You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN POST OPERASI MENINGIOMA DENGAN VENTILASI MEKANIK SIMV DI RUANG INTENCIVE CARE UNIT RSUP

DR SARJITO

Pendahuluan Secara umum tumor pada sistem saraf pusat memiliki implikasi yang besar bagi pasien dan sulitnya manajemen bagi para klinisi. Meskipun lebih dari separuh tumor sistem saraf pusat merupakan tumor glial high grade yang secara umum rata-rata survivalnya rendah, namun ada beberapa jenis tumor yang dapat dioperasi saja sebagai terapi utama dengan potensi kesembuhan yang besar. Teknik operasi mikro yang modern dan teknologi modern seperti image guidance, ultrasound dan ultrasonic aspirators, telah menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat operasi. Manajemen Meningioma Meningioma berasal dari leptomening yang biasanya berkembang jinak. Cushing, 1922 menamakannya meningioma karena tumor ini yang berdekatan dengan meningen. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi. Rencana preoperative pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.
Simpsons Classification of the extent of resection of intracranial meningiomas Grade I Gross total resection of tumor, dural attachments and abnormal bone Grade II Gross total resection of tumor, coagulation of dural attachments Grade III Gross total resection of tumor, without resection or coagulation of dural attachments, or alternatively of its extradural extensions ( e.g invaded sinus or hyperostotic bone) Grade IV Partial resection of tumor Grade V Simple decompression (biopsy)

Terapi Ajuvan Radioterapi Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan. Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.

Radiasi Stereotaktik Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm. Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %. Kemoterapi Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu

kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi. Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien. Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini. (Red/Mesiano. Disadur dari Lal S, DeMonte F. Surgically Curable Brain Tumors of Adult in Neurological Theurapeutics Principle and Practice. Vol 1 Part 2. Martin Dunitz. London 2003) VENTILASI MEKANIK Pengertian. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Indikasi Pemasangan Ventilator Pasien dengan respiratory failure (gagal napas) Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi. Post Trepanasi dengan black out. Respiratory Arrest. Penyebab Gagal Napas Penyebab sentral Trauma kepala Radang otak Gangguan vaskuler Obat-obatan

: Contusio cerebri. : Encepalitis. : Perdarahan otak, infark otak. : Narkotika, Obat anestesi.

Penyebab perifer Kelainan Neuromuskuler: Guillian Bare syndrom Tetanus Trauma servikal. Obat pelemas otot. Kelainan jalan napas. Obstruksi jalan napas. Asma broncheal. Kelainan di paru. Edema paru, atelektasis, ARDS Kelainan tulang iga / thorak. Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak. Kelainan jantung. Kegagalan jantung kiri. Kriteria Pemasangan Ventilator Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg. PaCO2 lebih dari 60 mmHg AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg. Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

Macam-macam Ventilator. Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu: Volume Cycled Ventilator. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten. Pressure Cycled Ventilator Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan. Time Cycled Ventilator Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit) Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2

Mode-Mode Ventilator. Mode Control. Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation) Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized Intermitten Mandatory Ventilation. Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan. CPAP : Continous Positive Air Pressure. Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator. Sistem Alarm Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.

Pelembaban dan suhu. Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.

Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif. Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif.

Efek Ventilasi mekanik Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax. Efek pada organ lain: Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.

Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator) Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti: Pada paru Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse Infeksi paru Keracunan oksigen Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat. Aspirasi cairan lambung Tidak berfungsinya penggunaan ventilator Kerusakan jalan nafas bagian atas

Pada sistem kardiovaskuler Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi. Pada sistem saraf pusat Vasokonstriksi cerebral Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari hiperventilasi. Oedema cerebral Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari hipoventilasi. Peningkatan tekanan intra kranial Gangguan kesadaran Gangguan tidur. Pada sistem gastrointestinal Distensi lambung, illeus Perdarahan lambung. Gangguan psikologi Prosedur Pemberian Ventilator Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut: Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100% Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien

ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas) . Kriteria Penyapihan Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut: Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB Volume tidal 4-5 ml/kg BB Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit. FISIOLOGI PERNAPASAN VENTILASI MEKANIK Napas Spontan diafragma dan otot intercostalis berkontraksi rongga dada mengembang terjadi tekanan (-) aliran udara masuk ke paru dan berhenti pada akhir inspirasi fase ekspirasi berjalan secara pasif Pernapasan dengan ventilasi mekanik udara masuk ke dalam paru karena ditiup, sehingga tekanan rongga thorax (+) pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif ekspirasi berjalan pasif.

EFEK VENTILASI MEKANIK Pada Kardiovaskuler Akibat dari tekanan posistif pada rongga thorax darah yang kembali ke jantung terhambat venous return menurun maka cardiac out put menurun. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan (+) sehingga darah berkurang cardiac out put menurun. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi ex oksigenasi. Pada organ Lain Akibat cardiac out put menurun perfusi ke organ lainpun akan menurun seperti, hepar, ginjal, otak dan segala akibatnya. Akibat tekanan (+) di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat TIK meningkat. TERAPI OXIGEN Setelah jalan nafas bebas, maka selanjutnya tergantung dari derajat hipoksia atau hiperkabinya serta keadaan penderita. Pontiopidan memberi batasan mekanik, oksigenasi dan ventilasi untuk menentukan tindakan selanjutnya (lihat tabel)

I. PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan pada hari tanggal 6-3-2009 A. Identitas Klien Nama : Tn. S Umur : 57 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Pensiunan PNS Alamat : Kota Gede, Yogyakarta Tanggal Masuk: 4-3- 2009 jam 14.45 WIB DX Medis : Meningioma Post Operasi Hari ke 3 No Register : 5103659 B. Riwayat Keperawatan 1. Keluhan Utama: klien tidak sadar 2. Riwayat Penyakit Sekarang Sebelum masuk RS klien mengeluh sering nyeri kepala, setelah beberapa kali dilakukan pemeriksaan klien didiagnosa meningioma dank klien dianjurkan operasi pengangkatan tumor, klien dioperasi tanggal 4-3-2009 kemudian dirawat di ICU sampai pengkajian dilakukan 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit jantung Riwayat Parkinson Riwayat Hemiparese C. Pengkajian Primer 1. Airways Jalan nafas terpasang ETT no 7,5, bersih, jika banyak sekret dilakukan isap lendir

2. Breathing Memakai ET no 7,5 dengan ventilator mode SIMV, FiO2: 50 %, nafas mesin:10, nafas klien: 28 x/mnt, SaO2: 96, ronchi 3. Circulation TD: 147/86 mmHg, HR: 100 x/mnt, MAP: 94, suhu: 36,5 oC, edema ekstremitas atas dan bawah, capillary refill <> D. Pengkajian sekunder 1. Kepala : Mesosefal, tidak ada hematom/luka pada kepala 2. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterik, pupil isokor 2 mm, tidak ada hematom kelopak mata 3. Hidung : Terpasang NGT, ada lendir kental saat dilakukan isap lendir 4. Telinga : Tampak bersih, tidak ada discharge 5. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, JVP meningkat 6. Thorak : Paru Inspeksi : Pengembangan paru simetris kanan dan kiri Palpasi : Sterm fremitus kanan dan kiri sama Perkusi : Sonor seluruh lapang pandang paru Auskultasi : Ronchi - seluruh lapang paru Jantung Inspeksi : iktus cordis tak tampak Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC 5, 2 cm LMCS Perkusi : Suara pekak, konfigurasi dalam batas normal Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, gallops (-), murmur (-) 7. Abdomen Inspeksi : Datar Auskultasi : Bising usus normal, 15 x/menit Perkusi : Timpani

Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan lien 8. Ekstremitas : Edema ekstremitas atas dan bawah 9. Data Penunjang: a. Laboratorium Tanggal 6-3-2009 Darah Hb : 8,7 gr% Ht : 26,3 % Eritro : 2,67 jt/mmk MCH : 32,70 pg MCV : 98,70 Leuko : 11,0 rb/mmk Urea : 104 mg/dl Creatin : 0,99 mg/dl Na : 130 mmol/L K : 5,0 mmol/L Cl : 106 mmol/L Ca : 2,1 mmol/L Mg : 0,91 mmol/L Urin PH : 6 Prot : 30 mg/dl Red : negative Sediment Ep cell : 7 10 LPK Leuko : 10 15 LPB Eritrosit : 30 40 LPB Ca ox : Asam urat : Triple phosfat: Amorf : Sel hialin : Sel granula: Bakteri : positif BGA tanggal 5 Juli 2005 jam 09.45 wib PH : 7,36 PCO2 : 37,4 mmHg PO2 : 58,6 mmHg HCO3 : 24,5 BE : 0,7 BE ecf : - 0,5 AaDO2: 143 SaO2 : 93 % b. Foto Rontgen Foto Thorak 6 -3-2009

Cord an Pulo DBN, tak ada gambaran pneumonia c. Terapi Program Infus: Comafusin I Kalbumin I Fima Hes I RL I Injeksi: Amikin 1 gr/ 24 jam Nootrophyl 3 gram /6 jam Vit C 1 amp / 8 jam Vit K 1 amp /8 jam
DIAGNOSA KEPERAWATAN (yang muncul dan kemungkinan muncul)

1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal Adanya penurunan dispneu Gas-gas darah dalam batas normal Intervensi : Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan. Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau

kecendurungan penurunan PaO2 Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan : Bunyi paru bersih Warna kulit normal Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan Intervensi : Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2 Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan

Pantau irama jantung Berikan cairan parenteral sesuai pesanan Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

3.. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lender Tujuan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama jalan nafas efektif. Kriteria hasil: Bunyi nafas bersih Secret berkurang atau hilang Intervensi. Catat karakteristik bunyi nafas Catat refleks batuk dan lendir yang keluar Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi kental Berikan humidifikasi pada jalan nafas Pertahankan posisi tubuh / kepala dan gunakan ventilator sesuai kebutuhan Observasi perubahan pola nafas dan upaya bernafas Berikan cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk membuang skresi yang lengket Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh Berikan fisioterapi dada

Daftar pustaka Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia. Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta. Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta. Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN POST OPERASI MENINGIOMA DENGAN VENTILASI MEKANIK SIMV DI RUANG INTENCIVE CARE UNIT RSUP DR SARJITO

Laporan Kunjungan Ke ICU RSUP DR Sarjito Disusun Oleh: R. Sugeng Riyadi Pajeri Sugiyono Sutarto

POLITEKNIK KESEHATAN DEP KES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN ANESTESI DAN REANIMASI

You might also like