You are on page 1of 17

PENDIDIKAN NILAI-NILAI TOLERANSI PERSPEKTIF PENDEKATAN ANALISIS NILAI A.

Pendahuluan Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk (pluralistic society), hal tersebut dapat terlihat pada kenyataan sosial kehidupan masyarakat dan tercermin dalam semboyan yang tertulis dalam lambang negara Republik Indonesia Bhineka Tunggal Ika , yang secara sederhana memiliki makna berbeda-beda namun satu jua. Kemajemukan masyarakat Indonesia terdiri dari keberagaman budaya, suku bangsa, bahasa, adat istiadat, dan keberagaman agama. Pada dasarnya kehidupan masyarakat yang bersifat majemuk bila dibandingkan dengan kehidupan masyarakat yang homogen, maka kehidupan masyarakat yang bersifat majemuk lebih berpeluang menciptakan keadaan yang tidak harmonis diantara masyarakat tersebut, dikarenakan berbagai gesekan dan konflik yang terjadi disebabkan perbedaan yang ada ditengah-tengah kemajukan masyarakat tersebut. Hal ini dikarenakan, tidak adanya saling menghargai dan menghormati terhadap perbedaan yang ada, tidak adanya pengakuan dan kesadaran bahwa kemajemukan tersebut merupakan sesuatu yang kodrati dalam kehidupan bermasyarakat. Dilain pihak, kemajemukan dapat dipandang sebagai suatu berkah dalam kehidupan ini, karena kemajemukan tersebut berpotensi menjadi sumber kekuatan manakala potensi itu dapat dikelola dan dikembangkan ke arah pembangunan kesejahteraan dan persatuan bangsa. Hal tersebut dapat tercapai dengan mendidikan kembali nilai-nilai toleransi di tengah-tengah kemajemukan masyarakat tersebut. Pendidikan nilai-nilai toleransi tersebut, akan memberikan dan

menanamkan kepada masyarakat tentang bagaimana seharusnya hidup ditengahtengah kemajemukan masyarakat tersebut. Nilai-nilai yang terdapat dalam toleransi meliputi, saling menghargai, saling menghormati, dan saling memahami perbedaan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Di berbagai sekolah, penanaman dan pengajaran pendidikan nilai-nilai toleransi dapat diajarkan melalui pendekatan analisis nilai yang merupakan salah

satu pendekatan dari beberapa pendekatan dalam pendidikan nilai. Selanjutnya dalam tulisan ini, akan dibahas tentang pendidikan nilai-nilai melalui pendekatan analisis nilai, yang meliputi : pengertian pendekatan analisis nilai, langkahlangkah penerapannya, metode pembelajarannya, apa sebenarnya pendidikan nilai-nilai toleransi, dan bagaimana pendidikan nilai-nilai toleransi diajarkan kepada para siswa dengan pendekatan analis nilai.

B. Pengertian Pendekatan Analisis Nilai Sebagaimana yang diketahui bahwa pendekatan analisis nilai ini, merupakan salah satu dari beberapa pendekatan dalam pendidikan nilai. Secara sederhana pendekatan analisis nilai ini memberikan fokus perhatiannya terhadap pemecahan masalah yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat, bukan kehidupan individual. Selanjutnya dalam pembahasan berikutnya akan

dikemukakan beberapa pengertian tentang pendekatan analisis nilai tersebut. Nurul Zuriah menjelaskan bahwa pendekatan analisis nilai ini menekankan agar peserta didik dapat menggunakan kemampuan berpikir logis dan ilmiyah dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu. Selain itu peserta didik dalam menghubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai mereka sendiri. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini, antara lain diskusi terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti , penegasan prinsip, analisi terhadap kasus, debat, dan penelitian1. Zaim Elmubarok menjelaskan bahwa pendekatan analisis nilai (values analysis approach) merupakan pendekatan yang memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya adalah bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Dan adapun pendekatan

Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Menggagas Platfom Pendidikan Budi Pekerti secara Konstektual dan Futuristik, Jakarta : Bumi Aksara, 2007, h. 65

perkembangan kognitif memberikan penekanan pada dilemma moral yang bersifat perseorang2. Madya dan Chang Lee Hoon menjelaskan bahwa fokus utama pendekatan analisis nilai adalah memberikan kemahiran berpikir yang logis dan sistematis dalam penyelesaian berbagai isu tentang nilai yang berhubungan kehidupan sosial, pendekatan ini memberikan bagi peserta didik secara aktif dalam proses menganalisis nilai secara objektif yang berdasarkan kepada fakta yang akurat3. Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan analisis nilai ini merupakan pendekatan dalam pendidikan nilai yang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam mengembangkan daya berpikir logis mereka dengan memberikan berbagai argumentasi yang akurat dalam memecahkan berbagai permasalahan isu-isu tentang nilai yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Dari penjelasan diatas mengenai pendekatan analisis nilai tersebut, setidaknya ada dua tujuan utama dari penggunaan pendekatan ini, sebagai berikut : 1. Membantu perserta didik untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan argumentasi ilmiyah dalam menganalisis masalah-masalah sosial, yang berhubungan dengan nilai moral tertentu. 2. Membantu peserta didik untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Dalam menerapkan pendekatan analisis ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan sebagai berikut : 1. Pembelajaran secara individu maupun kelompok 2. Penyelidikan kepustakaan 3. Penyelidikan lapangan 4. Dan diskusi kelas.

Zaim Elmubarok , Membumikan Pendidikan Nilai, Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai, Bandung : Alfabeta, 2008, h. 68 3 Madya dan Chang Lee Hoon dalam Pendekatan dalam Pendidikan Moral, Fakulti Pendidikan, Universiti Malaya.

Selanjutnya terdapat beberapa langkah dalam penerapan pendekatan analisis nilai ini dalam proses pendidikan nilai, yang langkah-langkah tersebut menjadi dasar penyelesaian masalah yang berhubungan dengan nilai. Adapun langkah-langkah tersebut, sebagai berikut : 1. Mengindentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait, tujuannya adalah mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai yang terkait tersebut. 2. Mengumpulkan fakta yang berhubung dengan masalah, tujuannya adalah mengurangi perbedaan dalam fakta yang berhubungan . 3. Menguji kebenaran fakta yang berkaitan dengan masalah, tujuannya adalah mengurangi perbedaan tentang fakta yang berkaitan. 4. Mejelaskan antara fakta yang bersangkutan, tujuannya adalah mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta yang bersangkutan. 5. Merumuskan keputusan moral sementara, tujuannya adalah mengurangi perbedaan dalam rumusan keputusan sementara. 6. Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan, tujuannya adalah mengurangi perbedaan dalam pengujian prinsip moral yang diterima4. Kemudian Kokom Komalasari sebagaimana yang ia kutip dari buku

Moral Education : Secular and Religious (Elias,1989) dan buku Model of Moral Education : An Appraisal (Richard Hers,1980), menjelaskan bahwa pendekatan analisis nilai ini dianjurkan oleh Jerrold Commbs, Milton Miex, dan James Chadwick, yang mereka merupakan tokoh-tokoh yang termasuk dalam kelompok pakar pendidikan, filosof, dan pakar psikologi5. Pendekatan analisis nilai ini tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan jika dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lainnya dalam pendidikan nilai. Kekurangan pendekatan analisis nilai adalah bahwa pendekatan ini sangat menekankan aspek kognitif, dan sebaliknya mengabaikan aspek afektif serta psikomotorik. Dari perspektif yang lain seperti yang dijelaskan oleh Ryan dan Lickona (1987), pendekatan ini sama seperti pendekatan perkembangan kognitif dan pendekatan klarifikasi nilai, dimana semua pendekatan tersebut sangat berat
Zaim Elmubarok, Ibid, h. 69 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, Bandung : Refika Aditama, 2010, h. 95.
5 4

memberi penekanan pada proses, dan kurang memperhatikan pada isi nilai. Sedangan kelebihan pendekatan analisis nilai adalah bahwa pendekatan ini sangat mudah diaplikasikan dalam ruang kelas, karena penekanannya pada

pengembangan kemampuan kognitif, selain itu seperti terlihat pada langkahlangkah pendekatannya, pendekatan ini menawarkan langkah-langkah yang sistematis dalam pelaksanaan proses pembelajaran moral.

C. Pendidikan Nilai-Nilai Toleransi Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Manusia selalu ingin melakukan kerjasama dan interaksi sosial. Interaksi itu tidak hanya dipicu oleh dorongan kebutuhan ekonomis, biologis, emosional dan sebagainya yang mengikat dirinya, melainkan sebagai fitrah yang seharusnya ia emban. Dalam al-Quran sendiri dinyatakan bahwa manusia diciptakan bersukusuku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya, adapun penyataan al-Quran tersebut dinyatakan dalam surat al-Hujarat, ayat 13, yang bunyinya sebagai berikut :


Artinya : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku (Q.S al-Hujurat : 13)6. Ayat ini secara implisit menegaskan bahwa manusia ditakdirkan sebagai makhluk yang akan hidup dengan berbagai macam suku dan bangsa dengan tujuan untuk saling mengenal diantara mereka. Proses terjadinya suatu suku bangsa berawal dari interaksi antar individu dan antar kelompok manusia sehingga membentuk komunitas sosial yang lebih besar. Dalam kehidupan manusia tersebut, yang dilingkari dengan berbagai macam perbedaan, mulai dari perbedaan bangsa, suku, bahkan agama, menggambarkan bahwa kehidupan manusia tersebut dalam interaksinya berpotensi melahirkan berbagai macam konflik, sehingga untuk menghidari berbagai macam konflik tersebut, manusia dituntut agar mengenal bahkan
6

Al-Jumanatul Ali, al-Quran dan Terjemahannya

memahami berbagai macam perbedaan tersebut, hal ini dapat tercermin melalui sikap toleransi, sehingga dengan sikap toleransi ini diharapkan akan melahirkan kerukunan manusia dalam berbagai perbedaan yang terdapat pada mereka tersebut. Dalam percakapan sehari-hari seolah-olah tidak ada bedanya antara kerukunan dengan toleransi. Sebenarnya antara kedua kata ini, terdapat perbedaan, namun saling memerlukan. Kerukunan mempertemukan unsur-unsur yang berbeda, sedang toleransi merupakan sikap atau refleksi dari kerukunan. Tanpa kerukunan, toleransi tidak pernah ada, sedangkan toleransi tidak pernah tercermin bila kerukunan belum terwujud. Istilah toleransi berasal dari bahasa inggeris, yaitu tolerance berarti sikap membiarkan, mengakui, dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan7. Di dalam bahasa Arab toleransi dikenal dengan sebutan tasamuh yang memiliki arti saling mengizinkan, dan saling memudahkan. Bagi bangsa Indonesia istilah torensi sebenarnya bukan merupakan istilah dan masalah baru, karena sikap toleransi merupakan salah satu ciri bangsa Indonesia yang diterima sebagai warisan leluhur bangsa Indonesia itu sendiri. Jadi toleransi dalam pergaulan bukan merupakan sesuatu yang dituntut oleh situasi. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku, budaya, adat, dan agama, hal ini menjadi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang prularis, yaitu masyarakat yang memiliki kemajemukan, sehingga guna menjalin kerukunan ditengah-tengah kemajemukan yang dimiliki masyarakat Indonesia, sudah semestinya bangsa ini memiliki sikap toleransi,yang melahirkan rasa saling memahami dan mengerti tentang keberaan perbedaan orang lain. Toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama, yang didasarkan kepada bahwa setiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk agama itu sendiri dan mempunyai bentuk ibadat (ritual) dengan sistem dan cara tersendiri yang dibebankan serta menjadi tanggung jawab orang yang pemeluknya atas dasar itu, maka toleransi dalam pergaulan hidup umat beragama bukanlah toleransi dalam masalah-masalah keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagamaan

David G. Gularnic, Websters World Dictionary of American Language, The World Publishing Company, Cleveland and New York, 1959, p. 779

pemeluk suatu agama dalam pergaulan hidup antara orang yang tidak seagama, dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum8. Dalam mewujudkan kemaslahatan umum, agama telah menggariskan dua pola dasar hubungan yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya, yaitu hubungan secara vertikal dan horizontal. Yang pertama hubungan antara pribadi dengan khaliknya yang direalisasikan dalam bentuk ibadat sebagaimana yang telah digariskan oleh setiap agama. Hubungan ini dilaksanakan secara individual, tetapi lebih diutamakan secara kolektif atau berjamaah seperti shalat dalam islam. Pada hubungan pertama ini berlaku toleransi agama yang hanya terbatas pada

lingkungan atau interen suatu agama saja. Hubungan kedua adalah hubungan antara manusia dengan sesamanya. Pada hubungan ini tidak terbatas pada linkungan suatu agama saja, tetapi juga berlaku kepada orang yang tidak seagama, yaitu dalam bentuk kerjasama dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Dalam hal sperti inilah berlaku toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama. Perwujudan toleransi seperti ini walaupun tidak

berbentuk ibadat, namun bernilai ibadat, hal ini tercermin bila pergaulan antara umat beragama berlangsung dengan baik, berarti tiap umat beragama telah memelihara eksistensi agama masing-masing. Ibadat dalam pengertian luas tidak hanya terbatas pada hubungan antara manusia dengan khaliknya , juga meliputi segala ucapan, perbuatan dan tindakan yang bernilai baik, seperti membangun masyarakat dan bangsa, membela Negara, termasuk membecirakan masalah internasional. Di Indonesia, kehidupan beragama berkembang dengan subur,

pelaksanaan upacara-upacara keagamaan baik dalam bentuk ibadat maupun dalam bentuk peringatan (ceremonial) tidak hanya terbatas pada rumah-rumah atau tempat-tempat resmi masing-masing agama. Tapi juga pada tempat-tempat lainlain seperti di kantor-kantor dan di sekolah-sekolah. Disinilah seharusnya berlaku toleransi, yaitu berupa fasilitas atau izin mempergunakan tempat dari atasan atau kepala sekolah (beragama lain) yang bersangkutan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi dalam menyiapkan generasi penerus, dalam menanamkan dan membina sikap toleransi antara sesama
Said Agil Husin al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta : PT. Ciputat Press, 2005, h. 14
8

murid, terutama sesama mereka yang memiliki agama yang berbeda, dimana pada saat akan melakukan kegiatan salah satu agama, maka agama lain diikutsertakan dalam menyiapkan sarana yang diperlukan untuk kegiatan tersebut, dan bukan diikutsertakan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Dalam kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Hal demikian dalam tingkat praktek-praktek sosial dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam praktek sosial, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat. Agama tidak pernah berhenti dalam mengatur tata kehidupan manusia karena itu kerukunan dan toleransi bukan sekedar hidup berdampingan yang pasif saja, akan tetapi lebih dari itu, yaitu untuk berbuat baik, dan berlaku adil antara satu sama lain. Bagi umat Islam dan agama lainnya seyogiaya perbedaan agama jangan sampai menghalangi untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap manusia tanpa diskriminasi agama dan kepercayaan. Bagi umat Islam yang menimbulkan batas pemisah dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan antar negara, bukan perbedaan keyakinan agama atau perbedaan warna kulit, tetapi kadar ketakwaan dan pengalaman ajaran agama yang diyakini. Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama berpangkal dari penghayatan ajaran agama masing-masing. Bila toleransi dalam pergaulan hidup ditinggalkan, berarti kebenaran ajaran agama tidak dimanfaatkan sehingga pergaulan dipengaruhi oleh saling curiga mencurigai dan saling berprasangka. tinggalkan, toleransi akan memanifestasikan kebenaran agama secara horizontal, juga merupakan bagian dari cara memurnikan prinsip berdemokrasi. Dengan toleransi berarti bangsa Indonesia telah memelihara nilai-nilai warisan leluhur bangsa sendiri9.

Said Agil Husin al-Munawar, Ibid, h. 16

Perwujudan toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama dapat diralisakikan dengan dua cara, pertama, setiap penganut agama mengakui eksistensi agama-agama lain dan menghormati segala hak asasi penganutnya. Kedua,dalam pergaulan bermasyarakat, setiap golongan umat beragama menampakkan sikap saling mengerti, menghormati dan menghargai. Akhirnya toleransi agama merupakan pengakuan adanya kebebasan setiap warga untuk memeluk agama yang menjaga keyakinannya dan kebebasan untuk menjalankan ibadatnya. Toleransi beragama meminta kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan dan tanggung jawab, sehingga menumbuhkan rasa solidaritas, dan mengeleminir egoistis golongan. Toleransi hidup beragama itu bukan suatu campur aduk, melainkan terwujudnya ketenangan , saling menghargai, bahkan sebenarnya lebih dari itu, antar pemeluk agama harus dibina gotong royong di dalam membangun masyarakat kita sendiri dan demi kebahagiaan kita bersama. Sikap permusuhan, sikap prasangka harus dibuang jauh-jauh, diganti dengan saling menghormati dan menghargai setiap penganut agama-agama. Selanjutnya toleransi bukan saja membicarakan perbedaan agama, namun juga membicarakan masalah perbedaan sosial masyarakat lainnya, sehingga pada tahun 1995, Perserikat Bangsa-Bangsa (PBB) menjadikan tahun tersebut sebagai tahun toleransi, dengan dasar pemikiran bahwa toleransi adalah faktor inti dari kedamaian dunia . Hal tersebut dilatar belakangi dengan terjadinya konflik antar etnis dalam satu Negara, diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas, tindakan-tindakan membenci warga asing, khusunya para pengungsi dan pencari suaka, pekerja-pekerja migrant, dan organisasi dan ideology imigran yang rasis, dan tindakan-tindakan kekerasan akibat perbedaan suku, dan diskriminasi

terhadap mereka. Intoleransi ditunjukkan lewat marginalisasi dan pengasingan sekelompok masyarakat yang rapuh, atau kekerasan dan diskriminasi terhadap mereka10. Intoleransi adalah penolakan perbedaan antara individu dan kebudayaan. Ketika intoleransi menjadi kolektif atau dijadikan dasar membangun suatu institusi, prinsip-prinsip demokrasi akan terkikis dan menimbulkan ancaman terhadap kedamaian dunia.

Diane Tillman, Living Values Activities for Children Ages 8-14, Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004, h. 97

10

D. Pendidikan Nilai-Nilai Toleransi Perspektif Pendekatan Analisis Nilai (Values Analisys Approach ) Sebagaimana sudah dijelaskan diatas, bahwa toleransi merupakan sarana dalam menciptakan kerukunan dalam kehidupan masyarakat yang memiliki berbagai kemajemukan. Namun disayangkan toleransi yang seharusnya

melahirkan kerukunan pada bangsa ini dalam perjalanannya menghadapi berbagai tantangan. Setidaknya, hal tersebut dapat dilihat dari munculnya tindakan-

tindakan intoleran dalam berbagai bentuknya. Kehidupan damai dan toleran yang merupakan watak dasar dari bangsa ini dalam beberapa tahun terakhir diwarnai dengan tindakan yang makin menciptakan kekhawatiran publik. Sederetan peristiwa intoleransi telah mewarnai kehidupan bangsa ini, setidaknya berbagai peristiwa itu yang terjadi, akibat sikap egoisme, tidak mau menerima perbedaan, saling melecehkan dan mencurigai, dan rasa enggan untuk mengetahui dan memahami keberadaan orang lain. Adapun sederetan peristiwa intoleransi tersebut banyak yang menjadi pemberitaan, baik di media massa maupun media elektronik, seperti, bentrok antara seporter bola yang sering mewarnai perjalanan liga Indonesia, kerusuhan yang terjadi antar suku seperti yang terjadi di Papua dan beberapa daerah lainnya, penyerangan rumah ibadah seperti yang terjadi di Poso, penyerangan antar warga, seperti yang terjadi di Jakarta, tawuran pelajar antar sekolah, seperti yang terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia, bahkan tindakan yang lebih ekstrim lagi adalah penyerangan komunitas agama seperti Ahmadiyah, dan tindakan terorisme, yang tidak hanya terjadi pada taraf nasional tapi juga pada taraf internasional yang banyak memakan korban yang tidak bersalah. Selanjutnya menurut laporan akhir Moderat Muslim Society11 tentang toleransi dan intoleransi Pada tahun 2009, menyebutkan bahwa masih ditemukan berbagai tindakan intoleran yang dilakukan oleh sebagian kelompok. Setidaknya ada dua belas jenis pelanggaran yang dapat dikatagorikan sebagai tindakan intoleran. Yaitu, (1) Penghentian dan Penghalangan Kegiatan Ibadah, (2) Penyegelan dan Penutupan Rumah Ibadah, (3) Pencabutan Izin Pembangunan Rumah Ibadah, (4) Penolakan masyarakat terhadap Pembangunan Rumah Ibadah,
Moderat Muslim Soecity adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang konsern terhadap isu-isu toleransi
11

10

(5) Perusakan Rumah Ibadah, (6) Kriminalisasi Paham Keagamaan, (7) Ancaman, Tuntutan dan Intimidasi terhadap kelompok lain, (8)Tindakan

Penyerangan/Penggerebekan, (9) Penyesatan/Pengharaman terhadap paham keagamaan tertentu, (10) Diskriminasi Terhadap Kelompok Lain, (11) Pengeboman, dan (12) Pengusiran. Secara keseluruhan berjumlah 59 kasus. Sederetan peristiwa diatas jika dibiarkan, maka dapat menciptakan ketidak harmonisan kehidupan masyarakat, yang pada akhirnya dapat menciptakan perpecahan dan akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk mencengah itu semua, setidaknya lembaga pendidikan, seperti sekolah yang dianggap sebagai agen perubahan, sudah seharusnya memberikan pendidikan nilai-nilai toleransi kepada para siswa. Pendidikan nilai-nilai toleransi tersebut, dapat diajarkan dengan

pendekatan analisis nilai. Dimana para siwa diajak untuk melakukan analisis terhadap berbagai macam peristiwa sosial yang terjadi didalam kehidupan masyarakat. Melalui pendekatan analisis nilai ini, para siswa dituntun agar melakukan analisa terhadap nilai-nilai toleransi dan intoleransi terhadap suatu peristiwa yang terjadi dalam kelompok masyarakat, dengan peristiwa tersebut, para siswa dituntun agar mendidentifikasi nilai-nilai toleransi maupun intoleransi, dengan mengumpulkan berbagai fakta yang berhubungan dengan nilai-nilai tersebut, kemudian setelah fakta ditemukan, maka para siswa dituntun untuk menguji faktafakta tersebut dengan menjelaskan kaitan antara fakta dan nilai-nilai yang terdapat dalam peristiwa tersebut, setelah menjelaskan berbagai fakta tersebut, maka para siswa dituntun untuk merumuskan sebuah keputusan moral sementara dan menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan, hal ini dilakukan untuk memberikan keyakinan kepada para siswa tentang baik dan buruk tentang nilai keputusan yang mereka simpulkan. Namun dalam pembelajaran nilai-nilai toleransi dengan pendekatan analis nilai, sekolah jangan sekali-kali mengabaikan peranan guru, karena apabila ini terjadi maka dikhawatirkan para siswa akan berada dalam kesalahan terhadap analisa yang mereka lakukan.

11

Dalam melaksanakan pendidikan nilai-nilai toleransi malalui pendekatan analisis nilai, guru dapat menggunakan beberapa metode, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, adapun metode tersebut, seperti, Pembelajaran secara individu maupun kelompok, Penyelidikan kepustakaan, diskusi kelas. Sebagai contoh mengenai pendidikan toleransi melalui pendekatan analisis nilai dapat diberikan kepada siswa dengan menggunakan metode kerja kelompok dan diskusi kelas, dimana seluruh jumlah siswa yang ada dibagi kepada beberapa kelompok, setiap kelompok diberikan tugas untuk mencari konflik yang berbeda yang terjadi di sekitar kita, baik yang bersumber dari media massa maupun elektronik, dimana sikap intoleransi menjadi penyebab konflik tersebut. Setelah mendapatkan konflik yang dimaksud, maka setiap kelompok ditugaskan untuk mengidentifikasi beberapa penyebab yang mengakibatkan terjadinya konflik tersebut, dan setiap kelompok melaporkannya kepada seluruh kelas untuk didiskusikan , dan apakah ada faktor penyebab yang sama pada setiap konflik yang ditemukan pada setiap kelompok ? . Setelah mengidentifikasi penyebab dari berbagai konflik yang ada, maka tugas selanjutnya adalah menganalisis nilai apakah yang hilang, sehingga mengakibatkan konflik ?, kemudian ajak setiap kelompok mencari alternatif untuk menghadapai penyebabnya, sikap apa saja yang seharusnya dapat menyelesaikan konflik tersebut tanpa mengarah pada ledakan intoleransi ?, selanjutnya tanyakan pada seluruh kelompok apakah beberapa faktor penyebab konflik tersebut terjadi disekitar sekolah ini ?, dan dari berbagai konflik tersebut, hal positif apa yang dapat kita lakukan untuk membangun toleransi ? dan hal negatif apa saja yang seharusnya kita hindari sehingga tidak menimbulkan intoleransi ?. Sedangkan contoh mengenai pendidikan nilai toleransi melalui pendekatan analisis nilai yang dapat digunakan dengan metode pembelajaran individu ialah dengan menugaskan setiap siswa untuk mencari sebuah cerita mengenai sikap toleransi, baik yang bersumber dari buku cerita, majalah, komik dan lain Penyelidikan lapangan, dan

sebagainya, seperti cerita berikut ini :

12

SI PENDEK DAN SI JANGKUNG12 (Berdasarkan Cerita oleh John McConnel) Dahulu kala ada sebuah desa dimana hanya diisi oleh orang-orang pendek dan gemuk atau yang jangkung dan kurus. Tidak ada jenis selain orang itu. Si pendek dan si jangkung begitulah mereka disebut, begitu mereka disebut tidak saling menyukai, setiap mereka menganggap diri mereka lebih baik dari yang lain. Orang-orang pendek selalu mengejek orang-orang jangkung dengan sebutan tiang bendera, bila mereka sedang membicarakan kesombongan orang-orang jangkung. Sementara orang-orang jangkung akan mengejek orang-orang pendek dengan sebutan udang karena ukuran pendek tersebut. Tiang bendera dan udang selalu bertengkar dan berkelahi, tidak ada kedamaian didesa itu. Si pendek dan si jangkung tidak pernah saling kenal dengan baik. Mereka tidak pernah menjalin persahabatan, bahkan mereka menolak bekerja sama. Si pendek tak ingin tinggal bersebelahan dengan si jangkung, demikian pula sebaliknya, mereka tidak ingin berbelanja di toko yang sama, selalu memilih toko yang didatangi sesama jangkung atau sesama pendek, anak-anak mereka pun bersekolah di dua sekolah yang berbeda pula, gereja-gereja dan tempat ibadah selalu di bangun khusus untuk si pendek atau si jagkung. Semakin banyak orang yang meminta agar desa dibelah menjadi dua belah bagian saja, dan mulai terdengar desas desus akan adanya perang antara si jangkung (tiang bendera) dan si pendek (udang) . Kedua belah pihak mulai membeli senjata. Pemimpin desa tidak pernah membantu menyelesaikan masalah. Bahkan, ia pun kadang menyalahkan si jangkung atas semua masalah yang ada terjadi di desa. Semakin menipisnya toleransi di desa ini, sehingga anak kecil pun selalu diberi tahu orang tua mereka bahwa pihak yang satu lagi bukanlah orang baik. Anak-anak si pendek tidak boleh bersahabat dengan anak si jangkung begitu pula sebaliknya. Kemudian suatu hari, tidak ada satu orang pun yang bisa melihat. Semua orang di desa ini mendadak menjadi buta, tidak ada satu orang pun yang bisa melihat. Kehidupan semua orang menjadi jungkir balik. Orang- orang terpeleset dan terjatuh, mencoba berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Mereka saling bertabrakan dan terpelanting, semua anak-anak kecil, para remaja dan orang dewasa membutuhkan bantuan, dan mereka pun akhirnya saling membantu. Orang-orang dewasa meminta tolong pada semua orang yang kebetulan bertabrakan dengan mereka, agar diberitahukan jalan yang benar. Anak-anak kecil dibantu oleh anak-anak yang lebih dewasa, dan ibu-ibu kaum pendek maupun jangkung saling membantu menemukan anak-anak mereka. Awalnya , si pendek tidak sadar bahwa mereka terkadang dibantu tiang listrik, dan si jangkung kadang tidak sadar bahwa mereka di bantu si udang. Mereka sangat menghargai semua orang yang membantu mereka dalam kebutaan mereka. Tetapi ketika saling membantu dengan menggunakan tangan mereka, mereka mulai menyadari bahwa beberapa dari tangan ada yang panjang dan kurus, dan ada tangan yang pendek dan gemuk. Hmmph, kata Meriam , salah seorang pendek pada dirinya sendiri, aku berani bertaruh pasti si jangkung yang tadi membatuku adalah satu-satunya tiang listrik yang baik hati. Tetapi Meriam sangat terkejut ketika ia menyadari bahwa
12

Cerita dapat dilihat dalam Diane Tillman, Ibid

13

ia baru saja di bantu oleh orang jangkung yang lain ketika ia mencoba berbelanja di toko. Ali, salah seorang jangkung juga terkejut, udang-udang itu ternyata tidak begitu jahat , pikirnya suatu hari ketika salah seorang pendek membantunya menemukan adik kecilnya. Satu, dua minggu sudah berlalu dan semua orang mulai menyadari bahwa bentuk dan ukuran orang-orang yang ada di sekitar mereka sama sekali bukan masalah, mereka mulai membangun pendapat tentang semua orang yang mereka temui berdasarkan prilaku dan bukan penampilan, yaitu apakah orang-orang tersebut baik hati atau pendengki. Mereka mulai menghargai teman-teman baru mereka dan memahami bahwa karakter seseorang ternyata jauh lebih penting dari pada ukuran tubuh, dan bahwa sifat-sifat baik bisa di temui dalam diri semua orang. Dengan kesadaran ini, hati semua orang pendek dan gemuk maupun tinggi dan kurus mulai luluh. Mereka pun menjadi semakin baik hati terhadap semua orang yang mereka temui. Ketika mereka mulai bisa saling bersahabat, penglihatan mereka pun mulai kembali. Mereka tertawa senang ketika sudah bisa kembali melihat , dan mereka berjanji tidak akan lagi membiarkan mata mereka membohongi hati mereka. Dari cerita tersebut tugas para siswa adalah mengidentifikasi dan menganalisis sikap apa yang menjadikan konflik di antara si pendek dan si

jangkung ?, apa akibat dari konflik tersebut ?, mengidentifikasi dan menganalisis sikap apa yang menjadikan hidup mereka damai dan harmonis ?,

mengidentifikasi sikap positip apa saja yang menciptakan toleransi, yang harus mereka contoh ?, dan sikap negatip apa saja yang menciptakan intoleransi yang harus mereka hindari ?. Peranan guru adalah bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan bertoleransi dimana para murid dapat melakukan pekerjaan mereka,

memperhatikan segala bentuk perselesihan, keegoisan diantara para murid ketika malakukan pekerjaannya13. Kemudian seorang guru hendaklah menciptakan semangat toleransi melalui dialog dan pemahaman, membantu para murid untuk mengakhiri pekerjaan mereka dengan mendorong mereka untuk menghargai keindahan perbedaan dan kekayaan yang ada pada para murid tersebut. Kemudian guru harus membantu dan para siswanya untuk melakukan analisa terhadap peristiwa yang sedang dipelajari, sehingga mencapai akhir pelajaran yang positip dan akurat.

Diane Tillman, Ibid, h. 102, baca juga The Theacher as Model dalam How To Teach about Values (Jack r. Fankle, 1077), h. 136-142

13

14

Akhirnya, bila diperhatikan dari aspek fungsi dari pendekatan analisis nilai, mudah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dipahami bahwa pendidikan nilai-nilai dengan sangat ini dalam

toleransi

pembelajarannya sangat ideal dengan menggunakan pendekatan analisis nilai ini. Dimana sikap toleransi merupakan salah satu permasalahan yang begitu mengental dalam kehidupan sosial, sementara dengan pendekatan analisis nilai, para siswa dituntun untuk melakukan analisis tehadap nilai-nilai yang terdapat dalam permasalahan-permasalahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, seperti permasalahan tentang nilai-nilai toleransi tersebut.

E. Kesimpulan dan Penutup Dari berbagai penjelasan yang dipaparkan dalam tulisan ini, maka yang menjadi kesimpulan dalam tulisan ini, adalah sebagai berikut : 1. Sesungguhnya pendekatan analisis nilai dalam pendidikan nilai-nilai toleransi, memberikan kesempatan kepada para siswa untuk

mengembangkan pola pikir mereka dalam melakukan analisis terhadap nilai-nilai toleransi tersebut dalam kehidupan sosial masyarakat secara nyata. 2. Ada beberapa nilai yang terdapat dalam toleransi, yaitu toleransi mengajarkan untuk mengakui dan meyadari bahwa perbedaan merupakan hal yang kodrati dalam kehidupan, toleransi juga mengisyaratkan agar saling menghargai dan menghormati terhadap perbedaan yang dimiliki. 3. Dalam memberikan pembelajaran dengan menggunakan metode

pendekatan analisis nilai, ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan nilai, seperti, Pembelajaran secara individu maupun kelompok, Penyelidikan kepustakaan, Penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas. 4. Dalam penggunaan metode pendekatan analisis nilai, peranan guru juga sangat diperlukan dalam memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap kegiatan analisis para siswanya, sehingga dalam melakukan analisis para siswa tidak terjerumus dalam kesalahan dan kekeliruan.

15

Demikianlah tulisan ini dibuat, sehingga dengan harapan tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam khazanah ilmu pendidikan, khususnya mengenai materi pendidikan nilai. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini belumlah sempurna, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritikan yang konstruktif, sebagai perbaikan di kemudian hari.

16

DAFTAR PUSTAKA Al-Jumanatul Ali, al-Quran dan Terjemahannya Elmubarok Zaim , Membumikan Pendidikan Nilai, Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai, Bandung : Alfabeta, 2008 Frankle Jack R, How To Teach About Values : An Analitical Approach, Englewood Clifs, New Jersey : Prentice-Hall, Inc, 1977 Gularnic David G., Websters World Dictionary of American Language, The World Publishing Company, Cleveland and New York, 1959 Husin Said Agil al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta : PT. Ciputat Press, 2005 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, Bandung : Refika Aditama, 2010 Madya dan Chang Lee Hoon Fakulti Pendidikan, Universiti Malaya. Tillman Diane, Living Values Activities for Children Ages 8-14, Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004 Zuriah Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Menggagas Platfom Pendidikan Budi Pekerti secara Konstektual dan Futuristik, Jakarta : Bumi Aksara, 2007 Pendekatan dalam Pendidikan Moral,

17

You might also like