You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang. Sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah dihasilkan dari usaha pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup. Padahal ketersediaan benih dalam kualitas yang baik dan dengan kuantitas yang cukup akan membawa kegiatan budidaya kakap putih berhasil. Pada bulan april 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan dengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara larvanya secara massal di hatchery.

1.2 Biologi Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi).

Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sebagai berikut: Phillum Sub phillum Klas Subclas Ordo Famili Genus Species : Chordata : Vertebrata : Pisces : Teleostei : Percomorphi : Centroponidae : Lates : Lates calcarifer (Block)

Gambar 1. Ikan Kakap Putih Produksi ikan kakap di Indonesia terutama dihasilkan dari tangkapan nelayan di laut. Kakap putih dapat dipelihara dengan baik dalam perairan payau maupun dalam jaring apung di laut. Ikan ini menjadi komoditas yang sangat menarik untuk usaha budidaya, baik secara kecil-kecilan ataupun skala besar, karena mempunyai harga yang cukup baik. Tingginya harga jual dan permintaan pasar di dalam dan luar negeri menuntut adanya pemenuhan produksi kakap putih.

Ciri-ciri morfologis antara lain adalah: a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar. b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian

punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap. c. Mata berwarna merah cemerlang. d. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus. e. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi. f. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.

BAB II ISI

2.1 Pembenihan 2.1.1 Teknik Pembenihan Rancang bangun rencana pembenihan kakap putih dibuat sedemikian rupa,sehingga semua fasilitas dan perlengkapan harus ditempatkan dengan tepat untuk menunjang kelancaran kegiatan. Fasilitas yang diperlukan untuk pembenihan kakap putih antara lain: kurungan apung untuk pemeliharaan induk, bak pemijahan, bak penetasan telur, bak pemeliharaan larva, bak kultur pakan alami/plankton dan penetasan artemia, bak penampungan air tawar/laut, pompa dan blower beserta instalasinya serta sumber listrik. Pemilihan Lokasi

Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat). Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah: a. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang b. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter. c. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik. d. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm e. Benih mudah diperoleh. f. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau. g. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.

2.2 Pengadaan dan Pemeliharaan Induk Calon Induk dapat diperoleh dari hasil tangkapan di alam maupun hasil penangkaran. Untuk mempercepat pematangan kelamin, calon induk dipelihara di laut dengan menggunakan jaring apung, kepadatan 1 ekor per 1-2 menter per kubik air. Pakan berupa ikan rucah segar diberikan 1 kali sehari dengan jadwal waktu yang tetap. Dosis pakan 5% dari total berat badan per hari, kemudian diturunkan menjadi 1-3% pada saat musim pijah tiba. Pengontrolan kondisi fisik sarana pemeliharaan dilakukan rutin setiap hari, penggantian jaring sebulan sekali untuk mencagah lolosnya ikan, mengurangi Fauling Organisme dan menciptakn suasana yang nyaman serta alami.

Sarana dan Alat Budidaya

1) Sarana dan Alat Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jarring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu: a. Jaring Jaring terbuat dari bahan: - Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar. - Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m - 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan) b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan. - Bahan: Bambu atau kayu - Ukuran: 8 m x 8 m c. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan - Jenis: Drum (Volume 120 liter) - Jumlah: 9 buah.

d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar. - Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg). - Jumlah : 4 buah - Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air e. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor f. Pakan yang digunakan: ikan rucah g. Perahu : Jukung h. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll. 2) Konstruksi wadah pemeliharaan

Gambar 2. Kerangka Rakit

Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.

Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah. Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring (gambar 3).

Gambar 3. Cara Mengikat Jaring

Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Jaring Berbentuk Bujur Sangkar

Untuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Pelampung Diikatkan pada Bambu/Kerangka Rakit

2.3 Seleksi Induk Kriteria induk yang baik untuk dipijahkan :


Induk sehat berwarna kelabu cerah Gerakan aktif Sirip dan sisip lengkap serta tidak cacat Mata berwarna jernih Umur minimal 3 tahun dengan berat badan 2-5 kg/ekor Ukuran diusahakan seimbang

Pemeriksaan tingkat pematangan gonad dapat dilakukan dengan cara stripping atau kanulasi terhadap ikan yang telah dipingsankan dengan Ethylineglicol monophenil ether 200 ppm. Oocyst yang siap dipijahkan berdiameter 0,4-0,5 mm.

2.4 Fasilitas Pembenihan Fasilitas yang diperlukan dalam unit pembenihan kakap putih skala kecil cukup sederhana yaitu pompa, bak penampungan air tawar dan air laut, bak pakan alami,

bak pemeliharaan larva dan bak penetasan artemia, aerator/blower dan perlengkapannya serta peralatan lapangan sebagai penunjangnya. a.Pompa Pompa diperlukan untuk mendapatkan air laut maupun air tawar. Apabila air laut relatif bersih dapat langsung dipompakan ke bak penyaringan dan disimpan dalam bak penampungan air. Jika sumber air laut relatif keruh dan banyak mengandung partikel lumpur, maka air laut di

sedimentasikan dalam bak pengendapan, selanjutnya bagian permukaan air yang relatif jernih di pompa ke bak penyairngan, spesifikasi pomapa hendaknya dipilih dengan baik karena ukuran pompa tergantung pada jumlah air yang diperlukan persatuan waktu, disarankan untuk HSRT dengan kapasitas 3 bak pemeliharaan larva masing-masing dengan kapasitas 10 m3 air, ukuran pompa 1,5 inci. b. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut Bak penampungan air dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Bak terbuat dari semen dan sebaiknya volume bak minimal sama dengan volume bak pemeliharaan larva. Bila tidak ada bak penampungan khusus dapat mengunakan bak pemeliharaan larva yang difungsikan sebagai bak penampungan air, kemudian dialirkan dengan menggunakan pompa submarsibel. c. Bak Pemeliharaan larva Bak pemeliharaan larva dapat terbuat dari semen, fiber glass atau konstruksi kayu yang dilapisi plastik, masing-masing bahan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Ukuran bak dapat dibuat sesuai dengan kemampuan dan target produksi yang ingin dicapai, tetapi disarankan kapasitas/volumenya minimal 10 m3 karena bak dengan volume yang lebih kecil stabilitas suhunya kurang terjamin. Tinggi bak antara 1,2 - 1,5 m, bak yang terlalu tinggi akan meyulitkan dalam pengelolaan sehari-hari. Bentuk bak bisa bulat atau segi empat. Tergantung besarnya dana dan selera. Yang harus diperhatikan dalam hal bentuk dan ukuran bak adalah tidak menyulitkan dalam pengelolaan sehari-hari juga memudahkan

10

sirkulasi air. Bak dengan bentuk bulat, saluran pembuangannya terletak di tengah dengan dasar miring (kemiringan 5%) ke tengah (ke saluran pembuangan). Bak segi empat sebaiknya berbentuk memanjang untuk memudahkan pergantian air dan pada sudut-sudutnya tidak boleh mempunyai sudut mati (sudut yang tajam). Sudut yang tajam akan meyebabkan sirkulasi air tidak sempurna sehingga sisa metabolit dan kotoran lain terkumpul pada sudut bak, disamping itu sudut yang tajam juga akan menyulitkan dalam pembersihan bak. Pada bak dalam bentuk segi empat saluran pemasukan dan pembuangan air diletakkan pada sisi yang berlawanan, pada saluran pembuangan dapat dipasang pipa tegak (pipa goyang) untuk mengatur dan mengontrol ketinggian air. Dasar bak dibuat miring dengan kemiringan 5% agar memudahkan dalam pembersihan bak. Selain itu dinding dan dasar bak harus halus agar tidak mudah ditempeli kotoran,jamur dan parasit serta tidak menyulitkan dalam pembersihan bak. Untuk keperluan pemanenan benih, baik pada bak bentuk bulat maupun bentuk segi empat pada ujung saluran pembuangannya dilengkapi dengan bak berukuran kecil untuk menempung benih yang akan dipanen. Bak pemeliharaan larva memerlukan penutup di atasnya untuk mencegah masuknya kotoran dan benda asing yang tidak dikehendaki serta melindungi bak pemeliharaan dari air hujan. Tutup bak dapat terbuat dari plastik dan sebaiknya berwarna gelap untuk melindungi air/media pemeliharaan larva dari penyinaran matahari yang berlebihan, sehingga mencegah terjadinya blooming plankton pada medium air pemeliharaan larva. Selain itu penutup bak juga dapat mencegah terjadinya fluktuasi suhu yang terlalu tinggi serta dapat menaikkan suhu pada bak pemeliharaan larva. d. Bak Kultur Plankton Plankton (fito dan zooplankton) mutlak diperlukan sebagai pakan bagi pemeliharaan larva kakap putih yaitu saat larva mulai mengambil/membutuhkan makanan dari lingkungannya karena cadangan makanannya yang berupa kuning telur sudah habis. Selain sebagai pakan alami, fitoplankton juga berfungsi sebagai pengendali kualitas air dan pakan bagi kultur zooplankton/rotifer. Bak untuk kultur plankton dapat dibuat dengan konstruksi kayu yang dilapisi plastik, karena

11

volume yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Ukuran bak cukup 2 x 2 x 0,6 meter masing-masing 4 buah untuk kultur fitoplankton dan 4 buah lagi untuk kultur zooplankton (masing-masing bak kultur plankton termasuk bak cadangan). Jumlah dan ukuran bak kultur plankton sebesar itu cukup untuk menyediakan pakan alami satu sikles pemeliharaan (3 bak pemeliharaan larva dengan kapasitas 10 m3). e. Bak Penetasan Artemia Makanan alami lain yang dibutuhkan bagi kehidupan larva adalah Artemia salina. Artemia yang beredar di pasaran umum adalah berupa cyste atau telur, sehinga untuk memperoleh naupli artemia yang siap diberikan pada larva sebagai makanan harus ditetaskan terlebih dahulu. Untuk memperoleh naupli, cyste dapat langsung ditetaskan atau didekapsulasi dahulu sebelum ditetaskan. Bak penetasan artemia dapat terbuat dari fiber glass atau plastic berbentuk kerucut yang pada bagian ujung kerucutnya dilengkapi stop kran untuk pemanenan naupli artemia. Bentuk kerucut merupakan alternatif terbaik karena hanya dengan satu batu aerasi di dasar kerucut dapat mengaduk seluruh air di dalam bak penetasan secara merata, sehinga cyste dapat menetas dengan baik karena tidak ada yang mengendap atau melekat di dasar bak. Volume bak penetasan sebaiknya minimal 25 - 30 liter untuk menetaskan cyste artemia sebanyak 150 - 200 gram. f. Aerator Larva memerlukan oksigen terlarut dalam air untuk proses metabolism dalam tubuhnya, selain itu gelembung udara yan dihasilkan oleh aerator dapat mempercepat proses penguapan berbagai gas beracun dari medium air pemeliharaan larva. Selain pertimbangan harga, aerator sebaiknya

bentuk dan ukurannya kecil, kekuatan tekanannya cukup besar (sampai kedalaman 1 - 1,2 m) serta kebutuhan listriknya kecil. Perlengkapan lain dari aerator adalah batu aerasi, slang aerasi dan penatur aerasi untuk mengatur tekanan udara.

12

2.5 Metoda Pembenihan Pemijahan Dilakukan dengan cara menginduksi hormon LH RH a pada induk jantan dan betina pilihan secara intramuscular dibawah sirip punggung. Penyuntikan dilakukan satu kali (pukul 10.00 pagi) dengan dosis 0,05 mg per kg berat total ikan. Sex ratio pemijahan 1:1, secara normal ikan akan memijah pada malam hari ( 32 jam setelah penyuntikan hormon). Pemijahan induk kakap putih matang kelamin dapat dilakukan dengan 2 metoda, yaitu: 1) Rangsangan Hormonal Pemijahan dengan rangasangan hormonal dilakukan denga penyuntikan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan Puberogen. Penyuntikan dilakukan secara intra muscular sebanyak 2 kali dengan selang waktu antara penyuntikan pertama dan kedua 24 jam. Takaran hormon yang dipergunakan adalah: a. Penyuntikan I : 250 IU HCG + 50 RU Puberogen/kg induk b. Penyuntikan II : 500 IU HCG + 100 RU Puberogen/kg induk 2) Manipulasi Lingkungan Pemijahan ini dilakukan dengan cara manipulasi lingkungan di bak pemeliharaan, sehingga seolah-olah mirip di alam. Perlakuan manipulasi lingkungan yang diterapkan berupa penurunan dan penaikan kedalaman air yang berakibat pula terhadap perubahan suhu dan kadar garam. Pemijahan umumnya dilakukan menurut siklus peredaran bulan, yaitu pada waktu bulan gelap atau bulan purnama. Perubahan-perubahan ini akan merangsang terjadinya pemijahan. Pemijahan biasanya terjadi pada malam hari, antara pukul 19.00 - 20.00 WIB.

2.6 Prinsip Reproduksi Pemilihan Induk Matang Kelamin

Induk kakap putih yang berukuran 3 - 4,5 kg/ekor dipelihara dalam kurungan apung di laut untuk pematangan kelamin. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah segar dengan kandungan protein tinggi dan lemah rendah, disamping itu diberikan pula vitamin E. Penentuan kematangan kelamin induk jantan dilakukan dengan

13

pengurutan bagian perut ikan. Induk jantan yang telah matang kelamin akan mengeluarkan sperma berwarna putih dan tidak encer. Penentuan

kematangan kelamin induk betina denga mengambil contoh telur secara kanulasi, yaitu memasukkan selang plastik bergaris tengah + 1,2 mm ke dalam saluran telur pada kedalaman 6 - 7 cm. Telur yang telah matang umumnya bergaris tengah 0,45 - 0,65 mm, bentuknya sperical dan tidak saling menempel (terurai).

2.7 Teknik Penanganan Telur dan Pemeliharaan Larva 2.7.1 Penetasan Telur Telur yang baru saja dipanen diseleksi, kemudian dipindahkan ke dalam bak penetasan dengan kepadatan telur 50-100 butir/liter air. Masa inkubasi 18 jam, dan larva yang baru menetas memiliki panjang total 1,60 0,04 mm. Telur yang dibuahi dan berkualitas baik akan mengapung dipermukaan air. Sebelum diteteskan, telur perlu direndam dalam larutan Acriflavine 5 ppm selama 1 menit sebagai sebagai desinfektan. Telur ditetaskan di bak penetasan yang sekaligus menjadi bak pemeliharaan larva dengan padat penebaran 60.000 - 100.000 butir/m kadar garam 28 - 30 ppt dan suhu air 26 - 280C. Pada kondisi seperti ini, telur akan menetas dalam waktu 17 - 18 jam dengan tingkat penetasan telur berkisar 80 - 90%.

2.7.2 Pemeliharaan Larva Padat Penebaran

Padat penebaran larva kakap putih tergantung dari umur larva (tabel 1). Tabel 1. Padat Penebaran Larva Kakap Putih No 1 2 3 4 Umur larva Minggu keI II III IV Padat Penebaran (ekor/m3) 60.000 - 100.000 35.000 - 40.000 15.000 - 20.000 6.000 - 10.000

14

Pakan

Jenis dan jumlah pakan yang diberikan untuk larva kakap putih disesuaikan dengan umur larva (gambar 6).

Gambar 6. Skema Pemberian Jenis Pakan Larva Kakap Putih

Pengolahan Kualitas Air

Pengolahan air di bak pemeliharaan larva dilakukan dengan cara penggantian air setiap hari, diusahakan kadar garam dan suhu air berkisar antara 28 - 30 ppt dan 26 - 280C. Banyaknya air yang diganti disesuaikan dengan umur larva (gambar 7).

Gambar 7. Skema penggantian air di bak pemeliharaan larva kakap

Penggolongan Ukuran

Penggolongan ukuran harus dilakukan untuk menghindari pemasangan sesama larva akibat pertumbuhan yang tidak seragam. Penggolongan ukuran dilkukan bilamana larva telah berumur 20 hari dan penggolongan ukuran berikutnya dilakukan setiap 7 hari sekali.

15

Operasional Budidaya 1) Metode Pemeliharaan Bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan pipa pemasukan dan pembuangan air, serta unit aerasi untuk mensuplai oksigen. Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg. Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerangkerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi. Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan. Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.

16

2) Panen Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya. Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan. 3) Penyakit Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dan lain-lain. Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah: a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. 4) Penggolongan Ukuran Penggolongan ukuran harus dilakukan untuk menghindari pemasangan sesama larva akibat pertumbuhan yang tidak seragam. Penggolongan ukuran dilkukan bilamana larva telah berumur 20 hari dan penggolongan ukuran berikutnya dilakukan setiap 7 hari sekali.

Efesiensi Pemeliharaan Setiap kilo bobot induk dapat menghasilkan telur sekitar 0,6-0,76 juta butir. Saat kondisi normal tingkat penetasan mencapai 85%. Tingkat kelulushidupan larva pada umur 15 hari (70-80%) dan pada umur 30 hari (30-50%). Dalam satu tahun bisa dilakukan 8 kali pemijahan, dimana setiap kali produksi membutuhkan waktu kurang lebih 40 hari, dengan produksi benih 5000 ekor/m3, umur 30 hari.

17

Panen Benih Benih kakap putih dapat dipanen setelah berumur 30 - 45 hari untuk dilakukan pendederan (nursery) sebelum dipelilhara ditempat pembesaran. Pendederan dapat dilakukan di kolam air laut maupun dengan kurungan apung di laut.

BAB III RESUME

Kakap Putih bersifat Euryhaline dan Katadromus hidup di perairan tropik dan subtropik Indopasifik Barat. Ikan jantan yang telah mencapai bobot 2-2,5 kg dapat berubah kelamin menjadi betina (Protandry Hermaprodite).

Ciri-ciri morfologis antara lain adalah: a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar. b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap. c. Mata berwarna merah cemerlang. d. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus. e. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi. f. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.

Teknologi Pembenihan 1. Pengadaan dan Pemeliharaan Induk 2. Seleksi Induk 3. Pemijahan 4. Pemanenan dan Penetasan Telur 5. Pemeliharaan Larva dan Benih Efesiensi Pemeliharaan

18

DAFTAR PUSTAKA

http://zry-kartul.blogspot.com/2010/10/pembenihan-kakap-putih.html http://www.agromaret.com/artikel/408/sarana_pembenihan_pembibitan_ikan_kak ap_putih http://www.warintek.ristek.go.id/perikanan/Ikan%20Laut/pembenihan_kakap_put ih_hsrt.pdf http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/30/pembenihan-kakap-putih-latescalcarifer-bloch/ http://melatigroup.com/?p=62 http://www.agromaret.com/artikel/373/teknis_pembenihan_ikan_kakap_putih

19

You might also like