You are on page 1of 8

Jurnal

Infrastruktur dan Lingkungan Binaan


Infrastructure and Build Environment Vol. I No. 1, Juni 2005

Bangunan Komersial, Olahraga, dan Pendidikan serta Ruang Terbuka Perkotaan


sebagai Ruang Remaja Kota: Needs Assessment, Studi Kasus Kota Bandung

Oleh: Suparti Amir Salim, Wiwik Dwi Pratiwi


Departemen Teknik Arsitektur ITB

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah identifikasi ruang perkotaan yang menjadi tempat remaja dan menilai teknis
perancangan ruang-ruang atau zona publik untuk remaja. Tipologi ruang dan sarana fisik yang diamati adalah
bangunan komersial, olahraga, pendidikan dan ruang terbuka perkotaan yang menjadi ajang interaksi remaja.
Kelompok remaja didefinisikan sebagai mereka yang berusia 15-19 tahun. Hasil penelitian ini akan menambah
kelengkapan panduan rancangan ruang dari aspek kebutuhan remaja, bukan ruang yang dirancang atau
terbentuk karena tuntutan standar teknis. Pengamatan menunjukkan sejumlah good practices dalam: lokasi yang
bersinergi, pemanfaatan ruang yang multi guna, partisipasi remaja pengguna dalam menentukan ciri tem-
patnya, dan subsidi bagi remaja-kurang-mampu. Sedangkan fenomena negatif yang teramati adalah
kecenderungan segregasi ruang remaja berdasarkan kelompok sosial, kekuatan pasar bersifat sektoral yang
makin menentukan bentuk sarana kota, ruang dan tempat yang bersifat eksklusif dan kurang mampu
memfasilitasi karakter sosial remaja yang sangat heterogen.

Kata kunci: Desain Inklusif, Perilaku Remaja Kota, Standard Ruang dan Bangunan Umum

Abstract

This research is to identify urban places that are heavily used by the youth and to asses the places from the
youth perspectives. The typology of places and facilities include commercial, sport, and education facilities as
well as open spaces where youth interactions are taking place. The youth are those who are 15-19 years old.
The research results are meant to enlighten the existing standard and guidelines of designing the facilities
observed. It reveals some good practices such as: synergised places within one or few locations, multi-used
places and facilities, youth participation in characterizing its places, and indirect subsidy for the youth with
low-income families. On the other hand, negative phenomena are observed. These include more segregated
urban places and facilities which mainly driven by market force. Urban places and facilities that could
facilitate the needs of the heterogonous youth and contribute to their better living condition tend harder to be
achieved.
Key Words: Inclusive Design, Urban Youth Behaviour, Public Space and Building Standard

1. Pendahuluan perencanaan dan perancangan yang pada umumnya


berasal dari negara berlatar belakang sosio-ekonomi
Menurut hasil sensus BPS 2000, hampir separuh dan budaya yang berbeda. Oleh karena itu dipandang
(49,30%), penduduk kota Bandung berusia di perlu melakukan penelitian yang mengungkapkan
bawah usia 25 tahun. Kebutuhan ruang kota bagi respons remaja terhadap berbagai karakteristik ruang
penduduk usia muda umumnya kurang mendapat dari pandangan mereka sendiri. Dengan mengetahui
perhatian dalam perencanaan dan perancangan bagaimana ruang kota yang ada sekarang merespons
perumahan dan permukiman, baik ruang yang ada kebutuhan remaja, dan bagaimana respons remaja
di dalam bangunan maupun di antara sesama terhadap ruang yang ada, diharapkan dapat diperoleh
bangunan, terutama bagi kelompok usia remaja informasi yang dapat membantu meningkatkan
(15-19 tahun), yang jumlahnya di kota Bandung pengadaan bangunan dan ruang perkotaan yang lebih
mencapai 11,08%. tanggap terhadap kebutuhan kelompok usia remaja.
Kebutuhan remaja cenderung lebih didefinisikan Kualitas kehidupan remaja sangat penting, karena
oleh orang dewasa, dengan standar/panduan akan menentukan kehidupan di masa depan.

Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan
Jurnal
Infrastruktur dan Lingkungan Binaan
Infrastructure and Build Environment Vol. I No. 1, Juni 2005
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi remaja, bukan ruang hanya sebagai fungsi teknis
ruang perkotaan yang menjadi tempat remaja, dan semata.
melakukan penilaian teknis perancangan atas
ruang publik atau yang bersifat sebagai zona
publik untuk remaja, yang ada pada bangunan 2.2 Remaja: Definisi, Karakter dan
komersial, olahraga, pendidikan dan ruang terbuka Kebutuhannya
perkotaan merupakan sarana dasar sosial per-
mukiman. Batasan usia kelompok remaja adalah Lieberg (1995), menyebutkan bahwa youth tidak bisa
usia siswa sekolah menengah umum, 15-19 tahun. didefinisikan secara seragam. Remaja terdiri dari
banyak grup pada masing-masing subkultur. Masing-
Untuk mengetahui jenis aktivitas, intensitas masing kelompok dan tiap individu mempunyai gaya,
aktivitas, frekuensi aktivitas, jumlah pelaku, dan ketertarikan dan tujuan yang berbeda-beda. Namun
pola titik lokasi aktivitas, dikumpulkan data demikian, Lieberg menyebutkan ciri remaja sebagai
primer dengan metode pendekatan perilaku. berikut: “Individuals who are active, creative and
Wawancara tidak terstruktur juga dilakukan able to act, who (re)create their own environments
kepada sejumlah pengguna ruang, dan pengamat and contexts”.
remaja. Pengamatan lapangan tersebut dilakukan
dalam bulan Maret sampai Agustus 2004. Berdasarkan usia, remaja dapat dibagi atas usia awal
remaja dan remaja dewasa. Pada awal remaja, relasi
hetero-seksual mulai tumbuh, adanya ketertarikan
2. Studi Pustaka dengan lawan jenis, juga mempunyai keinginan untuk
berkelompok dengan kawan sejenis. Pada usia remaja
dewasa, mereka mulai mengeksplorasi cita-cita dan
2.1 Standar Sarana Pelayanan Perumahan bidang/pekerjaan yang ingin dipilihnya pada usia
dan Permukiman dewasa.
Dalam standar perencanaan perumahan dan per- Pergaulan dengan teman sebaya merupakan
mukiman, luas dan jenis ruang untuk sarana dasar lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar
umumnya dikaitkan dengan jumlah penduduk hidup bersama orang lain yang bukan anggota
yang dilayaninya. Standar tidak menjelaskan keluarganya, dalam satu kelompok baru yang
secara spesifik konteks kondisi sosio-ekonomi memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh ber-beda
dan budaya dari penduduk yang dilayaninya. dengan lingkungan keluarganya. Umumnya remaja
Pertimbangan usia secara terbatas ada dalam mempunyai rasa takut diabaikan oleh kelompoknya.
penentuan lokasi. Taman kanak-kanak dan sekolah Menurut Astuti (psikologi UNPAD), kelompok
dasar misalnya, disarankan dapat ditempuh dalam remaja mempunyai hirarki berdasarkan pada
jarak berjalan kaki dari kelompok rumah yang keterikatan antara anggotanya yang berbeda satu
dilayaninya. Sedangkan tempat bermain anak dengan lainnya, yaitu:
(playground), disarankan berlokasi pada jarak a. Kelompok chums (sahabat karib): persahabat an
jangkauan yang mudah diawasi dari rumah. yang sangat kuat, 2-3 orang dan biasanya
berjenis kelamin sama.
Standar sarana pendidikan umumnya mencakup
sarana olahraga dan ruang terbuka, yang sekaligus b. Kelompok clique (kelompok sahabat): sejenis,
ditempatkan sebagai ruang untuk kegiatan kegiatan bersama.
olahraga dan rekreasi penduduk. Dalam c. Kelompok crowds (kelompok banyak remaja):
kenyataannya sarana pendidikan kurang terkait agak renggang, hetero-seksual.
dengan area pelayanan, karena pilihan sekolah d. Kelompok yang diorganisasikan dan dibentuk
cenderung terkait dengan kualitas sekolah, status oleh orang dewasa.
sosial dan tingkat kemampuan orang tua, serta
prestasi akademik siswa. Dalam kelompok yang tidak diorganisasikan secara
formal, figur teman lebih berarti daripada figur
Standar umum juga menetapkan sejumlah otoritas. Yang berlaku adalah minat mayoritas.
persyaratan berkaitan dengan fungsi dari sarana Mereka menyesuaikan diri dengan minat geng atau
yang bersangkutan. Bangunan sekolah misalnya kelompoknya, karena takut. menjadi outgroup.
mempunyai panduan tentang jumlah dan luas Orang tua dan orang dewasa merupakan pihak yang
kelas, ruang guru dan sebagainya. Penelitian ini “di-musuhi” oleh remaja. Mereka ingin membuat
dimaksudkan untuk menambah kelengkapan otoritas atas diri sendiri, guna membuktikan bahwa
panduan rancangan ruang dari aspek kebutuhan dirinya sudah bukan lagi anak-anak.

Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan
Jurnal
Infrastruktur dan Lingkungan Binaan
Infrastructure and Build Environment Vol. I No. 1, Juni 2005
Perilaku agresi sangat mungkin berkembang, dari tekanan; prestasi, status dan pengakuan sosial.
karena remaja cenderung mempunyai enersi Sarana komersial, pendidikan, olahraga dan rekreasi
berlebih. Bila enersi yang berlebihan tidak perkotaan dapat memfasilitasi sebagian atau seluruh
tersalurkan sebagaimana mestinya, tingkah laku kebutuhan tersebut, baik sebagai ruang maupun dari
agresif akan timbul, misalnya berupa tawuran dan kualitas kegiatan yang diadakan atau berlangsung.
perkelahaian. Kelebihan enersi ini dapat ter-
salurkan melalui olahraga, sekaligus memenuhi 3. Kasus Studi Sarana Pendidikan:
keinginan untuk tampil di depan publik remaja Bangunan Sekolah dan Perpustakaan
lain. Mereka menyukai aktivitas dan tempat yang
memungkinkan untuk saling melihat kelompok 3.1 Bangunan Sekolah
lawan jenis seusianya.
Pendidikan bagi remaja perlu dilihat sebagai
Remaja juga cenderung berfantasi, kadang tak aktivitas, sarana kemandirian belajar dan interaksi
masuk akal orang dewasa. Juga menyukai sosial. Sifat keingintahuan remaja perlu mendapat
penjelajahan alam. Komputer dan perpustakaan
bimbingan dan pengarahan, tanpa mengekang
memberi peluang untuk ber-fantasi. Fasilitas ini kebebasan remaja itu sendiri. Interaksi sosial pada
dapat merupakan bagian dari sekolah, atau usaha masa remaja diperlukan guna mengasimilasikan nilai-
sosial maupun yang bersifat profit. Juga fasilitas
nilai yang ada pada individu dengan nilai-nilai yang
lingkungan alami di dalam kota, misalnya sarana berlaku pada lingkungan masyarakat, untuk mencari
buatan untuk berlatih panjat tebing, dapat
harmoni di antara keduanya.
bermanfaat bagi remaja. Mereka dapat berlatih
dan melihat serta dilihat oleh sesama remaja lain, Sebagai sebuah komunitas remaja, sekolah
terutama lawan jenisnya. Ruang semacam ini merupakan ruang akademik sekaligus ruang sosial
dapat dilengkapi dengan dinding untuk ditulisi/ dan rekreasional. Dengan sifat seperti itu, maka
digambari oleh remaja, untuk menyalurkan sarana sekolah tidak cukup dilihat sebagai semata-
kecenderungan vandalism. mata bangunan, melainkan keseluruhan ruang yang
ada di dalam maupun di luar bangunan. juga
Remaja juga dapat merupakan sasaran kejahatan peralatan dan terutama aktivitas di luar pengajaran,
dan kriminalitas, atau korban; tetapi juga yang lazim disebut sebagai ekstra kurikuler. Di
berpotensimenjadi pelaku kriminal. Karena itu
Bandung, kebutuhan seperti itu baru dapat dipenuhi
ruang perkotaan perlu aman, dan membatasi oleh sebagian sekolah. Sementara banyak sekolah
terjadinya tindak kejahatan remaja. Ruang kota yang harus berbagi sarana, atau berbagi waktu
yang bersifat campuran cenderung dinilai sebagai
dengan sekolah lain atau antarkelas yang tak sama.
ruang yang lebih aman. Fungsi campuran
memberi peluang berbagai orang datang dan Dari kepustakaan, diketahui bahwa sekolah bagi
saling memperhatikan, sehingga peluang tindak remaja memerlukan ruang untuk diskusi, sarana/
kejahatan dianggap akan berkurang. ruang yang dapat memfasilitasi aktivitas demo-kratis,
seperti misalnya ruang untuk kegiatan organisasi
Kebutuhan remaja, sebagaimana dengan kelompok siswa di sekolah, majalah dinding, dan lain
sosial lain, akan dipengaruhi oleh latar belakang
sebagainya. Juga perlu ruang untuk unjuk
sosio-ekonomi dan budaya. Di Indonesia, kemampuan, seperti misalnya ruang pameran dan
termasuk di kota Bandung, remaja usia 15-19
ruang pertunjukan. Ruang-ruang seperti itu tidak
tahun tidak hanya merupakan angkatan sekolah,
selalu harus merupakan ruang terpisah sendiri-
tetapi juga angkatan kerja atau putus sekolah. sendiri, melainkan sebagai suatu ruang yang sifatnya
Di daerah Rancaekek misalnya, remaja cenderung multi fungsi, yang dapat digunakan sebagai tempat
menjadi buruh pabrik di daerah sekitarnya, unjuk kemampuan olahraga atau kesenian yang dapat
daripada melanjutkan sekolah (Astuti, 2004). ditonton oleh keluarga siswa, siswa, dan guru, serta
Pemuda usia remaja tampak juga bekerja di sektor kegiatan lainnya.
informal, misalnya sebagai pedagang kaki lima, Selain itu, bangunan sekolah perlu memperhatikan
kenek angkutan umum, dan sebagainya. Adanya kemungkinan perubahan dalam pendidikan, seperti
karakter sosio-ekonomi yang berbeda, akan ber-
misalnya perubahan kuri-kulum. Bangunan yang
implikasi kepada kebutuhan yang berbeda pula. dirancang fleksibel, strukturnya bisa diubah
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa remaja mengadaptasi perubahan yang terjadi, akan membuat
membutuhkan petualangan, persahabatan, pembangunan lebih ekonomis. Berbagi sarana dengan
kesempatan berkreasi, kegembiraan dan bebas komunitas setempat dan atau organisasi bahkan usaha

Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan
Jurnal
Infrastruktur dan Lingkungan Binaan
Infrastructure and Build Environment Vol. I No. 1, Juni 2005
swasta untuk ruang ruang serbaguna dan olahraga, unggulan. Namun pemberian subsidi umumnya
memungkinkan pengadaan dan penyelenggaraan terbatas, sehingga kekuatan kelompok remaja tak
kegiatan sekolah berlangsung lebih efisien dan mampu hanya menjadi minoritas, dan kurang dapat
ekonomis. Ini dapat terjadi, bilamana perencanaan menciptakan interaksi sosial antara kelompok remaja
dan perancangan ruang dan sarana permukiman berbeda secara berimbang.
dapat berlangsung secara lebih terintegrasi.
b. Bangunan Sekolah sebagai Bangunan Tumbuh
Hasil pengamatan terhadap sarana pendidikan dan Fleksibel
mengungkapkan sejumlah isu permasalahan
perencanaan dan perancangan bangunan sekolah Penambahan ruang di sekolah favorit dan bukan
berwawasan remaja, yaitu: favorit yang diamati, memperlihatkan bahwa
perubahan ruang yang terjadi cenderung merupakan
a. Area pelayanan sekolah dan standar kualitas penambahan ruang kelas. Perubah-an di salah satu
pengajaran sekolah favorit yang berdiri sejak masa kolonial,
Penerimaan murid SMU/SMK didasarkan atas memperlihatkan bahwa telah terjadi beberapa kali
prestasi akademik dan atau kemampuan bayar. perubahan, menyang-kut status pemakaian bangunan,
SMU penerima murid berprestasi cenderung perubahan penggunaan ruang sampai pada
dinilai sebagai sekolah berkualitas tinggi dan penambahan luas terbangun, yang mempersempit
menjadi favorit orang tua. Lokasi sekolah ini ruang terbuka yang semula ada. Perubahan pada
umumnya juga strategis dan berada di bagian kota sekolah non favorit dan relatif baru, juga terjadi
yang bercitra elit. Secara umum sekolah ini pun karena adanya penambahan ruang kelas, sehingga
dikenal sebagai sekolah golongan mampu. Gejala pengajaran seluruh kelas dapat berlangsung pada
tersebut, selanjutnya menimbulkan isu tentang pagi-siang hari, dan kelas siang menjadi tak ada. Pada
segregasi pendidikan yang cenderung sema-kin sekolah ini juga dibangun sarana ibadah mesjid, yang
tajam, dan isu aksesibilitas/mobilitas kota yang tidak ada pada sekolah yang dibangun pada masa
cenderung berpengaruh negatif terhadap per- Belanda.
kembangan sosial dan ruang kota. Perubahan yang terjadi pada sekolah favorit lebih
Segregasi pendidikan dikhawatirkan menim- tampak sebagai proses penurunan kualitas ruang.
bulkan polarisasi sosial yang semakin kuat. Sejak Sangat dikhawatirkan bahwa yang terjadi bukan
remaja, bahkan anak-anak, peluang kontak sosial perkembangan sarana sekolah dan pendidikan yang
antara kelompok yang berbeda sudah sangat semakin ber-kualitas dan merespons kebutuhan
terbatas. Peluang untuk tidak saling mengenal remaja, melainkan proses involusi. Kebutuhan akan
sangat besar. Selain itu, peluang untuk terjadi adanya sekolah yang berkualitas direspons dengan
mobilitas sosial pada kelompok tak mampu juga pemadatan ruang, yang berpeluang menurunkan
menjadi terbatas, karena latar belakang kualitas ruang dan pelayanan pendidikan.
pendidikan yang kurang memadai, sehingga Sekolah menengah tingkat lanjutan sudah mengalami
kurang dapat bersaing dalam pasar kerja. beberapa kali perubahan kurikulum. Namun
Sedangkan lama perjalanan antara sekolah dan perubahannya tidak terlalu tampak mempengaruhi
rumah yang memakan waktu meningkatkan perkembangan ruang dan perlengkapan sarana
potensi tawuran. Di Jakarta, siswa yang cenderung pendidikan. Bila ada fasilitas ruang “baru”, maka
terlibat tawuran umumnya dari SMK. Siswa SMK pelayanannya pun belum tentu memadai. Misalnya
umumnya berlatar-belakang ekonomi menengah perpustakaan dan komputer, kini merupakan sarana
ke bawah. Tapi justru jumlah SMK cenderung yang lazim ada di sekolah tingkatan SMU. Namun
lebih terbatas. Artinya waktu tempuh dari rumah kememadaian pelayanannya di sejumlah sekolah
kemungkinan lama. masih dipertanyakan. Pengadaan buku yang terbatas
Gejala tersebut menunjukkan bahwa penerimaan dan jenis komputer yang relatif ketinggalan, membuat
siswa seyogyanya didasarkan atas area pelayanan, siswa kurang tertarik menggunakan sarana tersebut.
bukan atas prestasi akademik. Kualitas pengajaran
sekolah, khususnya sekolah negeri, seharusnya c. Isu Berbagi Fasilitas Kota
setara, sehingga tidak menimbulkan favoritisme. Good practice dalam isu ini terdapat pada kasus
Good practice dari isu tentang area pelayanan SMUN di Jl. Belitung. Lokasi sekolah berdekatan
dan standar kualitas pengajaran adalah adanya dengan fasilitas olahraga, dan ruang terbuka, yang
praktek pemberian subsidi atau pembebasan biaya berpeluang diakses masyarakat umum. Bangunan
sekolah untuk siswa tak mampu pada sekolah sekolah hanya dipisahkan oleh jalan umum, yang

Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan
Jurnal
Infrastruktur dan Lingkungan Binaan
Infrastructure and Build Environment Vol. I No. 1, Juni 2005
relatif aman untuk diseberangi, karena tingkat adaan siswa. Siswa dapat mengekspresikan identitas-
keramaian yang rendah. Fasilitas olahraga renang nya melalui warna yang dipilihnya. Kegiatan ini dapat
yang dikelola oleh pihak swasta. Juga terdapat diperluas dengan kegiatan lain yang memberi peluang
ruang terbuka untuk olahraga, yang berlokasi di siswa untuk memberi identitas tempat yang
belakang tempat renang. Kondisi ini memungkin- dikehendakinya: kelas, taman, dan lain sebagainya.
kan terjadinya efisiensi dalam pengelolaan sarana,
manfaat yang lebih luas kepada publik, tetapi tetap 3.2 Sarana Perpustakaan dan Kafe
memberikan manfaat pada kegiatan pendidikan
formal serta tempat remaja. Perpustakaan sekolah umumnya belum mendapat
perhatian yang memadai sebagai tempat membangkit-
Fenomena tersebut memperlihatkan, bahwa kan tradisi membaca pada rermaja. Secara ruang,
berbagai fasilitas yang bersifat komplementer pilihan koleksi dan pelayanan, perpustakaan sekolah
sebaiknya berada dalam satu lokasi yang belum merespons kebutuhan remaja. Tetapi di salah
berdekatan, dan mungkin dikelola oleh pihak satu SMU favorit, perpustakaan telah dilengkapi
pihak yang berbeda. Ini memerlukan peran aktif dengan pelayanan internet, dapat digunakan untuk
dari pengelola pembangunan kota. Selama ini, menyelesaikan tugas sekolah, dan dinilai cukup
pengadaan berbagai sarana pelayanan publik memenuhi harapan siswa sekolah yang bersangkutan.
tampak lebih terkait sebagai kegiatan sektoral Ini memperlihatkan fungsi perpustakaan yang multi
atau pasar formal maupun informal, menanggapi fungsi, bukan sekedar tempat menyimpan dan
kebutuhan yang ada di masyarakat, bukan bagian meminjam buku, sebagaimana umumnya perpustaka-
dari pembangunan ruang permukiman yang an sekolah. Kondisi ini memperlihatkan beragamnya
berkualitas. tingkat kualitas SMU yang ada di kota Bandung.
d. Pendapat Remaja tentang Sarana Pendidikan Siswa yang diwawancarai umumnya mengungkapkan
jarang atau tak pernah menggunakan sarana
Hasil wawancara dengan sejumlah remaja, perpustakaan umum. Sedangkan yang sudah
mengindikasikan bahwa yang diperlukan oleh menggunakan perpustakaan, menilainya kurang
remaja saat ini masih merupakan kebutuhan untuk memuas-kan, kondisinya tidak menarik, antara lain
pemenuhan kebutuhan dasar yang umum, yaitu karena koleksi buku terbatas dan pelayanan yang
berkaitan dengan kebersihan lingkungan, keaman- dinilai belum memadai. Perpustakaan umum terbuka
an mobilitas, kelayakan sarana dasar pendidikan: untuk kalangan masyarakat luas dari berbagai
perpustakaan, komputer dan tempat istirahat kelompok usia, oleh karena itu, belum mempunyai
termasuk kantin. Sikap dan perilaku guru juga perhatian khusus untuk menarik pembaca remaja. Di
termasuk yang diungkapkan, antara lain dinilai lain pihak, tampak taman bacaan komik sekarang
sering tidak tanggap atau kurang mau mendengar- tumbuh meluas. Pelayanan oleh “swasta” ini tampak
kan suara siswa, memperlakukan siswa secara lebih merespons pasar remaja, baik dari koleksi
stereotip atau kurang adil, dan lain sebagainya. maupun tempat. Selain menyediakan koleksi buku
Kebersihan kelas, toilet dan kantin umumnya yang populer, seperti komik dan novel remaja, juga
dinilai kurang, terutama toilet. Tangga di ada yang menyediakan kafe, dan ruang baca yang
bangunan bertingkat harus nyaman dan aman lebih “bebas”. Pada salah satu kasus, taman bacaan
serta tak berdebu. Area jalan kaki, khususnya ini tampak lebih merupakan kafe yang dilengkapi
sekitar sekolah dinilai perlu lebih lebar dan dengan buku-buku untuk dipinjam dan dibaca. Taman
nyaman; ada pohon yang cukup rindang. Tempat bacaan dan kafe ini tidak terlalu tampak untuk remaja
makan dan istirahat yang memadai dan bersih awal, melainkan lebih untuk kelompok remaja yang
diperlukan, karena aktivitas di sekolah yang lebih dewasa, dan untuk kelompok menengah atas.
relatif lama, dari pagi sampai melebihi jam makan Taman bacaan lain berlokasi berseberangan dengan
siang. Siswa juga mungkin tidak sempat makan suatu kafe. Baik kafe maupun taman bacaan
pagi, karena ada yang harus berangkat dari rumah menggunakan halaman depannya untuk tempat duduk
sekitar jam 5 pagi. Artinya fasilitas kantin yang konsumen. Meskipun disediakan ruang baca
sehat diperlukan. tersendiri di lantai dua secara lesehan, tetapi
Aktivitas sekolah yang dianggap baik oleh siswa pelanggan remaja tampaknya lebih banyak yang
suatu sekolah (bukan favorit) adalah adanya duduk di halaman. Dengan duduk di halaman,
peluang siswa mencat dinding kelasnya menurut pandangan relatif luas, termasuk dapat memandang
kehendak siswa kelas. Kegiatan ini merupakan dan dipandang oleh pengunjung kafe yang menjadi
“good practice” sebagai bagian pengakuan keber- tetangganya. Kondisi ini dapat dilihat sebagai good

Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan
Jurnal
Infrastruktur dan Lingkungan Binaan
Infrastructure and Build Environment Vol. I No. 1, Juni 2005
practice pemilihan lokasi sarana yang bersifat biaya masuk fasilitas, juga siswa akan mengeluarkan
sinergi untuk remaja, seperti halnya dengan lokasi ongkos transpor tambahan.
SMUN di Jalan Belitung.
Pengadaan tempat olahraga tampak ber-langsung
Fasilitas kantin di sekolah tampaknya semakin mengikuti kebutuhan pasar, atau sebagai usaha
diperlukan. Pada sekolah swasta yang cukup komersial yang mengandung spekulasi. Bowling dan
terkenal di Bandung, cukup banyak siswa yang ice skating misalnya merupakan jenis olahraga yang
menggunakan fasilitas ini pada jam istirahat pagi. diperkenalkan ke masyarakat melalui pusat
Mereka bahkan menggunakan pelataran halaman perbelanjaan. Kegiatan ini merupakan usaha untuk
yang diperkeras sebagai tempat duduk untuk mencari keuntungan, oleh karena itu umum-nya
makan. Kantin dapat merupakan bagian dari mentargetkan kelompok sosial menengah ke atas.
ruang sosial siswa. Observasi menunjukkan Iklim rekreasi dan bersantai tampak lebih menonjol,
bahwa remaja cenderung lebih menyukai tempat daripada sebagai kegiatan olahraga untuk prestasi.
makan atau kafe yang bersifat lebih “terbuka dan Juga tampak tak lepas dari konsumerisme. Berbagai
terang”, dan cenderung menghendaki ada live sarana olahraga tersebut mempunyai kelompok
music. Kafe cenderung melayani kelompok sasaran yang sifatnya umum. Kegiatan yang sifatnya
menengah atas. Namun demikian, diperkirakan negatif, seperti misalnya perjudian, mungkin menjadi
kafe atau tempat makan cukup beragam bagian kegiatan olahraga, sehingga remaja terbuka
kondisinya, yang kemungkinan masing-masing terhadap berbagai perilaku negatif yang dibawa oleh
mempunyai kelompok sasaran yang berbeda. orang dewasa atau remaja lain sesama pengguna
Lokasi, kondisi ruang, dan menu yang disajikan, fasilitas. Oleh karena itu, sarana umum perlu
tampak mempunyai pengaruh terhadap daya tarik mencantumkan kelompok usia yang diperbolehkan
kafe pada remaja. masuk. Bagi fasilitas umum yang menerima
kelompok remaja tampaknya perlu ada pengawasan
3.3 Sarana Komersial dan Olahraga yang sifatnya positif.
Good practice dari sarana Gelanggang Olahraga
Data Dinas Pendidikan dan Olahraga kota,
adalah sifatnya yang multi fungsi. GOR dapat
memperlihatkan bahwa terdapat cukup banyak
digunakan sebagai ajang per-tandingan kejuaraan
fasilitas olahraga di Bandung, baik milik
olahraga antar sekolah, seperti misalnya basket, juga
pemerintah maupun swasta, meskipun
untuk pertunjukan musik.
penyebarannya tidak merata. Fasilitas olahraga
bulutangkis, tenis dan basket relatif tersebar di Lingkungan yang bersih, nyaman, dan mudah
semua kelurahan, tetapi untuk sepakbola yang dijangkau adalah kriteria yang disebutkan oleh
digemari banyak remaja, hanya sedikit. Sarana remaja sebagai alasan mengapa mereka memilih
olahraga tersebut dapat dimanfaatkan oleh remaja sarana atau tempat tertentu. Ini juga memperlihatkan
sebagai individu maupun kelompok, sebagai adanya kebutuhan dasar yang sifatnya umum, yang
bagian kegiatan sekolah dan atau hobi. Olahraga masih langka dipenuhi oleh ruang kota, karena itu
juga dipandang sebagai bagian kegiatan rekreasi. menjadi “syarat” yang cukup penting.
Bangunan olahraga cukup beragam jenis:
Gelanggang Olahraga (GOR), olahraga renang, 3.4 Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat
fitness center, bilyar, dan lsebagainya. Kecuali Berkumpul Remaja
GOR yang umumnya merupakan bangunan Ruang publik (Carr, 1992) adalah ruang atau lahan
tersendiri, fasilitas olahraga lain seperti renang, umum, tempat masyarakat dapat me-lakukan kegiatan
fitness center dan bilyar, lazim merupakan bagian publik fungsional maupun kegiatan sampingan
dari sarana lain, misalnya hotel, mall atau tempat lainnya, yang dapat mengikat suatu komunitas, baik
rekreasi. Lokasi GOR relatif tersebar di seluruh itu kegiatan sehari-hari ataupun berkala.
bagian kota Bandung, terutama yang dikelola oleh
swasta. GOR milik pemerintah terbatas di Di Bandung terdapat sejumlah ruang terbuka yang
kelurahan tertentu. Gelanggang olahraga dan sangat dikenal masyarakat setempat, yaitu alun-alun,
gelanggang renang untuk umum, juga digunakan yang tampaknya akan berubah fungsi dan menjadi
oleh SMU yang tidak mempunyai fasilitas bagian dari Mesjid Agung, Gasibu, dan Tegalega.
olahraga memadai. Sebuah SMUN misalnya yang Gasibu juga digunakan sebagai lapangan olahraga,
terletak di bagian Barat kota memanfaatkan sedangkan Tegalega merupakan taman hijau kota,
kolam renang Hotel Horizon yang berada lebih ke dengan berbagai kegiatan di sekitarnya, yaitu kolam
arah timur kota. Selain mungkin terbebani oleh renang, pasar bunga, dan Tempat Pembuangan

Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan
Jurnal
Infrastruktur dan Lingkungan Binaan
Infrastructure and Build Environment Vol. I No. 1, Juni 2005
Sampah Sementara (TPS). Tegalega juga Pada beberapa kasus pengamatan terindikasi ada
digunakan oleh kelompok remaja untuk bermain beberapa good practice yang dapat dikembangkan
olahraga. Gasibu dan Tegalega juga merupakan diantaranya (1) lokasi sarana yang bersinergi, (2)
tempat tujuan orang berjalan kaki atau bersantai pemanfaatan ruang yang multi guna, (3) partisipasi
yang umumnya dilakukan pada pagi hari di libur, remaja pengguna dalam menentukan ciri tempatnya,
terutama hari minggu. Kegiatan semacam ini dan (4) subsidi bagi remaja tak mampu untuk dapat
berlangsung di banyak tempat, termasuk ruang mengikuti kegiatan kelompok menengah atas. Namun
terbuka/parkir di area pertokoan perumahan hal-hal yang baik tersebut tampak masih sangat
setempat, dan menumbuhkan pasar kaget. terbatas dilakukan. Dalam hal lokasi sarana,
Kegiatan semacam ini tampak diikuti oleh remaja, dikawatirkan good practice akan semakin tidak
sebagai kelompok, atau sebagai bagian dari berpeluang terjadi, melihat perkembangan
anggota keluarga. Mereka melakukan kegiatan pembangunan sarana kota yang lebih didikte oleh
olahraga, duduk-duduk dan makan, dan kegiatan kekuatan pasar dan atau secara sektoral. Sementara
bersantai lainnya. Dalam kegiatan seperti ini pengelola pembangun-an tempat cenderung bersifat
dapat terlihat nyata kehadiran remaja sebagai pasif. Di lain pihak pertumbuh-kembangan tempat
tenaga kerja informal yang harus mencari nafkah, remaja yang bersifat negatif, yaitu semakin ter-
sementara kelompok sesamanya relatif segregasi antara kelompok sosial berbeda dan
mempunyai lebih banyak waktu untuk berorientasi pada kemampuan bayar, cenderung
mengembangkan kemampuannya. semakin menguat.
Koridor jalan juga merupakan ruang terbuka yang Terindikasi bahwa ruang publik kota perlu semakin
dapat menjadi ruang remaja, sebagaimana halnya bersifat multi guna, untuk semua kelompok usia dan
terjadi di sepanjang Jalan Ir. H. Juanda atau Dago, sosial, tetapi dapat “ditata” secara fleksibel sesuai
terutama pada malam hari Sabtu. Kegiatan malam dengan karakter kegiatan. Kegiatan penghuni kota
hari ini antara lain diisi oleh live music. Remaja tampak terus berubah kelompok sosial semakin
dapat menjadi pemain atau penonton dari kegiatan terfragmentasi, sementara ruang perkotaan cenderung
yang berlangsung. Koridor Jalan Merdeka, semakin mahal. Karena itu, ruang kota semakin harus
Purnawarman bagian selatan, dan Jalan digunakan secara efisien melalui penggunaan yang
Cihampelas juga tampak mempunyai daya tarik campuran dan multiguna, yang mampu menyamarkan
terhadap kelompok remaja. Terlihat bahwa jenis ketimpangan sosial.
kegiatan yang lebih menentukan apakah tempat
Kasus pengamatan dalam penelitian ini semuanya
tersebut diminati oleh remaja atau tidak.
berkaitan dengan bagian permukiman formal yang
Pada saat penelitian ini dilakukan, kegiatan terencana, dan hampir seluruhnya terletak di bagian
remaja dalam skala kota, tampak lebih banyak utara kota Bandung, yang secara umum dikenal
terlihat di bagian Bandung Utara, yang dicitrakan mempunyai lingkungan yang relatif lebih tinggi
sebagai permukiman kaum mapan kota Bandung, kualitasnya dibanding dengan bagian selatan kota
sejak zaman Belanda. Bandung. Penelitian yang sama perlu diperluas
dengan kasus pengamatan yang lebih mewakili ruang
4. Kesimpulan dan Catatan Penutup dan sarana yang digunakan oleh remaja kelompok
Sarana kota yang diperkirakan menjadi tempat sosial menengah bawah. Juga diperlukan suatu studi
remaja, seperti misalnya fasilitas pendidikan yang lebih spesifik, tentang ruang dan kegiatan dari
belum tampak direncanakan dan dirancang remaja berdasarkan kelompok sosial, khususnya
sebagai ruang bagi remaja. Sarana tersebut remaja dari kelompok sosial menengah bawah, di
bahkan umumnya belum mampu menciptakan lingkungan perumahan formal, rumah sederhana dan
ruang yang memenuhi kebutuhan dasar rumah susun sederhana, dan juga di lingkungan
penggunanya, yaitu kesehatan lingkungan, perkampungan. Penelitian tersebut diharapkan dapat
keamanan dan kelayakan pelayanan. menghasilkan informasi bagi pengembangan
rancangan ruang kota yang lebih bersifat inklusif.
Di lain pihak sarana yang bersifat komersial,
seperti misalnya perpustakaan yang dikelola oleh
“swasta” dan mall, tampak menyediakan tempat
Referensi
yang diperlukan oleh remaja. Demikian juga
ruang terbuka perkotaan, termasuk beberapa American Library Association (1964), Problems in
koridor jalan. Secara umum terindikasi bahwa Planning Library Facilities: Consultans,
jenis kegiatan lebih menentukan ketertarikan Architecs, Plans, and Critiques, Chicago
remaja akan suatu tempat, dari tempat itu sendiri.

Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan
Jurnal
Infrastruktur dan Lingkungan Binaan
Infrastructure and Build Environment Vol. I No. 1, Juni 2005
American Library Association (1964), Problems John, Geraint dan Heard, Helen (1981), Handbook of
in Planning Library Facilities: Consultans, Sports and Recreational Building Design,
architecs, Plans, and Critiques, Chicago London : Architectural Press.
Baud – Bovy, Manuel and Fred Lawson (1977), Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (1991),
Tourism and Recreation Development, Tata Cara Teknik Bangunan Gedung Olahraga.
London: The Architectural Press Ltd. Kelly, John R (1983), Leisure : Identities and
C.M Deasy (1985), Designing Places For People, Interaction, London : George Allen and Unwin.
New York: Whitney Library of Design Kelly, John R (1983), Leisure, New Jersey: Prantice
Callender, John Hancock (1974), Time Saver Hal.
Standard for Architectural Data, USA. Konya, Allan (1986), Sports Building : A Briefing
Caudill, William (1954), Toward Better School and Design Guide. Architectural Press.
Design, FW Dodge Corporation New York Makowskii, Z. S. (1964), Konstruksi Ruang Baja.
Cox, Philip dan Rayner, Michael (1994). The Bandung : Penerbit ITB
Master Architect Series: Cox Architecture, Neufret, Ernst (1990), Data Arsitek, jilid 1-2,
Selected and Current Works: Images Penerbit Erlangga
Publishing Group.
Patmore, J. Allan (1983), Recreation and Resources:
Daly, Jim (1995), Recreation and Sport Planning Leisure Patterns and Leisure Places, Oxford:
and Design: A Guidelines Manual, Office for Basil Blackwell Publisher Ltd. Oxford.
Recreation and Sport, Australia Selatan.
Perkins, Lawrence B. (1957), School, New York.
Davies, Collin (1991), High Tech Architecture Reinhold Publishing Corporation
London: Thames and Hudson Ltd.
Powell, Robert (2001), Architecture of Learning,
Fischer, Robert E (1964), Architectural Engineer- Singapore: Akimedia Pte Ltd
ing-New Structures, USA: Mc Graw-Hill.
Preiser, Wolfgang F. E. (1978), Facility
Fisher, Bell, Baum, Environmental Psychology Programming, Community Development Series,
2nd Edition. Vol. 39, USA: Dowden, Hutchinson & Ross, Inc.
Godby, Geoffrey (1990), Leisure In Your Life: An Schodeck, Daniel L (1999), Struktur (edisi kedua),
Exploration. Pennsylvania: Ventura Jakarta : Penerbit Erlangga.
Publishing, Inc.
Sobek, Werner dan Schulitz, Helmut C. (2000), Steel
Gold, Seymour M (1980), Recreation Planning Construction Manual. Switzerlang, Publisher for
and Desig, California: Mc GrawHill Book Architecture.
Company.
Sutrisno, R (1984), Arsitektur Modern (Bentuk
http://www.arch.usyd.edu.com Struktur Bangunan Dalam), Jakarta: Penerbit PT
http://archnet.org/library/sites/one-site.tcl? Gramedia.
site_id=197 Syamsudin, Abin (2000), Psikologi Kependidikan:
http://www.bappeda.com. Perangkat Sistem Pengajaran Modul, Bandung:
http://www.communitybuilders.nsw.gov.au/ PT. Remaja Rosdakarya
building_stronger/safer/young.html Tambunan, Reymond (2001), Remaja dan Perilaku
http://www.cox.com.au Konsumtif, e-psikologi.htm
http://www.ala.org Tarmudji, Tarsis (2001), Hubungan Pola Asuh
Orang Tua dengan Agresivitas Remaja, Editorial
http://www.arsenalfc.com
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 36.
http://www.nypl.org/branch/central_units/d/donne
Thompson, Geodfrey (1989), Planning and Design of
ll.html
Library Building 5th Ed., London: Butterworth
http://www.pages.drexel.edu/~gkw22/rol.html Architecture
http://www.sportevents.com Yurizal, Romi (2004), Pertimbangan Perilaku
http://www.worldstadium.com Remaja Pada Desain Bangunan Sekolah: Studi
Humprey Osmond (1987), dalam Jon Lang. Kasus Bangunan Sekolah Menengah Umum di
Creating Architectural Theory: The Role of Bandung, Tesis Desain, Bandung: ITB.
Behavioral Sciences in Environmental Design,
New York: Van Nostrand Reinhold Co.

Teknik Sipil Geodesi & Geomatika Arsitektur Teknik Lingkungan Perencanaan Wilayah & Kota Teknik Kelautan

You might also like