You are on page 1of 10

KEBIJAKAN PUBLIK MARITIM (MN 091462)

Antonius Dimas Anditya 4108100103

DOSEN PENGAJAR Ir. TRI ACHMADI, Ph.D.

PROGRAM SARJANA JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011

Daftar Isi
1 Latar Belakang............................................................................................3 2 Analisis dan Proses Kebijakan di Laut (Marine Sector)................................4 2.1 Analisis Determinasi Kebijakan.............................................................4 2.1.1 Zona Laut Teritorial.........................................................................4 2.1.2 Zona Landas Kontinen....................................................................4 2.1.3 Zona Ekonomi Eksklusif..................................................................5 2.2 Analisis Isi Kebijakan.............................................................................6 2.2.1 Deskripsi Singkat............................................................................6 2.2.2 Kerangka Teoritis ( Pemikiran Berdasarkan Aspek Kewilayahan )...7 2.2.3 Monitoring dan Evaluasi..................................................................8 2.2.4 Informasi untuk Kebijakan (feedback).............................................9 2.2.5 Advokasi Kebijakan.........................................................................9 3 Kesimpulan................................................................................................10

1 Latar Belakang
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain. Pada hal ini, wilayah Indonesia terdiri atas daratan dan lautan dengan perbandingan luas wilayah daratan dengan lautan adalah 3:1. Hampir 70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan. Dahulu, saat zaman pendudukan Belanda wilayah perairan Indonesia ditetapkan 3 mil atau 5,5 km dihitung dari garis laut saat air sedang surut. Ketentuan tersebut mengikuti Territoriale Zee en Maritieme Ordonantie pada tahun 1939. Dengan perhitungan tersebut, banyak wilayah laut Indonesia yang bebas di antara pulau-pulau. Hal ini sangat merugikan Indonesia sebab banyak kapal asing yang bebas mengambil sumber daya laut di Indonesia. Pulau yang ada di wilayah Indonesia berjumlah lebih dari 17.500 pulau baik yang besar maupun yang kecil. Dengan banyaknya jumlah pulau menyebabkan Indonesia memiliki garis pantai yang panjang. Panjang garis pantai di Indonesia sejauh 81.000 km dan merupakan salah satu garis pantai yang terpanjang di dunia. Adanya garis pantai yang panjang akan menguntungkan bagi negara itu, sebab kekayaan yang terkandung di dalamnya menjadi hak milik negara. Oleh karena itu, batas-batas wilayah laut di Indonesia harus diakui oleh dunia internasional. Indonesia disebut sebagai negara maritim, karena sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Sebagai negara maritim keberadaan perairan memegang peranan penting dalam mempersatukan seluruh pulau-pulau yang berada di Indonesia. Laut memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan negara Indonesia. Selain sebagai sarana penghubung antarpulau, laut juga merupakan penghasil sumber daya hayati dan sumber daya nonhayati. Sumber daya tersebut merupakan kekayaan bagi negara Indonesia yang akan memberikan kesejahteraan bagi semua rakyat. Oleh karena itu, keberadaan laut beserta isinya perlu dijaga kelestariannya.

2 Analisis dan Proses Kebijakan di Laut (Marine Sector)


2.1 Analisis Determinasi Kebijakan
Pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah Indonesia mengambil sikap dengan menetapkan konsep wilayah perairan laut yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Inti dari deklarasi tersebut adalah laut serta perairan antarpulau menjadi pemersatu dan penghubung antarpulau, dan batas-batas wilayah laut diukur sejauh 12 mil dari garis dasar pantai pulau terluar. Deklarasi Djuanda pada akhirnya mendapat pengakuan dunia pada tahun 1982 saat diadakan Konvensi Hukum Laut Internasional di Jamaika. Dalam konvensi tersebut ditetapkan bahwa dunia internasional mengakui keberadaan wilayah perairan Indonesia. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982. Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu Zona Laut Teritorial, Zona Landas kontinen, dan Zona Ekonomi Eksklusif.
2.1.1 Zona Laut Teritorial

Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 millaut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar. Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-Undang No.4 Prp. 1960.
2.1.2 Zona Landas Kontinen

Landas Kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia. Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas Negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai.

Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.
2.1.3 Zona Ekonomi Eksklusif

Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsipprinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980. Melalui Konfrensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke- 3 tahun 1982, pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea) atau konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985 dan sejak 16 Nopember 1993 Unclos 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara sehingga menjadi hukum positif (hukum yang sedang berlaku di masing-masing negara). Berlakunya UNCLOS 1982 berpengaruh dalam upaya pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia. Perjuangan tentang kewilayahan dilanjutkan untuk menegakkan kedaulatan dirgantara yakni wilayah Indonesia secara vertikal terutama dalam memanfaatkan wilayah Geo Stationery Orbit (GSO) untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan keamanan.\ Ruang udara adalah ruang yang terletak diatas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi dimana suatu negara mempunyai hak yurisdiksi. Ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara merupakan satu kesatuan ruang yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia, telah meratifikasi Konvensi Geneva 1944 (Convention on International Civil Aviation) sehingga kita menganut pemahaman bahwa setiap negara memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayahnya, dan tidak dikenal adanya hak lintas damai. Jadi tidak satu pun pesawat udara asing diperbolehkan melalui ruang udara nasional suatu negara tanpa izin negara yang bersangkutan.

2.2 Analisis Isi Kebijakan


Analisis ini ditinjau dari deskripsi, hubungan dengan adanya konflik, dan kerangka teoritisnya. Sedikit deskripsi tentang kebijakan ini adalah :
2.2.1 Deskripsi Singkat

Karena kita membahas masalah teritorial, maka mari kita tinjau deskripsi ini dari batasannya. 1. Batas Luar Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial. Zona batas luas tidak boleh melebihi kelautan 200 mil dari garis dasar dimana luas pantai territorial telah ditentukan. Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil adalah batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu, negara itu dapat mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak akan memilih mengurangi wilayahnya ZEE kurang dari 200 mil, karena kehadiran wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200 mil menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan sejarah dan politik : 200 mil tidak memiliki geographis umum, ekologis dan biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak di klaim oleh negara pantai adalah 200 mil, diklaim negara-negara amerika latin dan Afrika. Lalu untuk mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur yang paling banyak mewakili klaim yang telah ada. Tetapi tetap mengapa batas 200 mil dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof. Hollick, figure 200 mil dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara Chili. Awalnya negara Chili mengaku termotifasi pada keinginan untuk melindungi operasi paus lepas pantainya. Industri paus hanya menginginka zona seluas 50 mil, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan. Dan contoh yang paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona diadopsi dari Deklarasi Panama 1939. Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200 mil, padahal faktanya luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300 mil. 2. Batasan Dalam banyak wilayah negara banyak yang tidak bisa mengklaim 200 mil penuh, karena kehadiran negara tetangga, dan itu menjadikan perlu menetapkan batasan ZEE dari negara-negara tetangga, pembatasan ini diatur dalam hukum laut internasional. 3. Pulau Pulau

Pada dasarnya semua teritori pulau bisa menjadi ZEE. Namun, ada 3 kualifikasi yang harus dibuat untuk pernyataan ini. Pertama, walau pulau-pulau normalnya bisa menjadi ZEE, artikel 121(3) dari Konvensi. Hukum Laut mengatakan bahwa, " batu-batu yang tidak dapat membawa keuntungan dalam kehidupan manusia atau kehidupan ekonomi mereka, tidak boleh menjadi ZEE." 4. Wilayah yang Tidak Berdiri Sendiri Kualifikasi kedua berkaitan dengan wilayah yang tidak meraih baik kemerdekaan sendiri atau pemerintahan mandiri lain yang statusnya dikenal PBB, dan pada wilayah yang berada dalam dominasi colonial. Resolusi III, diadopsi oleh UNCLOS III pada saat yang sama pada teks Konvensi, menyatakan bahwa dalam kasus tersebut ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban berdasarkan Konvensi harus diimplementasikan untuk keuntungan masyarakat wilayah tersebut, dengan pandangan untuk mempromosikan keamanan dan perkembangan mereka.
2.2.2 Kerangka Teoritis Kewilayahan ) ( Pemikiran Berdasarkan Aspek

Dalam kehidupan bernegara, geografi merupakan suatu fenomena yang mutlak diperhatikan dan diperhitungkan baik fungsi maupun pengaruhnya terhadap sikap dan tata laku negara yang bersangkutan. Wilayah Indonesia pada saat merdeka masih berdasarkan peraturan tentang wilayah teritorial yang dibuat oleh Belanda yaitu Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939), dimana lebar laut wilayah/teritorial Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah masing-masing pulau Indonesia. TZMKO 1939 tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia sebab antara satu pulau dengan pulau yang lain menjadi terpisahpisah, sehingga pada tgl. 13 Desember 1957 pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda. Sebagai negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada wilayah daratannya, maka peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982.

2.2.3 Monitoring dan Evaluasi

1. Penguatan Kerjasama dan Hubungan Baik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan, Indonesia dan Singapura menyepakati batas laut teritorial setelah perundingan intensif sejak awal 2005. Yang disepakati adalah segmen barat yang ada di utara Pulau Nipah, Kepulauan Riau. Secara geoekonomi, batas baru ini akan menguatkan sejumlah kerja sama ekonomi dan upaya pengembangan kawasan. Presiden menyebutnya kerja sama segitiga pertumbuhan Sijori (Singapura, Johor, Riau) dan kawasan perdagangan bebas di Batam, Bintan, dan Karimun. Yang disepakati adalah segmen barat. Pulau Nipah, di Utara pulau itulah yang sudah disepakati batas laut teritorialnya. Ini penting secara geoekonomi dan geopolitik. Dengan dipastikannya garis batas ini, pengembangan ekonomi Indonesia di wilayah itu, termasuk kerja sama Indonesia dengan Singapura dan Malaysia, akan semakin baik. 2. Peningkatan Kemampuan HANKAM Laut. Kasus Ambalat merupakan salah satu bentuk ancaman terhadap kedaulatan dan kehormatan bangsa Indonesia. Di samping masalah perbatasan wilayah perairan, permasalahan lain yang dapat menggerogoti kedaulatan dan kehormatan kita sebagai bangsa adalah: perompakan (armed robbery), pembajakan (piracy), penyelundupan manusia (imigran gelap), penyelundupan barang (seperti kayu, gula, beras, bahan bakar minyak, pakaian bekas, dan senjata), illegal fishing; eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal, serta pelanggaran lain di wilayah perairan Indonesia. Beranjak dari kondisi kemampuan hankam laut nasional, kita harus meningkatkan prasarana dan sarana hankam di laut, seperti menara suar (light house) dan pos pengamanan di 92 pulau terluar Indonesia, kapal patroli dan kapal perang sesuai dengan kebutuhan minimal, sistem MCS (monitoring, controlling, and surveillance) Kelautan, dan lainnya.

2.2.4 Informasi untuk Kebijakan (feedback)

Konsep dari ZEE telah jauh diletakkan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya pada Asian-African Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee PBB di tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima support aktif dari banyak Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika Latin mulai membangun sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah dimulai. Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan ZEE terdapat dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi.
2.2.5 Advokasi Kebijakan

Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyosialisasikan tentang adanya hukum laut tersebut. Tapi tanggapan dari masyarakat ternyata kurang memuaskan karena dirasa kurang memuaskan. Seperti contohnya, Kegiatan Sosialisasi oleh Biro HUMAS Provinsi Gorontalo. Mereka mengadakan kegiatan ini dengan tujuan menyosialisasikan Hukum Laut dan Implementasinya terhadap Pembangunan Kelautan Indonesia. Adanya Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia yang pernah melakukan pertemuan dengan Minister Counselor Bidang Politik dan Ekonomi Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia, Michael Bliss, adalah pemberitahuan akan ancaman hukuman berat bagi nelayan luar negeri yang menangkap ikan di perairan Australia.

3 Kesimpulan
Dari hasil analisa, dapat kita simpulkan bahwa membuat suatu kebijakan publik tidak semudah yang kita kira. Ada tahapan dan proses agar kebijakan tersebut bisa diterima di masyarakat dan bisa berjalan efektif dan efisien. Di zona ekonomi eksklusif ini Negara pantai mempunyai hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, juga pelestarian dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dasar laut dan tanah di bawah dasar laut. Tentunya tidak hanya pemerintah saja yang berkewajiban menjaga kelestarian laut, tetapi kalian sebagai warga negara Indonesia juga berkewajiban menjaganya. Adapun contoh usaha-usaha dalam upaya pelestarian laut di Indonesia adalah sebagai berikut. a. Menjaga air laut tetap bersih dengan cara melarang pembuangan sampah dan limbah di laut. b. Adanya perlindungan terhadap hewan tertentu yang hidup di laut agar tidak menjadi punah. c. Pelarangan menggunakan bahan peledak, bahan racun, dan aliran listrik saat menangkap ikan. d. Pelarangan menggunakan jaring yang kecil saat menangkap ikan sebab dengan menggunakan alat tersebut ikan yang masih kecil akan ikut terjaring. e. Adanya pelarangan merusak terumbu karang. f. Menanam pohon bakau di sepanjang pantai. g. Adanya larangan mengambil karang laut dalam jumlah besar. Apabila kalian melihat banyak sampahberserakan. Bila memungkinkan ambil dan buah di tempat sampah.

You might also like