You are on page 1of 10

1 ANALISI KEBIJAKAN PENATAAN KELEMBAGAAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

A. Pendahuluan Ada pendapat yang mengatakan bahwa analisis kebijakan tidak pernah akan menjadi teori, alas an utama, karena analisis kebijakan lebih banyak pada ranah praktik dari pada ranah teori. Seperti halnya manajemen, yang hanya pemahaman-pemahaman yang diterima secara amat luas, mendunia dan mengakar dari generasi kegenerasi selanjutnya. Akan diajarkan oleh akademisi yang menyandang gelar-gelar akademik tertinggi. Para manajer, bagaimanapun juga, lebih cerdas, lebih tahu dan lebih maju dari pada doctor dan profesor manajemen meskipun dengan kerendahan hati kaum praktisi yang tidak pernah berani atau berusaha berdiri diatas kepala akademisi. Analisis kebijakan adalah sebuah fakta yang muncul karena seperti yang dikatakan oleh Quade merumuskan kebijakan yang ada tidak memuaskan, jika memprosesnya sudah tidak memuaskan, dalam paradikma kaum biantologis yang menilai proses lebih penting daripada hasil-hasinya kemungkinan besar tidak berhasil. Teori analisis kebijakan adalah lay theory seperti yang dikatakan Sehermerhom dalam Riant Nugroho mengatakan bahwa teori berbagai atas dua pemahaman yaitu lay theory dan Scientific theory. lay theory adalah teori yang dikembangkan dari pengalaman seseorang, sedangkan Scientific theory adalah teori yang dikembangkan melalui metode-metode ilmiyah atau that are developed trough Scientific method. Teori analisis kebijakan, seperti sebagian besar teori-teori manajemen, baik dari sector public maupun sector bisnis, dikembangkan dari best practices yang kemudian diverifikasi, divalidasi dan kemudian dikodifikasikan. Berbeda dengan teori-teori dalam ilmu alam atau non social yang dikembangkan menjadi praktik pemahaman lay theory ini banyak diperdebadkan, apakah layak disebut teori. Para penentangnya biasanya berlatar belakang positivis yang sangat dipengaruhi oleh pendekatan pembenaran ilmiyah ilmu-ilmu alam atau ilmu non social. Dalam pemerintahan Indonesia paka reformasi, tidak mengalami perubahan sebagaimana yang digambarkan banyak kalangan selama ini, semua berujung pada situasi yang stagnan malah kian bertambah pelik. Kemiskinan, pengangguran, kriminalisas dan varian masalah public lainnya tidak mengalami pembenahan yang signifikan bahwa bertambah runyem dan kompleks. Alhasil semua membawa public di Indonesia kedalam ruangan vacuum ambiguitas. Ibarat menaiki sebuah kapal laut yang sudah hampir karam lalu memaksa penumpanganya untuk mengikuti ketidak jelasan ombak yang mengombang ambing.

2 Ilustrasi tersebut secara makro terkesan mengejek gerakan revormasi tetapi demikianlah realitas yang dihadipi ratusan juta penduduk yang hidup di Indonesia. Reformasi telah gagal dalam konstilasi kehidupan bangsa Indonesia. Demokrasi liberal yang diperagakan selama ini hanya menghasilkan elitism yang berkembang melenceng dari public choice tampa diiringi fundamen ekonomi yang menopang kehidupan masyarakat secara nyata. Perubahan yang dijanjikan hanya sebatas komoditi marketing partai politik atau calon kepala pemerintahan yang berkompotisi menduduki lembaga legislative, eksekutif baik pada tingkat local maupun nasional. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam amandemen UUD 1945, revormasi birokrasi dimana sebagai penataan ulang terhadap system penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan operator pemerintah baik pada level pemerintahan local maupun nasional. Pendekatan reformasi birokrasi berdasarkan amandemen UUD 1945 merupakan pendekatan sistematik yang secara konseptual lebih mengutamakan komprhensif dibandingkan estensi. Kementrian pendayagunaan aparatur Negara RI. Kemudian menginterprestasikankanya kedalam empat demensi aspek yang perlu untuk ditata ulang melalui rekomendasi kebijakan sebagai berikut : 1. Kebijakan restrukturisasi untuk membenahi permasalahan kelembagaan / organisasi. 2. Kebijakan rasionalisasi dan relokasi, (TTK-PHK-PNS) untuk mengatsi permasalahan SDM aparatur. 3. Kebijakan siplifikasi dan otamatisasi untuk mengasi permaslahan ketata laksanaan / system prosedur, 4. Kebijakan dekulturasi budaya lama dengan menginkulturasi budaya baru untuk permasalahan budaya birokrasi secara sistematik, keempat dimensi aspek tersebut menyentuh seluruh elmen dalam system birokrasi melalui rekomendasi kebijakan pembenahan B. Analisis Kebijakan Analisis kebijakan adalah teori yang berasal dari pengalaman terbaik, bukan di awali dari temuan-temuan ilmiyah, kajian akademik, atau penelitian ilmiah. Artinya teori tentang analisis kebijakan adalah lay theory, bukan akademical theory. Dengan demikian pengembangan teori analisis kebijakan dimasa mendatang akan semakin ditentukan oleh keberhasilan dan kegagalankegagalan yang terjadi di lingkungan administrasi public dalam mewujudkan good governace. Ranah keberhasilan dan kegagalan analisisi kebijakan berkenan dengan produk finalnya, yaitu kebijakan public. Disini kita perlu memahami ruang lingkup bagi kebijakan public itu sendiri. Kepentingan individu, kelompok, dan aliran membuat

3 kebijakan public lebih banyak memperjuangkan public yang terbatas, yang bertentangan dengan kepentingan public. Pada tingkat tertentu, kelompok kebijakan yang bekerja di lingkungan penguasa politik tidak hanya bekerja denuam pendekatan teknokrasi, tetapi juga pendekatan politis karena memasuki rana politik. Sebagaimana diketahui, teknokrasi menjadikan proses politik berkembang menjadi lebih metodologis canggi dan akhrinya menjadi elitis. Hanya mereka dengan kemampuan luar biasa yang bisa bermain pada hal, politik adalah, permainan popularisme, pemain-pemain politik dilapangan, khususnya di negara berkembang, tempat politik berproses dengan luas dan kasar para cerdik pandai ( atau yang mempunyai modal intelektual) cenderung keluar dari politik adalah mereka yang berintelektual terbatas. Ada yang cerdas, tetapi bukan mayoritas. Akibatnya, elit politik yang terlau menggantungkan diri pada analisis kebijakan dalam membuat kebijakan menghadapi dilema dan semakin jauh dari konstituennya. Terutama yang menghendaki agar kebijakan publik yang dibuat adalah kebijakan yang pro mereka. Fakta ini sebut ahli kebijakan sabutier sebagai kebijakan model mandat atau ideologi. Adapun langkah-langkah pokok dalam melakukan analisis kebijakan dapat disederhanakan sebagai berikut 1. Pengkajian persoalan Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan dan memahami hakikat persoalan dari suatu permasalahan, yang kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab akibat. 2. Penentuan Tujuan Akibat yang secara sadar ingin dicapai secara umum adalah suatu kebijaksanaan selalu bertujuan untuk mencapai kebaikan-kebaikan yang lebih banyak dan lebih balk, atau mencegah terjadinya keburukan-keburukan maupun kerugian-kerugian semaksimal niiingkin. 3. Perumusan Altematif Altematif adalah alai auatu cara-cara yang dapat digunakan unfuk mencapai langsung ataupun tidak langsung tujuan-tujuan yang telah ditentukan di luar. uj 4. Penyusunan Model Model adalah penyederhanaan darikenyataan persoalan yang dihadapi, yang diwujudkan dalam hubungan kausal atau fungsional. Model dapat dituangkan dalam berbagai bentuk yang dapat digolongkan sebagai berikut : 1) model skematik, 2) model fisik, 3) model permainan, 4) model simbolik seperti

4 matematika, bahasa komputer dsb. 5. Penentuan Kriteria Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsistem untuk menilai berbagai altematif. C. Membangun Kemandirian Indonesia Membangun kemandirian Indonesia untuk menuju penataan lembaga sangat penting, karena jika Indonesia tergantung teterus menerus kepada Negara-negara padat karya, maka lembaga-lembaga yang ada di Indonesia akan terkebelakang. Aura yang paling asasi dari perjuangan kemerdekaan manusia membangun bangsa-bangsa (nations), negara-negara (states) dan berbagai pemerintahan (govermenttalsystem) dari belenggu kolonialisme dan perbudakan di dalam berbagai kurun waktu adalah semangat pembebasan dan penyelamatan. Semangat ini merupakan basis terpenting ke arah kemandirian suatu bangsa, yaitu bangsa yang otonom serta memiliki idependensi dalam berinteraksi dan bertransaksi di segala bentuk pergaulannya, dengan tidakhendak meningkatkan diri dalam situasi yang memenjarakan atau menurunkan martabatnya. Oleh sebab itu menggagas sebuah bangsa Indonesia yang mandin dan bermartabat, selain dilandasi oleh kesepakatan ideologi pancasila (sebagai pilihan nilai), juga harus dibangun berdasarkan asumsi-asumsi yang berkembang secara global yang mendukung hipotesis-hipotests konstruksi Indonesia masa depan. Yaitu a. Pemetaan Kecenderungan Dewasa ini negara, pemerintah. dunia usaha komersial, dan masyarakat pada umumnya dihadapkan pada keharusan menerima berbagai situasi yang tidak dapat diduga yang penuh ketidak-pastian dari dinamika ide-ide yang ruang, jaringan, aktor, pilihan nilai dan orientasi, akumulasi massa pendukungnya, serta institusiinstitusi penyangga yang dibangun dan dikembangkannya. b. Mengembangkan Potensi menjadi Kekuatan Nyata Hal yang wajib disyukuri dari sebuah Indonesia rays yang besar dan luas ini adalah keragaman potensinya. Beberapa hal yang nyatanyata ada, adalah sumber daya alam, jumlah penduduk yang besar, dan keragaman budaya yang variatif jumlah, penduduk dan keragaman budaya, memiliki potensi yang dapat menimbulkan beban dan disintegrasi

5 bangsa. Olen karena itu manusia yang menjadi sumbernya yang harus tumbuh dalam masyarakat Indonesia masa datang adalah manusia pembangun gagasangagasan inovatif, maju dan kreatif dalam tatanan membangun social order untuk memperkuat dan memajukan negara. c. Memilih Nilai dan Mengembangkannya Kalau titik berangkatnya memilih nilai, pertanyaan selanjutnya adalah dari mana memulai pilihan tersebut ? dan rumah. Ini bukan tanpa alasan. Sudan lama berlangsung bangsa Indonesia membangun nilainilainya sendiri disamping melakukan transaksi dengan kebudayaan luar yang terjalin melalui interaksi secara sen g aja maupun ilmiah. Secara mikro, pembangunan nilai-nilai luhur bangsa itu terjadi dalam keluarga, seperti sopan santun dan budi pekerti, dan masyarakat kita, karenanya pula layak menjadi salah sate pilihan dasar. d. Mengembangkan Nilai Universal Secara Nyata Berkecimpung dalam nilai-nilai yang universal, hal pertama yang mesti dilakukan adalah memilih demokrasi. Mengapa demikian ? Reinhold Niebuhr mengatakan bahwa kemampuan manusia untuk berbuat adil membuat demokrasi mungkin. tetapi kecenderungan manusia untuk berbuat tidak adil, membuat demokrasi perlu. Meskipun begitu bukan Demokrasi mau tidak mau harus menjadi pilihan e. Memenangkan Masa Depan, dari Kompetisi ke Supertisi Masa depan yang kompetitif adalah suatu aksioma. Sulit memenangkan m a s a d e p a n h a n y a d e n g a n b e r a s u m s i p a d a k o m p e t i s i , d e n g a n memenangkan pertarungan dalam lintasan (racing) yang sama. Harus ada inovasi besar-besaran dan proaktif agar sebuah pertarungan dimenangkan dengan mencanangkan tujuan seraya merancang jalan dengan melampaui jalur-jalur yang sudah ada. D. Good Governance Argumen pelaksanaan reforniasi birokrasi salah satunya adalah untuk mewujudkan Good Governance. Good Governance dapat ditinjau sebagai bentuk pergeseran paradigma konsep goverment (pemerintah) menjadi governance (kepemerintahan). Secara ontologis perubahan paradigma hanya alasan etis.

6 goverment rnenuju governance berwujud pada pergeseran windset dan orientasi birokrasi yang semula melayani kepentingan kekuasaan menjadi peningkatan kualitas pelayanan publik. Sebuah teorema dalam good governance memperlihatkan bahwa variabel eksistensi pemerintahan dependen terhadap variabel eksistensi masyarakat. Artinya pemerintah ada karena ada masyarakat. Oleh karenanya, revisi kerangka pikir birokrat yang selama ini cenderung feodal adalah dengan membangkitkan kesadaran para birokrat bahwa masyarakat adalah taxpayer (pembayar pajak) yang menjadi sumber pendapatan negara birokrat untuk di menggaji mereka. Sebagai konsekkuensinya seharusnya melanggengkan lingkungan pelayanan pemerintahan publik bukan

memprioritaskan

kepentingan kekuasaan suatu rezim atau memelihara budaya patronklien dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karenanya, di mass mendw.?ng peran birokrasi perlu direvisi kembali. David Osborne & Ted Gaebier dalam bukunya Meivirausahakan Birokrasi: Mentransformasi Setnangat Wirausaha ke dalaw sektor Publik (1996) atau George Federickson dalam bAunva The Spirit OfAdmin istra lion (1997) dalam Kristian Widya Wicaksono (2006) : menyatakan bahwa dalam masyarakat yang berubah (changing society), aparatur negara harus merubah pe ri l a kunya pe r kem ba nga institusional bera daptasi ke arah yang le b li t Artinya, k o n d u s if s ei ri n g baik dengan secara masyarakat. maupun melal ui pemerintah pers on al str ukt ur,

aparatur

sec ara

di har ap ka n fleksibilitas,

p eram pin ga n

ketanggapan serta kemampuan untuk bekerjasama dengan semua pihak. Lebih lanjut dalam kedua buku tersebut, diuraikan bahwa terdapat sepuluh hal yang perlu direvisi pada pemerintahan di masa mendatang, diantaranya sebagai berikut: 1) Steering rather than rowing (mengarahkan dibandingkan melayani). Hal ini berkaitan dengan cara kerja pemerintah yang terlalu mendominasi penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karenanya, dominasi tersebut perlu direduksi secara gradual untuk selanjutnya diserahkan pada civil society.

7 2) Empowering rather than serving (memberdayakan daripada pemerintah dituntut untak melakukan

melayani). Artinya,

pemberdayaan atau penguatan agar potensi masyarakat dapat tumbuh dan berkernbang bukan hanya dilayani terus atau di(cekok)i. 3) nuansa pada Injecting competition into service delivery (menginfiltrasikan kompetisi kualitas dalam penyediaan layanan layanan). Hal ini

dimaksudkan agar institusi pemerintah lebih memperhatikan penyediaan yang disediakan bukan sekedar kuantitasnya saja. Sehingga tercipta suasana yang kondusif dan terlepas dart warria korups] dan nepotisme. 4) Transforming rule-driven organization (mentrasformasikan aturan menjadi organisasi yang terdorong oleh misi). Artinya, organisasi pemerintah diharapkan memiliki inisiatif dan tidak kaku dengan aturan. 5) Funding Outcome not input (penibahan orientasi dart masukan menuju hasil). Hal ini dimaksudkan agar institusi pemerintah berupaya secara baik untuk memaksimalisasikan input baik berupa anggaran maupun pemberdaya lainnya menjadi basil yang optimal. 6) Meeting the Needs of Customer not the bureaucracy (memenuhi kebutuhan pengguna layanan bukan birokrasi). Artiriya, yang diutamakan dalam p e l a y a n a n a d a l a h p e m e n u h a n k e b u t u h a n pelanggan. 7) Birokrasi sebaiknya tidak memaksakan agar kepentingannya turut pula diakomodir dalam pelayanan tersebut. Earing than Spending (mencari daripada mengeluarkan). mengakumulasi sumberdaya daripada terusHal ini dima ks udkan a gar or ga nis asi pem erin tah an le bih me ngupaya ka n menerus menggunakannya. Bahkan dituntu lebih jauh lagi, yakni kemampuan birokrasi untuk melakukan investasi dengan sumberdaya yang dimilikinya 8) Prevention rather than cure (mencegah daripada mengobati) Artinya, birokrasi diharapkan mengupayakan berbagai upaya-upaya prevensi agar tidak terjadi dampak yang tidak diharapkan. Oleh karenanya, setiap aktivitas birokrasi harus memiliki kalkulasi yang

8 baik terhadap kebijakan yang akan ditempuhnya. Sehingga Birokrasi menghidarkan diri dari masalah bukan melakukan pemecahan masalah. 9) From Hierarchy to participation and team work (dari hirarki berubah menjadi partisipatif dan keria larva dalam tim). Artiya membangun pemerintahan yang terdesentralisasi. Dengan demikian, maka akan terbangun birokrasi yang lebih terbuka terhadap partisipasi bawahan dan mampu untuk saling bekerjasama bukan sebaliknya memelihara seniontas dan hirarki. 10) Leveraging change trough the market (mendongkrak perubahan melalui pasar). Hal ini dimaksudkan agar pemerintah lebih berorientasi pada pasar untuk melakukan berbagai perubahan sehingga mereka mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat. E. Keharusan Perubahan dalam Penataan Lembaga Terdapat perubahan disektor Publik dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tidak terjadi dengan sendirinya tetapi sebagai respons terhadap beberapa hal seperti desakan pada sektor publik, perubahan dalam teori ekonomi, dan pengaruh perubahan pada sektor swasta, khususnya globalisasi sebagai kekuatan ekonomi. 1. Desakan pada Sektor Publik Tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an merupakan masa-masa desakan yang sangat kuat terhadap besaran dan kapabilitas sektor publik. Pemerintah khu-susnya birokrasi, menjadi sumber kesulitan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, banyak reformasi dalam sektor publik yang memiliki tiga bagian: a. Skala sektor publik yang dianggap terlalu besar dan biaya tinggi. b. Cakupan keterlibatan pemerintah terlalu luas. c. "metode" pemerintah dengan birokrasinya menjadi bentuk yang tidak efisien sebagai organisasi sosial. 2. Para sedangkan ekonom teori Teori Ekonomi d an ekonomi pemi kir e ko nomi men empa tka n baru ;

a dmini stra si publik ke tingkat yang lebih tinggi dari birokrasi, menerapkan manajerialisme khususnya teori 'public choice" dan teori "principal/agent'. Teori "public c hoi ce". Teor i ini men gan gg ap p emeri nta h terl alu be sar dan tida k efi sie n, d an membe da ka n mo del

9 a dmini stra si publi k tra disi on al. Pub lic choi ce meru pa kan ca ba ng pemi kira n e ko nomi de ng an fok us pad a p ene rap an mikro ekonomi ter ha dap bid an g s osial da n p oliti k (M uelle r, 1989). Da ri as umsi ek on omi sta nd ar, pre dik si da pat di bu at, dan bukti dapa t dic ari unt uk membe nar ka n pr edi ksi. As ums i penti ng dari public ch oice ini adal ah pa nda ng an rasi ona lisa si me nyelur uh. Teor i-te ori ekon omi ini da pat dit era pk an pa da se kt or publi k, te ruta ma a ku nta bilita sn ya. se ktor swast a, Awa ln ya , g un a teo ri ini di kem ba ngkan untu k me njela sk an

pergeser an yang wri ng dit emu ka n anta ra tuj uan ma naj er (a ge nt) dalam per usa ha an dan -sh aref old er/ peme ga ng sah am (principa l). di kel ola, pengar uhnya Ba gaim an a tela h ter had ap kep enti ng an org ani sasi. a gen is u d an pri nci pal da n sa ham da n mem un cul ka n ak unt abil itas Pem eg an g

me ngi ngi nkan keuntu nga n mak simal, se da ng ka n para ma naj er mungkin menghenda ki pe rtum bu ha n ja ng ka p anj an g, da n g aji yang le bih bes ar bagi mere ka s en diri. Per usa haa n m un gki n tidak harus memak simal ka n kekuas aan ke unt un gan p eme ga ng ma ksim al sa ham. ya ng Teori me ngura ngi

pr inci pal/ agent beru sah a menc ari sk ema in sent if unt uk a gen t dan tida k me ngura ngi kep enti ng an pri ncip al. 3. Globalisasi dan Kompetisi Desakan sektor publik lainnya adalah perubahan dalam sektor swasta dan realisasinya dimana manajemen dan efisiensi sektor publik mempengaruhi ekonomi swasta dan kompetisi naslonaL, Masalah penyesuaian struktural di ekonomi negara-negara maju berarti sektor publik dapat terpisah, dan terdapat b e b e r a p a a s p e k m e n g e n a i hal ini. Kaitannya merupakan dengan proses perubahan yang sector swasta. Penyesuaian ekonomi dalam sektor swasta di banyak negara sulit. Kompetisi m e n i n g k a t , b a i k n a s i o n a l d a n intemasional, perubahan dalam manajemen, perubahan dalam

10 DAFTAR PUSTAKA Nugroho, D_Riant. 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta : Elex Media Komputindo Sudarsono, Juwono (Pengantar) 1995. Membangun kemandirian Indonesia : dari penggalian nilai - nilai menuju penataan kelembagaan. Jakarta : Forum Dialog Indonesia Tjokrominoto, Moeljarto 1996. Pembangunan : dilemma dan tantangan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset Fukumama, Francis. 2005 Memperkuat Negara : Tata pemerintahan dan tata dunia abad 21. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Syafiie, H. Inu Kencana, 2004. Birokrasi Indonesia. Bandung : Mandar Maju A.W. Widjaja, 2004. Etika Administarsi Negara. Jakarta : Bumi Aksara Arbi Sanit, 1987. Sistem Politik Indonesia. Jakarta : Rajawali Press Wicaksono, Kristina widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Jakarta : Ghalia Indonesia Soesilo, Zauhar. 1996. Reformasi Administrasi : Konsep, dimensi dan strategi. Jakarta : Bumi Aksara Sudarmayanti. 2003. good governance (Kepemerintaha) dalam rangka otonomi daerah, upaya membangun organisasi efektif dan efisiensi melalui restrukturisasi dan pemberdayaan. Bandung : Mandar Maju

You might also like