You are on page 1of 13

Bab 6

Kala Tiga dan Empat Persalinan


Pendahuluan
Kala tiga persalinan tiga disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga
dan empat persalinan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala
pengeluaran bayi) persalinan. Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala
tiga dan empat, sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya.

Tujuan
Bab ini akan menguraikan fisiologi kala tiga dan empat persalinan, pencegahan perdarahan
pascapersalinan (terutama manajemen aktif kala tiga), pencegahan, identifikasi dan penanganan
penyulit lainnya, dan rujukan optimal ke fasilitas kesehatan yang sesuai.

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan fisiologi kala tiga dan dan pemantauan kala empat persalinan.
2. Menjelaskan dan memperagakan manajemen aktif kala tiga.
3. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana atonia uteri.
4. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana perdarahan pascapersalinan dini
5. Menjelaskan tingkatan dan penatalaksanaan laserasi perineum.
6. Menjelaskan cara memantau dan memberi asuhan selama kala empat persalinan.
7. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana penyulit lain selama kala tiga dan empat
persalinan

Batasan
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan
selaput ketuban

Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu

6.1. Fisiologi Persalinan Kala Tiga


Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding
uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.

Kala Tiga dan Empat Persalinan 123


Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini:

• Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau
seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi
kanan).
• Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva ( tanda Ahfeld )
• Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta
melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Ingat tiga tanda lepasnya plasenta:


1. Perubahan bentuk dan tinggi uterus
2. Tali pusat memanjang
3. Semburan darah mendadak dan singkat

6.2. Manajemen Aktif Kala Tiga


Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif
sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah
kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus
kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana
sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah
dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.

Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik manajemen


aktif kala tiga (Active Management of Third Stage of Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di
Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat
berbeda jika dibandingkan dengan pratik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer
(BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon)
dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani.
Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika manajemen aktif kala
tiga tidak hanya dilatihkan tetapi juga di pratikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.

Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga:

• Persalinan kala tiga yang lebih singkat


• Mengurangi jumlah kehilangan darah

124 Asuhan Persalinan Normal


• Mengurangi kejadian retensio plasenta

Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama:

• pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir


• melakukan penegangan tali pusat terkendali
• masase fundus uteri

6.2.1. Pemberian suntikan Oksitosin

1. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI
2. Letakkan kain bersih di atas perut ibu.
Alasan: Kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yang sudah memakai
sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh darah pada perut ibu.
3. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain. (Undiagnosed twin)
Alasan: Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurunkan pasokan
oksigen kepada bayi. Hati-hati jangan menekan kuat pada korpus uteri karena dapat terjadi
kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta
4. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
5. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3
bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Alasan: Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif
sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi
sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah.
Catatan: Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau
menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin
secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinan, dapat diberikan misoprostol
600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.

6.2.2. Penegangan Tali pusat Terkendali

1. Berdiri di samping ibu.


2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar 5-
20 cm dari vulva. Alasan: Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi
3. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis pubis.
Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan
satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal
dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati hati untuk mencegah terjadinya inversio
uteri (Gambar 5-2)
4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga
menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.

Kala Tiga dan Empat Persalinan 125


5. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke
arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri
bergerak keatas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.

6. Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun
setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika
perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang.
Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan
tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut
pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
7. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui
introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan
lahir).
Alasan: Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah
kehilangan darah yang tidak perlu.

Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial
secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).

8. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali
pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah
penampung. Karena selaput ketuban mudah robek; pegang plasenta dengan kedua tangan dan
secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.

126 Asuhan Persalinan Normal


9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
Alasan: Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu mencegah
tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.

Gambar 6-2: melahirkan plasenta dan menempatkannya ke dalam wadah


Sumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan
hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari- tangan anda atau
klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.

Gambar 6-3: melepas selaput ketuban menggunakan klem


Sumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

Catatan: Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis
kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan
kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi

Kala Tiga dan Empat Persalinan 127


kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di atas. Nasehati
keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit.
Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk
terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir
setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.

Perhatikan: jika sebelum plasenta lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka segera
lakukan tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri. Jika setelah
manual masih terjadi perdarahan maka lakukan kompresi bimanual internal/eksternal atau
kompresi aorta. Beri oksitosin 10 IU dosis tambahan atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal.
Tunggu hingga uterus berkontraksi kuat dan perdarahan berhenti, baru hentikan tindakan
kompresi.

Plasenta manual

Plasenta manual adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan)
dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.

Gambar 6-4: melepaskan plasenta dari tempat implantasinya


Sumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

Prosedur Plasenta Manual

Persiapan

 Pasang set dan cairan infus


 Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan

128 Asuhan Persalinan Normal


 Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
 Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi

Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri

1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong


2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan
sejajar lantai
3. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke
dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
4. Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lain untuk memegangkan
klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri
5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga
mencapai tempat implantasi plasenta
6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari
telunjuk dan jari-jari lain saling merapat)

Melepas plasenta dari dinding uterus

7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.


 Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan
sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung
tangan menghadap ke bawah (posterior ibu)
 Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung
jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap
ke atas (anterior ibu)
8. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan
plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (kranial
ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus
Catatan:
 Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi
dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu
menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium).
 Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya
melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta
akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600
mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan

Mengeluarkan plasenta

Kala Tiga dan Empat Persalinan 129


9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak
ada sisa plasenta yang tertinggal
10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian
instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa
plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah)
11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus kearah dorso-
kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah
disediakan
Pencegahan infeksi pascatindakan

12. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan
13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit
14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering

Pemantauan pascatindakan

16. Periksa kembali tanda vital ibu


17. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan
18. Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan
19. Beritahukan pada ibu dan keluarganya bahwwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih
memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan
20. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan sebelum dipindah ke ruang rawat
gabung

6.2.3. Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri

Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uterus:

1. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.


2. Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman karena
tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik napas dalam dan perlahan serta rileks.
3. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya
uterus berkontraksi (lihat Gambar 6-5). Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik,
lakukan penatalaksanaan atonia uteri (lihat di bawah).
4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh:
a. Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan
bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang).
b. Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada
bagian yang hilang.
c. Periksa plasenta sisi foetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata).
d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.

130 Asuhan Persalinan Normal


5. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi.
Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan
keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika
uterus tidak berkontraksi baik.
6. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap
30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.

Gambar 6-5: Masase Fundus Uteri

Ingat, ada tiga langkah manajemen aktif kala tiga:

1. Berikan oksitosin 10 unit IM dalam waktu satu menit setelah


bayi lahir.
2. Lakukan penegangan tali pusat terkendali
3. Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir.

6.3. Atonia Uteri


Kontraksi miometrium dan perdarahan kala tiga

Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak
berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan
sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka
miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi.

Kala Tiga dan Empat Persalinan 131


Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya palsenta menjadi tidak terkendali.

Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam waktu kurang dari satu
jam! Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pascapersalinan yang terjadi
dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999). Sebagian besar kematian akibat perdarahan
pascapersalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (Li, et al., 1996).
Karena alasan ini, penatalaksanaan persalinan kala tiga sesuai standar dan penerapan manajemen
aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi kematian ibu.
Dimasa lampau, sebagian besar penolong persalinan menatalaksana persalinan kala tiga dengan
cara menunggu plasenta lahir secara alamiah (fisiologis). Intervensi hanya dilakukan jika terjadi
penyulit atau jika kemajuan persalinan kala tiga tidak berjalan normal. Manajemen aktif kala tiga
hampir tidak menjadi perhatian karena melahirkan plasenta secara konvensional dianggap cukup
memadai dan fisiologis. Paradigma proaktif (pencegahan) dianggap berlebihan karena mengacu
pada masalahnya yang belum terjadi sehingga tindakan yang diberikan dianggap pemborosan.

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pascapersalinan yang disebabkan
oleh atonia uteri adalah:

• Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya:
o jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidramnion)
o kehamilan gemeli
o janin besar (makrosomia)
• Kala satu dan/atau dua yang memanjang
• Persalinan cepat (partus presipitatus)
• Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi)
• Infeksi intrapartum
• Multiparitas tinggi
• Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia/eklampsia

Pemantauan melekat pada semua ibu pascapersalinan serta mempersiapkan diri untuk
menatalaksana atonia uteri pada setiap kelahiran merupakan tindakan pencegahan yang
sangat penting. Meskipun beberapa faktor-faktor telah diketahui dapat meningkatkan risiko
perdarahan pascaperdarahan, dua per tiga dari semua kasus perdarahan pascapersalinan
terjadi pada ibu tanpa faktor risiko yang diketahui sebelumnya dan tidak mungkin
memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri atau perdarahan pasca
persalinan. Karena alasan tersebut maka manajemen aktif kala tiga merupakan hal yang sangat
penting dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu akibat perdarahan pascapersalinan.

Penatalaksanaan Atonia Uteri


Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (masase) fundus uteri:

1. Segera lakukan kompresi bimanual internal (KBI; Gambar 6-6):

132 Asuhan Persalinan Normal


a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan secara
obstetrik (menyatukan kelima hujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu.
b. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri
mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara penuh
c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior
uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah
depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang
d. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding
uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

Gambar 6-6: Kompresi Bimanual Internal


Sumber: Gabbe et al, 1991.

e. Evaluasi keberhasilan:
i. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI
selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu
secara melekat selama kala empat.
ii. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang
perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera
lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan (lihat Lampiran 4).
iii Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 6-7) kemudian lakukan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan
rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI tidak berhasil
dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.

Kala Tiga dan Empat Persalinan 133


2. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal. Jangan berikan
ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin dapat menaikkan tekanan darah.
3. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 cc
larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan: Jarum berdiameter besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat dan
dapat dipakai untuk transfusi darah(jika perlu). Oksitosin secara IV cepat merangsang
kontraksi uterus. Ringer Laktat diberikan untuk restorasi volume cairan yang hilang selama
perdarahan.
4. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan: KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi
5. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini
bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan
rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi dan transfusi darah.
6. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu
tiba di tempat rujukan.
a. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit.
b. Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan
yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam.
c. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infus dengan tetesan
sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi.

Kompresi Bimanual Eksternal

1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan di atas
simfisis pubis (Gambar 6-7).
2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar
dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang
uterus seluas mungkin.
3. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar
pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat
menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi..

134 Asuhan Persalinan Normal


Gambar 6-7: Kompresi Bimanual Eksternal
Sumber: WHO/FHE/MMH, Geneva, 94-5

Kala Tiga dan Empat Persalinan 135

You might also like