You are on page 1of 21

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING DIPADU DENGAN JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN METAKOGNITIF, HASIL BELAJAR DAN RETENSI

SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 7 MALANG

SKRIPSI

Oleh AZIZUL GHOFAR CANDRA WICAKSONO NIM 107341407345

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI JULI 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini ialah sebagai berikut. 1. Adakah pengaruh strategi Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw terhadap keterampilan metakognitif siswa kelas X SMAN 7 Malang? 2. Adakah pengaruh Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw terhadap hasil belajar biologi siswa kelas X SMAN 7 Malang? 3. Adakah pengaruh Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw terhadap retensi siswa kelas X SMAN 7 Malang?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ialah sebagai berikut. 1. Mengetahui pengaruh strategi Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw terhadap keterampilan metakognitif siswa kelas X SMAN 7 Malang. 2. Mengetahui pengaruh strategi Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw terhadap hasil belajar biologi siswa kelas X SMAN 7 Malang. 3. Mengetahui pengaruh strategi Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw terhadap retensi siswa kelas X SMAN 7 Malang.

D. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini ialah sebagai berikut. 1. Ada pengaruh strategi Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw terhadap keterampilan metakognitif siswa kelas X SMAN 7 Malang. 2. Ada pengaruh strategi Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw terhadap hasil belajar siswa kelas X SMAN 7 Malang. 3. Ada pengaruh strategi Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw terhadap retensi siswa kelas X SMAN 7 Malang.

E. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu dan perbaikan kualitas pembelajaran di kelas. Secara rinci kegunaan penelitian dijabarkan sebagai berikut. 1. Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kesadaran dan keterampilan metakognitif, hasil belajar kognitif dan retensi. 2. Bagi guru, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja dan peran guru sebagai fasilitator, motivator dan mediator di dalam suatu pembelajaran, meningkatkan daya pikir dan kreativitas guru, serta mengembangkan keterampilan dan kecakapan guru dalam mengelola kelas. 3. Bagi sekolah, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan alternatif strategi pembelajaran untuk bidang lainnya sebagai sarana meningkatkan

metakognitif, hasil belajar, dan retensi siswa. 4. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagau acuan dalam mengembangkan kualitas pendidikan, terutama pada proses pembelajaran yang mampu meningkatkan metakognisi, hasil belajar, dan retensi. 5. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam melaksanakan dan mengembangkan penelitian selanjutnya.

F. Asumsi Penelitian Asumsi yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Semua siswa berlaku jujur dan bersungguh-sungguh serta dalam keadaan sehat jasmani dan rohani pada saat mengerjakan pretest dan postest sehingga hasilnya mencerminkan kemampuan siswa yang sesungguhnya. 2. Siswa dianggap memiliki tanggung jawab dan turut aktif dalam pelaksanaan strategi pembelajaran Reciprocal teaching yang dipadu dengan Jigsaw.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini melibatkan satu macam variabel bebas yaitu strategi pembelajaran (Reciprocal teaching yang dipadukan dengan Jigsaw). Variabel terikat yang akan dianalisis dari penelitian ini ialah kesadaran metakognitif, keterampilan metakognitif, hasil belajar biologi, dan retensi siswa. Penjabaran variabel dan indikator secara ringkas disajikan dalam Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Variabel, Indikator, dan Jenis Data
Variabel 1. Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw Indikator a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa b. Guru menggali pengetahuan awal siswa c. Guru meminta siswamembaca/merangkum materi dan menyusun pertanyaan (kelompok asal) d. Guru meminta siswa memprediksi dan mengklarifikasi jawaban serta mendiskusikan materi pelajaran (kelompok ahli) e. Guru menyuruh siswa menjelaskan materi dan merangkum hasil diskusi/pemberian tugas (kelompok asal) f. Guru melakukan penilaian kompetensi siswa a. Menunjukkan penguasaan declarative knowledge (DK) b. Menunjukkan penguasaan procedural knowledge (PK) c. Menunjukkan penguasaan conditional knowledge (CK) d. Menunjukkan kemampuan melakukan planning (P) e. Menunjukkan kemampuan menggunakan information strategies management (IM) f. Menunjukkan kemampuan melakukan comprehension monitoring (CM) g. Menunjukkan kemampuan menggunakan debugging strategies (DS) h. Menunjukkan kemampuan melakukan evaluating (E) Kemampuan siswa dalam memaparkan jawaban atas tes penguasaan konsep biologi. Paparan jawaban yang dimaksud ialah: a. Jawaban dalam kalimat sendiri b. Urutan paparan jawaban runtut, sistematis, dan logis. c. Gramatika atau bahasa d. Alasan (analisis/evaluasi/kreasi) e. Jawaban (benar/kurang benar/tidak benar/tidak ada) a. Mengingat b. Memahami c. Menerapkan Jenis data Nominal

2.

Kesadaran metakognitif

Interval

3.

Keterampilan metakognitif

Interval

4.

Hasil belajar kognitif

Interval

5.

Retensi

d. e. f. a. b. c. d. e. f.

Menganalisis dan mensintesis Menilai Mencipta/berkreasi Mengingat Memahami Menerapkan Menganalisis dan mensintesis Menilai Mencipta/berkreasi

Interval

H. Definisi Operasional 1. Strategi reciprocal teaching yaitu pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan meringkas, menyusun pertanyaan, memprediksi, dan mengklarifikasi materi. Strategi jigsaw merupakan strategi kooperatif dimana siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari dua tipe yang berbeda yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Perpaduan antara strategi reciprocal teaching dan jigsaw merupakan strategi dimana guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa, guru memberi motivasi siswa, guru menggali pengetahuan awal siswa, guru meminta siswamembaca/merangkum materi dan menyusun pertanyaan (kelompok asal), guru meminta siswa memprediksi dan mengklarifikasi jawaban serta mendiskusikan materi pelajaran (kelompok ahli), guru menyuruh siswa menjelaskan materi dan merangkum hasil diskusi/pemberian tugas (kelompok asal), dan guru melakukan penilaian kompetensi siswa. Keterlaksanaan dan evaluasi dari strategi pembelajaran ini diukur dengan tes hasil belajar kognitif. 2. Kesadaran metakognitif didefinisikan menurut Schraw & Dennison (Paidi, 2008) ialah sebagai pengetahuan dan regulasi metakognisi. Pengetahuan metakognisi terdiri dari declarative knowledge, procedural knowledge dan conditional knowledge. Sementara regulasi metakognisi mencakup planning, information management strategies, comprehension monitoring, debugging strategies, dan evaluation. Jadi merupakan kemampuan siswa untuk melakukan self reflection, self monitoring, dan self awareness dari kegiatan belajar yang dilakukan. Sebagai instrumen pengukurnya digunakan butir-butir Metakognitif Awareness Inventory Junior (MAI-Jr), sedangkan dasar penskorannya digunakan contoh pedoman penskoran yang diusulkan Schraw & Denison.

3. Keterampilan metakognitif merupakan sebuah proses regulasi atas kesadaran aktivitas diri sendiri (Brown, 1987 dalam Paidi, 2008). Keterampilan metakognitif dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam memaparkan jawaban atas tes penguasaan konsep biologi yang meliputi penggunaan jawaban dalam kalimat sendiri, urutan paparan jawaban runtut, sistemastis dan logis, gramatika atau bahasa, alasan (analisis/evaluasi/kreasi), serta jawaban yang diberikan benar, kurang benar, tidak benar, atau tidak dijawab sama sekali. Keterampilan metakognitif diukur dengan menggunakan rubrik khusus keterampilan metakognitif yang terintegrasi dengan tes essay yang telah dikembangkan oleh AD. Corebima. 4. Hasil belajar dalam penelitian ini ialah pencapaian belajar siswa yang ditinjau dari ranah kognitif yang diperoleh dari skor hasil belajar siswa (prates dan pascates) melalui tes tertulis dalam bentuk uraian. Ranah kognitif yang digunakan mengacu pada taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl (2000) meliputi kemampuan mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Penskoran hasil belajar kognitif diukur dengan menggunakan rubrik. 5. Retensi adalah kemampuan siswa mengingat materi yang telah siajarkan dalam selang waktu tertentu (Herleny, 1999). Retensi dalam penelitian ini dinyatakan dalam skor tes retensi Biologi siswa yang dilaksanakan tiga minggu setelah pasca tes.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Reciprocal teaching Reciprocal teaching merupakan pendekatan konstruktivisme yang didasarkan pada prinsip-prinsip membuat pertanyaan, mengajar keterampilan metakognitif melalui pengajaran dan pemodelan guru untuk meningkatkan

keterampilan membaca siswa (Slavin, 2000 dalam Warouw, 2009). Doolittle, dkk., (2006) dalam Warouw (2009) mengemukakan bahwa reciprocal teaching adalah strategi yang dapat membantu siswa dalam berpikir dan memahami tentang sebelum, pada saat, dan setelah membaca teks. Reciprocal teaching secara spesifik, merupakan pengajaran timbal balik berdasarkan pada masyarakat yang aktif, interaksi keduanya antara siswa-guru dan siswa-siswa, dimana pengetahuan yang dibangun dari teks yang diberikan dimusyawarahkan di dalam komunitas percakapan dan tidak hanya ditransfer dari guru ke siswa. Terdapat empat strategi dasar dalam reciprocal teaching, apabila diaplikasikan dengan membaca, maka dapat meningkatkan pemahaman dan memungkinkan adanya perolehan informasi yang maksimal oleh siswa dari teks yang telah diberikan. Strategi ini terdiri dari empat aspek sebagai berikut. 1. Meringkas Membuat ringkasan merupakan salah satu strategi dalam memahami suatu bacaan. Menurut Hewwit (1995) dalam Marouw (2009), rangkuman secara umum adalah untuk menyimpulkan dan memantapkan pemahaman belajar (isi dan proses) yang dapat mengkondisikan tumbuhnya konsep atau skemata baru dalam pikiran siswa. Manohar (2010) menyatakan bahwa meringkas informasi penting dari teks membantu siswa mengidentifikasi dan mengintegrasikan informasi yang paling penting dalam teks. panjang kalimat dalam teks hasil ringkasan dapat berbeda antar siswa. teks dapat diringkas dalam kalimat pendek, paragraf, atau antar paragraf secara keseluruhan. biasanya pada saat menggunakan teknik reciprocal teaching, siswa disarankan untuk memulai meringkas pada level kalimat dan paragraf. pada saat mereka telah menguasai teknik ini, mereka akan

cukup cakap untuk melakukan integrasi pada tingkat paragraf maupun antar tema/bagian. Beberapa acuan yang dapat digunakan untuk merangkum, misalnya: (1) informasi penting dari teks, (2) pertanyaan logis yang dapat disusun dari teks, (3) hal yang dapat diingat dan dipelajari dari teks. 2. Menyusun pertanyaan Pertanyaan merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kemampuan berpikir siswa, dan dapat dicapai melalui rangsangan guru berbagai rancangan pertanyaan (Lubliner, 2001 dalam Warouw, 2009). Memberikan pertanyaan dapat memperkuat strategi meringkas yang mampu membawa pembaca untuk meningkatkan pemahamannya pada tingkat yang lebih tinggi. adanya pertanyaan mengharuskan siswa untuk memproses dan

mengidentifikasi informasi yang telah diperolehnya dan menganalisis lebih lanjut (Manohar, 2010). Beberapa aspek yang dapat dijadikan acuan dalam membuat pertanyaan diantaranya ialah: (1) hal atau konsep belum dimengerti dari teks, (2) pertanyaan apa yang dapat diajukan berdasarkan teks yang telah dibaca. 3. Mengklarifikasi Klarifikasi dari berbagai macam keraguan dan pertanyaan mengenai teks dan pada saat membaca sangat penting dalam pemahaman membaca. Hal ini sangat penting ketika bekerja dengan siswa yang memiliki kesulitan dalam memahami bacaan. Jika siswa ditanya untuk menklarifikasi beberapa konsep dalam bacaan, maka perhatian siswa akan tertuju pada fakta bahwa ia tidak sepenuhnya mengerti akan teks. Siswa akan berpikir alasan mengapa ia kesulitan atau gagal dalam memahami teks tersebut (Manohar, 2010). Kondisi ini secara tidak langsung akan meningkatkan metakognitif siswa. Kemampuan siswa dalam mengklarifikasi jawaban dapat diukur dari pross atau tanggapan siswa terhadap kesalahan, yang biasa dilakukan dengan memadai, kemudian merevisi atau menambah jawaban dengan berpedoman pada prinsip dasar konsep yang dipelajarinya dan dapat dilihat dari rumusan bahasanya (Palinscar, 2002 dalam Warouw, 2009). 4. Memprediksi Kegiatan memprediksi merupakan kegiatan yang melatih siswa dalam mengambil keputusan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh siswa, misalnya

dalam memjawab pertanyaan. Kemampuan siswa dalam memprediksi, menurut Palincsar (2002) dalam Marzuqi (2005) tergantung pada kemampuan siswa dalam memahami bacaan, yang merupakan langkah awal dalam kegiatan strategi reciprocal teaching. Ditambahkan pula oleh Hudojo (1983) dalam Marzuqi (2005) bahwa untuk menyelesaikan suatu masalah atau memprediksi jawaban, siswa harus mengetahui dan menguasai pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya, kemudian digunakan dalam situasi baru agar pengetahuannya menjadi lebih bermakna.

B. Strategi Kooperatif Jigsaw Metode Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekanrekan sejawatnya (Arends, 2008: 13 dalam Kuntjojo, 2009). Dalam metode Jigsaw para siswa dari suatu kelas dikelompokkan menjadi beberapa tim belajar yang beranggotakan 5 atau 6 orang secara heterogen. Guru memberikan bahan ajar dalam bentuk teks kepada setiap kelompok dan setiap siswa dalam satu kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda tetapi membahas topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topic tersebut. Kelompok semacam ini dalam metode Jigsaw disebut kelompok ahli (expert group). Pelaksanaan dan implementasi model jigsaw terdiri dari tiga tahap utama. Menurut Slavin (1990) dalam Marzuqi (2005) tahap pertama dari metode jigsaw ialah siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil.

Pembentukan kelompok tersebut dilakukan oleh guru berdasarkan pada pertimbangan tertentu. Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan dalam kelompok seharusnya heterogen, baik dari segi kemampuan maupun karakteristik siswa. Pada tahap kedua, setelah siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang disesuaikan dengan banyaknya materi yang akan disajikan, maka dalam jigsaw ini setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari suatu materi tertentu. Kemudian perwakilan siswa dari masingmasing kelompok bertemu dengan anggota dari kelompok lain yang mempelajari materi sama. Selanjutnya, mempelajari materi dan mendiskusikan setiap masalah yang dijumpainya, sehingga setiap siswa dari perwakilan kelompok dapat

memahami dan menguasai masalah tersebut. Sedangkan pada tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut mendiskusikan bagiannya, siswa kembali ke kelompok asal untuk saling menjelaskan materi yang telah dipelajari pada kelompok ahli ke teman kelompoknya. Hal ini bertujuan agar teman satu kelompok dapat memahami materi yang ditugaskan oleh guru. Menurut Aronson (2011) keuntungan melaksanakan jigsaw ialah proses dalam jigsaw mampu meningkatkan kemampuan menyimak, komitmen, dan empati melalui pemberian bagian yang esensial pada masing-masing kelompok untuk berperan dalam aktifitas akademik. Anggota kelompok harus bekerja bersama-sama ssebagai tim untuk mencapai tujuan utama, masing-masing orang bergantung pada yang lainnya. tidak ada satu pun siswa dapat sukses sepenuhnya kecuali setiap orang bekerja sama dengan baik sebagai tim. disain kooperatif ini memfasilitasi adanya interaksi antara siswa di kelas, menuntun siswa untuk menilai satu sama lain dalam kontribusinya pada tugas atau kegiatan yang diberikan.

C. Perpaduan Reciprocal teaching dengan Jigsaw Strategi reciprocal teaching merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada pemahaman dalam membaca (reading comprehension) yang meliputi empat aspek penting yaitu: meringkas, menyusun pertanyaan, memprediksi dan mengklarifikasi. Dalam implementasinya, strategi reciprocal teaching dapat berjalan dengan baik apabila dilakukan secara kelompok cooperative learning. Salah satu strategi kooperatif yang paling sesuai untuk dipadukan dengan reciprocal teaching ialah model pembelajaran jigsaw. Langkah-langkah (sintaks) pembelajaran strategi reciprocal teaching yang dipadukan dengan jigsaw dijabarkan dalam tabel 2.2. berikut.
Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Strategi Reciprocal Teaching yang Dipadukan dengan Jigsaw.
Kegiatan guru Menyampaikan tujuan belajar Memotivasi dan menggali pengetahuan awal siswa. Langkah-langkah pokok Pendahuluan Kegiatan siswa Mengintervensi masalah yang telah dimiliki atau dialami siswa dalam kehidupan seharihari

Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok yang heterogen. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa Membagikan modul materi & LKS Menyuruh siswa mempelajari materi yang menjadi bagian masing-masing. Menyuruh siswa menyusun pertanyaan Melakukan observasi dan membantu siswa apabila terdapat masalah Setiap siswa yang mendapat materi yang sama diminta duduk dalam satu kelompok. Melakukan observasi dan membantu siswa apabila terdapat masalah

Pembentukan kelompok belajar

Mencari dan mengenal anggota kelompoknya

Belajar dalam Berbagi tugas, setiap siswa kelompok asal I dalam kelompok mendapat (menyusun pertanyaan) penggalan materi yang berbeda untuk dipelajari Membaca/merangkum materi Menyusun pertanyaan yang belum difahami

Belajar dalam kelompok ahli (memprediksi dan mengklarifikasi jawaban)

Memprediksi jawaban pertanyaan siswa lain yang sama materinya (close book) Berdiskusi untuk mengklarifikasi hasil prediksi jawaban (open book) Mendiskusikan materi untuk dijelaskan kepada teman lain (kelompok asal II) Mengajarkan materi yang menjadi tanggungjawabnya kepada teman secara bergantian Merangkum hasil diskusi secara individu Mengerjakan tes secara mandiri

Menyuruh siswa untuk kembali ke kelompok asal Melakukan observasi & membantu siswa bila ada masalah Memberikan tes kognitif, sikap terkait dengan materi dan respons terhadap penerapan strategi pembelajaran

Mengajar dalam kelompok asal II (merangkum)

Penghargaan

(sumber: Adaptasi dari Slavin, 1990; 1995; Arends, 1994; Hewitt, 1995; Nur, 2000;
Palincsar, 2002 dalam Marzuqi, 2005)

D. Metakognitif Metakognitif secara sederhana didefinisikan sebagai berpikir mengenai bagaiamana kita berpikir. Metakognitif mengarahkan kepada proses berpikir tingkat tinggi yang melibatkan control aktif proses kognitif dalam pembelajaran (Livingston, 1997). Menurut Flavell (1976 dalam Presscisen, 2001) metakognitif mengacu pada pengetahuan seseorang mengenai proses-proses dan produk-prosuk kognitif orang itu sendiri. Para siswa harus aktif memantau penggunaan prosesproses pemikirannya dan mengaturnya menurut tujuan-tujuan kognitifnya. Istilah

metakognisi menunjukkan upaya pengendalian kesadaran secara sengaja seseorang kepada proses kognitifnya (Howard, 2004). Keterampilan metakognitif merupakan kesadaran siswa tentang apa yang tidak diketahui dan apa yang diketahui siswa terkait dengan materi pelajaran yang akan dipelajari. Menurut Livingstone (1997) Keterampilan metakognitif menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, karena mencakup kontrol aktif terhadap proses-proses kognitif siswa dalam belajar dan berkaitan dengan kecerdasan. Keterampilan metakognitif pada umumnya dibagi menjadi dua tipe yaitu self-assesmen atau kecakapan mengasses kognisi sendiri dan self-

management atau kecakapan mengelola perkembangan kognitif sendiri lebih lanjut Rivers (2001 dalam Corebima, 2008). Keterampilan metakognitif memungkinkan pencapaian yang baik oleh siswa dalam prestasi belajar dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Keterampilan metakognitif juga memungkinkan siswa untuk berkembang menjadi pebelajar yang mandiri karena mereka dibimbing untuk menjadi manajer bagi diri mereka sendiri, mampu menilai pemikiran, dan pembelajarannya sendiri (Susantini, 2001 dalam Jamaluddin, 2009). Metakognisi berisi pengetahuan metakognisi dan pengalaman

metakognitif. Pengetahuan metakognitif mengacu pada bagaimana seseorang memeroleh pengetahuan tentang proses kognitif, yaitu pengetahuan yang dapat digunakan orang tersebut untuk mengontrol proses kognitifnya. Dalam hal ini metakognitif adalah sesuatu aktivitas abstrak, yang kasat mata dan terkadang tidak disadari telah dimiliki oleh seorang individu karena merupakan proses mental. Sedangkan pengalaman metakognitif adalah hasil langkah dan tahapan olah pikir dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya (regulation).

E. Hasil Belajar Menurut Wittrock (1990) dalam Nur (2008) belajar adalah suatu terminologi yang menggambarkan sebuah proses perubahan melaui pengalaman. Proses tersebut mempersyaratkan perubahan yang relatif permanen berupa sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan, dan keterampilan melalui pengalaman. Sehinnga hasil belajar merupakan perubahan-perubahan dari aspek sikap,

pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Sementara Benjamin Bloom (Anderson et al, 2001), mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 domain atau ranah, yaitu ranak kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual; ranah afektif berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi. Sementara psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif dan keterampilan motorik. Bloom melihat keterkaitan antara komponen atau domain hasil pembelajaran tersebut sebagai contoh untuk mengasilkan kategori kapabilitas atau hasil belajar tersebut sedikit banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor internal seperti pengetahuan prasyarat atau kemampuan awal dari masing-masing kategori belajar yang dimiliki oleh siswa, berkaitan dengan kapabilitas/keterampilan yang sedang dipelajari. Hasil belajar yang lebih ditekankan pada penelitian ini ialah hasil belajar dalam kognitif yang telah diklasifikasikan oleh Bloom dengan revisi dari Andeson dan Krathwohl yang meliputi : mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Menurut Nuryani (2005) dalam Karmana (2010), sub ranah kognitif dideskripsikan sebagai berikut. 1. Mengingat (remember) Mengingat adalah kemampuan menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Ranah ini meliputi aktifitas kognitif: mengenali (recognizing), dan menyebutkan (recalling) 2. Memahami (understand) Memahami merupakan kemampuan mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Ranah ini meliputi aktivitas kognitif: atau menginterpretasikan memberi contoh atau menafsirkan (interpreting),

menunjukkan (classifying),

(exemplifying),

mengklasifikasikan (inferring),

meringkas

(summarizing),

menginferenfi

membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining) 3. Menerapkan (apply)

Menerapkan atau mengaplikasikan merupakan kemampuan menggunakan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Ranah ini meliputi aktifitas kognitif: melakukan (executing), dan menerapkan

(implementing) 4. Menganalisis (analyze) Menganalisis merupakan kemampuan menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antara unsur-unsur tersebut. Ranah ini meliputi aktifitas kognitif: membedakan (deferentiating), mengorganisasi atau mengelompokkan (organizing), dan memberi simbol (attributing). 5. Mengevaluasi (evaluate) Mengevaluasi adalah kemampuan membuat suatu pertimbangan

berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ranah ini meliputi aktifitas kognitif: memeriksa (checking), dan mengkritik (criticuing) 6. Mencipta (create) Mencipta merupakan kemampuan menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan atau melibatkan elemen yang ditempatkan secara bersama-sama untuk membentuk suati koherensi atau fungsi menyeluruh. Prosesproses yang terlibat dalam mencipta secara umum terkoordinasi dengan pengalaman belajar siswa sebelumnya. Meskipun mencipta memerlukan kreatifitas berpikir siswa, hal ini bukanlah ekspresi kreatif yang memiliki kebebasan penuh. Kategori orisinalitas dan keunikan harus lebih ditekankan. Mencipta terkait dengan tiga aktivitas kognitif yaitu: melahirkan atau menghasilkan (producing). (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi

F. Retensi Retensi adalah seberapa banyak pengetahuan yang telah dipelajari dan dapat disimpan dalam memori jangka panjang (Pranata, (2006) dalam Jamaluddin, 2009). Retensi mengacu pada tingkat dimana materi yang telah dipelajari masih melekat dalam ingatan. Menurut Taufik (2011), retensi merupakan salah satu fase dalam tahapan belajar. Dalam tahap ini retensi merupakan proses penyimpanan

pemahaman dan perilaku baru yang diperoleh setelah mengalami proses acquisition (fase menerima informasi). Sedangkan menurut Rose (2007) dalam Jamaluddin (2009) disebutkan bahwa retensi merupakan pengetahuan yang dipelajari oleh siswa yang dapat disimpan dalam memori jangka panjang dan dapat diungkapkan kembali dalam selang waktu tertentu. Retensi memegang peranan yang penting dalam evaluasi proses pembelajaran. Adanya memori yang melekat pada pikiran siswa berkaitan dengan materi belajar menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan telah berhasil dan bermakna bagi siswa. Hal ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh James Dese (1959: 236) dalam Dwiyogo bahwa jika tidak ada retensi, maka proses belajar siswa tidak berlangsung dengan baik dan sebaliknya jika tidak belajar maka tidak akan ada retensi. Lebih lanjut, Chen, dkk (2008) beranggapan bahwa keberhasilan akademik berada pada retensi siswa.

G. Kerangka Berpikir Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, dan relevansi serta efisiensi manajemen

pendidikan dengan tujuan utama yaitu meningkatkan martabat kemanusiaan, spiritual, moralitas bangsa, kecerdasan, dan kecakapan hidup. Indikator keberhasilan pendidikan ialah tercapainya pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) serta tercapainya ketuntasan belajar siswa. Aspek yang menjadi acuan dalam pencapaian keberhasilan pendidikan ialah keterampilan proses dan hasil belajar. Keterampilan proses menyangkut banyak hal, namun salah satu komponen yang penting ialah metakognitif. Metakognitif merupakan aktifitas berpikir tentang bagaimana diri sendiri berpikir dan belajar bagaimana belajar, denga kata lain metakognitif merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berkorelasi dengan kecerdasan dan proses-proses kognitif lainnya. Sedangkan hasil belajar yang menjadi tujuan implementasi kurikulum menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor ditambah dengan retensi yang merupakan pengetahuan yang telah dipelajari dan dapat disimpan dalam memori jangka panjang (long-term memory).

Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda dengan tujuan yang diharapkan, sebagian besar pembelajaran masih di dominasi oleh penjelasan dari guru (teacher centered), strategi pembelajaran yang diterapkan masih bersifat konvensional (tidak menerapkan strategibelajar inovatif), disamping itu, tingkat kesadaran dan keterampilan metakognitif siswa tergolong rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya kemampuan self reflection, self monitoring, dan self awareness siswa yang secara tidak langsung akan mempengaruhi pencapaian hasil belajar dan retensi siswa. Usaha mengatasi kelangkaan dalam dunia pendidikan tersebut dapat dilakukan melalui penerapan suatu inovasi pembelajaran yang berpusat pada siswa serta mampu meningkatkan metakognitif, hasil belajar, dan retensi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan ialah melalui penerapan strategi reciprocal learning yang dipadu dengan jigsaw. Melalui penerapan strategi reciprocal learning yang dipadu dengan jigsaw, diharapkan mampu membangun proses pembelajaran yang memadai, dimana dapat memicu dan meningkatkan aktifitas dan partisipasi siswa, serta keterampilan metakognisi, hasil belajar, dan retensi. Selain itu, upaya pengintegrasikan strategi ini didasari anggapan bahwa dalam setiap strategi terdapat kelemahan, dan diharapkan integrasi strategi ini mampu menutupi kelemahan masing-masing. Secara skematis, kerangka berpikir yang telah dijelaskan tersebut tergambar dalam bagan kerangka berpikir dibawah ini.

Pendidikan nasional mengemban visi dan misi integrasi nasional, martabat kemanusiaan, spiritual, moralitas bangsa, kecerdasan, dan kecakapan hidup

Diterbitkan KTSP sebagai sarana pengemban tujuan pendidikan nasional yang berorientasi pada Contextual teaching and learning dan student centered

Hambatan dalam pembelajaran

Proses pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered)

Keterampilan metakognitif, hasil belajar dan retensi rendah

Solusi alternatif melalui penerapan strategi Reciprocal teaching yang dipadu dengan jigsaw dalam pembelajaran biologi

Hasil belajar kognitif

Kesadaran metakognitif

Keterampilan metakognitif

Retensi

Gambar 21.. Bagan Kerangka Berpikir

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini ialah rancangan penelitian semu atau quasi experiment, karena perlakuan yang diberikan pada variabel bebas dimaksudkan untuk menentukan pengaruhnya terhadap variabel terikat, namun variabel-variabel luar yang berpengaruh tidak dapat dikontrol dengan ketat. Desain penelitian yang digunakan adalah PretestPostest Nonequivalent Control Group Design (Sugiyono, 2003 dalam Karmana, 2010). Rancangan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1. berikut. Tabel 3.1 Rancangan Eksperimen Pretest-Postest Nonequivalent Control Group Design
Kelompok Eksperimen Pretest O1 Perlakuan X Postes O2

Kontrol O3 O4 Keterangan : X = perlakuan (Strategi pembelajaran Reciprocal teaching dipadu dengan jigsaw); O 1 = skor pretest awal kelas perlakuan; O2 = skor postest akhir kelas perlakuan; O3 = skor pretest awal kelas kontrol; O4 = skor postest akhir kelas kontrol.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh siswa kelas X SMAN 7 Malang semester genap tahun pelajaran 2010/2011. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini ialah siswa kelas X-2 dan X-10. Kelas X-2 sebagai kelas kontrol dan kelas X-10 sebagai kelas perlakuan. Jumlah siswa kelas X-2 sebanyak 32 siswa dan kelas X-10 sebanyak 33 siswa. Penentuan kedua kelas tersebut dilakukan dengan melihat karakteristik kelas (rata-rata hasil belajar biologi, aktivitas belajar, dan kemampuan akademik berdasarkan nilai rata-rata UN) yang hampir sama. 3. Variabel

Variabel bebas: strategi pembelajaran (Reciprocal teaching dipadu dengan Jigsaw) Variabel terikat: kesadaran metakognitif, keterampilan metakognitif, hasil belajar kognitif, dan retensi.

C. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) tes penguasaan konsep berupa pertanyaan terbuka (tes uraian) yang digunakan untuk memperoleh data tentang keterampilan metakognitif, hasil belajar kognitif, dan retensi siswa, (2) angket MAI, digunakan untuk mengukur kesadaran metakognitif siswa, (3) rubrik, digunakan untuk mengukur keterampilan metakognitif, hasil belajar, dan retensi siswa. 1. Tes Tes merupakan serangkaian pertanyaan yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur keterampilan metakognisi, hasil belajar kognitif dan retensi siswa. Instrumen tes berupa pertanyaan terbuka (essay) yang berjumlah 7 soal dan mencakup materi kelas X semester genap. Tes diberikan pada waktu sebelum dan

sesudah perlakuan ditambah tiga minggu setelah perlakuan untuk mengukur retensi siswa. Rubrik yang digunakan untuk tes terdiri atas dua macam rubrik, yaitu rubrik untuk keterampilan metakognisi dan hasil belajar kognitif. Sedangkan retensi diukur dengan menggunakan tes yang sama dengan tes hasil belajar kognitif begitu pula dengan rubriknya. Proses pengambilan data untuk retensi dilakukan tiga minggu setelah perlakuan. a. Uji Validitas Tes

1) Validitas Isi Validitas isi dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan kesesuaian antara materi yang diujikan dalam instrumen dengan materi yang tertera dalam kurikulum. Instrumen tes disusun berdasarkan kompetensi, sub kompetensi dan jenjang kognitif yang akan diukur. Validasi isi ditempuh melalui konsultasi dengan tim pembimbing yang dianggap sebagai ahli dan diikuti dengan revisi instrumen. 2) Validitas Konstruk Validitas konstruk dilaksanakan dengan tujuan untuk mengukur aspek berpikir siswa dan domain kognitif siswa. Domain kognitif yang dijadikan acuan untuk validitas konstruk mengacu pada taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl (2000, dalam Karmana, 2010) meliputi kemampuan mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Validasi konstruk ditempuh melalui konsultasi dengan tim pembimbing yang dianggap sebagai ahli dan diikuti dengan revisi instrumen. b. Reliabilitas Tes Uji reliabilitas tes dilakukan untuk mengukur tingkat kepercayaan tes. Reliabilitas berhubungan masalah ketetapan hasil tes atau seandainya hasilnya berubah-ubah, maka perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti (Arikunto, 2003). Pengujian reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut. Ri =

Keterangan : k = rata-rata kuadrat antar subjek

Si2 St2

= rata-rata kuadrat kesalahan = varians total

Kriteria uji mengacu pada Arikunto (2003), sebagai berikut. 0,8 1,0 = sangat tinggi 0,6 0,8 = tinggi 0,4 0,6 = cukup 0,2 0,4 = rendah 0,0 0,2 = sangat rendah 2. Angket MAI Angket MAI digunakan untuk mengukur kesadaran metakognitif siswa. Angket ini diadaptasi dari Straw & Denisson (dalam Paidi, 2008) yang terdiri dari dua aspek yaitu: 1) pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) yang meliputi: declarative knowledge, procedural knowledge, dan conditional knowledge, dan 2) Regulasi metakognitif (Metacognitive Regulation) yang meliputi: planning, information management strategies, comprehension

monitoring, debuging strategies, dan evaluation. Komponen tersebut tercakup dalam 52 butir pernyataan dengan lima alternatif pilihan yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) dengan pengskoran antara satu sampai dengan lima (1-5). Pemberian inventori ini pada siswa dilakukan pada awal perlakuan dan sesudah perlakuan. 3. Rubrik Rubrik digunakan untuk mengukur keterampilan metakognitif siswa. Jawaban subjek terhadap hasil belajar kognitif juga digunakan untuk mengukur keterampilan metakognisi siswa. Rubrik keterampilan metakognitif terintegrasi dengan soal essay yang diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah perlakuan. Rubrik ini terdiri atas 8 skala (0-7). Rubrik keterampilan metakognitif mengacu pada rubrik yang dikembangkan oleh Corebima yang terdiri dari komponenkomponen sebagai berikut. 1) jawaban dengan kalimat sendiri, 2) urutan paparan jawaban runtut, sistematis, dan logis dengan gramatika (bahasa) benar, 3) dilengkapi dengan alasan (analisis/evaluasi/kreasi), dan 4) jawaban (benar/kurang benar/tidak benar).

D. Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut. 1. Memberikan angket kesadaran metakognisi kepada subjek sebelum dan setelah perlakuan pada kelas perlakuan dan kelas kontrol. 2. Melakukan prates untuk mengetahui keterampilan metakognisi dan hasil belajar siswa yang diberikan sebelum perlakuan pada kelas perlakuan dan kelas kontrol. 3. Melaksanakan proses pembelajaran pada kelas perlakuan dengan strategi RTJigsaw. Proses pembelajaran dilaksananan sesuai dengan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 4. Memberikan pascates untuk mengetahui keterampilan metakognitif dan hasil belajar kognitif siswa. Tes ini diberikan setelah semua siswa (kelas kontrol maupun kelas perlakuan) mengikuti serangkaian pembelajaran. 5. Memberikan tes retensi kepada siswa kelas kontrol dan kelas perlakuan untuk mengukur retensi siswa. Pemberian tes retensi dilaksananan tiga minggu setelah perlakuan.

E. Teknik Analisis Data Data hasil penelitian berupa data kesadaran metakognitif, keterampilan metakognitif, hasil belajar kognitif dan retensi. Sesuai dengan rancangan penelitian dan hipotesis, maka data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis kovarian (ANAKOVA). Analisis dibantu dengan Software SPSS for 16.0 Windows dan dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Apabila hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p < 0,05 yang berarti hipotesis 0 ditolak dan hipotesis penelitian diterima), maka proses analisis dilanjutkan dengan uji beda BNT. Sebelum dilakukan analisis kovarian (anakova), dilakukan uji homogenitas menggunakan Levens Test of Equality of Errors Variances (Sastrosupadi, 2007).

You might also like