You are on page 1of 4

Bentuklahan Aeolian (Eolin)

Bentuklahan Aeolian (Eolin) merupakan salah satu bentuklahan yang jarang ditemui di wilayah Indonesia. Biasanya, bentuklahan Aeolian (Eolin) dapat terbentuk pada daerah yang

memiliki iklim kering (daerah gurun). Namun bukan berarti bahwa bentuklahan yang berupa gundukan dengan bentuk yang bermacam-macam ini tidak dapat terbentuk di daerah tropis yang notabene hujannya turun sepanjang tahun, seperti Indonesia. Buktinya, bentuklahan yang biasanya hanya terdapat di daerah Gurun tersebut juga dapat terjadi di daerah tropis seperti di Parangtritis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Adanya bentuklahan eolian ini menjadikan Parangtriris sebagai satu-satunya tempat di Indonesia yang memiliki bentanglahan gumuk pasir (sand dune) di Indonesia. Bentuklahan Aeolian (Eolin) merupakan bentuklahan yang terbentuknya dipengaruhi oleh proses angin yang berada di sekitarnya. Di daerah Parangtriris, pembentukan Gumuk Pasir sangat dipengaruhi angin yang berhembus dari arah selatan Samudera Hindia menuju daratan. Angin yang menuju daratan tersebut memaksa pasir-pasir yang terletak di daerah pantai untuk terbawa hingga jarak tertentu. Angin ini yang juga menyebabkan kenapa di Pantai Selatan Jawa tidak terbentuk delta (angin menyebabkan gelombang laut menjadi besar).

Gambar 1 Kenampakan Bentuklahan Eolian dari Citra (Sumber: materi kuliah DR. Langgeng Wahyu Santosa)

Adapun syarat-syarat terbentuknya bentuklahan Aeolian (Eolian) selain gerakan angin yang kuat adalah tersedia material berupa pasir yang halus hingga kasar dalam jumlah yang banyak, adanay periode kering yang panjang dan tegas, dan gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun obyek lain. Pasir yang tersedia dalam jumlah banyak di Pantai Selatan Jawa, khususnya di Parangtritis berasal dari Erupsi Gunungapi Merapi yang terbawa oleh aliran sungai. Erupsi Gunungapi Merapi banyak memuntahkan material piroklastik mulai dari yang halus hingga kasar. Material Piroklastik tersebut oleh adanya hujan akan masuk ke alur-alur sungai yang pada akhirnya terbawa hingga ke Pantai Selatan Jawa. Sungai yang masih aktif dalam membawa material-

material piroklastik hingga saat ini adalah Sungai Progo. Sebelum sempat mengalami sedimentasi di laut dangkal (muara), pasir-pasir tersebut dikembalikan ke daratan oleh gelombang laut yang kuat. Pasir-pasir yang berada di pantai tersebut kemudian diterbangkan oleh angin yang berasal dari arah laut menuju daratan yang letaknya lebih jauh dari pantai. Terbentuknya Gumuk Pasir Gumuk Pasir (Sand Dune) adalah gundukan bukit atau igir dari pasir yang terhembus angin. Bentukan yang terbentuk karena adanya angin yang menghempaskan pasir sehingga membentuk aluralur kecil disebut ripple mark. Gumuk Pasir pada umumnya terbentuk dengan penampang tidak simetri, dengan lereng antara 50 sampai 100 pada arah datangnya angin dan 300 hingga 340 pada arah membelakangi angin. Jika ada stabilisasi oleh vegetasi gumuk pasir cenderung bergeser ke arah hembusan angin karena butir-butir pasir terhembus dari depan ke belakang gumuk pasir. Gerakan gumuk pasir pada umumnya kurang dari 30 meter pertama. Bentuk Gumuk pasir bermacam-macam tergantung pada faktor-faktor jumlah dan ukuran butir pasir, kekuatan dan arah angin dan keadaan vegetasi. Bentuk gumuk pasir pokok yang perlu dikenal adalah bentuk melintang (transverse), parabola (parabolic dune), dan bentuk memanjang (longitudinal dune). Gumuk Pasir Tipe Barchan (Sabit) di Parangtriris, Daerah Istimewa Yogyakarta Gumuk Pasir Barchan merupakan satu bentanglahan dari Eolian. Gumuk Pasir ini dapat dijumpai di Parangtritis dengan ukuran yang besar. Gumuk Pasir Barchan yang berukuran besar tersebut dapat terbentuk dari pasokan pasir dari laut selatan yang asalnya dari material Piroklastik Gunungapi Merapi, Merbabu dan torehan dari gunung Sindoro yang terletak di barat laut. Secara teori, gumuk pasir ini terbentuk karena adanya angin yang berasal dari tenggara sehingga mampu menerbangkan pasir-pasir yang terletak di daerah pantai Parangtritis dan pantai depok. Karena di daerah pantai periode keringnya panjang dan tegas serta vegetasi yang tumbuh sedikit sehingga menyebabkan pasir-pasirnya mengalami pergerakan searah dengan arah anginnya. Penjelasan secara lebih detailnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Angin yang bertiup dari arah tenggara Pantai Selatan Jawa membawa material berupa pasir yang banyak. Angin ini termasuk angin yang kencang (fast motion), sehingga pasirpasir tersebut pada akhirnya berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Kondisi ini didukung pula oleh vegetasi (Pandan berduri, tapal kambing, atau widuri) yang menghalangi pasir yang bergerak ke arah barat laut sehingga menyebabkan akumulasi pasir dan membentuk gundukan dengan elevasi maksimal 10 meter. Akumulasi pasir tersebut lama kelamaan menutupi vegetasi yang ada dan pada akhirnya terjadilah turbulensi pada belakang gundukan bagian tengah. Turbulensi ini menyebabkan terjadinya longsor pada belakang gundukan. Lama kelamaan sisa longsoran gundukan tadi akan membentuk ekor memanjang yang sering disebut ekor barchan.

= 50 - 100

= 300 - 340 2

Gambar 2 Skema Pembentukan Gumuk Pasir (sand dune) tipe barchans (sumber: Aries, 2011)

Bentanglahan yang terdapat pada bentuklahan Aeolian (eolian) tidak selamanya tetap. Karena kondisi angin yang selalu bertiup menyebabkan bentanglahan (bentukan) menjadi dinamis (selalu berubah). Artinya bahwa bentanglahan yang ada saat ini kemungkinan akan berubah 3 4 tahun ke depan.

Gambar 3. Gumuk Pasir tipe Barchan (Sumber: Foto KKL I, Anggaranika, 2011)

Gambar 4. DAS Sungai Progo (Sumber: http://rovicky.wordpress.com/)

Gambar 5. Gumuk Pasir tipe Barchan (Sumber: materi kuliah DR. Langgeng Wahyu S)

Gambar 6. Arah pasir yang terbawa oleh air sungai (Sumber: materi kuliah DR. Langgeng Wahyu S)

Sumber:

http://rovicky.wordpress.com/) Dibyosaputro, S. 1997. Catatan Kuliah Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Tim asisten Geomorfologi Dasar. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Santosa, wahyu, L. Bahan Kuliah Geomorfologi Dasar. 2008. Yogyakarta

You might also like