You are on page 1of 39

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Makalah Mata Ajar Pengembangan Kepribadian Agama

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya dan Kaitannya dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Disusun oleh :
Arta Sihite Elsa Widowati Gloria Agustina Mikaela Antoinette Yogi Kurniawan Peter Vincent Irawan 1006676924 1006680865 1006773231

Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2010

1|Page

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Yesus Kristus berkat campur tangan-Nya makalah yang berjudul Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya dan Kaitannya dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menyempurnakan tugas mata kuliah MPK Agama Kristen semester genap. Selain itu, tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pandangan Alkitabiah mengenai permasalahan kekerasan dalam rumah tangga Kristen. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap makalah yang sederhana ini dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai pandangan Alkitab dalam hal kekerasan dalam rumah tangga serta bermanfaat bagi rekan mahasiswa dan semua kalangan masyarakat.

Depok, 18 Maret 2011 Home Group 2

2|Page

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.

Perumusan Masalah

Kita mengenal istilah keluarga. Istilah ini menjadi sesuatu yang sudah tak lagi asing di telinga kita. Keluarga juga merupakan orang yang terdekat bagi kita. Tempat untuk mengeluh, berbagi senang maupun duka ataupun tempat untuk bercerita. Sebagai orang Kristen, keluarga yang ideal dan dijadikan panutan adalah cara hidup dari keluarga Kristen. Keluarga Kristen adalah keluarga yang menjadikan Yesus sebagai teladan keluarga mereka dalam menjalankan kehidupan mereka sehari-hari dan juga keluarga yang menjalankan kehidupan mereka sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus serta memiliki integritas penuh terhadap Tuhan Yesus. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua keluarga Kristen memenuhi persyaratanpesyaratan tersebut. Masih banyak orang yang mengaku sebagai bagian dari anggota keluarga Kristen tetapi tidak menghidupkan suasana cinta kasih yang diteladankan oleh Yesus. Perselisihan dalam keluarga Kristen itu sendiri bisa terjadi antara suami istri ataupun antara orang tua ke anak-anaknya. Bentuk-bentuk perselisihan tersebut dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan verbal, dan kekerasan psikis. Kekerasan fisik dapat berupa pemukulan, penganiayaan yang menyebabkan orang lain terluka. Sementara kekerasan verbal adalah intimidasi yang dampak secara jangka panjangnya dapat menyebabkan tekanan mental. Selain kedua jenis kekerasan di atas, ada kekerasan psikis. Kekerasan psikis merupakan jenis kekerasan yang paling parah karena kekerasan ini telah memecah belah keluarga. Secara langsung tidak langsung, penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ini adalah anggapan bahwa wanita merupakan makhluk yang lebih lemah dibandingkan dengan pria. Anggapan bahwa perempuan dan laki-laki tidak setara inilah yang membuat kekerasan rumah tangga menjamur di Indonesia, bahkan di dunia. Suami akan merasa kalau mereka dapat menganiaya istri yang berbuat tak sesuai dengan keinginannya karena mereka memiliki derajat yang lebih rendah. Akibatnya, bukan hanya istri, anak-anak pun dapat menjadi korban dari kekerasan dalam rumah tangga. Padahal, anak adalah titipan dari Tuhan
3|Page

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

yang seharusnya dijaga dan dirawat, bukannya dieksploitasi. Begitu pula dengan istri yang seharusnya disayang dan dicintai.

1.2.

Tujuan Penulisan

Makalah ini ditulis dengan beberapa tujuan, yaitu : 1. Bagi Mahasiswa a. Mahasiswa menjadi sadar akan keterkaitan dari gender, kekerasan dalam rumah tangga, dan iman Kristen b. Diharapkan mahasiswa dapat berperan aktif dalam menyelesaikan masalah utama setelah mengerti dan mengetahui permasalahan yang ada di dalam masyarakat ini c. Mahasiswa dapat melaporkan dan mencoba untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga di dalam kehidupan sehari-hari d. Setelah mengerti akan topik utama, maka diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikannya sesuai dengan tema di dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi Masyarakat a. Diharapkan masyarakat dapat mengerti bahaya dan penyebab dari kekerasan dalam rumah tangga b. Masyarakat dapat ikut mencari solusi alternatif dari permasalahan yang dipaparkan dalam makalah ini sehingga permasalah kekerasan dalam rumah tangga tidak terus menerus menjadi momok di masyarakat c. Masyarakat diharapkan mengatakan tidak pada kekerasan dalam rumah tangga d. Diharapkan agar kaum laki-laki mengerti bahwa perempuan bukan berasal dari derajat yang lebih rendah sehingga mereka tak berhak untuk dianiaya

1.3.

Metode Penilitian

Pada makalah ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis adalah metode penelitian yang berorientasi pada pemecahan masalah. Pengerjaan ini dimulai pada saat penulis mulai dengan mengumpulkan data dengan mencari sumber dari internet dan buku-buku. Data tersebutlah yang menjadi sumber dari
4|Page

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

kasus yang ada. Setelah kasus yang diambil dimengerti, maka kemudian dirumuskan. Apabila telah selesai dirumuskan, penulis memilih teori teori atau konsep konsep yang dapat penulis jadikan landasan teoritis penelitian. Adapun kasus yang kami ambil adalah masalah kekerasan dalam rumah tangga yang menfokuskan pada perempuan dan anak sebagai korban dari kekerasan dalam rumah tangga. Penulis menjadikan teori gender dalam pandangan masyarakat, gender dalam iman Kristen, masalah bias gender dalam gereja, konsep keluarga Kristen, memilih teman hidup dan pernikahan sebagai sumber analisis. Pada metode pengumpulan data, penulis menggunakan metode dokumentasi karena sumber teori berasal dari tulisan atau dokumen. 1.4. Sistematika Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis membagi penulisan kedalam empat bab besar yang terdiri dari: Pendahuluan, Kerangka Teoritis, Analisis Hasil Penelitian, dan Penutup. Didalam empat bab tersebut masih akan diuraikan kedalam sub-sub bab yang akan lebih spesifik. 1. Dalam bab satu: Pendahuluan. Penulis membagi kedalam lima sub-bab, yaitu Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Latar belakang berisi motivasi penulis memilih topik bahasan yang akan diteliti. Tujuan penulisan berisi maksud dari penelitian ini dilakukan. Metode penelitian berisi cara-cara penulis meneliti topik masalah ini. Sistematika berisi petunjuk-petunjuk penulisan karya Ilmiah. 2. Dalam bab dua: Kerangka Teoritis. Kerangka teoritis berisi ulasan-ulasan dari hasil fokus group masing-masing. Didalam bab dua, lebih banyak berisi teori-teori yang menjadi landasan sub-bahasan masing-masing. Nantinya teori-teori dasar ini dijadikan dasar pembahasan bab tiga. 3. Dalam bab tiga: analisis hasil penelitian Bab ini dibagi menajdi dua sub-bab: Kolaborasi keenam lingkup sub-pokok landasan, dan Relevansi pembandingan kasus. Dalam tiga sub-bab pertama, seluruh teori-teori dasar di satukan (dikolaborasikan) ke dalam satu kesatuan untuk menjadi alat bahasan kasus.
5|Page

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

4. Bab empat: Penutup. Ini adalah bagian terakhir makalah yang berisi kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan terdapat rangkuman dari topik permasalahan tanpa disertai solusi, hanya bagian akhir analisis berdasarkan teori-teori yang dikaitkan dengan topik permasalahan. Makalah diakhiri dengan daftar pustaka. Daftar pustaka adalah daftar dari buku-buku maupun website yang membantu dalam disusunnya makalah ini oleh kelompok kami.

6|Page

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

BAB 2 KERANGKA TEORITIS

2.1. Gender dalam Pandangan Masyarakat


A. Perbedaan Gender, Psikologis dan Kodrati Perbedaan gender acap kali menjadi suatu permasalahan yang sebenarnya tidak perlu timbul dan merupakan permasalahan dengan sifat yang sangat fundamental. Misalnya saja,masyarakat sering mencap sifat wanita atau pria. Pria lebih aktif,lebih aggresif sedangkan wanita cenderung lebih pasif. Selain itu dengan adanya pandangan ini, sering kali seorang wanita atau pria mengalami pengekangan potensi, karena dianggap usaha mereka dalam mengembangkan potensi ini tidak sesuai dengan kodrat mereka sebagai lelaki atau wanita. Misalnya saja, pada zaman dahulu para pria akan berpikir berkali-kali untuk belajar teknik memasak. Karena mereka menganggap bahwa memasak adalah pekerjaan rumahan dan hanya cocok untuk wanita. Namun, pada abad 20 ini. Pandangan yang membedakan psikologis dan kodrati antara pria dan wanita semakin berkurang. Hal ini dikarenakan ilmu pengetahuan yang sudah sedemikian berkembangnya. Sehingga sudah terbukti bahwa sifat-sifat manusia tidak selalu ditentukan oleh gendernya. Melainkan oleh lingkungan yang membentuknya. Erik H. Erikson dalam bukunya yang berjudul Childhood and Society memaparkan sebuah pembahasan yang menarik tentang manusia dikaji dari segi kejiwaannya. Ia mengatakan bahwa sifat manusia lebih kuat dibentuk oleh lingkungan dimana Ia berada terutama saat individu tersebut masih berada dalam masa kanak-kanak. Tetapi, suatu pandangan kodrati yang ada di dalam lingkungan masyarakat terutama lingkungan masyarakat Asia, tidak boleh hilang sepenuhnya. Karena sekali lagi kita harus memiliki suatu paham yang dapat dijadikan norma dalam menjalani kehidupan di lingkungan masyarakat. Karena hal demikian akan menjadi ciri khas atau budaya kita sebagai masyarakat Asia. B. Stereotipe di dalam lingkungan masyarakat Indonesia

7|Page

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Di Indonesia, adalah hal yang tabu bila seorang lelaki mencuci baju atau merawat anak dan adalah sebuah hal yang lumrah bila seorang wanita mencuci baju atau merawat anak. Pandangan ini telah bertahan bahkan sebelum Indonesia merdeka dari jajahan Belanda. Pandangan yang sedikit melabel atau mencap suatu hal disebut juga dengan stereotype. Steretoype dalam ranah gender,merupakan perkembangan lebih lanjut dari paham yang mendoktrin tentang perbedaan gender atau perbedaan kodrati antara pria dan wanita. Stereotype ini umumnya sangatlah merugikan, karena selain juga mengekang potensi yang dimiliki oleh suatu individu, stereotype juga cenderung menimbulkan ketidakadilan di lingkungan masyarakat. Sering kali wanita yang memiliki potensi di suatu bidang, tidak diperbolehkan terjun lebih lanjut di bidang tersebut karena dianggap tidak pantas atau tidak sesuai dengan kodrat. Di Indonesia sendiri,sudah banyak perjuangan individu-individu untuk menghilangkan stereotype yang merugikan. Di Indonesia sendiri, terdapat ibu Kartini yang memperjuangkan nasib perempuan, terutama yang ada di lingkup masyarakat Jawa. Ibu Kartini mendirikan sekolah-sekolah keahlian dan sekolah-sekolah pendidikan gratis terutama bagi kaum wanita pribumi, karena sering kali yang mendapat pendidikan layak hanyalah kaum pria, sedangkan wanita hanya hidup untuk untuk menjadi pengurus rumah. Dasar dari perjuangan ibu Kartini adalah pengalaman hidupnya. Ia sering kali membaca buku-buku tulisan Max Haveelar dan tokoh-tokoh wanita di Eropa lainnya. Setelahnya Beliau merasa bahwa diperlukan peran wanita yang sangat vital dalam sebuah proses pembangunan bangsa. Karena Ia mengambil contoh peranan wanita Belanda di dalam pembangunan negaranya. Oleh karena perjuangannya, hari kelahirannya sering kali diperingati sebagai hari Ibu Kartini. Hal ini dikarenakan meskipun perjuangan nyatanya hanya di sekitar Rembang dan Jepara. Menurut Liemin, pemikiran dan cita-cita ibu Kartini sering kali disimpulkan bahwa usaha dan cita-cita Ibu Kartini jika waktu itu tidak dihalang-halangi dapat memberikan kemajuan yang sangat beguna bagi bangsa Indonesia. C. Kekerasan di Dalam Rumah Tangga Seperti yang sudah dijelaskan diatas, sering kali dengan adanya stereotype akan timbul suatu pandangan yang merendahkan istri di dalam lingkungan rumah tangga. Dalam hal ini,
8|Page

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

suami sebagai kepala rumah tangga,sering kali merasa bahwa dirinya adalah yang paling tinggi derajatnya. Sehingga acap kali suami menjadi lupa daratan. Ia menganggap bahwa individu yang ada di dalam lingkungan keluarganya adalah bawahannya. Sehingga tidak mengherankan bila terjadi kekerasan di dalam lingkungan rumah tangga. Salah satu hal untuk mengurangi kekerasan di dalam lingkungan rumah tangga yang diakibatkan oleh asas stereotype ini adalah dengan meluruskan pandangan bahwa istri bukanlah suatu individu yang derajatnya berada di bawah suami,melainkan suatu individu yang menjadi penolong bagi sang suami. Sehingga dengan demikian, sang suami akan berpikir 2 kali untuk melakukan kekerasan terhadap istrinya. Pandangan yang sudah ditanamkan di dalam masing-masing individu tentang perbedaan mendasar antara pria dan wanita menyebabhkan sang suami akan mengembangkan pola pikir bahwa dirinya harus aggressive dan aktif, sehingga bila pada suatu saat bila sang suami ini tidak memiliki pelampiasan lagi. Ia akan meyalurkan keaggresivannya secara berlebihan pada istri dan anak-anaknya. Sedangkan wanita yang sudah ditanami paham bahwa dirinya harus passive. Maka di saat sang suami melakukan kekerasan terhadap dirinya,maka sang istri cenderung akan diam saja. Dari penjelasan di atas, maka kita dapat mengerti bahaya dari suatu paham stereotype yakni menjurus pada kekerasan di dalam rumah tangga. Meskipun tidak selamanya stereotype berakibat buruk, namun bila sudah terbukti bahwa stereotype tersebut menghasilkan buah yang negative, maka sudah sepantasnya stereotype tersebut harus dihilangkan dari masyarakat.Oleh karena itu suatu pandangan yang merendahkan wanita atau mengatakan bahwa wanita memiliki derajat lebih rendah dari pria, haruslah dihilangkan. Dengan demikian, diharapkan tidak akan terjadi kekerasan di dalam rumah tangga.

2.2. Gender dan Iman Kristen


1. Pandangan Iman Kristen terhadap Perbedaan Gender Gender dapat didefinisikan sebagai salah satu cara menentukan sikap dalam masyarakat. Sesungguhnya konsep gender itu sendiri mendeterminasikan manusia dengan adanya perbedaan yang dimilikinya. Hal tersebut dideterminasi karena memang perbedaan tersebut sudah menjadi hakikatnya. Contohnya adalah perbedaan antara pria dan wanita, yang secara garis besar memiliki perbedaan dalam cara berpikirnya di mana wanita lebih intuitif,
9|Page

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

konkret dan berfokus pada hal-hal yang kecil, dan di sisi lain pria suka berpikir mengenai sesuatu yang secara umum dan berfokus mengenai masa depan. Terlebih lagi fungsi biologis keduanya yang menjadi perbedaan mendasar di antara keduanya. Menurut Iman Kristen, Hawa, wanita pertama, diciptakan sebagai penolong yang sepadan bagi Adam. Dalam hal ini, kata sepadan menunjukkan bahwa tidak ada subordinasi di antara keduanya, semuanya memiliki derajat yang sama. Wanita di sini berperan sebagai rekan untuk saling mengasihi satu sama lainnya. Bukti lain yang menunjukkan tidak ada superioritas dalam hal gender adalah mandat dari Allah agar manusia untuk berkuasa atas segala yang ada di bumi. Kata manusia menunjukkan semua orang, baik ia seorang pria maupun wanita. Alkitab juga menuliskan sejarah mengenai tidak adanya pembedaan antara pria maupun wanita. Seperti contohnya Ester yang berperan sebagai ratu, nabiah-nabiah maupun Bunda Maria. 2. Pelayanan Wanita dalam Perjanjian Lama Dalam Perjanjian Lama sesungguhnya sudah banyak wanita yang berperan dalam kehidupan sehari-hari ataupun hal yang menyangkut banyak orang. Contohnya adalah Miryam yang merupakan saudara Musa dan Harun, lalu Deborah yang berperan sebagai hakim yang sepadan dengan Gideon dan Samson, serta Hulda yang meyakinkan Raja Yosia supaya menyembah Allah saja, bukan ilah-ilah yang lain. Hal tersebut sudah secara eksplisit menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan gender terutama dalam hal pelayanan, meskipun pada waktu itu belum terdapat imam wanita. 3. Pelayanan Wanita dalam Perjanjian Baru Hingga masa Perjanjian Baru, para wanita Yahudi telah berhenti dari kegiatan di dalam penyembahan di Bait Allah atau rumah ibadah. Tradisi Talmud (kadang-kadang disebutkan sebagai hukum yang tidak tertulis) telah mengurangi hak dari wanita sehingga mereka menjadi seorang yang direndahkan, peran mereka tidak berarti; tentunya hal ini tidak Alkitabiah. Ada daerah yang khusus dikenal di dalam Rumah Allah dengan nama "Halaman Wanita", karena wanita-wanita tidak diperkenankan masuk ke dalam halaman Bait Allah.
10 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Dari sumber-sumber yang khusus, diceritakan pada kita bahwa wanita-wanita tidak diperkenankan untuk membaca atau berbicara di dalam Bait Allah, tetapi mereka dapat duduk dan mendengarkan di tempat yang dikhususkan untuk wanita. Hanya dalam rumah-rumah ibadah yang menjalankan dasar-dasar Hellenistik para wanita diizinkan untuk masuk. Bait Allah orang Yahudi pada zaman Tuhan Yesus, menekankan tata cara tentang laki-laki dan perempuan secara jelas di dalam kegiatan-kegiatan agama mereka. Ada enam halaman dan ruangan-ruangan yang terpisah:

Di paling luar adalah halaman orang asing dan orang kafir; Halaman berikutnya tidak boleh dimasuki oleh orang kafir, hukuman bagi pelanggar adalah kematian. Ini terdiri dari dua bagian:
o o

Halaman yang khusus dipakai oleh wanita dan Halaman orang Israel yang khusus dipakai oleh orang laki-laki Yahudi;

Pelataran (halaman), yang menuju ke Ruangan Suci. Yang diperbolehkan masuk adalah para imam saja.

Ruang Suci; dan Ruang Maha Suci Namun gambaran yang berbeda dibukakan oleh pelayanan dari Yesus. Lukas 8:1-3

menunjukkan

bahwa

Yesus

mengijinkan

beberapa

wanita

untuk

menjadi

teman

seperjalanannya. Ia memberi semangat pada Martha dan Maria untuk duduk pada kakiNya sebagai murid-muridNya (Luk 10:38-42). Penghargaan Yesus pada wanita adalah sesuatu yang baru dan sangat menyolok, dan sangat berbeda dari perlakuan orang-orang Farisi dan Saduki. Di dalam pekerjaan keselamatan dari Kristus, semua dinding-dinding pemisah itu dipatahkan; dan setiap orang beriman, tidak memandang suku, jenis kelamin atau hal-hal yang lain, mempunyai akses yang sama di hadapan Tuhan. "Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak (Yahudi dan bangsa Kafir), dan yang telah merobohkan tembok pemisah yaitu persekutuan" (Ef 2:14).

11 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Zaman kemurahan Kristen yang baru telah mengantar ke era yang baru. Di dalam Kristus, semua pemisah itu telah dihapuskan antara Yahudi dan bangsa-bangsa Kafir, antara laki-laki dan wanita dan antara imam-imam dan orang biasa (Why 1:16). "Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi dan orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Yesus Kristus" (Gal 3: 27,28). A. WANITA-WANITA DI DALAM KEHIDUPAN KRISTUS 1. Maria: Ibu Dari Kristus Maria, ibu dari Yesus adalah seorang wanita yang baik dan saleh. Tentunya, Maria telah mencontohi Hana, karena nyanyian pujiannya pada Allah (Luk 1:46-55) sangat mirip dengan nyanyian Hana (1 Sam 12:1-10). "Tetapi setelah genap waktunya maka Allah mengutus anakNya, yang lahir dari seorang perempuan, dan takluk pada hukum Taurat" (Gal 4:4). Benar bahwa seorang wanita, Hawa jatuh ke dalam pencobaan dosa untuk pertama kalinya, kemudian ia mencobai suaminya. Tetapi marilah kita tidak melupakan bahwa seorang wanita juga yaitu Maria, yang merupakan bejana yang taat, melaluinya Kristus telah dikandungkan oleh Roh Kudus. Dan melalui wanita ini maka Penyelamat dunia dilahirkan. Karena itu, apabila kita menyalahkan seorang wanita, Hawa, yang menyebabkan jatuhnya manusia, marilah kita sekarang menghormati seorang wanita, yaitu Maria yang telah menjadi alat, yang melaluinya manusia menerima Juruselamat. 2. Hana, seorang nabiah Perjanjian Baru dibuka dengan kisah yang begitu terkenal tentang kelahiran Yesus. Pada saat upacara pentahiran Maria (Im 12:1-6) seorang nabiah bernama Hana menyatakan pernyataan yang dramatis. "Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan... Dan ia sekarang adalah seorang janda dan berumur delapan puluh empat tahun, ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah, dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa" (Luk 2:36-37).
12 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Hana dipakai untuk memperkuat bahwa Yesus adalah Mesias, Penyelamat yang dinanti-nantikan oleh Israel. Karena itu seorang wanita mempunyai peranan yang sangat penting didalam kelahiran Yesus dan di dalam penyerahanNya. Kemudian kita akan melihat bahwa wanita juga mempunyai peran yang sangat penting sekitar penyaliban dan kebangkitanNya. 3. Wanita yang Diampuni: Seorang Pemberita Injil Di dalam Alkitab, baik laki-laki maupun perempuan mengikuti Kristus. Wanita diberkati, diampuni dan disembuhkan sama seperti laki-laki. Seorang wanita yang mempunyai lima suami dan yang sedang hidup dengan laki-laki lain (yang tidak dinikahinya), telah diberkati dan diampuni dari semua dosa-dosanya. Sebagai bukti bahwa Yesus tidak pernah lagi melihat dosa-dosa dari wanita ini, pada hari dimana ia bertobat ia menjadi salah satu dari pemberita InjilNya (Yoh 4:28,29,39). Ia kemudian membawa seluruh desa itu pada Kristus. 4. Wanita yang Mendukung Yesus Catatan yang ada mengenai dukungan finansial yang diberikan pada Yesus, hanya tertulis dalam Injil Lukas. "Dan juga beberapa orang perempuan... melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka" (Luk 8:2,3). Jelas sekali bahwa mereka mempunyai kemampuan mengelola ekonomi untuk mendukung dalam hal keuangan (suatu kemampuan yang sangat ditentang mengenai wanita pada kebudayaan bangsa-bangsa Kafir). Jika tidak, mereka tidak dapat memberikannya pada Yesus. Dalam peradaban Kristen Barat, 80 persen dari dukungan keuangan untuk pekerjaan Tuhan itu, masih datang dari para wanita. Gereja-gereja yang sama di negara-negara Barat yang menolak peran kepemimpinan dan pelayanan wanita, lebih suka memberikan uang mereka untuk mengirim wanita sebagai missionari ke negara-negara lain dan menyuruh mereka berdiam diri di dalam gereja-gereja serta mengajar pandangan-pandangan yang tidak Alkitabiah tentang peranan wanita. 5. Wanita-Wanita Di Dekat Salib "Dan dekat salib Yesus berdiri ibuNya, dan saudara ibuNya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena" (Yoh 19:25). Orang-orang terakhir di dekat salib adalah seorang wanita (Mrk 15:47)
13 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Dimanakah para prianya? 1. Murid-murid melarikan diri. "Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri" (Mat 15:47). 2. Petrus mengikutiNya dari jauh. "Dan Petrus mengikuti Dia dari jauh sampai ke halaman Imam Besar dan setelah itu ia masuk di dalam, duduk diantara pengawal-pengawal, untuk melihat kesudahan perkara itu" (Mat 26:58). 3. Petrus menyangkal Dia. Hal ini mengakibatkan penyangkalan dari Petrus bahwa ia mengenal Yesus (Mat 14:51,52). 4. Markus melarikan diri. Markus (penulis dari Alkitab ini) lari untuk menyelamatkan dirinya, "Ada seorang muda (Markus) yang pada waktu itu hanya mengenakan kain lenan untuk menutupi badannya mengikuti Dia; mereka hendak menangkapnya dan ia melepaskan kain dan lari dengan telanjang" (Mrk14,51,52). Hal-hal tersebut di atas menyebabkan laki-laki menundukkan kepalanya dengan penuh malu karena kepengecutannya. Wanita-wanita pemberani mau mempertaruhkan nyawanya untuk Yesus. Para pria dengan penuh ketakutan lari untuk menyelamatkan diri mereka. 6. Para Wanita Yang Menyiarkan Kebangkitan a. Yang pertama di kuburan. Orang yang pertama di kuburan adalah seorang wanita. (Yoh 20:1). b. Yang pertama menyiarkan. Orang pertama yang menyatakan berita tentang kebangkitan adalah seorang wanita (Mat 28:8). Seorang wanitalah yang pertama kali berkhotbah tentang kebangkitan. Dan ia mengkhotbahkannya pada rasul-rasul itu sendiri. Yesus menyuruhnya untuk melakukan hal itu (Yoh 20:17,19). Hari-hari ini, wanita sering kali dilarang untuk berkhotbah dan mengajar, namun Yesus mengirim seorang wanita dengan perintah, "Pergilah dan katakanlah kepada saudarasaudaraKu (laki-laki), bahwa Aku telah bangkit." Dimanakah para laki-laki pemberani itu pada pagi ketika Yesus bangkit dari kematian?
14 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Seorang wanita ada di sana! Tampaknya para pria sangat berkecil hati setelah penyaliban yang tidak diharapkan itu, dan sesuai dengan Yohanes 21:3, mereka kemudian kembali kepada jala-jala penangkap ikannya; tetapi wanita-wanita pergi kekuburan. Wanita-wanitalah yang berada di kuburan pagi ketika Kristus bangkit dari kematian. Kristus yang bangkit itu tampak dan berbicara pertama kali pada seorang wanita. Karena itu sangatlah janggal apabila wanita-wanita diperintahkan untuk berdiam diri pada saat ini, bahwa mereka tak boleh berkhotbah atau memberitakan Injil. Yesus mengutus seorang wanita untuk memberitakan berita pertama tentang kebangkitanNya. KematianNya dan kebangkitanNya mengangkat wanita itu dari keberadaannya yang terjatuh dan memulihkan dia pada tempat yang benar di dalam kerajaanNya. Dia sekarang bebas untuk berdiri di samping suaminya - sama berharga dalam memberitakan berita Perjanjian Baru dari Kristus pada seluruh isi dunia ini. 4. Kepemimpinan dan Pelayanan Wanita dalam Gerja pada Masa Kini Di dalam Matius 19:3-9 Yesus mengemukakan suatu ukuran bagi hubungan pria dan wanita. Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus mempunyai ukuran yang telah direndahkan oleh Musa dan kemudian oleh interpretasi dan pengajaran Talmud. Yesus menerangkan dengan jelas bahwa semua tradisi itu bukannya untuk meniadakan maksud Allah yang semula terhadap pria dan wanita. Ia datang untuk menetapkan tujuan dan maksud Allah yang mula-mula (yang asli). "Ia berkata kepada mereka, `Musa, sebab kekerasan hatimu telah menderita hingga memperkenankan engkau menceraikan isterimu; tetapi permulaannya bukanlah demikian.'" 1. Wanita Dilarang Untuk Berbicara Ahli teologi tidak menjelaskan atau menekankan fakta bahwa pekerjaan penebusan Kristus adalah untuk memulihkan kehendak Allah yang mula-mula dan untuk mengembalikan wanita pada tempatnya yang semula di samping pria. Karena itu mereka sering kali melarang wanita untuk berbicara di dalam gereja.

15 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Hal itu telah terjadi selama hampir 2000 tahun sejak Yesus meninggikan wanitawanita, namun hari ini tradisi gereja sering kali melarang wanita untuk berkhotbah atau mengajar. Ahli teologi mendukung larangan itu karena dalam peraturan-peraturan dari Rasul Paulus yang diberikannya untuk memecahkan masalah tertentu yang jelek dari orang-orang yang baru bertobat (yang sering kali terjadi dari banyak wanita-wanita yang tak terdidik terpelajar). Paulus hanya bermaksud mengingatkan pada peraturan-peraturan etika dan peradaban. Kebebasan dari wanita untuk berdoa dan bernubuat di dalam kumpulan keagamaan masih begitu baru sehingga sering kali menimbulkan masalah di dalam gereja-gereja di mana orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir berbaur. Tidak mudah bagi orang-orang Yahudi Kristen yang baru untuk menerima kenyataan mengenai persamaan rohani dengan wanita ini. Gagasan bahwa wanita turut mengambil bagian dalam upacara-upacara keagamaan begitu asing bagi mereka dan bagi mereka terasa kurang kudus. Wanita-wanita bahkan tidak diperbolehkan memasuki tempat-tempat penyembahan Bait Suci Yahudi. Orang-orang Yahudi yang sudah bertobat dan menjadi pengikut Kristus masih memegang tradisi yang lama. Orang-orang Yahudi yang beriman masih memegang hukumhukum atau peraturan makan yang terdapat di Perjanjian Lama (baca bagian 500 Tahun Diantara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru). Mereka masih meneruskan kebiasaan sunat, dan bahkan guru-guru Yahudi pergi keluar kepada orang-orang kafir dan memaksa orang-orang kafir itu untuk juga disunat. Juga tentang wanita-wanita yang diperkenankan untuk mengemukakan pendapat di dalam gereja sangat tidak mereka sukai. Tradisi Yahudi melarang wanita untuk berbicara di rumah-rumah ibadah. Walaupun tak ada kekuatan di Alkitab yang menyatakan peraturan semacam itu, namun orang-orang Yahudi tetap masih berpegang teguh pada tradisi keagamaan mereka. 2. Peraturan Duduk Yang Khusus Peraturan duduk mereka di dalam tempat pertemuan juga masih menurut tradisi di Bait Suci Yahudi. Wanita-wanita tetap harus menempati tempat mereka sendiri, karena itu
16 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

wanita-wanita duduk dibatasi pada bagian belakang dari rumah-rumah ibadah, di mana gosip dan percakapan mereka tidak mengganggu ibadah yang kudus itu. Pria, yang telah menjadi alat Allah yang suci, menempati tempat yang utama di mana mereka dapat melakukan penyembahan dan ibadahnya, berdiskusi tentang kejadian-kejadian yang baru terjadi, tentang urusan-urusan dagang mereka, tentang masalah dan pelaksanaan tugas upacara-upacara mereka. (Gereja-gereja di beberapa negara, salah satu contohnya ialah Mesir, masih menempatkan wanita-wanitanya secara terpisah). Selama masih berhubungan dengan wanita, pada zaman Rasul Paulus, wanita hanya dianggap sebagai alat dari manusia saja; biasanya tidak terpelajar, tidak bermoral dan juga tidak canggih. Di dalam revolusi Kristen yang baru, pria-pria Yahudi yang bertobat tidak begitu mengakui fakta bahwa wanita dapat diselamatkan. Tetapi berdasarkan prasangka mereka tentang wanita-wanita yang dianggap rendah itu, merupakan keangkuhan mental untuk melarang wanita masuk ke dalam tempat yang suci itu, apalagi membiarkan "mahluk-mahluk yang rendah" itu untuk berbicara dan mengajar. Perasaan lebih atau superior dari pria tidak mau mengakui ketidak adilan perlakuan terhadap wanita ini. Kebebasan wanita yang baru ditemukan di dalam Kristus ada konflik langsung terhadap system Yahudi yang lama, dan akibatnya adalah batasan yang jelas antara pria dan wanita Kristen pada zaman itu. 3. Perlunya ada Peraturan dan Wibawa Untuk membuat situasi yang lebih buruk lagi, karena biasanya wanita-wanita tidak terdidik, tidak terpelajar dan mereka cenderung memamerkan kebebasannya seperti seseorang yang dulu hidup tertekan dan tiba-tiba saja diemansipasi. Mereka selalu ditempatkan di pelataran wanita. Sekarang mereka dapat memasuki bagian dalam dari bangunan dan mereka dapat mendengarkan dan melihat segala sesuatu. Bagi para wanita hal ini adalah sesuatu yang baru dan membakar jiwa mereka. Beberapa wanita jadi banyak bicara; yang lainnya menjadi kasar; ada yang menjadi cerewet;
17 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

ada lagi yang tidak puas; selalu ingin tahu dan mengurusi urusan orang lain. Sungguhsungguh suatu dimensi yang baru. Tetapi kehadiran mereka dan keikutsertaan mereka berbicara dalam perkumpulan itu telah membuat para pria Yahudi sampai pada batas kesabaran mereka adalah mengenai kebebasan baru yang memperbolehkan wanita-wanita untuk memasuki perkumpulan ibadah ini. Apalagi para wanita itu ikut mendengarkan diskusi di gereja, beberapa tidak tahan dan akan berteriak pada suami-suami mereka, minta penjelasan; atau seseorang mungkin langsung menentang suatu pokok bahasan, atau ikut berbicara dalam diskusi tersebut, atau mengajukan pertanyaan, dan kadang-kadang bahkan memberikan nubuatan, atau suatu interpretasi - dan biasanya mereka melakukannya dengan cara yang tidak teratur (tertib), berteriak-teriak memanggil dari tempat duduk wanita dengan ramai sehingga didengar oleh para pria yang lainnya. Ingatlah, bahwa kegoncangan ini adalah ekspresi dari emansipasi wanita yang pertama di dunia. Mereka belum dilatih atau dimuridkan dalam peran baru yang penuh kebebasan di dalam Kristus. Untuk duduk dibagian dalam gereja, mendengar dan melihat segala sesuatu untuk pertama kalinya adalah suatu pengalaman yang mengejutkan mereka. Mereka belum belajar untuk menahan diri sendiri, maka biasanya mereka langsung saja mengeluarkan pikiran dan perasaan mereka. Paulus mencoba untuk membuat beberapa peraturan dan wibawa dalam kebebasan Kristen yang baru ini. Rasanya tidak baik untuk melihat seorang wanita memamerkan kebebasannya dan berteriak dari "tempat duduk wanita" di bagian belakang itu. Dan ini merupakan sikap yang tidak baik untuk menyatakan pertanyaan, atau menunjukkan kebebasan mereka dengan memberikan nubuatan-nubuatan atau bantahan-bantahan mengenai pengajaran yang didapatnya. Sungguh diluar kebiasaan bagi wanita untuk mengajarkan gagasan-gagasan kepada pria dan kini mereka merasa telah mendapat kesempatan untuk melakukannya. Dengan anak-anak yang menangis dan wanita-wanita yang berteriak-teriak untuk menarik perhatian laki-laki itu, merupakan gambaran yang sangat memalukan bagi orangorang Yahudi yang baru saja bertobat. Paulus tahu bahwa sesuatu harus dilakukan. Wanita telah salah menggunakan kebebasan baru mereka, dan mereka harus belajar untuk memakai peran emansipasi itu dengan benar dalam Kristus.

18 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Situasi semacam inilah yang dimaksudkan Rasul Paulus ketika ia memberikan peraturan mengenai sikap wanita di dalam perkumpulan jemaat. Tidak cocok dan tidak baik bagi wanita yang begitu bersemangat namun tidak terlatih untuk berdiri dan mengganggu jalannya suatu perkumpulan, beberapa dari mereka begitu meledak-ledak langsung memberikan tanggapannya, berbantah dengan laki-laki di muka umum, mempengaruhi pendapat umum dengan mengajarkan pandangan-pandangannya. 5. Hakikat Wanita secara Alkitabiah Secara Alkitabiah, wanita diciptakan untuk menjadi pendamping bagi pria. Sifat dan karakterisitik wanita yang berbeda dengan pria dalam beberapa hal, tetapi dengan derajat yang sama. Penciptaan wanita tertulis pada Kejadian 2:18-24, di mana wanita pertama (Hawa) diciptakan untuk menjadi pendamping Adam. Wanita tersebut diciptakan dari tulang rusuk Adam. Sesungguhnya penciptaan dari tulang rusuk itu menggambarkan peran wanita dalam memberi kelembutan (lokasi tulang rusuk yang di dekat hati) dan kesetaraan derajat (bukan tengkorak atau tulang kaki). Peran wanita pun juga tergambarkan dalam Alkitab, di mana wanita sebagai penolong yang sepadan atau dapat dikatakan sebagai pendamping bagi pria yang berperan sebagai head of the family dalam sebuah rumah tangga. Hal itu termaktub dalam Efesus 5:33, yang berbunyi : Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku : kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya. Di sini pendamping maupun pemimpin sepadan, yang berbeda hanyalah perannya. Peran wanita secara fisik juga terlihat bahwa wanita yang bertugas sebagai penerima dan penjaga benih. Dalam Alkitab, Kejadian 2:18-23 menceritakan bahwa pria dan wanita diciptakan dalam perbedaan fisik untuk saling melengkapi demi terciptanya regenerasi atas kelangsungan hidup manusia. 6. Hakikat Iman Kristen yang Universal Walaupun iman secara umum di lihat sebagai agama, karena keterkaitannya dengan hubungan antara manusia dengan Sang Mutlak yang di sebut Allah, gagasan tersebut tidak banyak membantu kita untuk menemukan karakter unik dari iman Haruskah kita menyebutnya sebagai sebuah spiritualitas? Ya, dalam arti bahwa iman menawarkan jalan yang dapat dihidupi dan dilalui secara pribadi untuk merasuk ke dalam makna kehidupan
19 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

semakin mendalam. Bagaimanapun juga, jalan ini tidak kemudian membuat seseorang tertutup; jalan ini tidak di bangun dari hal-hal yang dapat kita ambil atau tinggalkan begitu saja sesuai dengan keinginan kita. Jalan ini adalah sebuah peziarahan mengikuti jejak-jejak Kristus dan di jalan yang sama, peziarahan ini mengajak para peziarah untuk membangun hubungan dengan mereka yang berjalan bersama-sama dengan mereka. Lantas, apakah dapat kita katakan bahwa iman Kristen adalah kehidupan dalam kebersamaan? Pemaknaan ini memberi banyak keuntungan karena senada dengan kehidupan umat kristiani mula-mula seperti yang di gambarkan dalam Perjanjian Baru. Namun kita masih harus dengan cepat menambahkan bahwa kehidupan yang saling berbagi ini lebih dari hanya sekedar kemampuan manusia untuk berinteraksi satu sama lain; kehidupan ini berakar di dalam Allah. Kehidupan ini merupakan keikutsertaan umat dalam Kehidupan ilahiah, Kehidupan yang adalah Kasih dan Kehidupan bagi sesama. Kehidupan bersama ini pada dasarnya terbuka dan universal; kehidupan ini memancar keluar untuk mencakup setiap pribadi umat manusia. Dengan demikian batasan-batasan komunitas Kristiani tidak mutlak ditetapkan sekali untuk selama-lamanya; mereka pada akhirnya tidak dapat dibedakan dari keluarga umat manusia secara keseluruhan atau bahkan dari keseluruhan ciptaan. Pada intinya, iman kepada Yesus Kristus dapat ditegaskan sebagai tawaran menuju persekutuan universal atau persekutuan di dalam Allah. Pertama-tama, iman Kristen, jauh dari hanya sekedar pekerjaan manusia, pada intinya adalah tawaran atau undangan dari Allah. Hal ini sudah jelas bagi Israel kuno: bangsa ini menemukan identitasnya bukan berdasarkan atas ketentuan-ketentuan geografis atau garis keturunan namun berdasarkan pilihan bebas dari Allah yang misterius dan transenden. Melalui kehadiran Kristus Yesus, kekhasan ini menjadi semakin menonjol. Biarpun sulit untuk dibayangkan namun dalam diri-Nya, Sumber Kehidupan yang sejati hadir untuk menemui kita. Jika iman Kristen adalah sebuah tawaran dari Sang Mutlak maka peran utama manusia adalah untuk menyambut tawaran tersebut dan menanggapinya. Peran mereka bukanlah untuk menentukan garis-garis batasnya. Bila melalui Kristus, Allah memanggil manusia untuk berbagi kehidupan, untuk bersekutu maka undangan ini dialamatkan ke sisi kemanusiaan yang paling pribadi; panggilan ini menggugah kebebasan yang ada dalam diri mereka. Karena alasan-alasan inilah maka tawaran semacam ini sangat bertolak belakang dengan segala bentuk pemaksaan. Segala bentuk pemaksaan kehendak, baik secara terbuka maupun tersembunyi, bukanlah hakikat dari tawaran ini.
20 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Kedua berita sukacita kristiani adalah sebuah tawaran yang hidup, dengan kata lain sebuah undangan yang nyata dan bukan hanya teoritis. Sama seperti Yesus yang telah menyampaikan inti pokok dari pengajaran-Nya melalui korban kehidupan-Nya bagi kita hingga wafat di kayu salib, para murid mengubah kehidupan mereka menjadi pesan yang hidup. Disinilah barangkali keunikan dari kekristenan: bila kita tidak ingin menghilangkan inti pokoknya maka dalam kekristenan tidak ada dikotomi antara ajaran dan penerapannya. Sebaliknya, pengajaran sejalan dengan penerapannya, karena dalam dua hal ini yang terutama adalah persekutuan dengan Allah dan persekutuan dengan sesama manusia. Bila umat kristiani tidak menerapkan kasih kepada sesama dan bila Gereja hidup dalam ketidakacuhan atau persaingan maka pastilah pengajaran mereka tidak ubahnya seperti sebuah surat mati.

2.3. Masalah Bias Gender dalam Gereja


Bias gender dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita temui. Hal ini disebabkan karena banyak orang yang menganggap bahwa perempuan memiliki derajat yang lebih rendah daripada lelaki. Akan tetapi, Tuhan, menciptakan manusia, tak pernah sekalipun melihat perbedaan itu sebagai sesuatu penghambat. Ia menciptakan Hawa, seorang perempuan, untuk menemani Adam. Tugas Hawa bukanlah untuk melayani dan merendahkan diri di hadapan Adam tetapi untuk menemaninya. Selain itu, di Alkitab juga tertulis kalau Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam (Kejadian 2 : 21), bukan dari tulang tengkorak maupun tulang kaki, agar perempuan tak memiliki derajat yang lebih rendah atau lebih tinggi dari seorang lelaki. Sebelum kita melihat lebih lanjut, kita perlu tahu terlebih dahulu pengertian gender. Gender berasal dari kata genus yang berasal dari bahasa Latin yang artinya jenis atau tipe. Lebih lanjutnya, istilah ini digunakan untuk mengemukakan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Meskipun demikian, gender itu sendiri lebih sering dikaitkan ke dalam budaya. Istilah gender lebih banyak menunjuk kepada perbedaan status antara laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat yang dibentuk oleh proses sosial dan budaya yang panjang. Setelah ditelusuri lebih lanjut oleh Wilson dan Lindsey, dapat disimpulkan kalau gender merupakan harapan-harapan budaya terhadap lelaki dan perempuan. Budaya yang biasanya dikaitkan dengan pembahasan gender dan yang mengakibatkan ketidakadilan gender adalah dominasi patriarkhat, yaitu suatu sistem dari praktik-praktik sosial dan politik di mana kaum lelaki menguasai, menindas, dan mengeksploitasi perempuan. Hal inilah yang
21 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

menjadikan orang banyak berkeyakinan kalau laki-laki memiliki status yang lebih tinggi dari perempuan dan membatasi peran perempuan hanya di beberapa area tertentu saja. Jadi, perbedaan antara laki-laki dan perempuan dapat ditinjau dari sudut gender dan dari segi seks (biologis). Dari sudut gender, peran dan tanggung jawab laki-laki serta perempuan belum dikodratkan dari Tuhan, tetapi ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Gender itu sendiri dapat berubah dan bertukar sesuai dengan kondisi budaya dan tempat. Selain itu, setiap kelompok akan memiliki persepsi berbeda mengenai gender. Berbeda dengan gender, seks (biologis) sudah dikodratkan oleh Tuhan, sebagai pencipta kita, sejak kita lahir. Kita tak dapat memilih mau menjadi laki-laki atau perempuan. Hanya Tuhan yang bisa menentukannya dan kita tak bisa mengubah hal tersebut. Sebagai orang Kristen dan orang percaya, Alkitab adalah sumber utama bagi dogma dan etika Kristen. Oleh karena, pemahaman mengenai status dan peranan laki-laki serta perempuan, baik secara fungsional dan struktural, berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Alkitab sangatlah penting bagi orang Kristen. Tetapi, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, kitab suci yang menjadi sumber utama dogma dan etika itu amat diwarnai budaya patriakhat. Dengan demikian, cukup banyak para teolog dan penafsir menganggap ketidakadilan dan diskriminasi terhadap perempuan, yang dipengaruhi oleh refleksi dari budaya tersebut, adalah kodrat atau kehendak Tuhan. Mereka tak membedakan konsep gender yang berubah-ubah dan terbentuk dalam proses sosial budaya yang panjang dari konsep seks yang tetap dalam Alkitab. Tokoh-tokoh seperti Martin Luther dan John Calvin pun menganggap derajat perempuan lebih rendah dari laki-laki. Mereka mengacu pada Alkitab yang menyatakan kalau perempuanlah penyebab manusia jatuh ke dalam dosa. Selain itu, John Calvin juga mengungkapkan, menurut Kejadian 1 : 26-28, hanya lelaki yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah sementara perempuan hanyalah secondary degree dan diposisikan sebagai penolong laki-laki (Kejadian 2 : 18). Alkitab seringkali rancu jika membahas mengenai status perempuan. Di satu pihak, perempuan sering digambarkan berstatus sangat rendah (Ulangan 5 : 21, 29 : 11, Keluaran 20 : 17). Di lain pihak, ia digambarkan bernilai sangat tinggi melebihi nilai permata (Amsal 31 : 10, 3 : 15). Sebagian dari teks Alkitab menggambarkan status dan peran perempuan adalah sebagai istri dan ibu yang fungsinya bermanfaat bagi laki-laki. Ia tak boleh berperan aktif
22 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

dalam masyarakat apalagi mengajar laki-laki (Kejadian 16, 21 : 18-21, 30 : 1-24, Rut 4 : 1-17, Hakim-Hakim 19, 1 Korintus 14 : 34), melayani untuk menyenangkan atau demi kepentingan suami. Di teks Alkitab lainnya, perempuan bisa dianggap sama statusnya dengan laki-laki. Perempuan bisa menjadi mitra kerja, penasihat hikmat istana, nabi bahkan sebagai seorang hakim (2 Samuel 14 : 2-20, 20 : 15-22, Hakim-Hakim 4 : 4-6, 2 Raja-Raja 11 : 1-3, Galatia 3:28). Di sini terlihat sekali kalau peran perempuan tergantung pada zaman kapan kitab itu ditulis. Gambar yang ideal memperlihatkan bahwa perempuan berstatus sederajat dengan lakilaki. Keduanya adalah mitra dalam masyarakat, karena keduanya segambar dengan Allah, sehingga keduanya memiliki kesempatan, kewajiban, kebebadan, dan hak yang sama untuk menyelidiki, mengerti, mengolah, memanfaatkan, dan mendominasi bumi dengan mengembangkan segala jenis ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan lahiriah dan batiniah manusia itu (dengan identitas sebagai pekerja atau pemimpin masyarakat. Kejadian 1 : 26-28). Keduanya sama-sama memiliki kebebasan dan kuasa untuk beridentitas dalam masyarakat sebagai pendeta, walikota, gubernur bahkan presiden. Gambar yang rinci mengenai perempuan dalam masyarakat ada pada Amsal 31 : 10-31 di mana digambarkan perempuan yang bijaksana ini dapat berperan menjadi istri setia dan kepala yang bijaksana bagi anggota masyarakat yang dipimpin olehnya. Selain itu, dapat juga dilihat dari Perjanjian Baru bahwa Tuhan Yesus sangatlah menjunjung tinggi perempuan (Markus 5 : 25-34, 7 : 24-30, 12 : 18-27, 12 : 41-44, Lukas 4 :23-30, 7 : 11-17, 11 : 27-28, 13 : 10-17, 13 : 34, Yohanes 4). Sehingga tak mungkin untuk mendiskriminasi perempuan dan membedakannya dari laki-laki sebagai makhluk yang lebih rendah. Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa masalah bias gender timbul dari masyarakat itu sendiri. Apabila masyarakat tak memandang jenis kelamin sebagai suatu perbedaan yang bisa menimbulkan masalah, maka tak akan ada masalah bias gender yang muncul di situ. Sebaliknya, budaya yang menganggap perempuan tak sekuat laki-laki dan berstatus lebih rendah akan memiliki masalah bias gender yang terlihat. Bias gender tak seharusnya menjadi penghalang bagi seorang perempuan dalam melayani Tuhan di dalam pelayanan baik itu di dalam gereja maupun di luar. Sebagai seorang percaya yang mengakui Yesus sebagai Juruselamat dunia ini, sudah seharusnya kita datang
23 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

dan melayaniNya dalam persekutuan dengan Roh Kudus. Gereja tak sepatutnya melihat perbedaan di dalam orang yang mau datang kepadaNya. Di Alkitab sendiri, sudah banyak contoh pelayan perempuan yang hidup mengabdi kepada Tuhan di dalam persekutuan seperti Debora (Hakim-Hakim 4:4), Hulda (2 Raja-Raja 22:14, 34:22), Ester (Ester 2:17), Febe (Roma 16:1-2), Yunias (Roma 16:7), dan anak- anak Filipus (Kisah Para Rasul 21:9). Meskipun perempuan, mereka tetap diberikan kebebasan untuk melayani Tuhan. Di dalam gereja, masalah bias gender memang tak terlalu mencolok dibandingkan dengan masalah ini di dalam masyarakat konservatif. Hal ini didasari keyakinan kalau hidup melayani Tuhan adalah suatu panggilan dan kewajiban bagi orang percaya tanpa melihat gender, agama, suku, ras, bahasa, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Meskipun begitu, masih ada juga gereja yang menganggap bahwa perempuan tak layak untuk mendapatkan posisi. Hal ini sungguh disayangkan di zaman yang sudah modern ini. Pikiran orang-orang yang berpikiran seperti ini perlu dibuka dan dicerahkan. Selain itu, perlu juga memberikan perempuan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh lakilaki sebagai suatu pembuktian bahwa perempuan juga layak dan bisa melakukannya. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka kehidupan bias gender di dalam gereja bisa dihapuskan. Kehidupan ini akan menjadi suatu cara hidup yang baru dan menilai bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama tanpa membeda-bedakan. Akan tercipta kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan pelayanan serta kontribusi yang adil dari laki-laki dan perempuan ini.

2.4. Konsep Keluarga Kristen


Keluarga kristen adalah keluarga yang menjadikan Yesus sebagai teladan hidup mereka dalam menjalani kehidupan mereka sehari hari, keluarga yang menjalani kehidupan mereka sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus, serta keluarga yang memiliki integritas penuh terhadap Tuhan Yesus. Tugas tugas utama dari sebuah Keluarga Kristen adalah saling tunduk, membangun dalam iman Kristus, mengajar yang lain untuk mengenal Kristus, memelihara kelakuan di rumah tangga. Hal hal yang tidak boleh hilang dari sebuah Keluarga Kristen adalah Kasih, Kesetiaan, dan Harmoni.

24 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Keluarga Kristen mempunyai dua peran besar yaitu peran untuk keluarga itu sendiri dan peran di luar keluarga tersebut. Peran keluarga Kristen dalam keluarga itu sendiri adalah sebagai Gereja Kecil. Tugas tugasnya antara lain : Membangun persekutuan cinta di antara pribadi pribadi dalam keluarga Memberikan pendidikan iman yang baik kepada anak anak. Mempersiapkan, memelihara, dan melindungi beberapa panggilan yang ditumbuhkan oleh Allah. Berperan serta dalam kehidupan dan misi gereja.

Sedangkan peran Keluarga Kristen di luar keluarga itu sendiri antara lain : Di masyarakat, yaitu : Menjadi cermin diri masyarakat yang sehat Merupakan tempat pembibitan kepemimpinan dalam masyarakat

Di gereja, yaitu : Membawa perdamaian ( Ef 2 : 16a ) Menghindari konflik ( Ef 2 : 16b ) Membina persaudaraan ( Ef 2 : 17 )

Dalam KBBI, disebutkan bahwa keluarga adalah Ibu, Bapak dan anak anaknya. Setiap anggota keluarga tersebut mempunyai peran dan kedudukannya masing masing. 1. Suami / Ayah / Bapak Sebagai wakil Allah ( Kol 3 : 18 ; Ef 5 : 23 ) Sebagai kepala ( Ef 5 : 23 ; 1 Kor 11 : 3 )

2. Istri / Ibu Sebagai penolong bagi suami ( Kej 2 : 18 ) Istri yang penolong berarti :
o

Berharga/Bermutu ( Ams 31 : 10 )

o Dapat dipercaya ( Ams 31 : 11a ) berupa kesetiaan, menjaga rahasia, mengatur keuangan, dan mengatur rumah tangga. o Rajin dan kreatif o Penolong yang berhikmat ( Ams 1 : 7 ) o Penolong yang mantap dalam penampilannya ( 1 Pet 3 : 3 )
25 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

o Penolong yang mendoakan suami ( Ams 16 : 3 ) 3. Anak Anak bertugas untuk mengabdi kepada orang tua. Akan tetapi, tugas ini dibagi menjadi 5 aspek, yaitu Harmony, Emphaty, Alliance, Responsibility, dan Trustworthy. Untuk melaksanakan tugas anak tersebut, harus ada kelima aspek ini terlebih dahulu. Sehingga semua saling berkesinambungan dan si anak bisa mengerjakan tugasnya dengan benar. Tunduk dan Menghormati suami ( 1 Pet 3 : 1 2 ) Mengasihi suami Memelihara dan mengasuh anak ( Ams 31 : 15a ) Imam bagi anak anaknya ( Mat 7 : 7 ) Teladan bagi anaknya ( Ams 20 : 15 ) Sebagai guru ( Ams 1 : 8b ) Sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rjumah rohani ( 1 Pet 2 : 5 )

2.5. Memilih Teman Hidup


A. Pergaulan yang baik Manusia merupakan makhluk sosial yang akan selalu membutuhkan orang lain karena manusia tidak bisa hidup sendirian. Jika kita membaca Kejadian 1 : 28 tentang : Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi. Maksud dari perintah itu adalah Tuhan menginginkan manusia itu untuk membentuk pergaulan baik diantara sesama manusia juga terhadap mahluk lain. Untuk itulah sebagai umat Kristen kita perlu mengingat kembali panggilan dan perintah Tuhan untuk dapat bergaul dengan baik dan benar terhadap : alam (mahluk lain), sesama manusia, dan Tuhan. Bagaimanakah cara bergaul umat Kristen itu ? Ada tujuh hal yang bisa memberi pengertian mengenai cara bergaul umat Kristen yaitu: Kasih, Rajin, Iman, Syukur, Taat, Elok, Nyaman. 1. Kasih
26 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Tidak ada ke-Kristenan yang tidak didasari dan dilandaskan dengan kasih. Kasih merupakan satu bukti nyata dari Kekristenan 2. Rajin

Jika kita ingin bergaul baik dengan alam serta isinya, sesama dan kepada Tuhan, kerajinan sangat diperlukan. 3. Iman

Iman yang mendorong kita untuk mengasihi dan rajin, bukan semata karena mengharapkan imbalan atau upah. 4. Syukur

Biasanya orang sulit bergaul disebabkan rasa kekurangan yang dialami, atau merasa dirugikan. Dan memang, walaupun kita sudah bergaul dengan baik, menolong dan membantu, kadang kita tidak menerirna ucapan terima kasih. 5. Taat

Ketaatan adalah satu hal yang sangat sulit sekali. Pengendalian diri, ketidak-sabaran, dan mau yang gampang-gampang saja membuat orang sulit untuk taat. Dan memang pergaulan banyak hancur karena ketidaktaatan, apalagi pergaulan kita dengan Tuhan! Untuk itulah ketaatan merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam pergaulan. 6. Elok

Sudah pasti semua orang suka dengan yang elok! Tapi keelokan itu bukan hanya sementara, keelokan itu bukan hanya bentuk luar saja, tetapi keelokan itu betul-betul terlihat dan tercipta dari dalam. 7. Nyaman

Kalau sudah elok, maka kenyamanan pun akan tercipta. Kenyamanan adalah rasa aman dan damai sejahtera. Itu juga yang harus dilakukan oleh umat Kristen,

27 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

sebagaimana Tuhan berfirman bahwa rancanganNya adalah rancangan damai sejahtera (Yeremia 29:11). B. Pergaulan yang buruk Tuhan menginginkan yang terbaik untuk kita dalam setiap aspek kehidupan. Termasuk diantaranya hubungan kita dengan kekasih/pacar. Kita berkencan untuk mendapatkan kesenangan, persahabatan, pengembangan kepribadian dan memilih kawan, bukan untuk popularitas atau untuk merasa aman. Alkitab memberikan kita beberapa pegangan yang jelas untuk membimbing kita dalam membuat keputusan mengenai soal kencan/pacaran. 1. Jagalah hatimu. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." ( Amsal 4:23 ) 2. Kamu akan menjadi seperti teman-temanmu bergaul. "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." ( 1 Korintus 15:33) 3. Orang Kristen hanya boleh berkencan/berpacaran dengan sesama Kristen."Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orangorang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? " ( 2 Korintus 6:14 ). 4. Apakah itu cinta yang sesungguhnya? 1 Korintus 13:4-7 mendeskripsikan cinta yang sesungguhnya

C. Cinta

Agape Filia Storge Eros

: cinta yang berhubungan dengan Allah :cinta yang berhubungan dengan keluarga : cinta yang berhubungan dengan sahabat :cinta yang berhubungan dengan lawan jenis

Cinta dengan lawan jenis pun dibagi lagi menjadi 2, yaitu: Cinta sejati Cinta asmara :cinta yang berlandaskan agape :cinta yang berlandaskan eros semata
28 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

D. Berpacaran Berpacaran adalah suatu proses di mana seorang laki-laki dan perempuan menjajaki kemungkinan adanya kesepadanan di antara mereka berdua yang dapat dilanjutkan ke dalam perkawinan. Alkitab pun mencatat Yakub (Kej. 29:18) berjuang untuk mendapatkan Rahel, setelah ia bekerja dengan penuh kesungguhan selama tujuh tahun tujuh hari, tetapi ia harus menambah selama tujuh tahun lagi. Jadi pacaran yang benar harus mengacu pada kasih akan Allah. Kepentingan Allah yang harus diutamakan atau diprioritaskan dalam hubungan pacaran itu. Kita harus menunjukkan gaya hidup yang disetujui oleh Allah, bukan berpusat pada diri sendiri Cara berpacaran anak Tuhan harus mengacu kepada ke empat nasihat Firman Tuhan yaitu:

Berdoalah senantiasa, 1Tes 5.17; khususnya pada waktu pacaran. Ucapkanlah syukur senantiasa atas segala sesuatu, Ef 5.20; apakah semua pengalaman

pada waktu berpacaran menimbulkan ucapan syukur?

Lakukanlah segala sesuatu berdasarkan iman, Roma 14.23 setiap langkah dalam

hubungan pacaran mempunyai dimensi ke atas yaitu tanggung jawab kepada Tuhan.

Pandanglah tubuhmu dan tubuhnya adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu.

Kamu bukanlah milik kamu sendiri, kamu sudah dibeli! Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu (1Korintus 6.19-20). E. Definisi seks menurut alkitab Seks merupakan hubungan badan yang dijadikan lambing cinta yang untuh antara suami-istri. Tuhan menciptakan seks sebagai kebutuhan manusia dan menjadi lambang cinta kasih antara suami istri. Pasangan suami istri wajib memenuhi kebutuhan pasangannya karena hubungan seks yang didasari oleh pernikahan Kristen adalah sesuatu yang suci. 1 Korintus 6:18 berkata "Jauhkanlah dirimu dari percabulan! " Kita tidak dapat melakukan ini apabila kita mencobai diri kita sendiri karena kecerobohan kita. F. Masalah seks Seks terjadi karena adanya dorongan biologis yang didasasri oleh cinto erotis (eros). Seharusnya hubungan seks silakukan oleh pasangan yang sudah menikah, namun banyak pula pasangan yang sebelum menikah tetapi telah melakukan hubungan seksual (seks pra-nikah).
29 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Selain hubungan seks pra-nikah, banyak juga penyimpangan seksual yang terjadi. Mulai dari hungan seks sesama jenis (lesbian/homoseksual), biseks, sampai ke Penyakit Menular Seksual (PMS). Tuhan melarang adanya penyimpangan-penyimpangan seksual ini. Bukti jelas terdapat pada hokum taurat ke 7 yang berbunyi Jangan Berzinah.

2.6. Pernikahan
1. Tuhan sebagai Inspirator Pernikahan Pernikahan adalah hubungan yang terdekat dan terdalam dari segala hubungan yang dijalin antara sesama manusia. Allah menghendaki adanya pernikahan sebagai sarana kasih sayang antar manusia laki-laki dan perempuan sehingga mereka dapat menjadi satu daging (Kejadian 2:24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging). Oleh karena itu Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan agar dapat tercipta suatu kehidupan pernikahan. Tuhan sebagai Inspirator Pernikahan memiliki arti bahwa Tuhan yang menghendaki suatu pernikahan terjadi. Dalam pandangan Alkitab, pernikahan adalah suatu rancangan atau gagasan Allah. Tuhan Allah menganggap bahwa kehidupan pernikahan adalah sesuatu yang baik bagi manusia sebagai salah satu ciptaannya. Peranan Allah sebagai Inspirator Pernikahan tampak jelas sebagaimana ada tertulis dalam Kejadian 2:18, TUHAN Allah berfirman: Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia. Pernikahan yang diinspirasikan oleh Allah tidak memiliki arti bahwa setelah menikah seseorang akan meninggalkan keluarganya yang lama sama sekali demi membina keluarga yang baru (Kejadian 2:24). Menjadi satu daging pada dasarnya adalah menjalani kehidupan bersama-sama dalam lingkungan yang tidak terisolasi dan merupakan bagian dari masyarakat. Tuhan sebagai Inspirator Pernikahan juga tidak memperbolehkan adanya poligami dan homoseksualitas. Yesus menegaskan bahwa Allah hanya merancang perkawinan monogami sebab hanya dalam perkawinan monogami-lah kasih agape, kasih yang melayani, dapat
30 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

dibuktikan. Untuk homoseksualitas, Alkitab tidak membenarkan sebab melawan kehendak Allah bahwa suami dan isteri akan menjadi satu daging. 2. Pasangan yang sepadan dalam Kristen Dalam kehidupan pernikahan Kristen, keberadaan pasangan yang seimbang dan sepadan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kehidupan pernikahan yang sesuai dengan kehendak Allah. Alkitab menyebutkan dalam 2Korintus 6:14 Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Memang bukan tidak mungkin seseorang dapat mencapai kehidupan pernikahan yang bahagia dengan pasangan yang tidak seiman, namun akan lebih mudah menjalin kehidupan rumah tangga dengan orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam hidup mengingat perbedaan pandangan sedikit saja dapat membawa pertengkaran. Selain pasangan yang seimbang, diharapkan juga pasangan yang sepadan dalam pernikahan. Bila seimbang memiliki arti seiman, sepadan memiliki arti sederajat dan sesuai. Sebagaimana tertulis dalam Kejadian 2:18, dibutuhkan pasangan yang sepadan dalam rumah tangga Kristen. Kesepadanan tersebut dapat diukur dalam hal kualitas iman, kedewasaan, latar balakang, dan lain-lain. Dapat dikatakan bahwa selain iman, keadaan duniawi seorang calon pasangan juga harus tetap dipertimbangkan untuk memperoleh kehidupan pernikahan yang bahagia di dalam Allah. 3. Pernikahan untuk kemuliaan Tuhan Menikah bukan merupakan sarana untuk memuaskan hawa nafsu, namun memiliki tujuan utama memuliakan Tuhan. Pernikahan adalah suatu sarana di mana manusia dapat berkumpul untuk melayani Tuhan. Melalui pernikahan, seseorang tidak melayani Tuhan hanya sebagai individu saja, namun sekumpulan orang atau satu keluarga. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan pernikahan salah satunya adalah sebagai sarana pelayanan (married as a ministry). Kehidupan pernikahan Kristen menunjukkan kemuliaan Allah dalam setiap aspeknya. Dengan membina hidup rumah tangga, suatu keluarga dapat menyatakan kemuliaan Allah dengan saling bertumbuh dalam iman, saling menopang, memuji Tuhan bersama-sama, dan lain-lain.
31 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

4. Pandangan Kristen terhadap perceraian Perceraian merupakan hal yang sangat bertentangan dengan kehendak Allah. Dalam Matius 19:6 tertulis Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Mengingat terjadinya suatu pernikahan adalah karena kehendak Allah, perceraian seharusnya tidak boleh terjadi. Namun, hal ini tidak berarti bahwa perceraian ditiadakan meski oleh alasan apapun. Alkitab membenarkan perceraian untuk alasan perzinahan. Dalam hal ini, apabila seorang suami atau seorang isteri atau kedua-duanya berzinah, maka pasangannya berhak menuntut perceraian (Matius 19:9 Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah). Kasus kekerasan dalam rumah tangga memicu pertanyaan apakah perceraian kembali mendapat toleransi untuk keadaan demikian. Pandangan Alkitab bahwa perceraian tidak dikehendaki Allah harus dipegang teguh. Betapa pun rumit dan sulitnya perjalanan kehidupan rumah tangga, suami dan isteri harus saling merendahkan diri satu sama lain, berusaha mencari jalan keluar dalam terang firman Allah dan memampukan diri masing-masing untuk mengampuni pasangannya, sehingga dapat mempertahankan kelanggengan dan keharmonisan keluarha. Tuhan sangat membenci perceraian, sebab perceraian tidak mungkin terjadi bila kasih Kristus menjadi pegangan dalam hidup berkeluarga. 5. Keluarga bahagia menurut pandangan Kristen Keluarga Kristen yang menerapkan kasih Allah dalam kehidupan berumah tangga pasti berbahagia. Namun dewasa ini semakin banyak pernikahan yang terjadi oleh karena motivasi yang salah, misalnya dipicu oleh harta, keindahan dan kecantikan jasmani, atau cinta nafsu. Motivasi yang salah dalam memulai pernikahan akan membawa kehancuran bagi rumah tangga tersebut. Keluarga bahagia menurut pandangan Kristen memiliki beberapa persyaratan. Keluarga yang bahagia adalah keluarga di mana pernikahan hanya terjadi sekali seumur hidup bagi diri pasangan suami isteri dalam keluarga tersebut (Kejadian 2:18, Maleakhi 2:16 Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel). Syarat yang kedua, di dalam keluarga yang bahagia, pasangan suami isteri telah menjadi satu secara utuh. Tidak hanya
32 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

menjadi satu daging dalam hubungan seksual namun juga menjadi satu lembaga dalam masyarakat, satu pikiran, dan satu hati. Syarat yang terakhir adalah bahwa setiap anggota keluarga harus bertanggung jawab terhadap anggota keluarga lainnya sesuai dengan perannya 6. Perintah Tuhan kepada masing-masing anggota keluarga Masing-masing anggota keluarga memiliki peran dan tugas masing-masing dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dalam iman Kristen. Apabila salah satu fungsi dari anggota keluarga ada yang tidak terpenuhi, maka mustahil kasih dapat diaplikasikan dengan baik dalam kehidupan keluarga tersebut. Pada akhirnya, kemuliaan Allah yang seharusnya menjadi nyata dalam kehidupan keluarga Kristen menjadi pudar. Bagi anak, Tuhan memerintahkan dalam Hukum Taurat yang ke-5 untuk menghormati orang tua (Keluaran 20:12 Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu). Sedangkan perintah Tuhan kepada orang tua lebih kepada memelihara, melindungi, dan mendidik anak-anak mereka. Perintah-perintah Tuhan kepada masing-masing anggota keluarga secara lengkap juga tertulis dalam surat Paulus kepada Titus pasal 2.

BAB 3 ANALISIS HASIL PENELITIAN

3.1. Kaloborasi Keenam Lingkup


Dari keenam lingkup pembahasan yang terkumpul pada bab dua, penulis akan mengkolaborasikan menjadi satu teori dasar yang akan menjadi rujukan membahas permasalahan yang ada. Masalah yang akan dibahas adalah kekerasan dalam rumah tangga, namun dilihat dari sudut pandang gender, iman Kristen dan keluarga Kristen.

33 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Dari sudut gender, masalah kekerasan dalam rumah tangga lebih dominan terjadi pada wanita. Atas alasan gender wanita yang lebih lemah, lebih lembut, pasif dan penurut sehingga disalah gunakan oleh lelaki yang tak bisa menahan emosinya. Hal ini dipandang salah oleh gereja. Karena dalam gereja alasan wanita sebagai kaum yang lebih lemah, bukan untuk dieksploitasi. Namun justru harus dilindungi dan dijaga kesuciannya. Beberapa firman juga sering disalah artikan oleh beberapa orang yang megira kaum perempuan itu kaum yang disalahkan. Sebagai contoh, Hawa (perempuan pertama) yang jatuh ke dalam dosa dengan mengambil buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Padahal dalam hal ini, laki-laki juga salah karena tidak menjaga istri dan juga ikut memakan buah tersebut. Dari teori yang telah diuraikan di Bab 2, terlihat bahwa pelayanan wanita dalam perjanjian baru sangat besar. Tuhan tidak membeda-bedakan wanita dan pria. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa Tuhan memakai wanita sebagai pengentara berkatnya. Misalnya saja pada saat kisah perjalanan Yesus Kristus. Pada masa penderitaannya Tuhan memakai wanita hingga akhir hidup Yesus. Bahkan orang pertama yang mengetahui kebangkitan Yesus adalah seorang wanita. Alkitab tidak pernah meniadakan perbedaan antara pria dan wanita. Mereka sama dalam beberapa hal, tetapi mereka juga berbeda dalam banyak hal yang lain. Dalam kedaulatan-Nya yang mutlak, Allah telah menetapkan laki-laki di atas wanita dalam hal otoritas, terutama dalam gereja dan rumah tangga. Penetapan otoritas ini tidak berarti penghilangan peranan dan optimalisasi talenta wanita. Allah perlu menetapkan urutan otoritas dalam segala hal, karena kalau tidak ada aturan yang jelas manusia akan memakai patokan lain yang justru lebih mengacaukan tatanan masyarakat. Wanita tetap diberi ruang gerak tertentu dalam gereja. Mereka dipakai Allah untuk bernubuat atau terlibat dalam pekerjaan Tuhan yang lain. Eksistensi beberapa wanita Kristen di Perjanjian Baru menunjukkan keistimewaan peranan mereka dalam pekabaran Injil. Wanita juga ada kemungkinan boleh mengajar, asalkan hal itu tidak didasari pada konsep atau motivasi ingin mendominasi laki-laki. Tentang kepemimpinan wanita dalam gereja, Alkitab tidak memberikan catatan yang eksplisit. Tidak ada ayat yang secara khusus melarang kepemimpinan wanita dalam konteks jabatan gereja, walaupun pembatasan ini disinggung dalam konteks ibadah. Di sisi lain, rujukan tentang kepemimpinan laki-laki dalam gereja justru melimpah. Berdasarkan inferensi dari data Alkitab yang tersedia, Alkiatb tampaknya mendukung kepemimpinan laki-laki dalam gereja.
34 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Dari sudut keluarga Kristen sendiri, eksploitasi perempuan dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah dosa dan tak dapat dibenarkan. Tuhan menciptakan institusi keluarga, dengan maksud memuliakan nama-Nya. Namun, dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, pengeksploitasian perempuan oleh pihak laki-laki dengan melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis, bukanlah hal yang diinginkan oleh Tuhan untuk memuliakan namaNya. Pihak wanita yang menjadi korban karena mereka tidak berhak diperlakukan semena-mena atas dasar gender. Karena itu, sebuah keluarga Kristen yang baik adalah keluarga yang pasangannya seimbang, seiman, dan memuliakan Tuhan lewat kasih sayang antara suami istri, anak dan orang tua.

3.2. Relevansi Pembahasan dengan Kasus


Kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu kasus yang tengah marak terjadi di Indonesia. Hampir tiap hari kita mendengar berita tentang kejadian ini. Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa kekerasan fisik dan psikis. Perempuan dan anak seringkali menjadi sasaran dalam kekerasan dalam rumah tangga ini. Kekerasan dalam rumah tangga dapat dipicu oleh banyak faktor. Diantaranya ada faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, cemburu dan bisa juga disebabkan adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak, yang ikut ambil andil dalam sebuah rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan faktor ekonomi, bisa digambarkan misalnya minimnya penghasilan suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga. Terkadang ada seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik dari kebutuhan sandang pangan maupun kebutuhan pendidikan. Dari situlah timbul pertengkaran antara suami dan istri yang akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak tidak lagi bisa mengontrol emosi masing-masing. Seharusnya seorang istri harus bisa memahami keuangan keluarga. Naik turunnya penghasilan suami sangat mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk keluarga. Disamping pendapatan yang kecil sementara pengeluaran yang besar seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim. Cara itu bisa menghindari pertengkaran dan timbulnya KDRT di dalam sebuah keluarga.

35 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

Dari faktor pendidikan, bisa disebabkan oleh tidak adanya pengetahuan dari kedua belah pihak bagaimana cara mengimbangi dan mengatasi sifat-sifat yang tidak cocok diantara keduanya. Mungkin di dalam sebuah rumah tangga ada suami yang memiliki sifat arogan dan cenderung menang sendiri, karena tidak adanya pengetahuan. Maka sang istri tidak tahu bagaimana cara mengatasi sifat suami yang arogan itu sendiri. Sehingga, sulit untuk menyatukan hal yang berbeda. Akhirnya tentulah kekerasan dalam rumah tangga. Kalau di dalam rumah tangga terjadi KDRT, maka perempuan akan menjadi korban yang utama. Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita tentang bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya masing-masing. Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa disebabkan tidak adanya rasa cinta pada diri seorang suami kepada istrinya, karena mungkin perkawinan mereka terjadi dengan adanya perjodohan diantara mereka tanpa didasari dengan rasa cinta terlebih dahulu. Itu bisa membuat seorang suami menyeleweng dari garis-garis menjadi seorang suami yang baik dan lebih bertanggung-jawab. Suami sering bersikap kasar dan ringan tangan. Untuk menghadapi situasi yang seperti ini, istri butuh kesabaran yang sangat amat besar. Berusaha berbuat semanis mungkin agar suami bisa berubah dan bersikap manis kepada istri. Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.

36 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

BAB 4 PENUTUP

4.1.

Kesimpulan

Kekerasan dalam rumah tangga tak seharusnya terjadi. Dalam pandangan iman Kristen, laki-laki dan perempua memang berbeda. Perempuan juga seringkali ditempatkan sebagai makhluk yang lebih lemah daripada laki-laki. Namun, perbedaan ini tak seharusnya menjadi alasan bagi laki-laki untuk melakukan kekerasan kepada istrinya. Seorang laki-laki, sebagai suami, seharusnya menjaga dan menyayangi istrinya. Perbedaan gender yang menjadi isu juga tak boleh lagi menjadi hal yang terlalu dipikirkan di dalam kehidupan rumah tangga. Memang, perempuan dan laki-laki memiliki kodratnya sendiri. Hal ini disadari betul oleh Alkitab. Akan tetapi, perbedaan ini bukanlah dibuat untuk saling menjatuhkan satu sama lain. Tuhan membuat perbedaan ini untuk membuat perempuan dan laki-laki saling melengkapi satu sama lain. Selain itu, Ia juga tak akan pilih kasih antara laki-laki dan perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga, baik dilihat dari segi Alkitabiah dan dari segi kemanusiaan, tak bisa dibenarkan. Hal ini bukan saja merendahkan derajat perempuan tetapi juga membuat ketidak setaraan gender antara laki-laki dan perempuan menjadi terlihat mencolok. Padahal, laki-laki dan perempuan tak ada yang lebih tinggi karena semuanya sama di mata Tuhan.

4.2.

Saran

Sebaiknya, laki-laki tidak merendahkan perempuan dari laki-laki. Seperti Firman Tuhan yang menyatakan, Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula lakilaki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah. (1 Korintus 11: 12). Dalam keluarga, suami mengasihi istrinya, istri menghormati suaminya, Kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya.(Efesus 5: 33b). mengenai istri yang baik tertuang dalam Amsal 31: 10-31. Untuk negara, Indonesia perlu usaha besar dalam mencoba untuk menanggulangi semakin banyaknya peristiwa kekerasan yang ada di rumah tangga. Undang-undang mengenai
37 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

KDRT juga ada baiknya agar segera disahkan dan pelaku yang melakukannya dapat diberi hukuman yang setimpal. Selain itu, pemerintah juga diharapkan agar dapat mengurus para korban sehingga mereka tak menderita trauma yang berkepanjangan. Untuk gereja, perlu usaha dari gereja agar firman-firman yang dipakai tidak disalah artikan sehingga mengakibatkan sosialisasi nilai-nilai gender yang salah dan kurang tepat. Jadi, gereja sebaiknya menambah jumlah khotbah soal gender sehingga firman-firman yang bias dapat diulas lebih jauh lagi dan jemaat mengerti bahwa laki-laki dan perempuan kedudukannya sama. Selain itu, gereja juga perlu untuk meyakinkan bahwa hak perempuan dan laki-laki dalam pelayanan kepada Tuhan adalah sama dengan tidak lagi melakukan diskriminasi terhadap pelayan perempuan dan memberikan perempuan lebih banyak lagi kesempatan untuk melayaniNya dengan segenap hati dan pikiran.

38 | P a g e

MPKA Kristen Protestan

Manusia Beriman, Bermoral, dan Berbudaya

DAFTAR PUSTAKA http://www.ccde.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=200:pemicukekerasan-dalam-rumah-tangga&catid=6:bidik&Itemid=7 Betakore, Joel, dkk. 2010. Pokok Bahasan II Manusia Beriman, Bermoral dan Berbudaya. Jakarta : Penerbit FKUI Erikson,H. Erik. 2010. Childhood And Socety. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Liemin. Mengenang Kembali Ibu Kartini.

http://liemien.wordpress.com/2010/04/20/mengenang-kembali-raden-ajeng-kartini-pejuangkemajuan-wanita/.( 10 Maret 2011). http://www.telaga.org/audio/peran_wanita_dalam_pelayanan

39 | P a g e

You might also like