You are on page 1of 13

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk lebih mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha peternakan perlu diambil langkah-langkah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif di bidang peternakan ; b. bahwa salah satu langkah menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan memberikan kemudahan dalam memperoleh izin usaha serta pendaftaran peternakan rakyat melalui mekanisme dan prosedur perizinan dan pendaftaran usaha peternakan yang dapat menjamin kepastian berusaha di wilayah Kabupaten Malang yang diatur dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824) ; 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) ; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101) ; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102) ; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253) ;
J:\kumpulan perda\PERDA TAHUN 2003\PERDA No. 13 tentang Perizinan dan Pendaftaran Usaha Peternakan.doc

2 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3838) ; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952) ; 8. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup bagi Penanaman Modal ; 9. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 8 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2001 Nomor 8/D) ; 10. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2002 Nomor 4/E). Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara

Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MALANG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

PERATURAN

DAERAH

KABUPATEN

MALANG

TENTANG

PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Malang ; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Malang ; 3. Bupati adalah Bupati Malang ; 4. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati untuk menyelenggarakan perizinan dan pendaftaran usaha peternakan ;

3 5. Dinas adalah aparat pelaksana Daerah yang salah satu tugas pokok dan fungsinya dibidang perizinan dan pendaftaran usaha peternakan ; 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang salah satu tugas pokok dan fungsinya dibidang perizinan dan pendaftaran usaha peternakan ; 7. Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan yang untuk tiap jenis ternak jumlahnya melebihi jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat ; 8. Perusahaan di bidang peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi perusahaan 9. Peternakan pemotongan, rakyat pabrik pakan dan perusahaan yang perdagangan sarana produksi peternakan ; adalah usaha peternakan diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini ; 10. Budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi hasil-hasil ternak dan hasil ikutannya bagi konsumen ; 11. Pembibitan adalah kegiatan budidaya untuk menghasilkan bibit ternak untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual-belikan ; 12. Bibit ternak adalah semua ternak hasil proses penelitian dan pengkajian dan atau ternak yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan dan atau untuk produksi ; 13. Lokasi adalah tempat kegiatan peternakan ; 14. Usaha peternakan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang melaksanakan kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/potong), telor, susu serta usaha rnenggemukkan suatu ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan rnemasarkannya ; peternakan beserta sarana pendukungnya di lahan tertentu yang tercantum dalam izin usaha

4 15. Persetujuan Prinsip adalah persetujuan tertulis yang diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk olehnya terhadap suatu rencana untuk melakukan usaha peternakan dengan mencantumkan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk dapat diberikannya izin usaha peternakan ; 16. Izin Usaha Peternakan adalah izin tertulis yang diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk olehnya untuk memberikan hak dalam melakukan usaha peternakan ; 17. Pendaftaran Peternakan Rakyat adalah pendaftaran peternakan rakyat yang dilakukan oleh Bupati atau Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan ; 18. lzin Perluasan adalah izin tertulis yang diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk olehnya untuk memberikan hak melakukan penambahan jenis dan atau jumlah ternak dalam kegiatan usaha ; 19. Perluasan adalah penambahan jenis dan atau jumlah ternak di atas yang telah diizinkan.

BAB II PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN PETERNAKAN

Pasal 2

(1) Dalam

wilayah Kabupaten Malang, Perusahaan peternakan dengan

skala usaha tertentu dilarang melakukan usaha peternakan tanpa izin dari Bupati ; (2) Perusahaan Peternakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi ketentuan dibidang perizinan usaha yang meliputi Persetujuan Prinsip, Izin Usaha dan Izin Perluasan Usaha Peternakan.

BAB III PERSETUJUAN PRINSIP

Pasal 3

(1) Persetujuan Prinsip diberikan kepada pemohon Izin Usaha Peternakan untuk dapat melakukan kegiatan persiapan fisik dan administrasi termasuk perizinan terkait ;

5 (2) Perizinan terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai berikut : a. Izin Lokasi ; b. Pengurusan hak atas tanah yang digunakan untuk usaha peternakan (bukti hak atas tanah) sesuai dengan ketentuan yang berlaku ; c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ; d. Izin Tempat Usaha/HO ; e. Izin Tenaga Kerja Asing bagi Perusahaan Peternakan yang menggunakan tenaga asing ; f. Izin Pemasangan Instalasi serta peralatan yang diperlukan ; g. Membuat Upaya Kelestarian Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Permohonan Persetujuan Prinsip disampaikan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk ; (4) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, selambat-lambatnya dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja atau jangka waktu yang ditetapkan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, sejak diterimanya permohonan secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda terima telah memberikan persetujuan prinsip ; (5) Persetujuan Prinsip dapat diubah satu kali berdasarkan permohonan pihak pemohon serta mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) ; (6) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan persetujuan atau penolakan permohonan terhadap Persetujuan Prinsip ; (6) Persetujuan Prinsip berlaku selama jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama satu tahun ; (7) Dalam melaksanakan Persetujuan Prinsip, Perusahaan Peternakan wajib menyampaikan laporan kemajuan kegiatannya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk ; (8) Untuk pemberian Persetujuan Prinsip dikenakan biaya Rp. 0,00 (nol rupiah). BAB IV PEMBERIAN IZIN USAHA Pasal 4 (1) Perorangan atau Badan yang melakukan kegiatan usaha peternakan wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya ;

6 (2) Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperuntukkan untuk skala usaha peternakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini ; (3) Untuk memperoleh Izin Usaha, Persetujuan Prinsip lebih dahulu ; Pemohon harus memperoleh

(4) Jangka waktu berlakunya Izin Usaha Peternakan ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dan berlaku untuk seterusnya selama perusahaan peternakan yang bersangkutan melakukan kegiatan usahanya. BAB V PERMOHONAN IZIN USAHA PETERNAKAN Pasal 5 (1) Izin Usaha Peternakan diberikan kepada pemohon yang telah memiliki Persetujuan Prinsip dan siap melakukan kegiatan produksi, termasuk untuk memasukkan ternak ; (2) Permohonan Izin Usaha Peternakan ditujukan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk ; (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja saat diterimanya permohonan izin dimaksud secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda terirna telah melakukan pemeriksaan kesiapan perusahaan untuk berproduksi sesuai dengan pedoman cara budidaya yang baik ; (4) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dilaksanakan, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan telah memenuhi pedoman cara budidaya yang baik dan telah siap melakukan kegiatan produksi kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk ; (5) Selambat-lambatnya dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja atau waktu yang ditetapkan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) atau pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang dibuktikan dengan tanda terima, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk mengeluarkan atau menundanya lzin Usaha Peternakan ; (6) Penundaan pemberian lzin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan apabila pemohon belum memiliki/memenuhi salah satu syarat sebagai berikut : a) Persetujuan Prinsip ; dan atau b) Good Farming Practice ; dan atau c) Upaya Kelestarian Lingkungan Lingkungan (UKL-UPL). dan Upaya Pemantauan

7 (7) Terhadap Perusahaan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) Peternakan diberi kesempatan untuk melengkapi

persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun atau waktu tertentu yang ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sejak menerima surat penundaan ; (8) Apabila kesempatan untuk melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) tidak dipenuhi maka permohonan lzin Usaha Peternakan ditolak ; (9) Apabila pemohon sudah melengkapi persyaratan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (6), maka diberikan lzin Usaha Peternakan ; (10) Penolakan pemberian lzin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) apabila lokasi kegiatan peternakan tidak sesuai dengan lokasi yang tercantum dalam Persetujuan Prinsip ; (11) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10) oleh Kepala Dinas yang tugas dan fungsinya membidangi peternakan sesuai kewenangannya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima surat penolakan yang dibuktikan dengan tanda terima, pemohon dapat mengajukan permohonan banding kepada Bupati dengan tembusan kepada Kepala Dinas.

BAB VI PERLUASAN USAHA

Pasal 6

(1) Perusahaan Peternakan yang telah memiliki lzin Usaha Peternakan dapal melakukan perluasan kegiatan usahanya setelah memperoleh lzin Perluasan Usaha ; (2) Tata cara permohonan dan pemberian Izin Perluasan secara mutatis intiland berlaku sebagaimana ketentuan yang telah diatur dalam tata cara pemberian Izin Usaha Peternakan ; (3) Persetujuan perluasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diperlukan bagi perusahaan peternakan yang menambah jumlah ternak tidak melebihi 30 % (tigapuluh persen) dari jumlah ternak yang diizinkan dalam lzin Usaha Peternakan ; (4) Dalam hal perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (11) disetujui, maka Bupati atau Kepala Dinas mengeluarkan izin perluasan.

8 BAB VII PENCABUTAN IZIN USAHA PETERNAKAN

Pasal 7

(1) lzin Usaha Peternakan dicabut apabila Perusahaan Peternakan : a. tidak melakukan kegiatan peternakan secara nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak dikeluarkannya lzin Usaha Peternakan atau menghentikan kegiatannya selama 1 (satu) tahun berturut- turut ; b. melakukan c. melakukan pemindahan perluasan lokasi tanpa kegiatan memiliki Izin peternakan Perluasan tanpa dari persetujuan terlulis dari pemberi izin ; Pejabat yang berwenang memberi izin ; d. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha peternakan 3 (tiga) kali berturut-turut ; e. memindahtangankan pemberian izin kepada pihak lain tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemberi izin ; f. diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk ; dan atau g. tidak melaksanakan pencegahan, pemberantasan penyakit hewan menular serta keselamatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Tata cara Pencabutan Izin Usaha Peternakan tersebut adalah sebagai berikut : a. diberi peringatan secara tertulis kepada yang bersangkutan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut masing-masing dengan tenggang waktu 2 (dua) bulan ; b. dibekukan kegiatan usahanya selama 6 bulan apabila peringatan tersebut pada huruf a tidak diindahkan ; c. pembekuan Izin Usaha Peternakan dapat dicairkan kembali apabila Perusahaan Peternakan dalam masa pembekuan telah melakukan kegiatan usahanya kembali dan atau melakukan segala ketentuan perizinan usaha ini ; d. apabila batas waktu pembekuan izin usaha peternakan selama 6 (enam) bulan dilampaui, dan perusahaan peternakan tetap tidak melakukan kegiatan sesuai ketentuan dalam pemberian izin usaha maka izin usaha peternakan dicabut.

9 BAB VIII PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT

Pasal 8

(1) Peternakan

Rakyat

sebagai

usaha

peternakan

diselenggarakan

sebagai usaha sampingan dengan jumlah maksimum usahanya untuk tiap jenis ternak wajib melakukan pendaftaran peternakan rakyat ; (2) Jumlah maksimum usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati ; (3) Peternakan Rakyat tidak divvajibkan memiliki Izin Usaha Peternakan ; (4) Bupati atau Kepala Dinas yang tugas dan fungsinya membidangi peternakan sesuai kewenangannya melakukan pendaftaran peternakan rakyat, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja, telah mengeluarkan Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat ; (5) Dalam rangka Pendaftaran Peternakan Rakyat, Bupati atau Dinas yang tugas dan fungsinya membidangi peternakan sesuai kewenangannya melakukan pembinaan terhadap peternak rakyat ; (6) Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat memiliki kedudukan sederajat dengan Izin Usaha Peternakan.

BAB IX KONTRIBUSI IZIN USAHA/TANDA DAFTAR

Pasal 9

Untuk memperoleh Izin Usaha Peternakan atau Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat dikenakan retribusi Rp. 0,00 (nol rupiah).

BAB X KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN

Pasal 10

(1) Perusahaan rakyat ;

peternakan

dapat

melakukan

kemitraan

usaha

peternakan dengan perusahaan di bidang peternakan atau peternakan

10 (2) Perusahaan di bidang peternakan meliputi : a. Perusahaan pemotong hewan, babi dan atau ayam ; b. Pabrik pakan ; c. Perusahaan perdagangan sarana produksi peternakan ; d. Perusahaan pembibitan. (3) Kemitraan usaha dilakukan secara sukarela, saling membantu, saling memperkuat dan saling menguntungkan ; (4) Perusahaan peternakan berfungsi sebagai perusahaan inti sedangkan peternakan rakyat berfungsi sebagai plasma. BAB XI PENGAWASAN USAHA PETERNAKAN Pasal 11 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Izin Usaha Peternakan dan Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat dilakukan oleh Bupati atau Kepala Dinas ; (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung ; (3) Pengawasan langsung berupa kegiatan bimbingan dan pengawasan yang dilakukan di lokasi kegiatan usaha peternakan ; (4) Pengawasan tidak langsung berupa penyampaian laporan kepada pemberi izin usaha oleh perusahaan peternakan yang telah memiliki izin usaha secara tertulis kepada Bupati atau Kepala Dinas ; (5) Perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha Peternakan wajib menyampaikan laporan kepada Bupati atau Kepala Dinas, secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali mengenai kegiatan usahanya. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 12 (1) Perorangan atau Badan yang melakukan kegiatan usaha peternakan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini, sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggitingginya sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) ; (2) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan Penerimaan Daerah ;

11 (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran.

BAB XIII PENYIDIKAN

Pasal 13

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang peternakan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam Pasal ini adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang peternakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang peternakan; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang peternakan ; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang peternakan ; e. melakukan pembukuan, penggeledahan pencatatan, untuk dan mendapatkan bahan lain, bukti serta dokumen-dokumen

melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang peternakan; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang peternakan; i. j. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; menghentikan penyidikan ;

12 k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang peternakan menurut hukum yang bertanggung jawab. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 15

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Malang

Ditetapkan di Malang pada tanggal 8 September 2003

BUPATI MALANG

Ttd.

SUJUD PRIBADI

13 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN

I. PENJELASAN UMUM Sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha peternakan, Pemerintah Daerah perlu mengambil langkah-langkah melalui pemetaan di bidang penyedarhanaan perizinan dan pendaftaran usaha peternakan. Seiring dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka kewenangan pemberian izin usaha peternakan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 merupakan kewenangan Kabupaten/Kota. Dengan adanya kewenangan pemberian izin usaha peternakan yang merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten Malang maka perlu menetapkan Perizinan dan Pendaftaran Usaha Peternakan dalam Peraturan Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten Malang tentang perizinan dan pendaftaran usaha peternakan ini dimaksudkan untuk memberikan landasan yuridis bagi aparatur yang bertugas di bidang pelayanan perizinan, pembinaan dan pengawasan usaha peternakan di Kabupaten Malang dengan tujuan untuk mempermudah dan memberikan kepastian usaha di bidang peternakan. Ruang lingkup Peraturan Daerah Kabupaten Malang tentang perizinan dan pendaftaran usaha peternakan ini meliputi ketentuan mengenai persetujuan prinsip, permohonan izin usaha, izin perluasan usaha perikanan, pendaftaran usaha serta bimbingan dan pengawasannya.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini. Dengan adanya pengertian tentang istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami serta melaksanakan Pasal-Pasal yang bersangkutan, sehingga bagi Wajib Retribusi dan aparatur dalam menjalankan hak dan kewajibannya dapat berjalan dengan lancar dan akhirnya dapat dicapai tertib administrasi. Pengertian ini diperlukan karena istilah-istilah tersebut mengandung pengertian yang baku dan teknis dalam bidang retribusi daerah. Pasal 2 sampai dengan Pasal 15 Cukup jelas

You might also like