You are on page 1of 141

1

2003 Digitized by USU digital library ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL DUDUT TANJUNG, S.Kp. Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara Pengertian Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ). Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. a. Faktor predisposisi Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

2003 Digitized by USU digital library 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut

ex: makanan dan obat-obatan 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. Patofisiologi Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa

2003 Digitized by USU digital library menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan

udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. Manifestasi Klinik Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. 2. Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pencetus : Allergen Olahraga Cuaca Emosi Imun respon menjadi aktif Pelepasan mediator humoral Histamine SRS-A Serotonin Kinin Bronkospasme Edema mukosa Sekresi meningkat inflamasi Penghambat kortikosteroid

4
2003 Digitized by USU digital library

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. 2. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. 3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. 4. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru. 5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1. Status asmatikus 2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema

5
2003 Digitized by USU digital library

6. Deformitas thoraks 7. Gagal nafas Penatalaksanaan Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah : 1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara. 2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma 3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu: 1. Pengobatan non farmakologik: Memberikan penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pemberian cairan Fisiotherapy Beri O2 bila perlu. 2. Pengobatan farmakologik : Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan : a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat : - Orsiprenalin (Alupent) - Fenoterol (berotec) - Terbutalin (bricasma) Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup. b. Santin (teofilin) Nama obat : - Aminofilin (Amicam supp) - Aminofilin (Euphilin Retard) - Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). Kromalin

6
2003 Digitized by USU digital library Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak.

Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan. Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral. Pengkajian Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut: Riwayat kesehatan yang lalu: Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan. Kaji riwayat pekerjaan pasien. Aktivitas Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari. Tidur dalam posisi duduk tinggi. Pernapasan Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan. Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung. Adanya bunyi napas mengi. Adanya batuk berulang. Sirkulasi Adanya peningkatan tekanan darah. Adanya peningkatan frekuensi jantung. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis. Kemerahan atau berkeringat. Integritas ego Ansietas Ketakutan Peka rangsangan Gelisah Asupan nutrisi Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. Penurunan berat badan karena anoreksia. Hubungan sosal Keterbatasan mobilitas fisik. Susah bicara atau bicara terbata-bata. Adanya ketergantungan pada orang lain.

7
2003 Digitized by USU digital library Seksualitas Penurunan libido Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme. Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas. INTERVENSI RASIONAL Mandiri Auskultasi bunyi nafas, catat

adanya bunyi nafas, ex: mengi Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi. Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu. Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat. Kolaborasi Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius. Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut. Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut. Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi

mukosa.

2003 Digitized by USU digital library Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. INTERVENSI RASIONALISASI Mandiri Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan. Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai. Kolaborasi Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi. Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea. Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas. Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan. Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus) Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat. INTERVENSI RASIONALISASI Mandiri Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa. Palpasi fremitus Awasi tanda vital dan irama jantung Kolaborasi Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien. Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasi kan beratnya hipoksemia. Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara. Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah

dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

2003 Digitized by USU digital library Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas. Hasil yang diharapkan : - mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi. - Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman. INTERVENSI RASIONALISASI Mandiri Awasi suhu. Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat Kolaborasi Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram,kultur/sensitifitas. Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti microbial Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti. Hasil yang diharapkan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan. INTERVENSI RASIONALISASI Jelaskan tentang penyakit individu Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan. Tunjukkan tehnik penggunaan inhakler. Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan. Pemberian obat yang tepat

meningkatkan keefektifanya.

10

2003 Digitized by USU digital library DAFTAR PUSTAKA Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI. Brunner & Suddart (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : AGC. Crockett, A. (1997) Penanganan Asma dalam Penyakit Primer, Jakarta : Hipocrates. Crompton, G. (1980) Diagnosis and Management of Respiratory Disease, Blacwell Scientific Publication. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC. Guyton & Hall (1997) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC. Hudak & Gallo (1997) Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume 1, Jakarta : EGC. Price, S & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Jakarta : EGC. Pullen, R. L. (1995) Pulmonary Disease, Philadelpia : Lea & Febiger. Rab, T. (1996) Ilmu Penyakit Paru, Jakarta : Hipokrates. Rab, T. (1998) Agenda Gawat Darurat, Jakarta : Hipokrates. Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) Keperawatan Medikal Bedah, Buku Satu, Jakarta : Salemba Medika. Staff Pengajar FK UI (1997) Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Info Medika. Sundaru, H. (1995) Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya, Jakarta : FK UI.

DAFID.STIKES-MUHAMMADIYAHPEKAJANGAN
MARI KITA MAJUKAN KEPERAWATAN INDONESIA JANGAN ENGKAU DIAM JANGAN ENGKAU TERLENA PROFESI KITA SANGAT MEMBUTUHKAN PERAN SERTA DAN KARYA KITA

Selasa, Maret 11, 2008


askep bronkhitis
BRONCHITIS By. Dafid Arifiyanto

PENDAHULUAN Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakan cronik obstructive pulmonary disease ( COPD ). Dinegara barat, kekerapan bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di Inggris dan Amerika penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab kematian dan ketidak mampuan pasien untuk bekerja. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang anka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan congenital. ETIOLOGI Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat. Kelainan congenital Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut : Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener ( bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus ), hipo atau agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur ( anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis ), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal. Kelainan didapat Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut : Infeksi Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya. Obstruksi bronkus Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus PERUBAHAN PATOLOGIS ANATOMIK

Terdapat berbagai macam variasi bronchitis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit : Tempat predisposisi bronchitis Bagian paru yang sering terkena dan merupakan predisposisi bronchitis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru. Bronkus yang terkena Bronkus yang terkena umumnya yang berukuran sedang, bronkus yang terkena dapat hanya satu segmen paru saja maupun difus mengenai bronki kedua paru. Perubahan morfologis bronkus yang terkena Dinding bronkus Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan irreversibel. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. Mukosa bronkus Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa,. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi. Jaringan paru peribronchiale Pada keadaan yang hebat, jaringan paru distal akan diganti jaringan fibrotik dengan kistakista berisi nanah. Variasi kelainan anatomis bronchialis Telah dikenal 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronchitis, yaitu : 1. Bentuk tabung Bentuk ini sering ditemukan pada bronchitis yang menyertai bronchitis kronik. 2. Bentuk kantong Ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular. Bentuk ini berbentuk kista. 3. Bentuk antara bentuk tabung dan kantong (Pseudobronchitis) Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Bentuk ini merupakan komplikasi dari pneumonia. PATOGENESIS Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru. Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar : 1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronchitis. 2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus. Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik. Keluhankeluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-keluhan yang timbul

erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus. Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan sebagai berikut ; 1. Infeksi pertama ( primer ) Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat ( misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan sebagainnya ). 2. Infeksi sekunder Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella ozaena. GAMBARAN KLINIS Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan. Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala : Keluhan-keluhan Batuk Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian Lapisan teratas agak keruh Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah ) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).

Haemaptoe Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik ) Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi haemaptoe. Sesak nafas ( dispnue ) Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya. Demam berulang Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang) Kelainan fisis Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tandatanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus. Sindrom kartagenr. Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut : Bronchitis congenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil Situs inversus pembalikan letak organ-organ dalam dalam hal ini terjadi dekstrokardia, left sided gall bladder, left-sided liver, right-sided spleen. Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom kartagener ini adalah keleinan congenital. Bagaimana asosiasi tentang keberadaanya yang demikian ini belum diketahui dengan jelas. Bronchitis. Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa komleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda

klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi bronkus didekatnya dan dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi, selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit tadi dapat mengenai pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemaptoe hebat. Kelainan laboratorium. Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif. Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder. Kelainan radiologist Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram. Kelainan faal paru Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru. Tingkatan beratnya penyakit Bronchitis ringan Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma, foto dada normal. Bronchitis sedang Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saat, sputum timbul setiap saat, (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat), adanya haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar pada daerah paru yag terkena, gambaran foto dada masih terlihat normal. Bronchitis berat Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada obstruksi nafas akan ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata , pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses metastasis, amiloidosis. Pada gambaran foto dada ditemukan kelianan : bronkovascular marking, multiple cysts containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah kasar pada daerah yang terkena.

DIAGNOSIS Diagnosis pasti bronchitis dapat ditegakan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat bronkogram yang didapat. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronchitis, karena terikat adanya indikasi, kontraindikasi, syarat-syarat kaan elakukannya. Oleh karena pasien bronchitis umumnya memberikan gambaran klinis yang dapat dkenal, penegakan diagnosis bronchitis dapat ditempuh melewati proses diagnostik yang lazim dikerjakan dibidang kedokteran, meliputi: Anamnesis Pemeriksaan fisis Pemeriksaan penunjang DIAGNOSIS BANDING Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan dengan pasien bronchitis : Bronchitis kronis ( ingatlah definisi klinis bronchitis kronis ) Tuberculosis paru ( penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa bronchitis ) Abses paru ( terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar ) Penyakit paru penyebab hemaptomisis misalnya karsinoma paru, adenoma paru ) Fistula bronkopleural dengan empisema KOMPLIKASI Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain : 1. Bronchitis kronik 2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik. 3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena. 4. Efusi pleura atau empisema 5. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian 6. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat. 7. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas 8. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan. 9. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da luas

10. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea. PENATALAKSANAAN Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok : Pengobatan konservatif, terdiri atas : 1. Pengelolaan umum Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi : Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien : Contoh : Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering. Mencegah / menghentikan rokok Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya. Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut : Melakukan drainase postural Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan pada pada punggung pasien dengan punggung jari. Mencairkan sputum yang kental Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya. Mengatur posisi tepat tidur pasien Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum. Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan. 2. Pengelolaan khusus. Kemotherapi pada bronchitis Kemotherapi dapat digunakan : secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA ) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric. Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa

antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara. Drainase secret dengan bronkoskop Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain : Menentukan dari mana asal secret Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi. Pengobatan simtomatik Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan pasien. Pengobatan obstruksi bronkus Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator. Pengobatan hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen. Pengobatan haemaptoe. Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan. Pengobatan demam. Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik. Pengobatan pembedahan Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena. Indikasi pembedahan : Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi. Kontra indikasi Pasien bronchitis dengan COPD Pasien bronchitis berat Pasien bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi. Syarat-ayarat operasi. Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik. Cara operasi.

Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik. Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi. Persiapan operasi : Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional ) Scanning dan USG Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien Memperbaiki keadaan umum pasien PENCEGAHAN Timbulnya bronchitis sebenarnya dapat dicegah, kecuali dalam bentuk congenital tidak dapat dicegah. Menurut beberapa literature untuk mencegah terjadinya bronchitis ada beberapa cara : Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak akan dapat mencegah ( mengurangi ) timbulnya bronchitis Tindakan vaksinasi terhadap pertusis ( influenza, pneumonia ) pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya bronchitis. PROGNOSIS Prognosis pasien bronchitis tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat ( konservatif atau pembedahan ) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-10 tahun. Kematian pasien karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, haemaptoe dan lainnya.

Asuhan keperawatan Data Fokus Anamnesa : Faktor Predisposisi Aktifitas Gaya hidup Keadaan lingkungan Aspirasi Penyakit pernapasan lain Pemeriksaan Fisik : fokus dada Inspeksi : Irama, kedalaman, frekuensi pernapasan Kesimetrisan dinding dada saat bernapas Penggunaan otot bantu pernapasan Cuping hidung, cyanosis pada ekstremitas

Palpasi : Kesimetrisan dinding dada Taktil fremitus Letak trakhea Auskultasi Ronkhi, vokal fremitus Perkusi : Resonance, dulness Masalah keperawatan 1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas Tujuan : Jalan Napas Efektif Rencana Keperawatan : Kaji Kemampuan klien mengeluarkan sputum Kaji suara pernapasan (paru) Ajarkan teknik batuk efektif Laksanakan fisioterapi dada dan inhalasi manual Kolaborasi : ekspektoran, antibiotik 2. Intoleransi aktifitas Tujuan : Klien menunjukan peningkatan aktifitas da kekuatan fisik Rencana keperawatan : Monitor toleransi klien terhadap aktifitas Jelaskan penyebab penurunan aktifitas Berikan/pegaturan waktu untuk istirahat yang baik Ajarkan manejemen tenaga pada klien Kolaborasi : oksigenasi, Diposkan oleh Dafid.Stikes-Muhammadiyah-Pekajangan di 21:06 1 komentar: Anonim mengatakan... fotonya itu lho Pd banget he,he.....by.s1 slankers 30 Oktober, 2008 06:19 Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Halaman Muka Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Web Tautan

indah nursing.blogspot youtube.com

my.love

Reina

my. love

Nayla

Berenang Di Laut

Dengarkan Suara Alam

Info keperawatan ini apakah membantu tugas anda Arsip Blog

2009 (3) o Juli (3) Metabolisme protein Metabolisme Lemak Metabolisme Karbohidrat 2008 (27) o November (1) Askep Bronkhitis o Mei (1) Self Concept o Maret (12) Gangguan Miksi Askep Stroke Non Hemoragic Askep Hipertensi Askep Aids Konsep Diri Konsep Berubah askep bronkhitis Infeksi Saluran Kencing Askep Urolithiasis Askep Klien BPH Askep Trauma Saluran Kemih Air Susu Ibu Vs Susu Bayi Sapi o Februari (13)

Kelainan Jantung : VSD Oksigenasi Osteomyelitis Askep Limfadenopaty Askep Fraktur GBPP STIKES Konsep manusia dan kebutuhan dasar Komunikasi Umum Konsep dasar keperawatan I Askep Hernia sehat-sakit Range Of Motion NERS PEKAJANGAN

About me
Dafid.Stikes-Muhammadiyah-Pekajangan Info Lowongan Kerja Dibutuhkan Dosen S.2 Keperawatan (4 org) Dosen d IV atau S.1 Kebidanan (4 org) Lihat profil lengkapku

DANO TOBA
ANAK BOSS DARI DUSUN

ASKEP DHF

ASKEP PNEUMONIA
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA 1. DEFINISI Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi

2. ETIOLOGI Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti: 1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter 2. Virus: virus influenza, adenovirus 3. Micoplasma pneumonia 4. Jamur: candida albicans 5. Aspirasi: lambung 3. PATOFISIOLOGI Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organismeorganisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.2 Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.2 Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.2 4. MANIFESTASI KLINIK Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 C sampai 40,5 C). Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.

Takipnea (25 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan cuping hidung, Nadi cepat dan bersambung Bibir dan kuku sianosis Sesak nafas 5. KOMPLIKASI Efusi pleura Hipoksemia Pneumonia kronik Bronkaltasis Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps). Komplikasi sistemik (meningitis) 6. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses) 2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. 3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus. 4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan. 5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis 6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi 7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing 7. PENATALAKSANAAN Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya: Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup. 8. PENGKAJIAN Data dasar pengkajian pasien: Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

Sirkulasi Gejala : riwayat adanya Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat Makanan/cairan Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi) Neurosensori Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza) Tanda : perusakan mental (bingung) Nyeri/kenyamanan Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia. Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan) Pernafasan Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea. Tanda : - sputum: merah muda, berkarat - perpusi: pekak datar area yang konsolidasi - premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi - Bunyi nafas menurun - Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku Keamanan Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam. Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar Penyuluhan/pembelajaran Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 8 hari Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah 9. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen darah. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 5. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap. 6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan

kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi. 7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral. 10. RENCANA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, peningkatan produksi sputum ditandai dengan: - Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan - Bunyi nafas tak normal - Dispnea, sianosis - Batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum. Jalan nafas efektif dengan kriteria: - Batuk efektif - Nafas normal - Bunyi nafas bersih - Sianosis Intervensi: - Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada Rasional : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan. - Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. - Biarkan teknik batuk efektif Rasional : batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan jalan nafas paten. - Penghisapan sesuai indikasi Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada faktor yang tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat kesadaran. - Berikan cairan sedikitnya Rasional: cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret - Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, eks. Rasional: alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen ditandai dengan: - Dispnea, sianosis - Takikardia - Gelisah/perubahan mental - Hipoksia

Gangguan gas teratasi dengan: - Sianosis - Nafas normal - Sesak - Hipoksia - Gelisah Intervensi: - Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas Rasional: manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum. - Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral. Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik. - Kaji status mental. Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen serebral. - Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif. Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif. - Kolaborasi Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master venturi. Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pe. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi. Tujuan: Infeksi tidak terjadi dengan kriteria: - waktu perbaikan infeksi/kesembuhan cepat tanpa - penularan penyakit ke orang lain tidak ada Intervensi: - Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi Rasional: selama awal periode ini, potensial untuk fatal dapat terjadi. - Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik Rasional: efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi. - Batasi pengunjung sesuai indikasi. Rasional: menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain - Potong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan masukan nutrisi adekuat. Rasional: memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tekanan alamiah - Kolaborasi Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin. Rasional: Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pulmonia.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan: - Dispnea - Takikardia - Sianosis Intoleransi aktivitas teratasi dengan: - Nafas normal - Sianosis - Irama jantung Intervensi - Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan interan. - Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat. - Jelaskan perlunya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. - Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur. Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi. - Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 5. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai dengan: - Nyeri dada - Sakit kepala - Gelisah Nyeri dapat teratasi dengan: - Nyeri dada (-) - Sakit kepala (-) - Gelisah (-) Intervensi: - Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk. Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis. - Pantau tanda vital Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus bila alasan lain tanda perubahan tanda vital telah terlihat. - Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang / berbincangan. Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik. - Aturkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk. Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat keefektifan upaya batuk.

- Kolaborasi Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau menurunkan mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum. 6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses inflamasi ditandai dengan tujuan: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat diatasi dengan: - Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan - Pasien mempertahankan meningkat BB Intervensi - identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya: sputum, banyak nyeri. Rasional: pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah - Jadwalkan atau pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan Rasional: menurun efek manual yang berhubungan dengan penyakit ini - Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang) makanan yang menarik oleh pasien. Rasional: tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali. - Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar. Rasional: adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi. 7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, demam, berkeringat banyak, nafas mulut, penurunan masukan oral. Kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria: Pasien menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat misalnya membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil. Intervensi: - Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu demam memanjang, takikardia. Rasional: peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkat laju metabolik dan kehilangan cairan untuk evaporasi. - Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah) Rasional: indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan O2 tambahan. - Catat laporan mual/muntah Rasional: adanya gejala ini menurunkan masukan oral - Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Ukur berat badan sesuai indikasi. Rasional: memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan keseluruhan penggantian.

- Tekankan cairan sedikit 2400 mL/hari atau sesuai kondisi individual Rasional: pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi. - Kolaborasi Beri obat indikasi misalnya antipiretik, antimitik. Rasional: berguna menurunkan kehilangan cairan Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan Rasional: pada adanya penurunan masukan banyak kehilangan penggunaan dapat memperbaiki/mencegah kekurangan 11. IMPLEMENTASI Dilakukan sesuai dengan rencana tindakan menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pedoman atau prosedur teknik yang telah ditentukan. 12. EVALUASI Kriteria keberhasilan: - Berhasil Tuliskan kriteria keberhasilannya dan tindakan dihentikan - Tidak berhasil Tuliskan mana yang belum berhasil dan lanjutkan tindakan. 13. DAFTAR PUSTAKA 1. Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC, Jakarta. 2. Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta. 3. Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta. 4. Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.
This entry was posted on Saturday, April 18th, 2009 at 2:55 am and is filed under Uncategorized. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

Leave a Reply

Name (required) Mail (will not be published) (required) Website

Type the two words:Type what you hear:Incorrect. Try again.

Submit Comment

Powered by Blog.com Entries (RSS) and Comments (RSS).

16
Askep Abses paru
AKPER PPNI SOLO, 8.16.2009 Askep Abses paru merupakan lesi nekrotik setempat pada parenkim paru ;bahan purulen; lesi mengalami kolaps dan membentuk ruang.

B. ETIOLOGI

1. Infeksi karena aspirasi dari saluran napas. Mikroorganisme penyebab dapat berasal dari bermacam-macam basil dari flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk aerob dan aerob seperti Streptokokus, spiroketa, dll) 2. Obstruksi mekanik atau fungsional bronki (tumor, benda asing atau stenosis bronkial) 3. Nekrotisasi pneumonia,Tuberkulosis, embolisme paru atau trauma dada PASIEN YANG BERISIKO: 1. Dengan kerusakan reflek batuk dan tidak mampu menutup glotis 2. Yang mengalami kesulitan mengunyah 3. Dengan kerusakan kesadaran karena anestesi, gangguan saraf pusat (kejang, stroke) 4. Dengan selang nasogastrik 5. Dengan pneumonia TEMPAT ABSES Berhubungan dengan pengumpulan akibat gaya gravitasi yang ditentukan oleh posisi klien pada waktu terjadinya aspirasi. Dalam keadaan berbaring menuju ke subsegmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus inferior. Abses timbul bila organisme yang masuk ke paru bersama-sama dengan material yang terhirup yang akan membuntu sal.napas dengan akibat timbulnya atelektasis dengan infeksi. bila yang masuk basil saja maka akan timbul pneumonia. C. PATOLOGI Proses dimulai di bronki/bronkioli, menyebar ke parenkim paru dikelilingi oleh jaringan granulasi. Perluasan ke pleura sering terjadi. Hubungan dengan bronkus dapat terjadi sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan abses menjadi menaun. D. TANDA DAN GEJALA Gejala timbul satu sampai tiga hari setelah aspirasi. 1. Malaise dengan panas badan disertai menggigil 2. Batuk dan nyeri pleuritik (jawa: kemeng) 3. Dispnea 4. Sianosis 5. Anoreksia 6. Penurunan berat badan Bila tidak diobati gejala akan terus meningkat sampai kurang lebih hari ke sepuluh, penderita mendadak batuk pus bercampur darah dalam jumlah banyak, mungkin juga berbau busuk (infeksi basil anaerob) E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS 1. Pemeriksaan fisik dada a. Perkusi: pekak b. Auskultasi: penurunan sampai tidak terdengarnya bunyi napas atau krekles 2. Laboratorium a. Darah: LED meningkat, Leukosit 20-30rb/mm3 b. Sputum berupa pus dengan pengecatan gram terdapat dengan leukosit dan ditentukan

bermacam-macam basil. 3. Rontgen dada: pada mulanya memberi gambaran konsolidasi seperti pada pneumonia, kemudian setelah kira-kira hari ke sepuluh, jaringan nekrotik di dalamnya dikeluarkan dan meninggalkan kavitas dengan air fluid level yang berkarateristik. F. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Terapi antimikroba intravena berdasar kultur dan sensitivitas pd sputum. Dosis IV yg banyak diperlukan karena antibiotik harus menembus jaringan nekrotik dan cairan dlm abses. 2. Drainase adekuat abses paru (drainase postural dan fisioterapi dada) 3. Diet tinggi protein dan kalori utk katabolik pd infeksi kronik dan mempercepat penyembuhan 4. Antibiotik oral utk mengganti IV setelah ada tanda perbaikan (suhu tbh normal, hitung Leukosit menurun, perbaikan gmbrn rontgen. 5. Bedah jarang dilakukan. Reseksi paru (lobektomi) Tindakan yg akan mengurangi risiko terjadinya abses; 1. Terapi antibiotik pd pasien yg mengalami infeksi (pd gigi dan gusi) saat pencabutan gigi 2. Pertahankan kebersihan gigi dan mulut scr adekuat 3. Terapi antimikroba yg sesuai dg resep pd pasien dg pneumonia G. PROSES KEPERAWATAN Diagnosa yang mungkin muncul: 1. A: AIRWAY Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan sekret 2. B: BREATHING a. Ketidakefektifan pola napas b. Gangguan pertukaran gas 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 4. Gangguan tidur 5. Kelemahan (fatigue) 6. PK: Infeksi 7. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik b.d lamanya waktu pengobatan Intervensi keperawatan: 1. Awasi terapi antibiotik yg diberikan pd klien: sesuai resep dan awasi efek samping yg merugikan (Pastikan klien menyelesaikan seluruh dosis terapi) 2. Fisioterapi dada utk memudahkan drainase abses 3. Ajarkan napas dalam 4. Latih batuk efektif agar pengembangan paru max. 5. Dorong asupan diet:TKTP 6. Beri dukungan secara emosional b.d lamanya waktu penyembuhan 7. Penkes jika klien menjalani pembedahan (prwtn luka, napas dalam, batuk efektif, fisioterapi dada), nutrisi, tekankan istirahat, pentingnya penyelesaian regimen antibiotik

Baca Juga Artikel Dibawah


askep medikal

askep ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrome) Askep Pneumonia Askep Bronchopneumonia Askep TBC Paru Askep Hipertensi Askep Gastritis

di 7:35 AM Label: askep medikal 0 komentar: Post a Comment

BSES PARU
Agustus 7, 2008 OLeh : Hendra Arif Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi . Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan necrotising pneumonia. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa

kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru. Penelitian pada penderita Abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut : (4) 1. Waktu perawatan di RS yang lama 2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi 3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika. 4. Adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Nosokonial Pneumoni. Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa sebagai penyegaran teori yang sudah ada. 1. Etiologi Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus (1). 2. Insidens Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The Childrens Hospital of eastern ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang MRS. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1 (1, 8). Angka kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 40 % pada era preantibiotika sampai 15 20 % pada era sekarang (7). 3. PATHOFISIOLOGI 1. PATHOLOGI Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema (2, 3, 10). 2. PATHOFISIOLOGI Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : (5) a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses

nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar. b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder. c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial. d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses. 4. MANIFESTASI KLINIS. 1. Gejala klinis : (1, 2, 3, 4, 5, 6) Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu: a. Panas badan Dijumpai berkisar 70% 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C. b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (4075%). c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 75% penderita abses paru. d. 50% kasus) Nyeri dada ( e. 25% kasus) Batuk darah ( f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi. 2. Gambaran Radiologis (1, 2, 9) Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau 2 20 cm. tunggal dengan ukuran Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas). 3. Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5) a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat. c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik

dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis. IV. DIAGNOSA Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan phisik saja. Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan : (1, 2, 3, 4, 5, 6) 1. Riwayat penyakit sebelumnya. Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat. 2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru. 3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada organisme penyebab infeksi. 4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi. 5. Bronkoskopi Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus. Diagnosa Banding (2) : 1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi. 2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur 3. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur. 4. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit konsolidasi. 5. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya. 6. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit. 7. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita. 8. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan barium foto. 9. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau arteriografi retrograd. V. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru : (2, 4, 5, 9, 10) 1. Medika Mentosa Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan

penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu. 2. Drainage Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi. 3. Bedah Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila: a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika. b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi c. Infeksi paru yang berulang d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi. VI. KOMPLIKASI DAN PROGNOSA 1. Beberapa komplikasi yang timbul adalah : (4, 5) a. Empyema b. Abses otak c. Atelektasis d. Sepsis 2. Prognosa Abses paru masih marupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Angka kematian Abses paru berkisar antara 15-20% merupakan penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang berkisar antara 30-40% (7). Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu fakktor predisposisi. Perlman et al menemukan bahwa 2% angka kematian pada penderita dengan satu faktor predisposisi dibandingkan 75% pada penderita dengan multi predisposisi. Muri et al melaporkan 2,4% angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut : (7) a. Anemia dan Hipo Albuminemia b. Abses yang besar ( > 5-6 cm) c. Lesi obstruksi d. Bakteri aerob e. Immune Compromised f. Usia tua g. Gangguan intelegensia h. Perawatan yang terlambat VII. RINGKASAN Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent dan sel

radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing. Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus. Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi etiologis. Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi. DAFTAR PUSTAKA Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ; 1990 : 429 34. Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 136 41. Barlett JG ; Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia ; 1992 ; 413 15. Finegold SM, Fishman JA ; Empyema and Lung Abscess ; in Fishmans pulmonary Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia ; 1998 ; 2021 32. Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 120. Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity Acquired Lung Abscess ; Chest ; 108 ; 4 ; 1995 ; 937 41. Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 52. Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111 ; 1 ; 1997 ; 109 13. Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided Percutaneons Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess, and Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164 ; 581 88.

Ricaurte KK et al ; Allergic broucho pulumonary aspergillosis with multiple Streptococceus pneumonie Lung Abscess : an unussual insitial case presentation ; joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 40. Entry Filed under: Kesehatan. .

1 Comment Add your own

1.

INDRA | Mei 25, 2009 at 5:03 am

emang w nnya

Leave a Comment
Name

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan TBC Paru


Posted By irman somantri on May 28, 2008 Proses keperawatan pada pasien dengan Tuberculosa dengan pendekatan 5 langkah proses keperawatan sebagai berikut : 1. Pengkajian a. Bio Data Penyakit Tuberkulosa dapat menyerang dari mulai anak sampai dengan dewasa dengan komposisi antara laki-laki dan perempuan yang hampir sama menderita. Biasanya timbul pada lingkungan rumah dengan kepadatan tinggi yang tidak memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam rumah. TB pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1.1, TB luar paru-paru dan TB yang berat terutama ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah masa remaja di mana TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).

b. Riwayat Kesehatan Keluhan yang sering muncul antara lain : C) hilang timbul.1) Demam : subfebris, febris (40-41 2) Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronchus, batuk ini terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum). 3) Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru. 4) Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. 5) Malaise : ditemukan berupa anorexia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam. 6) Pada atelektasis terdapat gejala berupa : cyanosis, sesak nafas, kolaps. Bagian dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas. 7) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular. c. Pemeriksaan Fisik Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara umforik. Pada keadaan lanjut Atropi dan retraksi interkostal dan fibrosis Bila mengenai pleura terjadi effusi pleura (perkusi memberikan suara pekak) d. Pemeriksaan Tambahan 1) Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium aktif. 2) Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA 3) Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif. 4) Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada effusi. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous.

Gambar 15 : Foto Rontgen Klien Tuberkulosa Paru

(Sumber : www.fas.org/irp/imint/docs/rst/Intro/Part2_26b.html) 5) Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) : positif untu mycobacterium tuberkulosa. 6) Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis. 7) Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB paru kronik lanjut. ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. 9) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB. 10) Darah : lekositosis, LED meningkat. 11) Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC meningkat dan menurunnya saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan penyakit pleura.

Askep TBC Paru


AKPER PPNI SOLO, 8.12.2009 Askep TBC Paru atau sering dikenal dengan TB paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis. Etiologi Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap

gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut. Proses Penularan Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan. Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang). Insiden Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan,

persalinan dan nifas. Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif. Anatomi dan Fisiologi Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran. Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius

yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas. Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paruparu. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paruparu membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru. Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas Patofisiologi Port de entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah.

Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari. Manifestasi Klinik Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik: 1. Gejala respiratorik, meliputi: a. Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. b. Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. c. Sesak napas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain. d. Nyeri dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena. 2. Gejala sistemik, meliputi: a. Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek. b. Gejala sistemik lain Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia. Gejala klinis Haemoptoe: Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-

ciri sebagai berikut : 1. Batuk darah a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan b. Darah berbuih bercampur udara c. Darah segar berwarna merah muda d. Darah bersifat alkalis e. Anemia kadang-kadang terjadi f. Benzidin test negatif 2. Muntah darah a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual b. Darah bercampur sisa makanan c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung d. Darah bersifat asam e. Anemia seriang terjadi f. Benzidin test positif 3. Epistaksis a. Darah menetes dari hidung b. Batuk pelan kadang keluar c. Darah berwarna merah segar d. Darah bersifat alkalis e. Anemia jarang terjadi 6. Test Diagnostik Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain : a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru. b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler) c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu e. Bayangan bilier Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan. Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia. Klasifikasi Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut: a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria: 1. Dengan atau tanpa gejala klinik 2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan

positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali. 3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru. b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria: 1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif 2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif. c. Bekas TB Paru dengan kriteria: a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru. c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah. d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung). Penanganan Medik Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu: 1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB. 2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut. 3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari. 4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. 5. Pencatatan dan pelaporan yang baku. B. PROSES KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut : 1. Riwayat PerjalananPenyakit a. Pola aktivitas dan istirahat Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi

radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul. b. Pola nutrisi Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. c. Respirasi Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d. Rasa nyaman/nyeri Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e. Integritas ego Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. 2. Riwayat Penyakit Sebelumnya: a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh. b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh. c. Pernah berobat tetapi tidak teratur. d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru. e. Daya tahan tubuh yang menurun. f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur. 3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya: a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya. b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum. c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya. d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir. 4. Riwayat Sosial Ekonomi: a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan. b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan. 5. Faktor Pendukung: a. Riwayat lingkungan. b. Pola hidup. Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri. c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya. 6. Pemeriksaan Diagnostik: a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit. b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).

c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru. e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED). f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun. 3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial. 3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman. 4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif 4. Rencana Keperawatan Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat. Intervensi: a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori. Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut. c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan

d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu. Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa. g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi. Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas. h. Bantu inkubasi darurat bila perlu. Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut. 2. Gangguan pertukaran gas Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan. Intervensi a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan. Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan. c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas. d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. e. Monitor GDA. Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi. f. Berikan oksigen sesuai indikasi. Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru. 3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman. Intervensi a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi. Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan

untuk mencegah komplikasi. b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi. c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk. Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan. Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi. e. Monitor temperatur. Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker. Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk. g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani. Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan. h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin. Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama. i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten. j. Monitor sputum BTA Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi. 4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi: a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat. b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien. c. Monitor intake dan output secara periodik. Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk

meningkatkan intake nutrisi. e. Anjurkan bedrest. Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik. f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah. g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster. h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet. Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet. i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan. Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat. j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin). Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi. k. Berikan antipiretik tepat. Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan. Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat. Intervensi a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya. Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo. Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya. c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat. Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak. d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat. Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien. e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain. Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat. f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.

g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH. Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol. Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau. i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal. Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping. j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan. Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus. k. Anjurkan untuk berhenti merokok. Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis. l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi. Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman. 5. Evaluasi a. Keefektifan bersihan jalan napas. b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu. c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi. d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi. e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

askep ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrome)


AKPER PPNI SOLO, 8.15.2009 Askep ARDS atau Acute Respiratory Distress Syndrome, Sering merupakan kelanjutan dari shock paru-paru, kongesti atelektasis, post traumatic paru-paru, post infusion paru, dan ventilasi paru. Kondisi akut paru-paru yang mengakibatkan macam-macam perubahan patofisiologi dalam paru. Menyerupai perubahan pada IRDS, perbedaannya terletak pada penurunan surfaktan akibat dari kerusakan paru. Kliennya umumnya masih muda yang sebelumnya dia sehat. Jenis ketidakstabilan akut, baik langsung atau tidak langsung berperan dalam menimbulkan syndrom. Keadaan yang langsung : Menghirup racun iritan Infeksi diffusi alveolar

Darah yang beracun. Aspirasi virus pneumonia. Hampir tenggelam dan trauma dada. Keadaan yang tidak langsung : Trauma dan shock karena pembedahan Sepsis dengan pelepasan endotoksin Pembekuan darah intravaskuler Transfusi darah massive Reaksi transudasi Penyakit Yang Dapat Menyebabkan ARDS : Pulmonary : Virus pneumonia Fungi pneumonia Pneumocystis carinii Military tuberculosis Legionaires pneumonia Radiation pneumonitis Contusio paru Cairan aspirasi (gastric, tenggelam, hydrocarbon, ethylene glycol) Inhalasi racun (rokok, kimia corrosive, O2 konsentrasi meningkat, amniotic fluid embolic. Non pulmonary : Shock (traumatic, hemorrhagic, bacterial, pneumonia septic) Emboli lemak Trauma kepala Trauma non thoraks Pancreatitis Uremia Drug overdose (heroin, methadone barbiturat). Massive blood transfusion Reaksi transfusi Pembekuan darah intravaskuler By pass cardiopulmonary Penambahan tekanan intrakranial Cairan overload Eclampsia Gejala defisiensi autoimmune Patofisiologi. Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial, seolah-olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru. Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu

mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum. Kriteria untuk diagnosa ARDS : Klinik Keadaan katastropik : paru atau bukan paru Eksklusi : Penyakit paru kronis, keadaan abnormal ventrikel kiri. Distress pernafasan : Tachypnea > 20 x/menit, susah bernafas. Radiografi Difusi pulmonal menyebar Infiltrasi interstitial (awal) Infiltrasi alveoli (lanjut/akhir) Fisiologi Hipoksemia refractory. Pa O2 60 % Kompliance paru rendah 1000 gr) Congestive atelektasis Membran hyaline Fibrosis PENGKAJIAN Gejala terjadi tiba-tiba dalam 2 3 hari sesudah trauma atau kesakitan, pada orang muda yang biasa mempunyai riwayat sakit paru-paru. Tanda-tanda utama manifestasi klinik: Dyspnea Tachicardia Cyanosis dengan atau tanpa retraksi intercostals refractory hypoxemia. O2 C Hypoksimia. Hypotensia/bradicardia atau hipertension/tachicardia. Dysritmia Tanda-tanda adanya asidosis metabolic dan respiratorik menegakkan diagnosis: Status adanya kesulitan memperoleh pemenuhan ventilasi yangklinik klien adekuat (sehingga penurunan pemenuhan ventilasi yang meningkatkan menurunkan kapasitas vital paru-paru infiltrasikekakuan paru-paru) alveolar. Diagnosa Keperawatan 1.Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kurangnya complain paru dan kecemasan. 2.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penambahan shunt dan ventilasi perfusi terganggu. 3.Tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan immobilisasi dan jalan napas buatan. 4.Kurangnya cardiac output berhubungan dengan tingginya PEEP (Positive End mengetahui atau berguna untuk memenuhi kebutuhanExpiratory Pressure) ventilasi paru. 5.Potensial injury berhubungan dengan barotrauma atau tidak aktifnya aliran ventilator. 6.Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penambahan (peningkatan) permiabilitas

membran pulmonal dan kelebihan sekresi ADH. 7.Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan jalan napas buatan dan kelumpuhan. 8.Perubahan nutrisi; lebih dari pada intake berhubungan dengan perubahan metabolisme dan ketidakmampuan intake makanan melalui oral. 9.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan dan bedrest. 10.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perfusi dan immobilisasi. 11.Perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan jalan napas buatan. 12.Gangguan pola tidur berhubungan dengan lingkungan yang kritis dan kebutuhan akan bantuan perawat. 13.Kelemahan berhubungan dengan ketergantungan dalam pemakaian alat. 14.Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan mengatasi stress dan kecemasan dalam kondisi kritis. Perencanaan Dan Pelaksanaan Perawatan klien dengan ARDS perencanaannya yaitu perbaikan pola napas dan kestabilan hemodinamic. Pencegahan dengan meminimalkan komplikasi dan stressor untuk klien dan keluarganya merupakan hal yang penting. Kriteria tujuan untuk klien: Stabil dan sinkronnya antara pernapasan dengan ventilator dengan slow rate yang cukup dalam level yang normal ventilasi Pa CO2 35 45 mmHg. PaO2 lebih dari atau sama dengan 60 mmHg, kurang dari atau sama dengan 40 % Fi O2, shunt friction kurang atau sama dengan 20 % Jalan napas tetap. Hemodinamic parameter (CO, BP, HR) stabil. Tekanan maximum jalan napas 50 70 mmHg. Tekanan kapiler paru normal. Keseimbangan intake dan output. Berat badan stabil. Komunikasi nonverbal dapat diartikan. Integritas kulit baik. Membran mukosa mulut baik, utuh. Pelaksanaan 1.Mempertahankan oksigenasi secara adekuat. Oksigenasi jaringan secara adekuat dilakukan dengan pemberian O2 konsentrasi tinggi, untuk mempertahankan tekanan O2 arteri sekitar 20 mmHg (William, 1982) tingkat rasa nyaman.Kegagalan mempertahankan O2 Meningkatkan keperluan O2 dengan mempertahankan suhu klien pada tingkat normal, mengurangi rasa nyeri dan menjaga ketenangan klien. Kelemahan dan penyakit respirasi merupakan indikasi untuk menggunakan ventilasi mekanic. PEEP (Positive End Expiratory Pressure) Digunakan untuk memberi tekanan inflasi yang tinggi. Berguna terpenuhinya kebutuhanuntuk memenuhi kebutuhan ventilasi paru ventilasi

paru ditandai dengan adanya elastisitas paru dan dada. Mempertahankan tekanan jalan napas di atas tekanan atmosfer melalui siklus respirasi. Mempertinggi distribusi O2 ke seluruh paru-paru dengan mempertahankan expansi alveoli. Jika keadaan ini tidak terpenuhi paru-paru akan kolaps. Vena bercampur (mengalir dari kiri ke kanan) dan hypoxemia dikurangi. Keefektifan dari PEEP dimonitor dengan seringnya analisa gas darah. alat monitor khusus (CVP, atau swan-Ganz cateter).Ketepatan pemeriksaan gas darah, cardiac output PEEP kemungkinan besar menurunkan cardiac output karena lemahnya aliran denyut nadi dan tekanan darahdarah vena yang kembali ke jantung harus sering dimonitor. Kemungkinan kecenderungan terjadi retensi cairan dan edema paru selama ventilasi (intake dan output). Perawat harus memonitor perfusi pada organ vital : CNS : Tingkat kesadaran Pergerakan Sensasi Ginjal : Urine output Blood urine nitrogen (BUN) Serum kreatinin Myocardium : Heart rate Rhytm 2.Nutrisi: resiko terjadi malnutrisi. Karena peningkatan metabolisme dan gangguan oral intake.Klien dengan ARDS TKTP diberikan. 3.Individu dan family coping. 4.Pencegahan cedera paru berlanjut. Pemberian O2, kortikosteroid. menurun-kan permeabilitas kapiler paru-paru.Untuk mengurangi peradangan dari membran alveoli Kortikosteroid Mungkin juga meningkatkan kontraktilitas jantung dan perfusi sirkulasi periferal serta organ-organ vital. Pemberian albumin dan dextran dengan molekul tinggi Mungkin juga mengurangi permeabilitas kapiler Untuk menjaga paru tetap kering Antibiotik Mencegah infeksi bakteri. Sekresi sebaiknya dihisap dengan suction sesuai kebutuhan Posisi pasien sering diubah-ubah dan pentingnya dilakukan gerakan/latihan pasif. Lingkungan sekitar klien harus tenang dan rileks.

Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Diseases (COLD) A. ASTHMA BRONCHIALE 1. DEFINISI Asthma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciri bronchospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asthma merupakan penyakit yang kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biochemical, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi. 2. TIPE ASTHMA Asthma terbagi menjadi alergi, idiopatik, non alergik atau campuran (mixed) : a. Asthma Alergik /Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asthma dengan penyebab allergen (missal : bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dll). Allergen terbanyak adalah airborne dan seasonal (musiman). Pasien dengan asthma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan exzema atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asthma. Bentuk asthma ini biasanya dimulai saat kanak-kanak. b. Idiopathic atau Nonallergic Asthma/Intrinsik, tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, kegiatan, emosi dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agent pharmakologi, beta-adrenergic antagonist dan agent sulfite (penyedap makanan) juga dapat sebagai faktor. Serangan dari asthma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan seringkali dengan berjalannya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Beberapa pasien berkembang menjadi asthma campuran. Bentuk asthma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (> 35 tahun). c. Asthma Campuran (Mixed Asthma), merupakan bentuk asthma yang paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asthma alergi dan idiopatik atau nonalergi. 3. ETIOLOGI Sampai saat ini etiologi asthma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asthma adalah fenomena hiperreaktivitas bronchus. bronchus penderita asthma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Karena sifat inilah maka serangan asthma mudah terjadi akibat berbagai rangsangan baik fisis, metabolik, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya. Rangsangan atau pencetus

yang sering menimbulkan asthma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah : a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan b. Iritan seperti asap, bau-bauan, pollutan c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus d. Perubahan cuaca yang ekstrim. e. Kegiatan jasmani yang berlebihan. f. Lingkungan kerja g. Obat-obatan. h. Emosi i. Lain-lain : seperti reflux gastro esofagus. 4. GAMBARAN KLINIS Gejala asthma terdiri dari triad : dispnea, batuk dan mengi, gejala yang disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non). Objektif Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing. Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit dikeluarkan. Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan Cyanosis, tachicardia, gelisah, pulsus paradoksus. Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apex dan hilus) Subjektif Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia. Psikososial Cemas, takut dan mudah tersinggung Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya. 5. PATOFISIOLOGI Asthma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asthma bersifat airborne dan supaya dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi sekali sensitisasi telah terjadi pasien akan memperlihatkan respon yang sangat baik sehingga sejumlah kecil alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas. Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asthma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan sulfat. Sindroma pernafasan sensitif-aspirin khusus terutama mengenai orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asthma progresif. Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-inflamasi non-steroid lain. Mekanisme dengan aspirin dan obat lain dapat menyebabkan bronkospasme tidak diketahui tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin. Antagonis beta-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas pada pasien asthma demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktifitas jalan nafas dan

harus dihindarkan pada pasien ini. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi dan pengawet juga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada pasien yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, misal, salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur. Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah cetusan lainnya dari internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi yang mengakibatan dikeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan yang dapat berupa dikeluarkannya histamin, bradikinin dan anafilatoksin. Hasil dari hal tersebut timbul 3 gejala yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mukus seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi) Reaksi Antigen dan Antibodi Release Vasoactive Substance (histamin, bradikinin, anafilatoxin) Permeabilitas Kapiler Kontraksi Otot Polos Edema mukosa Hipersekresi Obstruksi Saluran Nafas Hipoventilasi Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru Gangguan difusi gas di alveoli Hipoxemia Hiperkapnia

Gambar 13 : Skema Patofisiologi Asthma Bronchiale Untuk melihat derajat beratnya asthma biasanya dilakukan pemeriksaan secara komprehensif dengan menggunakan alat ukur seperti pada tabel 2. Tabel 2 :Pengkajian Untuk menentukan beratnya Asthma Manifestasi Klinis Skor 0 Skor 1 a. Penurunan toleransi beraktifitas b. Penggunaan otot nafas tambahan, adanya retraksi interkostal. c. Wheezing d. Respirasi rate permenit e. Pulse rate permenit f. Teraba pulsus paradoksus g. Puncak Expiratory Flow Rate (L/menit) Ya Tidak ada Tidak ada < 25

< 120 Tidak ada > 100 Tidak Ada Ada > 25 > 120 ada < 100 Keterangan : Skor 4/lebih disangkakan asthma berat, klien harus diobservasi untuk menentukan adakah respon dari terapi atau segera dikirim ke rumah sakit. Konstriksi Otot Polos Bronchospasme Sekresi Mukus Produksi Mukus Bersihan jalan nafas tak efektif Kerusakan Pertukaran Gas
Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh (Risiko/aktual)

Tabel 3 : Perubahan Dalam Arteri Blood Gas yang berhubungan dengan Asthma Ringan Sedang Berat Status Asmatikus PaO2 PaCO2 pH Elevasi Menurun Alkalosis Normal sampai hipoxemia ringan Menurun sampai Normal Alkalosis Hipoxemia Elevasi Alkalosis Hipoxemia berat Elevasi Jelas Asidosis 6. PENATALAKSANAAN Prinsip-prinsip penatalaksanaan asthma bronchial : a. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan : 1) Saatnya serangan 2) Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)

b. Pemberian obat bronchodilator. c. Penilaian terhadap perbaikan serangan. d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid. e. Setelah serangan mereda : 1) Cari faktor penyebab. 2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya. 7. OBAT-OBATAN a. Bronchodilator Tidak digunakan bronchodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral. Obat-obatan bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non-selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin) Obat-obat bronchodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula diberikan 2 sedotan dari Metered Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10-15 menit berikan Aminophilin intravena. Obat-obat Bronchodilatator simpatomimetik memberi efek samping tachicardia, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1 : 1000 secara subkutan. Anak-anak 0,01 mg/Kg BB subkutan (1 mg permil) dapat diulang tiap 30 menit untuk 23x sesuai kebutuhan. Pemberian Aminophilin secara intravena dosis awal 5 6 mg/Kg BB dewasa/anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit. Untuk dosis penunjang 0,9 mg/KgBB/Jam secara infus. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila dilakukan tidak secara perlahan. b. Kortikosteroid Pemberian obatobat bronchodilatator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid 200 mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3 4 mg/Kg BB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2 4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 60 mg prednison atau dengan dosis 1 2 mg/Kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap. c. Pemberian Oksigen Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air untuk memberikan kelembaban. Obat ekspektoran seperti Gliserolguaiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intake cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik

diberikan bila ada infeksi. d. Beta Agonists Beta agonists ( -adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang digunakan dalam pengobatan asthma dikarenakan obat ini bekerja dengan jalan mendilatasikan otot polos. Adrenergic Agent juga meningkatkan pergerakan cilliary, menurunkan mediator kimia anaphylaxis dan dapat meningkatkan efek broncholasi dari kortikosteroid. Agent adrenergic yang sering digunakan antara lain epinephrine, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetharine dan terbutaline. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan jalan pilihan dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil. B. BRONCHITIS KRONIS 1. DEFINISI Bronchitis akut adalah radang mendadak pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya pada morbili, pertusis, difteri dan typhus abdominalis. Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus takeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut. Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronchitis akut. Walaupun demikian, pada perjalanan penyakit bronchitis kronis dapat ditemukan periode akut, yang menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi sekunder oleh bakteri ini menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan memperburuk keadaan. 2. ETIOLOGI Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu : a. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae. b. Alergi c. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll. Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu : a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus. c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. d. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. 3. PATOFISIOLOGI

Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme. Tidak seperti emfisema, bronchitis lebih mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan pada alveolinya. Aliran udara dapat atau mungkin juga tidak mengalami hambatan. Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami : a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan meningkatkan produksi mukus. b. Mukus lebih kental c. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, mucocilliary defence dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hipoxia dan asidosis. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF. 4. MANIFESTASI KLINIK BRONCHITIS KRONIS a. Penampilan umum : cenderung overweight, cyanosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), barrel chest. b. Usia : 45 65 tahun c. Pengkajian : Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dyspnea dalam beberapa keadaan, variabel wheezing pada saat ekspirasi, sering infeksi pada sistem respirasi. Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama. d. Jantung : pembesaran jantung, Cor Pulmonal, Hematokrit > 60%

e. Riwayat merokok 5. MANAGEMENT MEDIS BRONCHITIS KRONIS Pengobatan yang utama ditujukan untuk mencegah dan mengontrol infeksi dan meningkatkan drainase bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan : a. Antimikrobial b. Postural Drainage c. Bronchodilator d. Aerosolized Nebulizer e. Surgical Intervention C. EMFISEMA PARU 1. DEFINISI Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO). Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation. 2. PATOGENESIS Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu : a. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar. b. Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi. c. Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray. d. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas. 3. TIPE EMFISEMA Terdapat tiga tipe dari emfisema : a. Emfisema Centriolobular Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa.. b. Emfisema Panlobular (Panacinar) Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang perokok. c. Emfisema Paraseptal Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi

enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul. 4. PATOFISIOLOGI Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.
5. MEKANISME PENYAKIT

Asap tembakau Polusi Udara Gangguan pembersihan paru-paru Peradangan bronchus dan bronchiolus Obstruksi jalan nafas akibat peradangan Hipoventilasi alveolar Bronchiolitis kronik Predisposisi Genetik (defisiensi alfa antitripsin) Sekat & jaringan penyokong hilang Saluran nafas kecil kollaps saat ekspirasi PLE (Emfisema Panlobular) Dinding bronchiolus melemah dan alveoli pecah Saluran nafas kecil kolaps sewaktu ekspirasi Faktor-faktor yang tidak diketahui Seumur hidup PLE asimptomatik pada orang tua CLE dan PLE

CLE Bronchiolitis kronik CLE (Emfisema Centriolobular) Gambar 14 : Mekanisme Timbulnya Emfisema

(Sumber : Price, S.A., & Wilson, L.M., 1996) 6. MANIFESTASI KLINIK a. Penampilan Umum Kurus, warna kulit pucat, flattened hemidiafragma Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir. b. Usia 65 75 tahun. c. Pengkajian fisik Nafas pendek persisten dengan peningkatan dyspnea Infeksi sistem respirasi Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan nafas dalam. Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas. Produksi sputum dan batuk jarang. d. Pemeriksaan jantung Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor Pulmonal timbul pada stadium akhir. Hematokrit < 60% e. Riwayat merokok Biasanya didapatkan, tapi tidak selalu ada riwayat merokok. 7. MEDICAL MANAGEMENT Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit dan mengobati obstruksi saluran nafas yang berguna untuk mengatasi hipoxia. Pendekatan terapi mencakup : Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas. Mencegah dan mengobati infeksi Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi pernafasan. Support psikologis Patient education and rehabilitation. Jenis obat yang diberikan : Bronchodilators Aerosol therapy Treatment of infection Corticosteroids Oxygenation D. PENGKAJIAN DIAGNOSTIK COPD 1. Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)

2. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator. 3. TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema. 4. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema 5. FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma. 6. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma). 7. Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis) 8. Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma). 9. Kimia Darah : alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer. 10. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi. 11. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema) 12. Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program. E. KOMPLIKASI COPD 1. Hipoxemia Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis. 2. Asidosis Respiratory Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea. 3. Infeksi Respiratory Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea. 4. Gagal jantung Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. 5. Cardiac Disritmia Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory. 6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN COPD Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing Intervention Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC) Tabel 4 : Rencana Asuhan keperawatan Klien COPD No Diagnosa Keperawatan Perencanaan (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) 1. Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan : Bronchospasme Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental) Menurunnya energi/fatique Data-data Klien mengeluh sulit untuk bernafas Perubahan kedalaman/jumlah nafas, penggunaan otot bantu pernafasan Suara nafas abnormal seperti : wheezing, ronchi, crackles Batuk (persisten) dengan/tanpa produksi sputum.
Status Respirasi : Kepatenan Jalan nafas # dengan skala.. (1 5) setelah diberikan perawatan selama. Hari, dengan kriteria : Tidak ada demam Tidak ada cemas RR dalam batas normal Irama nafas dalam batas normal Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas

Bebas dari suara nafas tambahan a. Manajemen jalan nafas b. Penurunan kecemasan c. Aspiration precautions d. Fisioterapi dada e. Latih batuk efektif f. Terapi oksigen g. Pemberian posisi h. Monitoring respirasi i. Surveillance j. Monitoring tanda vital 2. Kerusakan Pertukaran gas

yang berhubungan dengan : Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping). Destruksi alveoli Data-data : Dyspnea Confusion, lemah. Tidak mampu mengeluarkan sekret Nilai ABGs abnormal (hipoxia dan hiperkapnia) Perubahan tanda vital. Menurunnya toleransi terhadap aktifitas.
Status Respirasi : Pertukaran gas # dengan skala . (1 5) setelah diberikan perawatan selama. Hari dengan kriteria : Status mental dalam batas normal Bernafas dengan mudah Tidak ada cyanosis PaO2 dan PaCO2 dalam batas normal Saturasi O2 dalam rentang normal a. Manajemen asam dan basa

tubuh b. Manajemen jalan nafas c. Latih batuk d. Tingkatkan keiatan e. Terapi oksigen f. Monitoring respirasi g. Monitoring tanda vital 3. Ketidakseimbangan nutrisi

: Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


Status Nutrisi : Intake cairan dan makanan gas # dengan skala . (1 5) setelah diberikan

a. Manajemen cairan b. Monitoring cairan c. Status diet No Diagnosa Keperawatan Perencanaan (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) dengan : Dyspnea, fatique Efek samping pengobatan Produksi sputum Anorexia, nausea/vomiting. Data : Penurunan berat badan Kehilangan masa otot, tonus otot jelek Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa Tidak bernafsu untuk makan, tidak tertarik makan
perawatan selama. Hari dengan kriteria : Asupan makanan skala (1 5) (adekuat) Intake cairan peroral (1 5) (adekuat) Intake cairan (1 5) (adekuat) Status Nutrisi : Intake Nutrien gas # dengan skala . (1 5)

setelah diberikan perawatan selama. Hari dengan kriteria : Intake kalori (1 5) (adekuat) Intake protein, karbohidrat dan lemak (1 5) (adekuat) Kontrol Berat Badan gas # dengan skala . (1 5) setelah diberikan perawatan selama. Hari dengan kriteria : Mampu memeliharan intake kalori secara optimal (1 5) (menunjukkan) Mampu memelihara keseimbangan cairan (1 5) (menunjukkan) Mampu mengontrol asupan makanan secara adekuat (1 5) (menunjukkan)

d. Manajemen gangguan makan e. Manajemen nutrisi f. Terapi nutrisi g. Konseling nutrisi h. Kontroling nutrisi i. Terapi menelan j. Monitoring tanda vital k. Bantuan untuk peningkatan BB l. Manajemen berat badan Keterangan : Untuk intervensi secara kronologi dapat dilihat dari aktifitas tindakan yang dapat anda temukan dalam buku Nursing Intervention Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC)

Kanker paru-paru

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Langsung ke: navigasi, cari

Kanker paru-paru
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

Cross section of a human lung. The white area in the upper lobe is cancer; the black areas indicate that the patient was a smoker.

ICD-10 ICD-9 DiseasesDB MedlinePlus eMedicine MeSH

C33.-C34. 162 7616 007194 med/1333 med/1336 emerg/335 radio/807 radio/405 radio/406 D002283

Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan, terutama asap rokok [1] . Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru merupakan penyebab kematian utama dalam kelompok kanker baik pada pria maupun wanita[2]. Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru.

Halaman ini belum atau baru diterjemahkan sebagian dari bahasa Inggris.
Bantulah Wikipedia untuk melanjutkannya. Lihat panduan penerjemahan Wikipedia.

Frequency of histological types of lung cancer[3]


Histological type Frequency (%)

Non-small cell lung carcinoma Small cell lung carcinoma Carcinoid[4] Sarcoma[5] Unspecified lung cancer

80.4 16.8 0.8 0.1 1.9

Lebih dari 90% kanker paru-paru berawal dari bronki (saluran udara besar yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut karsinoma bronkogenik, yang terdiri dari: 1. 2. 3. 4. Karsinoma sel skuamosa Karsinoma sel kecil atau karsinoma sel gandum Karsinoma sel besar Adenokarsinoma

Karsinoma sel alveolar berasal dari alveoli di dalam paru-paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru. Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah: 1. Adenoma (bisa ganas atau jinak) 2. Hamartoma kondromatous (jinak) 3. Sarkoma (ganas) Limfoma merupakan kanker dari sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-paru atau merupakan penyebaran dari organ lain. Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim, rektum, buah zakar, tulang dan kulit.

[sunting] Penyebab utama


Sub-types of non-small cell lung cancer in smokers and never-smokers[6] Frequency of nonsmall cell lung cancers (%) Histological sub-type

Smokers 42 39 4

Squamous cell lung carcinoma Adenocarcinoma (not otherwise specified) Adenocarcinoma Bronchioloalveolar carcinoma

Neversmokers 33 35 10

Carcinoid Other

7 8

16 6

Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru. Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok. Peranan polusi udara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas. Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga. Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang yang paru-parunya telah memiliki jaringan parut karena penyakit paru-paru lainnya, seperti tuberkulosis dan fibrosis.

[sunting] Gejala kanker paru


Gejala paling umum yang ditemui pada penderita kanker paru adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Batuk yang terus menerus atau menjadi hebat. Dahak berdarah, berubah warna dan makin banyak. Napas sesak dan pendek-pendek. Sakit kepala, nyeri atau retak tulang dengan sebab yang tidak jelas. Kelelahan kronis Kehilangan selara makan atau turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas. Suara serak/parau. Pembengkakan di wajah atau leher.

Gejala pada kanker paru umumnya tidak terlalu kentara, sehingga kebanyakan penderita kanker paru yang mencari bantuan medis telah berada dalam stadium lanjut. Kasuskkasus stadium dini/ awal sering ditemukan tanpa sengaja ketika seseorang melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.

[sunting] Diagnosis dan pengobatan


Beberapa prosedur yang dapat memudahkan diagnosa kanker paru antara lain adalah foto X-Ray, CT Scan Toraks, Biopsi Jarum Halus, Bronkoskopi, dan USG Abdomen. Pengobatan kanker paru dapat dilakukan dengan cara-cara seperti

1. Pembedahan dengan membuang satu bagain dari paru - kadang melebihi dari tempat ditemukannya tumor dan membuang semua kelenjar getah bening yang terkena kanker.

Radioterapi atau radiasi dengan sinar-X berintensitas tinggi untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi Meminum obat oral dengan efek samping tertentu yang bertujuan untuk memperpanjang harapan hidup penderita.

[sunting] Refensi
1. ^ (id) Roche Indonesia: Kanker paru 2. ^ (en) Ferlay J, Bra Home Lung Cancer 101 Lung Cancer 101 Tuesday, 13 June 2006 Kanker Paru Kanker Dalam keadaan normal sel akan tumbuh sesuai kebutuhan tubuh dengan melalui tahapan tahapan dalam prosesnya. Mekanisme itu penting sebagai pengganti sel sel tubuh yang rusak dan perlu peremajaan.. Pertumbuhan sel yang berjalan dalam beberapa tahapan dan dikontrol oleh gen (pembawa informasi) yang sebagian bertindak sebagai pemicu, penghambat pertumbuhan dan gen pengkontrol proses lain dalam sel agar berjalan baik. Gangguan pada gen atau proses pertumbuhan itu dapat menyebabkan sel tumbuh tidak terkendali. Pada beberapa kondisi tidak semua gangguan itu berkembang cepat namun dapat berhenti sebelum berubah menjadi ganas itulah yang kita kenal dengan tumor jinak. Jika gangguan itu lebih berat dan gangguan pertumbuhan berlangsung terus dan menyebar ke tempat lain (metastasis) kita sebut dengan tumor ganas atau kanker. Kesimpulan : Kanker adalah penyakit yang berhubungan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang tidak terkontrol. Kanker dapat terjadi pada siapa saja, umur berapa saja dan dimana saja dalam tubuh manusia. Besar kecilnya kemungkinan seseorang untuk menderita kanker jenis tertentu tergantung faktor risiko yang dimilikinya. Kanker yang paling banyak dikenal orang pada orang dewasa adalah kanker payudara, kanker nasofaring, kanker usus, kanker leher rahim, kanker prostat, kanker darah dan kanker paru.

Kanker paru merupakan jenis kanker yang paling sulit diobati, banyak diderita lakilaki dewasa ( usia > 40 tahun) dan perokok. Mengapa kanker paru sulit diobati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dipahami dahulu tentang fungsi organ paru. PARU

Keterangan Gambar a. saluran napas b. jantung c. kantung udara Paru adalah organ tubuh yang berperan dalam sistem pernapasan (respirasi) yaitu proses pengambilan oksigen (O2) dari udara bebas saat menarik napas, melalui saluran napas (bronkus) dan sampai di dinding alveoli (kantong udara) O2 akan ditranfer ke pembuluh darah yang di dalamnya mengalir anatara lain sel sel darah merah untuk dibawa ke sel-sel sel di berbagai organ tubuh lain sebagai energi dalam proses metabolisme. Pada tahap berikutnya setelah metabolisme maka sisa-sisa metabolisme itu terutama karbondioksida (CO2) akan dibawa darah untuk dibuang kembali ke udara bebas melalui paru pada saat membuang napas. Karena fungsinya itu dapat dipahami bahwa paru paling terbuka dengan polusi udara yang diisap termasuk asap rokok yang dihisap dengan penuh kesengajaan itu. Berbagai kelainan dapat menganggu sistem pernapasan itu, antara lain udara berpolusi sehingga kadar O2 sedikit, gangguan di saluran napas/paru, jantung atau gangguan pada darah. Secara khusus dikatakan paru adalah tempat tubuh mengambil darah bersih (kaya O2) dan tempat pencucian darah yang berasal dari seluruh tubuh( banyak mengandung CO2) sebelum ke jantung untuk kembali diedarkan ke seluruh tubuh

Secara umum gangguan pada pada saluran napas dapat merupa sumbatan pada jalan napas (obstruksi) atau gangguan yang menyebabkan paru tidak dapat kembang secara sempurna (restriktif). Tumor yang besar di paru dapat menyebabkan sebagian paru dan/saluran napas kolaps, sedangkan tumor yang terdapat dalam saluran napas dapat menyebabkan sumbatan pada saluran napas. Tumor yang menekan dinding dada dapat menyebabkan kerusakan/destruksi tulang dinding dada dan menimbulkan nyeri. Cairan di rongga pleura yang sering ditmukan pada kanker paru juga menganggu fungsi paru. Keluhan yang sering timbul pada penyakit paru disebut keluhan respirasi dapat terjadi hanya satu dan terkadang lebih dari satu, antara lain

Sesak napas dengan atau suara mencicit (mengi) Rasa berat di dada jika bernapas Batuk Batuk darah Nyeri dada

Kanker Paru Kanker Paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) atau penyebaran (metastasis) tumor dari organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel (jaringan sel) saluran napas atau bronkus. Kanker paru paling banyak ditemukan pada laki-laki dewasa dan perokok. Lebih dari 80% kanker paru berhubungan dengan perokok. Bagaimanapun, tidak semua perokok akhirnya menderita kanker paru. Berhenti dari merokok akan mengurangi dengan sangat berarti risiko seseorang terkena kanker paru. Risiko pada bekas perokok lebih besar daripada orang-orang yang tidak pernah merokok. Faktor lain yang dapat menjadi faktor risiko terutama berkaitan dengan udara yang dihirup. Faktor Risiko Kanker Paru

Laki-laki Usia lebih dari 40 tahun Pengguna tembakau (perokok putih, kretek atau cerutu) Hidup atau kontal erat dengan lingkungan asap tembakau (perokok pasif) Radon dan asbes Lingkungan industri tertentu Zat kimia, seperti arsenik Beberapa zat kimia organik Radiasi dari pekerjaan, obat-obatan, lingkungan

Polusi udara

Seseorang yang termasuk golongan risiko tinggi (GRT) jika mempunyai keluhan napas (gangguan respirasi) seperti batuk, sesak napas, nyeri dada, sebaiknya segera meneriksakan diri dan dirujuk ke dokter spesialis paru Pencegahan Kanker Paru Penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari 80 % kanker paru berhubungan dengan merokok. Berhenti merokok akan mengurangi dengan sangat berarti risiko seseorang terkena kanker paru. Risiko pada bekas perokok lebih besar daripada orang-orang yang tidak pernah merokok. Jadi cara utama untuk seseorang mengurangi risiko terkena kanker paru adalah berhenti merokok. Program berhenti merokok. Untuk bukan perokok, cara ini sepertinya hal yang mudah tapi tidak untuk perokok. Bagaimanapun banyak perokok yang telah mencoba berhenti merokok dan mengatakan usaha untuk berhenti merokok adalah hal luar biasa sulit. Kecanduan nikotin pada perokok dapt disamakan dengan sakau pada pengguna heroin, bahkan boleh jadi kadang kadang lebih keras lagi. Ini barangkali catatan kenapa banyak sekali perokok berusaha untuk berhenti namun gagal. Seseorang perokok yang telah berhasil berhenti 10 tahun lamanya berarti telah dapat menurunkan risiko 30 -50 persen untuk terkena kanker paru. Faktor utama keberhasilan untuk program berhenti merokok adalah niat dan diikuti dengan bantuan lingkungan sekitarnya agar usaha itu berhasil dengan sukses. Usaha pencegahan kanker yang lain dikenal dengan istilah kemopreventif (Chemoprevention). Kemopreventif adalah penggunaan bahan alami, metode diet tertentu dan zat kimia sintetis untuk mencegah perkembangan penyakit. Misalnya vitamin, diet, dan terapi hormone. Banyak cara dan bahan yang sedang diuji cobakan dengan tujuan bukan hanya mengurangi resiko kanker, tetapi juga untuk mengurangi kesempatan akan berulangnya kanker (relapps). Hasilnya uji coba kemopreventif masih belum telralu mengembirakan berbeda denngan program berhenti merokok yang secara nyata telah menurunkan jumlah penderita kanker paru laki laki di Amerika karena meningkatnya jumlah orang yang berhenti merokok. Diagnosis Kanker Paru Seseorang dapat didiagnosis karena ada gejala atau tanda, tetapi jika kanker masih terlalu kecil sering belum menimbulkan gejala dan tanda. Tidak heran jika kebanyakan penderita kanker paru datang setelah staging atau tingkatan penyakitnya lanjut. Kasus kasus staging awal (dini) sering ditemukan tanpa sengaja ketika seseorang melakukan pemeriksaan kesehatan rutin (check-up kesehatan). Setelah datang ke dokter akan dicari kelainan pada seluruh tubuh atau fisik diagnostik dan

selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan tambahan agar didapat kepastian tentang penyakitnya. Tanda dan gejala Tanda dan gejala kanker paru membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat diketahui dan seringkali dikacaukan dengan gejala dari kondisi yang kurang serius. Tanda dan gejala mungkin tidak kelihatan sampai penyakit telah mencapai tahap lanjut.

Batuk pada perokok yang terus menerus atau menjadi hebat Batuk pada bukan perokok yang menetap sampai dengan lebih dari dua minggu Dada, bahu atau nyeri punggung yang tidak berhubungan terhadap nyeri akibat batuk yang terus menerus Perubahan warna pada dahak Meningkatnya jumlah dahak Dahak berdarah Bunyi menciut-ciut saat bernafas pada bukan penderita asma Radang yang kambuh Sulit bernafas Nafas pendek Serak Suara kasar saat bernafas

Selain dari itu juga barangkali tanda-tanda dan gejala-gejala disebabkan oleh penyebaran kanker paru pada bagian tubuh lainnya. Tergantung pada organ-organ yang dirusak.

Kelelahan kronis Kehilangan nafsu makan Sakit kepala, nyeri tulang, sakit yang menyertainya Retak tulang yang tidak berhubungan dengan luka akibat kecelakaan Gejala-gejala pada saraf (seperti: cara berjalan yang goyah dan atau kehilangan ingatan sebagian) Bengkak pada leher dan wajah Kehilangan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya

Pemeriksaan fisis Dokter terkadang tidak mendapatkan kelainan pada pemeriksaan fisis penderita kanker paru staging awal penyakitnya. Hal itu disebabkan tumor masih dengan volume kecil dan belum menyebar sehingga tidak menimbulkan

gangguan di tempat lain. Pada kasus dengan staging lanjut akan dapat ditemukan kelainan tergantung pada gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer atau penyebarannya. Kelainan yang didapat tergantung letak dan besar tumor sehingga menimbulkan gangguan. Kanker paru juga dapat menyebabkan timbulnya tumpukan cairan di rongga pleura atau menekan pembuluh darah balik (vena), dll. Kelainan yang dapat ditemukan berkaitan penyebaran kanker, misalnya benjolan di leher, ketiak. Tidak jarang juga pasien datang dengan kelumpuhan akibat penyebaran di otak atau tulang belakang (vetebra). Pemeriksaan (prosedur diagnosis) Ditemukannya jenis sel (histologis) kanker adalah syarat utama untuk mengatakan seseorang menderita kanker dan selanjutnya dapat ditentukannya staging (tingkatan) penyakitnya secepat mungkin untuk menentukan pengobatan terbaik. Penting diingat tidak semua jenis pemeriksaan harus dilakukan pada pasien tetapi berdasarkan kondisi umum dan penyakit pada saat datang ke dokter. Dokter akan selalu meminta persetujuan pasien dan keluarganya untuk setiap pemeriksaan yang dilakukan. Pada kondisi umum yang buruk terkadang dokter akan memutuskan memberi pengobatan sebelum diagnosis pasti muncul, misal pasien datang dengan sesak napas yang hebat dan muka/leher dan lengan bengkak karena tumor menekan pembulu darah balik (sindrom vena kava superior) atau nyeri yang hebat terutama jika kanker telah merusak tulang. Jenis sel kanker paru Beberapa pemeriksaan yang dilakukan dokter spesialis paru untuk mendapatkan jenis sel kanker paru antara lain : Dokter terkadang tidak mendapatkan kelainan pada pemeriksaan fisis penderita kanker paru staging awal penyakitnya. Hal itu disebabkan tumor masih dengan volume kecil dan belum menyebar sehingga tidak menimbulkan gangguan di tempat lain. Pada kasus dengan staging lanjut akan dapat ditemukan kelainan tergantung pada gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer atau penyebarannya. Kelainan yang didapat tergantung letak dan besar tumor sehingga menimbulkan gangguan. Kanker paru juga dapat menyebabkan timbulnya tumpukan cairan di rongga pleura atau menekan pembuluh darah balik (vena), dll. Kelainan yang dapat ditemukan berkaitan penyebaran kanker, misalnya benjolan di leher, ketiak. Tidak jarang juga pasien datang dengan kelumpuhan akibat penyebaran di otak atau tulang belakang (vetebra).

Pemeriksaan (prosedur diagnosis) Ditemukannya jenis sel (histologis) kanker adalah syarat utama untuk mengatakan seseorang menderita kanker dan selanjutnya dapat ditentukannya staging (tingkatan) penyakitnya secepat mungkin untuk menentukan pengobatan terbaik. Penting diingat tidak semua jenis pemeriksaan harus dilakukan pada pasien tetapi berdasarkan kondisi umum dan penyakit pada saat datang ke dokter. Dokter akan selalu meminta persetujuan pasien dan keluarganya untuk setiap pemeriksaan yang dilakukan. Pada kondisi umum yang buruk terkadang dokter akan memutuskan memberi pengobatan sebelum diagnosis pasti muncul, misal pasien datang dengan sesak napas yang hebat dan muka/leher dan lengan bengkak karena tumor menekan pembulu darah balik (sindrom vena kava superior) atau nyeri yang hebat terutama jika kanker telah merusak tulang. Jenis sel kanker paru Beberapa pemeriksaan yang dilakukan dokter spesialis paru untuk mendapatkan jenis sel kanker paru antara lain :

Sitologi sputum: menemukan sel kanker pada sputum atau dahak penderita, hasil positif biasanya ditemukan jika kanker ada di dalam saluran napas. Kepositfan pemeriksaan ini < 10% dan sangat bergantung pada tehnik pasien membantukkan dahak yang akan diperiksa. Dahak yang diperiksa harus dahak segar pagi hari dan segera dibawa ke laboratorium patologi anatomi untuk diproses. Biopsi jarum halus: yaitu mengambil spesimen jaringan dari tumor yang superfisial menggunakan jarum halus. Misalnya untuk tumor yang ditemukan di leher, ketiak atau dinding dada yang dapat diraba. Tehnik ini sangan sederhana dan jarang menimbulkan komplikasi berat. Pada saat melakukan terkadang dibutuhkan anestesi (bius) lokal saja. Bahan hasil pemeriksaan ini akan diletakkan dalam gelas objek dansegera direndam dalam alkohol 98% dan dikirim ke patologi anatomi untuk di proses. Dokter paru biasanya dapat melakukan dengan cepat dan hasil kepositifannya cukup tinggi. Tetapi perlu diingat terkadang hasilnya meski positif tapi bukan berupa sebaran kanker paru, misalnya tuberkulosis(TBC), kanker kelenjar getah bening, dll. Punksi pleura yaitu mengambil cairan dari rongga pleura (lapisan paru) jika ditemukan cairan akibat kanker paru. Punksi ini menggunakan jarum infus ukuran 14, jika volume cairan dikit dokter paru akan melacak lokasi yang tepat dengan bantuan USG toraks. hasil punksiini akan dianalisa dan dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk di proses. Hasil positif tidak selalu didapt dengan tehnik ini tetapi harus dilakukan. Jika volume cairan cukup banyak dokter spesialis paru akan sekaligus mengeluarkan sampai 1.500 cc tergantung toleransi pasien. Jika pasien merasa tidak enak, sesak atau batuk

batuk maka aliran cairan harus segera dihentikan. Pada kasus dengan jumlah cairan yang terus banyak, maka dokter spesialis paru akan mengalirkan dengan cara memasang selang dada (WSD) sebagai usaha mengurangi keluhan dan paru dapat mengembang maksimal. Punksi pleura dan pemasangan selang dada kebanyakan dilakukan dokter spesialis paru dengan bius lokal. Tetapi pada kondisi berat harus dilakukan di kamar operasi dengan bius umum.

Biopsi pleura yaitu mengambil sedikit jaringan pleura jika didapat rongga pleura akibat penumpukan cairan. Cara ini biasanya dilakukan bersamaan dengan punksi pleura. Kepositifnya juga tidak terlalu besar. TTNA ( Transthoracal needle aspiration): yaitu mengambil spesimen jaringan dengan menggunakan jarum halus menembus dinding dada. Dapat dilakukan dengan berpedoman pada foto toraks atau dengan tuntutan CT-scan dll.Dokter spesialis paru biasa melakukan ini dengan bius lokal dengan tingkat kepositifan yang besar. Cara lain adalah dengan mengambil bahan atau spesiem yang ada di saluran napas dengan bantuan prosedur bronkoskopi. Bronkoskopi adalah tehnik pemeriksaan memakai bronkoskop untuk melihat kelainan dalam saluran napas dan jika ditemukan kelainan akan dilakukan tindakan bilasan, sikatan dan biopsi dan bahkan TBLB (trans-bronchial lung biopsy). Jika ditemukan kelaianan pada saluran napas itu merupakan poin bahwa tumor di paru itu adalah kanker paru. Bronkoskopi memerlukan persiapan yang teliti, apakh fungsi jantung baik, apkah dsistem perdarahan baik atau komplikasi lain karena tehnik ini dapat menimbulkan komplikasi serius meski angka kejadiannyanya sangat kecil.

Jenis sel kanker paru secara garis besar dibagi atas 2 kelompok 1. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = SCLC) merupakan 20% dari seluruh kanker paru, bersifat lebih agresif tetapi sangat responsif dengan pengobatan. 2. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KBKBSK= NSCLC) yang terbanyak yaitu sekitar 80% dari kanker paru-paru. Ada beberapa jenis KPKBSK yang dapat dikenali diantaranya:

Karsinoma epidermoid (disebut juga karsinoma sel skuamosa) Adenokarsinoma, adalah jenis sel kanker terbanyak dan terutama pada perokok Karsinoma sel besar Lain-lain:merupakan jenis yang jarang ditemukan misalnya karsinoid, karsinoma bronkoalveolar.

Staging (tingkatan) kanker paru Staging kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada pertemuan pertama dokter akan melakukan foto toraks (foto polos dada). Jika pasien membawa foto yang telah lebih dari 1 minggu maka akan dibuat foto yang baru. Tetapi foto toraks hanya dapat metentukan lokasi tumor, ukuran tumor ada tidaknya cairan. Foto toraks belum cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan kelenjar getah bening dan metastasis luar paru. Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang banyak, paru kolaps luas menutup tumor sehingga tidak terlihat. Sama perti pencarian jenis histologis kanker, pemeriksaan untuk menetukan staging juga tidak mesti sama pada semua pasien tetapi masing masing pasien mempunyai prioriti pemeriksaan yang harus segera dilakukan tergantung kondisinya pada saat datang.

Bronkoskopi adalah tehnik pemeriksaan yang menggunakan alat bronkoskop yang dimasukkan ke dalam saluran napas sehingga dapat menilai keaadan saluran napas, dan sekaligus dapat mengambil spesimen untuk pemeriksaan sel kanker dengan cara bilasan, sikat, atau biopsi. Bronkoskopi diperlukan untuk menlai apakah akan timbul kegawatan misalnya sumbatan pada saluran napas akibat tumor dalam saluran napas atau penekanan dari luar. CT-scan toraks : imaging (foto) ini lebih inforamatif karena dapat melihat karakteristik tumor lebih jelas termasuk menentukan ukuran, lokasi dan apakah sudah terjadi keterlibatan kelenjar getah bening di dada serta ada tidaknya penyebaran di paru. Untuk kanker paru pada kondisi tertentu dokter akan melakukan CT-scan ulang jika pasien membawa CT-scan lama yang telah dilakukan > 1 bulan. Untuk kasus yang duduga staging awal, untuk kemudahannya maka CT-scan toraks dilakukan sampai kelenjar suprarenal sehingga dapat dipastikan belum terjadi penyebaran ke hati atau oragan perut lainnya. CT-scan dilakukan dengan menggunakan kontras dan sebagai persiapannya pasien harus puasa sekitar 4 jam sebelum CT dilakukan dan hanya dapat dilakukan jika fungsi ginjal baik 9craetinine darah normal). USG abdomen: dilakukan jika pada pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan hati tetapi dengan CT tehniknya lebih sederhana dan hasilnya lebih informatif. Pemeriksaan lain, antara lain MRI toraks kurang bermanfaat untuk menentukan staging kanker paru. Pemeriksaan lain lebih ditujuan untuk melihat apakah telah terjadi penyebaran (metastasis) jauh :. CT/MRI kepala untuk menilai metastasis di otak. Bone scan /MRI untuk menilai metastasis di tulang. Pemeriksaan tambaban ini dilakukan jika ada keluhan atau pasien dengan staging awal dan akan dioperasi.

Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis kanker paru, apakah KPKSK atau KPKBSK. Staging ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/dinding dada (T), penyebaran kelenjar getah bening (N), atau penyebaran jauh (M) Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK) Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis kanker paru, apakah KPKSK atau KPKBSK. Staging ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/dinding dada (T), penyebaran kelenjar getah bening (N), atau penyebaran jauh (M) Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)

Staging/Tingkatan Terbatas Tumor ditemukan didalam satu paru dan penjelaran ke kelenjar getah bening dalam paru yang sama Staging/Tingkatan Luas Tumor telah menyebar keluar dari satu paru atau ke organ lain diluar paru.

Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)

Staging/Tingkat I A/B Satu tumor ukuran kurang atau lebih dari 3 cm pada satu lobus paru Staging/Tingkat II A/B Satu tumor dalam lobus paru melekat ke dinding dada atau menyebar ke kelenjar getah bening di dalam paru yang sama Staging/Tingkat III A Tumor yang menyebar ke kelenjar getah bening didalam area trakeal memasuki dinding dada dan diaphragma Staging/Tingkat III B Tumor yang menyebar ke nodes getah bening pada lawan paru, atau di dalam

leher.

Staging/Tingkat IV Tumor yang menyebar kebagian lain paru atau organ lain di luar paru.

Pilihan pengobatan untuk kanker paru Ada beberapa pilihan untuk pengobatan kanker paru pada masing-masing tingkatan yang dapat ditawarkan jika diagnosis pasti yaitu jenis histologis dan staging penyakit telah dapat ditentukan Mengenai keputusan pilihan pengobatan pasien harus dibuat oleh kedua belah pihak yaitu pasien dan dokter yang merawat. Dokter harus menjelaskan mengapa pilihan terapi itu ditawarkan kepada pasien dan keluarganya. Dokter juga harus menjelaskan kelebihan dan kekurangan adri pilihan terapi itu termasuk kebutuhan biaya. Bedah Hanya dilakukan untuk KPKBSK staging I atau II atau untuk pengobatan paliatif yaitu pada kondisi mengancam nyawa misal batuk darah masif, gawat napas yang mengancam jiwa, atau nyeri hebat. Bedah yang dilakukan adalah dengan membuang 1 lobus paru (kadang lebih) tempat ditemukannya tumor dan juga membuang semua kelenjar getah bening mediastinal. Diagnosis sebelum bedah mungkin saja akan berubah setelah bedah. Hal itu terjadi karena keterbatasan alat bantu diagnosis atau penyakit telah berkembang selama putusan bedah dilakukan. Akibatnya mungkin saja setelah bedah pasien harus mendapat radiasi atau kemoterapi segera setelah luka operasinya sembuh. Pada kasus khusus misal dengan penyebaran kepala dan hanya ditemukan 1 tumor di otak dan mengganggu kualiti hidup pasien dapat dilakukan pembuangan tumor di kepala dengan bedah. Di Indonesia (Jakarta) telah dapat melakukan terapi tampa pembedahan di kepala dengan menggunakan cyber knife. Radioterapi Radioterapi atau iradiasi diberikan pada staging III dan IV KPKBSK, dapat diberikan tunggal untuk mengatasi masalah di paru (terapi lokal) atau gabungan dengan kemoterapi. Pasien yang diputuskan akan mendapat radioterapi akan dirujuk dokter spesialis paru ke dokter spesialis radioterapi dan akan kembali ke dokter semula jika terapi tidak memberikan respons atau radioterpai telah selesai atau muncul efek samping akibat radioterapi itu. Radioterapi dapat diberikan jika sistem homeostatik (HB, jumlah sel darah putih atau

leukosit dan trombosit darah) baik. Radioterapi biasanya diberikan 5 hari dalam seminggu dengan dosis rata rata 200 cGy perhari hingga dosis 5000 6000 cGy. Sinar yang diberikan tergantung pada alat yang ada di rumah sakit, misalnya COBALT atau LINAC Evaluasi efek samping dilakukan setiap setelah pemberian 5x (1.000 cGy) jika ada gangguan radiasi akan dihentikan sementara, misal HB < 10 gr %. Leukosit < 3000/dl atau trombosit < 100.000/dl. Dokter akan melakukan koreksi dan jika telah memenuhi syarat maka radiasi dapat dilakukan kembali. Untuk melihat respons radiasi dokter akan melakukan foto toraks setiap setelah radiasi diberikan 10X (2.000 cGy) . Jika pada penelian respons positif (tumor mengecil atau menetap) maka radiasi dapat diteruskan, tetapi jika respons negatif (tumor membesar atau tumbuh yang baru) radiasi harus dihentikan. Radioterapi juga dapat diberikan pada lokasi bukan tumor primer, misalnya radiasi kepala jika tumor telah menyebar ke kepala, radiasi tulang jika tumor telah menyebar ke tulang. Untuk kasus KPKSK radiasi kepala harus diberikan setelah kemoterapi selesai diberikan 6 siklus. Kemoterapi Kemoterapi adalah memberikan obat anti-kanker pada pasien dengan cara diinfuskan. Pada kemoterapi diberikan lebih dari 1 jenis obat antikanker dan biasanya 2 macam, tujuannya agar lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh dengan jalur yang berbeda. Pemberian kemoterapi harus dilakukan di rumah sakit karena diberikan dalam prosedur tertentu atau ptotokol yang berbeda tergantung pada jenis obat antikanker yang digunakan. Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis kanker paru dan tujuannya bukan hanya membunuh sel kanker pada tumor primer tetapi juga mengejar sel kanker yang menyebar di tempat lain. Kemoterapi adalah pilihan terapi untuk KPKSK dan KPKBSK stage III/IV. Pemberian kemoterapi memerlukan beberapa syarat antar lain kondisi umum pasien baik yaitu masih dapat melakukan aktiviti sendiri, fungsi hati, fungsi ginjal dan fungsi hemostatik (HB, jumlah sel darah putih atau lekosit dan jumlah trombosit darah) harus baik. Kemoterapi dihitung dengan siklus pemberian yang dapat dilakukan setiap 21 28 hari setiap siklusnya. Efek samping kemoterapi kadang sangat mengganggu, misalnya rontoknya rambut s/d botak, mual muntah, semutan, mencret dan bahkan alergi. Efek samping itu tidak sama waktu muncul dan berat ringannya pada setiap orang dan juga tergantung pada jenis obat yang digunakan. Efek samping lain yang dapat menganggu proses pemberian adalah gangguan fungsi hemostatik HB < 10 gr%. Leukosit < 3.000/dl atau trombosit < 100.000/dl. Efek samping dinilai sejak mulai kemoterapi I diberikan.

Efek samping yang berat dapat menghentikan jadwal pemberian, dokter akan mengkoreksi efek samping yang muncul dengan memberikan obat dan tranfusi darah jika perlu. Evaluasi hasil kemoterapi dinilai minimal setelah 2 siklus pemberian (sebelum kemoterapi III diberikan) yang dapat merupa respons subyektif yaitu apkah BB meningkat atau keluhan berkurang dan foto toraks untuk melihat kelainan di paru. Evaluasi dengan menggunakan CT-scan toraks dilakukan setelah pemberian 3 siklus ( sebelum pemberian kemoterapi IV). Jika pada penelian tumor hilang (komplit respons) mengecil sebagian (respons partial) atau tumor menetap tapi respons subyektif baik maka kemoterapi dapat diterudskan samapi 4 6 siklus. Tetapi jika pada evaluasi terjadi perburukan misalnya tumor membesar atau tumbuh tumor yang baru, kemoterapi harus dihentikan dan diganti dengan jenis obat anti-kanker yang lain. Targeted therapy Pada banyak kondisi pasien tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan pembedahan, radioterapi atau kemoterapi maka dapat ditawarkan pemberian obat golongan baru dengan mekanisme kerja yang telah teruji dikenal dengan istilah targeted therapy. Obat golongan ini diberikan 1x perhari dengan cara diminum. Sampai saat ini anjuran penggunaan targeted therapy untuk kanker paru adalah sebaiknya setelah kemoterapi diberikan kecuali pada kasus kasus pilihan terapi utama tidak dapat dilakukan. Terapi lain Dengan berbagai alasan banyak pasien kanker paru memilih obat alternatif yang belum teruji dan bukan standar untuk pengobatan kanker paru. Jika diputuskan itu pilihan pasien dan keluarga anjurannya adalah pasien tetap kontroil ke dokter spesialis parunya agar dapat dipantau efek samping obat obatan yang digunakan dan dapat memutuskan kapan obat obat alternatif itu tidak bermanfaat dan sebaiknya dihentikan. Catatan : seringkali biaya untuk pengobatan alternatif itu lebih mahal dari pilihan pengobatan utama misalnya radiasi atau kemoterapi. CATATAN PENTING

Pengobatan kanker paru bukan hanya tergantung pada jenis dan staging tetapi pada kondoisi umum pasien. Dapat terjadi semua memenuhi syarat kecuali kondosi umum maka dokter tidak akan memberikan pilihan terapi apapun lagi.

Pengobatan lain yang diberikan adalah obat obat penghilang gejala taua simptomatis, obat obatn itu sebaiknya dengan resep dokter spesilais yang merawat karena menerlukan perubahan sesuai kondosi pasien. Selama pengobatan standar pasien sangat dianjurkan memakan dengan komposisi seimbang karena tidak ada larangan khusus untuk itu kecuali karena penyakit lain. Mengkonsumsi vitamin, banyak sayuran dan buahan dalah baik sekali.

Dr. Elisna Syahruddin, PhD, Sp.P Email: elisnas@fk.ui.ac.id This email address is being protected from spam bots, you need Javascript enabled to view it [ Back ]
Home | Contact Us | Disclosure | Privacy

03 Mei 2009
Askep COPD

A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Definisi a. COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma. Bronkhitis kronis dan bronkietasis ditandai dengan pembentukan mucus bronchial yang berlebihan dan batuk yang disebabkan oleh inflamasi kronis bronkiolus dan hipertropi serta hyperplasia kelenjar mukosa, pada empisema, obstruksi jalan napas disebabkan oleh hperinflasi alveoli, kehilangan elastisitas jaringan paru dan penyempitan jalan napas kecil. Asma ditandai oleh penyempitan jalan napas bronchial. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh ( Carpernito, 1999. hal 110 ).

b. COPD atau PPOM merupakan suatu kelompok paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru. Termasuk dalam kelompok ini yaitu : bronkiektasis , bronkhitis menahun, emfisema paru, beberapa batuk dari asma, dan lain-lain. Walaupun masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri tetapi sering secara klinis, radiologik, dan fisiologik terdapat Overlopping satu sama lain sehingga penegakan diagnosis pasti dari pada salah satu penyakit sukar di tetapkan. Secara fungsional semuanya akan mengakibatkan peningkataan tahanan saluran napas. (airways resistance). ( Kapita selekta, 1982. hal 218 ). c. Penyakit obstruksi menahun (COPD) merupakan penyakit paru yang jelas secara anatomi memberikan tanda kesulitan pernapasan yang mirip yaitu keterbatasan jalan udara yang kronis, terutama beartambahnya resistensi terhadap jalan udara saat ekspirasi. ( Robbins, 1995. hal. 137 ). Anatomi Fisiologi a. Anatomi saluran pernapasan 1) Rongga hidung Merupakan saluran udara yang pertama, mampunyai dua lubang (kavum nasi), dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung, fungsi hidung adalah bekerja sebagai saluran udara pernapasan sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa, membunuh kuman-kuman yang masuk bersama-sama udara pernapasan leukosit yang terdapat di dalam mukosa hidung. 2) Faring. Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher, keatas berhubungan dengan rongga hidung disebut nasofaring, kedepan berhubungan denga rongga mulut disebut orofaring, kebawah mempunyai dua lubang bagian depan disebut laringofaring, bagian belakang adalah esofagus sebagai saluran pencernaan. Pada lengkungan faring terdapat dua buah tonsil atau amandel yang bersimpulkan kelenjar limfe yang banyak mengandung lymfosit dan juga epiglotis yang berfungsi menutupi laring pada saat menelan makanan. 3) Laring. Merupakan struktur epitel kartilago berbentuk rangkaian cincin yang meghubungkan faring dengan trakea. Fungsi laring adalah memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan pernapasan bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. 4) Trakea. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk sepatu kuda dan panjangnya kurang lebih 5 inch. Trakea diliputi oleh selaput lendir yang memiliki silia, berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Karina merupakan tempat percabangan trakea menjadi bronkus utama kiri dan kanan. Bagian ini memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika di rangsang. 5) Bronkus. Merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebral

torakalis ke IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel sama. Bronkus-bronkus ini berjalan kebawah dan kesamping tumpukan paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih kecail atau ramping, terditi dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang, bronkus yang bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronkeolus (bronkioli). Pada bronkioli terdapat gelambung paru dan gelembunag hawa atau alveoli. 6) Paru-paru. Paru-paru merupakan salah satu alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembunggelembung (alveoli). Alveoli terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentang luas permukaan kurang lebih 90 m2, pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari dalam darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru ini dibagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri mempunyai 2 lobus. Letak paru-paru adalah pada rongga dada tepatnya pada cavum mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput halus yang disebut fleura visceral, sedangkan selaput yang berhubungan langsung denga rongga dada sebelah dalam adalah selaput fleur parietal. Diantara pleura ini terdapat sedikit cairan, berungsi untuk melucinkan permukaan selaput fleura agar dapat bergerak akibat inspirsi dan ekspirasi, paru-paru akan terlindungi dinding dada. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua kapasitas yaitu kapasitas total yang mengandung arti jumlah udara dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Sedangkan kapasitas vital adalah jumalah udara dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. Dalam keadaan noumal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak kurang lebih5 liter. Waktu ekspirasi di dalam paru-paru dapat masih tertinnggal kurang lebih 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas biasa udarayang masuk kedalam paru-paru 2. 600 CM3 atau 2 M jumlah pernapasan. Dalam keadaan normal orang dewasa 16-18 x/ menit, anak-anak : 24 x/menit, dan bayi : 30 x/menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat atau sebaliknya. ( Sumber : Syaifuddin, 1996. hal 106 ). b. Fisiologi Pernapasan Bernapas atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara luar atau atmosfer kedalam tubuh atau menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagani sisa dari oksidasi, udara dihirup masuk melintasi traktus respiratorius sampai alveoli. Sebagai terjadinya proses atmosfir karbondioksida dikeluarkan melalui kapiler-kapiler alveoli dibawa ke atrium sinistra vena purmonalis Yang kemudian diteruskan di vertikel sinestrayang di pomp[a di aorta, kemudian dialirkan keseluruh tubuh, didalam pubuh terjadi proses oksidasi atau pembakaran, ampas dari sisa pembakaran tubuh adalah karbondioksida. Karbondioksida dikangkat oleh sirkulasidarah vena masuk ke atrium dekstra ke vertikel dekstra dan di pompa ke paru-paru melintasi arteri pulmonalis. Didalam sel paru-paru terjadi lagi proses oksidasi, karbon dioksida dikeluarkan melalui ekspirasi sedangkan sisa lainnya dikeluarkan melalui traktus urogenital dalam bentuk air senidan kulit dalam bentuk keringat. ( Syarifuddin, 1996. hal. 107 ). Etiologi

Ada tiga factor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan factor keturunan, alergi, umur serta predisposisi genetic, tetapi belum diketahui dengan jelad apakah factor-faktor tersebut berperann atau tidak. a. Rokok Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara pisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukaos bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan. b. Infeksi Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis koronis hamper selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis koronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudaian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. c. Polusi Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon. ( Sumber :Ilmu penyakit dalam, 1996. hal. 755 ). Pada umumnya COPD menimbulkan kelainan yang sama. Pada dasarnya ada tiga kelainan fisiologis yang dapat menimbulkan insufiensi atau ketidakcukupan pernapasan, yaitu karena : a. Ventilasi yang tidak memadai di alveoli. b. Pengurangan difusi gas melalui membrane pernapasan. c. Berkurangnya transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan. Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara. Mekanisme terjadinya obstruksi. a. Intraluminer Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret ang berlebihan. b. Intramular Dinding bronkus menebal, akibatnya : - Kontraksi otot-otot polos bronkus dan bronkiolus seperti pada asma, - Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus, - Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitis dan asma. c. Ekstramular. Kelainan terjadi di luar saluran pernapsan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambah dengan hiperinflamasi jeringan paru menyebabkan penyempitan saluran napas. ( Sumber : Kapita Selekta, 1982. hal. 218 ). Fathofisiologi Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini menimbulkan dinding

bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi (napas lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya meningkat). Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita COPD saluran saluran pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran darah ke alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. ( Soemardi. E. S, 1996.).

Patoplodiagram Asap tembakau polusi udara Gg pembersihan paru-paru Jalan napas menyempit Bronkus tertutup oleh sekret Dinding bronkus menebal Edema dan inlamasi Terjadi infeksi Penempitan saluran napas Ventilasi terganggu Elastisitas paru menurun Hipertropi pada kelenjar mukus Sekresi lender meningkat Penurunan kerja silia Air way tak bersih Penumpukan dijalan napas Obstruksi

Dispnea/sesak Proses pembersihan yang dilakukan silia tak efektif Hipoventilasi Gangguan istirahat, tidur Kerusakan pertukaran gas Gangguan rasa nyaman : nyeri dada ( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1999. hal. 756 ).

Manifestasi Klinis COPD merupakan penyakit obstruksi saluran napas, terjadai sedikit demi sedikit, bertahun tahun.biasanya dimulai pada seorang penderita perokok berumur 15-25 tahun produktivitasnya menurun dan timbul perubahan pada saluran pernapasan kecil dan fungsi paru mulai pula berubah. Umur 35-45 tahun timbul batuk produktif. Umur 45-55 tahun timbul sesak napas, hiposemia dan perubahannya pada pemeriksaan spirometri. Sering berulang-ulang mendapat infeksi saluran pernapasan bagian atas sehingga sering kali tidak dapat berkerja. Umur 55-65 tahun sudah ada kor pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan dan meinggal dunia. ( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 756 ) Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada aliran udara.

Penyebab utama abstruksi bermacam-macam., misalnya ; Inlamasi jalan napas Pelengketan mukosa Penyempitan lumen jalan napas Kerusakan jalan napas Takipnea Ortopnea ( Sumber : Doenges, 1999. hal 152 ). Pemeriksaan Diagnostik. Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologist sangat membantu dalam menegakan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. b. Pemeriksaan faal paru Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev folume ekspirasi kuat mengalami penurunan menjadi kurang ari 20 %. c. Analisis gas darah. Pada pemeriksaan gas darah arteri PH <> 45 mmHg, sedangkan yang normal PH 7,357,45 dan PaCO2 35-45 mmHg, serta pO2 75-100 mmHg. d. Pemeriksaaan EKG (elektrokardiogram). ( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 757 ). Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsifnya ialah untuk meringankan keluhan simtomatik, memperbaiki serta mempertahankan fungsi paru dan usaha pencegahan harus dilakukan seperti penghentian merokok, menghindari polusi udara. Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah : a. Pemberian bronkodilator 1) Teoillin Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan per oral. 2) Agonis B2 Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan kombinasi obat secara aerosol maupun oral, sehingga diharapkan mempunyai efek bronkodilator lebih kuat. b. Pemberian kortikosteroid Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan mengurangi obstruksi saluran pernapasan. c. Mengurangi retraksi usus Usaha untuk mengeluarkan dn mengurangi mukus, merupakan pengobatan yang utama dan penting pada pengelalaan COPD. Untuk itu dapat dilakukan : Minum air putih yang cukup agar tuidak dehidrasi. Ekspektoran. Yang sering digunakan gliserilquaiakolat, kalium yodida dan ammonium klorida Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencer

sputum. Mukolitik. Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin. d. Fisioterafi dan rehabilitasi. Berguna untuk ; Mengeluarkan mukus dari saluran pernapasan Memperbaiki efisiensi ventilasi Memperbaiki dan meningkatkan kekiatan fisis. Komplikasi. komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu : a. Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan manifestasi asidosis respirasi. b. Retensi co2 c. Menurunnya saturasi O2 d. Hematologik : polisitemia e. Ukkus peptikum, terjadinya sukar diketahui. B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving atau pemecahan masalah, yang memerlukan ilmu teknik dan ketrampilan intrapersonal ditujukan untuk memenuki kebutuan klien. (Nursalam, 1996. hal. 1). Pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang konsep dasar asuhan keperawatan klien dengan COPD, dimana asukhan keperawatan ini mengguakan pendekatan proses diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi. ( nursalam dikutip dari dr iyer, 1996. hal. 1 ). 1. Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal yang perlu dikaji dalam kasus ini antara lain ; a. Identitas klien Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien. b. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan. kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun. c. Pola nutris metabolik. Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi. d. Pola eliminasi. 1) Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga

pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift. 2) Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab. e. Pola aktivitas dan latihan Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah. f. Pola tidur dan istirahat Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain. g. Pola persepsi kogniti Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang. h. Pola persepsi dan konsep diri Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya. i. Pola peran hubungan dengan sesame Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain. j. Pola produksi seksual Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien. k. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress. Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri. l. Pola system kepercayaan Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilainilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan. 2. Diagnosa Keperawatan Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat paerawat. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan COPD adalah sebagai berikut : a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus). c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru. d. Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan dengan kurang informasi. ( Doenges, 1999. hal 156 ). 3. Perencanaan Keperawatan. Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengemabangan strategi desain untuk mencegah, dan mengurangi. ( Nursalam, 2001. hal 51 ). Tahap dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, criteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya), dan program perintah medis. Pada dasarnya membuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham moslow, meletakan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan COPD adalah sebagai berikut : a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental. Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu. Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas. Intervensi. 1) Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. Respon : Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi. 2) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur. Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. 3) Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki.. Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak

adanya bunyi napas (asma berat). 4) Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu. Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi. 5) Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir. Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. 6) Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas. Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada. 7) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. 8) Bronkodilator, misalnya, -agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer). Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. ( Doenges, 1999. hal 156 ). b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus). Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh. Kriteria hasil : - Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas. - Tanda-tanda vital dalam batas normal - Tidak ada tanda-tanda sianosis. Intervensi : 1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang. Respon : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit. 2) Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau

danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. 3) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas. 4) Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif. 5) Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan. Rasional : Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung. 6) Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung. Rasional : Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. 7) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan. ( Doenges, 1999. hal 158 ). c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru. Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang. Kriteria hasil : - Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang. - Ekspresi wajah rileks. Intervensi : 1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi. Respon : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis. 2. Pantau tanda-tanda vital. Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital. 3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas. Rasional :

Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic. 4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering. Rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum. 5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk. Rasional : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk. 6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi. Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum. ( Doenges, 1999. hal 171 ). d. Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan : Klien mengerti tentang penyakit, perawatan dan program pengobatannya. Kriteria hasil : - Klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan. - Melakukan perilaku/perubahan pada hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang COPD. - Mengidentifikasi gejala yang menerlukan evaluasi intervensi. Intervensi. Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan. Respon : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum. Rasional : Napas bibir dan napas abdominalis/diafragmatik menguatkan otot pernapasan, membantu meinimalkan kolaps jalan napas kecil, dan memberikan indivisu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa sehat. Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan/ Rasional : Pasien sering mendapatkan obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat. Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping menganggu (obat dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat mungkin dihentikan/diganti). Diskusikan faktor individu yang menigkatkan kondisi, misalnya ; udara terlalu kering, angina, lingkungan dan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, seprai aerosol, polusi

udara. Dorong pasien/orang terdekat untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan sekitar rumah. Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan/meningkatkan iritasi bronchial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan menjadi hambatan jalan napas. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan merokok pada pasien dan/atau orang terdekat. Rasional : Penghentian merokok dapat memperlambat/menghambat kemajuan COPD. Namun meskipun pasien ingin menghentikan merokok, diperlukan kelompok pendukung dan pengawas medis. Catatan : penelitian menunjukan bahwa rokok side-streams atau second hand dapat terganggu seperti halnya merokok nyata. Diskusikan tentang pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik, dan culture sputum. Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program tetapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi. ( Doenges, 1999. hal 162 ). 4. Perencanaan pulang. Untuk meningkatkan efisiensi pernapasan secara maksimal, anjurkan klien untuk : a. Secara bertahap dalam beraktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang harus direncanakan untuk mencegah kekambuhan. b. Mampu mengendalikan stress dan emosional sebagai faktor pencetus terjadinya sesak c. Memenuhi kebutuhan istirahat yang cukup dan mematuhi terapi. d. Mentaati aturan terapi pengobatan dan selalu control ulang. e. Meningkatkan nutrisi yang adekuat.

Kamis, 2008 September 11


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA
OLEH : Ns. SUMEDI,SKp Definisi Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono (1999, 786) Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan

dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111). Etiologi Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998, 68) Patofisiologi Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145). Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain 1.penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura 2.gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang

berlebihan ke dalam rongga pleura 3.sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan 4.infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624). Tanda & Gejala -Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat kompresi paru. -Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami : 1.Dispneu bervariasi 2.Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura 3.Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi 4.Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat) 5.Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena 6.Perkusi meredup di atas efusi pleura 7.Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi 8.Suara nafas berkurang di atas efusi pleura 9.Fremitus vokal dan raba berkurang Penatalaksanaan Drainase cairan jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dyspnea Antibiotik jika terjadi empiema Pleurodesis

Operatif Pengkajian keperawatan Identitas Pasien Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhankeluhannya tersebut. Riwayat Penyakit Dahulu Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi. Riwayat Penyakit Keluarga >Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya

Riwayat Psikososial >Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Pengkajian Pola Fungsi Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit. Pola nutrisi dan metabolisme Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah. Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot

tractus degestivus. Pola aktivitas dan latihan Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya. Pola tidur dan istirahat Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. Pola hubungan dan peran Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Pola persepsi dan konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan

kehilangan gambaran positif terhadap dirinya Pola sensori dan kognitif Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya. Pola reproduksi seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. Pola penanggulangan stress Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. Pola tata nilai dan kepercayaan Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan. Pemeriksaan Fisik Status Kesehatan Umum Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien. Sistem Respirasi Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang

diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung. Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tandatanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79) Sistem Cardiovasculer Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.

Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. Sistem Pencernaan Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor). Sistem Neurologis Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Sistem Muskuloskeletal Pada inspeksi perlu diperhatikan

adakah edema peritibial Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan. Sistem Integumen Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium Darah lengkap dan kimia darah Bakteriologis Analisis cairan pleura Pemeriksaan radiologis Biopsi Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993). Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Defisit perawatan diri berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi di 03:45 Label: Keperawatan

Askep Efusi Pleura


Posted by yenichrist under Keperawatan [11] Comments

Landasan teori medis diambil dari: 1. http://dewabenny.wordpress.com/2008/06/22/efusi-pleura/ 2. http://dokterfoto.com/2008/01/09/efusi-pleura/ 3. http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/transform.jsp? requestURI=/healthatoz/Atoz/ency/pleural_effusion.jsp 4. faculty.ksu.edu.sa// Studentss%20Clinical%20presentations/Zahraa %20Hussin%20AL5. NANDA 2007-2008 (keperawatan).

Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Pleural effusion occurs when too much fluid collects in the pleural space (the space between the two layers of the pleura). It is commonly known as water on the lungs. It is characterized by shortness of breath, chest pain, gastric discomfort (dyspepsia), and cough. Terdapat empat tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura, yaitu : 1. 2. 3. 4. Cairan serus (hidrothorax) Darah (hemothotaks) Chyle (chylothoraks) Nanah (pyothoraks atau empyema)

Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah:

pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui sebuah jarum atau selang.

Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:

Infeksi pada cedera di dada Pembedahan dada

Pecahnya kerongkongan Abses di perut Pneumonia

Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor. Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena efusi pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.

Diagnosis Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara pernafasan. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml, biasanya akan menunjukkan gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang terkena efusi pada saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi didapatkan dullness/pekak, auskultasi didapatkan suara pernapasan menurun, dan vocal fremitus yang menurun. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:

Rontgen dada Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

CT scan dada CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor

USG dada USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

Torakosentesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

Biopsi Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

Analisa cairan pleura Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.

Bronkoskopi Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul. Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti: 1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan glucose 2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi infeksi bakteri 3. Pemeriksaan hitung sel 4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan

Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor local yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan

Etiologi
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah oleh karena penyakit gagal jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi pleura eksudatif disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca mammae, dan lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi pleura oleh karena kanker), infeksi virus. Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura di Negara berkembang termasuk Indonesia. Selain TBC, keadaan lain juga menyebabkan efusi pleura seperti pada penyakit autoimun systemic lupus erythematosus (SLE), perdarahan (sering akibat trauma). Efusi pleura jarang pada keadaan rupture esophagus, penyakit pancreas, abses intraabdomen, rheumatoid arthritis, sindroma Meig (asites, dan efusi pleura karena adanya tumor ovarium).

Gejala Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - batuk - cegukan - pernafasan yang cepat

- nyeri perut.

Penatalaksanaan The best way to clear up a pleural effusion is to direct treatment at what is causing it, rather than treating the effusion itself. If heart failure is reversed or a lung infection is cured by antibiotics, the effusion will usually resolve. However, if the cause is not known, even after extensive tests, or no effective treatment is at hand, the fluid can be drained away by placing a large-bore needle or catheter into the pleural space, just as in diagnostic thoracentesis. If necessary, this can be repeated as often as is needed to control the amount of fluid in the pleural space. If large effusions continue to recur, a drug or material that irritates the pleural membranes can be injected to deliberately inflame them and cause them to adhere close togethera process called sclerosis. This will prevent further effusion by eliminating the pleural space. In the most severe cases, open surgery with removal of a rib may be necessary to drain all the fluid and close the pleural space. Penatalaksanaan tergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya efusi pleura. Aspirasi cairan menggunakan jarum dapat dilakukan untuk mengeluarkan cairan pleura, apabila jumlah cairan banyak dapat dilakukan pemasangan drainase interkostalis atau pemasangan WSD. Efusi pleura yang berulang mungkin memerlukan tambahan medikamentosan atau dapat dilakukan tidakan operatif yaitu pleurodesis, dimana kedua permukaan pleura ditempelkan sehingga tidak ada lagi ruangan yang akan terisi oleh cairan.

Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nyeri akut/kronis Insomnia Pertukaran gas tidak efektif Kelelahan Intoleransi aktivitas Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Koping individu tidak efektif

The core responsibilities of nurses:


To prevent nocturia, give drug in the morning Monitor fluid intake and output, weight, blood pressure, and electrolyte levels.

Watch for signs and symptoms of hypokalemia, such as muscle weakness and cramps. Drug may be used with potassium sparing diuretic to prevent potassium loss. Consult to doctor and dietitian about a high-potassium diet. Foods rich in potassium include citrus fruits, tomatoes, bananas, dates, and apricots. Monitor glucose level, especially in diabetic patients. Monitor elderly patients, who are especially susceptible to excessive diuresis. In patients with hypertension, therapeutic response may be delayed several weeks.

The nurse role in the care of the patient with a pleural effusion includes:

Implementing the medical regimen. The nurse prepares and positions the patient for thoracentesis and offers support throughout the procedure. Pain management is a priority, and the nurse assists the patient to assume positions that are the least painful. Frequent turning and ambulation are important to facilitate drainage the nurse administers analgesics as prescribed and as needed. If chest tube drainage and a water-seal system is used, the nurse is responsible for monitoring the systems function and recording the amount of drainage at prescribed intervals. If a patient is to be managed as an outpatient with a pleural catheter for drainage, the nurse is responsible for educating the patient and family regarding management and care of the catheter and drainage system.

Cara saya belajar selagi bosan, ketika terpaksa memasuki area yang belum saya jamah sebelumnya, daripada hilang begitu saja. Tidak saya tulis, tetapi hanya saya susun dari sumber-sumber yang saya gunakan, dengan bahasa yang masih campur-aduk.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA


Diarsipkan di bawah: Askep rofiqahmad @ 12:54 pm

A. Definisi Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995) B. Etiologi 1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. 2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar : Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik Penurunan tekanan osmotic koloid darah Peningkatan tekanan negative intrapleural Adanya inflamasi atau neoplastik pleura Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.

C. Tanda dan Gejala

Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

E. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum. Ultrasonografi Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang). Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

F. Penatalaksanaan medis Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis). Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.

Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic. G. Water Seal Drainase (WSD) 1. Pengertian WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada. 2. Indikasi a. b. c. e. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks Torakotomi Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi d. Efusi pleura

3. Tujuan Pemasangan Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

4. Tempat pemasangan a. Apikal Letak selang pada interkosta III mid klavikula Dimasukkan secara antero lateral Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

b. Basal Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura 5. Jenis WSD Sistem satu botol Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks Sistem dua botol Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal. System tiga botol Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan. H. Pengkajian 1. Aktifitas/istirahat Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat 2. Sirkulasi Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ 3. Integritas ego Tanda : ketakutan, gelisah 4. Makanan / cairan Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus 5. nyeri/kenyamanan Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi 6. Pernapasan Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,

Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan I. Diagnosa Keperawatan 1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi. Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal. Tujuan : pola nafas efektif Kriteria hasil : Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia Identifikasi etiologi atau factor pencetus Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital) Auskultasi bunyi napas Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus. Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur Bila selang dada dipasang : a. c. e. periksa pengontrol penghisap, batas cairan Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran Catat karakter/jumlah drainase selang dada. b. Observasi gelembung udara botol penampung d. Awasi pasang surutnya air penampung Berikan oksigen melalui kanul/masker

Intervensi :

2.

Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada) Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol Pasien tampak tenang Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri Berikan analgetik sesuai indikasi

Intervensi :

3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas Kriteria hasil : Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.

Intervensi :

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman tentang masalahnya

Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah

Intervensi : Kaji pemahaman klien tentang masalahnya Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .

DAFTAR PUSTAKA

1. Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000. 2. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999 3. Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997 4. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982. 5. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995. 6. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarths, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002. 7. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997. 8. Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

WATER SEAL DRAINAGE (WSD)


Posted in July 30th, 2008 by indonesian nurse in Bahasa Indonesia

1. Bullow Drainage / WSD Pada trauma toraks, WSD dapat berarti : a. Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks. b. Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga mechanis of breathing dapat kembali seperti yang seharusnya. c. Preventive : Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga mechanis of breathing tetap baik. 2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya : a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien. b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter. Dalam perawatan yang harus diperhatikan : - Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi. Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera. c. Mendorong berkembangnya paru-paru. ? Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang. ? Latihan napas dalam. ? Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem. ? Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi. d. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

e. Suction harus berjalan efektif : Perhatikan setiap 15 20 menit selama 1 2 jam setelah operasi dan setiap 1 2 jam selama 24 jam setelah operasi. ? Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah. ? Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru. d. Perawatan slang dan botol WSD/ Bullow drainage. 1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat. 2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage. 3) Penggantian botol harus tertutup untuk mencegah udara masuk yaitu mengklem slang pada dua tempat dengan kocher. 4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril. 5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan. 6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.

Login

This blog post All blog posts

Subscribe to this blog post's comments through...


RSS Feed Subscribe via email Subscribe Follow the discussion

Comments
Logging you in... Close Login to IntenseDebate Or create an account Username or Email: Password: Forgot login? OpenID Cancel Login Close Login with your OpenID Or create an account using OpenID OpenID URL: Back Cancel Login Dashboard | Edit profile | Logout

Logged in as

There are no comments posted yet. Be the first one!

Post a new comment

Askep Empiema
KONSEP I. Pengertian.

DASAR

EMPIEMA

Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura( Ngastiyah,1997). Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura ( Diane C. Baughman, 2000 ). Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural ( Hudak & Gallo, 1997 )

II. Penyebab. 1. Stapilococcus 2. Pnemococcus 3. Streptococcus. III. Terjadinya empiema dapat melalui tiga jalur: Patogenesis.

1. Sebagai komplikasi pneumoni dan abses paru. Karena kuman menjalar perkontiniutatum dan menembus pleura visceral . 2. Secara hematogen, kuman dari focus lain sampai pada pleura visceral. 3. Infeksi darti luar dinding thoraks yang menjalar kedalam pleura misalnya pada trauma thoraks, abses dinding thoraks. IV. Manisfestasi Klinik. Demam, berkeringat malam, nyeri pleural, dispneu, arokreksia ,dan penurunan berat badan. Tidak terdapatnya bunyi nafas; pendataran pada perkusi dada, penurunan premitus. V. Evaluasi Diagnosis Foto dada dan thoraksintesis. VI. Komplikasi. Perubahan Fibrotik yang tidak dapat sembuh yang menggangu ventilasi paru yang disebabkan terjebaknya paru pada sisi yang terkena. VII. Penatalaksanaan (Medik). Sasaran penetalaksanaan adalah mengaliran cavitas pleura hingga mencapai ekspansi paru yang optimal. Dicapai dengan drainase yang adekuat, anti biaotika (dosis besar ) dan atau streptokinase. Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit dengan :

a. Aspirasi jarum ( Thorasintesis ),jika cairan tidak terlalu kental b. Drainase tertutup dengan WSD, indikasi bila nanah sangat kental, pnemothoraks c. Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang mengental dan debris serta mesekresi jaringan pulmonal yang mendasari penyakit. d. Dekortikasi, jika imflamasi telah bertahan lama. VIII. Intervensi Keperawatan. a. Perawatan pada umumnya sama dengan pasien pleuritis, bila dilakukan fungsi plera atau dipasang WSD cara menolong tidak berbeda. Bila penyebab adalah kuman TBC maka, setelah empiema sembuh pasien perlu pengobatan TB. b. Bantu pasien mengatasi kondisi, instruksi dalam latihan pernafasan (pernafasan bibir dan pernafasan diagpragmatik ) c. Berikan perawatan spesifik terhadap metoda drainase pleural. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EMPIEMA .

Dasar data pengkajian. A. Aktivitas / istirahat. Gejala ; keletihan, kelemahan, malaise. Ketidakmampuan melakukan ADL karena sulit bernapas. Ketidakmampuan untuk tidur. Dispneu pada saat istirahat. B. Sirkulasi ; pembengkakan pada ekstremitas bawah. C. Integritas ego; peningkatan factor resiko, perubahan pola hidup. D. Makanan/cairan ; mual muntah nafsu makan menurun . E. Higiene ; penurunan kemampuan melakukan ADL. F. Pernafasan ; nafas pendek batuk menetap dengan produksi sputum, riwayat pneumoni berulang , episode batuk hilang timbul. G. Keamanan. ; riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat / factor lingkungan. H. Seksualitas. ; penurunan libido. I. Interaksi social ; hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, penyakit lama. Prioritas Keperawatan. 1. Mempertahankan patensi jalan nafas 2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas. 3. Meningkatkan masukan nutrisi 4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi 5. Memberikan informasi tentang proses penyakit / prognosis dan program pengobatan. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI DAN RASIONAL.

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame, peningkatan produksi secret, kelemahan Kriteria hasal : 1. Pertahankan jalan nafasa paten dengan bunyi nafas bersih 2. Menunjukkan perilaku batuk efektif dan mengeluarkan secret Intervensi a. Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara pernafasan

Rasional : Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas, tachipneu merupakan derajat yan ditemukan adanya proses infeksi akut. b. Catat adanya atau derajat dispneu, gelisah ,ansietas dan distress pernafasan Rasional : Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses kronis yang yang dapat menimbulkan infeksi atau reaksi alergi. c. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman , misalnya peninggian kepala tempat tidur. Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. d. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir. Rasional : Memberikan pasien berbagao cara untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara. e. Observasi karakteristik batuk Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. f. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi jantung. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret , mempermudah pengeluaran g. Memberikan obata sesaui indikasi Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa. 2. Diagnosa keperawatan : Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan suplai oksigen , kerusakan alveoli . Kriteria hasil Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat,berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi a. Kaji frekwensi,kedalaman pernapasan Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit b. Tinggikan kepala tempat tidur Rasional ; Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolap jalan napas. c. Auskultasi bunyi nafas catat area penurunan aliran udara ,bunyi tambahan Rasional : Bunyi nafas redup karena penurunan aliran udara ,mengi ; indikasi spasme bronchus / tertahannya sekret, Krekels basah menyebar menujukkan cairan pada dekompensasi jantung. d. Palpasi primitus. Rasional :

Penurunan getarn fibrasi diduga adanya pengumpulan cairan atau udara terjebak e. Awasi tanda vital dan irama jantung. Rasional. Tachikardia ,disritmia, perubahan tekanan darah dapat menujukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. 3. Diagnosa keperawatan : Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia, mual muntah. Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan mempertahankan berat badan Intervensi : a. Kaji kebiasaan diit ,catat derajat kesulitan makan Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispneu, produksi sputum. b. Auskultasi bunyi usus . Rasional : Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan motilitas gaster dan kostipasi yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia. c. Hindari makan yang mengandung gas.dan minuman karbonat Rasional : Dapat menghasilakan distensi abdomen yang menganggu nafas abdomen dan gerakan diagframa yang dapat meningkatan dispnea. d. Hindari makan yang sangat panas dan dingin Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk e. Timbang berat badan sesuai indikasi Rasional : Berguna untuk menetukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. f. Kolaborasi dengan ahli gizi / nutrisi. Rasional : Metode makan dan kebutuhan dengan upaya kalori didasarkan pada kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien /penggunaan energi 4. Diagnosa keperawatan : Resiko infeksi Kriteria hasil : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman. Intervensi : a. Awasi suhu Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi. b. Observasi warna ,bau sputum. Rasional : Sekret berbau, kuning atau kehijauan menujukkan adanya infeksi paru. c. Dorong kesimbangan antara aktivitas dan istirahat.

Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan kesimbangan oksigen dan memperbaiki pertahan pasien terhadapa infeksi, peningkatan penyembuhan . d. Diskusi masukan nutrisi adekuat. Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi. e. Kolaborasi pemeriksaan sputum. Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap anti microbial 5. Diagnosa keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakitnya. Kriteria hasil : Nyatakan atau pemahaman kondisi atau proses penyakit. Intervensi : a. Jelaskan proses penyakit individu. Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan b. Berikan latihan atau batuk efektif Rasional : Pernafasan bibir dan nafas abdomen / diagframatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas. c. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan untuk menghentikan rokok. Rasional : Penghentian merokok dapat menghambat kemajuan PPOM d. Diskusi pentingnya mengikuti perawatan medik ( Foto Thoraks dan kultur sputum ) Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuata program therapy . e. Kaji kebutuhan / dosis oksigen untuk pasien Rasional : Menurunkan resiko kesalahan penggunaan oksigen dan komplikasi lanjut. DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo, ( 1997 ), Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic, EGC, Jakarta Diana C. Baughman, ( 2000 ), Patofisiologi, EGC, Jakarta. Marilyn E. Doengoes, (2000 ), Rencana asuhan keperawatan, pendekatan untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien., EGC, Jakarta. Ngastiyah, ( 1997 ), Perawatan anak sakit , EGC, Jakarta. By: HAy_Blue ^_^ Diposkan oleh Hayato Frizi di 17:37

Label: Kesehatan 0 komentar: Poskan Komentar Link ke posting ini Buat sebuah Link

ASKEP FISIOTERAPI DADA


14 Februari 2009 pada 9:54 am (fisioterapi dada) Tags: askep, fisioterapi dada KEBUTUHAN DASAR MANUSIA FISIOTERAPI DADA By. Ns. AFIYAH HIDAYATI, S.Kp A. DEFINISI Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam. Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan latihan yang mana penggunaannya disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan. Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik. Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi Kontra indikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra

indikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang. B. Postural drainase Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.. Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Waktu yang terbaik untuk melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelumtidur pada malam hari. PD dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan clapping dan vibrating. Indikasi untuk Postural Drainase : 1. Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada : 1.1. Pasien yang memakai ventilasi 1.2. Pasien yang melakukan tirah baring yang lama 1.3. Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau bronkiektasis 1.4. Pasien dengan batuk yang tidak efektif . 2. Mobilisasi sekret yang tertahan : 2.1. Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret 2.2. Pasien dengan abses paru 2.3. Pasien dengan pneumonia 2.4. Pasien pre dan post operatif 2.5. Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk Kontra indikasi untuk postural drainase : 1. Tension pneumotoraks 2. Hemoptisis 3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akutrd infark dan aritmia. 4. Edema paru 5. Efusi pleura yang luas Persiapan pasien untuk postural drainase. 1. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang. 2. Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap. 3. Periksa nadi dan tekanan darah. 4. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan sekret. Cara melakukan pengobatan : 1. Terapis harus di depan pasien untuk melihat perubahan yang terjadi selama Postural Drainase. 2. Postoral Drainase dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa

posisi tidak lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3 10 menit. 3. Dilakukan sebelum makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam sesudah makan. Penilaian hasil pengobatan : 1. Pada auskultasi apakah suara pernafasan meningkat dan sama kiri dan kanan. 2. Pada inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama. 3. Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau kental. 4. Bagaimana perasaan pasien tentang pengobatan apakah ia merasa lelah, merasa enakan, sakit. 5. Bagaimana efek yang nampak pada vital sign, adakah temperatur dan nadi tekanan darah. 6. Apakah foto toraks ada perbaikan. Kriteria untuk tidak melanjutkan pengobatan : 1. Pasien tidak demam dalam 24 48 jam. 2. Suara pernafasan normal atau relative jelas. 3. Foto toraks relative jelas. 4. Pasien mampu untuk bernafas dalam dan batuk. Alat dan bahan : 1) Bantal 2-3 2) Tisu wajah 3) Segelas air hangat 4) Masker 5) Sputum pot Prosedur kerja : 1) Jelaskan prosedur 2) Kaji area paru, data klinis, foto x-ray 3) Cuci tangan 4) Pakai masker 5) Dekatkan sputum pot 6) Berikan minum air hangat 7) Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan didrainage 8. Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit. Sambil PD bisa dilakukan clapping dan vibrating 9) Berikan tisu untuk membersihkan sputum 10) Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif 11) Evaluasi respon pasien (pola nafas, sputum: warna, volume, suara pernafasan) 12) Cuci tangan 13) Dokumentasi (jam, hari, tanggal, respon pasien) 14) Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat diulangi kembali dengan memperhatikan kondisi pasien C. Clapping/Perkusi Perkusi adalah tepukan dilakukan pada dinding dada atau punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkok. Tujuan melepaskan sekret yang tertahan atau melekat pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran nafas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan membentuk

kedua tangan deperti mangkok. lndikasi untuk perkusi : Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi. Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan : 1. Patah tulang rusuk 2. Emfisema subkutan daerah leher dan dada 3. Skin graf yang baru 4. Luka bakar, infeksi kulit 5. Emboli paru 6. Pneumotoraks tension yang tidak diobati Alat dan bahan : 1) Handuk kecil Prosedur kerja : 1) Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk untuk mengurangi ketidaknyamanan 2) Anjurkan pasien untuk rileks, napas dalam dengan Purse lips breathing 3) Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit dengan kedua tangan membentuk mangkok D. Vibrating Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping. Sesama postural drainase terapis biasanya secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi untuk mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan sekret ke jalan nafas yang besar sedangkan perkusi melepaskan/melonggarkan sekret. Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien disuruh bernafas dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan tangan bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar. Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis. Prosedur kerja : 1) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area paru yang akan dilakukan vibrasi dengan posisi tangan terkuat berada di luar 2) Anjurkan pasien napas dalam dengan Purse lips breathing 3) Lakukan vibrasi atau menggetarkan tangan dengan tumpuan pada pergelangan tangan saat pasien ekspirasi dan hentikan saat pasien inspirasi 4) Istirahatkan pasien 5) Ulangi vibrasi hingga 3X, minta pasien untuk batuk Gambar A : Segmen apikal pada lobus kanan atas dan sub segmen apikal dari segmen posterior pada lobus kiri atas. Aliran terjadi dari cabang-cabang tersebut di atas ke bronki utama. Gambar B : Segmen posterior pada lobus kanan atas dan sub segmen posterior dada segmen apikal posterior pada lobus kiri atas. Aliran terjadi dari cabang-cabang tersebut di atas ke bronki utama.

Gambar C : Segmen anterior pada kedua belah lobus atas. Dengan memiringkan badan ke kiri dari ke kanan secara berganti-ganti aliran dari lobus atas kanan dan kiri ke bronkus utama. Gambar D : Segmen superior pada kedua belah lobus atas. Dengan sebuah bantal yang diletakkan di bawah perut tubuh dibuat agak dalam posisi menungging, aliran terjadi dari Cabang tersebut ke bronkus utama. Gambar E : Segmen basal posterior pada kedua belah lobus bawah. Aliran terjadi dan percabangan bronkus ke bronkus yang bersangkutan. Gambar F : Segmen basal lateral pada lobus bawah kanan. Aliran terjadi dari percabangan bronkus ke bronkus kanan. Gambar G : Segmen basal lateral pada lobus bawah kiri. Aliran terjadi dari percabangan bronlms kebonkus kiri. Gambar H : (Posisi kepala ke bawah, tubuh oblik kanan) Sasaran : Lobus tengah kanan. Aliran dari percabangan tersebut ke bronkus kanan. (Posisi kepala ke bawah, oblik kiri) Sasaran : Segmen lingular pada lobus atas kiri. Aliran dari percabangan tersebut ke bronkus kiri.

You might also like