You are on page 1of 23

HUKUM UDARA & RUANG ANGKASA

Dosen Pengajar : Prof. Mieke Komar Prof. Endang Saefullah

I. Pengertian/ Definisi Konvensi Chicago 1944, ruang lingkup, prinsip-prinsip: Nationality of aircraft. Airspace sovereignity. Condition to be fulfilled by the aircraft. International corporation & flight operation. Perjanjian induk dan bagaimana mengatur ruang angkasa. Bulan tidak boleh jadi objek, siapa saja boleh kesana (ada aturannya). Prinsip: tidak boleh dikuasai oleh suatu negara. Bagaimana jika pesawat ruang angkasa jatuh ke bumi & tentang penggantian kerugiannya. Registration Convention Pendaftaran pesawat angkasa yang diluncurkan, posisi harus jelas & tepat.

Outer Space Treaty

Liability Convention

II. Hukum Udara dan Ruang Angkasa meliputi dua bidang, yaitu : 1. Hukum Udara, meliputi beberapa kajian ilmu, yaitu : Hukum Udara yang bersifat Publik : Hukum Tata Negara : meliputi Kedaulatan suatu negara Hukum Tata Usaha Negara : meliputi Perijinan, bea cukai, dan lain sebagainya. Hukum Pidana : mencakup Perbajakan, penyelundupan, narkotika, dsb.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

Hukum Udara yang bersifat Privat, meliputi : Pengangkutan udara/air transportasi (aspek tanggung jawab, misalnya : jika terjadi kerugian kepada pihak ke-3) Tanggung jawab produsen / producent liability Asuransi pangan / legal insurance

2. Hukum Ruang Angkasa, meliputi : Hukum Ruang Angkasa yang bersifat Publik, meliputi : Negara : untuk kepentingan riset. Militer : untuk kepentingan perang. Hukum Pengangkutan ruang angkasa Hukum Telekomunikasi : mencakup kontrak perdagangan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual : mencakup paten Asuransi ruang angkasa tiap pemilik satelit diasuransikan Tanggung jawab produsen Tanggung jawab operator

Hukum Ruang Angkasa yang bersifat Privat, meliputi :

Hukum Udara, yaitu hukum yang meliputi : Ruang yang ada partikel udaranya. Selama pesawat udara bisa terbang oleh karena gaya angkat dari udara.

Ruang Angkasa, meliputi : Ruang hampa udara. Mengatur kegiatan manusia di ruang angkasa.

Pembahasan tentang outer space masih dibahas oleh para petinggi yang berwenang. Tanggung Jawab hukum pihak-pihak : Absolute, tanggung jawab pengangkut tidak usah dibuktikan.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

Fanet liability. Presumption of innocent.

Konvensi Warsaw tahun 1929 tentang pesawat udara karena waktu itu sudah ada pembajak dalam pesawat komersial. Konferensi Warsaw tahun 1929 ini diganti menjadi Konvensi Montreal tahun 1999 yang menghasilkan absolute liability yaitu pengangkut bertanggung jawab atas kerugian konsumen/ pengguna. Trend-trend tentang perusahaan penerbangan: 1. American trend : setiap perusahaan bebas berkompetisi. 2. The British trend : menciptakan organisasi internasional untuk mengatur masalah penerbangan. 3. The Canadian trend : men-support usulan Inggris. 4. Trend Australia New Zealand : modifikasi dari The British Trend internasionalisasi untuk perusahaan penerbangan besar (merger). Desember 1941 : lebih kurang 50 negara menandatangani Konvensi Chicago dengan main convention/ produk utama : Chicago convention : hasil Chicago conferention. The entrance agreement on civil. The international air services transit agreement (menghasilkan kesepakatan : dua (2) kebebasan / freedoms agreement). The international air transport agreement (menghasilkan lima (5) kesepakatan/ 5 freedoms agreement) : 1. Fly over Melintas (sekedar lewat). 2. The privilege to land in the totally landing for non traffic purposes technical purposes. Landing tapi bukan untuk tujuan komersil, hanya untuk technical matters/ purposes. Misal jika ada kerusakan, isi bensin, dsb. for mengusulkan

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

3. The privilege to putdown passengers, mail & cargo. Boleh menurunkan penumpang/ kargo. 4. The privilege to pick on the passengers, mail & cargo. Boleh membawa / mengangkut penumpang/ cargo 5. The privilege to pick on the passengers, put down & fly over. Boleh melintas, turun, mengangkut, menurunkan penumpang/ cargo. Ada Negara ke-3, misal pesawat Indonesia landing di Malaysia, disitu boleh mengangkut atau menurunkan penumpang/ cargo lalu membawa kembali penumpang ke tujuan utamanya, misal tujuan ke Inggris & sebaliknya. Yang paling diuntungkan dengan perjanjian ini adalah Negara kecil, contoh Singapura. Airspace freedom (no. 6 & 7) tidak disepakati karena pada hakekatnya adalah modifikasi kesepakatan no. 5 diatas. Istilah dalam Hukum Udara dan Ruang Angkasa Navigation Law/ Air Transportation Law. Istilah ini lebih sempit karena hanya mendefinisikan hukum udara pada aspek transportasi saja (private)/ aeronautical law. Istilah mengenai hukum udara dan ruang angkasa kemudian dibebaskan dari pembatasan asalkan ada argumentasi yang mendukung. FIR = Flight Information Regent. Pendaratan darurat dilakukan di bandara terdekat tapi dengan ijin terbatas, disebut juga ijin sementara. Schedule flight = penerbangan berjadwal. Is series of flight that following of the facilities. Digunakan oleh public. Rute sudah jelas, dilakukan secara regular. Non schedule flight = penerbangan yang tidak berjadwal. Dilakukan secara insidental/ sesekali. International flight.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

Penerbangan dari satu titik di suatu Negara ke Negara lain atau lebih dari satu. Contoh dari Jakarta Ada proses migrasi. Dilihat tujuannya (last destination), Jakarta Batam lewat Singapore : last destination batam Sui generic termasuk penerbangan domestik. GSO hanya ada di 8 negara. rezim hukum khusus untuk GSO (karena masih diperdebatkan apakah masuk ke udara atau ruang angkasa). Hukum Udara & Batasannya GSO : SDA terbatas, tidak bisa dikembangkan. ITU (International Telecomunation Union) spesifik agar tidak ada intervensi. Contoh Indonesia & Tonga, yang satelitnya berdampingan. Indonesia menuntut Tonga karena menggunakan frekuensi yang sama sehingga tidak jelas (tabrakan frekuensi). Tonga bisa menggunakan satelit lain untuk kebutuhan komunikasinya. Tapi tenyata Tonga menjual satelitnya (license-nya) ke perusahaan swasta AS. Prinsip itu ekonomis, efektif, efisien Konvensi ITU tahun 1982 : Peraturan spesifik tentang GSO. Definisi Hukum Udara: Verschhoor (An Introduction to Air Law) (..the body of rules governing the use of airspace & its benefit for general public, & the nations of the world..) atau seperangkat autran/ ketentuan mengenai pemanfaatan ruang udara & kegunaanya untuk penerbangan & kepentingan umum & kepentingan Negara-negara. Ruang udara 90% dipakai untuk penerbangan. Hukum udara tidak hanya mengatur tentang penerbangan karena bisa juga diluar penerbangan. Contoh : polusi udara yang menyangkut aspek lingkungan hidup. mengatur tentang letak GSO secara Thailand Indonesia.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

Hukum udara = seperangkat aturan yang mengatur aktivitas manusia diruang udara. Contoh: hipotheek plane, plane insurance, dll. Yang dominan adalah aktivitas manusia diudara.

Priyatna Abdurasyid hlm. 22-25 inleiding tot des recht the law the force Sekumpulan aturan yang menguasai ruang udara yang mengatur mengenai penerbangan. Ruang udara sangat tergantung pada dinamika ekologi.

Nicholas C Bacht Sekumpulan aturan yang disusun berdasarkan perjanjian Negara-negara.

III. Sumber-sumber Hukum Udara (hlm. 1-8 Priyatna A.) Multilateral Convention/ perjanjian international Chicago convention 1944 Tokyo convention 1963 hampir semua Negara ikut mengatur mengenai kejahatan di pesawat udara.

Bilateral Agreement/ persetujuan bilateral Contoh : Non schedule flight yang bisa dimintakan ijin langsung. Schedule flight : membuat bilateral agreement dengan negara-negara yang akan dilewati. Ada beberapa kebebasan berkenaan dengan bilateral agreement ini, misal : Fly over = hanya melintas lewat. Boleh menurunkan penumpang/ kargo tapi tidak boleh menaikkan penumpang / kargo. Turun/mendarat hanya untuk mengisi bahan bakar. UU No. 15 tahun 1992 hukum udara. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa 6 tentang Penerbangan (Angkutan Udara). Undang-undang ini merupakan ratifikasi perjanjian internasional tentang

Mengatur mengenai asuransi, tanggung jawab pengangkut (misalkan jika seseorang terluka akibat fasilitas yang tidak layak dari suatu penerbangan, maka ia bisa menuntut).

National law masing-masing negara. Contracts between States & Airlines Companies (kontrak antar Negara dengan perusahaan penerbangan). Contracts between Airlines Company, misal : PT Garuda Indonesia masuk aliansi perusahaan penerbangan lalu membuat kebijakan-kebijakan, seperti frequent flier, yaitu jika dalam satu (1) bulan melakukan beberapa kali penerbangan maka akan dapat bonus, seperti reservasi yang bisa didahulukan. General Principle of International Law (prinsip-prinsip Umum Hukum Internasional). Air pollution (polusi udara) diluar ruang lingkup hukum udara tapi diatur dalam konvensi-konvensi lingkungan hidup. Kedaulatan Negara di ruang udara Ps. 1 Konvensi Chicago Negara-negara peserta konvensi mengakui bahwa setiap Negara telah mengakui mempunyai kedaulatan yang lengkap di atas ruang udara di dalam wilayah negaranya. Complete/ penuh: (dari hukum Romawi kuno) Pemilikan seseorang terhadap sebidang tanah, ia punya hak tanpa batas ke atas termasuk darat, laut & diatasnya, kecuali jika dia melanggar ketentuan international. Bersifat mutlak : tidak boleh diganggu gugat. Eksklusif : hanya Negara tersebut yang punya otoritas atau wewenang untuk memanfaatkan wilayah tersebut merupakan suatu otoritas. o Agreement merupakan pantulan/ efek dari kedaulatan. o Eksklusivisme dilatarbelakangi fakta ketika Perang Dunia II Jerman menggunakan wilayah Prancis untuk mengintai.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

Ps 2 bis sev convention Pasca kasus penembakan KAL 77 tahun 1983 di atas wilayah Jepang (komersial plane milik Korea) lewat di Soviet, yang dikira mata-mata oleh Jepang dan langsung ditembak. Jadi jika ada pesawat nyasar prosedur yang harus dilakukan adalah mereka diberi peringatan, dicegat, dipaksa turun/ mendarat, pilot diinterogasi. Hal ini dikarenakan kedaulatan mutlak Negara di atas ruang udaranya sehingga suatu negara bisa menutup ruang udaranya. Misal Indonesia pernah menutup wilayah udaranya bagi Australia. Cabotage = sabotase Tidak boleh dilakukan oleh karena setiap Negara mempunyai kedaulatan yang complete dan eksklusif. Cabotage = menghubungkan 2 titik di satu Negara oleh penerbangan asing tanpa ijin Negara yang bersangkutan untuk komersial flight. Misal Singapore Airlines tujuan Surabaya melewati Bandung, di Bandung dia menaikkan dan menurunkan penumpang tanpa ijin dari Indonesia. Hal inilah yang disebut sabotase dan karenanya dilarang. Penerbangan domestic disabot oleh penerbangan asing. Ruang udara diatas teritorial suatu negara adalah eksklusif. Sabotase dilarang karena menimbulkan kerugian baik dari segi ekonomi maupun keamanan. Hukum laut tidak mengenal sabotage, karena di laut terdapat laut bebas. Sovereignity = kedaulatan Negara = bicara mengenai control yurisdiksi politik. Sovereign right = tidak ada control tapi hak untuk memanfaatkan Sumber Daya Alam-nya. Contoh : Indonesia punya sovereign right di ZEE tapi kita tidak boleh memiliki, oleh karena perairannya adalah perairan internasional. Tidak ada sovereign right untuk diatas ruang udara Negara manapun.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

Cabotage kaitannya bukan dengan service penumpang, tapi dengan hak melintas, oleh karenanya mengikat suatu Airlines. Bin Cheng Scope (lingkup) Chicago Convention, yaitu: a. Personal Scope Siapa saja yang terikat dengan konvensi ini, yaitu 1. Berlaku bagi Negara yang menandatangani (contracting states). 2. Untuk Negara peserta convension = original member. 3. Negara yang mengikatkan diri menjadi orginal member. Misalkan dahulu Belanda membuat PL (waktu menjajah Indonesia) maka setelah Indonesia merdeka tidak otomatis mengikuti PL tersebut. b. Geographical Scope Delimitasi Pasal 2, Ruang Udara konvensi ini berlaku bagi setiap Negara dan di atas teritorial termasuk wilayah udara, daratan, lautan, sungai, danau suatu negara berlaku Convensi Chicago. Wilayah udara di laut bebas, berlaku kedaulatan dengan bendera/ kebangsaan pesawat yang ada yang terbang di atas laut lepas. Contoh kasus : kapal/ pesawat berbendera Singapura, terjadi pembunuhan, pelakunya WNI, korbannya warga Afrika. Hukum mana yang dipakai? Dilihat dari sudut pelaku, maka hukum Indonesia yang berlaku. Namun dilihat dari sudut perdata dari yg terdekat ke tempat kejadian. c. Material Advance scope Pasal 3 & 4 mengatur mengenai pengertian state aircraft dan yang tidak termasuk state aircraft atau civil. teritorial consent to be bound by treaty. Negara yang baru merdeka dari negara induk sebelumnya tidak otomatis

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

Secara fungsional Chicago Convention mengatur tentang pesawat udara sipil, pesawat udara Negara tidak diatur. Scope material Konvensi ini hanya mengatur aircraft. Sebab materialnya adalah dampak pengertian a contrarium yang tidak termasuk state aircraft, dan berarti civil aircraft yang diatur. State : terbatas karena ada definisi. Sipil : luas dan tidak terdefinisi.

Inti dari pokok bahasan HURA Bin Cheng hal 137-141 adalah keberdukung ruang udara Indonesia di dunia internasional. IV. Tanda, Dokumen, Sertifikat, dan Izin (Konvensi Chicago) Artikel 20 CC (Chicago Convention) Artikel 34 CC pesawat udara yang terikat dengan CC harus memakai tanda kebangsaannya serta tanda pendaftarannya. setiap pesawat harus memiliki dokumen tentang catatan perjalanan dan awak pesawatnya dari waktu ke waktu berdasarkan artikel 29 CC, semua dokumen yang disesuaikan dengan konvensi dinamakan: 1. Sertifikat pendaftaran. 2. Sertifikat kelayakan terbang. 3. Izin bagi awak pesawat. 4. Catatan perjalanan. 5. Izin penggunaan pesawat radio. 6. Daftar nama penumpang, tempat embarkasi, dan tujuan akhirnya. 7. Pernyataan secara detail isi kargo dan surat muatan. Artikel 39 CC Artikel 40 CC Artikel 41 CC Artikel 42 CC tentang sertifikat atau izin yang dibenarkan. keabsahan dari sertifikat dan izin yang dibenarkan. pengakuan adanya standar kelayakan terbang. pengakuan adanya standar kompetensi personel.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

10

V. Taat kepada peraturan penerbangan CC terbentuk dengan tujuan agar peraturan tentang penerbangan ditaati oleh Negara peserta. Kedaulatan setiap Negara peserta untuk menegakkan hukum dan peraturannya didalam dan diatas wilayahnya. Hukum dan peraturan tersebut termasuk: Peraturan udara secara umum (art.11) Peraturan udara secara khusus (art.12) Penggunaan pemancar radio (art. 30) Peralatan fotografi (art. 36) Penerbangan oleh pilot (art. 8) Rute yang harus diikuti (art. 5 & 8) Area terlarang (art. 9) Kebiasaan, imigrasi, dan peraturan yang sehat (art. 10, 13, 14, 16, 22, 23, 24, & 27) Pencarian pesawat (art. 16) Penggunaan bandara dan fasilitas navigasi udara lainnya (art. 15 & 68) Muatan komersil (art. 5, 6, & 7) Pembatasan kargo (art. 35) Dokumen, sertifikat, izin (art.13,16,20,22,23,29-34 & 39-42) Pemeriksaan dokumen (art.16) Pelanggaran terhadap penerbangan sipil (art. 4) Pesawat kenegaraan (art.3)

Chicago convention 1944 mengatur air navigation sebagaimana operator & penumpang. khususnya ketika berada di teritori Negara lain. hak masuk & transit diatur pasal 5. 1. Larangan Untuk Instrument Penerbangan Pasal 3 (c) : pesawat terbang suatu Negara tidak boleh terbang diatas teritorial negara lain tanpa otorisasi dari persetujuan khusus.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

11

Pasal 3 (d): dalam pembuatan peraturan untuk pesawat terbang suatu Negara, mereka harus hormat terhadap air navigation untuk pesawat terbang sipil. Pasal 8 : pesawat terbang tidak boleh terbang diatas teritorial negara lain tanpa pilot yang mempunyai otorisasi khusus. Setiap Negara harus mengasuransikan/ memberikan jaminan pesawat yang terbang di daerah bebas untuk pesawat terbang sipil demi mengurangi bahaya bagi pesawat terbang sipil.

2. Larangan Terbang dan Hak Untuk Terbang 2.1. Larangan Berdasarkan Pada Tipe Operasi 1. Pasal 4: setiap Negara setuju untuk tidak menggunakan penerbangan sipil yang tidak sesuai dengan tujuan konvensi ini. Pesawat terbang harus terdaftar jika berhubungan dengan commercial Non-scheduled flights. 2. Pasal 5 (b) : subjek tidak hanya harus tunduk pada peraturan konvensi ini, tetapi juga otoritas suatu Negara untuk mengeluarkan/ melarang penerbangan cabotage (yg diatur dalam pasal 7) dan sebagai tambahan, otoritas/ hak tersebut untuk menentukan peraturan, keadaan, atau batasan yang dianggap sangat diperlukan (sesuai dengan pasal 5 (b)). 3. Pasal 6 : tidak ada scheduled international air service yang bisa digerakkan diatas teritorial Negara lain, dari Negara lain itu, dan sesuai dengan peraturan dari izin & otoritas tersebut. 4. Pasal 7 : disediakan peraturan suatu Negara untuk menolak sabotage. 5. Pasal 35 : melarang pembekalan senjata untuk perang atau peralatan perang, didalam negara yang terlibat pada perjanjian navigasi udara kecuali ada izin dari Negara tersebut. Setiap Negara harus menentukan dengan peraturan mengenai apa saja yang termasuk senjata perang berdasarkan ini, guna memberikan pertimbangan, dengan maksud untuk keseragaman, & merekomendasikan bagi organisasi penerbangan sipil dari waktu ke waktu. Setiap Negara berhak (untuk alasan keamanan) untuk mengatur & melarang pembawaan diatas teritorial senjata perang; menetapkan bahwa tidak ada perbedaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa 12

antara pesawat terbang nasional yang tergabung dalam international navigation & pesawat terbang dari Negara lain yang juga terlibat. 2.2. Larangan Terhadap Geographical Character Pasal 5 : Negara mengubah hak tertentu untuk masuk & transit dari Non-scheduled flights, bagi pesawat terbang yang terdaftar antara Negara pembuat perjanjian (contractus states). Setiap Negara meskipun mempunyai peraturan untuk alasan keamanan dari pesawat terbang, membutuhkan pesawat terbang untuk melakukan penerbangan diluar teritorinya yang mana tidak dapat didatangi atau tanpa cukup fasilitas navigator udara untuk mengikuti penentuan rute, atau untuk mendapat izin khusus untuk penerbangan. Bila Negara mengizinkan Negara lain untuk transit diatur dalam pasal 68 : Setiap Negara bisa menggambar rute untuk diikuti dimana terdiri dari pelayanan udara internasional & Bandar udara dimana beberapa pelayanan masih digunakan. Diatur pasal 5 : transit nonstop dari oleh pesawat terbang terdaftar dari suatu Negara melewati teritorial Negara lain, ketika berhubungan dengan non-scheduled flight, penerbangan kenegaraan. Dalam pasal ini juga diatur landing di pasal 10 konvensi ini, yang akan mendarat, dengan pengecualian bahwa pesawat negara yang terbang melintasi untuk mendarat jika diperlukan dan berangkat dari airport-airport pabean. Kecuali untuk kasus dibawah syarat/ ketentuan dari konvensi ini atau otoritas khusus, dimana pesawat terbang diizinkan untuk melintasi wilayah/ territorial dari suatu Negara, harus (jika peraturan Negara itu membolehkan) mendarat di airpot yang ditunjuk oleh negara tersebut untuk keperluan pabean dan pemeriksaan lainnya. Dalam hal pemberangkatan dari teritorial suatu Negara, pesawat terbang tertentu harus berangkat dari bandara pabean yang sama. Keadaan yang ada tentang bandara pabean yang ditunjuk harus dipublikasikan oleh Negara dan dikirim kepada ICAO untuk komunikasi pada Negara lainnya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

13

Pasal 9 konvensi ini memberikan kuasa kepada contracting state untuk mendirikan areal larangan, yaitu: a) Masing-masing contracting state dapat, untuk keperluan militer/ keamanan public memberlakukan pembatasan/ larangan yang dikenakan kepada pesawat terbang dari Negara lain untuk terbang melintasi daerah-daerah tertentu di wilayah teritorinya. Area/ daerah-daerah tertentu yang dilarang harus memiliki alasan & lokasi tertentu. Jadi peraturan penerbangan tidak bisa mencampuri bila tidak benar-benar diperlukan. Penggambaran dari daerah terlarang dalam wilayah Negara peserta, seperti juga pergantian untuk berikutnya harus dikomunikasikan secepatnya kepada Negara peserta lainnya dan ICAO. b) Setiap Negara peserta juga menyediakan peraturan dalam keadaan darurat, atau untuk kepentingen keamanan public, dan dengan akibat, cepat, sewaktu-waktu untuk membatasi larangan melintasi seluruh atau sebagian wilayahnya, dalam kondisi bahwa pembatasan atau pelarangan harus diterapkan tanpa perbedaan kebangsaan pesawat negara lain. c) Setiap Negara peserta, berdasarkan aturan yang telah dituliskan untuk kebutuhan pesawat untuk memasuki area yang telah disebutkan di praragraf a & b diatas sebagai akibat dari pendaftaran segera dapat dipraktekan di bandara yang berada di dalam wilayahnya. 3. Masuk & keluarnya pesawat Pasal 10 : tentang pendaratan & kebiasaan pemberangkatan bandara. Pasal 13 : Hukum & peraturan dari Negara peserta tentang izin masuk/ pemberangkatan dari wilayahnya mengenai penumpang, awak, atau kargo pesawat, contohnya peraturan yang berhubungan dengan masuk, izin, imigrasi, pasport, kebiasaan, dan karantina, harus cocok dengan atau atas nama penumpang, awak, dan kargo yang masuk atau pemberangkatannya ketika berada di wilayah negara tersebut.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

14

Pasal 16 : kewenangan suatu negara peserta harus punya hak, tanpa penundaan yang tidak beralasan, untuk mencari pesawat Negara peserta lain dalam hal pendaratan dan pemberangkatan dan untuk memeriksa sertifikat dan dokumen lain yang digambarkan oleh konvensi ini. Lagipula, agar pesawat Negara peserta bisa menikmati macam-macam kebiasaan

pengecualian yang dijamin oleh konvensi, mereka harus menaati peraturan kebiasaan wilayah Negara tersebut. Demikian juga, bagian kosong, dan penyimpanan peralatan di Negara peserta lain untuk menggunakan atau memasang perbaikan suatu pesawat Negara peserta merupakan pengecualian yang menggunakan di Negara tadi, dari tuntutan seizure, penahanan, atau ikut campur dalam masalah pelanggaran paten atau pendaftaran itu boleh dilakukan hanya apabila setiap bagian paten atau peralatan juga diambil, tidak boleh menjual atau menyalurkan secara internal atau mengexpor secara komersial dari Negara peserta yang dimasuki oleh pesawat (pasal 27 (b)). Dalam hubungan dengan pemasukan & prosedur kebiasaan, sebagai tambahan, bahwa Negara peserta juga mengikat diri untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan mereka sendiri dan prosedur imigrasi yang mempengaruhi navigasi udara internal dengan standar internasional serta praktek dari pelaksanaan ICAO (pasal 23). Untuk mengadopsi seluruh praktek: untuk melindungi ketidakpentingan penundaan pesawat terbang, karena penumpang dan kargo. Melalui 2 teritorial Negara peserta, khususnya urusan administrasi dari hukum yang berhubungan dengan imigrasi karantina, kebiasaan, dan clearance (pasal 22). Dan untuk mengambil tindakan efektif untuk mencegah penyebaran melalui udara penyakit kolera, tipes, cacar, yellow fever, plague, persentase penyakit lain, sebagai Negara peserta dari waktu ke waktu selalu memutuskan penunjukan..(pasal 14) Masalah masalah hukum yang muncul 1. Peranan & status organisasi internasional bertambahnya aktifitas di ruang angkasa intergovernmental menjadi governmental timbul masalah baru, seperti: 15

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

a. status hukum ruang angkasa b. tanggung jawab Negara c. definisi dalam beberapa treaties d. juridiksi & control terhadap aktivitas manusia di ruang angkasa Rezim ruang angkasa dari aspek teknologi berkembang lebih cepat daripada udara sehingga banyak teknis yang belum cukup diatur (berbeda dengan hukum udara) 2. Peranan dan status organisasi internasional milik swasta. Intelsat (international satellite mempunyai/ mengatur tentang satelit). Baru diatur dalam liability convention (organisasi non pemerintah boleh melakukan aktivitas tapi terbatas). Banyak korporasi yang melakukan kegiatan di ruang angkasa. Sampah ruang angkasa dari satelit yang sudah kadaluarsa. Aktivitas di space lab/ space station Inventions Hak cipta Hak merk Bersifat sangat individualis terhadap orang-orang yang menemukan itu Untuk HAKI pendaftaran masih di Negara-negara tertentu, belum ada yang bersifat universal. 5. Space Environtmental law Perlu pengaturan baru tentang perlindungan lingkungan di ruang angkasa. Menjadi masalah setelah adanya pesawat ulang alik, karena menggunakan dua (2) sistem hukum, yaitu udara & ruang angkasa oleh karena pesawat ulang alik termasuk juga pesawat udara. 6. Delimitasi ruang angkasa/ pembagian/ perbatasan 3. Space derris 4. HAKI organisasi international di AS yang

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

16

Selama hampir 30 tahun belum sepakat. Lower limit 100 km di atas permukaan bumi. Sampai sekarang no flight vehicle devident.

Space treaty (Traktat Ruang Angkasa) Outer Space Treaty 1967 Diatur mengenai prinsip- prinsip dasar aktivitas manusia di ruang angkasa. Dari prinsip tersebut dituang kembali ke perjanjian internasional Prinsip- prinsip space treaty : 1. Tidak ada diskrinimasi antara Negara berkembang & Negara maju. Ruang angkasa boleh dimanfaatkan oleh semua Negara untuk kepentingan semua negara. Dalam praktek : siapa yang dapat menguasai teknologi maka dialah yang memiliki (ruang angkasa). 2. Semua Negara mempunyai hak untuk eksplorasi, tidak dibedakan Negara maju & berkembang. Esensial dengan hukum international. Untuk perdamaian & keamanan. Untuk tujuan damai Untuk kepentingan seluruh umat manusia dalam konsideran space treaty ditekankan kerjasama antar Negara dasarnya hukum international. 4. Outer space cant be subject to any state heritage of mankind. GSU : Deklarasi Bogota (sekitar tahun 1973) ingin mengakui/ mengklaim bahwa garis katulistiwa/ GSU adalah milik Negara yang dilewati oleh katulistiwa tersebut, termasuk Indonesia karena Indonesia adalah Negara pasal 2. Tidak bisa dimiliki oleh siapapun karena prinsip dasarnya adalah for

3. Kebebasan yang tertentu, yaitu :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

17

yang mempunyai garis terpanjang katulistiwa, namun hal ini tidak disetujui negara-negara lain. Sumber-sumber alamnya tidak bisa dieksploitasi, artinya harus diatur, salah satunya tentang GSO yang diatur dalam ITO (International Telecomunication Union). Jadi jika ada Negara yang akan meluncurkan satelit harus berkonsultasi dahulu dengan ITU. GSO SDA yang terbatas karena jalurnya terbatas. GSO merupakan SDA yang ekonomis & menguntungkan. NEOSAT (satelit) lebih mudah tapi putarannya lebih cepat jadi teknologinya tinggi (mahal, contoh : handphone). Sedang dibahas di ITU. ITU adalah organisasi multilateral yang mengatur teknis. Kegiatan yang diijinkan di ruang angkasa: taking of samples for scientific purposes the non exclusive use exploration experiments

Satelit menempati slot dalam jangka waktu tertentu (aturan baru : satu Negara hanya boleh menempati 1 slot) Proses pendaftaran ITU : 1 tahun sebelum satelit akan dipasang, harus sudah didaftarkan.

5. Harus sesuai dengan kaidah-kaidah hukum internasional dengan sendirinya dia harus melihat Piagam PBB yang mengontrol aktivitas PBB (ps 3). Batasan Kebebasan : 1. Tidak boleh ada perbedaan pelaksanaan antara Negara satu dan Negara lainnya, harus ada persamaan (equality). 2. Untuk kepentingan negara-negara 3. Harus ada kerjasama internasional

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

18

4. Dibatasi/ diatur oleh Hukum Internasional 6. Pasal 4, Negara-negara tidak boleh menggunakan senjata nuklir atau apapun yang dapat menimbulkan kerusakan. Tahun 1980 : program Star Wars dari Reagen yang menimbulkan satelit militer IU/ ditembakan ke negara lain. Aplikasi Outer Space tahun 1967 1. The Right to use space without appropriating it. Penempatan satelit (bukan appropriate) termasuk pemanfaatan karena ada daluwarsanya 8 tahun. Satelit remutes testing harus didaftarkan di ITU. Space state diatur PBB.

2. Respective of their degree in economic dan scientific development. first come, first served. Jadi jika suatu Negara belum punya teknologi maka dilakukan equitable acces, yaitu : Negara berkembang diberi bagian juga (peraturan 650). 3. Non appropriation. melarang penguasaan territorial/ kolonisasi lebih pada pengertian pemanfaatan peluncuran satelit komunikasi

4. Use space for peaceful purposes only. AS : membolehkan bagi kepentingan militer, tapi untuk peaceful purposes; Rusia : militer sama seklali tidak boleh. Timbul perjanjian antara Uni Soviet & AS (bilateral arms control agreement). Antara AS & Uni Soviet (872) ada perjanjian SALT II (strategic of fensive arms). Isinya space surveillance. Aktivitas militer yang dilarang : Penggunaan senjata nuklir Mass destruction weapon Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa 19

Penggunaan bahan kimia Percobaan senjata Pengotoran lingkungan dengan sampah limbah (jika nuklir penghancur gagal, maka limbahnya akan sangat berbahaya). State Liability o Sejauh mana Negara bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya untuk intergovernmental & governmental agencies? Tiap Negara bertanggung jawab, tapi jika ada tuntutan yang bertanggung jawab tetaplah organisasinya/ swastanya. o Asat = anti satelit misile Satelit yang akan ditembakkan ke Negara lain. Kewajiban Negara: otorisasi & supervise (mengawasi) menyusun aturan tentang perijinan

Liability Convention 1972 Pendahuluan Tahun 1959 ad hoc commission PBB Tahun 1962 diprakarsai untuk UNEOPUOUS untuk melihat implikasi hukum. Terdiri dari 28 pasal. Berasal dari pasal 6 space treaty.

Preamble : ..the state recognize the need to elaborate effective international rules & produres concerning inability for damage caused by space object and to ensure, in particular, the prompt payment of compensation to victim of such damage. Perbedaan international responsibility & international liability, yaitu responsibility : berhubungan dengan Negara lain, sedangkan liability : lebih ke lingkungan privat.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

20

Ps. 1 definisi: 1. damage 2. launching state punya benda dan tempat benda akan diluncurkan 3. space object

Launching state: 1. procures 2. carries out 3. territory for the launching

Prinsip tanggung jawab yang diatur/ ditetapkan dalam liability convention : 1. Absolute = victim oriented Yang terkena dampak adalah pihak ke-3 (sebagai pihak yang dirugikan). Pihak yang dirugikan tidak usah membuktikan terlebih dahulu, akan tetapi boleh langsung menuntut. 2. Based on fault Harus dibuktikan unsur kesalahannya karena pihak I dan II, terjadi selama di permukaan bumi atau terhadap prinsip tadi harus dibuktikan dahulu. Terjadi selain di permukaan bumi atau terhadap space object lainnya atau terhadap orang dalam space object. Kebijakan dalam praktek Interparty waiver liability Antar pihak Artinya para pihak tidak akan menuntut pihak lain diluar apa yang telah diatur dalam perjanjian, Tanggung jawab bersama (joint liability)

Pasal 7 : indikasi terikat tidaknya liability diantara mayoritas anggota. Pasal 7 memberikan pengecualian terhadap : 1. Negara Peluncur 2. Warga Negara Asing

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

21

Kelemahan liability convention : Definisi liability convention terlalu sempit, contoh damage hanya untuk fisik space object hanya untuk yang berfungsi, sedangkan sampahnya? AS : Space Law Act 1988 = UU tentang Peluncuran Satelit (prosedurnya) Standart baku dalam kontrak : 1. Para pihak yang ingin berhubungan dengan AS tentang satelit, masingmasing pihak tidak akan saling menuntut. 2. Masing-masing pihak menanggung kerugian atas kessalahannya 3. Masing-masing pihak harus mengasuransikan proses peluncurannya (atas its own risk).

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

22

DAFTAR BACAAN Literatur 1. Priyatna Abdulrasyid kedaulatan Negara di ruang angkasa 2. Prof. E. Saefullah Tinjauan Singkat Atas Berbagai Perjanjian Internasional di Bidang Hukum Udara 3. Mieke Komar Permasalahan Dalam Hukum Udara & Hukum Angkasa 4. Prof. Drederil Veschoor An Introductioan To Air Law 5. Prof Drederil Veschoor Persamaan & Perbedaan Antara Hukum Udara & Hukum Ruang Angkasa 6. Bin Cheng The International Air Transportation 7. Chin Sui Ching The Use Of Air & Outer Space Coorporation & Competition 8. Carl a Cherist The Modern International Law Of International Law 9. Gabriel Laffermedoric Outlook On Space Law Over The Next 30 Years 10. Brown Lie Hukum Internasional 11. Starke Hukum Internasional Konvensi Internasional : Convention For The Unification Of Certain Rules Relating To International Carriage By Air, Signed At Warsaw On 12 October 1929 (Warsaw Convention). United Nations treaties and principles on outer space (Unispace III tahun 1999). Agreement Governing The Activities Of States On The Moon And Other Celestial Bodies, The "Moon Treaty" Opened for signature at New York on 18 December 1979. Convention On The International Liability For Damage Caused By Space Objects. The "Liability Convention" Opened for signature at London, Moscow, and Washington on March 29, 1972. Convention On International Civil Aviation. dsb

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact Hukum Udara dan Ruang Angkasa

23

You might also like