepentingan Perencanaan Pegawai


Perencanaan pegawai yang dilakukan secara sistematis dan dengan teknik yang akurat akan bermanfaat bagi: 1. Individu Dapat membantu meningkatkan keterampilan atau keahlian pegawai yang bersangkutan, dan dapat menggunakan potensi dan keterampilannya secara maksimal. Manfaat lain, perencanaan pegawai dapat memberikan kepuasan dalam bekerja, yaitu adanya rencana karier. 2. Organisasi Dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas organisasi dalam jangka panjang. Hal ini dapat dicapai dengan adanya pegawai yang berpotensi dan berkualitas melalui program promosi yang diselenggarakan oleh organisasi. 3. Nasional Dapat mempersiapkan pegawai-pegawai yang berpotensi tinggi yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan produktivitas nasional, seperti tenaga ahli dan konsultan. Disamping itu perencanaan pegawai dapat memberikan informasi tentang permintaan dan penawaran akanpegawai yang dikaitkan dengan kemajuan teknologi.

MANFAAT PERENCANAAN PEGAWAI


1. INDIVIDU 2. ORGANISASI 3. NASIONAL

2.4. Model Perencanaan Pegawai


Ada beberapa model perencanaan pegawai, yaitu: 1. Model system perencanaan pegawai Model ini terdiri atas lima komponen, yaitu meliputi: 1) tujuan, 2) perencanaan organisasi, 3) pengauditan pegawai, 4) peramalan pegawai, dan 5) pelaksanaan program pegawai. 2. Model sosio-ekonomik Bettelle Model ini digunakan untuk mempelajari karakteristik kekuatan kerja, ukuran pasar kerja, area geografis, dan sosio-ekonomik yang besar (makro). 3. Model perencanaan pegawai dari Vetter Model ini digunakan untuk peramalan dan perencanaan kebutuhan pegawai.

MODEL PERENCANAAN PEGAWAI


1. MODEL SYSTEM PERENCANAAN PEGAWAI, 2. MODEL SOSIO-EKONOMIC BETTELLE, 3. MODEL PERENCANAAN PEGAWAI DARI VETTER

BAB III PENARIKAN PEGAWAI Pengertian


Tindakan atau proses dari suatu usaha organisasi untuk mendapatkan tambahan pegawai. Penarikan pegawai melibatkan dalam mendapatkan pegawai yang mampu berfungsi sebagai infut organisasi (Andrew E. Sikula, dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 1988:12)

3.2. Sumber-Sumber
Ada 2 (dua) sumber dalam penarikan pegawai, yaitu:

A. Dalam Organisasi (internal source)


Melalui proses memutasikan pegawai berdasarkan hasil evaluasi terhadap penilaian prestasi kerja dan kondite pegawai yang ada. Ada 3 (tiga) bentuk mutasi: 1. Promosi jabatan Memindahkan dari satu jabatan kepada tingkat jabatan yang lebih tinggi dari jabatan sebelumnya. Bentuk promosi jabatan ada 2 (dua): a. Promosi kering (dry promotion) Kenaikan pangkat/jabatan yang diikuti dengan meningkatnya tugas, wewenang, dan tanggung jawab, tetapi tidak disertai dengan kenaikan gaji/pendapatan. b. Promosi kecil (small scall promotion) Peningkatan dalam bobot tugas dan tanggung jawab (meningkat dari jabatan yang tidak memerlukan keterampilan ke jabatan yang memerlukan keterampilan tertentu), tanpa adanya kenaikan pangkat.

2. Transfer/rotasi pekerjaan
Pemindahan bidang pekerjaan pegawai kepada bidang pekerjaan lainnya dengan tidak merubah tingkat jabatannya. Ada 3 (tiga) bentuk pemindahan, yaitu: a. atas dasar tujuan, ada 5 (lima) macam: 1. production transfer, dari jabatan yang satu ke jabatan yang sama dalam lingkup bagian/produksi yang berbeda. 2. reflecement transfer, pegawai yang lebih senior (masa dinas lebih lama) kepada jabatan yang sama pada departemen/bagian yang berbeda untuk menggantikan pegawai yang lebih yunior (kurang masa dinasnya) atau yang diberhentikan. 3. versatility transfer, pemindahan pegawai dengan maksud agar yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan/ahli dalam berbagai lapangan pekerjaan. 4. shift transfer, pemindahan pegawai dari shift yang satu ke shift yang lain (dari pagi ke siang, atau malam). 5. remedial transfer, pemindahan pegawai dari jabatan yang satu ke jabatan yang lain/ke jabatan yang sama pada departemen yang berbeda dengan maksud agar pegawai yang bersangkutan dapat bekerjasama.

b. atas dasar unit aktivitas pemindahan atas dasar unit aktivitas dimana pegawai melakukan pekerjaannya (contoh: seksi satu ke seksi lain atau cabang satu ke cabang lain). c. atas dasar lama masa tugas, ada dua macam, yaitu: 1. Temporary transfer (sementara) Dimaksudkan hanya untuk sementara waktu (akan dilakukan pemindahan kembali pada jabatan semula). 2. Permanent transfer Pemindahan seorang pegawai untuk memangku jabatan yang baru untuk selama-lamanya sampai tiba waktunya pegawai yang bersangkutan dipindahkan lagi ke jabatan lain (karena promosi atau sebab-sebab lain).

3. Demosi Jabatan
Adalah penurunan jabatan pegawai dari satu jabatan kepada tingkat jabatan yang lebih rendah atas dasar kondite, dan prestasi kerjanya atau akibat terjadinya penyederhanaan struktur organisasi. Ada 3 (tiga) sebab: 1. tidak cakap (tidak mampu melakukan pekerjaan) 2. indisipliner (tidak disiplin), 3. rasionalisasi (penyesuaian jumlah bobot dengan personil).

B. Luar Organisasi (external source)


1. Iklan/advertensi (advertising), 2. Biro tenaga kerja (employment agency), 3. Rekomendasi dari pegawai lama (recommendation of present employess) 4. Lembaga pendidikan (schools and colleges),

5. 6. 7. 8.

Serikat pekerja (labour unions), Pelamar secara insidentil (casual applicants), Nepotisme (nepotism), Sewa kontrak (leasing).

SUMBER DALAM PENARIKAN PEGAWAI


A. DALAM ORGANISASI 1. Promosi Jabatan
a. promosi kering b. promosi kecil

2. Transfer/Rotasi Pekerjaan
a. Atas dasar tujuan 1. production transfer 2. reflecement transfer 3. versatility transfer 4. remedial transfer b. Atas dasar unit aktivitas c. Atas dasar lama masa tugas 1. temporary transfer 2. permanent transfer

3. Demosi Jabatan
a. tidak cakap, b. indisipliner c. rasionalisasi

B. LUAR ORGANISASI

3.3. Kriteria Dalam Penarikan


Beberapa kriteria perlu diperhatikan dalam penarikan pegawai agar pelaksanaannya dapat mencapai sasaran yang diharapkan, yaitu: 1. memperhatikan petunjuk/ketentuan dari kantor departemen tenaga kerja (agency guidelines), penarikan pegawai harus dilakukan dengan memperhatikan petunjuk dan ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang dikeluarkan oleh kantor departemen tenaga kerja.

2. kualifikasi dari pelamar (applicant qualifications) penarikan pegawai harus dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan pegawai dengan kualifikasi tertentu. Oleh karena itu kualifikasi para calon pegawai merupakan hal yang mutlak perlu diperhatikan. 3. petunjuk pimpinan (executive order), petunjuk pimpinan perlu diperhatikan terutama bagi para pelaksana penarikan pegawai, karena petunjuk pimpinan tersebut merupakan kebijakan organisasi dalam hal penarikan pegawai tersebut. 4. nepotisme (nepotism), apabila dikehendaki, penarikan pegawai dapat dilakukan hanya dari sumber keluarga pengelola (perusahaan) tidak untuk organisasi publik, seperti pemerintah. Hal tersebut dilakukan agar kedudukan kunci dalam organisasi tetap berada dalam tangan keluarga atau kelompok inti (klik) tertentu. 5. tanggung jawab sosial (social responsibility) penarikan pegawai harus dilakukan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial organisasi terhadap masyarakat sekitarnya. Misalnya kewajiban untuk memajukan masyarakat sekitarnya dengan cara memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para calon yang bersumber dari masyarakat sekitar organisasi tersebut berada. 6. peraturan-peraturan negara (state laws). Penarikan pegawai harus dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh negara melalui berbagai macam peraturan yang dikeluarkan. Misalnya tentang usia minimal, upah minimal, waktu kerja, dan lain sebagainya.

3.4. Evaluasi sebagai langkah akhir dari pelaksanaan suatu program penarikan pegawai adalah melakukan evaluasi terhadap keberhasilannya, yaitu dapat dilihat dengan menggunakan beberapa indikator, antara lain: 1. Jumlah pelamar,
Jumlah pelamar dapat dijadikan indicator keberhasilan program penarikan yang dilakukan, walaupun dalam tingkat kecermatan yang relatif kecil. Hal ini disebabkan karena besarnya jumlah pelamar hanya akan menunjukkan efektivitas dari metoda penarikan minat para pelamar untuk menggunakan kesempatan yang dibuka oleh organisasi, tetapi tidak sepenuhnya dapat menjamin diperolehnya pegawai yang dibutuhkan (secara kualitatif).

2. Jumlah penawaran,
Jumlah pegawai yang mampu ditawarkan/diberikan oleh pelaksana penarikan pegawai kepada bagian yang membutuhkannya, merupakan indicator yang lebih baik untuk melihat keberhasilan program penarikan.

3. Jumlah pegawai yang diterima,


Jumlah pegawai yang diterima untuk bekerja pada organisasi, menunjukkan indikasi yang lebih mendekati keberhasilan dari program penarikan pegawai, karena dari data tersebut dapat ditunjukkan prosentase yang disumbangkan oleh program penarikan kepada pemenuhan kebutuhan pegawai secara kuantitatif dan kualitatif.

4. Jumlah penempatan pegawai yang tepat, Jumlah penempatan pegawai yang tepat menunjukkan keberhasilan kita mencari dan memilih pegawai yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan tertentu.

BAB IV SELEKSI Pengertian


Pengambilan keputusan tentang mempekerjakan sejumlah pegawai dari suatu kelompok calon pegawai yang potensial (Andrew E. Sikula, dalam Bambang Wahyudi, 1991:80)

Proses Seleksi
Ada 4 (empat) komponen dalam suatu proses seleksi, yaitu: 1. Kuantitas (jumlah) pegawai yang dibutuhkan Jumlah pegawai yang dibutuhkan ditetapkan melalui analisa beban kerja dan kapasitas kerja (work load and work force analysis). Dengan membandingkan beban kerja yang dihadapi, sebagai pencerminan dari forecasting aktivitas yang dilakukan oleh organisasi, dengan kapasitas kerja yang dimiliki oleh organisasi dan pegawai secara individual akan dapat ditetapkan banyaknya pegawai yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan yang harus dilakukan guna mencapai tujuan organisasi. 2. Standard kualifikasi pegawai yang dibutuhkan Diperlukan untuk memperbandingkannya dengan kualifikasi yang ditawarkan oleh para calon pegawai. Standard kualifikasi pegawai diperoleh dari persyaratan jabatan (job specification) atau dari diskripsi jabatan (job description) yang dihasilkan dari suatu analisa jabatan (job analysis). 3. Kualifikasi sejumlah calon pegawai Tersedianya sejumlah calon pegawai dengan kualifikasi yang mereka tawarkan masing-masing merupakan salah satu komponen yang harus tersedia dalam suatu proses seleksi. Calon-calon pegawai tersebut diperoleh sebagai hasil dari pelaksanaan program penarikan pegawai (recruitment) yang telah dilakukan.

Prosedur dan Pendekatan Seleksi


Serangkaian tahap atau langkah dengan menggunakan berbagai macam metoda/teknik seleksi yang harus dilalui oleh para calon pegawai peserta seleksi untuk memilih beberapa pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Ada 2 (dua) macam pendekatan seleksi, yaitu: 1. Successive hurdles selection approach Dalam pendekatan ini setiap calon pegawai/peserta seleksi diharuskan mengikuti prosedur seleksi secara bertahap. Pada setiap tahap seleksi dilakukan pengujian atau evaluasi. Hanya calon yang dinyatakan lulus yang berhak mengikuti tahap seleksi selanjutnya. 2. Compensatory selection approach Dalam pendekatan ini semua calon pegawai/peserta seleksi diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti seluruh tahapan seleksi yang telah ditentukan. Dengan pendekaktan ini maka kelemahan dan kekuarangan dari seorang calon pegawai pada suatu bidang tertentu akan dapat dikompensasikan oleh kekuatan dan kelebihannya pada bidang yang lain.

Metode/Teknik Seleksi
Beberapa macam metoda/teknik seleksi, diantaranya yang lazim digunakan dalam seleksi pegawai adalah sebagai berikut: 1. Blanko isian/lamaran (application blank) Penggunaan blanko lamaran dimaksudkan untuk memperoleh informasi lengkap mengenai identitas pelamar. 2. Testing suatu prosedur sistematis untuk mengetahui secara sampling, sikap, perilaku, kemampuan, bakat setiap calon pegawai. Ada beberapa jenis/tipe testing, sebagai berikut:

A.

test prestasi (achievement test), a. test akademik (acedemic test/knowledge test), untuk menguji kemampuan akademik seseorang test disesuaikan dengan disiplin ilmu pelamar. b. test keterampilan (practical test/performance test), untuk mengukur kemampuan praktika para pelamar; pelamar diminta mengerjakan beberapa kegiatan yang erat kaitannya dengan operasi organisasi.

B.

test psikologi (psychological test) untuk mengukur dan menguji motivasi, tingkat kecerdasan, kepribadian, bakat, dan minat para calon pegawai. Umumnya dikenal jenis-jenis sebagai berikut: a. test bakat (atitude test), dimaksudkan untuk mencari bakat atau kemampuan potensi yang dimiliki seseorang. Meliputi: 1. test kemampuan sesuatu yang bersifat mekanis (mechanical reasoning), 2. abstrak (abstract reasoning), 3. kemampuan menarik kesimpulan secara tepat (space relations), 4. kemampuan memanipulasi angka-angka (numerical ability) b. test minat (vocational interest test), untuk mengetahui hal-hal apa yang disukai atau tidak disukai oleh seseorang. c. test kepribadian (personality test), untuk mengukur karakteristik seseorang, seperti tingkat emosi, kematangan, tanggung jawab, dan objektivitasnya. d. projective test,

untuk mengukur kemampuan seseorang menginterpretasikan suatu masalah. e. test kecerdasan (intelegence test/test IQ),

dalam

merupakan teknis seleksi yang paling umum digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang. 3. Wawancara (interview), Merupakan suatu komunikasi atau interaksi verbal antara dua orang atau lebih untuk suatu tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan proses seleksi, tujuan utama yang ingin dicapai adalah: a. memilih calon pegawai yang paling mampu dan sesuai dengan keperluan organisasi. b. Untuk menyampaikan informasi tentang organisasi kepada calon pegawai sehingga calon pegawai sepenuhnya menyadari sifat dan hakekat pekerjaan yang akan dilakukannya serta mengetahui kondisi organisasi yang sebenarnya. c. Memastikan bahwa calon pegawai yang dipilih memang betulbetul bermint bekerja. Ada beberapa tipe/jenis wawancara yang dapat dipergunakan sesuai dengan klasifikasi sebagai berikut: 1. Dari tujuannya, dikenal: a. wawancara untuk seleksi, sebagai salah satu tahapan dari suatu prosedur seleksi dalam pemilihan calon pegawai. b. wawancara untuk pengumpulan data, appraisal, conseling (teknik wawancara sering digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data dalam kegiatan-kegiatan penelitian, penilaian, dan konseling).

2. Dari teknik/strukturnya, dikenal adanya: a. Dept interview/planned interview/action interview Pewawancara terlebih dahulu merencanakan pertanyaanpertanyaan dengan batasan-batasan dan pola tertentu. b. stress interview suatu teknik wawancara yang mengharuskan pewawancara menekan atau menyudutkan orang yang diwawancara agar memberikan informasi dengan sebenar-benarnya, sejelasjelasnya, dan selengkap-lengkapnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara, adalah sebagai berikut: 1. Personal biases Harus disadari kemungkinan terjadinya kekaburan/bias dari arah yang seharusnya dituju. 2. Prasangka (prajudice) Pewawancara harus bersikap objective kepada seluruh calon pegawai yang diwawancarainya. 3. Emosional Selama wawancara berlangsung, pewawancara harus dapat mengendalikan emosinya, walaupun calon pegawai bersikap kurang menyenangkan atau mengjengkelkan. 4. Kesan sesaat (hello effect) Harus disadari akan kemungkinan timbulnya pendapat pribadi pewawancara yang ditimbulkan oleh adanya kesan sesaat yang mempengaruhi penilaian tentang calon pegawai, baik yang bersifat negatif atau positif. Kesan sesaat ini biasanya timbul dan berumber dari penampilan calon pegawai.

5. Ciptakan kondisi suasana yang baik dan bersahabat, Selama wawancara berlangsung pewawancara harus dapat menciptakan kondisi/suasana yang menyenangkan, janganlah menunjukkan sikap acuh tak acuh atau tiedak memperdulikan. 6. Hindarkanlah sikap banyak bicara, sedikit mendengar, Untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya dan benar, pewawancara janganlah mendominasi pembicaraan. 7. Pewawancara harus memiliki keperibadian yang baik, menyenangkan, pengalaman yang luas, ilmu pengetahuan yang cukup, 8. usahakan agar wawancara berjalan sesuai dengan rencana, baik yang menyangkut waktu, tempat, jenis, dan banyaknya pertanyaan, 4. Pengujian Kesehatan (medical examination) Melalui pengujian kesehatan dapat diketahui apakah calon pegawai sesuai dan sehat badannya dan sesuai kondisi fisiknya dengan standard kondisi yang dibutuhkan. Ada beberapa tujuan utama dari pengujian kesehatan, yaitu: 1. menentukan apakah kualifikasi fisik para calon pegawai cukup memenuhi syarat, 2. mengidentifikasi kondisi fisik para calon pegawai pada saat diterima bekerja, 3. mencegah dipekerjakannya orang dengan panyakit tertentu, 4. membantu pelaksanaan proses penempatan pegawai yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. 5. Penelusuran Latar Belakang (background investigation and reference check). Untuk mendapatkan dan mengetahui kondisi calon pegawai dimasa yang lalu, organisasi dapat menghubungi sekolah/universitas, tempat asal bekerja atau pada orang-orang yang mengenalinya. Dalam metode ini, biasanya seorang calon pegawai mengisi formulir yang disediakan organisasi, kemudian

untuk menguji kebenarannya dilakukan melalui wawancara. Untuk instansi-instansi pemerintah, metoda ini dikenal dengan clearence test atau screening.

METODE/TEKNIK SELEKSI
1. BLANKO ISIAN/LAMARAN 2. TESTING
A. TEST PRESTASI 1. test akademik 2. test leterampilan B. TEST PSIKOLOGI 1. test bakat 2. test minat 3. test kepribadian 4. projective test 5. terst kecerdasan

3. WAWANCARA
A. TUJUAN 1. untuk seleksi 2. untuk pengumpulan data B. TEKNIK/STRUKTUR 1. dept interview/planned/action 2. stress interview C. PERHATIKAN 1. personnal biases 2. prasangka 3. emosional 4. kesan sesaat 5. kondisi/suasana (baik dan bersahabat) 6. sikap (hindari banyak bicara sedikit mendengar) 7. pewawancara (memiliki kepribadian baik, menyenangkan, pengalaman luas dan ilmu pengetahuan cukup) 8. sesuai dengan rencana (waktu, tempat, jenis dan banyak pertanyaan)

4. PENGUJIAN KESEHATAN 5. PENELUSURAN LATAR BELAJAR

BAB V PENEMPATAN (PLACEMENT) Setelah calon pegawai dinyatakan diterima/lulus, maka calon yang bersangkutan akan ditempatkan pada jabatan atau unit kerja sesuai dengan kualifikasi yang dimilikinya. Penempatan (placement) tidak diartikan hanya pada pegawai baru, tetapi penempatan juga berlaku untuk pegawai lama dalam posisi dan jabatan yang baru, sebagai akibat adanya program mutasi. Akibat dari kesalahan penempatan, diantaranya dapat: 1. Meningkatkan labour turn over (LTO), 2. Timbulnya konflik, 3. Timbul/meningkatnya angka kecelakaan kerja. Untuk menghindari kesalahan penempatan pegawai, maka dasar yang harus digunakan oleh organisasi adalah job analysis, job description, dan job specification.

BAB VI PEMBEKALAN (ORIENTASI)


Tujuan pembekalan adalah sebagai berikut: 1. untuk membentuk sikap pegawai yang baik terhadap kebijaksanaan organisasi, 2. untuk membantu menimbulkan semangat dan antusiasme pegawai yang bersangkutan, 3. mempercepat proses integrasi pegawai beru dengan organisasi, 4. untuk mengatasi rasa canggung dan mengurangi konflik yang mungkin timbul selama masa kerja percobaan. Menurut Andrew F. Sikula (dalam Bambang Wahyudi, 1991:95), informasi-informasi yang umum diberikan organisasi selama program pembekalan adalah sebagai berikut: 1. Mengenai perjanjian kerja atau serikat kerja (collective bargaining agreement), 2. Ketentuan-ketentuan , kebijaksanaan dan sejarah organisasi (company history, policies and practices) 3. Pabrik dan fasilitas yang dimiliki perusahaan/organisasi (company plants and facilites), 4. produk-produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan/organisasi (campany product or service), 5. tanggung jawab perusahaan/organisasi terhadap para pegawai (company responsibility to the employees), 6. program pelayanan perusahaan/organisasi (company service program) 7. kunjungan ke pabrik/perusahaan/organisasi dan departemendepartemen (departement and plant tours) 8. system penilaian prestasi kerja (employee appraisal and performance system). 9. tanggung jawab pegawai terhadap organisasi (employee responsibilities to the campany), 10. Rencana/program kesehatan dan kesejahteraan (health and benefit plans), 11. Perkenalan dengan rekan sekerja (instroduction to fellow employess), 12. Struktur organisasi (organization structure),

13. Prosedur dan kebijaksanaan penggajian (pay policies and procedures), 14. Kebijaksanaan promosi (promotion polices), 15. Peraturan-peraturan (rules of conduct), 16. Program keselamatan kerja (safety program), 17. kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan (training and development opportunities), 18. Jadwal dan tugas kerja (work assigment and schedule).

PENGEMBANGAN PEGAWAI 1. TRAINING AND DEVELOPMENT 2. PENGEMBANGAN KARIER

BAB VII PENGEMBANGAN PEGAWAI Pendahuluan


Fungsi pengembangan pegawai, kegiatannya dimulai dengan melakukan penilaian terhadap prestasi kerja setiap individu yang berada dalam organisasi, sehingga akan dikektahui secara pasti kualitas pegawai yang dimiliki pada suatu periode tertentu. Dengan penilaian prestasi kerja akan dapat diketahui kemungkinan pengembangan pegawai yang bersangkutan, baik melalui mengikutsertakan dalam program-program pelatihan dan pengembangan maupun program pengembangan karier. Pelatihan dan pengembangan pegawai dalam suatu organisasi dimaksudkan sebagai usaha penyesuaian atau menghilangkan adanya jurang pemisah (gap) antara kemampuan kerja sebenarnya dengan kemampuan kerja yang dibutuhkan. Kegiatan dimulai dengan penentuan kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan yang dapat diketahui melalui hasil dari penilaian prestasi kerja.

Pengertian T & D
Pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana

pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Pengembangan (development) adalah merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai tujuan yang umum. Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan diperuntukkan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human ralation.

Perbedaan antara pelatihan dan pengembangan


Berdasarkan dimensi belajarnya dapat dibedakan sebagai berikut:

Dimensi Belajar
Siapa Apa

Pelatihan

Pengembangan

Non manajer Keterampilan teknis

Manajer Kemampuan teori dan konsepsi Tujuan umum

Mengapa

Tujuan khusus berhubungan dengan jabatan Jangka pendek

Waktu

Jangka Panjang

Sedangkan menurut Robert L. Kaltz (dalam Bambang Wahyudi, 1991:123), perbedaan antara pelatihan dan pengembangan terletak pada bobot materi program dengan asumsi bahwa dalam suatu

organisasi ada 3 (tiga) macam kemampuan yang harus dimiliki, yaitu: 1. Kemampuan/keterampilan teknis, 2. Kemampuan untuk melakukan interaksi, dan 3. Kemampuan teori/konsepsi

Komponen T & D
Komponen-komponen pelatihan dan pengembangan terdiri atas: 1. Tujuan dan sasaran, jelas dan dapat diukur. 2. Para pelatih (trainers), berkualitas yang memadai, 3. Materi, disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. 4. Metode, sesuai dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta. 5. Peserta (trainee). memenuhi persyaratan yang ditentukan.

3.5. Prinsif Perencanaan T & D


MC. Gehee (dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 1988:23) mengemukakan prinsif-prinsif perencanaan pelatihan dan pengembangan pegawai adalah sebagai berikut: 1. materi harus diberikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan, 2. tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai,

3. penatar harus mampu memotivasi dan menyebarkan respon yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran, 4. adanya penguat (reinforcement) guna membangkitkan respon yang positif dari peserta. 5. Menggunakan konsep shaping (pembentukan) perilaku.

Tahapan T & D
Tahapan-tahapan penyusunan pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut: 1. mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan (job study), 2. menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan, 3. menetapkan criteria keberhasilan dengan alat ukur, 4. menetapkan metode pelatihan dan pengembangan, 5. mengadakan percobaan (try out) dan revisi, 6. mengimplementasikan dan mengevaluasi. 3.7. Tujuan T & D Tujuan pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi, meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kualitas kerja, meningkatkan ketetapan perencanaan pegawai, meningkatkan sikap moral dan semangat kerja, meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal, 7. meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, 8. meningkatkan perkembangan pegawai.

3.8. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan dalam T & D


Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pengembangan adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. perbedaan individu pegawai, hubungannya dengan job analisis, motivasi, partisipasi aktif, dalam pelatihan dan

5. seleksi peserta, 6. seleksi penatar, 7. metode pelatihan dan pengembangan. 3.9. Kebutuhan T & D T & D diharapkan dapat mencapai hasil lain dari pada memodifikasi perilaku pegawai. Hal ini juga perlu mendapat dukungan secara organisasi dan tujuan, seperti produksi, distribusi barang dan pelayanan lebih efisien, menekan biaya operasi, meningkatkan kualitas dan hubungan pribadi lebih efektip. Goldstein dan Bukton, 1982 (dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 1988) mengemukakan ada tiga analisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan, yaitu: 1. organizational analysis, 2. job or task analysis, and 3. person analysis. Ad. 1. Analisis organisasi Menganalisis tujuan organisasi, sumberdaya yang ada dan lingkungan organisasi yang sesuai dengan realita. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan survei mengenai sikap pegawai terhadap kepuasan kerja, persepsi pegawai, dan sikap pegawai dalam administrasi. Disamping itu pula dapat menggunakan turn over, absensi, kartu pelatihan dan pengembangan, daftar kemajuan pegawai, dan data perencanaan pegawai. Ad. 2. Analisis job dan tugas Analisis job dan tugas merupakan dasar untuk mengembangkan program job training. Sebagaimana program training dimaksudkan untuk membantu pegawai meningkatkan pengetahuan, skill, dan sikap terhadap suatu pekerjaan.

Ad. 3. Analisis Pegawai Analisis pegawai difokuskan pada identifikasi khusus kebutuhan training bagi pegawai yang bekerja pada jobnya. Kebutuhan training pegawai dapat dianalisis secara individu maupun kelompok. a. Kebutuhan individu dari pelatihan Analisis kebutuhan individu dari pelatihan dapat dilakukan dengan cara observasi oleh supervisor, evaluasi keterampilan, kartu kontrol kualitas, dan test keterampilan pegawai. b. Kebutuhan kelompok dari pelatihan kebutuhan kelompok dari pelatihan dapat diprediksi dengan pertimbangan informal dan observasi oleh supervisor maupun manajer.

3.10. Prinsif Belajar Dalam T & D


Setiap pelatihan dan pengembangan pada dasarnya bertujuan untuk menghilangkan (memperkecil gap atau perbedaan antara job requirement (ketentuan jabatan) dengan potensi yang dimiliki oleh pegawai. Dus pelatihan dan pengembangan yang dilakukan harus mampu merubah perilaku pegawai sesuai dengan kepentingan organisasi. Dalam kaitan ini kita perlu mempelajari dan mengetahui teori belajar (learning theory), sebab belajar (learning) adalah salah satu proses fundamental yang mendasari perilaku, dan kebanyakan perilaku dalam organisasi adalah perilaku yang dipelajari, termasuk persepsi, sikap, tujuan, dan reaksi emosional. Sesuai dengan sasaran pelatihan dan pengembangan pegawai yang hakekatnya adalah merubah perilaku seorang pegawai secara relatif permanen, maka pemahaman tentang teori belajar akan sangat berguna dalam menjamin keberhasilan suatu program pelatihan dan pengembangan. Teori belajar pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu:

1. teori stimulus respon, dan 2. teori kognitif. Ad. 1. Teori stimulus respon Menurut teori ini, belajar merupakan hasil dari asosiasi antara stimulus-respon (s-r) sehingga pemecahan masalah yang dihadapi dilakukan secara coba-coba (trial and error). Yang dimaksud dengan stimulus ialah suatu petunjuk adanya peristiwa untuk suatu respon (tanggapan). Stimulus-stimulus akan menetapkan tingkat bagi respon atau serangkaian respon. Dalam beberapa hal stimulus yang menimbulkan respon itu jelas. Tetapi dalam hal-hal lain stimulus untuk tanggapan khusus tidak jelas. Sedangkan yang dimaksud dengan respon merupakan hasil keperilakuan dari stimulus, yaitu aktivitas dari orang yang bersangkutan tanpa memandang apakah stimulus itu dapat diidentifikasi atau aktivitas tersebut dapat diamati. Respon akan selalu terkait dengan stimulus, sehingga jika stimulus terjadi, tanggapan akan mengikutinya. Ada 3 (tiga) teori yang termasuk dalam teori stimulus respon, yaitu: a. Teori koneksionisme dari Edward (Thorndikes Connectionisme). L Thorndike

Teori ini menyatakan bahwa belajar merupakan hasil dari asosiasi tentang hubungan antara rangsangan (stimulus) yang diterima pada indera manusia dengan tanggapannya (respon) yang berbentuk perilaku. Sehubungan dengan teori ini, dikemukakan beberapa hokum dasar, sebagai berikut: 1. The law of effect Penguatan dan stimulus respon mengikuti suatu disertai/diikuti pelemahan ikatan/koneksi antara ditentukan oleh konsekuensi yang respon. Contoh suatu respon yang oleh keadaan yang tidak

menyenangkan cenderung atau kemungkinan besar respon tersebut akan dipertahankan atau diulangi kembali. Sedangkan respon yang disertai/diikuti oleh keadaan yang tidak menyenangkan (hukuman) kemungkinan besar respon tersebut akan dihentikan atau tidak akan diulangi kembali. 2. The law of exercise Ikaktan/koneksi antara stimulus respon akan diperkuat dengan adanya latihan (law of use) dan ikatan itu akan melemah apabila latihan dihentikan/dikurangi (law of disuse). Yang dimaksud diperkuat adalah kemungkinan akan adanya pengulangan respon yang sama seperti respon yang sebelumnya pada pengulangan stimulasinya (practice makes perfect). 3. The law of readiness Ada tiga kemungkinan, yaitu: a. apabila seseorang siap melaksanakan tindakan, maka melakukan tindakan itu akan menimbulkan kepuasan, b. apabila seseorang siap melakukan tindakan, kemudian dihambat/dihalangi, maka akan menimbulkan kejengkelan/keadaan yang tidak menyenangkan. c. Apabila seseorang tidak siap melakukan tindakan, kemudian ia dipaksa untuk melakukan tindakan, maka akan menimbulkan kejengkelan/keadaan yang tidak menyenangkan. Disamping tiga hukum dasar di atas, Edward L. Thorndike juga mengemukakan beberapa hukum tambahan sebagai prinsif-prinsif dalam belajar, yaitu: 1. Multiple response Apabila seseorang dihadapkan pada suatu masalah, ia akan mencoba menggunakan berbagai respon sampai

ia menemukan respon yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut (trial and error). 2. Set or attitude Bahwa respon yang diberikan oleh seseorang tergantung pada keseluruhan sikap atau set-nya, baik yang sifatnya menetap/mantap, seperti budaya dan lingkungan tertentu, maupun yang sifatnya temporer, seperti rasa capek, mengantuk, dan sebagainya. 3. Prepotency of elements Prinsif ini mengungkapkan bahwa seseorang akan mampu bereaksi dengan memilih elemen-elemen yang penting dan mengabaikan elemen-elemen/bagian yang tidak penting atau membingungkan, sehingga setiap situasi yang sama akan ditangani dengan respon yang berbeda atau sebaliknya. 4. Response by analogy Respon seseorang akan dipengaruhi oleh respon yang telah dikenal sebelumnya, sehingga apabila seseorang dihadapkan pada keadaan yang mirip dengan keadaan yang telah dikenal sebelumnya, maka orang tersebut akan memberikan respon yang hampir sama. 5. Associative shifting Respon dapat dijaga dengan melalui suatu rangkaian perubahan dalam situasi yang menstimulasi. Elemen stimulasi sebagaian demi sebagian akan diganti dengan elemen stimulus yang besar sama sekali. b. Teori classical conditioning dari Ivan Petrovich Pavlov (Pavlovs classical conditioning). Prinsif dasar dari classical conditioning (CC) adalah pemasangan (pairing) dari dua stimulus yang berbeda kondisinya, yaitu:

1. conditioning stimulus (CS) setimulus ini disebut juga stimulus netral, karena belum menghasilkan respon tertentu. 2. unconditioned stimulus (UC) stimulus ini secara konsisten menghasilkan suatu respon otomatis/refleks, yang dikenal dengan unconditioned response (UR). c. Teori operant conditioning dari B. F. Skinner Dalam teorinya yang merupakan pengembangan teori stimulus respon dari Thorndike, skinner membagi conditioning (pengkondisian) menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu: 1. Respondent Yaitu respon yang disebabkan oleh stimulus yang sudah dikenal atau tingkah laku yang dikendalikan oleh stimulus. Tingkah laku yang terbentuk disebut sebagai respondent behavior. 2. Operant behavior Adalah respon yang tidak memerlukan kaitan dengan stimulus yang dikenal sehingga tingkah laku yang muncul tergantung individu. Ad. 2. Teori Kognitif Dalam teori kognitif, proses belajar tidak saja melibatkan assosiasi stimulus-respon, tetapi juga struktur kognitifnya seperti daya ingat (memori), persepsi, harapan, dan sebagainya. Yang dimaksud kognitif disini menurut Morgan, King, dan Robinson adalah sesuatu proses pembentukan pendapat yang bersumber dari suatu informasi tertentu.

Menurut teori kognitif perubahan perilaku seseorang terjadi tanpa harus diberi reinforcement (penguatan) secara eksplisit. Seseorang akan terus mempelajari assosiasiassosiasi dan hubungan-hubungan baru diantara berbagai peristiwa/kejadian melalui pengalaman yang pernah dialaminya. Dalam proses belajar seseorang akan menyimpan dan menyusun informasi yang diperolehnya dalam kondisi belajar tertentu. Bila suatu saat dievaluasi atau diuji, maka respons yang muncul dari orang tersebut tergantung pada informasi yang tersimpan dalam struktur kognitifnya serta situasi yang dihadapi. Dalam teori ini, dikenal seorang tokoh yaitu Edward C. Tolman dengan teorinya Tolmans sign learning. Dalam teori ini tidak hanya sekedar mempelajari serangkaian respons (conditioning), tetapi juga mencakup pengertian untuk memilih respon yang paling tepat untuk suatu stimulus yang sesuai dengan harapan dan peta kognitif (kognitif map) tentang lingkungan sekitarnya. Dari beberapa teori belajar yang sudah dikemukakan, baik teori stimulus-respon maupun teori kognitif, apabila dihubungkan dengan pelatihan dan pengembangan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. apabila hasil program T & D memungkinkan tercapainya tujuan pribadi para peserta, maka proses belajar yang maksimal akan terjadi. 2. reinforcement (penguatan) dalam bentuk reward (imbalan) cenderung lebih efektip dalam menciptakan proses belajar dibandingkan dengan pemberian hukuman (punishment). 3. proses belajar tidak hanya menjadi lebih efektip dan berhasil bila terdapat reinforcement yang cukup, tetapi juga bila peserta diberi tahu hasil dari setiap program T & D dalam lingkungan organisasi dan industri, keikutsertaan secara aktif dengan berulang-ulang melakukan tugas atau materi yang dipelajari cenderung meningkatkan keahlian dalam kerja. 4. untuk materi-materi yang baru, waktu pelatihan harus dibagi dalam beberapa bagian dengan jarak antara tiap bagian. Dalam jarak antara bagian tersebut dilakukan

aktivitas lain yang dapat membantu mengingatkan materi yang dipelajari. 5. perbedaan pada setiap individu dan kesiapan/kemampuan mental peserta mempunyai pengaruh yang kuat bagi berhasil tidaknya suatu program T & D.

TEORI BELAJAR DALAM T & D


1. TEORI STIMULUS RESPON a. TEORI KONEKSIONISME (Edward L. Thorndike) hukum dasar the law of effect the law of exircise the law of readiness hukum tambahan 1. 2. 3. 4. 5. multiple response set of attitude prepotency of elements response by analogy associative shifting

b. TEORI CLASSICAL CONDITIONING (Ivan Petrovich Povlov) 1. conditioning stimulus (CS) 2. unconditioning stimulus (US) c. TEORI OPERANT CONDITIONING (B.F. Skinner) 1. Respondent 2. Operant behavior 2. TEORI KOGNITIF

Metode-Metode T & D
Metode-metode dalam training/pelatihan adalah sebagai berikut: 1. On the job training (pelatihan di tempat kerja) Adalah merupakan suatu bentuk latihan keterampilan pegawai operasional (pelaksana teknis) dengan cara penugasan untuk bekerja langsung sambil belajar. Penekanan untuk belajar dan hampir seluruhnya berupa praktek dan dilakukan dalam pembatasan waktu tertentu. Secara singkat pembimbing/pelatih ialah atasan langsung (lini supervisi) yang merupakan kepala bagian dimana calon berpraktek. 2. Vestibule school/sekolah vestibul (ruang khusus) Yaitu bentuk latihan kerja dengan pembentukan unit atau bagian khusus tempat latihan kerja dilakukan, dilengkapi dengan mesin-mesin/peralatan dan bahan baku sehingga keadaannya persis sama dengan praktek (dalam pabrik atau kantor). 3. Apprenticeship (magang) Program magang dirancang untuk tingkat keterampilan yang lebih tinggi. Program magang lebih mengutamakan pendidikan jika dibandingkan dengan pelatihan di tempat kerja, artinya program magang melibatkan pengetahuan dalam melakukan suatu keterampilan. Program magang biasanya menggabungkan pelatihan di tempat kerja dengan pengalaman dari sekolah untuk mata pelajaran tertentu. 4. Special cources (kursus-kursus khusus) Adalah merupakan kursus-kursus keterampilan dalam bidangbidang yang lebih khusus/sempit. Dalam praktek, kadangkadang lebih banyak menyajikan teori daripada praktek/lapangan.

Sedangkan metode untuk pengembangan/development, unsur-unsur pimpinan umumnya dikelompokkan atas: a. Decision making skills (keterampilan dalam pengambilan keputusan) Adalah suatu proses memilih alternatif yang terbaik, meliputi cepat, tepat dan tegas. Metode-metode dalam decision making skills adalah sebagai berikut: 1. in basket merupakan metode pengembangan dengan cara membekali calon dengan seluruh data organisasi/perusahaan yang diperlukan, kemudian kepadanya diminta mengambil suatu keputusan yang tepat untuk memecahkan masalah dalam organisasi/perusahaan tersebut. Bentuk ini merupakan suatu stimulus yang bersifat pendidikan perorangan, bukan kelompok untujk mengambil keputusan, terutama keputusan atas masalah yang rumit dan sulit serta mendesak dengan tujuan utamanya untuk meningkatkan kemampuan pimpinan menilai dan menentukan prioritas/pilihan. 2. business game metode ini merupakan suatu bentuk latihan simulasi yang dilakukan dalam kelas. Pengorganisasian para pesertanya dilakukan dengan membagi peserta ke dalam beberapa team yang bertugas untuk secara kompetitif memecahkan masalah tertentu dari suatu organisasi tiruan. Sasaran yang ingin dicapai dengan metode ini adalah kemampuan untuk mengambil keputusan bersama atau suatu keputusan yang integral. 3. studi kasus (case study/telaah kasus), metode studi kasus (case study) ini dilaksanakan dengan cara para peserta diminta untuk membahas masalah/kasus tertentu dalam organisasi.

Pembahasannya dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Kasus yang dibahas biasanya merupakan kasus nyata yang dikumpulkan dari berbagai organisasi. Sasaran yang ingin dicapai dengan menggunakan metode ini adalah: a. menemukan masalah, baik besar atau kecil dari suatu kasus (kemampuan mendiagnosis), b. memiliki kemampuan untuk memisahkan fakta yang penting dari yang tidak penting, c. menganalisa pokok masalah dan menggunakan logika untuk menjembatani kesenjangan (gap) yang ada di dalam fakta-faktanya (kemampuan menganalisis), d. menemukan berbagai cara untuk memecahkan masalah. b. Interpersonal skills (keterampilan antar pribadi) Yaitu pengembangan yang berorientasi pada perilaku untuk meningkatkan kemampuan untuk mengerti tentang orang lain atau berinteraksi dengan orang lain. Metode-metodenya, antara lain: 1. Role playing (permainan peran) Adalah merupakan latihan berupa stimulasi untuk mengajarkan kepada peserta cara berperan/berinteraksi secara individual dalam kelompok kerjasama. Peserta dilatih untuk mengambil bagian dalam proses kerjasama dengan kelompoknya dan dalam situasi tertentu harus mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan rekanrekannya melalui gerakan atau mimik muka tanpa harus berbicara. 2. Sensitivity training (latihan kepekaan) Metode ini dipergunakan apabila sasaran pokok dari pelatihan dan pengembangan yang dilakukan adalah mengembangkan kesadaran dan kepekaan peserta terhadap pola tingkah laku pribadinya dan orang lain. Beberapa sasaran khusus dari metode ini, antara lain:

a. b. c. d. e. f.

peningkatan keterbukaan terhadap orang lain, perhatian yang lebih besar kepada orang lain, peningkatan toleransi atas perbedaan individual, pengurangan sikap prasangka yang bersifat etnik, pemahaman atas proses kelompok, peningkatan kemampuan mendengarkan pendapat orang lain, g. peningkatan kepercayaan dan pemberian dukungan kepada orang lain. c. Job Knowledge (pengetahuan tentang pekerjaan) Yaitu penataran bagi pimpinan agar lebih menguasai jabatan yang dipercayakan kepadanya. Metode-metode dalam job knowledge sebagai berikut: 1. on the job experience (pengalaman di tempat kerja) yaitu dengan cara menugaskan sesesorang untuk bekerja secara langsung dalam organisasi/perusahaan tanpa dibatasi waktu. 2. coaching merupakan metode pendidikan untuk mengembangkan seseorang dalam jabatannya secara intensif dan bersifat individu. 3. under study (pemain pengganti) merupakan metode pengembangan dalam kepemimpinan dengan cara menugaskan calon untuk berkarya secara langsung, tetapi dalam posisi sebagai wakil kepala yang dikaderkan untuk menggantikan kepala/atasan. d. Organization knowledge (pengetahuan tentang organisasi) Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang organisasi secara keseluruhan atau tentang jabatan-jabatan dalam organisasi. Metode-metodenya, antara lain:

1. position rotation (rotasi jabatan) merupakan metode pengembangan bagi pimpinan dengan cara memutasikan seseorang pada berbagai jabatan secara periodic dalam organisasi/perusahaan sehingga yang bersangkutan dapat mengetahui keseluruhan jabatan. 2. multiple management (manajemen ganda) merupakan bentuk latihan kepemimpinan dengan cara membentuk suatu unit organisasi yang berfungsi sebagai staf penasehat dan di dalamnya terdapat calon pemimpin yang bertugas membantu manajemen organisasi/perusahaan dalam bentuk nasehat-nasehat atas masalah yang dihadapi organisasi/perusahaan. Unit ini disebut dewan direktur (yunior board of directore). e. pengetahuan umum (general knowledge) merupakan bentuk pengembangan yang berupa usaha meningkatkan pengetahuan umum dalam berbagai bidang. Metode-metodenya adalah: 1. kursus-kursus khusus (special courses) yaitu kursus-kursus dalam bidang tertentu yang umumnya memerlukan waktu singkat dan merupakan suatu asfek tertentu dalam bidang kepemimpinan. 2. pertemuan-pertemuan khusus (special meetings) yaitu untuk memperluas wawasan berfikir pimpinan dengan cara mengadakan rapat-rapat, lokakarya, seminar, dan lainlain dengan topik tertentu yang umumnya berlangsung dalam waktu singkat. 3. bacaan-bacaan pilihan (selective readings) merupakan bentuk pengembangan pimpinan, tidak dalam kegiatan praktek langsung dalam organisasi/perusahaan, tetapi memberikan tugas-tugas rutin berupa bacaan yang harus dianalisa/diterjemahkan.

f. special individual needs (kebutuhan khusus perorangan) metode-metodenya: 1. proyek-proyek khusus (special projects), tumbuh dari suatu analisis atas kelemahan individu. Dari penugasan proyek, peserta memperoleh pengalaman yang berharga dan pelajaran-pelajaran lainnya yang berkaitan dengan proyek tersebut. 2. penugasan-penugasan panitia (committee assignments) ditugaskan sehubungan dengan pekerjaan organisasi, dalam hal ini harus dilengkapi pula dengan personil yang mampu.

METODE T & D
METODE TRAINING 1. 2. 3. 4. ON THE JOB TRAINING (pelatihan di tempat kerja) VESTIBULE SCHOOL (sekolah vestibul/ruang khusus) APPRENTICESHIP (magang) SPECIAL COURSE (kursus-kursus khusus) METODE DEVELOPMENT
1. DECISION MAKING SKILLS (keterampilan mengambil keputusan) a. in basket, b. business game, c. studi kasus 2. INTERPERSONAL SKILL (keterampilan antar pribadi) a. role playing (permainan peran) b. sensitivity training (latihan kepekaan) 3. JOB KNOWLEDGE (pengetahuan tentang pekerjaan) a. on the job experience (pengalaman di tempat kerja) b. coaching c. under study (pemain pengganti) 4. ORGANIZATION KNOWLEDGE (pengetahuan tentang organisasi) a. position rotation (rotasi jabatan) b. multiple management (manajemen ganda) 5. GENERAL KNOWLEDGE (pengetahuan umum) a. kursus-kursus khusus, b. pertemuan-pertemuan khusus c. bacaan-bacaraan pilihan 6. SPECIAL INDIVIDUAL NEED a. proyek-proyek khusus (spesial projects) b. penugasan-penugasan panitia (commite assignment)

3.12. Evaluasi T & D Goldstein dan Buxton berpendapat bahwa evaluasi pelatihan dan pengembangan dapat didasarkan pada kriteri (pedoman dari ukuran kesuksesan) dan rancangan percobaan. a. Kriteria dalam evaluasi T & D ada 4 (empat) kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman dari ukuran kesuksesan T & D, yaitu: 1. kiteria pendapat kriteria ini didasarkan pada bagaimana pendapat peserta pelatihan mengenai pelatihan yang telah dilakukan. 2. kiteria belajar criteria belajar dapat diperoleh dengan menggunakan tes pengetahuan, tes keterampilan yang mengukur skill, dan kemampuan peserta. 3. kiteria perilaku kriteria perilaku dapat diperoleh dengan menggunakan tes keterampilan kerja. Sejauhmana ada perubahan perilaku peserta sebelum pelatihan dan setelah pelatihan. 4. kiteria hasil kriteria hasil dapat dihubungkan dengan hasil diperoleh, seperti menekanan turnover, berkurangnya tingkat absen, meningkatkan produktivitas, meningkatnya penjualan/pelayanan, meningkatkan kualitas kerja, pelayanan dan produksi. b. Rancangan perubahan dalam evaluasi T & D dalam mengevaluasi pelatihan dapat dilakukan dengan membuat rancangan percobaan. Peserta diberikan tes sebelum pelatihan (pretest) dan kemudian setelah pelatihan kembali tes pelatihan (posttest).

3.13. Pengembangan Karier


Pengertian Menurut pendapat Andrew J. Dubrin (1982:197), pengembangan karier adalah aktivitas kepegawaian yang membantu pegawaipegawai merencanakan karir masa depan mereka di organisasi/perusahaan agar organisasi/perusahaan dan pegawai yang bersangkutan dapat mengembangkan diri secara maksimal. 3.13.2. Tujuan Tujuan pengembangan karier dikemukakan oleh Andrew J. Durbin (1982:198) sebagai berikut: 1. To aid in achieving individual and organizational goals (membantu dalam mencapai tujuan individu dan organisasi), Pengembangan karier membantu pencapaian tujuan organisasi dan tujuan individu. Seorang pegawai yang sukses dengan prestasi kerja sangat baik kemudian menduduki posisi jabatan yang lebih tinggi, hal ini berati tujuan organisasi dan tujuan individu tercapai. 2. To indicate concern for the welfare of individuals (menunjukkan hubungan kesejahteraan pegawai). Organisasi merencanakan karier pegawai dengan meningkatkan kesejahteraan agar pegawai lebih tinggi loyalitasnya. 3. To help individuals realize their potential (membantu pegawai menyadari kemampuan potensi mereka). Pengembangan karier membantu menyadarkan pegawai akan kemampuannya untuk menduduki suatu jabatan tertentu sesuai dengan potensi dan keahliannya.

4. To strengthen the relationship between the individual and the organization (memperkuat hubungan pegawai dengan organisasi). Pengembangan karier akan memperkuat hubungan dan sikap pegawai terhadap organisasi. 5. To demonstrate social responsibility (membuktikan tanggung jawab social) Pengembangan karier suatu cara menciptakan iklim kerja yang positif dan pegawai-pegawai menjadi lebih bermental sehat. 6. To aid affirmative action (EEO) programs (membantu memperkuat pelaksanaan program-program organisasi), Pengembangan karier membantu program-program organisasi lainnya agar tercapainya tujuan organisasi. 7. To reduce turnover and personnel costs (mengurangi turnover dan biaya kepegawaian) Pengembangan karier dapat menjadikan turnover rendah dan begitu pula biaya kepegawaian menjadi lebih efektip. 8. To encourage analysis of the total person (menggiatkan analisis dari keseluruhan pegawai), Perencanaan karier dimaksudkan perencanaan kerja dan kepegawaian. mengintegrasikan

9. mengurangi keusangan profesi dan manajerial, pengembangan karier dapat menghidarkan dari keusangan dan kebosanan profesi dan manajerial. 10. to encourage the long range point of view (menggiatkan suatu pemikiran/pandangan jarak waktu yang panjang). Pengembangan karier berhubungan dengan jarak waktu yang panjang. Hal ini karena menempatkan suatu posisi jabatan

memerlukan persyaratan dan kualifikasi yang sesuai dengan porsinya.

3.13.3. Unsur Pengembangan Karier


Edwin B. Flippo menyebutkan ada tiga unsur yang harus diperhatikan dalam langkah penyusunan program pengembangan karier, yaitu: 1. career need assessment (manaksir kebutuhan karier) Organisasi/perusahaan harus memberikan kesempatan dan membantu setiap anggotanya untuk mengambil keputusan yang tepat tentang pengembangan karier dirinya. Mereka harus didorong dengan berbagai informasi sebanyak-banyaknya dan petunjuk agar mampu mengukur kebutuhan akan karier yang mungkin dicapainya dikemudian hari. 2. opportunity career (kesempatan karir) Dengan informasi tentang kesempatan karier yang ada dalam organisasi, maka setiap pegawai dan calon pegawai mengetahui dengan jelas berbagai kemungkinan jabatan yang dapat didudukinya. 3. need opportunity alignment (penyesuaian kebutuhan dan kesempatan karier) Dengan pelaksananaannya, penyesuaian tersebut dapat dilakukan dengan bantuan program mutasi pegawai atau program pelatihan dan pengembangan pegawai. Dengan program mutasi pegawai dimungkinkan dilakukan penyesuaian melalui pemindahan dari satu jabatan ke jabatan yang lain sesuai dengan jalur pengembangan karir yang diinginkan atau tersedia. Sedangkan dengan program pelatihan dan pengembangan pegawai berarti akan dilakukan peningkatan kemampuan pegawai yang bersangkutan untuk disesuaikan dengan kemampuan yang

dibutuhkan oleh jabatan yang diinginkan berasarkan rencana pengembangan karier yang ditetapkan.

Mutasi Personal
3.14.1. Pendahuluan Mutasi personal atau yang dikenal dengan istilah personal transfer diartikan sebagai suatu perubahan posisi/jabatan/pekerjaan/tempat kerja dari seorang pegawai yang dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal. Mutasi secara vertikal mengandung arti bahwa pegawai yang bersangkutan dipindahkan pada posisi/jabatan/pekerjaan yang lebih tinggi/rendah dari sebelumnya. Sedangkan mutasi secara horizontal mengadung arti terjadinya perubahan posisi/jabatan/pekerjaan/tempat, namun masih dalam level/tingkat yang sama. Dengan pengertian seperti tersebut di atas, maka suatu mutasi pegawai secara vertikal biasanya diikuti dengan perubahan dari wewenang dan tanggung jawab, status, kekuasaan, dan pendapatan, baik ke tingkat yang lebih tinggi maupun tingkat yang lebih rendah. Sebaliknya dengan mutasi horizontal yang sesuai dengan pengertiannya tidak diikuti dengan perubahan tingakat wewenang dan tanggung jawab, status, kekuasaan dan pendapatan. Yang berubah dalam mutasi secara horizontal hanyalah bidang tugas atau areal tempat tugasnya. Tujuan Mutasi Tujuan secara umum dilaksanakan program mutasi personal adalah untuk menciptakan/meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam organisasi. Secara khusus, pelaksanaan mutasi personal akan mampu menghasilkan beberapa tujuan khusus yang merupakan sasaran, antara lain sebagai berikut:

1. menciptakan keseimbangan antara pegawai dengan jabatan yang ada dalam organisasi. Sehingga dapat menjamin terjadinya kondisi kepegawaian yang stabil (personal stability). Stabilitas kepegawaian akan terwujud apabila penempatan pegawai dalam suatu organisasi dapat dilakukan secara tepat (the right man on the right job), 2. Membuka kesempatan untuk pengembangan karier. Tujuan ini dimaksudkan untuk mendorong atau merangsang pegawai agar berupaya menjangkau karier yang lebih tinggi, yang berarti pula bahwa mereka akan berusaha mencurahkan kemampuannya yang ditopang oleh semangat kerja yang tinggi. 3. Memperluas dan menambah pengetahuan. Memperluas wawasan dan pengetahuan merupakan kebutuhan yang perlu mendapat perhatian dalam suatu organisasi. Dengan demikian pegawai yang ada, wawasan dan pengetahuannya tidak terbatas atau terpaku hanya pada satu bidang tertentu saja. Dengan mutasi personal berarti terbuka kesempatan bagi pegawai untuk memperluas wawasan dan pengetahuannya dalam organisasi yang bersangkutan. 4. Menghilangkan kejenuhan terhadap suatu jabatan Apabila seorang pegawai terus menerus dari tahun ke tahun memegang jabatan yang sama, maka akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang akibatnya sangat berbahaya. Kebosanan dan kejenuhan akan menimbulkan pegawai yang bersangkutan terjebak pada rutinitas kerja dan menurunkan gairah serta semangat kerjanya. Untuk itu perlu terus diupayakan adanya penyegaran-penyegaran. 5. Memberikan imbalan terhadap prestasi kerja. Suatu mutasi personal dapat dipergunakan untuk memberikan imbalan sebagai penghargaan kepada pegawai yang berprestasi, yaitu dalam bentuk peningkatkan jabatan/posisi/pekerjaan.

Peningkatan ini selain diikuti dengan meningkatnya wawasan dan tanggung jawab, biasanya diikuti pula dengan peningkatan pendapatan yang diterima. 6. Membuka kesempatan terjadinya meningkatkan prestasi kerja. persaingan dalam

Setiap organisasi mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih posisi/jabatan/pekerjaan yang lebih tinggi. Namun kesempatan yang tersedia terbatas, sehingga setiap pegawai harus mengikuti persaingan dengan sesama rekan kerja dalam meningkatkan prestasi kerjanya. 7. Sebagai pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran Apabila seorang pegawai melakukan pelanggaran atau tidak mampu memperlihatkan prestasi yang baik, mutasi personal dapat dijadikan alat untuk menghukum, yakni dengan jalan menurunkan posisi/jabatan/pekerjaan ke tingkat yang lebih rendah (demosi). Landasan Mutasi Secara mendasar berbagai landasan pertimbangan mutasi personal yang dilakukan dapat digolongkan ke dalam beberapa landasan dasar, yaitu: 1. Sistem merit (prestasi) Dalam system merit, yang dijadikan landasan oleh organisasi untuk melakukan mutasi personal adalah prestasi kerja (kecakapan, bakat, pengalaman, dan kesehatan sesuai kriteria) dari pegawai yang bersangkutan. Dengan dasar pertimbangan ini, maka hanya pegawai yang berprestasilah yang dapat terus mengembangkan kariernya, sementara mereka yang berprestasi dibawah standard akan tersisihkan. Kualitas harus dibuktikan dengan ujian, ijazah dan keterangan-keterangan lain.

2. Sistem senioritas (carier system/system meningkat) Landasan mutasi personal yang dipergunakan dalam system ini adalah senioritas seseorang pegawai. Senioritas diartikan sebagai lamanya masa kerja seseorang yang diakui organisasi, baik pada jabatan yang bersangkutan maupun dalam organisasi secara keseluruhan. Dalam senioritas tercermin pula pengertian usia serta pengalaman kerja seseorang. 3. Sistem Patronage (kawan) merupakan system mutasi personal yang paling subyektif. Dasar pertimbangan yang dipergunakan dalam system ini adalah hubungan politik, keluarga, kenalan, klik atau koneksi. biasanya dijumpai dalam organisasi perusahaan milik keluarga. Beberapa hubungan subyektif, antara lain: a. politik, b. non politik (nepotisme), seperti: keluarga, kawan akrab, teman yang baik 3.14.4. Bentuk-Bentuk Mutasi Beberapa bentuk mutasi personal dapat dipergunakan dalam suatu organisasi yang secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) golongan, yaitu: 1. Mutasi vertikal, 2. Mutasi horizontal. Ad. 1. Mutasi Vertikal, terdiri atas: 1. Promosi suatu promosi diartikan sebagai perubahan posisi/jabatan/pekerjaan dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Perubahan ini biasanya akan diikuti dengan meningkatnya tanggung jawab, hak serta status sosial seseorang. Bentuk-bentuk promosi adalah sebagai berikut:

a. Promosi sementara (temporary promotion) Dilaksanakan untuk jangka waktu sementara b. Promosi tetap (permanent promotion) Berlangsung dalam jangka waktu relatif lama dan bersifat defenitip c. Promosi kecil (small scale promotion) Dilaksanakan dalam bentuk upgrading untuk meningkatkan kecakapan pegawai yang bersangkutan. d. Promosi kering (dry promotion) Dilakukan dengan disertai peningkatan dalam wewenang, hak, dan tanggung jawab tetapi pendapatannya tidak mengalamai perubahan. 2. Demosi Demosi (demotion) merupakan suatu bentuk mutasi vertikal berupa penurunan pangkat/posisi/jabatan/pekerjaan ke tingkat yang lebih rendah. Penurunan pangkat/posisi/jabatan/pekerjaan ini secara otomatis diikuti dengan menurunnya pendapatan. Bentuk-bentuk demosi adalah sebagai berikut: a. penangguhan kenaikan pangkat, terjadi sebagai akibat ketidakmampuan seorang pegawai melaksanakan tugas dalam jabatannya, karena pelanggaran disiplin atau terkena hukuman pidana. b. Pembebastugasan (skorsing) Dilakukan dengan membebastugaskan seorang pegawai dari posisi/jabatan/pekerjaannya, tetapi masih memperoleh pendapatan secara penuh. Biasanya dilakukan karena suatu pelanggaran disiplin atau alasan-alasan lain seperti alasan keamanan dan politis.

c. Pemberhentian (retiring) Merupakan bentuk mutasi vertikal yang paling akhir berupa pemberhentian seorang pegawai dari posisi/jabatan/pekerjaan yang sekaligus diikuti dengan pemutusan hubungan kerja dan pemberhentian pembayaran pendapatan (upah/gaji). Dapat berbentuk: 1. pemberhentian dengan hormat, karena beberapa alasan: a. pensiun, apabila seorang pegawai telah mencapai batas usia atau masa kerja maksimum sesuai dengan peraturan organisasi dan perjanjian kerja yang telah disepekati atau karena alasan-alasan lain. b. atas permintaan sendiri, c. layoff suatu pemberhentian yang prakarsanya berasal dari organisasi sebagai akibat harus dilakukannya penghapusan suatu jabatan/pekerjaan atau karena pengurangan pegawai (rasionalisasi). 2. pemberhentian tidak dengan hormat, suatu pemberhentian berupa pemutusan hubungan kerja secara paksa dan sepihak yang dilakukan sebagai akibat pelanggaran disiplin yang sangat berat atau karena putusan pengadilan. Dalam pemberhentian (retiring), beberapa factor antara lain: 1. faktor kontradiktif harus disadari bahwa suatu pemberhentian pegawai selalu dihadapkan pada masalah terjadinya kontradiksi kepentingan antara organisasi dan pegawai. perlu diperhatikan

2. faktor obyektif tentang kebutuhan riil organisasi, kadang-kadang suatu organisasi secara obyektif masih membutuhkan seorang pegawai yang memiliki kemampuan dan keahlian tertentu yang masih langka. Tetapi berdasarkan ketentuan organisasi pegawai yang bersangkutan seharusnya diberhentikan, misalnya karena masa kerjanya telah habis. 3. faktor sosial pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja oleh suatu organisasi hendaknya dilakukan dengan memperhatikan secara matang dampak sosial yang mungkin terjadi. Ad. 1. Mutasi horizontal Suatu mutasi horizontal yang merupakan pemindahan pegawai dari satu posisi/jabatan/pekerjaan ke yang lain tetapi masih dalam tingkat/level manajemen yang sama sering diistilahkan pula sebagai transfer. Berdasarkan tujuannya, dikenal bentuk-bentuk, antara lain: 1. Job rotation (perputaran jabatan) Adalah merupakan bentuk mutasi personal yang dilakukan secara horizontal. Bentuk mutasi semacam ini biasanya dilakukan dengan tujuan antara lain untuk menambah pengetahuan seorang pegawai dan menghidarkan terjadinya kejenuhan. Dikenal beberapa istilah, antara lain: c. mutasi tempat (tour of area) adalah merupakan pemindahan seorang pegawai dari satu tempat/daerah kerja ke tempat/daerah kerja yang lain, tetapi masih dalam jabatan/posisi/pekerjaan yang tingkat/level sama.

d. mutasi jabatan (tour of duty) adalah merupakan pemindahan seorang pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain pada tingkat/level yang sama dan dalam lokasi yang sama pula. Misalnya seorang kepala bagian keuangan di kantor cabang Tanjungpinang dipindahkan menjadi kepala bagian kepegawaian di kantor cabang Tanjungpinang. e. Rehabilitasi Adalah merupakan suatu kebijaksanaan organisasi untuk menempatkan kembali seorang pegawai pada posisi/jabatan/pekerjaannya yang terdahulu setelah pegawai yang bersangkutan menyelesaikan tugas tertentu. Misalnya setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan, menjalani wajib militer atau alasan lain. 2. Production transfer Adalah suatu bentuk mutasi horizontal yang ditujukan untuk mengisi kekosongan pekerjaan pada suatu posisi/jabatan/pekerjaan tertentu yang harus segera diisi agar kontinuitas produksi dan peningkatannya dapat terjamin. 3. Replecement transfer Adalah suatu penggantian pegawai dalam organisasi yang ditujukan untuk mempertahankan pegawai yang berpengalaman dengan cara mengganti pekerja-pekerja yang masih baru. 4. Versality transfer Adalah merupakan suatu bentuk mutasi horizontal yang bertujuan untuk menempatkan pegawai yang memiliki kecakapan tertentu pada jabatan-jabatan yang memang membutuhkan kecakapan tersebut.

5. Shift transfer Suatu bentuk mutasi horizontal berupa pemindahan sekelompok pegawai yang melaksanakan suatu pekerjaan/jabatan yang sama. Pemindahan tersebut terjadi karena jabatan/pekerjaan tersebut harus dilakukan oleh banyak pegawai yang masing-masing tergabung dalam bentuk kelompok-kelompok kerja. 6. Remidal transfer Adalah merupakan suatu bentuk mutasi horizontal yang bertujuan untuk menempatkan seorang pegawai pada jabatan/posisi/pekerjaan yang sesuai dengan kondisi kerja yang bersangkutan. Berdasarkan sumber gagasan dilakukannya mutasi dikenal bentuk-bentuk sebagai berikut: 1. Personal transfer Atas kehendak/keinginan pegawai yang bersangkutan. 2. Production transfer Atas prakarsa organisasi sendiri Berdasarkan jangka waktu pelaksananaan mutasi, dikenal bentuk-bentuk sebagai berikut: 1. Temporary transfer Dilakukan dengan memindahkan untuk sementara waktu seorang pegawai pada jabatan tertentu sampai pejabat yang defenitip menempati posnya. 2. Permanent transfer Pemindahan seorang pegawai dilakukan untuk jangka waktu lama dan bersifat depenitif.

Syarat-syarat Agar pelaksanaan mutasi personal dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan tidak menimbulkan permasalahan baru bagi organisasi, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan, antara lain: 1. setiap mutasi yang dilakukan hendaknya jangan sampai dirasakan sebagai suatu hukuman bagi pegawai yang sangkutan. 2. hendaknya mutasi dilakukan untuk memperkuat kerjasama kelompok. 3. mengurangi kejenuhan/kebosanan dari seorang pegawai.

BENTUK-BENTUK MUTASI
A. VERTIKAL
1. PROMOSI a. b. c. d. sementara, tetap, kecil, kering

2. DEMOSI a. penangguhan kenaikan pangkat, b. pembebastugasan, c. pemberhentian: 1. dengan hormat, - pensiun, - atas permintaan sendiri, - layoff 2. tidak dengan hormat, factor-faktor: 1. kontradiktif, 2. objektif tentang kebutuhan ril organisasi, 3. social

B. HORIZONTAL
1. Job Rotation, - mutasi tempat, - mutasi jabatan, - rehabilitas. 2. 3. 4. 5. 6. Production transfer Replecement transfer Versality transfer Shif transfer Remidial transfer

SUMBER-SUMBER GAGASAN MUTASI


A. PERSONAL TRANSFER B. PRODUCTION TRANSFER

JANGKA WAKTU MUTASI


A. TEMPORARY TRANSFER B. PERMANENT TRANSFER

3.14.5. Permasalahan Mutasi


Beberapa permasalahan yang harus dihadapi dalam mutasi personal, adalah sebagai berikut: 1. formasi kepegawaian dalam organisasi. Suatu kebijaksanaan mutasi personal seringkali tidak dapat dilaksanakan karena tidak tersedianya formasi pegawai. 2. permasalahan senioritas. Hambatan yang bersumber dari pengaruh senioritas yang kadang-kadang memiliki kecenderungan memiliki keengganan pegawai senior untuk memberikan kesempatan kepada pegawai yang lebih muda (yunior). 3. adanya anggapan atau pandangan yang berisifat etis/moral terhadap suatu mutasi personal yang seringkali merugikan, khususnya bagi pegawai yang bersangkutan, 4. kesulitan dalam menentukan standard untuk mutasi personal. Seringkali pelaksanaan kebijaksanaan mutasi personal mengalami kesulitan dalam menentukan secara objektif dasar penilaian yang akan menjadi dasar mutasi seseorang.

BAB VIII KOMPENSASI 8.1. Pengertian


Kompensasi yaitu segala sesuatu yang berbentuk barang, uang dan jasa yang diterima pegawai karena jasa yang telah diberikan kepada organisasi atau segala sesuatu yang diterima para pegawai sebagai balas jasa untuk kerja mereka.

8.2. Kepentingan
Kompensasi sangat penting bagi: 1. Pegawai, dan Hal ini karena kompensasi merupakan sumber penghasilan bagi mareka dan keluarga. Kompensasi juga merupakan gambaran dalam status social bagi pegawai. Tingkat penghasilan sangat berpengaruh dalam menentukan standard kehidupan. 2. organisasi/majikan/perusahaan Bagi organisasi/majikan/perusahaan, kompensasi merupakan faktor utama dalam kepegawaian. Kebijakan kepegawaian banyak berhubungan dengan pertimbangan untuk menentukan kompensasi pegawai. Tingkat besar kecilnya kompensasi pegawai sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat jabatan, dan masa kerja pegawai. Maka dari itu dalam menentukan kompensasi pegawai perlu didasarkan kepada penilaian prestasi, kondisi pegawai, tingkat pendidikan, jabatan, dan masa kerja pegawai. Kompensasi yang diberikan kepada pegawai sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja dan motivasi kerja, serta hasil kerja. Organisasi yang menentukan gaji/upah dengan mempertimbangkan standard kehidupan normal, akan memungkinkan pegawai bekerja dengan penuh motivasi. Hal ini karena motivasi kerja pegawai banyak dipengaruhi oleh terpenuhi tidaknya kebutuhan minimal kehidupan pegawai dan keluarganya.

8.3. Faktor-Faktor
Penentuan besarnya kompensasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Leon C. Megginson (1981:401) adalah sebagai berikut: 1. Goverment factors (factor pemerintah) Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penentuan standard gaji minimal, pajak pengahasilan, penetapan harga bahan baktu, biaya transportasi/angkutan, inflasi maupun devaluasi sangat mempengaruhi organisasi dalam menentukan kebijakan kompenasi pegawai. 2. Collective bargaining (penawaran bersama antara organisasi dan pegawai) Kebijakan dalam penentuan kompensasi dapat dipengaruhi pula pada saat terjadinya tawar menawar mengenai besarnya gaji/upah yang harus diberikan oleh organisasi kepada pegawainya. Hal ini tertuma dilakukan oleh organisasi dalam merekrut pegawai yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu yang sangat dibutuhkan di organisasi. 3. Standard and cost of living (standard dan biaya hidup pegawai) Kebijakan kompensasi perlu memperhatikan standard dan biaya hidup minimal pegawai. Hal ini karena kebutuhan dasar pegawai harus terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar pegawai dan keluarga maka pegawai akan merasa aman. Terpenuhinya kebutuhan dasar dan rasa aman pegawai akan memungkinkan pegawai dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk mencapai tujuan organisasi. 4. Comparable wages (ukuran perbandingan upah) Kebijakan dalam menentukan kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran besar kecilnya organisasi, tingkat pendidikan pegawai, masa kerja pegawai. Artinya perbandingan tingkat upah pegawai perlu memperhatikan tingkat pendidikan, masa kerja dan ukuran organisasi.

5. Supply and demand (permintaan dan persediaan) Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu mempertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar. Artinya kondisi pasar pada saat itu perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai. 6. Ability to pay (kemampuan membayar) Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu didasarkan pada kemampuan organisasi dalam membayar upah/gaji. Artinya jangan sampai menentukan kebijakan kompensasi di luar batas kemampuan yang ada pada organisasi.

8.4. Bentuk-bentuk Kompensasi


ada dua bentuk kompensasi pegawai, yaitu: 1. Bentuk langsung (direct) Meliputi upah dan gaji, upah adalah pembayaran berupa uang untuk suatu pelayanan kerja atau uang yang biasanya dibayar kepada pegawai yang diberikan per jam, per hari, per setengah hari, per minggu. Sedangkan gaji merupakan uang yang dibayar kepada pegawai atas jasa pelayanan yang diberikan secara bulanan. Dalam pemberian upah dan gaji, ada beberapa prinsif yang harus diperhatikan, yaitu: a. tingkat bayaran, diberikan tinggi, rata-rata, atau rendah tergantung kondisi organisasi. b. struktur pembayaran, berhubungan dengan rata-rata pembayaran, pembayaran, dan klasifikasi jabatan di organisasi. tingkat

c. penentuan bayaran individu, perlu didasarkan pada rata-rata tingkat bayaran, tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja pegawai. d. metode pembayaran, berdasarkan waktu (per jam, per hari, minggu, bulanan) dan berdasarkan pada pembagian hasil. e. kontrol pembayaran merupakan pengendalian secara langsung dan tidak langsung dari biaya kerja. Dalam pemberian upah dan gaji, ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Internal cosistency (prinsif keadilan) Artinya pemberian upah/gaji harus sesuai pengorbanan yang telah diberikan seseorang. 2. External cosistency (prinsif kelayakan) Harus membandingkan dengan organisasi lain yang sejenis, peraturan pemerintah (upah minimum), tingkat kebutuhan fisik minimum, dan lain-lain yang ada di luar organisasi. 2. Bentuk tidak langsung (indirect) Meliputi pelayanan (service) dan keuntungan (benefit). Benefit adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk pegawai yang secara cepat dapat ditentukan. Contoh: pensiun, Askes, asuransi hari tua, asuransi kecelakaan, asuransi kesehatan, tunjangan hari raya, tunjangan akhir tahun (gaji ke 13) dan lain-lain. Service (pelayanan) adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk pegawai yang tidak dapat secara langsung/mudah ditentukan. Contoh: fasilitas olah raga, poliklinik, kefitaria, musholla, perpustakaan, program rekriasi atau dermawisata, dan lain-lain. dengan

Adapun tujuan program benefit dan service adalah sebagai berikut: 1. memperkecil turnover, 2. meningkatkan moral kerja, 3. meningkatkan keamanan (jaminan) pegawai.

8.5. Tujuan Kompensasi


Administrasi kompensasi mempunyai beberapa tujuan, antara lain: 1. memperoleh pegawai yang qualified, kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar. Karena organisasi-organisasi bersaing dalam pasar ketenagakerjaan, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplay dan permintaan pegawai. 2. Mempertahankan para pegawai yang ada sekarang. Bila tingkat kompensasi tidak kompetitip, niscaya banyak pegawai yang baik (berkualitas) akan keluar. Untuk mencegah perputaran pegawai (turnover), pengupahan harus dijaga agar tetap kompetitip dengan organisasi-organisasi lain. 3. Menjamin keadilan Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha untuk memenuhi prinsif keadilan. Keadilan atau konsistensi internal dan ekskternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi. 4. Menghargai perilaku yang diinginkan Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektip.

5. Mengendalikan biaya-biaya Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan pegawai pada tingkat biaya yang layak. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik, organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para pegawainya. 6. Memenuhi peraturan-peraturan legal Program kompensasi menghadapi batasan-batasan legal. Program kompensasi yang baik memperhatikan kendalakendala tersebut dan memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi pegawai.

8.6. Sistem Penggajian


Ada 3 (tiga) system penggajian: 1. Sistem skala tunggal memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama, tidak memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaan. Keuntungan sederhana (diperlukan satu peraturan), kerugian tidak adil. 2. Sistem skala ganda menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaan itu. Keuntungan memberikan motivasi kepada pegawai yang melaksanakan beban tugas berat dan tanggung jawab besar, kerugian menimbulkan ketidakadilan disaat pensiun.

3. Sistem skala gabungan/campuran perpaduan antara system skala tunggal dan system skala gabungan melalui penetapan gaji pokok yang sama bagi pegawai yang berpangkat sama, disamping memberikan tunjangan bagi pegawai yang memiliki tugas yang lebih besar dan tanggung jawab yang lebih berat.

BAB IX INTEGRASI PEGAWAI 9.1. Pengertian Integrasi


Integrasi adalah kegiatan manajemen untuk memadukan kepentingan dan kebutuhan para pegawai dengan sasaran organisasi. Atau dengan kata lain, integrasi adalah merupakan penyesuaian/penggabungan antara kepentingan individu (pegawai) dengan tujuan/kepentingan organisasi. Kepentingan Organisasi A
A C

Kepentingan Pegawai

B Keterangan: A: mendahulukan kepentingan organisasi di atas kepentingan pegawai B: mendahulukan kepentingan organisasi dan pegawai secara bersama-sama C: mendahulukan kepentingan pegawai di atas kepentingan organisasi.

9.2. Tujuan Integrasi


Menurut Edwin B. Flippo (1989:93), integrasi bertujuan untuk menghasilkan penyatuan (integrasi) yang cukup kokoh yang mendorong kerjasama yang produktif dan kreatif untuk mencapai sasaran bersama. Usaha-usaha untuk menyatukan kepentingan yang berbeda meliputi:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

motivasi kerja, partisipasi kerja, kepuasan kerja, disiplin kerja, komunikasi kerja, kepemimpinan, dan konflik kerja.

9.3. Motivasi Kerja


9.3.1. Pengertian Motivasi Kerja Motif adalah kebutuhan yang distimulir yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas (William J. Stanton, 1981:108). Motivasi adalah suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu (Fillmore H. Stanford, 1969:1973) Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Ernest J. Mc. Cormick, 1985:268) 9.3.2. Teori-Teori Motivasi Kerja A. Teori kebutuhan Kebutuhan dapat didefenisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Abraham Maslow mengemukakan ada 5 (lima) hirarki kebutuhan manusia, sebagai berikut: 1. Kebutuhan psikologis Yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernafas, seksual, dan lain-lain. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.

2. Kebutuhan rasa aman Yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. 3. Kebutuhan untuk merasa memiliki Yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai. 4. Kebutuhan akan harga diri Yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai oleh orang lain. 5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri Yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, dan potensi, kebutuhan untuk berpendapat dengan menggunakan ide-ide, memberi penilaian dan kritikan terhadap sesuatu. 5. self actualization needs (10%) 4. esteem needs (40%) 3. belongingness needs (50%) 2. safety and security needs (70%) 1. physiological needs (85%) Dalam studi motivasi lainnya, David Mc. Clelland (1961), mengemukakan ada tiga macam kebutuhan manusia, yaitu: 1. Need for achievement kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggungjawab untuk memecahkan masalah.

2. Need for affiliation Yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berintegrasi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3. Need for power Yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas, untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. B. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) Teori ERG merupakan refleksi dari nama tiga dasar kebutuhan , yaitu: 1. Existenced needs Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti: makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan kondisi kerja, fringe benefits. 2. Relatednees needs Kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja. 3. Growth needs Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai. C. Teori Insting Teori insting timbul berdasarkan evolusi Charles Darwin. Selanjutnya dikembangkan oleh William James, Sigmund Freaued, dan Mc Dougall menjadi insting sebagai konsef yang penting dalam psikologi.

Sigmund Freaued menempatkan motivasi pada insting agresif dan seksual. Sedangkan Mc Doaugall menyusun daftar insting yang berhubungan dengan semua tingkah laku seperti: rasa jijik, rasa ingin tahu, kesukaan berkelahi, rasa rendah diri, menyatakan diri, kelahiran, reproduksi, lapar, berkelompok, tetamakan, dan membangun. D. Teori Drive Teori ini menyimpulkan bahwa motivasi seorang pegawai sangat ditentukan oleh kebutuhan dalam dirinya (drive) dan factor kebiasaan (habit) pengalaman belajar sebelumnya (Clark L. Hull). E. Teori Lapangan Teori ini merupakan pendekatan koqnitif untuk mempelajari perilaku dan motivasi. Teori lapangan lebih memfocuskan pada pikiran nyata seseorang pegawai ketimbang pada insting atau habit. Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari lapangan pada momen waktu. Ia juga mendukung pendapat (ahli psikologi Gestalt) yang menyatakan bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari seseorang pegawai dengan lingkungannya. F. Teori x dan y (Douglas Mc Gregor) Teori ini berdasarkan observasi Douglas Mc Gregor terhadap tingkah laku manusia. Ia berpendapat bahwa ada dua pendekatan mengenai tingkah laku dengan menggunakan asumsi-asumsi mengenai sifat manusia, yaitu: Teori x, dengan asumsi: 1. pada umumnya manusia tidak senang bekerja dan berusaha untuk menghindar jika mungkin, 2. pada umumnya manusia ini harus diawasi dengan ketat, dipaksa, dan diberi hukuman untuk tujuan-tujuan organisasi,

3. pada umumnya manusia ini tidak mempunyai ambisi, tidak menginginkan tanggung jawab, bahkan lebih sukar untuk diarahkan, 4. motivasi untuk seseorang menurut teori x hanya berlaku lower needs (kebutuhan tingkat dasar/rendah). Teori y, dengan asumsi: 1. bahwa bekerja adalah kodrat manusia, 2. bahwa manusia itu akan mengawasi dan mengarahkan dirinya sendiri untuk mencapai tujuan organisasi karena sudah ada keterikatan terhadap organisasi, 3. manusia akan mengawasi dirinya sendiri dan akan berprestasi jika diberikan motivasi yang baik, 4. motivasi pada teori y tidak hanya pada lower needs, tetapi juga pada higher needs.

9.4. Partisipasi Kerja


9.4.1. Pengertian Partisipasi Kerja Partisipasi kerja adalah keterlibatan emosi dan mental pegawai dalam situasi kelompok yang menggiatkan mereka untuk menyumbang pada tujuan kelompok serta bertanggung jawab terhadap hal tersebut (Keith Devis, 1985:177). 9.4.2. Aspek Partisipasi Kerja Berdasarkan defenisi di atas, ada tiga asfek yang sangat penting dalam partisipasi kerja, yaitu: 1. Asfek keterlibatan emosi dan mental pegawai, Berpartisipasi berarti melibatkan emosi dan mental dari pada kegiatan fisik. Keterlibatan psikologis pegawai lebih besar daripada secara fisik. 2. Asfek motivasi untuk menyumbang (kontribusi), Dalam berpartisipasi, motivasi untuk menyumbangkan ide-ide kreatif dan membangun merupakan aspek yang sangat penting.

Pegawai-pegawai perlu diberikan kesempatan untuk merealisasikan ide, inisiatif, dan kreatifitasnya dalam mencapai tujuan organisasi. 3. Asfek penerimaan tanggung jawab Partisipasi kerja menuntut pegawai untuk mampu menerima tanggung jawab dalam kegiatan kelompok. Partisipasi merupakan proses social yang melibatkan diri pegawai dalam organisasi untuk mencapai keberhasilan. Pegawai yang dapat menerima tanggung jawab dalam aktivitas kelompok akan dapat bekerjasama dalam satu team kerja. Kesatuan dalam team kerja merupakan kunci keberhasilan dalam bekerja. 9.4.3. Persyaratan Partisipasi Kerja 1. waktu yang memadai untuk berpartisipasi, harus ada waktu sebelum partisipasi dilakukan. Hal ini karena partisipasi dapat berhadapan dengan situasi yang berbahaya. 2. potensi keuntungan harus lebih besar dari pada biaya yang diperlukan, sebagai contoh: pegawai tidak dapat berpartisipasi apabila mereka tidak memahami terlebih dahulu apa yang harus mereka kerjakan. Partisipasi dalam pekerjaan yang tidak dipahami oleh pegawai akan mengeluarkan biaya yang lebih dari pada mereka yang telah menguasai pekerjaan. 3. ada relevansi dengan minat pegawai, partisipasi harus berhubungan dengan minat dan lingkungan bidang pekerjaannya. 4. kemampuan pegawai harus memadai mengenai subjek partisipasi, partisipasi harus mempunyai kemampuan integrasi yang cukup dan pengetahuan mengenai subjek partisipasi harus memadai pula.

5. kemampuan timbal balik mengkomunikasikan, partisipasi harus mampu mengkomunikasi secara timbal balik. 6. tidak merasa terancam oleh pihak tertentu. Partisipasi harus menghindarkan dari perasaan rasa terancam, tertekan dan rasa terpaksa. 9.4.4. Keuntungan Partisipasi Keuntungan partisipasi kerja dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. output menjadi lebih tinggi, kualitas kerja menjadi lebih baik, motivasi kerja meningkat lebih baik, adanya penerimaan perasaan karena keterlibatan emosi dan mental, harga diri pegawai menjadi lebih tinggi, meningkatkan kepuasan kerja, meningkatkan kerjasama dalam bekerja, merendahkan strees, keinginan mencapai tujuan lebih besar, memperkecil turnover, tingkat absensi menjadi lebih rendah, komunikasi kerja lebih harmonis,

9.4.5. Partisipasi Manajemen A. Pengertian Partisipasi Manajemen Partisipasi manajemen adalah perilaku manajerial yang tidak otokratis, dan paling sedikit mempunyai dua asfek, yaitu: 1) membatasi metode kerja bawahan, dan 2) mengontrol penyesuaian bawahan (George S. Odiorne, 1982:71). B. Tingkat Partisipasi Manajemen Ada 3 (tiga) tingkatan partisipasi manajemen, yaitu: 1. Direktif (langsung)

Atasan menentukan tujuan dan membatasi metode kerja secara langsung (menentukan sendiri). 2. Demokratis Atasan menentukan tujuan bersama-sama dengan bawahannya. Begitu pula dalam menentukan metode kerja yang akan digunakan dalam aktivitas kerja. 3. permisif Atasan mempersilakan bawahan menentukan sendiri tujuan dan metode kerja yang akan mareka gunakan.

9.5. Kepuasan Kerja


9.5.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam mengerjakan pekerjaannya (Keith Devis, 1985:96) Sedangkan Wexley dan Yulk (1977), mendefenisikan kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan tentang dirinya atau pekerjaannya. Dus berdasarkan pendapat Keith Devis, Wexley, dan Yulk dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. 9.5.2. Variabel Kepuasan Kerja Berdasarkan pendapat Keith Devis (1985:99) ada 5 (lima) variable dalam kepuasan kerja, yaitu: 1. turnover pegawai-pegawai yang kurang puas, biasanya turnovernya lebih tinggi.

2. tingkat ketidakhadiran (absen) kerja, pegawai-pegawai yang kurang puas, cenderung tingkat ketidakhadirannya (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis dan subyektif. 3. umur ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas daripada pegawai yang berumur relatif muda. 4. tingkat pekerjaan pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan (jabatan) yang lebih tinggi cenderung lebih puas dari pada pegawai yang tingkat pekerjaan yang lebih rendah. 5. ukuran organisasi ukuran organisasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Hal ini karena besar kecil suatu organisasi berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi pegawai. 9.5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ada 2 (dua) factor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: 1. Faktor pegawai Yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi, dan sikap kerja. 2. Faktor pekerjaan Yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan, kedudukan, mutu pegawai, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi social, dan hubungan kerja).

9.5.4. Teori-Teori Kepuasan Kerja ada beberapa teori tentang kepuasan kerja, yaitu: 1. Teori keseimbangan (equity theory) Menurut teori ini, puas tidaknya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input dan outcome dirinya dengan perbandingan input dan outcome pegawai lain (comparison person). 2. Teori perbedaan (discrepance theory) Teori ini berpendapat bahwa untuk mengukur kepuasan kerja dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. 3. Teori pemenuhan (need fulfullment theory) Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. 4. Teori pandangan kelompok (social reperence group theory) Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bukanlah tergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat tergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. 5. Teori dua factor dari Herzberg Dua factor yang dapat menyebabkan puas tidaknya pegawai menurut Herzberg, yaitu: 1) factor pemeliharaan (maintenance factor), dan 2) factor pemotivasian (motivasional factors). Faktor pemeliharaan disebut juga dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi: administrasi dan kebijakan organisasi, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah/gaji, keamanan kerja, kondisi kerja, dan status. Sedangkan factor pemotivasian disebut juga satisfier, motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi: dorongan berpartisipasi, pengenalan, kemajuan

(advancement), work it self, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab. 6. Teori pengharapan (expectancy theory) by Victor H. Vroom Teori ini menyebutkan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran seseorang tersebut memungkinkan aksi tertentu yuang akan menuntunnya. Pernyataan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (valensi x harapan = motivesi). Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu. Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan tertentu. 9.5.5. Survey Kepuasan Kerja A. Pengertian Survey Kepuasan Kerja Survey kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawaipegawai mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau pekerjaannya melalui laporan kerja. Survey kepuasan kerja juga untuk mengetahui moral pegawai, pendapat, sikap, iklim, dan kualitas kehidupan kerja pegawai. B. Keuntungan Survey Kepuasan Kerja Survey kepuasan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. melibatkan pemimpin dalam survey, 2. survey dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen secara orbjektif, 3. survey diadministrasikan secara wajar, 4. ada tindak lanjut atau follow up dari pimpinan, dan adanya aksi untuk mengkomunikasikan kegunaan hasilnya dari pimpinan,

Keuntungan dari survey kepuasan kerja, antara lain: 1. Kepuasan kerja secara umum, Keuntungan survey kepuasan kerja dapat memberikan gambaran kepada pimpinan mengenai tingkat kepuasan kerja pegawai dalam organisasi. Begitu pula untuk mengetahui ketidakpuasan pegawai pada bagian dan jabatan tertentu. 2. komunikasi, Survey kepuasan kerja sangat bermanfaat dalam mengkomunikasikan keinginan pegawai dengan pikiran pimpinan. 3. meningkatnya sikap kerja, survey kepuasan kerja dapat bermanfaat dalam meningkatkan sikap kerja pegawai. Hal ini karena pegawai merasa melaksanakan kerja dan fungsi jabatannya mendapat perhatian dari pihak pimpinan. 4. untuk kebutuhan pelatihan. Survey kepuasan kerja sangat berguna dalam menentukan kebutuhan pelatihan tertentu. Pegawai-pegawai biasanya diberikan kesempatan untuk melaporkan apa yang mereka rasakan dari perlakuan pimpinan pada bagian jabatan tertentu. C. Tipe-Tipe Survey Kepuasan Kerja Ada 2 (dua) tipe survey kepuasan kerja, yaitu: 1. Tipe survey objektif Tipe survey objektif yang paling popular menggunakan pertanyaan pilihan berganda (multiple choice). Responden membaca semua pertanyaan yang tersedia, kemudian memilih satu dari beberapa alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Disamping itu pula ada bentuk pertanyaan yang menggunakan benar atau salah, setuju atau tidak setuju.

2. Tipe survey deskriptif Tipe survey diskriptif merupakan lawan dari tipe survey objektif. Dalam tipe survey deskriptif, responden memberikan jawaban dari pertanyaan secara bebas sesuai dengan yang mereka pikirkan atau yang mereka inginkan. Mereka dapat menggunakan jawaban dengan kata-kata mereka sendiri. D. Pengukuran Survey Kepuasan Kerja Mengukur kepuasan kerja dapat digunakan dengan cara: 1. skala indeks diskripsi jabatan (job description index) dalam penggunaannya pegawai ditanya mengenai pekerjaan maupun jabatannya yang dirasakan sangat baik dan yang sangat buruk. Dalam skala mengukur sikap dari lima area, yaitu: 1) kerja, 2) pengawasan, 3) gaji/upah, 4) promosi, dan 5) co-worker. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh pegawai dengan cara menandai jawaban ya, tidak atau tidak ada jawaban. 2. skala kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah (faces job satisfacation scale) skala ini terdiri atas segi gambar wajah-wajah orang mulai dari sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut. Pegawai diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat itu. 3. kuesikoner kepuasan kerja Minnesota (Minnesota satisfaction questionaire) skala ini terdiri atas pekerjaan yang dirasakan sangat tidak puas, tidak puas, netral, memuaskan, dan sangat memuaskan. Pegawai diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya.

9.6. Disiplin Kerja


9.6.1. Pengertian Disiplin Kerja Keith Devis (1985:366) mengemukakan bahwa disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. 9.6.2. Macam-Macam Disiplin Kerja Ada dua macam bentuk disiplin kerja, yaitu:

1. Disiplin preventif
Adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh organisasi. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakan pegawai berdisiplin diri.

2. Disiplin korektif
Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam mematuhi suatu peraturan dan mengarahkannya untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada organisasi. Pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai agar memelihara peraturan yang berlaku yang memberikan pelajaran kepada pelanggar. 9.6.3. Pendekatan Disiplin Kerja Ada 3 (tiga) pendekatan disiplin kerja, yaitu: 1. pendekatan disiplin modern pendekatan disiplin modern, yaitu mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi bahwa:

a. disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman secara fisik, b. melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukuman yang berlaku, c. keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesalahan atau prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya, d. melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah fihak terhadap kasus disiplin. 2. pendekatan disiplin dengan tradisi Yaitu pendekatan dengan cara memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi bahwa: a. disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan, b. disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya, c. pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun kepada pegawainya, d. peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras, e. pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus diberikan hukuman yang lebih berat. 3. pendekatan disiplin bertujuan pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa: a. disiplin kerja harus dapat diterima dan dipakai oleh semua pegawai, b. disiplin bukanlah merupakan suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan perilaku, c. disiplin bertujuan untuk perubahan perilaku yang lebih baik, d. disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap perbuatannya.

9.6.4. Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja Ada beberapa cara pelaksananaan sanksi terhadap pelanggaran disiplin, yaitu: 1. Pemberian peringatan Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu dibeberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah dilakukannya. 2. pemberian sanksi harus segera, pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya agar pegawai yang bersangkutan memahami sanksi pelenggaran yang berlaku di organisasi. 3. pemberian sanksi harus konsisten pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal ini bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan-peraturan yang berlaku pada organisasi. Ketidakkonsistenan pemberian sanksi dapat mengakibatkan pegawai merasa adanya dikriminasi pegawai, ringatnya sanksi, dan pengabaian disiplin. 4. pemberian sanksi harus impersonal pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membedabedakan pegawai tua, muda, pria, wanita, tetapi diberlakukan sama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa disiplin kerja berlaku kepada semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam organisasi.

9.6.5. Teknik-Teknik Pelaksanaan Disiplin Kerja Ada beberapa teknik dalam melaksanakan disiplin kerja, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. teknik pertimbangan sedini mungkin, teknik mendisiplinkan diri, teknik kesediaan penyelia berdisiplin, teknik menegur pegawai primadona, teknik menimbulkan kesadaran diri, teknik sandwich (penyelipan), teknik pencegahan yang efektip.

9.7. Komunikasi Kerja


9.7.1. Pengertian Komunikasi Kerja Komunikasi adalah pemindahan dan pemahaman informasi dari seseorang kepada orang lain (Keith Davis, 1985:458). Komunikasi adalah aktivitas yang menyebabkan orang lain menginterpretasikan suatu ide, terutama yang dimaksudkan oleh pembicara atau oleh penulis (Edwin B. Flippo, 1976:448). Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian, dan pemahaman informasi dari seseorang, tempat atau sesuatu kepada sesuatu, tempat atau orang lain (Andrew F. Sikula, 1981:94). 9.7.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Kerja Ada dua tinjauan faktor yang mempengaruhi komunikasi kerja, yaitu: 1. Faktor dari pihak sender atau komunikator, meliputi: a. keterampilan sender, sender sebagai pengirim informasi, ide, berita, pesan perlu menguasai cara-cara penyampaian pikiran, baik secara tertulis maupun secara lisan.

b. sikap sender, sikap sender sangat berpengaruh kepada receiver. Sender yang bersikap angkuh terhadap receiver dapat mengakibatkan informasi atau pesan yang diberikan menjadi ditolak oleh receiver. Begitu pula sikap sender yang ragu-ragu dapat mengakibatkan receiver menjadi tidak percaya terhadap informasi atau pesan yang disampaikan. Maka dari itu sender harus mampu bersikap meyakinkan receiver terhadap pesan yang diberikan kepadanya. c. pengetahuan sender, sender yang mempunyai pengetahuan yang luas dan menguasai materi yang disampaikan akan dapat menginformasikannya kepada receiver sejalas mungkin. Dengan demikian receiver akan lebih mudah mengerti pesan yang disampaikan oleh sender. d. media saluran yang digunakan oleh sender media atau saluran komunikasi sangat membantu dalam penyampaian ide, informasi atau pesan kepada receiver. Sender perlu menggunakan media saluran komunikasi yang sangat sesuai dan menarik perhatian receiver. 2. Faktor dari pihak receiver, meliputi: a. keterampilan receiver, keterampilan receiver dalam mendengar dan membaca pesan sangat penting. Pesan yang diberikan oleh sender akan dapat dimengerti dengan baik jika receiver mempunyai keterampilan mendengar dan membaca. b. sikap receiver, sikap receiver terhadap sender sangat mempengaruhi efektivitas tindakan komunikasi. Misalnya receiver bersikap apriori, meremehkan, berprasangka buruk

terhadap sender, maka komunikasi menjadi tidak efektip, dan pesan menjadi tidak berarti bagi receiver. Maka dari itu receiver haruslah bersikap positif terhadap sender, sekalipun pendidikan sender lebih rendah dibandingkan dengannya. c. pengetahuan receiver, pengetahuan receiver sangat berpengaruh pula dalam komunikasi. Receiver yang mempunyai pengetahuan yang luas akan lebih mudah dalam mengintrepretasikan ide atau pesan yang diterimanya dari sender. Jika pengetahuan receiver kurang luas sangat memungkinkan pesan yang diterimanya menjadi kurang jelas atau kurang dapat dimengerti oleh receiver. d. media saluran komunikasi media saluran komunikasi yang digunakan sangat berpengaruh dalam penerimaan ide atau pesan. Media saluran komunikasi berupa alat indera yang ada pada receiver sangat menentukan apakah pesan dapat diterima atau tidak untuknya. Jika alat indera receiver terganggu maka pesan yang diberikan oleh sender dapat menjadi kurang jelas dari receiver. 9.7.3. Rintangan-Rintangan Dalam Komunikasi Kerja Menurut Keith Devis (1985:465), ada tiga rintangan dalam berkomunikasi, yaitu: 1. rintangan pribadi, rintangan pribadi yang dimaksud adanya hambatan pribadi yang disebabkan karena emosi, alat indera yang terganggu, kebiasaan yang berlaku pada norma atau budaya tertentu. 2. rintangan fisik, rintangan fisik yang dimaksud adalah terlalu jauhnya jarak tempat berkomunikasi antara sender dan receiver. Dalam hal

ini diperlukan media komunikasi, seperti: telepon, alat pengeras suara, SSB (single side band), dan alat-alat komunikasi lainnya. 3. rintangan bahasa. Rintangan bahasa yang dimaksud adalah kesalahan dalam menginterpretasikan istilah kata. Contoh: kata atos (sunda) berarti sudah, atos (jawa) berarti keras. 9.7.4. Saluran Komunikasi Kerja Menurut Edwin B. Flippo, ada 2 (dua) arah saluran komunikasi, yaitu: 1. Saluran komunikasi pegawai bawahan terhadap atasan. Meliputi: kontak secara tatap muka, pertemuan kelompok pengawasan, pertemuan dengan pimpinan (top management) secara priodik, program speak up dimana pegawai diberikan nomor telepon untuk memanggil, kontak keluhan tanpa nama, pertemuan pegawai dengan pemegang saham setiap tahun, menggunakan prosedur pengaduan, kuesioner mengenai moral, wawancara, kebijakan secara terbuka, perserikatan buruh atau PBSI, the grapevine, ombudsmen and ombudswomen, program penyuluhan pegawai, dan lain-lain. 2. Saluran komunikasi bawahan. yang digunakan atasan kepada

Meliputi: perintah berantai, bulletin dinding dan poster, majalah organisasi, surat kepada pegawai, buku pedoman pegawai, rak informasi, system pengeras suara, pay inserts, the prapevine, laporan tahunan, pertemuan kelompok, perserikatan atau PBSI, dan lain-lain.

9.8. Kepemimpinan
9.8.1. Pengertian Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan kepemimpinan (leadership) adalah gaya seorang pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya. 9.8.2. Pendekatan Kepemimpinan Ada 3 (tiga) pendekatan dalam mempelajari kepemimpinan, yaitu: 1. Traits approach Yaitu dengan menelaah sifat-sifat yang dimiliki seorang pemimpin. 2. Behavior approach Yaitu dengan menelaah apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin, bagaimana ia mendelegasikan tugas-tugasnya, bagaimana ia memotivasi, dan sebagainya. 3. Contingency approach Yaitu situasi yang berkembang berpengaruh tehadap efektivitas kepemimpinan. Dus efektivitas kepemimpinan dipengaruhi oleh situasi dimana kepemimpinan itu dilakukan. 9.8.3. Sumber Wewenang Pemimpin Ada 2 (dua) sumber wewenang pemimpin, yaitu: 1. Top down authority Yaitu wewenang yang berasal dari atasan, 2. Bottom up authority

Yaitu pemimpin dipilih oleh mereka yang akan menjadi bawahannya (pemimpin berasal dari bawah). 9.8.4. Gaya Kepemimpinan (style of leadership) Adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu agar mencapai suatu tujuan tertentu. Ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan, yaitu:

1. the autocratic leader,


gaya kepemimpinan yang terpusat pada pimpinan

2. the participative leader,


gaya kepemimpinan yang mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan.

3. the pree rein leader.


Gaya kepemimpinan yang mendelegasikan wewenang untuk mengambil keputusan kepada bawahan dengan lengkap. 9.8.5. Teori Kepemimpinan Menurut William J. Raddin, ada 3 (tiga) dimensi kepemimpinan (teori 3 dimensi), yaitu: 1. task orientation (orientasi tugas) tipe pemimpin dapat dilihat dari keinginannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. 2. relationship orientation (orientasi hubungan) tipe pemimpin dapat dilihat dari kualitas perhatiannya terhadap hubungan dengan orang lain.

3. efektive orientation (orientasi efektivitas) yang menyebabkan seorang pemimpin yang satu berbeda dengan yang lainnya adalah kemampuannya untuk memperoleh produktivitas yang tinggi. Dus ada pemimpin yang efektip dan tidak efektip. Dari 3 (tiga) dimensi tersebut di atas, William J. Raddin membagi kepemimpinan menjadi 8 (delapan) tipe, yaitu: 1. deserter adalah tipe pemimpin yang kurang memperhatikan tugas maupun terhadap orang-orang yang melaksanakannya. Cara kepemimpinannyha tidak efektip. 2. bureacrat adalah tipe pemimpin yang selalu mentaati prosedur dan peraturan organisasi. Sekali peraturan ditetapkan ia akan mematuhinya, terlepas apakah peraturan itu tepat atau tidak. Gaya kepemimpinan ini hanya mempunyai efektivitas. 3. missionary adalah tipe pemimpin yang hanya berorientasi pada orang yang melaksanakan tugas (orientasi manusia). 4. developer adalah tipe pemimpin yang memiliki orientasi atas efektivitas dan hubungan baik dengan orang lain. 5. autocrat adalah tipe pemimpin yang mempunyai orientasi pada tugas dan kurang perhatian pada orang yang melaksanakannya.

6. benevolent autocrat tipe pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan efektivitas kerja. 7. compromiser adalah tipe pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan hubungan baik dengan orang lain. 8. executive adalah tipe pemimpin yang mempunyai tiga sifat yaitu orientasi pada tugas, hubungan baik, dan efektivitas. Gamabar: teori tiga dimensi dari William J. Raddin
3 4 missionary developer I II 7 compromiser 2 bureacrat III 1 deserter 6 benovolent autoocrat IV autocrat 5 8 executive

orientasi pada hubungan

Orientasi pada tugas 9.8.6. Kriteria Seorang Pemimpin ada beberapa kriteria atau sifat yang berguna bagi seorang pemimpin, yaitu:

1. keinginan untuk menerima tanggung jawab, apabila seorang pemimpin menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan, berarti ia bersedia untuk bertanggung jawab kepada pimpinannya terhadap apa yang dilakukan bawahannya. 2. kemampuan untuk bias perceptive, perception (persepsi) menunjukkan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. 3. kemampuan untuk bersikap objektif, objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau masalah secara rasional, impersonal dan tidak bias. Objektivitas merupakan perluasan dari kemampuan perseptive. 4. kemampuan untuk menentukan prioritas, seorang pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk memilih/menentukan mana yang penting dan mana yang tidak. 5. kemampuan untuk berkomunikasi. kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain. Karena itu pemberian perintah, penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai.

9.9. Komplik Kerja


9.9.1. Pengertian Dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang, yaitu: 1. negatif

dikaitkan dengan sifat-sifat animalistic, kebuasan, kekerasan, barbarisme, destruktif/pengrusakan, penghancuran, irasionalisme, tanpa kontrol emosional, huru hara, pemogokan, perang, dan sebagainya. 2. positif konflik dihubungkan dengan peristiwa petualangan, hal-hal baru, inovasi, pembersihan, pemurnian, pembaharuan, penerangan batin, kreasi, pertumbuhan, perkembangan, rasionalitas yang dialektis, mawas diri, perubahan, dan sebagainya. 3. netral konflik diartikan sebagai akibat biasa dari keanekaragaman individu manusia dengan sifat-sifat yang berbeda dan tujuan hidup yang tidak sama pula (Kartono, 1988:172-173) dari beberapa sudut pandang tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa konflik (asal kata dari con-fligers, conflictum=saling berbenturan) adalah semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi yang antagonistis bertentangan. 9.9.2. Pendekatan Konflik Untuk menangani konflik dikembangkan 3 (tiga) macam pendekatan pemimpin, yaitu:

1. tradisional
menyatakan bahwa konflik itu sifatnya negatif, destruktif, dan merugikan. Karena itu konflik harus dilenyapkan demi kerukunan, dan harmoni hidup.

2. netral atau behavioral


konflik adalah merupakan ciri hakiki tingkah laku manusia yang hidup sebagai built in clement. Konflik bersumber dari perbedaan kodrati masing-masing individu dan kelompok.

3. modern atau interaksionalistis


menganggap konflik itu penting dan perlu dalam kehidupan. Secara eksplisit konflik itu merangsang oposisi. Orang harus mengembangkan manajemen konflik, menstimulir konflik, dan harus bias memecahkannya. 9.9.3. Pengelolaan Konflik Konflik tidak dapat dihindari dan tidak dapat dihilangkan selama manusia masih bersifat dinamis. Oleh karena itu perlu dikembangkan seni mengelola konflik (manajemen konflik) dengan jalan sebagai berikut: 1. membuat standard-standard penilaian, 2. menemukan masalah-masalah kontroversil dan konflik-konflik, 3. menganalisa situasi dan mengadakan evaluasi terhadap konflik, 4. memilih tindakan-tindakan yang tepat untuk melakukan koreksi terhadap penyimpangan dan kesalahan-kesalahan (Kartono, 1988:181) 9.9.4. Alat Manajemen Konflik Alat alat untuk mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam organisasi atau masyarakat luas, antara lain adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. memecahkan masalah melalui sikap kooperatif, mempersatukan tujuan, menghindari konflik, ekspansi dari sumber energi, memperluas/memperlunak konflik, kompromi, tindakan otoriter,

8. merubah struktur organisasi dan struktur individual (Kartono, 1988:184). 9.9.5. Konseling Adalah pembahasan suatu masalah dengan seseorang (pegawai) dengan maksud membantu orang (pegawai) tersebut untuk dapat menangani masalah secara lebih baik.

9.9.6. Fungsi Konseling


Ada beberapa fungsi konseling, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. memberikan nasehat, penentraman hati, komunikasi, pengenduran ketegangan emosional, dan penjernihan pemikiran.

BAB X PEMELIHARAAN (MAINTENANCE)


Menurut Edwin B. Plippo fungsi kelima fungsi operasional kepegawaian adalah fungsi pemeliharaan (maintenance) apa yang telah dibentuk, yaitu suatu pegawai yang efektip dengan kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi. Pemeliharaan (maintenance) pada hakikatnya akan mencakup suatu kelanjutan dari semua fungsi operasional yang telah dibahas sebelumnya. Tetapi walaupun sebagai kelanjutan harus dilakukan usahausaha khusus selain melalui proses-proses komunikasi kerja, integrasi, dan kompensasi, juga program keselamaqtan dan kesehatan kerja dan hubungan. 10.1. Program Keselatamatan dan Kesehatan Kerja A. Pengertian Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan mencakup dua istilah, yaitu resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Kesemua ini sering dihubungakan dengan perlengkapan organisasi/perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari ganggung fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan factor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau ganggung fisik.

B. Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: 1. agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, baik secara fisik, social dan psikologis, 2. agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaikbaiknya, seefektip mungkin, 3. agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya, 4. agar adanya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai, 5. agar meningkat kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja, 6. agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 7. agar setiap pegawai merasa aman dan terlindung dalam bekerja. C. Usaha-Usaha Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Usaha-usaha yang diperlukan dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: 1. mencegah dan mengurangi kecelakaan kebakaran dan peledakan, 2. memberikan perlatan perlindungan diri pegawai yang bekerja pada lingkungan yang menggunakan peralatan yang berbahaya, 3. mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan kerja, penerangan yang cukup terang, dan menyejukkan, dan mencegah kebisingan, 4. mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit, 5. memelihara kebersihan dan ketertiban, dan keserasian lingkungan kerja, 6. menciptakan suasana kerja yang menggairahkan semangat kerja pegawai. D. Sebab-Sebab Terjadinya Kecelakaan Kerja dan Gangguan Kesehatan.

1. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:

a. penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang diperhitungkan keamanannya, b. ruang kerja yang terlalu padat dan sesak, c. pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. 2. Pengaturan udara, yang meliputi: a. pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang berdebu, dan berbau yang tidak mengenakkan), b. suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya, 3. Pengaturan penerangan, yang meliputi: a. pengatur dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat, b. ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang. 4. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi: a. pengaman peralatan kerja yang usang atau rusak, b. penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik, 5. Kontrol fisik dan mental pegawai, yang meliputi: a. kerusakan alat indera, stamina pegawai yang stabil, b. emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara berfikir dan kemampuan persepsi yang lemah, sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko bahaya. E. Pendekatan Sistem Pada Manajemen

DAFTAR PUSTAKA Tohardi, Ahmad.2002.Manajemen Sumberdaya Manusia.Bandung: Mandar Maju. Wasistiono, Sadu, Chabib Soleh, Sayekti, Dety Mulyati, dan Abu Hasan (penyunting).2002.Manajemen Sumberdaya Aparatur Pemerintah Daerah.Bandung: Fokusmedia bekerjasama dengan Pusat Kajian Pemerintahan STPDN. Sulistiyani, Ambar Teguh (ed).2004.Memahami Good Governance, dalam perspektif sumberdaya manusia.Yogyakarta:Gava Media. Hasibuan, Malayu S.P.2002.Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi, Hadari.1995.Pengawasan Melekat, di lingkungan aparatur pemerintah.Jakarta: Erlangga. Soedjatmoko.1986.Dimensi Manusia Dalam Pembangunan.Jakarta: LP3ES. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Manajemen Konpensasi PNS.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Manajemen Purnakarya.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Manajemen Rekrutmen dan Seleksi.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Kebijakan SDM Aparatur Negara.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Sistem Informasi Manajemen.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Psikologi Kepegawaian.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Pengawasan dan Akuntabilitas Kepegawaian.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Analisa Jabatan.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Manajemen Kinerja SDM.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Manajemen Pelatihan.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara. Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.Etika Moral dan Disiplin Pegawai .Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara. Jerome, Paul J.2001.Mengatur Pergantian Karyawan.Terjemahan Ramelan.Jakarta: PPM. Smalley, Larry R.2000.Orientasi dan Pelatihan di Tempat Kerja.Terjemahan Ramelan.Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Kelly, P. Keith.1999.Teknik Pembuatan Keputusan Dalam Tim.Terjemahan Ramelan.Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Tim Dinamis.Terjemahan

Chang, Richard Y.2002.Membangun Ramelan.Jakarta: PPM.

Chang, Richard Y.2001.Sukses Melalui Kerjasama Tim.Terjemahan Ramelan.Jakarta: PPM. Chang, Richard Y & Mark J. curtin.2001.Membangun Mandiri.Terjemahan Martinia Indriadi.Jakarta:PPM. Tim

Oreilly, Ronald.2004.Manajemen Sumberdaya Manusia, 63 kaidah tak terbantah mulai dari merekrut hingga memberdayakan karyawan.Terjemahan Eko Prasetyo Dharmawan dan Hafidz Siregar.Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Jerome, Pauld J.2001.Pembinaan Karyawan Balik.Terjemahan Ramelan.Jakarta: PPM. Melalui Umpan

Morgan, Rebecca L.2003.Melayani Pelanggan Kecewa, tetap efektif dalam kondisi kesal.Terjemahan Fiyanti Osman.Jakarta: PPM. Brock, Susan L & Sally R.Cabbel.2001.Menyusun Buku Pedoman Karyawan, panduan menyajikan informasi kepersonaliaan.Terjemahan Erwin.Jakarta: PPM. Chang, Richard Y & P. Keith Kelly.2003.Langkah-Langkah Pemecahan Masalah, pendekatan rasional, praktis, dan sudah teruji untuk memecahkan masalah.Jakarta: PPM. Brounstein, Marty.2003.Mengatasi Karyawan Bermasalah, mengubah karyawan bermasalah menjadi produktif.Terjemahan Hesti Widyaningrum.Jakarta: PPM. Wolfe, Rebecca Luhn.2001.Office Politics, meraih posisi puncak melalui permainan yang jujur.Terjemahan Eka Herawaty. Jakarta: PPM. Triguno.2003.Budaya Kerja, menciptakan lingkungan yang kondusive untuk meningkatkan produktivitas kerja.Jakarta: PT Golden Terayon Press. Suky, Achmad.2004.Sistem Manajemen Kinerja, performance management system, panduan praktis untuk merancang dan meraih kinerja prima.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. dan Pengembangan Produktivitas

Soeprihanto, John.2001.Penilaian Kinerja Karyawan.Yogyakarta: BPFE. Siagian, Sondang P.2002.Kiat Kerja.Jakarta: Reneka Cipta.

Meningkatkan

Ruky, Achmad S.2003.SDM Berkualitas, mengubah visi menjadi realitas, pendekatan mokro praktis untuk memperoleh dan mengembangkan sumberdaya manusia berkualitas dalam organisasi.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Subri, Mulyadi.2003.Ekonomi Sumberdaya Manusia.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Winardi.2002.Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. .Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Situmorang, Victor M & Jusuf Juhir.1998.Aspek Hukum Pengawasan Melekat, dalam lingkungan aparatur pemerintah.Jakarta: Rineka Cipta. Sedarmayanti.2001.Sumberdaya Manusia Kerja.Bandung: Mandar Maju. dan Produktivitas

Moekijat.1998.Analisa Jabatan.Bandung: Mandar Maju. Kuswadi.2004.Mungkinkah Kepuasan Pelanggan Tanpa Kepuasan Karyawan?, cara mengukut kepuasan karyawan.Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Tunggal, Amin Widjaja.2003.Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Scorecard.Jakarta: Harvarindo. Bacal, Robert.2004.How to Manage Performance, 24 poin penting untuk meningkatkan kinerja, acuan praktis untuk meningkatkan kinerja perusahaan.Terjemahan Jully.Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Ndraha, Taliziduhu.1999.Pengantar Teori Pengembangan Sumberdaya Manusia.Jakarta: Rineka Cipta. Manulang, M & Marihot AMH Manulang.2001.Manajemen Personalia.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Siagian, Sondang P.2003.Manajemen Sumberdaya Manusia.Jakarta: Bumi Aksara.

Siagian, Sondang P.1995.Teori Motivasi dan Aplikasinya.Jakarta: Rineka Cipta. Nawawi, Hadari.2003.Perencanaan SDM, untuk organisasi profit yang kompetitif.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halsey, George D.2003.Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Anda.Terjemahan Anaf S. Bagindo & M. Ridwan.Jakarta: Rineka Cipta. Barthos, Basir.2001.Manajemen Sumberdaya pendekatan makro.Jakarta: Bumi Aksara. Dessler, Gary.1986.Manajemen Dharma.Jakarta: Erlangga. Manusia, suatu Agus

Personalia.Tejemahan

Dessler, Gary.1997.Manajemen Sumberdaya Manusia.Jilid 1.Terjemahan Benyamin Molan.Jakarta: Prenhallindo. Dessler, Gary.1998.Manajemen Sumberdaya ManusiaJilid 2.Terjemahan Benyamin Molan.Jakarta: Prenhallindo. Flippo, Edwin B.1988.Manajemen Personalia.Jilid 1.Terjemahan Moh. Masud.Jakarta: Erlangga. Flippo, Edwin B.1989.Manajemen Personalia.Jilid 2.Terjemahan Moh. Masud.Jakarta: Erlangga. Djatmika, Sastra & Marsono.1979.Hukum Indonesia.Jakarta: Djambatan. Soepomo, Iman.1987.Pengantar Djambatan. Hukum Kepegawaian di

Perburuhan.Jakarta:

Asad, Moh.1986.Psikologi Industri.Yogyakarta: Liberty. Lumsden, Robert J.1990.23 Langkah Menuju Sukses Prestasi.Terjemahan Budi.Jakarta: Binarupa Aksara. dan

Koeswara, E.1989.Motivasi, Angkasa.

teori

dan

penelitiannya.Bandung: Sumberdaya

Wahyudi, Bambang.1991.Manajemen Manusia.Bandung: Sulita.

Donaldson, Les & Edward E. Scannell.1993.Pengembangan Sumberdaya Manusia, panduan bagi pelatih pemula.Terjemahan Moh. Yakub Suyuti & Eno Syafrudin.Jakarta: Gaya Media Pratama. Moekijat.1989.Analisa Jabatan.Bandung: Mandar Maju. Simorangkir, O.P.1988.Etika Jabatan.Jakarta: Aksara Persada Indonesia. Ranupandojo, Heidjrachman & Suad Husnan.1989.Manajemen Personalia.Yogyakarta: BPFE. Swasono, Yudo & Endang Sulistyaningsih.1987.Metode Perencanaan Tenaga Kerja, tingkat nasional, regional dan perusahaan.Yogyakarta: BPFE. Handoko,T. Hani.1988.Manajemen Personalia dan Sumberdaya ManusiaYogyakarta: BPFE. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu.1988.Manajemen Kepegawaian dan Sumberdaya Manusia.Jatinangor: KKBM Ikopin. Arifin, Ramudi (editor).1982.Organisasi dan Manajemen Kepegawaian, suatu pelajaran dasar bagi pegawai koperasi konsumsi. Terjemahan UPT Penerbitan dan Percetakan.Jatinangor: UPT Penerbitan dan Percetakan Ikopin. Simanjuntak, Payaman J.1985.Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia.Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Abdurahman, Edeng H & M. Joko Affandi (penyunting).2002. Wacana Pengembangan Kepegawaian.Jakarta: Badan Kepegawaian Negara.

Campbell, David.1986.Mengembangkan Kreativitas,.Terjemahan A.M. Mangunhardjana.Yogyakarta: Kanisius. Tjandra, Happy Sugiarto.2004.Motiv-8, koleksi motivasi untuk karier dan kehidupan yang lebih baik.Jakarta: Elex Media Komputindo. Syarifudin, Zainal & Hessel Nogi S. Tangkilisan.tanpa tahun.Kinerja Organisasi Publik, manajemen publik untuk menciptakan kota bersih dan nyaman dihuni.Yogyakarta: YPAPI. Hor, Khoo Kheng.2003.Sun Tzus Art of War in Human Resource Management, Sun Tzu dalam manajemen Sumberdaya Manusia. Terjemahan Rudijanto.Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Hardjana, Agus M.1994.Konflik di Tempat Kerja.Yogyakarta: Kanisius. Stewart, Aileen Mitchell.1998.Empowering People, pemberdayaan sumberdaya manusia.Terjemahan Agus M. Hardjana.Yogyakarta: Kanisius. Soepomo, Iman.1993.Hukum Perburuhan, undang-undang peraturan-peraturan.Jakarta: Djambatan. Djatmika, Sastra & Marsono.1987.Hukum Indonesia.Jakarta: Djambatan. Kepegawaian dan di

Musanef.1989.Manajemen Kepegawaian di Indonesia.Jakarta: CV Haji Masagung. Nainggolan, H (penyusun).1987.Pembinaan Sipil.Jakarta: tanpa penerbit. Pegawai Negeri

Moekijat.1989.Perencanaan Sumberdaya Manusia.Bandung: Mandar Maju. Manulang, M.1985.Management Personalia.Jakarta: Ghalia Indonesia. -.1980.PP No. 10 tahun 1979 dan SE BAKN No. 02/SE/1979, tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri sipil dan PP No.

15 tahun 1979 dan SE BAKN No. 03/SE/1980, tentang daftar urut kepangkatan pegawai negeri sipil.Jakarta: Ghalia Indonesia. Prakoso, Djoko.1984.Pokok-Pokok Hukum IndonesiaJakarta: Ghalia Indonesia. Kepegawaian di

Brandon, David & Jones.1990.Tangan dan Karier Anda.Jakarta: Effhar & Dahara Prize. Rain, Riawati (penyusun).1994.Himpunan Peraturan Kepegawaian.Tanjungpinang: FIA UNILAK kelas Tanjungpinang.

.-Undang-Undang RI Nomor: 25 tentang Ketenagakerjaan.Tanjungpinang: Departemen Tenaga Kerja RI, Balai Latihan Kerja Industri Tanjungpinang. Harefa, Andrias.2003.Mematahkan Belenggu Motivasi, membangkitkan energi penggerak sumberdaya manusiaJakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Moekijat.1992.Administrasi Gaji dan Upah.Bandung:Mandar Maju. 90

PROFESIONALISME 1. 2. 3. Menguasai ilmu pengetahuan di bidang tertentu ketekunan mengikuti perkembangan ilmu yang dikuasai. Kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan yang dikuasai berguna kepentingan bersama. Ketaatan dalam melaksanakan dan menjunjung tinggi etika keilmuan kemampuan untuk memahami dan menghormati nilai-nilai sosial yang berlaku di lingkungannya. Besarnya rasa tanggung jawab terhadap Tuhan, bangsa dan negara, masyarakat, keluarga dan diri sendiri atas segala tindak tanduk dan perilaku dalam mengemban tugas berkaitan dengan penguasaan dan penetapan ilmu yang dimiliki

4.

ILMU, AMAL, ETIKA, DAN TANGGUNG JAWAB

BIROKRASI PEMERINTAH ORDE BARU (1967 1999) 1. SANGAT KUAT, 2. SENTRALISTIK, 3. OTORITARIATN, 4. MONOLOYALITAS.

KEKUASAAN DI TANGAN PENGUASA BIROKRASI PEMERINTAH, BUKAN DI TANGAN RAKYAT.


PERUBAHAN PARADIGMA 1. 2. 3. 4. Sentralistik ke desentralistik; Otoritarian ke egalitarian/demokrasi; Kedaulatan negara ke kedaulatan rakyat; Bentuk organisasi besar ke ramping;

5. Rowing (semua dikerjakan sendiri) ke steering (mengarahkan, mengendalikan, dan memberi kebijakan 6. Orientasi kekuasaan negara ke berorientasi pasar. HARUS LAKUKAN REPOSISIONING/REFORMASI, BILA TIDAK AKAN BERMASALAH

MASALAH-MASALAH: 1. Kelembagaan besar didukung aparatur yang kurang profesional, 2. Mekanisme kerja sentralistik, 3. Kontrol terhadap birokrasi masih dilakukan oleh pemerintah, untuk pemerintah, dan dari pemerintah, 4. Patron klien (KKN) hambatan mewujudkan meritrokrasi dalam birokrasi, 5. Tidak jelas dan bahkan cenderungn tidak ada sense of accountability, baikn secara kelembagaan maupun individual, 6. Jabatan birokrasi hanya bersifat menampung pengisian jabatan structural tidak atas kompetensi yang dibutuhkan. PERUBAHAN STRATEGIS (LINGKUP NASIONAL) 1. PELAKSANAAN DEMOKRASI 2. PERUBAHAN SISTEM POLITIK NASIONAL 3. DILAKSANAKANNYA OTONOMI DAERAH. PERUBAHAN MANAJEMEN PEMERINTAH 1. Sarwa negara menjadi berorientasi pasar untuk kepentingan dan ditentukan oleh negara (putting customers first), 2. Otoritarian ke demokrasi (peran rakyat) 3. Sentralisasi ke desentralisasi (perubahan kebijakan, implementasi, dan evaluasi kebijakan), 4. Dipengaruhi oleh tata aturan global.

BIROKRASI KERANJANG SAMPAH (Pernyataan Megawati Sukarno Putri, 11 Pebruari 2002)

KELEMAHAN DAN CACAT PEMERINTAHAN INDONESIA

1. 2. 3. 4. 5.

Perangai yang sombong; Oganisasi yang tambun; geraknya yang lambat; sifat korup; profesionalisme dan produktivitas yang rendah.

ABAD 21 ,MANUSIA TIDAK PERLU BIROKRASI LAGI (Warren Bennis)

1. Birokrasi pemerintah sarat dengan kelemahan (seperti: tidak efisien, mengedepankan struktur hierarkis, bertele-tele dan menyelewengkan tujuan); 2. Birokrasi pemerintah mengidap penyakit inertia (keterbelakangan) dan resistensi (menolak perubahan). DESAKAN PERUBAHAN BIROKRASI 1. Reformasi politik, 2. Sistem ekonomi dunia, 3. otonomi daerah WAJAH APARATUS PEMERINTAH BIROKRASI (Pratikno, 1997) 1. 2. 3. 4. Kecenderungan penyelewengan, Sebagai abdi masyarakat, Aspek inovasi, Aspek budaya,

KINERJA ORANG MELAYU 1. APA TANDA SI ANAK JANTAN

bentuk keperkasaan dan keberanian (baik lakilaki maupun perempuan) 2. MATI DI TENGAH GELANGGANG Gelanggang adalah kehidupan yang meliputi asfek cita-cita, harapan dan pengorbanan serta perjuangan. Artinya tidak boleh berpangku tangan, pekerja keras dan mati bersama citacita, harapan, pengorbanan dan perjuangan. 3. TIDUR DIPUNCAK GELOMBANG Tidur tidak nyenyak karena memikirkan masa depan (anak-anaknya bagi orang tua, agama, bangsa dan negara bagi pemimpin) 4. MAKAN DI TEBING PANJANG Menggambarkan bumi nan subur dan kaya raya; tebing panjang ibarat batas sawah terbentang nan luas, atau tebing pantai yang panjang; dasar laut penuh kekayaan dan sumber rezeki; tidak ada masalah dalam memenuhi keperluan hidup (makan dan minum); jika ada orang miskin di bumi kaya artinya bila tidak malas/tidak bersyukur dengan nikmat, pasti kekayaannya sudah habis dirampok 5. LANGKAH MENGHENTAM BUMI

Sikap teguh, gagah perkasa, berhati baja dan penuh keyakinan; melaksanakan tugas dengan rasa tanggung jawab; melangkah dengan kepastian untuk meraih kesuksesan; kegagalan adalah cobaan bukan mematahkan semangat dan cita-cita. 6. LENGGANG MENGIPAS SEMAK Mampu membedakan antara yang baik dan buruk; Menyingkirkan yang buruk bagaikan menguak air dalam sungai; melakukan kebaikan untuk semua orang, ibarat melalui semak belukar perintis jalan agar yang dibelakang mudah melalui. 7. TANGIS TERBANG KE LANGIT Rindu akan kebenaran; susah senang senantiasa mengadu kepada Tuhan; pasrah dan bermohon dengan linangan air mata hanya kepada Tuhan; taqwa dasar kehidupan; terlanjur berbuat salah segera bertobat; jika susah meneteskan air mata karena kesalahan dan dosa, maka telah terjadi pengikisan nilai yang amat dahsyad. ISAK DITELAN BUMI Tabah dan sabar; tidak mengalah dengan musibah, bencana, malapetaka dan ujian; tidak

8.

terlalu mengharapkan bantuan; menghadapi ujian dengan optimis; tangis tersembunyi dalam benak; penderitaan ditanggung sendiri dalam hati; tidak mudah mengeluh; tegar dalam menghadapi ujian. 9. YANG TAK KENAL KAN AIR MATA Tidak mudah bersedih; tidak ada duka nistafa dalam kehidupan; penuh harapan menghadapi hari esok 10. YANG TAK KENALKAN TUNDUK KULAI Tidak mengalah dalam perjuangan hidup; keteguhan dan keberanian jiwa; bernilai bagi diri dan bangsa; bersemangat dalam menghadapi tantangan. Tanjungpinang, medio Oktober 2004

KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DAN OTONOMI DAERAH *) suhardi mukhlis **)

A. Pendahuluan Pengalaman selama krisis ekonomi menunjukkan bahwa negaranegara seperti Korea, Jepang, Thailand, dan negara-negara lainnya bahkan Singapura tidak terkena imbas krisis padahal negara-negara sekitarnya mengalami krisis yang cukup parah. Bahkan Singapura negara tetangga yang berbatasan langsung dengan propinsi Kepri tidak terkena krisis sama sekali. Mengapa?. Jelas, langsung atau tidak langsung, kualitas sumberdaya manusia mempunyai peran yang paling utama dan menentukan dalam pembangunan ekonomi. Bermacam teori telah coba menjelaskan keterkaitan antara pengembangan sumberdaya manusia, teknologi dan pertumbuhan ekonomi. Kaum klasik yang dipelopori oleh Solow (1957) berpendapat bahwa teknologi dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat eksogen (dari luar) yang datang begitu saja ke dalam proses produksi. Siapapun atau negara manapun memiliki kesempatan yang sama untuk memanfaatkan teknologi dengan pengeluaran rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Dalam perekonomian yang terbuka, hampir semua faktor produksi dapat berpindah tangan secara leluasa dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh setiap negara, maka pertumbuhan semua negara di dunia konvergen, yang berarti kesenjangan akan berkurang. Tetapi dalam kenyataan konvergensi yang diharapkan itu tidak pernah terjadi yang terjadi justru sebaliknya kesenjangan yang semakin melebar antara negara maju dan negara berkembang. ------------------------*) materi disampaikan dalam dialog yang diselenggarakan oleh ikatan pelajar dan mahasiswa Natuna tanggal 12 Desember 2004, **) staf fungsional (lektor) pada sekolah tinggi ilmu sosial dan ilmu politik raja haji tanjungpinang, mahasiswa pascasarjana BKU Kybernologi Unpad Bandung. 1 Melihat kenyataan ini maka berkembanglah pola pikir yang lain, yaitu pertumbuhan endogen (dari dalam system). Inti pola pikir ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemajuan serta dinamisasi ekonomi bersumber dari dalam dan unsur dalam ini diwujudkan dalam bentuk efisiensi dan produktivitas masyrakat.

Sumber pertumbuhan endogen, antara lain dikembangkan oleh Romer (1990), yaitu meningkatnya stok pengetahuan dan ide baru dalam perekonomian yang mendorong tumbuhnya daya cipta dan inisiatif yang diwujudkan dalam kegiatan inovatif dan produktif. Pengembangan teori pertumbuhan endogen ini meningkatkan perhatian yang lebih besar terhadap pembangunan manusia. Apabila pengetahuan baru dan keterampilan terkandung dalam sumberdaya manusia, dan pembangunan ekonomi tergantung pada peningkatan teknologi, pengetahuan dan cara-cara baru dalam proses produksi, maka keberhasilan pembangunan akan ditentukan oleh proses akumulasi dari kualitas sumberdaya manusia (Becker, Murphy dan Tamura dalam Ginandjar Kartasasmita, 1996:266) B. Kualitas Sumberdaya Manusia Indikator kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan masyarakat. Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonomi, diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Tinggi rendahnya kualitas sumberdaya manusia semata-mata tidak dapat diukur dengan angka-angka, tetapi dapat dilihat dari apa yang telah dihasilkannya (produktivitas). Triguno (2003:75) menyebutkan kualitas mempunyai dimensi tergantung pada produk yang diinginkan oleh masyarakat (pelanggan), antara lain seperti kinerja, bentuk, kesesuaian, kekuatan, pelayanan, keindahan, rasa, harga, pemenuhan kebutuhan, kemanusiaan, keamanan, kemampuan dan lain-lain. Dan menurutnya dari dimensi tersebut yang paling penonjol adalah zero defec/tanpa cacat Kualitas sumberdaya manusia dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1) sempurna (terbaik), 2) asal jadi, dan 3) buruk. Makin berkualitas sumberdaya manusia berarti makin minimalnya cacat/cela pada manusia tersebut. 2 Secara rinci penulis susun ukuran kualitas sumberdaya manusia yang sebagai berikut:

Sumberdaya Manusia beriman bertaqwa bermoral terampil profesional tanggung jawab sopan santun ramah membantu menghargai orang lain hormat ingin maju tanggap rasa ikut memiliki mawas diri disiplin semangat/ulet proaktif mandiri positif bersih berwibawa jujur tidak memeras integritas dll

Proses/cara kerja Barang cepat tepat urut murah hemat efisien efektip optimal aman sinergik gotong royong kerjasama koordinatif consensus menyenangkan profesional pasti teknologi tepat guna memimpin dengan keteladanan/motivasi /delegasi wewenang dengan jaminan dll

Produk jasa pasti cepat tepat urut menyenangkan sejuk nyaman aman pelayan-an lain murah dipercaya profesional tanpa pungli dengan jaminan dll

kuat sesuai performanc e konformitas desain menarik pemeliharaan mudah murah awet teknologi tinggi/tepat warna menarik kemasan bagus aman dengan jaminan dll

3 Perlu diingat bahwa besarnya investasi yang dilakukan dalam sumberdaya manusia tidak akan membawa hasil bagi pertumbuhan ekonomi tanpa disertai peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dibutuhkan dan prasarana serta sarana penunjang.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan masyarakat. Tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari besarnya pengeluaran masyarakat dan pemerintah dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Sebagai perbandingan penulis tampilkan data pengeluaran masyarakat dan pemerintah di kawasan Asean dalam bidang pendidikan dan kesehatan sebagai berikut: Negara Pemerintah Kesehatan Indonesia Malaysia Filiphina Singapura Thailand Vietnam 3% 6% 3% 7% 9% Pendidikan 9% 23% 20% 19% 22% Masyarakat Kesehatan 0,7% 1,4% 1,3% 1,3% 1,4% 1,1% Pendidikan 1,7% 5,3% 2,2% 3% 4,2% 2,7%

Dari table di atas, ternyata pengeluaran masyarakat dan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan dan kesehatan paling kecil di kawasan Asean, pantaslah Jalan keluarnya ya dinaikkan. Kenaikan anggaran pendidikan harus diimbangi dengan investasi fisik lainnya (sarana dan prasarana) terutama di daerah-daerah terpencil. Sedangkan dalam bidang kesehatan pemerintah harus melaksanakan program-program kesehatan, obat-obatan dan lain-lain. Sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang ber4 iman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Agar fungsi dan tujuan pendidikan tersebut di atas tercapai, maka pendidikan harus diselenggarakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, 2. sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna, 3. diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan yang berlangsung sepanjang hayat, 4. diselenggarakan dengan memberi teladan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas, 5. diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, 6. diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan yang konsisten terhadap fungsi, tujuan dan prinsip-prinsif akan melahirkan sumberdaya manusia yang unggul dan menurut Inu Kencana Syafiie (2003:39) sumberdaya manusia yang unggul harus meliputi: Etika, logika dan estetika. Dengan etika manusia akan mampu membedakan yang baik dan yang buruk dan akan melahirkan manusia-manusia budiman. Dengan logika manusia mampu membedakan yang benar dan yang salah dan melahirkan seorang ilmuan. Sedangkan dengan estetika manusia dapat membedakan mana yang indah dan mana yang jelek dan inilah yang disebut seniman. C. Otonomi Daerah Secara akademik otonomi daerah dan desentralisasi berbeda, tetapi secara praktis dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Otonomi daerah diartikan sebagai kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan keputusan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Sedangkan desentralisasi diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dus dengan kata lain desentralisasi mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-organ penyeleng5 garaan negara, sedangkan otonomi menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut.

Visi desentralisasi merupakan simbol adanya trust (kepercayaan) dari pemerintah pusat kepada daerah di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Kepercayaan di bidang politik harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya pemimpin pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsip. Sedangkan dibidang ekonomi terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dan di bidang sosial diupayakan menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan di sekitarnya. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah selain otonomi daerah dipandang sebagai instrumen desentralisasi dalam rangka mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa juga otonomi daerah harus didefenisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah, bukan otonomi pemerintah daerah (pemda), juga bukan otonomi bagi daerah. Dus berhasil tidaknya penyelenggaraan otonomi daerah terutama diukur dari derajad keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi tersebut, baik sebagai kesatuan sistem maupun sebagai individu yang merupakan bagian integral yang sangat penting dari system pemerintahan daerah, karena secara prinsip penyelenggaraan otonomi daerah ditujukan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera di daerah yang bersangkutan. Dan menurut Kaho (2002:115) partisipasi masyarakat dapat terjadi pada empat jenjang, yaitu: 1. 2. 3. 4. partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam pemanfaatan hasil, partisipasi dalam evaluasi.

Menurut penulis bagaimana mungkin mengharapkan partisipasi masyarakat pada jenjang-jenjang tersebut di atas, apabila tidak memiliki kualitas sumberdaya manusia.

6 4. Kualitas Sumberdaya Manusia Melayu

Keunggulan sumberdaya manusia melayu sebenarnya sudah dibuktikan sejak tahun 1890-an dengan munculnya karya-karya besar Raja Ali Haji serta lahirnya perkumpulan-perkumpulan pengajian, dan percetakan di pulau Penyengat dan Lingga. Diakui pula pulau penyengat merupakan pusat kebudayaan Melayu dan agama Islam yang utama dengan Raja Ali Haji sebagai sosok dan simbol keunggulan. Sesungguhnya, orang melayu telah memiliki visi dan misi jauh ke depan yang dibuktikan lahirnya karya-karya besar Raja Ali Haji, telah lama mengenal prinsip-prinsip manajemen modern sebagaimana tertuang dalam ungkapan yang patah disuruh menunggu jemuran, yang pekak disuruh menyulut meriam, yang berani dibuat kepala lawan, kalau kaya hendakkan emasnya, kalau alim hendakkan ilmunya. Sebenarnya tidak cukup kuat alasan yang menyatakan persoalan utama otonomi daerah terletak pada kurangnya dan bahkan tidak adanya sumberdaya manusia daerah yang berkualitas. Persoalan Produktivitas sumberdaya manusia seharusnya tidak saja diartikan dengan stratafikasi pendidikan lulusan perguruan tinggi, tetapi mencakup pemberdayaan tenaga dan fikiran secara optimal. Dengan kata lain kesempatan yang Kemauan dan kemampuan. Kemauan dan kemampuan sumberdaya manusia melayu sebenarnya dapat dilihat dari falsafah hidup orang melayu, sebagai berikut: 1. Apa tanda si anak jantan bentuk keperkasaan perempuan) dan keberanian (baik laki-laki maupun

2. Mati di tengah gelanggang Gelanggang adalah kehidupan yang meliputi asfek cita-cita, harapan dan pengorbanan serta perjuangan. Artinya tidak boleh berpangku tangan, pekerja keras dan mati bersama cita-cita, harapan, pengorbanan dan perjuangan. 7 3. Tidur dipuncak gelombang

Tidur tidak nyenyak karena memikirkan masa depan (anak-anaknya bagi orang tua, agama, bangsa dan negara bagi pemimpin) 4. Makan di tebing panjang Menggambarkan bumi nan subur dan kaya raya; tebing panjang ibarat batas sawah terbentang nan luas, atau tebing pantai yang panjang; dasar laut penuh kekayaan dan sumber rezeki; tidak ada masalah dalam memenuhi keperluan hidup (makan dan minum); jika ada orang miskin di bumi kaya artinya bila tidak malas/tidak bersyukur dengan nikmat, pasti kekayaannya sudah habis dirampok 5. Langkah menghentam bumi Sikap teguh, gagah perkasa, berhati baja dan penuh keyakinan; melaksanakan tugas dengan rasa tanggung jawab; melangkah dengan kepastian untuk meraih kesuksesan; kegagalan adalah cobaan bukan mematahkan semangat dan cita-cita. 6. Lenggang mengipas semak Mampu membedakan antara yang baik dan buruk; Menyingkirkan yang buruk bagaikan menguak air dalam sungai; melakukan kebaikan untuk semua orang, ibarat melalui semak belukar perintis jalan agar yang dibelakang mudah melalui. 7. Tangis terbang ke langit Rindu akan kebenaran; susah senang senantiasa mengadu kepada Tuhan; pasrah dan bermohon dengan linangan air mata hanya kepada Tuhan; taqwa dasar kehidupan; terlanjur berbuat salah segera bertobat; jika susah meneteskan air mata karena kesalahan dan dosa, maka telah terjadi pengikisan nilai yang amat dahsyad.

8 8. Isak ditelah bumi

Tabah dan sabar; tidak mengalah dengan musibah, bencana, malapetaka dan ujian; tidak terlalu mengharapkan bantuan; menghadapi ujian dengan optimis; tangis tersembunyi dalam benak; penderitaan ditanggung sendiri dalam hati; tidak mudah mengeluh; tegar dalam menghadapi ujian. 9. Yang tak kenalkan air mata Tidak mudah bersedih; tidak ada duka nistafa dalam kehidupan; penuh harapan menghadapi hari esok 10. Tak kenalkan tunduk kulai Tidak mengalah dalam perjuangan hidup; keteguhan dan keberanian jiwa; bernilai bagi diri dan bangsa; bersemangat dalam menghadapi tantangan. Tanjungpinang, 10 Desember 2004

9 DAFTAR BACAAN

Kaho, Josef Riwu, 2002, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, identifikasi beberapa factor yang mempengaruhi penyelenggaraannya. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. Karim, Abdul Gaffar (Ed). 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta. Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM. Selamat, Muhammad Isa.2001.Gagasan Pembangunan & Kekuatan Jatidiri, Riau Menuju Jalan Puncak.Bengkalis: Pusat Warisan Melayu Riau. Triguno. 2003. Budaya Kerja, menciptakan lingkungan yang kondusive untuk meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta. PT Golden Terayon Press. Wasistiono, Sadu dkk (Peny). 2002. Manajemen Sumberdaya Aparatur Pemerintah Daerah. Bandung. Fokusmedia bekerjasama dengan Pusat Kajian Pemerintahan STPDN. -.2003. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung. Citra Umbara.

analisis sumberdaya pemerintahan by Prof. Dr. Josy Adiwisastra tanggal 27-02-2005 pemerintahan sebagai proses harus punya sumberdaya (SDM, SDA, SD Buatan), perlu dimanaje (merekrut, menempatkan, melindungi sumber) sesuai dengan pelayanan publik. SDM - pri - nsif, tidak semua manusia menjadi SDM, - SDM (Keth Devis) orang-orang yang memiliki kemauan, kemampuan, keterampilan (willing, ebility, & skill) (konseftual, social, skill/teknis). SECARA MAKRO Gizi dan makanan Keamanan Politik, coordinating Dan policy making, Antara departemen Yang berkaitan dengan Pembentukan sdm SDM Warisan Biologik Ekonomi Produksi Pendapatan Industri Nilai Budaya lingkungan alam kebersihan kesehatan pendidikan (informal & dan non formal) fasilitasnya.

MASALAH SDM 1. pertumbuhan sumberdaya manusia lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan kerja; 2. penyebaran SDM tidak merata di wilayah negara; 3. tidak ada link and match antara SDM kebutuhan tenaga kerja; 4. informasi kesempatan kerja terlambat; 5. lemahnya karsa (need for achievement) *) yang rendah; 6. primordialistik. *) need for achiepment=karsa menuju masyarakat berprestasi. FUNGSI MSDM 1. Perencanaan Proses yang sistematis meneliti kebutuhan akan sama untuk menjamin persediaan SDM akan jumlah dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan; 2. Recruitmen dan seleksi Proses penarikan calon pegawai yang memenuhi persyaratan seleksi pemilihan calon pegawai agar lebih memahami persyaratan sesuai dengan kualifikasi jabatan; 3. development (pengembangan) peningkatan kemampuan pegawai dan performance (kinerja) melalui pelatihan, pendidikan dan pengembangan. 4. Reward (balas jasa) Imbalan atas kontribusi pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai. 5. 6. 7. 8. Keselamatan kerja; Kesehatan kerja; industrial relation; penelitian SDM (cascio, managing, human, resources productivity, quality).

1. penarikan,

2. seleksi, 3. pemeliharaan.

You might also like