You are on page 1of 11

POTRET INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA

05/24/2009 sarmoko Leave a comment Go to comments 1 Votes

Sejarah industri farmasi di Indonesia diawali dengan berdirinya pabrik farmasi pertama yang didirikan di Hindia Timur pada tahun 1817, yaitu NV. Chemicalien Rathkamp & Co dan NV. Pharmaceutische Handel Vereneging J. Van Gorkom & Co. pada tahun 1865. Sedangkan industri farmasi modern pertama kali di Indonesia adalah pabrik kina di Bandung pada tahun 1896. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1957-1959 setelah perang kemerdekaan usai perusahaan-perusahaan farmasi milik Belanda yaitu Bovasta Bandoengsche Kinine Fabriek yang memproduksi pil kina dan Onderneming Jodium yang memproduksi Iodium dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia yang pada perkembangan selanjutnya menjadi PT Kimia Farma (persero). Sementara pabrik pembuatan salep dan kasa, Centrale Burgelijke Ziekeninrichring yang berdiri pada tahun 1918 menjadi perum Indofarma yang saat menjadi PT Indofarma (persero). Namun demikian, perkembangan yang cukup signifikan bagi perkembangan industri farmasi di Indonesia adalah dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) pada tahun 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 1968 yang mendorong perkembangan industri farmasi Indonesia hingga saat ini. Dewasa ini, industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat dengan pasar yang terus berkembang dan merupakan pasar farmasi terbedar di kawasan ASEAN. Dari data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI, 2005), pertumbuhan industri farmasi Indonesia rata-rata mencapai 14,10% per tahun lebih tinggi dari angka pertumbuhan nasional yang hanya mencapai 5-6% per tahun. Total angka penjualan tahun 2004 mencapai lebih kurang Rp 20 triliun (untuk tahun 2005 sebesar Rp 22,8 triliun, dan tahun 2006 sebesar Rp 26 triliun). Namun jika dilihat dari omzet penjualan secra global (all over the world), pasar farmasi Indonesia tidak lebih dari 0,44% dari total pasar farmasi dunia. Demikian pula jika dilihat dari angka konsumsi obat per kapita yang hanya mencapai kurang dari US$ 7,2 per kapita/tahun (IMS, 2004) dan merupakan salah satu angka terendah di kawasan ASEAN (sedikit di atas Vietnam). Konsumsi obat tertinggi adalah Singapura, disusul oleh Thailand, Malaysia, dan Filipina.

Pasar farmasi Indonesia merupakan pasar yang terbesar di ASEAN. Ke depan pasar farmasi Indonesia diprediksikan masih mempunyai pertumbuhan yang cukup tinggi mengingat konsumsi obat per kapita Indonesia paling rendah di antara negara-negara ASEAN. Rendahnya konsumsi obat per kapita Indonesia tidak hanya disebabkan karena rendahnya daya beli tapi juga pola konsumsi obat di Indoneisa berbeda dengan di negara-negara ASEAN lainnya. Di Malaysia misalnya, pola penggunaan obat lebih mengarah pada obat paten. Harga obat paten jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga obat branded generic. Dengan makin membaiknya pendapatan per kapita dan sistem jaminan kesehatan Indonesia di masa mendatang, maka nilai peredaran obat di Indonesia akan besar. Keadaan ini tentu akan mempunyai korelasi postif dengan pertumbuhan industri farmasi Indonesia di masa mendatang. Berdasarakan gambar di atas, total penjualan industri farmasi Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berbeda dengan negara-negara ASEAN lainnya, pangsa pasar industri farmasi domestik Indonesia dibandingkan dengan PMA/MNC (Multi National Company) jauh lebih besar. Pada tahun 2005 diperkirakan pangsa pasar industri domestik sekitar 75% sedangkan MNC sekitar 25%. Di Malaysia dan Filipina market share produk MNC lebih dari 50% atau lebih besar dibandingkan dengan pangsa pasar industri domestiknya. Ekpor obat Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan meskipun nilainya relatif belum besar yaitu sekitar 5% dari total penjualan industri farmasi Indonesia. Dengan diberlakukannya harmonisasi regulasi farmasi ASEAN selambat-lambatnya tahun 2010 maka akan tercipta pasar tunggal ASEAN di bidang farmasi, dalam arti tidak ada lagi hambatan tarif maupun nontarif dalam perdagangan farmasi di region ASEAN. Ini berarti terbuka peluang bagi industri farmasi untuk mengembangkan ekspor di pasar ASEAN, tetapi pada saat yang sama pasar domestik Indonesia akan terancam masuknya produk-produk farmasi ASEAN dengan lebih leluasa di Indonesia. Tabel Data ekspor obat Indonesia 2001-2004 Tahun Nilai Ekspor Jumlah negara Jumlah industri

2001 2002 2003 2004

(US $) 71,64 97,98 98 101,56

59 71 89 62

26 31 29 37

Dari data BPOM RI tahun 2005 menyebutkan bahwa terdapat 205 industri farmasi di Indonesia. Namun demikian yang aktif tinggal 188 industri terdiri dari 4 BUMN, 30 PMA dan 154 industri farmasi swasta nasional. Jika dilihat dari penguasaan pasar, sebesar 54,5% dikuasai oleh 20 industri farmasi dan 70% dikuasai oleh 60 industri farmasi, sedangkan sisanya (118 industri) memperbutkan pasar sebesar 16%. Jika dilihat lebih jauh, ternyata tidak ada satupun industri yang mendominasi pasar. Sanbe Farma yang notabene indutsri ranking pertama hanya menguasai 7,25%, disusul Kalbe menguasai 5,99% pasar, sehingga pasar farmasi Indonesia terpecah-pecah menjadi pasar yang kecil-kecil (terfragmentasi). Hal ini tentu suatu kondisi yang tidak menguntungkan tatkala berhadapan dengan pasar bebas (AFTA/WTO) yang sebentar lagi akan tiba.

Di samping pasar yang terfragmentasi, masalah lain yang dihadapi industri farmasi nasional antara lain: 1. Tidak adanya industri bahan baku. Hal ini mengakibatkan 95% bahan baku masih harus diimpor (harga bahan baku produksi dalam negeri tidak lebih murah ketimbang impor). Ketergantungan impor belum diimbangi dengan upaya pengembangan bahan baku lokal. Selain karena memerlukan biaya investasi yang tingi, daya dukung perlatan juga masih belum memadai. 2. Idle kapasitas produksi industri farmasi nasional mencapai 50% karena belum adanya solusi yang tepat untuk menanggulanginya, termasuk alternatif melalui toll manufacturing maupun konsep production house.

3. Penerapan aturan internasional terhadap standardisasi industri farmasi terutama menyangkut c-GMP, registrasi dan belum adanya koordinasi yang baik antara pemerintah (BPOM) denga industri farmasi. 4. Kondisi industri farmasi nasional yang tidak merata. Di satu sisi terdapat sejumlah kecil industri farmasi yang sudah siap menghadapi pasar bebas, baik dari segi hardware, software maupun brainware (SDM), di sisi lain masih banyak industri yang belum memenuhi tuntutan persyaratan internasional. Dari data pemetaan (mapping) industri farmasi Indonesia yang dilakukan BPOM tahun 20042005 terlihat bahwa tingkat pemenuhan terhadap persyaratan c-GMP masih jauh dari harapan. No Aspek CPOB 1 Sistem manajemen mutu 2 Dokumentasi 3 Validasi 4 HVAC/AHS 5 Water system 6 Sistem penanganan bahan 7 Produk steril 8 Pengemasan dan penandaan 9 Pengawasan mutu 10 Stabilitas Rata-rata Jumlah industri farmasi Total > 0,9 0,7-0,9 0,5-0,7 0,3-0,5 < 0,3 188 47 23 34 32 52 188 58 26 37 68 70 21 77 49 49 49 48 21 21 26 51 15 53 40 19 32 27 15 11 30 26 12 23 28 34 24 25 29 18 17 19 8 22 39 24 23 30 97 101 47 22 2 13 32 62 46 188 188 188 188 188 58 188 188 188

Menghadapi harmonisasi pasar ASEAN pada tahun 2008 mendatang, BPOM selaku regulator industri farmasi nasional telah menerapkan berbagai strategi untuk meningkatkan kemampuan industri farmasi nasional, diantaranya:
1. Penerapan c-GMP untuk peningkatan compliance terhadap persyaratan dan standar

pharma global
2. Mendorong industri farmasi nasional agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan

produksi obat termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling feasible untuk dikembangkan 3. Penerapan CPOB terkini (c-GMP) sesuai standar internasional (batas penerapan Desember 2007). Referensi Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, hal: 30-35 Image source: http://vitw.cms.schunk-group.com/sixcms/media.php/1182/pharma.jpg

Share this:

Facebook Email

PT Indofarma Tbk
PT.Indofarma dimulai pada saat didirikannya yaitu pada tahun 1918, dimulai dari pabrik kecil dengan fasilitas terbatas yang hanya dapat memproduksi beberapa jenis salep dan kasa pembalut, untuk memenuhi kebutuhan Rumah Sakit Pusat Pemerintah Belanda. Seiring dengan bertambahnya fasilitas produksi untuk tablet dan injeksi, pabrik kecil ini mulai dikenal dengan nama Pabrik Obat Manggarai. Selama perang dunia ke-dua, Takeda Jepang memegang kendali manajemen pabrik.
1918

Berdirinya PT. Indofarma (Persero) Tbk dimulai dari sebuah unit produksi kecil dari Rumah Sakit Pusat Pemerintah Belanda yang memproduksi beberapa jenis salep dan kasa pembalut.

1931

Mulai memproduksi obat-obatan berupa tablet dan injeksi dan mulai dikenal sebagai Pabrik Obat Manggarai setelah unit produksi dipindahkan ke Manggarai, Jakarta.

1942

Pemerintah Jepang mengambil alih dan dikelola oleh Takeda, Jepang.

1950

Pemerintah RI mengambil alih kembali dan mulai dikelola oleh Departemen Kesehatan.

1979

Pabrik Obat Manggarai berubah status menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dimana bertugas untuk memproduksi obat untuk pemerintah.

1981

Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia berubah status menjadi Perusahaan Umum Indonesia Farma (disingkat Perum Indofarma), berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 20 tahun 1981.

1988

Mulai pembangunan pabrik di Cibitung, Bekasi Jawa Barat seluas 20 hektar yang berkapasitas besar dengan konsep Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

1991

Aktivitas proses produksi di Jakarta dipindahkan ke pabrik baru, Cibitung, Bekasi Jawa Barat

1993

Fasilitas produksi yang baru untuk produksi steril termasuk sefalosfurin dibangun.

1996

Perusahaan Umum Indonesia Farma berubah status menjadi PT. Indofarma (Persero), berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 34 tahun 1995. Dan pada tahun 1996 tersebut juga mengakuisisi PT. Riasima Abadi Farma, sebuah produsen bahan baku farmasi.

1999

Pembangunan gedung Extraction Plant dan selesai awal tahun 2000.

2000

Pendirian anak perusahaan: PT. Indofarma Global Medika (IGM) yang bergerak di bidang distribusi dan perdagangan, sedangkan PT. Indofarma fokus terhadap manufaktur dan pemasaran. Perusahaan juga mendapatkan Sertifikat ISO-9002 khususnya untuk Unit Produksi Steril.

2001

PT. Indofarma (Persero) berubah status menjadi perusahaan terbuka dengan nama PT. Indofarma (Persero) Tbk, dengan melakukan penawaran saham perdana sebesar 20% kepada masyarakat dan mencatatkan seluruh saham Perseroan di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dengan kode saham INAF.

Visi Menjadi Perusahaan yang berperan secara signifikan pada perbaikan kualitas hidup manusia dengan memberi solusi terhadap masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Misi Menyediakan produk & layanan yang berkualitas dengan harga terjangkau untuk masyarakat. Melakukan penelitian & pengembangan produk yang inovatif dengan prioritas untuk mengobati penyakit dengan tingkat prevalensi tinggi. Mengembangkan kompetensi SDM sehingga memiliki kepedulian, profesionalisme & kewirausahaan yang tinggi.

BUMN

Kimia Farma
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa

PT. Kimia Farma Tbk

Jenis Industri

Publik (IDX: KAEF) farmasi

Didirikan Kantor pusat Tokoh penting Produk Karyawan Situs web

1971 Jakarta, Indonesia M. Syamsul Arifin farmasi 5.758 www.kimiafarma.co.id

PT. Kimia Farma Tbk (IDX: KAEF) merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi farmasi yang bermarkas di Jakarta, Indonesia.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Sejarah 2 Pabrik 3 Distribusi dan Perdagangan 4 Apotek 5 Laboratorium Klinik 6 Klinik 7 Perdagangan Internasional 8 Merger 9 Referensi 10 Pranala luar

[sunting] Sejarah
Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. Cikal bakal perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1917, ketika NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur, didirikan. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya diubah menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli 2001 Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan nama yang identik dengan mutu, hari ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat.

[sunting] Pabrik

Dengan dukungan kuat Riset & Pengembangan, segmen usaha yang dikelola oleh perusahaan induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional, yodium, kina dan produk-produk turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas produksi yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia merupakan tulang punggung dari segmen industri. Plant Jakarta memproduksi sediaan tablet, tablet salut, kapsul, granul, sirop kering, suspensi/sirop, tetes mata, krim, antibiotika dan injeksi. Unit ini merupakan satu-satunya pabrik obat di Indonesia yang mendapat tugas dari pemerintah untuk memproduksi obat golongan narkotika. Industri formulasi ini telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) clan ISO-9001. Plant Bandung memproduksi bahan baku kina dan turunan-turunannya, rifampicin, obat asli Indonesia dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Unit produksi ini telah mendapat USFDA Approval. Selain itu, Plant Bandung juga memproduksi tablet, sirup, serbuk, dan produk kontrasepsi Pil Keluarga Berencana. Unit produksi ini telah menerima sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO-9002. Plant Semarang mengkhususkan diri pada produksi minyak jarak, minyak nabati dan kosmetika (bedak). Untuk menjamin kualitas hasil produksi, unit ini secara konsisten menerapkan sistem manajemen mutu ISO-9001 serta telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan US-FDA Approval. Plant Watudakon di Jawa Timur merupakan satu-satunya pabrik yang mengolah tambang yodium di Indonesia. Unit ini memproduksi yodiurn dan garam-garamnya, bahan baku ferro sulfat sebagai bahan utama pembuatan tablet besi untuk obat tambah darah, dan kapsul lunak "Yodiol" yang merupakan obat pilihan untuk pencegahan gondok. Plant Watudakon juga mempunyai fasilitas produksi formulasi seperti tablet, tablet salut, kapsul lunak, salep, sirop clan cairan obat luar/dalam. Unit ini telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), ISO-9002 clan ISO-14001. Plant Tanjung Morawa di Medan, Sumatera Utara, dikhususkan untuk memasok kebutuhan obat di wilayah Sumatera. Produk yang dihasilkan oleh pabrik yang telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ini meliputi sediaan tablet, krim dan kapsul.

[sunting] Distribusi dan Perdagangan


Unit Distribusi yang direpresentasikan oleh PT. Kimia Farma Trading & Distribution sangat berperan penting dalam upaya peningkatan penjualan produk-produk Kimia Farma.

[sunting] Apotek
PT. Kimia Farma Apotek, adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh Kimia Farma untuk mengelola Apotek-apotek milik perusahaan yang ada, dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk memperbesar penjualan konsolidasi PT. Kimia Farma Tbk.

[sunting] Laboratorium Klinik

Menangkap peluang dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya arti Kesehatan, pembentukan unit usaha baru ini terutama ditujukan untuk memberikan layanan pemeriksaan Laboratorium Klinik dan Pemeriksaan Mikrobiologi Industri. Layanan yang diberikan, yaitu :

Pemeriksaan Atas Permintaan Sendiri (APS) Pemeriksaan Atas Permintaan Dokter(APD) Medical Check Up Pemeriksaan Mikrobiologi Industri Pemeriksaan Rujukan

[sunting] Klinik

Sebagai salah satu upaya mewujudkan visi perusahaan menjadi Healthcare Company, maka Kimia Farma telah merintis infrastruktur bisnisnya memasuki usaha jaringan penyedia layanan kesehatan (klinik kesehatan) yang terpadu dan terintegrasi dengan membangun sistem informasi yang mendukung. Klinik Kesehatan Kimia Farma dengan konsep one stop healthcare services menyediakan layanan klinik dokter yang didukung dengan layanan pemeriksaan kesehatan (laboratorium), layanan farmasi (apotek) dan layanan pendukung lainnya. Jasa layanan kesehatan yang akan diberikan meliputi konsultasi, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, layanan medical check upa dan untuk perorangan dan perusahaan, serta perencanaan administrasi pelayanan kesehatan dan pengelolaan medical record untuk karyawan. Layanan tersebut diatas juga akan diupgrade sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui layanan e-care service.

Klinik Kimia Farma ke depan dihadirkan oleh perusahaan sebagai suatu solusi total kesehatan.

[sunting] Perdagangan Internasional


PT. Kimia Farma juga telah melakukan ekspansi bisnisnya tidak hanya di tingkat nasional tapi juga mulai memasuki tingkat perdagangan internasional. Produk-produk Kimia Farma yang mencakup produk obat jadi dan sediaan farmasi serta bahan baku obat seperti Iodine dan Quinine telah memasuki pasar dinegara : Erope, India, Jepang, Taiwan and New Zealand. Produk Jadi dan Kosmetik telah dipasarkan ke Yemen, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Vietnam, Sudan, and Papua New Guinea. Demikian juga untuk produk-produk herbal yang berasal dari bahan alami juga telah dipersiapkan proses registrasinya untuk memasuki pasar baru seperti : Filipina, Myanmar, Pakistan, Uni Emirat Arab, Oman, Bahrain and Bangladesh. Produk Herbal merupakan target utama korporasi untuk periode mendatang mengingat banyaknya peminat dan pembeli potensial yang telah menunjukkan minat untuk melakukan hubungan bisnis dengan perusahaan.

[sunting] Merger

Isu tentang akan mergernya Kimia Farma dengan BUMN Farmasi lainnya sudah dimulai dari tahun 2001. Namun sampai saat ini merger tersebut belum terealisasi. Saat ini sedang dirancang merger antara Kimia Farma dan Indofarma yang diharapkan selesai paling lambat Quarter I tahun 2010.MUNGKIN TAPI NYA,
[1]

[sunting] Referensi
1. ^ http://bisnis.vivanews.com/news/read/41377target_merger_kimia_farma_indofarma_2010

[sunting] Pranala luar


Sekilas tentang Kalbe PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) adalah salah satu perusahaan farmasi terbuka terbesar di Asia Tenggara. Kalbe telah menangani portofolio merek yang handal dan beragam untuk produk obat resep (Cefspan, Brainact, Broadced, dll), obat bebas (Woods, Promag, Mixagrip, Komix, Fatigon, dll), minuman energi (Extra Joss) dan nutrisi (Chil Kid, Prenagen, Diabetasol, dll), yang dilengkapi dengan kekuatan bisnis usaha kemasan dan distribusi yang menjangkau luas di Indonesia. Sejak tahun 1991, saham Kalbe tercatat di Bursa Efek Indonesia (IDX:KLBF). Untuk keterangan lebih lanjut: PT Kalbe Farrma Tbk, Erik Tapan dr, Sr Corporate Communication Manager Phone: +62 21 4287 3888 Email: erik.tapan@kalbe.co.id

You might also like