You are on page 1of 4

Fadli Syamsudin Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (P3-TISDA), Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi (BPPT) E-mail: fadli@tisda.org 1. Pendahuluan Musibah tenggelamnya Kapal Motor (KM) Artomoro dalam perjalanannya dari Surabaya menuju Waingapu pada jumat malam tanggal 28 Mei, 2004, semakin menambah daftar panjang bencana serupa di Selat Lombok. Sebelumnya menimpa Kapal Motor Penumpang (KMP) Wimala Dharma pada tanggal 7 September, 2003 yang menelan banyak korban jiwa dan hanya dalam waktu 3 hari berselang musibah yang sama kembali terjadi pada KM Sentosa Bahari. Musibah KMP Wimala Dharma telah ditetapkan pemerintah sebagai bencana nasional mengingat besarnya jumlah korban jiwa yang terjadi pada saat itu. Artikel ini berusaha menjelaskan mengapa Selat Lombok rawan terhadap keselamatan pelayaran dan pamaparan penulis untuk solusi sistem mitigasi bencana dan monitoring lingkungan laut Selat Lombok menggunakan optimasi teknologi Akustik Tomografi Pantai (ATP) dan High Frequency (HF) radar. 2. Oseanografi Selat Lombok Secara Oseanografis, Selat Lombok adalah perairan yang sangat dinamis. Dari utara mengalir Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang membawa massa air hangat dari Samudera Pasifik menuju Hindia sepanjang tahun. Hanya pada masa peralihan musim di bulan April/Mei dan November/Desember arus yang bergerak ke selatan berbalik ke utara karena pengaruh masuknya gelombang Kelvin dari ekuator Samudera Hindia (Sprintall, dkk., 1999). Selat Lombok juga telah diketahui menjadi saluran penting transisi energi gelombang Kelvin dari Samudera Hindia memasuki perairan di kepulauan Indonesia dengan membawa rata-rata energi gelombang Kelvin wave sebesar 55% (Syamsudin et al, 2004) Arlindo menguat dengan kecepatan melebihi 70 cm/s selama bulan Juli-September, dan melemah pada bulan Januari-Maret, sedangkan arus pasang surut (pasut) mencapai kecepatan 350 cm/s di daerah dangkalan (sill) antara P. Nusa Penida dan Lombok (Murray dan Arief ,1986). Dari selatan, Selat Lombok mendapat hantaman langsung energi gelombang dari arah laut lepas Samudera Hindia. Sebagian energi gelombang ini mengalami difraksi ketika mencapai P. Nusa Penida dan masuk perairan selat dalam bentuk alun (swell) yang menjalar kontinu. Selain itu, interaksi antara pasang surut setengah harian (12,42 jam) dengan kedangkalan (sill) antara P. Nusa Penida dan Lombok menyebabkan terbentuknya soliton berupa paket gelombang yang menjalar dalam dua arah: ke utara menuju L. Flores dan mencapai P. Kangean dan ke selatan menuju laut lepas Samudera Hindia. Dengan demikian, paling tidak ada 4 faktor utama: Arlindo, Alun, Pasut, dan Soliton yang saling berinteraksi dan menyebabkan Selat Lombok senantiasa berombak dan memiliki arus kuat serta mengalami perubahan cepat (dalam hitungan jam). Kondisi itu sangat rawan terhadap pelayaran.

Dari analisis citra satelit, dapat ditentukan titik rawan berada pada daerah pertemuan semua faktor tersebut di tengah Selat Lombok, terutama daerah kedangkalan di bagian selatan antara P. Nusa Penida dan Lombok. Ancaman bencana masih bertambah dengan aktivitas tektonik di wilayah Paparan Sunda dalam bentuk tsunami akibat gempa bumi yang sering terjadi di wilayah ini. Dengan besarnya potensi bencana, maka instalasi sistem peringatan dini untuk mitigasi bencana dan keselamatan pelayaran di Selat Lombok merupakan hal yang mendesak, dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. 3. Institusi Pendukung dan Teknologi Monitoring Pemprov. Bali mempunyai institusi pendukung dengan adanya Pusat Studi Penginderaan Jauh Skala Regional di Universitas Udayana (CReSOS, Center for Remote Sensing and Ocean Sciences) dan Pusat Riset dan Monitoring Laut Asia Tenggara, Southeast Asia Center for Ocean Research and Monitoring (SEACORM) di Perancak, Kabupaten Jembrana yang diprakarsai Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP). Kedua institusi tersebut dapat memberikan analisis citra satelit Oseanografi untuk informasi regional: perkembangan siklon tropis; paket soliton; dan penampakan fisik penting lainnya seperti medan angin di Selat Lombok dan arah gelombang dari Samudera Hindia. Namun informasi regional tersebut belum cukup memadai untuk sebuah sistem peringatan dini yang andal dengan informasi akurat beresolusi tinggi, data fase dan tinggi gelombang, kecepatan arlindo, arus pasut, dan evolusi soliton dengan perioda singkat (dalam hitungan jam) yang terjadi di Selat Lombok. Untuk itu diperlukan dukungan teknologi monitoring yang dapat memetakan kondisi perairan Selat Lombok secara langsung (real time) dan terus-menerus (kontinu) serta mencakup semua proses fisik yang terjadi di semua kolom perairan dari permukaan sampai kedalaman. Sehubungan dengan hal itu, perpaduan antara teknologi High Frequency (HF) radar yang memberikan informasi permukaan dan Akustik Tomografi Pantai (ATP) untuk informasi semua kolom air merupakan alternatif solusi yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut. 4. Rekomendasi dan Saran Gambar 1 adalah rekomendasi instalasi HF radar dan stasiun ATP untuk sistem peringatan dini dan monitoring Selat Lombok.

Gambar 1. Sistem Peringatan Dini dan Monitoring Lingkungan Laut untuk keselamatan pelayaran di Selat Lombok. (klik untuk memperbesar) Jarak antar stasiun HF radar 70-80 km memberikan informasi medan arus permukaan dan tinggi gelombang signifikan pada wilayah antara (cross-section) beresolusi tinggi di perairan Selat Lombok yang mempunyai intensitas pelayaran kapal penumpang setiap jam untuk rute penyeberangan Padang Bai (Bali) - Lembar (Lombok Barat) ataupun sebaliknya. Disamping itu, penempatan posisi HF-1 radar menghadap Samudera Hindia dan HF-2 radar untuk L. Flores/Selat Makassar akan memberikan informasi kondisi permukaan laut di mulut selatan dan utara Selat Lombok. Penempatan 4 buah stasiun ATP dirancang untuk memberikan informasi penting medan arus dari permukaan sampai kedalaman, arus pasang surut, dan pembentukan soliton di daerah rawan kecelakaan kapal tenggelam di Selat Lombok. Semua pencatatan data lapangan yang direkam HF radar dan 4 buah stasiun akustik ATP akan dikirimkan langsung (real time) dan terus-menerus ke stasiun relay terdekat di sekitar Bali dan Lombok Barat. Dari stasiun relay diteruskan ke Pusat Informasi Terpadu di SEACORM, Perancak ataupun CReSOS, Universitas Udayana, Denpasar. Satelit GPS (Global Positioning System) atau satelit altimeter lainnya diperlukan untuk akurasi teknologi ATP, dan juga sebagai pendukung sistem telemetri pengiriman data lapangan (HF radar dan ATP) ke Pusat Informasi Terpadu (CReSOS dan SEACORM). Pusat Informasi Terpadu mengolah semua data yang diterima untuk mendapatkan gambaran kondisi perairan Selat Lombok saat itu (recent status). Berdasarkan informasi tersebut peringatan dini dapat segera disampaikan pada instansi terkait yang berhubungan dengan keselamatan pelayaran di Selat Lombok. Selanjutnya, asimilasi data HF radar dan ATP pada model numerik dinamika laut yang representatif dapat memberikan ramalan kondisi perairan Selat Lombok selama 1-2

minggu ke depan, sehingga sistem peringatan dini ini dapat dijadikan panduan keselamatan pelayaran di Selat Lombok selama kurun waktu tersebut. Selain itu, aplikasi sistem peringatan dini dan monitoring lingkungan laut dapat digunakan untuk prediksi kondisi cuaca setempat dan parameter lingkungan laut yang bermanfaat untuk budidaya ikan dan mutiara yang tersebar di perairan Selat Lombok. Mengingat pentingnya keselamatan pelayaran dan besarnya nilai ekonomis dari aktivitas industri perikanan, budidaya mutiara, dan sektor pariwisata di Selat Lombok, maka kebutuhan akan sistem peringatan dini hendaknya menjadi prioritas utama. 5. Daftar Pustaka
1. 2. Murray, S.P.and D. Arief, 1988, Throughflow into the Indian Ocean through the Lombok Strait, Januari 1985 Januari 1986, Nature, 333, 444-447. Sprintall, J., J.C. Chong, F. Syamsudin, W. Morawitz, S. Hautala, N. Bray, and S. Wijffels, 1999, Dynamics of the South Java Current in the Indo-Australian Basin, Geophys. Res. Lett., 26, 24932496. Syamsudin F., A. Kaneko, and D.B. Haidvogel, 2004, Numerical and Observational Estimates of Indian Ocean Kelvin wave intrusion into Lombok Strait, Geophys. Res. Lett. (In Press).

3.

You might also like