You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori Sejarah singkat Aspirin, yaitu 400 BC, Tabib Yunani kuno Hippocrates meresepkan kulit dan daun pohon willow (yang kaya akan sebuah zat bernama salisin) untuk mengatasi rasa sakit dan demam, tahun 1832, seorang ahli kimia Jerman bereksperimen dengan salisin dan menciptakan asam salisil (SA), tahun 1897, ahli kimia Felix Hoffmann, yang bekerja di Bayer di Jerman, berhasil membuat sebuat tablet yang mengandung ASA (asam asetilsalisilat,) yang dapat mengurangi sakit rematik ayah beliau. Senyawa tersebut kemudian menjadi bahan aktif Aspirin, dengan asal nama a dari asetil, spir dari tanaman spirea (yang menghasilkan salisin) dan in, sebuah akhiran yang umum untuk obat-obatan, pada tahun 1899, Perusahaan Bayer mulai menyediakan aspirin bagi para pekerja medis untuk diberikan pada pasien. Tahun tersebut menandai tahun pertama Bayer meluncurkan asam asetilsalisilat di bawah merek dagang Aspirin di seluruh dunia, pada tahun 1969, tablet Aspirin menjadi salah satu dari kelengkapan obat-obatan yang dibawa ke bulan oleh para astronot Apollo, tahun 1970-an awal, dunia pengobatan mulai memahami cara kerja Aspirin ketika para ilmuwan menemukan bahwa ia menghambat produksi zat kimia

prostaglandin, yang berpengaruh dalam proses inflamasi. Aspirin merupakan suatu asam karboksilat. Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. 1

Anhidrida asam ialah turunan asam karboksilat yang dibentuk lewat kondensasi dua molekul asam karboksilat. Anhidrida asam diturunkan dari asam dengan mengambil air dari dua gugus karboksil dan menghubungkan fragmen-fragmennya.
O R C O HO C R H3C O C O O C CH3

+ OH

Anhidrida alifatik yang paling penting secara komersial ialah anhidrida asetat. Sekitar 0,5 juta ton dibuat setiap tahun, terutamauntuk direaksikan dengan alcohol membentuk asetat. Dua manfaat yang paling menonjol ialah dalam pembuatan selulosa asetat dan aspirin. Nama anhidrida diperoleh dengan menamai asam asalnya dan mengganti kata asam dengan anhidrida.
O H3C C O O C CH3

Anhidrida dibuat lewat dehidrasi asam. Asam dikarboksilat dengan dua gugus karboksil yang jaraknya memadai, melepaskan air jika dipanaskan, membentuk anhidrida siklik dengan cincin beranggota lima dan enam. Anhidrida dapat juga dibuat dari asam klorida dan garam karboksilat dalam suatu reaksi yang terjadi lewat mekanisme subtitusi asil nukleofilik. Ini merupakan cara yang baik untuk membuat anhidrida yang diturunkan dari dua asam karboksilat yang berbeda, yang disebut anhidrida campuran.

O H3C CH2 CH2 C

+ Cl + Na

O O
-

CH3

O O H3C CH2 CH2 C O C


anhidrida butanoat etanoat

CH3

+ Na Cl

Anhidrida menjalani reaksi substitusi asil nukleofilik, anhidrida jauh lebih reaktif terhadap nukleofili dibandingkan ester, tetapi kurang reaktif dibandingkan asil halida. Air menghidrolisis anhidrida menjadi asamnya. Alkohol menghasilkan ester, sedangkan amonia menghasilkan amida. Reaksi anhidrida asetat dengan asam salisilat ( asam o-

hidroksibenzoat) digunakan untuk mensintesis aspirin. Dalam reaksi ini, gugus hidroksil fenolik diasetilasi (dikonversi menjadi ester asetat). A. Pembuatan ester menggunakan asam karboksilat Metode ini bisa digunakan untuk mengubah alkohol menjadi ester, tetapi metode ini tidak berlaku bagi fenol - senyawa dimana gugus -OH terikat langsung pada sebuah cincin benzen. Fenol bereaksi dengan asam karboksilat dengan sangat lambat sehingga reaksi tidak bisa digunakan untuk tujuan pembuatan. a. Sifat kimiawi reaksi Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya asam sulfat pekat. Gas hidrogen klorida kering terkadang digunakan, tetapi penggunaannya cenderung melibatkan ester-ester aromatik (ester dimana asam karboksilat mengandung sebuah cincin benzen). Reaksi pengesteran (esterifikasi) berjalan lambat dan dapat balik (reversibel). Persamaan untuk reaksi antara asam RCOOH dengan alkohol R'OH (dimana R dan R' bisa sama atau berbda) adalah sebagai berikut:
O R C OH O R OH R C O R

H2O

Jadi, misalnya, jika anda membuat etil etanoat dari asam etanoat dan etanol, maka persamaan reaksinya akan menjadi:

O H3C C OH

H3C CH2 OH

H3C

H2O

O CH2 CH3

b. Melangsungkan reaksi 1. Dalam skala tabung uji Asam karboksilat dan alkohol sering dipanaskan bersama disertai dengan beberapa tetes asam sulfat pekat untuk mengamati bau ester yang terbentuk. Untuk melangsungkan reaksi dalam skala tabung uji, semua zat (asam karboksilat, alkohol dan asam sulfat pekat) yang dalam jumlah kecil dipanaskan di sebuah tabung uji yang berada di atas sebuah penangas air panas selama beberapa menit. Karena reaksi berlangsung lambat dan dapat balik (reversibel), ester yang terbentuk tidak banyak. Bau khas ester seringkali tertutupi atau terganggu oleh bau asam karboksilat. Sebuah cara sederhana untuk mendeteksi bau ester adalah dengan menaburkan campuran reaksi ke dalam sejumlah air di sebuah gelas kimia kecil. Terkecuali ester-ester yang sangat kecil, semua ester cukup tidak larut dalam air dan cenderung membentuk sebuah lapisan tipis pada permukaan. Asam dan alkohol yang berlebih akan larut dan terpisah di bawah lapisan ester.

Ester-ester kecil seperti pelarut-pelarut organik sederhana memiliki bau yang mirip dengan pelarut-pelarut organik (etil etanoat merupakan sebuah pelarut yang umum misalnya pada lem). Semakin besar ester, maka aromanya cenderung lebih ke arah perasa buah buatan - misalnya "buah pir". 2. Dalam skala yang lebih besar Jika kita ingin membuat sampel sebuah ester yang cukup besar, maka metode yang digunakan tergantung pada (sampai tingkatan tertentu) besarnya ester. Ester-ester kecil terbentuk lebih cepat dibanding ester yang lebih besar. Untuk membuat sebuah ester kecil seperti etil etanoat, anda bisa memanaskan secara perlahan sebuah campuran antara asam metanoat dan etanol dengan bantuan katalis asam sulfat pekat, dan memisahkan ester melalui distilasi sesaat setelah terbentuk. Ini dapat mencegah terjadinya reaksi balik. Pemisahan dengan distilasi ini dapat dilakukan dengan baik karena ester memiliki titik didih yang paling rendah diantara semua zat yang ada. Ester merupakan satu-satunya zat dalam campuran yang tidak membentuk ikatan hidrogen, sehingga memiliki gaya antar-molekul yang paling lemah. Ester-ester yang lebih besar cenderung terbentuk lebih lambat. Dalam hal ini, mungkin diperlukan untuk memanaskan campuran reaksi di bawah refluks selama beberapa waktu untuk menghasilkan sebuah campuran kesetimbangan. Ester bisa

dipisahkan dari asam karboksilat, alkohol, air dan asam sulfat dalam campuran dengan metode distilasi fraksional.

B. Pembuatan ester menggunakan asil klorida (klorida asam) Metode ini hanya berlaku bagi alkohol dan fenol. Untuk fenol, reaksi terkadang dapat ditingkatkan dengan pertama-tama mengubah fenol menjadi bentuk yang lebih reaktif. a. Reaksi dasar Jika kita menambahkan sebuah asil klorida kedalam sebuah alkohol, maka reaksi yang terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamar menghasilkan sebuah ester dan awan-awan dari asap hidrogen klorida yang asam dan beruap. Sebagai contoh, jika kita menambahkan etanol klorida ke dalam etanol, maka akan terbentuk banyak hidrogen klorida bersama dengan ester cair etil etanoat.

O H3C C Cl

H3C CH2 OH

H3C

C O CH2 CH3

HCl

Zat yang biasanya disebut "fenol" adalah zat yang paling sederhana dari golongan fenol. Fenol memiliki sebuah gugus -OH terikat pada sebuah cincin benzen - dan tidak ada lagi selain itu. Reaksi antara etanoil klorida dengan fenol mirip dengan reaksi etanol walaupun tidak begitu progresif. Fenil etanoat terbentuk bersama dengan gas hidrogen klorida.

b. Mempercepat reaksi antara fenol dengan beberapa asil klorida yang kurang reaktif Benzoil klorida memiliki rumus molekul C6H5COCl. Gugus COCl terikat langsung pada sebuah cincin benzen. Senyawa ini jauh lebih tidak reaktif dibanding asil klorida sederhana seperti etanoil klorida. Fenol pertama-tama diubah menjadi senyawa ionik natrium fenoksida (natrium fenat) dengan melarutkannya dalam larutan natrium hidroksida.
HO O Na
+

Na OH

H2O

Ion fenoksida bereaksi lebih cepat dengan benzoil klorida dibanding fenol, tapi biarpun demikian reaksi tetap harus dikocok dengan benzoil klorida selama sekitar 15 menit. Padatan fenol benzoat terbentuk.

O C Cl

O Na

O C O

Na Cl

C. Pembuatan ester menggunakan anhidrida asam Reaksi ini juga bisa digunakan untuk membuat ester baik dari alkohol maupun fenol. Reaksinya berlangsung lebih lambat dibanding reaksi sebanding yang menggunakan asil klorida, dan campuran reaksi biasanya perlu dipanaskan.

Untuk fenol, kita bisa mereaksikan fenol dengan larutan natrium hidroksida pertama kali, yang menghasilkan ion fenoksida yang lebih reaktif. Etanol yang bereaksi dengan etanoat anhidrida sebagai sebuah reaksi sederhana yang melibatkan sebuah alkohol: Reaksi yang berlangsung pada suhu kamar cukup lambat (atau lebih cepat jika dipanaskan). Tidak ada perubahan yang dapat diamati pada cairan tidak berwarna , tetapi sebuah campuran antara etil etanoat dengan asam etanoat terbentuk.

Reaksi dengan fenol kurang lebih sama, tetapi lebih lambat. Fenil etanoat terbentuk bersama dengan asam etanoat.

Jika fenol pertama-tama diubah menjadi natrium fenoksida dengan menambahkan larutan natrium hidroksida, maka reaksinya berlangsung lebih cepat. Fenil etanoat lagi-lagi terbentuk, tapi kali ini produk lainnya adalah natrium etanoat bukan asam etanoat.

Asam

salisilat

atau

Salysilic

acid

(C6H4(OH)COOH)

digunakan sebagai bahan untuk pembuatan Aspirin dan pewarna. Dalam proses menggunakan metode seifert:

(1) NaOH + Fenol (C6H5OH) C6H5ONa (Sodium Fenat) + H2O (2) C6H5ONa + CO2 HOC6H4COONa (Sodium Salisilat) (3) HOC6H4COONa + H2SO4 HOC6H4COOH (Asam Salisilat) + Na2SO4 Reaksi 1 dan 3 berlangsung spontan dalam tanki pencampur. Untuk reaksi 2 berlangsung dalam reaktor autoklaf berpengaduk. Metode seifert terjadi pada reaksi 2. Gas CO2 dimasukkan kedalam reaktor yg berisi padatan Sodium Fenat secara semi batch sehingga terbentuk Sodium salisilat. Awalnya terinspirasi oleh sakit artritis yang diderita ayahnya, Hoffmann, seorang berkebangsaan Jerman mensintesis suatu senyawa bernama asam asetil salisilat (aspirin). Dengan senyawa ini Hoffmann dapat mengobati ayahnya tanpa mengakibatkan iritasi perut yang parah seperti efek samping obat artritis pada masa itu. Itulah salah satu fungsi aspirin yang dicobakan pada praktikum ini. Fungsi aspirin lainnya adalah sebagai pereda demam dan meringankan reumatik. Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis H2SO4 pekat sebagai zat penghidrasi. Reaksinya disbut esterifikasi fenol. Esterifikasi fenol tidak melibatkan pemecahan ikatan C O dari fenol, tapi tergantung pada pemecahan ikatan O H. Meskipun asam karboksilat dapat digunakan untuk esterifikasi fenol, tapi hasilnya sedikit. Untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak, digunakan turunan asam karboksilat yakni anhidrida asetat, yang lebih reaktif dibanding asam asetat. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus OH dan COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda. Dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin, sedangkan dengan metanol ekses akan menghasilkan metil salisilat.

OH

O C O

O C CH3

H2SO4

C CH3

C OH O

H3C

O H3C C OH

C OH O

OH

+
C OH O

H2SO4

C CH3

H3C

OH
C O CH 3 O

Aspirin yang terjadi dapat bereaksi dengan NaHCO3 membentuk garam natrium yang larut dalam air, sedangkan hasil samping berupa polimer tidak larut dalam bikarbonat. Perbedaan sifat ini digunakan untuk pemurnian aspirin.
O O C CH3 O O C CH3

H2O

+
C OH O

NaHCO 3
C O Na O

H2CO 3 CO 2

Kita bisa menggunakan besi (III) klorida untuk menguji kemurnian aspirin. Besi (III) klorida bereaksi dengan gugus fenol membentuk kompleks ungu. Asam salisilat (murni) akan berubah menjadi ungu jika FeCl3 ditambahkan, karena asam salisilat adalah fenol. Jika tidak ada gugus fenol warna larutan tak berubah (kuning). 1.2 Tujuan Praktikum Memahami reaksi asetilasi Trampil dalam melakukan pemurnian aspirin dengan cara rekristalisasi menggunakan 2 pelarut campuran.

10

BAB II PERCOBAAN

2.1 Alat &Bahan Alat :


1. Labu Erlenmeyer 2. Termometer 3. Corong buchner 4. Kaca arloji 5. Labu hisap 6. Pengaduk 7. Gelas ukur 8. Sudip 9. Timbangan gram 10. Kertas perkamen 11. Anak timbangan 12. Pinset 13. Pipet 14. Corong kaca 15.Penangas air + bunzen 16.Kertas saring 17. Pompa hisap 18. Sumbat gabus 19. Beaker glass 20. Hot Plate 21. Magnetic bar 22. Pipa kapiler

Bahan ( prosedur) :
1. Asam salisilat 2. Anhidrida asetat 3. H2SO4 pekat (p.a) 4. Air dingin 5. Etanol 6. Air panas 5 gram 7 ml 3 tetes 75 ml 15 ml 37,5 ml

11

2.2 Mekanisme Reaksi


OH
O H3C C O O C CH3

+
C OH O
Asam salisilat

H3C

CH
O

O
OH C O

CH2 CH3

Anhidrida asam asetat

O H3C C
O OH C O

O H3C C O
-

O O C CH3

+ H3C
asam asetat

C OH

C OH O

aspirin

2.3 Reaksi :

OH

+
C OH O

O H3C C O

O C CH3

C CH3

+ H3C

C OH

C OH O

asam aseatat

anhidrida asetat

asam salisilat

aspirin

12

2.4 Skema Kerja


5 g asam salisilat + 7 ml anhidrida asetat ke dalam erlenmeyer kering goyang ad homogen lalu + 3 tetes H2SO4 pekat Dipanaskan di water bath (suhu 50 -60C) sambil diaduk 15 menit ad jernih Didinginkan terbentuk kristal kasar Test dengan FeCl3 : jika berwarna ungu, panaskan lagi. Jika (-), tidak berwarna ungu ditambah 75 ml air dingin disaring dengan corong buchner dan labu hisap direkristalisasi Kristal kasar aspirin ke dalam 15 ml etanol yang telah dipanaskan di hot plate, lalu di + 37,5 ml air panas ke dalam larutan tadi Disaring panas bila ada kotoran Didinginkan lalu saring dengan corong buchner Dikeringkan dalam oven/vacum eksikator Kristal terbentuk lalu ditimbang

13

2.5 Cara kerja : 1. Sediakan bahan : Menimbang asam salisilat sebanyak 5 gram. Mengambil anhidrida asetat sebanyak 7 ml dengan gelas ukur. Menyiapkan H2SO4 pekat, pipet tetes.

2. Dimasukkan 5 gram asam salisilat, 7 ml anhidrida asetat ke dalam labu erlenmeyer kering, lalu tambahkan 3 tetes H2SO4 pekat. 3. Digoyang-goyang erlenmeyer searah jarum jam agar campuran zat dapat tercampur sempurna. 4. Disiapkan kertas saring untuk corong buchner. 5. Dimasukkan labu erlenmeyer (yang berisi campuran zat [no.2]) ke dalam tangas air yang sudah disiapkan dengan suhu 50-60C dan mengaduknya selama 15 menit lalu dikeluarkan dari tangas air dan sambil terus diaduk dan dibiarkan sampai dingin, kemudian lakukan tes FeCl3 dengan cara : Dipipet sedikit larutan tersebut, lalu meneteskan ke kaca arloji. Direaksikan dengan penambahan FeCl3 . Jika larutan berwarna ungu, maka Dipanaskan kembali larutan di atas water bath 5 menit kemudian diuji lagi dengan FeCl3. Jika semua larutan tidak berwarna, berarti asam salisilat telah bereaksi semua menjadi asam asetil salisilat. 6. Setelah menjadi padat, ditambah 75 ml air dingin ke dalam larutan tersebut, kemudian diaduk dan segera disaring dengan corong buchner dan labu hisap.

14

7. Kemudian dipindahkan hasil penyaringan ke dalam erlenmeyer dan lakukan proses rekristalisasi dengan cara : Etanol yang telah dipanaskan di hot plate (dengan bantuan magnetic stirrer) ditambahkan sebanyak 15 ml ke dalam erlenmeyer tadi sampai tepat larut. Air panas ditambahkan sebanyak 37,5 ml ke dalam erlenmeyer. Bila timbul endapan Erlenmeyer dipanaskan di atas hot plate dengan bantuan magnetic stirrer pada waktu melakukan penambahan etanol dan air panas. Pada saat air panas ditambahkan sedikit demi sedikit, larutan mungkin menjadi keruh, maka panaskan lagi sampai berubah menjadi jernih dan jika terdapat kotoran maka segera dilakukan penyaringan. 8. Larutan tersebut didinginkan, akan terbentuk beautiful needle like crystal 9. Kemudian larutan tersebut disaring dalam keadaan dingin dengan menggunakan corong buchner, lalu mengeringkannya di dalam oven.

15

2.6 Prosedur Salicylic acid and 15 g of acetic anhydride in a small conical flask, add 5 drops of concentrased sulphuric acid and rotate the flask in order to secure thorough mixing. Warm on a water bath to about 50-60 C, stirring with a thermometer for about 15 minutes. Allow the mixture to cool and stir occasionally. Add 150 ml of water , stir well and filter at the pump. Disolve the solid in about 30 ml of hot ethanol and pour the solution into about 75 ml of worm water it a solid separates at this point worm the mixture until solution is complete and the allow the clear solution to cool slowly. Beautiful needle like cyrstal will separate. The gield is 11 g. The air dried crude product may also be recrystallised from ether-light petroleum. Acetylsalicylic acid and decomposes when heated and does not possess a true, clearly defined m.p. decomposition points varying from 128 to 135C have been recorded a value of 129 - 135C is obtaned on an electric hot plate, some decompotion may occur if the compound is recrystallised from a solvent a high boiling point or if the boiling period during recrystallisation is induly prolonged.

16

2.7 Gambar Pemasangan Alat


2

3 H2SO4 Pk 3 tts Endapan Dikocok ad homogen & panas Termometer

Asam salisilat 5 g Erlenmeyer 250 ml Anh. asetat 7 ml

FeCl3

Padatan Tes Air

Jika warna merah-ungu dipanaskan lagi


Segera

Diaduk ad dingin/padat

Segera

Kertas saring

Sudip

75 ml H2O Penghisap Erlenmeyer baru Kapas Magnetic bar 1


76 5 4 8 3 9 2 1 1 0 76 54 8 3 1 9 11 2 45 3 21 67 8 11 9 6 45 7 8 3 2 9 1 1 0

Kertas saring

Hot plate

Air panas 35.5 ml

Etanol panas 15 ml 2

Dikocok

Bila perlu ditiup pelan tanpa kontak langsung dengan mulut

Kaca arloji

Kertas saring

Keringkan

Dibalik, cepat

Di oven ad kering

Dimasukkan botol hasil

Penghisap

17

BAB III PENUTUP

3.1 Hasil Percobaan Hasil teoritis : 5,5 g Hasil Praktis : 4,8 g Randemen : 87,3 % Tetapan Alam : 129-133C 3.2 Pembahasan Pada pembuatan aspirin ini mula-mula dicampurkan 5 g asam salisilat dengan anhidrida asam asetat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi yang merupakan prinsip dari pembuatan aspirin. Reaksi esterifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alkohol dengan anhidrida asam. Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus OH, sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetil salisilat (aspirin). Gugus asetil (CH3CO-) berasal dari anhidrida asam asetat, sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat (pada gambar di atas gugus R ada di dalam kotak). Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat. Langkah selanjutnya adalah penambahan asam sulfat pekat yang berfungsi sebgai zat penghidrasi. Telah disebutkan di atas bahwa hasil samping dari

18

reaksi asam salisilat dan anhidrida asam asetat adalah asam asetat. Hasil samping ini akan terhidrasi membentuk anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat akan kembali bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping berupa asam asetat. Jadi, dapat dikatakan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekatini. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum mereaksikan bahan-bahan, yaitu alat-alat yang digunakan dalam pembuatan aspirin harus bebas air (kering), jika aspirin yang sudah terbentuk terkena air, maka aspirin akan berubah kembali menjadi asam asetat atau anhidrida asetat dan tidak dapat dipakai kembali. Adanya bahan yang mudah menyerap air yaitu anhidrida asetat sehingga kadarnya akan berubah dan reaksi tidak akan berjalan sempurna. Harus diperhatikan bahwa sebelum dipanaskan, reaksi tidak benarbenar terjadi. Reaksi baru akan berlangsung dengan baik pada suhu 50-60C. Pada suhu tersebut merupakan suhu optimal pada pembentukan aspirin (reaksi berlangsung cepat tetapi ikatan ester aspirin tidak lepas). Jika suhu yang digunakan di atas 60oC maka ester yang terbentuk dapat terurai sehingga aspirin tidak dapat terbentuk. Dan bila suhu yang digunakan di bawah 50oC, maka reaksi yang terjadi akan berlangsung lambat. Juga pada percobaan ini baru terbentuk endapan putih (aspirin) setelah dipanaskan. Lalu didiamkan sampai dingin dan diuji dengan larutan FeCl3, supaya kita dapat mengetahui apakah masih ada asam salisilat yang tersisa (yang belum bereaksi dengan anhidrida asetat) untuk membentuk aspirin. Jika masih ada aam salisilat, maka larutan yang telah ditambahkan FeCl3, akan berwarna ungu. Jika semua asam salisilat sudah berubah menjadi aspirin, maka larutan tersebut jika akan berwarna kuning bila ditambahkan FeCl3. Apabila masih ada asam salisilat, maka harus dilakukan pemanasan ulang sampai tidak

19

berwarna ungu lagi bila diuji dengan FeCl3. FeCl3 akan positif berwarna ungu jika ada gugus OH yang terikat pada aromatis, dengan reaksi : O C OH Kemudian endapan tersebut dilarutkan dalam air (ditambahkan sejumlah air) dan segera disaring untuk memisahkan aspirin dari pengotornya karena reaksi pembentukan aspirin merupakan reaksi yang reversible (bisa kembali ke senyawa awal), jadi harus ditambahsejumlah air dan segera disaring. Penambahan air pada kristal aspirin dapat mengakibatkan apirin kembali menjadi asam saliisilat sehingga perlu disaring segera (secepatnya) agar kristal aspirin yang didapatkan dapat sebanyak mungkin. Lalu dilakukan proses rekristalisasi yaitu dengan memasukkan kristal kasar aspirin saringan I dengan corong buchner dan labu hisap ke dalam 15 ml etanol yang telah dipanaskan di hot plate lalu ditambahkan 37,5 ml air panas ke dalam larutan tersebut. Harus direkristalisasi dengan dua pelarut (etanol dan air) supaya mendapatkan kristal yang bagus dan hasil yang maksimum. Dua pelarut tersebut, yang satu harus bisa melarutkan dan yang satunya lagi harus bisa mengkristalkan. Dalam hal ini etanol berperan untuk melarutkan sedangkan air berperan untuk mengkristalkan. Syarat pelarut rekristalisasi adalah dalam keadaan panas maupun dingin, aspirin tetap larut dalam etanol sehingga perlu ditambahkan air untuk membantu mengkristalkan aspirin. Akan tetapi penambahan air dilakukan setelah aspirin larut dalam etanol, karena aspirin akan berubah menjadi asam asetat jika terkena air langsung. OH + Fe 3+

20

Memanaskan etanol di hot plate mnggunakan erlenmeyer yang ditutup dengan corong dan kapas basah untuk mencegah penguapan dari etanol tersebut. Dan etanol dipanaskan di hot plate (bukan di atas api bebas) karena sifat etanol mudah terbakar Setelah ditambah etanol panas dan air panas, larutan tersebut didinginkan, dan bila sudah dingin disaring dengan corong buchner dan hasilnya dikeringkan dalam oven. Setelah kering, kemudian hasil kristal tersebut ditimbang. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil, yaitu : Kebersihan alat-alat praktikum Penimbangan bahan-bahan Ketepatan suhu Ketepatan penyaringan Banyaknya kristal yang didapat pada kertas saring Ketepatan jumlah pelarut rekristalisasi Waktu rekristalisasi Penambahan pelarut saat rekristalisasi

Kesalahan yang biasanya terjadi pada percobaan ini, yaitu : Waktu rekristalisasi penambahan pelarut untuk rekristalisasi terlalu banyak, sehingga zat yang sudah mengkristal dapat terlarut kembali. Pada waktu menyaring banyak yang tertinggal sehingga tidak semuanya ter-rekristalisasi. Waktu penimbangan penimbahangan bahan tidak sesuai prosedur, sehingga hasil tidak sesuai dengan hasil teoritis. Waktu pemanasan melebihi batas suhu yang telah ditetapkan

21

3.3 Kesimpulan 1. Aspirin dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat dengan adanya H2SO4. 2. Prinsip pembuatan aspirin adalah reaksi esterifikasi. 3. Suhu yang digunakan di atas 60oC maka ester yang terbentuk dapat terurai (aspirin menjadi tidak terbentuk). 4. Suhu yang digunakan di bawah 50oC, maka reaksi yang terjadi akan berlangsung lambat. 5. FeCl3 akan positif berwarna ungu jika ada gugus OH yang terikat pada aromatis. 6. Reaksi pembentukan aspirin merupakan reaksi yang reversible (dapat kembali ke senyawa awal) sehingga harus ditambahkan air dan kemudian segera disaring. 7. Pelarut organik dapat digunakan untuk rekristalisasi senyawa organik, dimana dalam pembuatan aspirin harus di rekristalisasi oleh 2 pelarut yaitu untuk mendapatkan kristal yang bagus dan terbaik

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Fessenden RJ & Fesenden JS, 1994, Organik Chemistry, 5th edition, Brooks / Cole Publising Company Pasific Grove, California, 512 513. 2. Funiss BS, et al, 1978, Vogels Textbook of Practical Organic Chemistry, 4th edition, The English Language Book Society and Longman, London, 831 832. 3. Mc Murry J, 2000, Organic Chemistry, 5th edition, Brooks / Cole Publishing Company Pasific Grove, USA, 864.

23

You might also like