You are on page 1of 94

PENGARUH DEWAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN KOMITE AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi

Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih Derajat Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh : JIMI UJI WIJAYANTO ADI 0610230103

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

LEMBAR PENGESAHAN Skripsi dengan judul: PENGARUH DEWAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN KOMITE AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI) Yang disusun oleh: Nama NIM Fakultas Jurusan : Jimi Uji Wijayanto Adi : 0610230103 : Ekonomi : Akuntansi

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 13 September 2011 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima. SUSUNAN DEWAN PENGUJI 1. Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak. NIP. 19690609 199303 2 004 ( Dosen Pembimbing/Penguji I ) 2. Prof. Dr. Made Sudharma, SE., MM.,Ak. NIP. 19570709 198303 1 001 ( Dosen Penguji II ) 3. Devy Pusposari, SE., M.Si., Ak. NIP. 19751105 200312 2 001 ( Dosen Penguji III )

.............................................

.............................................

.............................................

Malang, 19 September 2011 Ketua Jurusan Akuntansi

Dr. Unti Ludigdo, SE., M.Si., Ak. NIP. 19690814 199402 1 001

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Tempat/Tanggal Lahir NIM Jurusan/Program Studi Alamat : Jimi Uji Wijayanto Adi : Lumajang, 7 Juli 1988 : 0610230103 : Akuntansi/S1 : Perum Griya Damai B.78-Malang.

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya susun dengan judul: PENGARUH DEWAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN KOMITE AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari Skripsi orang lain. Apabila kemudian hari pernyataan Saya tidak benar, maka Saya bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku (dicabut predikat kelulusan dan gelar kesarjanannya). Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat

dipergunakann bilamana diperlukan.

Malang, 15 Agustus 2011 Pembuat Pernyataan,

Jimi Uji Wijayanto A. NIM. 0610230103

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pengaruh Dewan Direksi, Dewan Komisaris, dan Komite Audit Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI), adapun tujuan dari penulisan skripsi ini sebagai salah syarat untuk meraih derajat Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Banyak pihak yang berjasa membantu baik moral maupun materiil dalam menyelesaikan skripsi ini. Hanya ucapan terima kasih sebesar-besarnya yang bisa penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Drs. Gugus Irianto MSA., Ak., Phd. selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. 2. Bapak Dr. Unti Ludigdo, Ak. selaku ketua jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. 3. Ibu Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak. selaku dosen pembimbing skripsi yang bersedia meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan kepada penulis. 4. Bapak Prof. Dr. Made Sudharma, SE., MM., Ak. selaku dosen penguji 1. 5. Ibu Devy Pusposari, SE,. M.Si., Ak. selaku dosen penguji 2. 6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi, Staf Pengajaran dan Administrasi Universitas Brawijaya Malang, trimakasih atas ilmu yang diberikan dan bantuan dalam proses belajar hingga akhir masa studi.

7. Ibunda tercinta terima kasih atas doa, bimbingan, dorongan baik spiritual maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 8. Almarhum ayah tercinta terima kasih atas semua yang ayah berikan selama ini, saya memohon maaf karena tidak dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya. 9. Adik adikku Aldi, Yoyok, dan Fitrwan terima kasih atas dukungan dan semangat kalian selama ini, sekolah sing niat rek ojo sampe telat koyok aku. 10. Teman temanku dari komunitas capxa brawijaya, komunitas touring brawijaya, komunitas djoker, dan anak- anak angkatan 2006. Terima kasih semua jasa dan kenangan bersama kalian tak akan pernah terlupakan. 11. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis tidak dapat menyebutkan satu per satu, hanya Allah yang mengetahui dan membalas kebaikan kalian semua.Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran guna penulisan yang lebih baik. Semoga penulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 19 September 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Hal HALAMAN JUDUL...i KATA PENGANTARii DAFTAR ISI..iv DAFTAR TABEL.vi DAFTAR GAMBAR....vii DAFTAR LAMPIRAN...viii ABSTRAK.....ix ABSTRACK...x BAB I PENDAHULUAN.1 1.1 Latar Belakang....1 1.2 Motivasi Penelitian.8 1.3 Perumusan Masalah9 1.4 Tujuan Penelitian..10 1.5 Manfaat Penelitian10 1.5.1 Manfaat Teoritis.10 1.5.2 Manfaat Praktis..10 BAB II KAJIAN PUSTAKA..12 2.1 Penelitian Terdahulu.12 2.2 Landasan Teori.14 2.2.1 Corporate Governance...14 2.2.2 Manfaat Corporate Governance.17 2.2.3 Mekanisne Corporate Governance.17 2.2.3.1 Dewan Direksi.18 2.2.3.2 Dewan Komisaris21 2.2.3.3 Komite Audit..25 2.2.4 Opini Audit28 2.2.5 Opini Audit Going Concern..31 2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis..33 2.3.1 Kerangka Pemikiran..33 2.3.2 Pengembangan Hipotesis...33 BAB III METODE PENELITIAN..38 3.1 Jenis Penelitian.38 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian...38 3.2.1 Populasi..38 3.2.2 Sampel39 3.3 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel40

3.3.1 Variabel Dependen.40 3.3.2 Variabel Independen..41 3.4 Jenis dan Sumber Data.43 3.5 Metode Pengumpulan Data..43 3.6 Pengujian Hipotesis..44 BAB IV PEMBAHASAN.48 4.1 Hasil Penelitian.48 4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian...48 4.1.2 Deskripsi Sampel Penelitian..48 4.1.3 Deskripsi Variabel Penelitian.48 4.1.3.1 Opini Audit Going Concern.49 4.1.3.2 Dewan Direksi..50 4.1.3.3 Dewan Komisaris.51 4.1.3.4 Komite Audit....52 4.1.4 Pengujian Hipotesis...53 4.2 Pembahasan..60 4.2.1 Dewan Direksi...61 4.2.2 Dewan Komisaris...62 4.2.3 Komite Audit..64 BAB V KESIMPULAN...66 5.1 Kesimpulan...66 5.2 Keterbatasan Penelitian67 5.3 Saran.67 DAFTAR PUSTAKA...68 LAMPIRAN..71

DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria...40 Tabel 4.2 Ringkasan Penerimaan Opini Audit.........50 Tabel 4.3 Ringkasan Kepemilikan Manajerial.............51 Tabel 4.4 Ringkasan Komisaris Independen........52 Tabel 4.5 Ringkasan Komite Audit..53 Tabel 4.6 Iteration History 0....54 Tabel 4.7 Iteration History 1....55 Tabel 4.8 Hosmer and Lameshow Test....56 Tabel 4.9 Correlation Matrix....57 Tabel 4.10 Model Summary...57 Tabel 4.11 Classification Table..58 Tabel 4.12 Variables in the Equation.59 Tabel 4.13 Ringkasan Pengujian Hipotesis61

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian.33 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Hipotesis.33

DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sampel..71 Lampiran 2 Statistik Deskriptif..72 Lampiran 3 Regresi Logistik..78

PENGARUH DEWAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN KOMITE AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

Oleh : Jimi Uji Wijayanto A. Pembimbing : Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak.

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adanya pengaruh dewan direksi, dewan komisaris, dan komite audit terhadap penerimaan opini audit going concern pada suatu perusahaan. Pemilihan sampel ditentukan dengan dengan menggunakan purposive sampling method dan diperoleh sebanyak 31 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pengaruh antara dewan direksi, dewan komisaris dan komite audit terhadap penerimaan opini audit going concern dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik karena adanya variabel dummy baik pada variabel dependen daupun pada variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel dewan direksi yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Namun, penelitian ini tidak dapat memberikan bukti adanya pengaruh dewan komisaris yang diproksikan dengan proporsi jumlah komisaris independen dan jumlah anggota komite audit dalam suatu perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern. Kata kunci : opini audit going concern, kepemilikan manajerial, komisaris independen, komie audit, regresi logistik.

THE INFLUENCE OF BOARD OF DIRECTORS, BOARD OF COMMISSIONERS, AND AUDIT COMMITTEE TO THE ACCEPTANCE OF GOING CONCERN OPINION

By : Jimi Uji Wijayanto A. Advisor Lecturer : Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak.

ABSTRACT The objective of this study is to examine whether there is an influence of board of directors, board of commissioners, and audit committee to the acceptance of going concern opinion to the company. The data was selected by using purposive sampling method and obtained 31 manufacturing firms listed in Indonesia Stock Exchange. The influence of board of directors, board of commissioners, and audit committee to the acceptance of going concern opinion to the company is analyzed using logistic regression because there is dummy variable either in dependent variable or in independent variable. The result show that board of directors which uses managerial ownership in a company as a proxy, have an influence to the acceptance of going concern opinion. But, this study can not give evidence that board of commissioners which uses proportion of independent commissioners as a proxy and number of audit committee members in a company to the acceptance of going concern opinion. Keyword : going concern opinion, managerial ownership, independent commissioners, audit committee, logistic regression.

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Keadaan ekonomi yang tidak stabil di Indonesia sejak krisis keuangan berskala global memberi dampak tersendiri terhadap perusahaan yang ada. Hal ini mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami perubahan mendasar, terlebih pada saat krisis ekonomi terjadi, yang memberikan pengaruh signifikan terhadap perekonomian, dan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dari segala bidang. Krisis ekonomi membuat adanya persaingan antar perusahaan yang semakin ketat dan menuntut perusahaan untuk dapat mengatur strategi perusahaan agar dapat bertahan dan berkembang lebih besar lagi, untuk itu perusahaan perlu membuat strategi yang tepat untuk mempertahankan kelangsungan usahanya (going concern). Going concern adalah kemampuan suatu usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Oleh karenanya, adalah wajar jika manajemen menjadi pihak yang diandalkan untuk membawa suatu perusahaan survive selama mungkin. Menurut Setiawan (2006) dalam Santosa dan Wedari (2007), going concern sebagai asumsi bahwa perusahaan dapat mempertahankan hidupnya secara langsung akan mempengaruhi laporan

keuangan. Jadi, jika laporan keuangan disusun dengan dasar going concern berarti diasumsikan perusahaan akan bertahan dalam jangka panjang. Auditor juga memiliki peranan yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup suatu perusahaan (going concern) melalui opininya yang terangkum dalam laporan audit. Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP Seksi 341, 2001). Auditor seharusnya dapat memberikan warning kepada pembaca laporan keuangan atas kelangsungan hidup perusahaan yang diaudit. Hal ini sangat penting karena auditor merupakan perantara antara manajemen dengan pengguna laporan keuangan. Bagi para pembaca laporan keuangan yang awam terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), auditor eksternal sering kali dianggap salah memberikan opini audit atas laporan keuangan karena gagal memberikan warning sebagaimana diutarakan sebelumnya. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa laporan keuangan yang telah diaudit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian adalah jaminan bahwa perusahaan yang diaudit pasti bebas dari kegagalan usaha dan kepailitan. Padahal belum tentu demikian, karena pekerjaan auditor eksternal harus dilihat dari implementasi SPAP dalam setiap penugasan audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor eksternal (Purba, 2009). Menurut Mulyadi (2002) dalam buku Auditing bahwa laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi masyarakat lingkungannya. Dalam laporan tersebut auditor

menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan auditan. Opini audit merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari audit report. Auditor bertanggung jawab atas opini yang diberikan, sedangkan isi laporan keuangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab manajemen. Ada lima tipe opini audit yang diterbitkan oleh auditor berdasarkan hasil pengauditan laporan kliennya yaitu unqualified opinion report, unqualified opinion report with explanatory language, qualified opinion report, adverse opinion report, dan disclaimer of opinion report. Opini audit atas laporan keuangan adalah salah satu bahan pertimbangan bagi investor ketika membuat keputusan untuk berinvestasi. Opini audit going concern yang diberikan auditor menggambarkan kondisi internal perusahaan yang sedang bermasalah. Menurut Altman dan McGough (1974) dalam Praptitorini dan Januarti (2007), masalah going concern terbagi dua: pertama, masalah keuangan yang meliputi defisiensi likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan utang, kesulitan memperoleh dana. Kedua, masalah operasi yang meliputi kerugian operasi yang terus menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi trancam dan pengendalian yang lemah atas operasi. Masalah going concern ini dapat dicegah dan diatasi dengan adanya suatu aturan untuk mengelola dan mengawasi perusahaan yaitu tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Ini dikarenakan salah satu manfaat Good Corporate Governance adalah menjaga going concern perusahaan. Penelitianpenelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian opini going concern oleh auditor didasarkan pada kondisi internal perusahaan, seperti kualitas audit (Santosa dan Wedari, 2007; Siregar dan Tamba, 2009),

kondisi keuangan perusahaan (Ramadhany, 2004; Santosa dan Wedari, 2007; Hadiyana, 2007; Siregar dan Tamba, 2009), pertumbuhan perusahaan (Santosa dan Wedari, 2007; Hadiyana, 2007), dan ukuran perusahaan (Ramadhany, 2004; Santosa dan Wedari, 2007). Selain faktor-faktor di atas, mekanisme corporate governance juga memiliki andil dalam pengelolaan perusahaan, sebab corporate governance merupakan suatu sistem dimana perusahaan itu dijalankan dan dikendalikan. Menurut Berle dan Means (1934) dalam Gunarsih (2003), isu corporate governance muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilkan dan pengelolaan perusahaan. Dengan pemisahan ini, pemilik perusahaan memberikan kewenangan pada pengelola (manajemen) untuk mengurus jalannya perusahaan seperti mengelola dana dan mengambil keputusan perusahaan lainnya untuk dan atas nama pemilik. Dengan kewenangan yang dimiliki ini, mungkin saja pengelola bisa bertindak yang hanya menguntungkan dirinya sendiri, dengan mengorbankan kepentingan pemilik. Hal ini mungkin terjadi karena pengelola mempunyai informasi mengenai perusahaan, yang tidak dimiliki pemilik perusahaan (asymmetric information). Corporate governance diperlukan untuk

mengendalikan perilaku pengelola perusahaan agar bertindak tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri, tetapi juga menguntungkan pemilik perusahaan, atau dengan kata lain untuk menyamakan kepentingan antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Kepentingan utama pemilik dana adalah memperoleh return yang memadai atas dana yang ditanamkan. Pengelola akan mengutamakan kepentingan pemilik apabila aktivitas yang dilakukan dan keputusan yang diambil

ditujukan untuk meningkatkan nilai perusahaan, hal ini berarti juga akan meningkatkan kekayaan pemilik. Kepemilikan manajerial adalah salah satu bentuk mekanisme corporate governance yang bisa menyamakan kepentingan pemilik dan pengelola perusahaan. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (Faizal, 2004). Peningkatkan persentase kepemilikan, akan membuat manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Manajer tidak hanya mengambil tindakan yang sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu untuk memperoleh laba tetapi juga mengoptimalkan aktivitas investasi. Herawaty (2008) juga menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme corporate governance sehingga dapat mengurangi tindakan manajer dalam memanipulasi laba, dengan demikian kepemilikan manajerial sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan sarana monitoring yang efektif yang dapat membawa pada kualitas pelaporan yang lebih tinggi, sehingga opini audit yang diterima atas laporan keuangan perusahaan cenderung merupakan opini yang bersih (clean opinion). Mekanisme corporate governance lain yang tak kalah penting adalah keberadaan komisaris independen dan komite audit. Komisaris independen diharapkan mampu menempatkan keadilan (fairness) sebagai prinsip utama dalam memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang mungkin sering terabaikan, misalnya pemegang saham minoritas serta para stakeholder lainnya, sebab

komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun yang dapat dianggap sebagai campur tangan untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan (Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2000). Tugas komisaris independen dalam hubungannya dengan pelaporan keuangan adalah menjamin transparansi dan keterbukaan laporan keuangan perusahaan serta mengawasi kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku. Chtourou et al. (2001) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa Dewan Komisaris yang independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Menurut Amirudin (2004), keanggotaan komisaris independen harus lebih dari jumlah (30%), sehingga dapat outvoted dalam pengambilan keputusan, hal ini apabila dihubungkan dengan adanya anggota komisaris yang tidak independen. Oleh karena itu, dengan adanya proporsi komisaris independen minimal 30% atau lebih banyak diharapkan dapat membawa pada pelaporan keuangan yang lebih berkualitas sehingga

menghasilkan opini yang wajar tanpa pengecualian atau opini non going concern. Kemudian mekanisme corporate governance yaitu adanya kewajiban dibentuknya komite audit pada perusahaan-perusahaan public oleh Bursa Efek Indonesia dalam peraturan pencatatan efek no I-A, dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menunjukkan bahwa BEI ingin meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan sehingga dapat mengurangi aktivitas manajemen melalui akrual diskresioner.

Tugas komite berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi pelaporan keuangan oleh manajemen. Peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan. Investor sebagai pihak luar perusahaan tidak dapat mengamati perusahaan secara langsung kualitas sistem informasi perusahaan sehingga persepsi mengenai kinerja komite audit akan mempengaruhi penilaian investor terhadap kualitas laba perusahaan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Verschoor (1993) mengenai pengawasan pada audit eksternal yang diharapkan dapat meningkatkan independensi auditor sehingga dapat memperbaiki efektivitas audit. McMullen (1996) dalam Santosa dan Wedari (2007) menunjukkan bahwa komite audit berhubungan dengan lebih sedikit tuntutan hukum pemegang saham karena kecurangan dan tindakan illegal. Auditor yang melihat adanya tuntutan hukum pemegang saham akan menilai hal tersebut sebagai salah satu faktor keraguan akan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga ia akan memberikan opini going concern pada perusahaan tersebut. Penelitian ini merupakan replikasi dari tiga penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Ramadhany (2004) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Cencern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta., kemudian penelitian Ballesta dan Garcia Meca (2005) yang berjudul Audit Qualifications and Corporate Governance in Spanish Listed Firms dan yang terakhir

penelitiaan Linoputri (2010) yang berjudul Pengaruh Corporate Governance Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Beda Penelitian ini dengan penelitian Ramadhany (2004), penelitian Ballesta dan Garcia Meca (2005) dan penelitian Linoputri (2010) adalah : Penelitian ini menggunakan variabel kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan ukuran komite audit sebagai proksi dari variabel dewan direksi, dewan komisaris dan komite audit. Data pada penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur. Penelitian menggunakan perusahaan manufaktur karena sebagian besar perusahaan di BEJ termasuk dalam jenis perusahaan manufaktur sehingga diharapkan tingkat generalisasi temuan cukup tinggi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul : Pengaruh Dewan Direksi, Dewan Komisaris, dan Komite Audit terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

1.2.

Motivasi Penelitian Motivasi penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi perusahaan dalam penerimaan opini audit going concern, selain itu beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan keluarga, ukuran dewan komisaris, komite audit, kondisi keuangan, laporan audit sebelumnya, ukuran perusahaan, dan komisaris independen terhadap penerimaan opini audit going concern,

menunjukkan hasil yang tidak konsisten diantaranya penelitian yang dilakukan, Carcello dan Neal (2000) menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern, sedangkan Ramadhany (2004) Rahayu (2007) memberikan hasil yang berbeda, di mana komisaris independen tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan pengujian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi opini audit going concern yaitu karakteristik dewan komisaris, karakteristik dewan direksi dan komite audit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010.

1.3.

Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas diperoleh rumusan masalah seperti berikut :

1. Apakah kepemilikan manajerial dalam suatu dewan direksi berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern ? 2. Apakah proporsi komisaris independen dalam dewan komisaris berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern ? 3. Apakah ukuran komite audit berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern ?

1.4.

Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang diuraikan, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial dalam suatu dewan direksi terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2. Untuk menguji pengaruh proporsi komisaris independen dalam dewan komisaris terhadap terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 3. Untuk menguji pengaruh ukuran komite audit terhadap terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.

1.5.

Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat menambah wacana keilmuan bidang manajemen dan akuntansi keuangan khususnya tentang auditing. Penelitian ini juga menjadi bukti empiris dan dapat menambah referensi bagi penelitian lanjutan atau para peneliti yang berminat memperdalam kajian pelaporan informasi keuangan perusahaan.

1.5.2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik pada lembaga audit, perusahaan, maupun elemen pengguna informasi keuangan lain

untuk menilai dan memahami karakteristik manajerial perusahaan (corporate government) dalam kaitannya dengan dampak pada kandungan informasi dalam laporan keuangan. Penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi bagi pihakpihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan dalam kaitannya dengan pemanfaatan informasi guna menunjang aktivitas investasi di bursa efek.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1.

Penelitian Terdahulu Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menjelaskan mengenai

keberadaan pengaruh kepemilikan dewan direksi, dewan komisaris, opini audit tahun sebelumnya, prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan dan komite audit, serta beberapa variabel yang lain, terhadap penerimaan opini audit going concern di perusahaan go public. Berkaitan dengan penelitian ini, instrumeninstrumen tersebut adalah variabel independen yang dominan digunakan. Paragraf berikutnya akan menjelaskan secara singkat hasil dari penelitian terdahulu yang menggunakan variabel independen yang sama dengan variabel independen pada penelitian ini. Penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel independen

kepemilikan manajerial dilakukan oleh Ballesta dan Garcia-Meca (2005), Linoputri (2010), menunjukkan bahwa kepemilikan dewan direksi dalam perusahaan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Sedangkan, Januarti (2008) memberikan hasil yang berbeda, di mana kepemilikan dewan direksi dalam perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Variabel independen dewan komisaris yang digunakan pada penelitian terdahulu dilakukan oleh Ramadhany (2004), Ballesta dan Garcia-Meca (2005), Rahayu (2007), dan Linoputri (2010) memberikan hasil yang menyatakan bahwa

proporsi jumlah komisaris independen dalam perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Carcello dan Neal (2000) dalam penelitiannya menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu keberadaan komisaris independen yang lebih banyak dalam komite audit mengurangi kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini going concern. Penelitian lainnya yang menyertakan komite audit sebagai variabel independen, antara lain Firmansyah (2010), membuktikan bahwa komite audit memberikan pengaruh yang signifikan terhadap opini audit going concern. Carcello dan Neal (2000) memberikan hasil penelitian bahwa semakin besar persentase komisaris independen dalam komite audit, semakin kecil kemungkinan auditor akan mengeluarkan opini going concern. Ramadhany (2004), Linoputri (2010) memakai komite audit sebagai variabel penjelas untuk membuktikan pengaruhnya terhadap opini audit going concern. Ramadhany (2004) tidak berhasil menjelaskan keberadaan pengaruh komite audit dalam membantu auditor eksternal mengeluarkan keputusan opini going concern. Bahkan, Linoputri (2010) menunjukkan hasil bahwa keberadaan komite audit tidak memberikan pengaruh terhadap opini audit going concern. Walaupun demikian, hasil Ramadhany (2004) dan Linoputri (2010) memberikan implikasi kepada regulator perusahaan go public di Indonesia untuk lebih menyerukan independensi komite audit dalam memonitor proses pelaporan keuangan manajemen dari perusahaan-perusahaan yang go public tersebut.

2.2.

Landasan Teori

2.2.1. Corporate Governance Perusahaan terutama perusahaan go public, dalam menjalankan

aktivitasnya semakin bergantung dari pembiayaan eksternal, misalnya melalui modal dan pinjaman. Berkaitan dengan masalah keagenan, corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return (Darmawati dkk., 2004). Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan dengawas dan direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Dalam tingkat yang paling dasar, corporate governance digambarkan sebagai suatu proses dimana perusahaan berusaha untuk meminimalisir biaya transaksi dan biaya agensi terkait dengan bisnis yang dijalankan perusahaan (Samanta, 2009). Manajemen perlu memperhatikan prinsip-prinsip good corporate atas dana yang telah mereka investasikan

governance sebagaimana yang diuraikan Organization for Economic Cooperation and Development dalam FCGI (2000), yaitu :

1. Fairness (Keadilan) Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-hak para pemegang saham. Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang

mengandung benturan kepentingan. 2. Transparency (Transparansi) Prinsip ini menyatakan bahwa informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan keuangan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan 3. Accountability (Keterbukaan) Prinsip ini membuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi besrta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang

saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan. 4. Responsibility (Pertanggungjawaban) Prinsip ini menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut merealisasikan tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate yang governance berkaitan yaitu dengan

mengakomodasikan

kepentingan

pihak-pihak

perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan sebagainya. Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Komponen-komponen GCG tersebut penting karena penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan (Kaihatu,2006). Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang terkandung dalam mekanisme corporate governance adalah: 1. Kepemilikan manajerial 2. Proporsi komisaris independen 3. Keberadaan komite audit dalam perusahaan

2.2.2. Manfaat Corporate Governance Menurut Herawaty (2008) prinsip-prinsip corporate governance yang diterapkan memberikan manfaat diantaranya yaitu : 1. Meminimalkan agency cost dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara principal dan agen; 2. Meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal; 3. Meningkatkan citra perusahaan; 4. Meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah; 5. Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik.

2.2.3. Mekanisme Coerporate Governance Mekanisme corporate governance menurut Shleifer dan Vishny (1997) adalah suatu mekanisme yang digunakan untuk memastikan bahwa supplier keuangan (pemegang saham atau shareholders) dan pemberi pinjaman (bondholders), dari perusahaan memperoleh pengembalian dari kegiatan yang dijalankan oleh manajer, atau dengan kata lain bagaimana supplier keuangan perusahaan melakukan kontrol terhadap manajer. Menurut Barnhart dan Rosestein (1998) dalam Misiastuty dan Machfoedz (2003) kontrol tersebut meliputi :

1. Mekanisme internal, seperti struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan komposisi eksekutif. 2. Mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan intitusional, dan tingkat pendanaan hutang. Menurut Boediono (2005), mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem, yang terdiri atas kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris yang mengendalikan dan mengarahkan operasional perusahaan. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem, yang terdiri atas kepemilikan manajerial, proporsi jumlah anggota komisaris independen, dan komite audit, untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada pemegang saham. Jadi mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem yang terdiri atas kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, dan komite audit yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada pemegang saham. Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang terkandung dalam mekanisme corporate governance mencakup dewan direksi, dewan komisaris, dan komite audit.

2.2.3.1.Dewan Direksi Wilkipedia (2011), direktur (dalam jumlah jamak disebut dewan direksi) adalah seseorang yang ditunjuk untuk memimpin Perusahaan. Direktur dapat seseorang yang memiliki perusahaan tersebut atau orang profesional yang ditunjuk oleh pemilik usaha untuk menjalankan dan memimpin perusahaan. Penyebutan direktur dapat bermacam-macam, yaitu dewan manager, dewan gubernur, atau dewan eksekutif. Di Indonesia pengaturan terhadap direktur terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dijabarkan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab direksi. Seorang direktur atau dewan direksi dalam jumlah direktur dalam suatu perusahaan (minimal satu), yang dapat dicalonkan sebagai direktur, dan cara pemilihan direktur ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan. Pada umumnya direktur memiliki tugas antara lain: 1. Memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan. 2. Memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian (manajer). 3. 4. Menyetujui anggaran tahunan perusahaan. Menyampaikan laporan ke ada pemegang saham atas kinerja perusahaan.

Tanggung jawab dari direktur kepada pihak ketiga dan hukum ditentukan dari jenis perusahaan yang didirikan (Firma, Persekutuan Komanditer (CV), atau Perseroan Terbatas (PT)). Dalam penelitian ini dewan direksi berkaitan dengan struktur kepemilikan manajerial dalam perusahaan sebagaimana dipaparkan sebagai berikut :

Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial merupakan jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan terhadap total jumlah saham beredar. Struktur kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme dalam coporate governance. Pemahaman terhadap kepemilikan perusahaan sangat penting karena berkaitan dengan pengendalian operasional perusahaan. Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebab dengan besarnya saham yang dimiliki, pihak manajemen diharapkan akan bertindak lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (Faizal, 2004). Peningkatkan persentase kepemilikan, akan membuat manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Manajer tidak hanya mengambil tindakan yang sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu untuk memperoleh laba tetapi juga mengoptimalkan aktivitas investasi. Herawaty (2008) juga menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme corporate governance sehingga dapat mengurangi tindakan manajer dalam memanipulasi laba, dengan demikian kepemilikan manajerial sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan sarana monitoring yang efektif yang dapat membawa pada kualitas pelaporan yang lebih tinggi, sehingga opini audit yang diterima atas laporan keuangan perusahaan cenderung merupakan opini yang bersih (clean opinion). Namun, kekuasaan yang dipegang oleh manajer

dengan kepemilikan sahamnya yang besar juga dapat membawa dampak negatif pada pemegang saham eksternal, dimana pemegang saham eksternal tidak dapat mengendalikan tindakan manajemen.

2.2.3.2.Dewan Komisaris Dewan komisaris merupakan sekelompok orang dalam perusahaan yang diangkat dan diberhentikan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang bertugas untuk mengawasi dan memberikan petunjuk serta nasihat kepada manajemen dengan pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu keberadaan dewan komisaris menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam mewujudkan keberhasilan perusahaan. Selain itu keberadaan dewan komisaris akan menjadi penghubung bagi pemegang saham dalam mengetahui kondisi perusahaan yang dikelola oleh manajemen sehingga dewan komisaris juga berfungsi untuk meminimalisasi konflik keagenan (agency problem) antara pemegang saham dengan manajemen. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dewan komisaris merupakan salah satu aspek penting perwujudan good corporate governance. Dewan komisaris memandang aktivitas oleh komisaris eksternal sebagai pusat dari pecahan masalah agency (antara manajer dan pemegang saham) yang efektif (Fama dan Jansen, 1983 seperti yang dinyatakan oleh Pranata, 2002). Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Menurut Peraturan Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen

minimum 30%. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan tercatan wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proposional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% (tiga pulu per seratus) dari jumlah seluruh anggota komisaris. Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor. Untuk mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris. Selaim mensupervisi dan member nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang dinyatakan dalam National Code for Good Corporate Governance (2001) adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan berbagai tanggung stakeholder jawab sosial dan sebaik

mempertimbangkan kepentingan

perusahaan

memonitor efektifitas pelaksanaan good corporate governance. Mengingat pentingnya peranan dewan komisaris dalam menerapkan good corporate governance maka perlu dijelaskan tugas-tugas utama yang harus

dilakukan oleh dewan komisaris berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance itu sendiri, yaitu : 1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan asset. Tugas ini terkait dengan peran dan tanggungjawab, serta usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen (accountability). 2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota direksi yang transparan dan adil (transparancy). 3. Memonitor dan mengawasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajmen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan asset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas ini memberikan perlindungan hak-hak pera pemegang saham (fairness). 4. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi yang terjadi di perusahaan (OECD Principle of Corporate Governance). Proses keterbukaan (transparancy) ini untuk menjamin tersedianya informasi yang tepat waktu dan jelas. Berdasarkan uraian di atas, variable komposisi dewan komisaris dalam penelitian ini diwakili oleh proporsi komisaris independen dalam susunan dewan komisaris.

Komisaris Independen Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota sewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Komisaris independen memiliki tanggungjawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menyatakan bahwa keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Peraturan ini menyatakan bahwa perusahaan yang listed di bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham minoritas (bukan kontrolling shareholders). Persyaratan jumlah minimal komisaris independen dalam peraturan ini adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris. Beberapa criteria lainnya tentang komisaris independen adalah sebagai berikut : 1. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliansi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (kontrolling shareholders) perusahaan tercatat yang bersangkutan.

2. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya perusahaan yang tercatat yang bersangkutan. 3. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan. 4. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 5. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan kontrolling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Karakteristik dewan komisaris secara umum dan khususnya komposisi dewan dapat menjadi suatu mekanisme yang menentukan tindakan manajemen laba. Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan yang dijalankan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap tercapainya proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas stsu kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan.

2.2.3.3.Komite Audit Komite Audit mulai diperkenalkan kepada dunia usaha di Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Kemudian pada tahun 1970-an, New York Stock Excange (NYSE) mulai mewajinkan keberadaan Komite Audit sebagaipersyaratan pencatatan, sejak itu banyak Negara yang membuat ketentuan mengenai komite audit apakah itu dalam bentuk Code of Best Practices, peraturan perundangan,

maupun persyaratan pencatatan di bursa. Sejalan dengan kecenderungan internasional ini, persyaratan semacam ini juga telah ditetapkan di Indonesia melalui Pedoman Good Corporate Governance yang diterbitkan pada bulan Mei 2002. Fungsi pengawasan sangat diperlukan dalam rangka menunjang

tercapainya corporate governance yang baik. Oleh karena itu dibentuklah komite audit yang merupakan komite khusus dalam perusahaan yang bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya merupakan tanggungjawab penuh dari dewan komisaris (Wedari, 2004). Menurut Anis Baridwan dengan memperhatikan pembentukan serta tugas dan fungsinya, maka komite audit dapat didefinisikan sebagai, komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan untuk membantu dewan komisaris perusahaan melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan fungsi penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen dan auditor independen, Bapepam (2001) yang dikutip oleh Febryana (2007) mendefinisikan komite audit sebagai berikut : Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris yang bertujuan untuk membantu dewan komisaris dalam rangka melakukan tugas dan fungsinya.

Sementara itu menurut Supriyono (1998) dalam Susiana dan Herawaty (2006), berkaitan dengan keberadaan komite audit, menjelaskan bahwa : Komite audit adalah suatu badan yang dibentuk di dalam perusahaan klien yang bertugas untuk memelihara independensi akuntan pemeriksa terhadap manajemen. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komite audit merupakan komite yang bertugas untuk membantu dewan komisaris dalam rangka upaya mewujudkan praktek good corporate governance. Pemegang saham mengangkat dewan komisaris untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap manajemen. Selanjutnya dewan komisaris membentuk komite audit yang bertujuan untuk membantu dewan komisaris dalam melakukan tindakan pengawasan terhadap manajemen. Oleh karena itu komite audit berperan sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian perusahaan. Berkaitan demgan peran komite audit tersebut, FCGI membagi tanggungjawab komite audit pada tiga bidang, yaitu : 1. Laporan Keuangan (Financial Reporting) Tanggungjawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah menggambarkan kondisi keuangan, hasil usaha, dan rencana serta komitmen jangka panjang perusahaan sesuai dengan kenyataan yang ada.

2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Tanggungjawab komite audit dalam bidang corporate governance adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai dengan undangundang dan peraturan yang berlaku serta etika yang ada. Selain itu komite audit juga bertanggungjawab untuk mengawasi perbedaan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan. 3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Kontrol) Tanggungjawab komite audit dalam bidang corporate kontrol adalah memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh internal auditor sehingga komite audit diharuskan memahami risiko yang mungkin muncul serta memahami sistem pengendalian internal perusahaan. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Komite audit beranggotakan sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Salah satu dari anggota komite audit merupakan komisaris independen yang sekaligus bertindak sebagai ketua komite agar tercipta independensi dalam memberikan pendapat. Sedangkan anggota komite audit lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dan tidak mempunyai hubungan usaha maupun hubungan afiliansi dengan perusahaan, direktur, komisaris, atau pemegang saham utama. 2. Anggota komite audit haruslah individu yang mandiri dan tidak terlibat dengan kegiatan manajemen serta memiliki pengalaman terhadap pengawasan

manajemen. Hal ini bertujuan agar nilai integritas dan obyektivitas dapat tercipta dalam merekomendasi penyusunan laporan keuangan.

2.2.4. Opini Audit Menurut standar profesional akuntan publik SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang meterial, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat auditor (opini audit) merupakan bagian dari laporan audit yang merupakan informasi utama dari laporan audit. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya. Terdapat lima jenis pendapat auditor menurut Mulyadi (2002) yaitu: 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secar wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi: a. Semua laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.

b. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor. c. Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan, d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum di Indonesia. e. Tidak ada keadaan yang mengaruskan auditor untuk menambah paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified opinion with explanatory languege) Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas atau bahasa pejelas lain dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi katakata dalam laporan audit baku adalah: a. Ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum. b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup suatu entitas. c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. d. Penekanan atas suatu hal. e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain.

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semuahal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima secara umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan: a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap ruang lingkup audit. b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berteriam umum di Indonesia, yang berdampak material , dan ia brkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. 4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditee tidak menyajikan secar wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 5. Tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.

2.2.5. Opini Audit Going Concern Going concern merupakan kelangsungan hidup suatu entitas, dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek (Setyarno dkk, 2006). Going concern merupakan salah satu konsep yang mendasari pelaporan keuangan (Gray dan Manson, 2000 dalam Praptitorini dan Januarti, 2007). Jadi, ketika auditor memberikan opini dengan modifikasi mengenai going concern kepada auditee atas laporan keuangannya, itu merupakan suatu indikasi bahwa auditee berisiko tidak dapat bertahan dalam bisnis atau dengan kata lain, terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Ares (1997) dalam Santoso dan Wedari (2007), faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpastian tersebut antara lain : 1. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja. 2. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek. 3. Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa bumi / banjir / masalah perburuhan yang tidak biasa. 4. Perkara pengadilan, gugatan hukum / masalah serupa yang sudah terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi.

2.3.Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.3.1. Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Perusahaan Manufaktur

2.3.2. Pengembangan Hipotesis Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual, dapat dikembangkan beberapa hipotesis sebagai berikut: 1. Dewan Direksi Menurut Jensen dan Meckling (1976), perbedaan kepentingan dan perilaku oportunistik berbanding terbalik dengan bagian kepemilikan pihak dalam, karena kepemilikan pihak dalam (manajemen) bertindak sebagai sarana pengawasan yang membawa pada kualitas pelaporan yang lebih tinggi. Jadi, semakin besar saham yang dimiliki oleh manajemen, mereka akan bertindak lebih hati-hati dalam membuat keputusan dan berusaha mencegah perilaku oportunistik.

Kecenderungan manajer sebagai pemilik dan pengelola perusahaan untuk tidak melakukan manajemen laba dan menghasilkan informasi akuntansi yang credible demi reputasi perusahaan juga akan membawa pengaruh positif bagi pemberian opini auditor Hasil penelitian Ballesta dan Garcia Meca (2005), di perusahaan-

perusahaan non keuangan yang go public di Spanyol menunjukkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang lebih besar cenderung tidak menerima opini yang qualified (wajar dengan pengecualian). Linoputri (2010), menunjukkan bahwa dewan direksi yang memiliki saham di perusahaan, apalagi dalam jumlah besar cenderung berusaha mempertahankan atau bahkan meningkatkan fungsi pengelolaan dan pengawasannya terhadap perusahaan agar kinerja perusahaan juga dapat lebih baik dan dapat bertahan dalam jangka panjang. Selain itu juga untuk mencegah auditor meragukan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga tidak memberikan opini going concern pada laporan keuangannya.

H1 : Kepemilikan manajerial dalam suatu dewan direksi perusahaan, berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. 2. Dewan Komisaris Tugas komisaris independen dalam hubungannya dengan pelaporan keuangan adalah menjamin transparansi dan keterbukaan laporan keuangan perusahaan serta mengawasi kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku. Namun demikian, apakah keberadaan komisaris independen yang minimal 30% dari jumlah anggota Dewan Komisaris akan efektif? Mekanisme pengawasan yang dijalankan Dewan Komisaris akan berjalan lebih efektif jika lebih banyak anggota yang bersifat independen. Menurut Amirudin (2004), keanggotaan komisaris independen harus lebih dari jumlah (30%), sehingga dapat outvoted dalam pengambilan keputusan, hal ini apabila dihubungkan dengan adanya anggota komisaris yang tidak independen. Oleh karena itu, dengan adanya proporsi komisaris independen minimal 30% atau lebih banyak diharapkan dapat membawa pada pelaporan keuangan yang lebih berkualitas sehingga menghasilkan opini yang wajar tanpa pengecualian atau opini non going concern. Carcello an Neal (2000), menunjukkan peran komisaris independen dalam komite audit yaitu semakin besar persentase komisaris independen semakin rendah kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. H2 : Jumlah proporsi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern.

3. Komite Audit Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan Dewan Komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian (Nasution dan Setiawan, 2007). Dalam rangka untuk membuat komite audit yang efektif dalam pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan perusahaan, komite audit harus memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan tanggungjawab. Di Indonesia, pedoman pembentukan komite audit yang efektif menjelaskan bahwa anggota komite audit yang dimiliki oleh perusahaan sedikitnya terdiri dari 3 orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Jumlah anggota komite audit yang harus lebih dari satu orang ini dimaksudkan agar komite audit dapat mengadakan pertemuan dan bertukar pendapat satu sama lain. Hal ini dikarenakan masing-masing anggota komite audit memiliki pengalaman tata kelola perusahaan dan pengetahuan keuangan yang berbeda-beda. Teori ketergantungan sumber daya berargumen bahwa terciptanya fungsi pengawasan komite audit yang efektif berhubungan dengan jumlah sumber daya yang dimiliki oleh komite (Pierce dan Zahra, 1992 dalam Anggraini, 2010). Efektivitas komite audit akan meningkat jika ukuran komite meningkat, karena komite memiliki sumber daya yang lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Auditor yang melihat masalah-masalah yang dihadapi

oleh perusahaan sebagai salah satu faktor keraguan akan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga ia akan memberikan opini going concern pada perusahaan tersebut. McMullen (1996) dalam Santosa dan Wedari (2007) menunjukkan bahwa komite audit berhubungan dengan lebih sedikit tuntutan hukum pemegang saham karena kecurangan dan tindakan illegal. Auditor yang melihat adanya tuntutan hukum pemegang saham akan menilai hal tersebut sebagai salah satu faktor keraguan akan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga ia akan memberikan opini going concern pada perusahaan tersebut H3 : Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.

Jenis Penelitian Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian

yang mengungkap besar atau kecilnya suatu pengaruh atau hubungan antar variabel yang dinyatakan dalam angka-angka. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang merupakan faktor pendukung terhadap pengaruh antara variabel-variabel yang bersangkutan kemudian mencoba untuk dianalisis dengan menggunakan alat analisis yang sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian

3.2.

Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang bergerak dalam bidang manufaktur pada tahun 2008-2010. Kelompok perusahaan manufaktur dipilih karena sebagian besar perusahaan di BEI termasuk dalam jenis ini sehingga diharapkan hasil penelitian dapat digeneralisasi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 125 perusahaan.

3.2.2. Sampel Sampel penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang bergerak dalam bidang manufaktur pada tahun 2008-2010 yang dipilih dengan metode purposive sampling. Pemilihan kelompok subyek dalam purposive sampling, didasarkan pada ciri atau sifat yang dipandang memiliki sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Pemilihan sampel dengan metode purposive sampling ini diharapkan dapat mewakili populasinya dan tidak menimbulkan bias bagi tujuan penelitian. Sampel dipilih dengan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum 1 Januari 2008. 2. Perusahaan delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian (tahun 2008-2010). Karena pada penelitian ini hanya menggunakan perusahaan yang secara konsisten listing di BEI selama periode 2008-2010. 3. Perusahaan mengalami laba bersih setelah pajak yang positif selama periode penelitian (tahun 2008-2010). Hal ini dikarenakan auditor hampir tidak pernah mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang mempunyai laba bersih setelah pajak positif. 4. Data lengkap dan tersedia mulai tahun 2008-2010. Hal ini dikarenakan ada beberapa perusahaan belum menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2010. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria tersebut di atas, tampak sebagai berikut:

Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria Pelanggaran No. Kriteria Akumulasi Kriteria 1. Perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum 1 Januari 2008 136 2. Perusahaan delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian (tahun 2008-2010) -11 125 3. Perusahaan mengalami laba bersih setelah pajak yang positif selama periode penelitian (tahun 2008-2010) -82 43 4. Data tidak lengkap dan tersedia mulai tahun 2008-2010 -12 31 Jumlah perusahaan sampel 31 Tahun pengamatan (tahun) 3 Total sampel selama periode penelitian 93

3.3.

Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

3.3.1. Variabel Dependen Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang besarnya tergantung dari variabel bebas yang diberikan dan diukur untuk menentukan ada tidaknya pengaruh (kriteria) dari variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah variabel dummy, dimana kategori 1 untuk auditee yang menerima opini audit going concern (GCAO) dan kategori 0 untuk auditee yang menerima opini audit non going concern (NGCAO). Definisi operasional variabel dependen dalam penelitian ini yaitu opini audit going concern adalah opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas

kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya (SPAP, 2001).

Opini going concern dalam penelitian ini terdapat pada opini wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas dan wajar dengan pengecualian.

3.3.2. Variabel Independen Terdapat tiga variabel independen dalam penelitian ini yang akan diuji tehadap opini going concern yang diterima perusahaan terdiri atas : dewan direksi, dewan komisaris, dan komite audit. Definisi operasional serta pengukuran dari variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dewan Direksi (DD) Kepemilikan dalam dewan direksi diproksikan dengan proporsi saham biasa yang dipegang oleh pemegang saham mayoritas, yang merupakan pemegang saham pengendali terbesar dalam perusahaan. Pemegang saham pengendali adalah pemegang saham yang memiliki 20% atau lebih saham perusahaan yang ditempatkan (Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance Bab II No.7). Pemegang saham signifikan, baik itu merupakan direktur atau komisaris emiten maupun perusahaan publik yang memiliki sekurang-kurangnya 5% saham emiten atau perusahaan publik wajib melaporkan kepada Bapepam atas kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut. Berdasarkan hal tersebut dewan direksi diukur dengan menggunakan dummy, dimana bernilai 1 untuk karakteristik dewan direksi dengan kepemilikan saham lebih dari 5% dan bernilai 0 untuk ketiadaan dewan direksi dengan kepemilikan saham lebih dari 5%.

2. Dewan Komisaris Karakteristik dewan komisaris diukur dengan persentase keberadaan komisaris independen. Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Peraturan tersebut mengemukakan bahwa perusahaan yang terdaftar di bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal Komisaris Independen adalah 30% dari seluruh anggota Dewan Komisaris. Proporsi komisaris independen pada penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang independen terhadap jumlah seluruh anggota dewan komisaris. Proporsi komisaris independen (DK) diperoleh dari perhitungan :

DK =

Jumlah Komisaris Independen X 100% Total Dewan Komisaris

3. Komite Audit (AC) Berdasarkan Surat Edaran Bapepam No. SE-03/PM/2000 menyatakan bahwa komite audit pada perusahaan publik Indonesia terdiri dari sedikitnya tiga orang anggota dan diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen. Variabel ukuran komite audit dalam penelitian ini diukur dengan jumlah anggota di dalam komite audit.

3.4.

Jenis dan Sumber Data Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari

laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2010 yang telah dipublikasikan dan tersedia di database Pojok BEI Universitas Brawijaya, serta Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2008-2010. Data dalam penelitian ini juga diperoleh dari homepage BEI yaitu www.idx.co.id. Pemilihan BEI sebagai sumber pengambilan data dengan alasan BEI merupakan bursa efek terbesar dan representative di Indonesia.

3.5.

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

Content Analysis, yaitu suatu metode pengumpulan data penelitian dengan menggunakan teknik observasi dan analisis terhadap isi atau pesan dari suatu dokumen (antara lain: iklan, kontrak kerja, laporan, notulen, rapat, surat, jurnal, majalah, surat kabar, dan lain-lain). Tujuan Content Analysis adalah melakukan identifikasi terhadap karakteristik atau informasi spesifik yang terdapat pada suatu dokumen untuk menghasilkan deskripsi yang obyektif dan sistematik

(Indriyantoro & Supomo, 2002). Content Analysis dilaksanakan dengan cara melakukan observasi atas laporan keuangan perusahaan sektor manufaktur yang menjadi sampel penelitian. Observasi dilakukan dengan objek penelitian laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen tahun 2008-2010. Laporan keuangan yang telah

diidentifikasi sesuai dengan kriteria yang dijadikan data dalam penelitian ini kemudian dianalisis dengan metode Content Analysis, guna mengelompokkan perusahaan menjadi perusahan dengan opini audit going concern (GCAO) dan perusahaan dengan opini audit non going concern (GCAO).

3.6.

Pengujian Hipotesis Penelitian ini menggunakan regresi logistik (logistic regression). Gujarati

(2003) menyatakan bahwa regresi logistik mengabaikan heteroscedasity, artinya variabel dependen tidak memerlukan homoscedacity untuk masing-masing variabel independennya. Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut :

Ln

GC = 1-GC

DD +

DK +

KA +

Keterangan:

Ln

= Dummy variabel opini audit (kategori 1 untuk auditee dengan opini audit going cocern dan 0 untuk auditee dengan opini audit non going concern)

DD

= Dummy variabel dewan direksi (kategori 1 untuk auditee dengan adanya kepemilikan manajerial dan 0 untuk tidak adanya kepemilikan manajerial)

DK KA

= Proporsi komisaris independen = Jumlah seluruh anggota komite


1, 2, 3

= Konstanta = Koefisien regresi logistik

= Kesalahan residual Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis multivariat yaitu

menggunakan regresi logistik (logistic regression), yang variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metric dan nonmetric (nominal). Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel independennya. Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut: a. Menilai Model Fit dan Keseluruhan Model (Overall Model Fit) Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai overall fit model terhadap data. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal (initial -2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2005). Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian Sum of Square Error pada model regresi, sehingga penurunan Log Likelihood menunjukkan model regresi yang semakin baik. b. Menilai Kelayakan Model Regresi Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshows Goodness of Fit Test. Hipotesis untuk menilai kelayakan model regresi adalah:

H0 : Tidak ada perbedaan antara model dengan data Ha : Ada perbedaan antara model dengan data Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of fit lebih besar dari pada 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya (Ghozali, 2005). c. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terdapat hubungan linier yang sempurna atau mendekati sempurna di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Jika variabel-variabel yang menjelaskan berkorelasi satu sama lain maka sangat sulit untuk memisahkan pengaruhnya masing-masing dan untuk mendapatkan penaksiran yang baik bagi koefisien-koefisien regresi, untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi antar variabel atau multikolinieritas dalam penelitian ini, digunakan nilai pearson correlation. Jika koefisien korelasinya (r) > 0,8 maka terjadi multikolinieritas. Sebaliknya, jika

koefisien korelasinya (r) < 0,8 maka tidak terjadi multikolinieritas. d. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabilitas variabelvariabel independen mampu memperjelas variabilitas variabel dependen. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan seperti nilai R Square pada regresi berganda (Ghozali, 2005).

Nilai ini didapat dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan nilai maksimumnya. e. Matriks Klasifikasi Matriks klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern pada auditee. Angka ini dalam output regresi logistik, dapat dilihat pada Classification Table. f. Menguji Koefisien Regresi Pengujian hipotesis dapat dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien regresi dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan bentuk hubungan antar variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sig) dengan tingkat signifikasi (). Jika nilai asymtotik signifikan < dari 0,05 (tingkat signifikansi/) maka berarti H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat. Begitu pula sebaliknya, bila asymtotik signifikan > dari 0,05 (tingkat signifikansi/) maka berarti H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1.

Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang bergerak dalam bidang manufaktur pada tahun 2008-2010. Kelompok perusahaan manufaktur dipilih karena sebagian besar perusahaan di BEI termasuk dalam jenis ini sehingga diharapkan hasil penelitian dapat digeneralisasi. Pemilihan BEI sebagai populasi dalam penelitian ini dengan alasan BEI merupakan bursa efek terbesar dan representatif di Indonesia. Perusahaan-perusahaan pada sektor manufaktur ini memiliki perubahan harga saham yang sangat dinamis. Namun harga saham perusahaan ini paling rentan terhadap kondisi eksternal dan perubahan-perubahan pada kondisi makro ekonomi negara.

4.1.2. Deskripsi Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling. Metode purposive sampling ini diharapkan dapat mewakili populasinya dan tidak menimbulkan bias bagi tujuan penelitian. Sampel dipilih untuk perusahaan yang mengalami laba bersih setelah pajak adalah negatif sekurangnya satu periode laporan keuangan (satu tahun) selama periode penelitian (tahun 2008-2010). Hal

ini dikarenakan auditor hampir tidak pernah mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang mempunyai laba bersih setelah pajak positif atau tidak mengalami financial distress (McKeown et.al., 1991 dalam Isyana, 2006). Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tampak dalam tabel 4.1. Berdasarkan proses seleksi tersebut terpilih sebanyak 31 perusahaan yang akan dijadikan sampel dengan periode pengamatan tiga tahun, sehingga total sampel keseluruhan adalah 93 perusahaan. Tabel 4.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria Pelanggaran No. Kriteria Akumulasi Kriteria 1. Perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum 1 Januari 2008 136 2. Perusahaan tidak delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian (tahun 2008-2010) -11 125 3. Mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurangnya satu periode laporan keuangan (satu tahun) selama periode penelitian (tahun 2008-2010) -82 43 4. Data lengkap dan tersedia mulai tahun 2008-2010 -12 31 Jumlah perusahaan sampel 31 Tahun pengamatan (tahun) 3 Total sampel selama periode penelitian 93

4.1.3. Deskripsi Variabel Penelitian 4.1.3.1.Opini Audit Going Concern Opini audit going concern adalah opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan

atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya. Berdasarkan hasil analisis terhadap laporan auditor independen yang diterima oleh auditee pada tahun 2008-2010, dapat diketahui jenis opini yang diterima masing-masing perusahaan. Jenis opini tersebut kemudian digolongkan menjadi dua jenis opini audit yaitu opini audit going concern (GCAO) dan opini audit non going concern (NGCAO). Hasil analisis terhadap perusahaan sampel terlampir pada lampiran 2 Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun 2008 berjumlah 17 perusahaan, sedangkan sisanya yaitu 14 perusahaan tidak menerima opini audit going concern. Pada tahun 2009 perusahaan yang menerima opini audit going concern berjumlah 14 perusahaan dan 17 perusahaan tidak menerima opini audit going concern. Pada tahun 2010 sebanyak 14 perusahaan menerima opini audit going concern dan 17 perusahaan tidak menerima opini audit going concern. Secara ringkas, perusahaan yang menerima opini audit going concern dan perusahaan yang tidak menerima opini audit going concern dapat digambarkan pada tabel berikut: Tabel 4.2 Ringkasan Penerimaan Opini Audit 2008 2009 2010 Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 17 54.84% 14 45.16% 14 45.16% 45 48.39% GCAO 14 45.16% 17 54.84% 17 54.84% 48 51.61% NGCAO Jumlah 31 100% 31 100% 31 100% 93 100%
Sumber : Lampiran 2

4.1.3.2.Dewan Direksi Dewan direksi pada penelitian ini diproksikan dengan kepemilikan manajerial, meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam

perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris, atau bisa juga dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki manajer dan direktur perusahaan. Variabel ini merupakan variabel dummy, dimana dewan direksi dengan kepemilikan saham lebih dari 5% diberi kode 1, sedangkan dewan direksi yang tidak memiliki saham lebih dari 5% diberi kode 0. Hasil analisis tersebut nampak dalam tabel 4.3. Dewan komisaris yang memiliki saham diatas 5% sebanyak 4 perusahaan, pada tahun 2008, pada tahun 2009 hanya 3 perusahaan saja yang dewan direksinya memiliki saham di atas 5%, selanjutnya pada tahun 2010 terdapat 4 perusahaan yang dewan direksinya memiliki saham diatas 5%. Total dari tahun 2008 sampai dengan 2010 terdapat 11 perusahaan dengan kepemilikan manajerial, sisanya sebanyak 82 perusahaan tidak memiliki kepemilikan manajerial. Tabel 4.3 Ringkasan Kepemilikan Manajerial 2008 Jumlah % Ada Kepemilikan Tidak Ada Kepemilikan Jumlah
Sumber : Lampiran 2

2009 Jumlah % 3 28 31 9.68% 90.32% 100%

2010 Jumlah % 4 27 31 12.90% 87.10% 100%

Total Jumlah % 11 82 93 11.83% 88.17% 100%

4 27 31

12.90% 87.10% 100%

4.1.3.3.Dewan Komisaris Dewan komisaris pada penelitian ini diproksikan dengan proporsi jumlah komisaris independen dalam keseluruhan jumlah dewan komisaris dalam suatu perusahaan, komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang

saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Proporsi komisaris independen dalam suatu perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut :

DK =

Jumlah Komisaris Independen X 100% Total Dewan Komisaris

Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan keuangan dan laporan tahunan auditee serta dari idx tahun 2008-2010, diperoleh nilai rasio dari proporsi komisaris independen tersebut. Nilai rasio terendah diraih oleh PT Pan Brothers Tbk sebesar 0,111 dan nilai rasio tertinggi diraih oleh PT Surya Intrindo

Makmur Tbk, PT Hanson International Tbk, dan PT Ever Shine Textile Industry Tbk sebesar o,667. Rata-rata nilai proporsi komisaris independen dari seluruh perusahaan sampel adalah 0,37396. Rata-rata tersebut tergolong tinngi karena menurut Peraturan Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30% (0,30) dari jumlah seluruh anggota komisaris. Secara keseluruhan data dari variabel ini memiliki standar deviasi 0,109354. Tabel 4.4 Ringkasan Komisaris Independen N Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi Dewan Komisaris 93 0.111 0.667 0.37396 0.109354
Sumber : Lampiran 2

4.1.3.4.Komite Audit Komite audit merupakan suatu komite yang secara formal dibentuk oleh Dewan Komisaris, bersifat independen dan bertanggung jawab secara langsung

kepada dewan komisaris untuk mengawasi kinerja pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit internal dan eksternal serta membantu auditor mempertahankan independensi terhadap manajemen. Variabel ukuran komite audit dalam penelitian ini diukur dengan jumlah anggota di dalam komite audit. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan keuangan dan laporan tahunan auditee serta dari idx tahun 2008-2010, diperoleh jumlah dari komite audit tersebut. Jumlah komite audit terendah diraih oleh PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk sebesar 0, hal ini dikarenakan PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk baru membentuk komite audit pada bulan desember 2008 dan jumlah komite audit tertinggi diraih oleh PT APAC Citra Centertex Tbk sebesar 4. Rata-rata jumlah komite audit dari seluruh perusahaan sampel adalah 2,94624. Rata-rata tersebut tergolong tinngi karena berdasarkan Surat Edaran Bapepam No. SE-03/PM/2000 menyatakan bahwa komite audit pada perusahaan publik Indonesia terdiri dari sedikitnya tiga orang anggota dan diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen. Secara keseluruhan data dari variabel ini memiliki standar deviasi 0,426451. Tabel 4.5 Ringkasan Komite Audit N Minimum Maksimum Rata-Rata 93 0.000 4.000 2.94624

Komite Audit
Sumber : Lampiran 2

Standar Deviasi 0.426451

4.1.4. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan model regresi logistik. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel

bebasnya (Ghozali, 2005:71). Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas, heteroscedasitiy, dan uji autokorelasi pada variabel bebasnya. Regresi logistik digunakan untuk menguji pengaruh dewan direksi (DD), dewan komisaris (DK), dan komite audit (KA) terhadap penerimaan opini audit going concern (GCAO). Pengujian dilakukan pada tingkat signifikasi () 5 persen.

a. Pengujian Model Fit dan Keseluruhan Model (Overall Model Fit) Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai overall fit model terhadap data. Output SPSS pada tabel 4.5 menunjukkan nilai -2 Log Likelihood pertama sebesar 128,829. Nilai tersebut merupakan nilai -2 Log Likelihood sebelum variabel bebas dimasukkan kedalam model regresi. Tabel 4.6 Iteration History 0 Coefficients Iteration -2 Log likelihood Constant Step 0 1 128.829 -.065 2 128.829 -.065 Sumber : Lampiran 3 Initial -2 Log Likelihood: 128.829 Langkah selanjutnya adalah menguji keseluruhan model (overall model fit). Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal (initial 2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (-2LL akhir) menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2005).

Iteration Step 1

1 2 3 4 5

Tabel 4.7 Iteration History 1 Coefficients -2 Log likelihood Constant DD DK 116.229 3.608 -2.065 -2.847 115.427 4.180 -2.801 -2.993 115.369 4.341 -3.063 -2.999 115.369 4.359 -3.092 -2.999 115.369 4.359 -3.093 -3.000 -2LL awal (Block Number = 0) -2LL akhir (Block Number = 1) 128.829 115.369

KA -.802 -.973 -1.026 -1.032 -1.032

Sumber : Lampiran 3

Setelah keseluruhan variabel bebas yaitu dewan direksi (DD), dewan komisaris (DK), dan komite audit (KA) dimasukkan kedalam model, -2 Log Likelihood menunjukkan angka 115,369, atau terjadi penurunan sebesar 13,460. Penurunan nilai -2 Log Likelihood ini dapat diartikan bahwa penambahan variabel bebas kedalam model dapat memperbaiki model fit serta menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data.

b. Pengujian Kelayakan Model Regresi Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah menilai kelayakan model regresi logistik yang akan digunakan. Pengujian kelayakan model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan Goodness of fit test yang diukur dengan nilai Chi-Square pada bagian bawah uji Homser and Lemeshow. Probabilitas signifikansi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tingkat signifikasi () 5 %. Hipotesis untuk menilai kelayakan model regresi adalah: H0: Tidak ada perbedaan antara model dengan data

Ha: Ada perbedaan antara model dengan data Tabel 4.8 Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig. 1 4.806 6 .569
Sumber : Lampiran 3

Tabel 4.8 di atas menunjukkan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow. Probabilitas signifikasi menunjukkan angka 0,569, yang berarti bahwa nilai signifikansi yang diperoleh ini jauh lebih besar dari pada 0,05 () 5%, maka H0 tidak dapat ditolak (diterima). Hal ini berarti model regresi layak untuk digunakan dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati, atau dapat dikatakan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya.

c. Pengujian Multikolinearitas Regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat antara variabel bebasnya. Walaupun dalam regresi logistik tidak lagi memerlukan uji asumsi klasik seperti multikolineartilitas, namun tidak ada salahnya apabila dilakukan uji multikolineartilitas. Pengujian multikolinearitas dalam model ini dengan menggunakan matriks korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen di dalam penelitian ini yaitu dewan direksi (DD), dewan komisaris (DK), dan komite audit (KA). Tabel 4.9 di bawah menunjukkan korelasi antar variabel independen di dalam penelitian ini. Matriks korelasi tersebut menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas yang serius antar variabel bebas, sebagaimana terlihat dari nilai korelasi antar variabel bebas masih jauh di bawah 0,8.

Step 1

Tabel 4.9 Correlation Matrix Constant DD DK Constant 1.000 -.408 -.560 DD -.408 1.000 .081 DK -.560 .081 1.000 KA -.922 .426 .215

KA -.922 .426 .215 1.000

Sumber : Lampiran 3

d. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabilitas variabel-variabel independen mampu memperjelas variabilitas variabel dependen. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan seperti nilai R Square pada regresi berganda (Ghozali, 2005). Nilai ini didapat dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan nilai maksimumnya. Tabel 4.10 Model Summary Cox & Snell R -2 Log likelihood Square 115.369 .135

Step 1

Nagelkerke R Square .180

Sumber : Lampiran 3

Tabel 4.10 di atas menunjukkan nilai Nagelkerke R Square. Dilihat dari hasil output pengolahan data nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,180 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 18%, sisanya sebesar 82% dijelaskan oleh variabilitas variabel-variabel lain di luar model penelitian. Hal tersebut berarti bahwa secara bersama-sama variasi variabel dewan direksi (DD), dewan komisaris (DK), dan komite audit (KA) dapat menjelaskan variasi variabel opini going concern sebesar 18%.

e. Matriks Klasifikasi Matriks klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern pada auditee. Tabel 4.11 Classification Table Predicted Observed Step 1 Opini Audit NGCAO GCAO Overall Percentage Opini Audit 25 12 23 33 Percentage Correct 52.1 73.3 62.4

Sumber : Lampiran 3

Tabel 4.11 di atas menunjukkan bahwa menurut prediksi, auditee yang menerima opini going concern adalah 33, sedangkan observasi sesungguhnya menunjukkan bahwa auditee yang menerima opini going concern adalah 45. Jadi ketepatan model ini adalah 33/45 atau 73,3% dan menurut prediksi, auditee yang menerima opini non going concern adalah 25, sedangkan observasi sesungguhnya menunjukkan bahwa auditee yang menerima opini non going concern adalah 48. Jadi ketepatan model ini adalah 25/48 atau 52,1%. Ketepatan prediksi keseluruhan model ini adalah 62,4%.

f. Pengujian Koefisien Regresi Pengujian hipotesis dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh variabelvariabel bebas yaitu pengaruh dewan direksi (DD), dewan komisaris (DK), dan komite audit (KA) terhadap penerimaan opini audit going concern dengan menggunakan hasil uji regresi yang ditunjukkan dalam Variabel in the Equation.

Uji hipotesis menggunakan regresi logistik cukup dengan melihat Variables in the Equation, pada kolom Significant dibandingkan dengan tingkat kealphaan 0,05 (5%). Apabila tingkat signifikansi < 0,05, maka Ha diterima. Tabel 4.12 Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. DD -3.093 1.282 5.822 1 .016 DK -3.000 2.065 2.110 1 .146 KA -1.032 .581 3.159 1 .076 Constant 4.359 2.064 4.459 1 .035

Step 1

Exp (B) .045 .050 .356 78.211

Sumber : Lampiran 3

Tabel 4.12 di atas menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada tingkat signifikasi 5%. Persamaan dari pengujian dengan menggunakan regresi logistik di atas adalah sebagai berikut: OPINI = 4,359 3,093 DD 3,000 DK 1,032 AK + Interpretasi persamaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. B0 = 4,359 Nilai konstanta menunjukkan bahwa jika nilai dari dewan direksi (X1), dewan komisaris (X2), dan komite audit (X3) nol, mala nilai logit opini audit going concern (Y) sebesar 4,359. 2. B1 = 3,093 Nilai koefisien regresi B1 ini menunjukkan bahwa jika skor dewan direksi meningkat 1 poin, maka nilai logit opini audit going concern akan meningkat 3,093.

3. B2 = - 3,000 Nilai koefisien regresi B2 ini menunjukkan bahwa jika skor dewan komisaris meningkat 1 poin, maka nilai logit opini audit going concern akan meningkat 3,000. 4. B3 = - 1,032 Nilai koefisien regresi B3 ini menunjukkan bahwa jika skor komite audit meningkat 1 poin, maka nilai logit opini audit going concern akan meningkat 1,032.

4.2 Pembahasan Penelitian ini merupakan studi mengenai penerimaan opini going concern dan non going concern oleh suatu perusahaan. Penelitian ini mengamati tiga variabel non keuangan yaitu dewan direksi yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, dewan komisaris yang diproksikan dengan proporsi komisaris independen, dan komite audit yang diproksikan dengan jumlah dari komite audit. Penelitian terhadap 93 perusahaan manufaktur dari 136 perusahaan sampel yang dipilih dengan metode purposive sampling selama tahun 2008-2010 diperoleh hasil 45 auditee menerima opini going concern dan sisanya sebanyak 48 auditee menerima opini non going concern. Berdasarkan opini yang diterima tersebut, auditee yang terpilih menjadi sampel penelitian kemudian

dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok dengan GCAO dan kelompok dengan NGCAO.

Ringkasan hasil pengujian ketiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.13 sebagai berikut: Tabel 4.13 Ringkasan Pengujian Hipotesis No. 1 Hipotesis Kepemilikan manajerial dalam suatu dewan direksi perusahaan, berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Karakteristik dewan komisaris dengan anggota independen yang lebih besar berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern. Hasil Diterima

2 3

Ditolak

Ditolak

Pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

4.2.1. Dewan Direksi Dewan direksi yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial pada tabel 4.12 di atas menunjukkan koefisien negatif sebesar 3,093 dengan tingkat signifikansi 0,016 < 0,05 yang berarti Ha1 dapat diterima. Hal tersebut membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini berarti perusahaan yang dewan direksinya memiliki kepemilikan saham diatas 5% akan cenderung tidak menerima opini audit going concern dibandingkan dengan perusahaan yang dewan direksinya tidak memiliki saham diatas 5%. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa dewan direksi yang memiliki saham di perusahaan, apalagi dalam jumlah besar cenderung berusaha

mempertahankan

atau

bahkan

meningkatkan

fungsi

pengelolaan

dan

pengawasannya terhadap perusahaan agar kinerja perusahaan juga dapat lebih baik dan dapat bertahan dalam jangka panjang. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebab dengan besarnya saham yang dimiliki, pihak manajemen diharapkan akan bertindak lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Kepemilikan manajerial sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan sarana monitoring yang efektif yang dapat membawa pada kualitas pelaporan yang lebih tinggi, hal ini mencegah auditor meragukan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga tidak memberikan opini going concern pada laporan keuangannya. Hasil ini konsisten dengan penelitian Ballesta dan Garcia-Meca (2005) yang melakukan penelitian di perusahaan-perusahaan non keuangan yang go public di Spanyol menunjukkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang lebih besar cenderung tidak menerima opini yang qualified (wajar dengan pengecualian). Linoputri (2010) yang melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur di Indonesia menunjukkan bahwa dewan direksi yang memiliki saham di perusahaan, dalam jumlah besar cenderung mencegah auditor meragukan kelangsungan hidup perusahaan.

4.2.2. Dewan Komisaris Dewan komisaris yang diproksikan dengan proporsi jumlah komisaris independen pada tabel 4.12 di atas menunjukkan koefisien negatif sebesar 3,000 dengan tingkat signifikansi 0,146 > 0,05 yang berarti bahwa Ha2 ditolak. Hal

tersebut berarti bahwa proporsi jumlah komisaris independen tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini mengartikan bahwa perusahaan dengan jumlah proporsi komisaris independen yang tinggi tidak akan mempengaruhi keputusan auditor dalam memberikan opini audit going concern pada suatu perusahaan. Hasil temuan ini menunjukkan kurang efektifnya keberadaan proporsi jumlah komisaris independen yang tinggi dalam membantu keputusan auditor mengeluarkan opini going concern. Tidak adanya pengaruh proporsi komisaris independen dalam mencegah perusahaan dari penerimaan opini going concern kemungkinan karena berdasarkan data penelitian, tidak ada perbedaan yang berarti dalam hal proporsi komisaris independen pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang rata-rata sebesar 29%. Dengan demikian menunjukkan bahwa komisaris independen belum mampu melaksanakan fungsinya sebagai salah satu mekanisme corporate governance secara maksimal dan posisi komisaris independen masih sebatas untuk mematuhi regulasi yang ditetapkan Bapepam. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Ramadhany (2004) pada perusahan yang mengalami financial distress di BEI, yang menyatakan komisaris independen tidak memberikan pengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Temuan empiris pada penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ballesta dan Garcia-Meca (2005) yang melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan non keuangan di Spanyol dan memberikan hasil bahwa ukuran dewan komisaris tidak mempengaruhi penerimaan opini audit. Penelitian ini juga sejalan dengan Linoputri (2010) yang

tidak berhasil menbuktikan keberadaan komisaris independen dalam membantu auditor mengeluarkan keputusan opini going concern.

4.2.3. Komite Audit Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel ukuran komite audit yang diproksikan dengan ukuran komite audit pada suatu perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini dapat terlihat dari uji hipotesis dimana nilai komite audit menunjukkan koefisien negatif 1,032 dengan tingkat signifikansi 0,076 > 0,05 yang berarti penelitian ini menolak Ha3 yang menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh negative terhadap penerimaan opini audit going concern. Pada tabel 4.5 sebelumnya, hasil dari statistik deskriptif diperoleh hasil bahwa rata-rata perusahaan yang menerima opini going concern dan perusahaan yang menerima opini non going concern memperoleh nilai yang sama yaitu 3. Hal ini menunjukkan besarnya ukuran komite audit pada perusahaan yang menerima opini going concern dan perusahaan yang menerima opini non going concern adalah sama. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa ukuran komite audit kurang mampu menunjang efektivitas kinerja dari komite audit tersebut, posisi komite audit masih sebatas untuk mematuhi peraturan dan persyaratan pencatatan perusahaan di bursa. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Pierce dan Zahra (1992) dalam Anggarini (2010) karena seharusnya efektivitas komite audit akan meningkat bila ukuran komite meningkat, karena memiliki sumber daya lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan.

Namun, hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ramadhany (2004), yang menyatakan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian opini going concern oleh auditor. Temuan empiris pada penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Linoputri (2010) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan memberikan bukti empiris bahwa komite audit tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, maka pada bab ini akan diuraikan simpulan dan saran yang berhubungan dengan penelitian ini.

5.1.

Kesimpulan Penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini

audit going concern pada perusahaan go public. Faktor-faktor tersebut meliputi: dewan direksi, dewan komisaris, dan komite audit, sedangkan proksi yang digunakan untuk masing-masing variabel tersebut berturut-turut adalah : kepemilikan manajerial oleh dewan direksi, proporsi jumlah komisaris independen, dan jumlah komite audit. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada suatu perusahaan adalah dewan direksi yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial. Hasil penelitian ini tidak berhasil menemukan pengaruh dewan komisaris dan komite audit terhadap penerimaan opini audit going concern pada suatu perusahaan. Hal tersebut memberikan bukti secara empiris bahwa ketika auditor akan memberikan opini audit going concern auditor juga memperhatikan kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan sebagai pertimbangan dalam pemberian opini audit going concern pada suatu perusahaan.

5.2.

Keterbatasan Penelitian

1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini hanyalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Periode yang digunakan dalam penelitian ini hanya tiga tahun. 3. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel untuk mengetahui faktorfaktor yang mungkin berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern. 4. Pada penelitian ini proksi yang digunakan hanya menggunakan kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan jumlah anggota komite audit, dikarenakan keterbatasan data.

5.3. Saran 1. Dengan adanya berbagai keterbatasan di penelitian ini, diharapkan penelitianpenelitian selanjutnya bisa dikembangkan dengan menambahkan beberapa variabel tambahan yang dianggap mampu memberikan pengaruh lebih besar terhadap pemberian opini audit going concern. 2. Selain itu, penelitian selanjutnya juga dapat dikembangkan dengan menambahkan periode penelitian menjadi lebih panjang. 3. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat memperluas populasi, sehingga populasi yang digunakan dalam penelitian tidak hanya perusahaan manufaktur. 4. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan proksinya jika menggunakan variabel yang sama.

DAFTAR PUSTAKA Amirudin B. R., 2004. Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Tubuh Perusahaan Publik. Pendidikan Network, h.n.p. diakses tanggal 28 Februari 2011. Ballesta, Juan P. S. and E. Garcia-Meca , 2005. Audit Qualifications and Corporate Governance in Spanish Listed Firms. Managerial Auditing Journal, Vol. 20, No. 7. Boediono, Gideon SB., 2005. Kualitas Laba : Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. Carcello, J.V. and T. L. Neal, 2000. Audit Committee Composition and Auditor Reporting. The Accounting Review, Vol. 75, No. 4, pp.453-467. Darmawati, Deni, Khomsiyah, dan R.K. Rahayu, 2004. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Paper ini disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, 2-3 Desember 2004. Faizal, 2004. Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan, dan Mekanisme Corporate Governance. Paper ini disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, 2-3 Desember 2004. Firmansyah, R. Y., 2010. Pengaruh Quick Ratio, Banking Ratio, ROA, CAR, Komite Audit, Prior Opinion, dan Kualitas Audit Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Surabaya Forum for Corporate Governance in Indonesia. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). http://www.google.com. Diakses pada 20 Maret 2011. Hadiyana, Amalia. 2007. Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit Going Concern. Skripsi. Malang : Program S1 Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya. Herawaty, Vinola, 2008. Peran Corporate Governance sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earning Management terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.10 No.2. Indriantoro, Nur dan B. Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen Edisi I. Yogyakarta. BPFE

Januarti, I., 2008. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemillikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Going Concern. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi XII. Jensen, Michael C. dan William H. Meckling, 1976. Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol.3 No. 4. Kaihatu, Thomas, 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.8 No.1 Maret 2006. Diakses pada 12 Maret 2011. Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. http://www.google.com. Diakses pada 12 April 2011. Linoputri, F.P., 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang Midiastuty, Pratana P. dan Masud Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. Nasution M. dan Doddy Setiawan, 2007. Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin, Makassar. Petronila, T.A., 2004. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Opini Audit Going Concern. STIE STIKUBANK. Praptitorini, M. D. dan I. Januarti , 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin. Ramadhany, A., 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta. http://www.google.com. Diakses tanggal 30 April 2011. Samanta, N., Tirthankar Das, 2009. Role of Auditors in Corporate Governance. working paper, www.SSRN.com.

Santosa, Arga F. dan Linda K. Wedari, 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern. JAAI, Vol.11 No.3. Setyarno, Eko B., I. Januarti, dan Faisal, 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Going Concern. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang. Shleifer, A dan R. W. Vishny. 1997. A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance Vol. 52 No. 2 Siallagan, Hamonangan dan Machfoedz, Masud. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX. Ujiyantho, M. A. dan B. A. Pramuka, 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin, Makassar. Wedari, Linda K., 2004. Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajemen Laba. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, Bali, 2-3 Desember 2004.

Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sampel Kode Emiten ADES ADMG AKKU APLI BIMA BRPT CNTX DPNS ESTI GJTL HADE INAI JKSW KARW KBRI KICI MLIA MYRX MYTX PAFI PBRX POLY PTSN RICY SAIP SCPI SIMM SPMA TFCO TPIA UNTX

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Nama Akasha Wira International Tbk Tbk Polychem Indonesia Tbk Aneka Kemasindo Utama Tbk Asiaplast Industries Tbk Primarindo Asia Infrastructure Tbk Barito Pacific Tbk Centex Tbk Duta Pertiwi Nusantara Tbk Ever Shine Textile Industry Tbk Gajah Tunggal Tbk HD Capital Tbk Indal Aluminium Industry Tbk Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk Karwell Indonesia Tbk Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk Kedaung Indah Can Tbk Mulia Industrindo Tbk Hanson International Tbk APAC Citra Centertex Tbk Panasia Filament Inti Tbk Pan Brothers Tbk Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk Sat Nusapersada Tbk Ricky Putra Globalindo Tbk Surabaya Agung Industry Pulp Tbk Schering Plough Indonesia Tbk Surya Intrindo Makmur Tbk Suparma Tbk Tifico Fiber Indonesia Tbk Chandra Asri Petrochemical Tbk Unitex Tbk

Lampiran 2 Statistik Deskriptif Dewan Direksi (X1) Kode No Nama Emiten 1 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk 2 ADMG Polychem Indonesia Tbk 3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk 4 APLI Asiaplast Industries Tbk 5 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 6 BRPT Barito Pacific Tbk 7 CNTX Centex Tbk 8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 9 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 10 GJTL Gajah Tunggal Tbk 11 HADE HD Capital Tbk 12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk 13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 14 KARW Karwell Indonesia Tbk 15 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 16 KICI Kedaung Indah Can Tbk 17 MLIA Mulia Industrindo Tbk 18 MYRX Hanson International Tbk 19 MYTX APAC Citra Centertex Tbk 20 PAFI Panasia Filament Inti Tbk 21 PBRX Pan Brothers Tbk 22 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk 23 PTSN Sat Nusapersada Tbk 24 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk 25 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 26 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk 27 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk 28 SPMA Suparma Tbk 29 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk 30 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk 31 UNTX Unitex Tbk

2008 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

2009 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

2010 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

Ringkasan Kepemilikan Manajerial 2008 2009 2010 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ada Kepemilikan Tidak Ada Kepemilikan Jumlah 4 27 31 12.90% 87.10% 100% 3 28 31 9.68% 90.32% 100% 4 27 31 12.90% 87.10% 100%

Total Jumlah % 11 82 93 11.83% 88.17% 100%

Dewan Komisaris (X2) Kode No Nama Emiten 1 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk 2 ADMG Polychem Indonesia Tbk 3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk 4 APLI Asiaplast Industries Tbk 5 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 6 BRPT Barito Pacific Tbk 7 CNTX Centex Tbk 8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 9 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 10 GJTL Gajah Tunggal Tbk 11 HADE HD Capital Tbk 12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk 13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 14 KARW Karwell Indonesia Tbk 15 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 16 KICI Kedaung Indah Can Tbk 17 MLIA Mulia Industrindo Tbk 18 MYRX Hanson International Tbk 19 MYTX APAC Citra Centertex Tbk 20 PAFI Panasia Filament Inti Tbk 21 PBRX Pan Brothers Tbk 22 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk 23 PTSN Sat Nusapersada Tbk 24 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk 25 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 26 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk 27 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk 28 SPMA Suparma Tbk 29 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk 30 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk 31 UNTX Unitex Tbk

2008 0.333 0.400 0.500 0.333 0.400 0.333 0.333 0.333 0.500 0.429 0.333 0.200 0.500 0.500 0.500 0.333 0.333 0.333 0.250 0.333 0.333 0.143 0.333 0.333 0.250 0.333 0.667 0.400 0.333 0.200 0.333

2009 0.333 0.286 0.500 0.333 0.500 0.600 0.333 0.333 0.500 0.429 0.500 0.200 0.500 0.500 0.500 0.333 0.333 0.667 0.250 0.333 0.111 0.333 0.333 0.333 0.250 0.333 0.333 0.400 0.333 0.500 0.333

2010 0.333 0.286 0.500 0.333 0.500 0.600 0.333 0.333 0.667 0.375 0.500 0.200 0.500 0.333 0.333 0.333 0.333 0.500 0.250 0.333 0.333 0.333 0.333 0.333 0.333 0.333 0.500 0.400 0.333 0.400 0.250

Dewan Komisaris

Ringkasan Komisaris Independen N Minimum Maksimum Rata-Rata 93 0.111 0.667 0.37396

Standar Deviasi 0.109354

Komite Audit (X3) Kode No Nama Emiten 1 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk 2 ADMG Polychem Indonesia Tbk 3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk 4 APLI Asiaplast Industries Tbk 5 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 6 BRPT Barito Pacific Tbk 7 CNTX Centex Tbk 8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 9 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 10 GJTL Gajah Tunggal Tbk 11 HADE HD Capital Tbk 12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk 13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 14 KARW Karwell Indonesia Tbk 15 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 16 KICI Kedaung Indah Can Tbk 17 MLIA Mulia Industrindo Tbk 18 MYRX Hanson International Tbk 19 MYTX APAC Citra Centertex Tbk 20 PAFI Panasia Filament Inti Tbk 21 PBRX Pan Brothers Tbk 22 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk 23 PTSN Sat Nusapersada Tbk 24 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk 25 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 26 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk 27 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk 28 SPMA Suparma Tbk 29 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk 30 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk 31 UNTX Unitex Tbk

2008 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 0 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3

2009 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

2010 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Komite Audit

Ringkasan Komite Audit N Minimum Maksimum Rata-Rata 93 0.000 4.000 2.94624

Standar Deviasi 0.426451

Opini Audit Going Concern Kode No Nama Emiten 1 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk 2 ADMG Polychem Indonesia Tbk 3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk 4 APLI Asiaplast Industries Tbk 5 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 6 BRPT Barito Pacific Tbk 7 CNTX Centex Tbk 8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 9 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 10 GJTL Gajah Tunggal Tbk 11 HADE HD Capital Tbk 12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk 13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 14 KARW Karwell Indonesia Tbk 15 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 16 KICI Kedaung Indah Can Tbk 17 MLIA Mulia Industrindo Tbk 18 MYRX Hanson International Tbk 19 MYTX APAC Citra Centertex Tbk 20 PAFI Panasia Filament Inti Tbk 21 PBRX Pan Brothers Tbk 22 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk 23 PTSN Sat Nusapersada Tbk 24 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk 25 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 26 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk 27 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk 28 SPMA Suparma Tbk 29 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk 30 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk 31 UNTX Unitex Tbk

2008 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1

2009 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1

2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1

Ringkasan Penerimaan Opini Audit 2008 2009 2010 Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 17 54.84% 14 45.16% 14 45.16% 45 48.39% GCAO 14 45.16% 17 54.84% 17 54.84% 48 51.61% NGCAO Jumlah 31 100% 31 100% 31 100% 93 100%

Lampiran 3 Regresi Logistik

Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases


a

N Included in Analysis Missing Cases Total 93 0 93 0 93

Unselected Cases Total

Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value Non_Going_Concern 0 Going_concern 1

Block 0: Beginning Block


a,b,c Iteration History

Iteration Step 1 0 2

-2 Log likelihood 128.829 128.829

Coefficients Constant -.065 -.065

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 128.829 c. Estimation terminated at iteration number 2 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea,b Predicted Opini_Audit Non_Going_ Going_ Concern concern 48 0 45 0

Step 0

Observed Opini_Audit Overall Percentage

Non_Going_Concern Going_concern

Percentage Correct 100.0 .0 51.6

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

Step 0

Constant

B -.065

S.E. .207

Wald .097

df 1

Sig. .756

Exp(B) .938

Variables not in the Equation Step 0 Variables Dewan_Direksi Dewan_Komisaris Komite_Audit Score 7.714 .863 .598 11.594 df 1 1 1 3 Sig. .005 .353 .439 .009

Overall Statistics

Block 1: Method = Enter


Iteration Historya,b,c,d Coefficients Dewan_ Dewan_ Direksi Komisaris -2.065 -2.847 -2.801 -2.993 -3.063 -2.999 -3.092 -2.999 -3.093 -3.000

Iteration Step 1 1 2 3 4 5 a. Method: Enter

-2 Log likelihood 116.229 115.427 115.369 115.369 115.369

Constant 3.608 4.180 4.341 4.359 4.359

Komite_Audit -.802 -.973 -1.026 -1.032 -1.032

b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 128.829 d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1 Step Block Model Chi-square 13.460 13.460 13.460 df 3 3 3 Sig. .004 .004 .004

Model Summary Step 1 -2 Log Cox & Snell likelihood R Square 115.369 a .135 Nagelkerke R Square .180

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test Step 1 Chi-square 4.806 df 6 Sig. .569

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test Opini_Audit = Non_ Going_Concern Observed Expected 10 9.442 4 5.172 9 8.942 6 4.475 1 .465 13 14.767 3 3.566 2 1.170 Opini_Audit = Going_ concern Observed Expected 0 .558 4 2.828 7 7.058 3 4.525 0 .535 21 19.233 7 6.434 3 3.830

Step 1

1 2 3 4 5 6 7 8

Total 10 8 16 9 1 34 10 5

Classification Tablea Predicted Opini_Audit Non_Going_ Going_ Concern concern 25 23 12 33

Step 1

Observed Opini_Audit Overall Percentage

Non_Going_Concern Going_concern

Percentage Correct 52.1 73.3 62.4

a. The cut value is .500

Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper .004 .560 .001 2.851 .114 1.112

Step a 1

Dewan_Direksi Dewan_Komisaris Komite_Audit Constant

B -3.093 -3.000 -1.032 4.359

S.E. 1.282 2.065 .581 2.064

Wald 5.822 2.110 3.159 4.459

df 1 1 1 1

Sig. .016 .146 .076 .035

Exp(B) .045 .050 .356 78.211

a. Variable(s) entered on step 1: Dewan_Direksi, Dewan_Komisaris, Komite_Audit.

Correlation Matrix Constant 1.000 -.408 -.560 -.922 Dewan_ Direksi -.408 1.000 .081 .426 Dewan_ Komisaris -.560 .081 1.000 .215 Komite_Audit -.922 .426 .215 1.000

Step 1

Constant Dewan_Direksi Dewan_Komisaris Komite_Audit

Frequency Table
Dew an_Direksi Cumulative Percent 88.2 100.0

Valid

Frequency Tdk_Ada_Kepemilikan 82 Ada_Kepemilikan 11 Total 93

Percent 88.2 11.8 100.0

Valid Percent 88.2 11.8 100.0

Opini_Audit Cumulative Percent 51.6 100.0

Valid

Non_Going_Concern Going_concern Total

Frequency 48 45 93

Percent 51.6 48.4 100.0

Valid Percent 51.6 48.4 100.0

Descriptives
Descriptiv e Statistics N Dewan_Direksi Dewan_Komisaris Komite_Audit Opini_Audit Valid N (listwise) 93 93 93 93 93 Minimum .000 .111 .000 .000 Maximum 1.000 .667 4.000 1.000 Mean .11828 .37396 2.94624 .48387 Std. Deviation .324689 .109354 .426451 .502448

You might also like