Professional Documents
Culture Documents
Links:
[penjelasan paRa ulama tentang masalah Rajab]
http://www.almanhaj.or.id/content/1525/slash/0
[membahas amalan bulan Rajab]
http://baiturrahmah.blogsome.com/2006/07/17/membahas-amalan-bulan-rajab/
[hadits-hadits palsu tentang keutamaan shalat dan puasa di bulan Rajab]
http://www.almanhaj.or.id/content/1523/slash/0
[tentang puasa Rajab]
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=9
21&Itemid=30
[fenOmena bid’ah di bulan Rajab]
http://vbaitullah.or.id/downloads/ebooks/bidah-rajab.pdf
[setiap perkaRa baru yang tidak ada sebelumnya di dalam agama adalah bid'ah]
http://www.almanhaj.or.id/content/1399/slash/0
[wajib menjelaskan hadits-hadits dha'if kepada umat islam]
http://www.almanhaj.or.id/content/1359/slash/0
-perbanyakamalmenujusurga-
http://www.almanhaj.or.id/content/1525/slash/0
[1]. Imam Ibnul Jauzy menerangkan bahwa hadits-hadits tentang Rajab, Raghaa'ib
adalah palsu dan rawi-rawi majhul. [Lihat al-Maudhu’at (II/123-126)]
http://orido.wordpress.com 1
Hadith of the Day
Kemudian Syaikh Muhammad Abdus Salam Khilidhir, penulis kitab as-Sunan wal
Mubtada’at berkata: “Ketahuilah setiap hadits yang menerangkan shalat di awal
Rajab, pertengahan atau di akhir Rajab, semuanya tidak bisa diterima dan tidak
boleh diamalkan.” [ Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 141)]
[3]. Kata Syaikh Muhammad Darwiisy al-Huut: “Tidak satupun hadits yang sah
tentang bulan Rajab sebagaimana kata Imam Ibnu Rajab.” [Lihat Asnal Mathaalib
(hal. 157)]
[4]. Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H): “Adapun shalat
Raghaa'ib, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), bahkan
termasuk bid’ah.... Atsar yang menyatakan (tentang shalat itu) dusta dan palsu
menurut kesepakatan para ulama dan tidak pernah sama sekali disebutkan
(dikerjakan) oleh seorang ulama Salaf dan para Imam...”
Hadits-hadits yang diriwayatkan tentang itu adalah dusta menurut Ijma’ para Ahli
Hadits. Demikian juga shalat malam pertama bulan Rajab, malam Isra’, Alfiah
nishfu Sya’ban, shalat Ahad, Senin dan shalat hari-hari tertentu dalam satu pekan,
meskipun disebutkan oleh sebagian penulis, tapi tidak diragukan lagi oleh orang
yang mengerti hadits-hadits tentang hal tersebut, semuanya adalah hadits palsu
dan tidak ada seorang Imam pun (yang terkemuka) menyunnahkan shalat ini...
Wallahu a’lam.” [Lihat Majmu’ Fataawa (XXIII/132, 134)]
[6]. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan dalam kitabnya, Tabyiinul ‘Ajab
bima Warada fii Fadhli Rajab:
“Tidak ada riwayat yang sah yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab
dan tidak pula tentang puasa khusus di bulan Rajab, serta tidak ada pula hadits
yang shahih yang dapat dipegang sebagai hujjah tentang shalat malam khusus di
bulan Rajab.”
[7]. Imam al-‘Iraqy yang mengoreksi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Ihya’
‘Uluumuddin, menerangkan bahwa hadits tentang puasa dan shalat Raghaa'ib
adalah hadits maudhu’ (palsu). [Lihat Ihya’ ‘Uluumuddin (I/202)]
http://orido.wordpress.com 2
Hadith of the Day
[8]. Imam asy-Syaukani menukil perkataan ‘Ali bin Ibra-him al-‘Aththaar, ia berkata
dalam risalahnya: “Sesungguhnya riwayat tentang keutamaan puasa Rajab,
semuanya adalah palsu dan lemah, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam).” [Lihat al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaaditsil Maudhu’ah (hal. 381)]
[9]. Syaikh Abdus Salam, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada’at menyatakan:
“Bahwa membaca kisah tentang Isra’ dan Mi’raj dan merayakannya pada malam
tang-gal dua puluh tujuh Rajab adalah BID’AH. Berdzikir dan mengadakan
peribadahan tertentu untuk merayakan Isra’ dan Mi’raj adalah BID’AH, do’a-do’a
yang khusus dibaca pada bulan Rajab dan Sya’ban semuanya tidak ada sumber (asal
pengambilannya) dan BID’AH, sekiranya yang demikian itu perbuatan baik, niscaya
para Salafush Shalih sudah melaksanakannya.” [Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal.
143)]
[10]. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz, ketua Dewan Buhuts ‘Ilmiyyah,
Fatwa, Da’wah dan Irsyad, Saudi Arabia, beliau berkata dalam kitabnya, at-Tahdzir
minal Bida’ (hal. 8): “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya
tidak pernah mengadakan upacara Isra’ dan Mi’raj dan tidak pula mengkhususkan
suatu ibadah apapun pada malam tersebut. Jika peringatan malam tersebut
disyar’iatkan, pasti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan
kepada ummat, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Jika pernah dilakukan
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pasti diketahui dan masyhur, dan ten-tunya
akan disampaikan oleh para Shahabat kepada kita...
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling banyak
memberi nasihat kepada manusia, beliau telah menyampaikan risalah kerasulannya
sebaik-baik penyampaian dan telah menjalankan amanah Allah dengan sempurna.
Oleh karena itu, jika upacara peringatan malam Isra’ dan Mi’raj dan merayakan itu
dari agama Allah, ten-tunya tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi karena hal itu tidak ada, maka
jelaslah bahwa upacara tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali. Allah telah
menyempurnakan agama-Nya bagi ummat ini, mencukupkan nikmat-Nya dan Allah
mengingkari siapa saja yang berani mengada-adakan sesuatu yang baru dalam
agama, karena cara tersebut tidak dibenarkan oleh Allah:
“Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu.”
[Al-Maa-idah: 3]
KHATIMAH
Orang yang mempunyai bashirah dan mau mendengarkan nasehat yang baik, dia
akan berusaha meninggalkan segala bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah
sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Para ulama, ustadz, kyai yang masih membawakan hadits-hadits yang lemah dan
palsu, maka mereka digo-longkan sebagai pendusta.
http://orido.wordpress.com 3
Hadith of the Day
Dari Samurah bin Jundub dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang-siapa yang menceritakan satu hadits dariku,
padahal dia tahu bahwa hadits itu dusta, maka dia termasuk salah seorang dari dua
pendusta.” [HSR. Ahmad (V/20), Muslim (I/7) dan Ibnu Majah (no. 39)]
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit
Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
_______
MARAJI’
[1]. Shahih al-Bukhari.
[2]. Shahih Muslim.
[3]. Sunan an-Nasaa-i.
[4]. Sunan Ibni Majah.
[5]. Musnad Imam Ahmad.
[6]. Shahih Ibni Hibban.
[7]. Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah,
cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H.
[8]. Maudhu’atush Shaghani.
[9]. Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah.
[10]. Al-Maudhu’at, oleh Imam Ibnul Jauzy, cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.
[11]. Mizaanul I’tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: ‘Ali Muhammad al-Bajaawy, cet.
Daarul Fikr.
[12]. Al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’, oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky.
[13]. Al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaadits Maudhu’at oleh asy-Syaukany, tahqiq: Syaikh
‘Abdurrahman al-Ma’allimy, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1407 H.
[14]. Tanziihus Syari’ah al-Marfu’ah ‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at, oleh Abul Hasan
‘Ali bin Muhammad bin ‘Araaq al-Kinani.
[15]. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqa-lany, cet. Daarul Kutub
al-‘Ilmiyyah.
[16]. Adh-Dhu’afa wa Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[17]. At-Taghib wat Tarhib, oleh Imam al-Mundziri.
[18]. Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-
Albany.
[19]. Al-Laali al-Mashnu’ah, oleh al-Hafizh as-Suyuthy.
[20]. Adh-Dhu’afa wal Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[21]. Al-Jarhu wat Ta’dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim ar-Razy.
[22]. As-Sunan wal Mubtada’at, oleh Muhammad Abdus Salam Khilidhir.
[23]. Asnal Mathaalib fii Ahaadits Mukhtalifatil Maraatib, oleh Muhammad Darwisy al-Huut.
[24]. Majmu’ Fataawa, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[25]. Al-Manaarul Muniif fis Shahih wadh Dha’if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah.
[26]. Tabyiinul ‘Ajab bimaa Warada fiii Fadhli Rajab, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
[27]. Ihya’ ‘Uluumuddin, oleh Imam al-Ghazzaly.
[28]. At-Tahdziir minal Bida’, oleh Imam ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz.
[29]. Misykaatul Mashaabih, oleh Imam at-Tibrizy, takhrij: Imam Muhammad Nashiruddin al-
Albany.
http://baiturrahmah.blogsome.com/2006/07/17/membahas-amalan-bulan-rajab/
http://orido.wordpress.com 4
Hadith of the Day
Dear Friends,
Sebenarnya memang masih agak lama sih, tapi kayaknya waktu 10 hari dah cukup
waktu untuk tahu beberapa hal mengenai banyaknya amalan/ibadah yang biasa,
kita, kaum muslimin lakukan di bulan Rajab tahun ini.
Berikut ada beerapa amalan yang harus kita pertimbangkan untuk tidak kita
amalkan berkaitan dengan tidak ada asalnya menurut Islam ataupun ada asalnya
namun memiliki derajat lemah atau palsu.
Keterangan: Hadits ini Maudhu’ Kata Ibnul Jauzi: ‘Hadits ini palsu dan kebanyakan
rawi-rawinya adalah majhul (tidak dikenal biografinya).’ン [Lihat : Al-Maudhu’at
Ibnul Jauzy (II/123), Al-Maudhu’at Ibnul Jauzy (II/123), Al-Fawaa’idul Majmu’ah fil
Ahaadits Maudhu’at oleh as-Syaukany (no. 144), dan Tanziihus Syari’ah al-Marfu’ah
‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at (II/89), oleh Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad
bin ‘Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H).]
Sumber Hadits : "Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama
dengan berpuasa satu bulan."ン
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu’.
Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama al-Furaat bin as-Saa’ib, dia adalah
seorang rawi yang matruk. [Lihat al-Fawaa-id al-Majmu’ah (no. 290)]
Kata Imam an-Nasa’i: "Furaat bin as-Saa’ib Matrukul hadits."ン Dan kata Imam al-
Bukhari dalam Tarikhul Kabir: "Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena dia
seorang rawi munkarul hadits, serta dia termasuk rawi yang matruk kata Imam ad-
Daraquthni. [Lihat adh-Dhu’afa wa Matrukin oleh Imam an-Nasa’i (no. 512), al-Jarh
wat Ta’dil (VII/80), Mizaanul I’tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430).]
Ketiga : Puasa satu hari dan sholat 4 rakaat dengan bacaan tertentu
Sumber Hadits : "Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat
raka’at, di raka’at pertama baca ayat Kursiy seratus kali dan di raka’at kedua baca
http://orido.wordpress.com 5
Hadith of the Day
surat al-Ikhlas seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga
atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati)."
Sumber Hadits : "Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan
baginya (ganjaran) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan
Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka, barangsiapa yang
berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan
buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan)
Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah."
Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah:
http://www.almanhaj.or.id/content/1523/slash/0
http://orido.wordpress.com 6
Hadith of the Day
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2
Allah juga mengkhususkan hari Jum’at dalam sepekan untuk berkumpul shalat
Jum’at dan mendengarkan khutbah yang berisi peringatan dan nasehat.
“Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian
mengkhususkan malam Jum’at untuk beribadah dari malam-malam yang lain dan
jangan pula kalian mengkhususkan puasa pada hari Jum’at dari hari-hari yang
lainnya, kecuali bila bertepatan (hari Jum’at itu) dengan puasa yang biasa kalian
berpuasa padanya.” [HR. Muslim (no. 1144 (148)) dan Ibnu Hibban (no. 3603), lihat
Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 980)]
Allah Yang Mahabijaksana telah mengutamakan sebagian waktu malam dan siang
dengan menjanjikan terkabulnya do’a dan terpenuhinya permintaan. Demikian
Allah mengutamakan tiga generasi pertama sesudah diutusnya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka dianggap sebagai generasi terbaik apabila
dibandingkan dengan generasi berikutnya sampai hari Kiamat. Ada beberapa
tempat dan masjid yang diutamakan oleh Allah dibandingkan tempat dan masjid
lainnya. Semua hal tersebut kita ketahui berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan
contoh yang benar.
Adapun tentang bulan Rajab, keutamaannya dalam masalah shalat dan puasa
padanya dibanding dengan bulan-bulan yang lainnya, semua haditsnya sangat
lemah dan palsu. Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim mengutamakan dan
melakukan ibadah yang khusus pada bulan Rajab.
Di bawah ini akan saya berikan contoh hadits-hadits palsu tentang keutamaan
shalat dan puasa di bulan Rajab.
HADITS PERTAMA
“Artinya : Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan
ummatku”
http://orido.wordpress.com 7
Hadith of the Day
Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): “Hadits ini maudhu’.” [Lihat
Maudhu’atush Shaghani (I/61, no. 129)]
Hadits tersebut mempunyai matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:
“Artinya : Janganlah kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jum’at pertama di
bulan Rajab, karena malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib...”
Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H): “Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman
bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin
Muhammad bin Sa’id al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin
‘Abdullah as-Shan’any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu’. [Al-
Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if (no. 168-169)]
Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): “Hadits ini palsu dan yang tertuduh
memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku
telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: “Rawi-rawi hadits
tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua
kitab, tetapi aku tidak dapati biografi hidup mereka.” [Al-Maudhu’at (II/125), oleh
Ibnul Jauzy]
Imam adz-Dzahaby berkata: “ ’Ali bin ‘Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan
Syaikhush Shuufiyyah pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits.”
Kata para ulama lainnya: “Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat ar-
Raghaa'ib.” [Periksa: Mizaanul I’tidal (III/142-143, no. 5879)]
HADITS KEDUA
“Artinya : Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lainnya seperti keutamaan al-
Qur'an atas semua perkataan, keutamaan bulan Sya’ban seperti keutamaanku atas
para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua
hamba.”
Kata al Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany: “Hadits ini palsu.” [Lihat al-Mashnu’ fii
Ma’rifatil Haditsil Maudhu’ (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky
(wafat th. 1014 H)]
HADITS KETIGA:
“Artinya : Barangsiapa shalat Maghrib di malam pertama bulan Rajab, kemudian
shalat sesudahnya dua puluh raka’at, setiap raka’at membaca al-Fatihah dan al-
Ikhlash serta salam sepuluh kali. Kalian tahu ganjarannya? Sesungguhnya Jibril
mengajarkan kepadaku demikian.” Kami berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui, dan berkata: ‘Allah akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan
anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia akan melewati as-Shirath
seperti kilat tanpa dihisab, dan tidak disiksa.’”
http://orido.wordpress.com 8
Hadith of the Day
Kata Ibnul Jauzi: “Hadits ini palsu dan kebanyakan rawi-rawinya adalah majhul
(tidak dikenal biografinya).” [Lihat al-Maudhu’at Ibnul Jauzy (II/123), al-Fawaa'idul
Majmu’ah fil Ahaadits Maudhu’at oleh as-Syaukany (no. 144) dan Tanziihus Syari’ah
al-Marfu’ah ‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at (II/89), oleh Abul Hasan ‘Ali bin
Muhammad bin ‘Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H).]
HADITS KEEMPAT
“Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka’at, di
raka’at pertama baca ‘ayat Kursiy’ seratus kali dan di raka’at kedua baca ‘surat al-
Ikhlas’ seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga atau
diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati)”
Kata Ibnul Jauzy: “Hadits ini palsu, dan rawi-rawinya majhul serta seorang perawi
yang bernama ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah perawi matruk menurut para Ahli Hadits.”
[Al-Maudhu’at (II/123-124).]
Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany, ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah rawi yang
lemah. [Lihat Taqriibut Tahdziib (I/663 no. 4518)]
HADITS KELIMA
“Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan
berpuasa satu bulan.”
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu’.
Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama al-Furaat bin as-Saa'ib, dia adalah
seorang rawi yang matruk. [Lihat al-Fawaa-id al-Majmu’ah (no. 290)]
Kata Imam an-Nasa'i: “Furaat bin as-Saa'ib Matrukul hadits.” Dan kata Imam al-
Bukhari dalam Tarikhul Kabir: “Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena dia
seorang rawi munkarul hadits, serta dia termasuk rawi yang matruk kata Imam ad-
Daraquthni.” [Lihat adh-Dhu’afa wa Matrukin oleh Imam an-Nasa'i (no. 512), al-Jarh
wat Ta’dil (VII/80), Mizaanul I’tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430).]
HADITS KEENAM
“Artinya : Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan ‘Rajab’ airnya lebih
putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang puasa satu hari pada
bulan Rajab maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai itu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailamy (I/2/281) dan al-Ashbahany di dalam kitab
at-Targhib (I-II/224) dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asadiy telah menceritakan
kepada kami Musa bin ‘Imran, ia berkata: “Aku mendengar Anas bin Malik berkata,
...”
http://orido.wordpress.com 9
Hadith of the Day
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: “Musa bin ‘Imraan adalah majhul
dan aku tidak mengenalnya.” [Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah
(no. 1898)]
HADITS KETUJUH.
“Artinya : Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya
(ganjaran) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab,
maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka, barangsiapa yang
berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan
buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan)
Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.”
Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa'idul Majmu’ah fil Ahaadits al-Maudhu’ah
(no. 288). Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata: “Suyuthi
membawakan hadits ini dalam kitabnya, al-Laaliy al-Mashnu’ah, ia berkata: ‘Hadits
ini diriwayatkan dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari Anas secara marfu’.’”
Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah:
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu ‘Ulwan dari Abaan.
Kata Imam as-Suyuthi: “Ibnu ‘Ulwan adalah pemalsu hadits.” [Lihat al-Fawaaidul
Majmu’ah (hal. 102, no. 288).
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit
Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Zaadul Ma’aad (I/375) cet. Muassasah ar-Risalah.
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=9
21&Itemid=30
http://orido.wordpress.com 10
Hadith of the Day
Bapak Ustad, saya mendapatkan informasi kalau puasa Rajab tanggal 1 akan
menghapus dosa selama 3 tahun, tanggal 2 akan menghapus dosa 2 tahun, tanggal 3
akan menghapus dosa 1 tahun, tanggal 4 akan menghapus dosa selama 1 bulan, dan
amal di bulan rajab akan diberi pahala 70 kali lipat. Tanya:
Bapak Ustad, saya mendapatkan informasi kalau puasa Rajab tanggal 1 akan
menghapus dosa selama 3 tahun, tanggal 2 akan menghapus dosa 2 tahun, tanggal 3
akan menghapus dosa 1 tahun, tanggal 4 akan menghapus dosa selama 1 bulan, dan
amal di bulan rajab akan diberi pahala 70 kali lipat.
Saya tidak tahu dasar hukumnya puasa Rajab dan kebenaran informasi tsb. Saya
sudah mencoba mencari di buku Fiqh Islam karangan H. Sulaiman Rasjid dan buku
Riadhus Shalihin karangan Ust. Al Hafidh. Mungkin karena keterbatasan
pengetahuan saya sehingga tidak mengetahuinya.
Jawab:
Bulan Rajab merupakan salah satu bulan Muharram yang artinya dimulyakan (Ada 4
bulan: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). Puasa dalam bulan Rajab,
sebagaimana dalam bulan-bulan mulya lainnya, hukumnya sunnah. Diriwayatkan
dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan
haram(mulya)." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya
adalah Riwayatnya al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah):
"Usamah berkata pada Nabi saw, 'Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul
melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban.' Rasul
menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan
oleh kebanyakan orang.'"
Menurut al-Syaukani (Naylul Authar, dalam bahasan puasa sunat) ungkapan Nabi
"Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan
orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan
melakukan puasa di dalamnya.
Adapun hadis yang Anda sebut itu, kami juga tak menemukannya. Ada beberapa
hadis lain yang menerangkan keutamaan bulan Rajab. Seperti berikut ini:
• "Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari maka laksana ia puasa
selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka
Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu sorga, dan bila
puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."
• Riwayat al-Thabrani dari Sa'id bin Rasyid: Barangsiapa puasa sehari di bulan
Rajab maka laksana ia puasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah
untuknya pintu-pintu neraka Jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya
8 pintu sorga, bila puasa 10 hari Allah akan mengabulkan semua
permintaannya....."
• "Sesugguhnya di sorga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih
putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa
http://orido.wordpress.com 11
Hadith of the Day
sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai
tersebut".
• Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi saw berkata: "Rajab
itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
Ibnu Hajar, dalam kitabnya "Tabyinun Ujb", menegaskan bahwa tidak ada hadis
(baik sahih, hasan, maupun dha'if) yang menerangkan keutamaan puasa di bulan
Rajab. Bahkan beliau meriwayatkan tindakan Sahabat Umar yang melarang
menghususkan bulan Rajab dengan puasa.
Ditulis oleh al-Syaukani, dlm Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari
Muhamad bin Manshur al-Sam'ani yang mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat
yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus. Disebutkan juga bahwa
Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang
mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.
Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus
menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang
kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis yang umum (spt yang disebut
pertamakali di atas) itu cukup menjadi hujah atau landasan. Di samping itu, karena
juga tak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.
http://vbaitullah.or.id/downloads/ebooks/bidah-rajab.pdf
30 Juli 2004
Memang benar, keutamaan bulan dalam (kalender hijriyah) itu bertingkat-
tingkat, begitu juga hari-harinya. Misalnya bulan Romadhon lebih utama dari
semua bulan, hari Jum'at lebih utama dari semua hari, malam Lailatul Qodar
lebih utama dari semua malam dan lain sebagainya.
http://orido.wordpress.com 12
Hadith of the Day
Imam At-Thobari berkata, Bulan itu ada dua belas, empat diantaranya
merupakan bulan harom (mulia), dimana orang-orang jahiliyah dahulu
mengagungkan dan memuliakannya. Mereka mengharomkan peperangan
pada bulan tersebut hingga seandainya ada seseorang bertemu dengan
pembunuh bapaknya, dia tidak akan menyerangnya.
Bulan empat itu adalah Rojab Mudhor, dan tiga bulan berurutan:
Dzulqo'dah, Dzulhijjah dan Muharrom. Demikianlah yang dinyatakan dalam
hadits-hadits Rasulullah. (Lihat Jami'ul Bayan 10 / 124 - 125.)
http://orido.wordpress.com 13
Hadith of the Day
Tidak ada hadits shohih yang dapat dijadikan hujjah seputar amalan khusus
di bulan Rojab, baik puasa maupun sholat malam dan sejenisnya. Dan dalam
menegaskan hal ini, aku telah didahului oleh Al-Imam Abu Isma'il Al-Harowi
Al-ha_dz. Kami meriwayatkan darinya dengan sanad shohih, demikian pula
kami meriwayatkan dari selainnya.
Bulan Rojab adalah milik Alloh, Sya'ban adalah bulanku dan Romadhon
adalah bulan umatku. (Hadits maudhu' / palsu)
Barangsiapa berpuasa pada bulan Rojab dan sholat empat rokaat pada
bulan tersebut,... niscaya dia tidak menginggal dunia hingga melihat tempat
tinggalnya di Surga, atau diperlihatkan untuknya (Hadits maudhu' /
palsu)
Itulah sedikit contoh dari hadits-hadits dho'if dan maudhu' seputar bulan
Rojab.
Sengaja kami nukil secara ringkas karena maksud kami hanya untuk dapat
memberikan syara'at dan perhatian saja, bukan membahas secara detail dan
terperinci.
B. Sholat Roghoib
Sholat Roghoib adalah sholat yang dilaksanakan pada malam Jum'at pertama
bulan Rojab, tepatnya antara sholat maghrib dan isya' dengan didahului
puasa hari Kamis, dikerjakan dengan dua belas rakaat. Pada setiap rakaat
membaca surat Al-Fatihah sekali, surat Al-Qodar tiga kali dan surat Al-Ikhlas
dua belas kali... dan seterusnya.
Sifat sholat seperti di atas tadi didukung oleh sebuah riwayat oleh sahabat
Anas bin Malik yang dibawakan secara panjang oleh Imam Ghozali (bukan
Moh Ghozzali Al-Mishri) dalam Ihya' Ulumuddin (1 / 203) dan beliau
http://orido.wordpress.com 14
Hadith of the Day
menamainya dengan "Sholat Rojab" seraya berkata "ini adalah sholat yang
disunnahkan"!!!
http://orido.wordpress.com 15
Hadith of the Day
Ada yang berpendapat bahwa Isro' Mi'roj terjadi pada bulan Romadhon,
Syawal, Robi'ul Awal, Robi'ul Akhir ... dan seterusnya.
Al-Imam Ibnu Katsir menyebutkan dari Zuhri dan 'Urwah bahwa Isro' Mi'roj
http://orido.wordpress.com 16
Hadith of the Day
terjadi setahun sebelum keluarnya Nabi ke kota Madinah yaitu bulan Robi'ul
Awal, adapun pendapat Suddi, waktunya adalah enam belas bulan sebelum
hijroh, yaitu bulan Dzulqo'dah.
Al-Ha_dz Abful Ghoni bin Surur Al-Maqdisi membawakan dalam sirohnya
hadits yang tidak shohih sanadnya tentang waktu isro' mi'roj pada tanggal 27
Rojab.
Dan sebagian manusia menyangka bahwa isro' mi'roj terjadi pada hari Jum'at
pertama bulan Rojab, yaitu malam Roghoib yang ditunaikan pada waktu
tersebut sebuah sholat masyhur, tetapi tidak ada asalnya. (Al-Bidayah Wa
Nihayah (3 / 108 - 109))
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, -sebagaimana dinukil oleh muridnya,
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah-,
Tidak ada dalil shohih yang menetapkan bulan maupun tanggalnya, seluruh
nukilan tersebut munqothi' (terputus) dan berbeda-beda. (Zadul Ma'ad (1 / 57))
Bahkan Imam Abu Syamah menegaskan, Sebagian tukang cerita
menyebutkan bahwa Isro' Mi'roj terjadi pada bulan Rojab, hal itu menurut
ahli hadits merupakan kedustaan yang amat nyata. (Al-Baaits, hal. 171)
Dari perkataan para ulama' di atas dapat disimpulkan bahwa Isro' Mi'roj
merupakan malam yang agung, namun tidak diketahui waktunya. Agar
pembaca memahami masalah ini, dengan mudah saya katakan,
Ada sebagian ibadah yang berkaitan erat dengan waktu, kita tidak boleh
melangkahinya seperti sholat lima waktu. Ada sebagian ibadah lainnya, Allah
menyembunyikan waktunya dan memerintahkan kepada kita untuk
berlomba- lomba mencarinya seperti malam Lailatul Qodar. Dan sebagian
waktu yang mulia derajatnya di sisi Allah dan tidak ada ibadah khusus
(seperti sholat dan puasa) untuknya, oleh karena itu Allah menyembunyikan
waktunya, seperti malam Isro' Mi'roj. (Lihat majalah At-Tauhid, Mesir, hal. 9 edisi 7
th. 28, Rojab 1420H)
2. Tinjauan Syari'at
Ditinjau dari segi syari'at, kalau toh memang benar bahwa Isro' Mi'roj terjadi
pada 27 Rojab, namun kalau kemudian waktu tersebut dijadikan sebagai
malam perayaan dengan pembacaan kisah-kisah palsu tentang Isro' Mi'roj,
maka seseorang yang tidak mengikuti hawa nafsunya, tidak akan ragu bahwa
hal tersebut termasuk perkara bid'ah dalam Islam. Sebab, perayaan tersebut
tidaklah dikenal di masa sahabat, tabi'in dan para pengikut setia mereka.
Islam hanya memiliki tiga hari raya; yakni Idhul Fitri, Idhul Adha setiap satu
tahun, dan hari Jum'at setiap satu minggu. Selain tiga ini, tidak termasuk
agama Islam secuilpun. (Lihat At-Tamassuk bis Sunnah Nabawiyah (33 - 34) oleh Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al- Utsaimin.)
Ibnu Hajj berkata, "Termasuk perkara bid'ah yang diada-adakan oleh orang-
orang pada malam 27 Rojab adalah ..." Kemudian beliau menyebutkan
beberapa contoh bid'ah pada malam tersebut seperti kumpul-kumpul di
masjid, ikhthilath (campur baur antara laki-laki dengan perempuan),
menyalakan lilin dan pelita; beliau juga menyebutkan perayaan malam Isro'
http://orido.wordpress.com 17
Hadith of the Day
http://orido.wordpress.com 18
Hadith of the Day
tau_q serta istiqomah di atas kebenaran. (At-Tahdzir Minal Bida', hal. 9 oleh Syaikh
Ibnu Baz.)
Demikian pula Ibnu Abbas apabila melihat manusia berpuasa Rojab, beliau
membencinya seraya berkata, "Berbukalah kalian, sesungguhnya Rojab
adalah bulan yang diagungkan oleh ahli jahiliyah." (Al-Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah
2 / 346. Lihat pula Al-Amru Bil Ittiba', hal. 174 - 176 oleh Imam Suyuthi, di tahqiq oleh
Syaikh Mashur bin Hasan Salman.)
http://orido.wordpress.com 19
Hadith of the Day
E. Sembelihan Rojab
Termasuk adat Jahiliyah dahulu adalah menyembelih hewan di bulan Rojab
sebagai pengagungan terhadapnya, disebabkan Rojab merupakan awal bulan
harom sebagaimana dikatakan Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya (4 / 496).
Tatkala Islam datang, secara tegas telah membatalkan acara sembelihan
Rojab serta mengharomkannya sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits
Rosulullah, diantaranya,
http://www.almanhaj.or.id/content/1399/slash/0
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian Kelima dari Enam Tulisan 5/6
http://orido.wordpress.com 20
Hadith of the Day
“Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama Adalah Bid‘ah.
Setiap Bid‘ah Adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka.”
Bid’ah berasal dari kata al-ikhtira’ yaitu yang baru yang dicip-takan tanpa ada
contoh sebelumnya.[1]
Bid’ah secara bahasa adalah hal yang baru dalam agama setelah agama ini
sempurna[2]. Atau sesuatu yang dibuat-buat setelah wa-fatnya Nabi j berupa
kemauan nafsu dan amal perbuatan. [3] Bila dikatakan: “Aku membuat bid’ah,
artinya melakukan satu ucapan atau perbuatan tanpa adanya contoh sebelumnya..”
Asal kata bid’ah berarti menciptakan tanpa contoh sebelumnya[4]. Di antaranya
adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
Bid’ah menurut istilah memiliki beberapa definisi di kalangan para ulama yang
saling melengkapi.
Di antaranya:
Beliau Rahimahullah mengungkapkan: “Bid’ah dalam Islam adalah segala yang tidak
disyari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni yang tidak diperintahkan baik dalam
wujud perintah wajib atau bentuk anjuran.[6]
Bid’ah itu sendiri ada dua macam: Bid’ah dalam bentuk ucapan atau keyakinan,
dan bentuk lain dalam bentuk perbuatan dan ibadah. Bentuk kedua ini mencakup
juga bentuk pertama, sebagaimana bentuk pertama dapat menggiring pada bentuk
yang kedua. [7] Atau dengan kata lain, hukum asal dari ibadah adalah dilarang,
kecuali yang disyari’atkan. Sedangkan hukum asal dalam masalah keduniaan
dibolehkan kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Asal dari ibadah adalah tidak disyai’atkan, kecuali yang telah disyari’atkan oleh
Allah Azza wa Jalla. Dan asal dari kebiasaan adalah tidak dilarang, kecuali yang
dilarang oleh Allah[8]. Atau dengan kata lain, hukum asal dari ibadah adalah
dilarang, kecuali yang disyari’atkan. Sedangkan hukum asal masalah keduniaan
adalah dibolehkan, kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
http://orido.wordpress.com 21
Hadith of the Day
Beliau menyatakan: "Bid’ah adalah cara baru dalam agama yang dibuat menyerupai
syari’at dengan maksud untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah".
Ungkapan ‘cara baru dalam agama’ itu maksudnya, bahwa cara yang dibuat itu
disandarkan oleh pembuatnya kepada agama. Tetapi sesungguhnya cara baru yang
dibuat itu tidak ada dasar pedomannya dalam syari’at. Sebab dalam agama
terdapat banyak cara, di antaranya ada cara yang berdasarkan pedoman asal dalam
syari’at, tetapi juga ada cara yang tidak mempunyai pedoman asal dalam syari’at.
Maka, cara dalam agama yang termasuk dalam kategori bid’ah adalah apabila cara
itu baru dan tidak ada dasarnya dalam syari’at.
Artinya, bid’ah adalah cara baru yang dibuat tanpa ada contoh dari syari’at. Sebab
bid’ah adalah sesuatu yang keluar dari apa yang telah ditetapkan dalam syari’at.
Beliau Rahimahullah juga mengungkapkan definisi lain: “Bid’ah adalah satu cara
dalam agama ini yang dibuat-buat, bentuknya menyerupai ajaran syari’at yang ada,
tujuan dilaksanakannya adalah sebagaimana tujuan syari’at.” [12]
Beliau menetapkan definisi yang kedua tersebut, bahwa kebiasaan itu bila dilihat
sebagai kebiasaan biasa tidak akan mengan-dung kebid’ahan apa-apa, namun bila
dilakukan dalam wujud ibadah, atau diletakkan dalam kedudukan sebagai ibadah,
ia bisa dimasuki oleh bid’ah. Dengan cara itu, berarti beliau telah meng-
korelasikan berbagai definisi yang ada. Beliau memberikan contoh untuk kebiasaan
yang pasti mengandung nilai ibadah, seperti jual beli, pernikahan, perceraian,
penyewaan, hukum pidana,... karena semuanya itu diikat oleh berbagai hal,
persyaratan dan kaidah-kaidah syariat yang tidak menyediakan pilihan lain bagi
seorang muslim selain ketetapan baku itu. [13]
Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali Rahimahullah[14] (wafat th. 795 H).
http://orido.wordpress.com 22
Hadith of the Day
Terdapat beberapa riwayat dari sebagian Ulama Salaf yang menganggap baik
sebagian perbuatan bid’ah, padahal yang dimaksud tidak lain adalah bid’ah secara
bahasa, bukan menurut syari’at.
Contohnya adalah ucapan Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu, ketika beliau
mengumpulkan kaum Muslimin untuk melaksanakan shalat malam di bulan
Ramadhan (Shalat Terawih) dengan mengikuti satu imam di masjid. Ketika beliau
Radhiyallahu 'anhu keluar, dan melihat mereka shalat berjamaah. Maka beliau
Radhiyallahu 'anhu berkata: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah yang semacam ini.” [15]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama
Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Menurut Imam ath-Thurthusyi dalam al-Hawadits wal Bida’ (hal. 40) dengan tahqiq
Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary.
[2]. Mukhtarush Shihah (hal. 44).
[3]. Al-Qamus al-Muhith, Lisanul ‘Arab dan Fataawaa Ibnu Taimiyyah.
[4]. Mu’jamul Maqaayis fil Lughah (hal. 119).
[5]. Mufradaat Alfaazhil Qur-an (hal. 111) oleh ar-Raaghib al-Ashfahani, materi kata bada’a.
[6]. Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (IV/107-108).
[7]. Ibid, (XXII/306).
[8]. Ibid, (IV/196).
[9]. Ibid, (XVIII/346) dan lihat juga (XXXV/414).
[10]. Al-I’tisham (hal. 50) oleh Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Gharnathy asy-
Syathibi tahqiq Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly. Daar Ibni ‘Affan Cet. II, 1414 H.
[11]. Lihat Ilmu Ushuulil Bida’ (hal. 24-25) oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid.
[12]. Al-I’tisham (hal. 51).
[13]. Al-I’tisham (II/568, 569, 570, 594). Lihat juga Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid’ah
(hal. 30-31) oleh Syaikh Sa’id bin Wahf al-Qahthany.
[14]. Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (hal. 501, cet. II, Daar Ibnul Jauzi-1420 H) tahqiq Thariq bin
‘Awadhullah bin Muhammad. Lihat Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid’ah (hal. 30-31).
[15]. Shahih al-Bukhari (no. 2010)
http://www.almanhaj.or.id/content/1359/slash/0
http://orido.wordpress.com 23
Hadith of the Day
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian Terakhir dari Tiga Tulisan 3/3
TIDAK BOLEH MENGATAKAN HADITS DHA'IF DENGAN LAFAZH JAZM [LAFAZH YANG
MEMASTIKAN ATAU MENETAPKAN]
[a]. Ada (lafazh yang digunakan dalam menyampaikan (meriwayatkan) hadits
menurut pendapat Ibnush Shalah
Apabila orang menyampaikan (meriwayatkan) hadits dha’if, maka tidak boleh anda
berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.”
Atau lafazh jazm yang lain, yakni lafazh yang memastikan atau menetapkan,
seperti: "Fa'ala, rawaya, qola".
Boleh membawakan hadits dha’if itu dengan lafazh: “Telah diriwayatkan atau telah
sampai kepada kami be-gini dan begitu.”
Dan lafazh-lafazh lain dari jenis lafazh jazm (pasti atau menetapkan).
Dan yang seperti itu dari shighat-shighat (bentuk-bentuk) jazm. Tidak boleh juga
menyebutkan riwayat yang lemah dari tabi’in dan orang-orang yang sesudahnya
dengan shighat-shighat jazm.
Seharusnya kita mengatakan hadits atau riwayat lemah dan hadits atau riwayat
yang tidak kita ketahui derajat-nya dengan perkataan:
"Telah diriwayatkan.
"Telah dinukil darinya.
"Telah disebutkan.
"Telah diceritakan.
http://orido.wordpress.com 24
Hadith of the Day
Dan yang seperti itu disebut shighat tamridh (bentuk lafazh yang berarti ada
penyakitnya), dan tidak boleh dengan shighat jazm.
Jadi, bila ada ulama yang masih menggunakan shighat (lafazh) jazm untuk berita
yang belum jelas, berarti ia telah berdusta atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adab meriwayatkan ini banyak dilanggar oleh para penulis kitab-kitab fiqh dan juga
jumhur Fuqahaa’ dari madzhab Syafi’i, bahkan dilanggar pula oleh jumhur ahli
ilmu, kecuali sebagian kecil dari ahli ilmu dari para Ahli Hadits yang mahir.
“Diriwayatkan darinya.”
Hal ini sebenarnya telah menyimpang dari kebenaran yang telah disepakati oleh
Ahli Hadits. [Lihat al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzhab, oleh Imam an-Nawawi (I/63),
cet. Daarul Fikr.]
Bahwa yang dimaksud khatib yaitu hadits itu dha’if, sedangkan mereka banyak yang
tidak faham. Maka, wa-jib bagi ulama untuk menjelaskan hal yang demikian itu
sebagaimana yang disebutkan oleh Atsar dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata:
http://orido.wordpress.com 25
Hadith of the Day
dalam setiap keadaan (dan setiap waktu), karena bila tidak diterangkan kepada
ummat Islam tentang hadits-hadits dha’if, maka orang yang mem-baca kitab (atau
mendengarkan) akan menyangka bahwa hadits itu shahih, lebih-lebih bila yang
menukilnya atau menyampaikannya itu dari kalangan ulama Ahli Hadits. Hal
tersebut karena ummat Islam yang awam menjadikan kitab dan ucapan ulama itu
sebagai pegangan bagi mereka. Kita wajib menerangkan hadits-hadits dha’if dan
tidak boleh mengamalkannya baik dalam ahkam maupun dalam masalah fadhaa-ilul
a’maal dan lain-lainnya. Tidak boleh bagi siapa pun berhujjah (berdalil) melainkan
dengan apa-apa yang sah dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari hadits-
hadits shahih atau hasan. [Lihat al-Ba’itsul Hadits Syarah Ikhtishar ‘Uluumil Hadits
oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir (hal. 76), cet. Maktabah Daarut Turats th.
1399 H atau I/278, ta’liq: Syaikh Imam al-Albany cet. I Daarul ‘Ashimah th. 1415 H]
Pertama.
Terkena ancaman berdusta atas nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diancam
masuk Neraka.
Kedua
Timbulnya bid’ah yang berakibat sesat dan di-ancam masuk Neraka, na’udzubillah
min dzaalik.
"Tiap-tiap bid’ah itu sesat dan tiap-tiap kesesatan di Neraka.” [Hadits shahih
riwayat an-Nasa-i (III/189), lihat Shahih Sunan Nasa-i (I/346 no. 1487) dan Misykatul
Mashaabih (I/51)]
KHATIMAH
Mudah-mudahan kita terpelihara dari berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan dari me-lakukan bid’ah yang telah membuat ummat mundur,
terbelakang, berpecah belah dan jauh dari petunjuk al-Qur-an dan Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Keadaan seperti merupakan kendala
bangkitnya ummat Islam.
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit
Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
________
MARAAJI’
1. Shahih al-Bukhari.
http://orido.wordpress.com 26
Hadith of the Day
2. Fat-hul Baari Syarah Shahiihil Bukhary, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar as-Asqalany.
3. Shahih Muslim.
4. Syarah Shahih Muslim, oleh Imam an-Nawawy.
5. Sunan Abi Dawud.
6. Sunan an-Nasa-i.
7. Sunan Ibnu Majah.
8. Jaami’ at-Tirmidzi.
9. Musnad Imam Ahmad.
10. Al-Jarh wat Ta’dil, oleh Ibnu Abi Hatim.
11. Majmu’ Fataawaa, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
12. Manaarul Munif fis Shahih wad Dha’if, oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
13. Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzhab, oleh Imam Nawawy.
14. Lisanul Mizaan, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany.
15. Al-Qaulul Badi’ fii Fadhilas Shalah ‘ala Habibisy Syafi’i, oleh al-Hafizh as-Sakhawy.
16. Tanzihusy Syari’ah al-Marfu’ah, oleh Ibnu ‘Araq.
17. Ad-Dhu’afa Ibnu Hibban.
18. Qawa’idut Tahdits, oleh Jamaluddin al-Qasimy.
19. Al-Ba’itsul Hatsits fii Ikhtishaari ‘Uluumil Hadiits, oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir.
20. Silsilah Ahaadits ad-Dha’ifah wal Maudhu’ah, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-
Albany.
21. Dha’iif Jami’ush Shaghiir, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany.
22. Shahiih Jami’ush Shaghiir oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany.
23. Tamaamul Minnah fii Takhriji Fiqhis Sunnah, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-
Albany.
24. Shahiih at-Targhib wat Tarhiib oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany.
25. ‘Uluumil Hadits wa Musthalahuhu oleh Dr. Subhi Shalih.
26. Al-Adzkaar, oleh Imam an-Nawawy.
http://orido.wordpress.com 27