You are on page 1of 48

LAPORAN KERJA PRAKTEK

TEKNIK PENGUJIAN KUALITAS BAKTERIOLOGI DAGING AYAM DAN SAPI DI BALAI BESAR VETERINER YOGYAKARTA

Disusun Oleh : Rista Susanti 08/267494/BI/8157

FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

LAPORAN KERJA PRAKTEK

TEKNIK PENGUJIAN KUALITAS BAKTERIOLOGI DAGING AYAM DAN SAPI DI BALAI BESAR VETERINER YOGYAKARTA

disusun sebagai pelengkap prasyarat mata kuliah Kerja Praktek Di Fakultas Biologi UGM

Dosen Pembimbing KP

: Prof. Dra. Endang S. Soetarto, M.Sc, Ph.D

Dosen Pembimbing Lapang KP : Drh. Ully Indah Apriliana, M.Sc

Disusun Oleh: Rista Susanti 08/267494/BI/8157

FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan Laporan Kerja Praktek Mandiri yang Berjudul

TEKNIK PENGUJIAN KUALITAS BAKTERIOLOGI DAGING AYAM DAN SAPI DI BALAI BESAR VETERINER YOGYAKARTA
Disusun oleh: Rista Susanti 08/267494/BI/8157 Telah diperiksa, disetujui, dan diseminarkan di depan forum Seminar Kerja Praktek pada tanggal 15 Juni 2011 Yogyakarta, 30 Juni 2011 Universitas Gadjah Mada Fakultas Biologi Dosen Penyelenggara Kerja Praktek Dosen pembimbing Kerja Praktek

Drs. Heri Sudjatmiko M.Si. NIP: 196402091991031001

Prof. Dra. Endang S. Soetarto, M.Sc., Ph.D. NIP: 194712171974032001

Mengesahkan, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Biologi UGM

Drs. Langkah Sembiring, M.Sc., Ph.D. NIP: 19595011985031003

KATA PENGANTAR

Segala Puji Bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan kerja praktek di Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates Yogyakarta. Laporan Kerja Praktek ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Kerja Praktek (KP) yang saya ambil pada semester VI dan persyaratan dari BBVet Wates Yogyakarta karena telah melaksanakan kerja praktek di tempat tersebut. Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu pelaksanaan kerja praktek ini, yaitu kepada: 1. Prof. Dra. Endang S. Soetarto, M.Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing kerja praktek di Fakultas Biologi UGM yang telah membimbing dalam kerja praktek ini. 2. Drs. Heri Sudjatmiko, M.Si. selaku dosen penyelenggara kerja praktek. 3. Drs. Langkah Sembiring, M.Sc., Ph.D selaku Wakil Dekang Bidang Akademik. 4. Drh. Ully Indah Apriliana, M.Sc selaku pembimbing lapangan, Drh. Nur Rohmi Farhani, Bapak Mariyono, Ibu Rini, Bapak Anton beserta para staff Balai Besar Veteriner Yogyakarta yang telah membantu dalam kerja praktek. 5. Bapak dan Ibu yang telah memberikan semangat dan dorongan baik material maupun spiritual. 6. Noor Fadhila Praminati sebagai rekan kerja praktek serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan kerja praktek hingga penyusunan laporan. Saya menyadari bahwa laporan ini masih mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 30 Juni 2011 Penulis

DAFTAR ISI
COVER i HALAMAN JUDUL .. LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR .. ii iii iv v vi

DAFTAR TABEL vii DAFTAR LAMPIRAN viii INTISARI ix ABSTRAK .. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang 1 B. Permasalahan .. 2 C. Tujuan . 2 D. Deskripsi Lokasi . 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produk Hewani berupa Daging Ayam dan Sapi 4 B. Pengendalian Kualitas Bakteriologi pada Daging Ayam dan Sapi. 6 BAB III METODE A. Waktu dan Tempat Kerja Praktek .. 8 B. Alat 8 C. Bahan . 8 D. Prosedur Kerja 9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN . 14 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 24 DAFTAR PUSTAKA .. 25 LAMPIRAN 27 x

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Teknik pengenceran seri 10-1 sampai 10-6 pada metode TPC.. 11 Gambar 2. Teknik uji Salmonella sp. pada sampel daging ayam dan sap ..... 13 Gambar 3. Sampel daging ayam dan sapi yang diuji ......................................... 14 Gambar 4. Alur pengiriman contoh laboratorium Balai Besar Veteriner Yogyakarta ...................................................................................... 16 Gambar 5. Hasil penanaman suspensi sampel daging ayam dan sapi pada medium Rappaport Vassiliadis soya Peptone Broth ... 20 Gambar 6. Koloni Salmonella sp. pada medium Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLD agar) .. 21 Gambar 7. Koloni yang diduga Salmonella sp. pada sampel daging sapi (sampel 4) dan daging ayam (sampel 5) dalam media XLD........... 21 Gambar 8. Sampel no.4 berupa daging sapi, 4.a Uji LIA positif, 4.b Uji Urease positif. Sampel no.5 berupa daging ayam, 5.a Uji LIA negatif, 5.b Uji Urease positif .............................................. 22 Gambar 9. Uji LIA (kanan) dan Urea (kiri) yang positif Salmonella sp. sebagai kontrol ...` 23 Gambar 10. Uji serologi menggunakan antiserum yaitu a. Salmonella Polyvalent Somatic (O) test, b. Salmonella Grup (O) monovalent antisera : Vi dan c. Salmonella Flagelar (H) Antiserum fase 1 dan 2 . 23

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kondisi fisik daging ayam dan sapi pada saat dibeli dari Pasar Godean ................................................................................................ 15 Tabel 2. Hasil TPC sampel daging ayam dan sapi yang diperoleh dari Pasar Godean 17 Tabel 3. Hasil uji bakteri patogen Salmonella sp. pada sampel daging ayam dan sapi yang diperoleh dari Pasar Godean ....................................... 19

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Presentasi kerja praktek 27 Lampiran 2. Borang pendaftaran kerja praktek 33 Lampiran 3. Borang usulan kerja praktek 34 Lampiran 4. Borang ijin kerja praktek . 35 Lampiran 5. Borang pemantauan kerja praktek 36 Lampiran 6. Surat ijin kerja praktek di Balai Besar Veteriner Yogyakarta .. 37 Lampiran 7. Sertifikat kerja praktek di Balai Besar Veteriner Yogyakarta .. 38

TEKNIK PENGUJIAN KUALITAS BAKTERIOLOGI DAGING AYAM DAN SAPI DI BALAI BESAR VETERINER YOGYAKARTA

Rista Susanti (08/267494/BI/8157)

INTISARI Produk hewani terutama daging merupakan bahan makanan yang potensial bagi kesehatan manusia. Daging tersebut merupakan sumber protein yang terdiri atas asam amino esensial yang penting dalam proses perbaikan sel, jaringan, dan organ pada tubuh. Selain itu, daging sebagai sumber protein, mudah ditumbuhi atau dikontaminasi oleh mikrobia terutama bakteri yang berasal dari berbagai sumber. Untuk mengetahui bahan tersebut terkontaminasi bakteri, maka perlu dilakukan pemantauan kondisi fisik dan pengujian bakteriologi secara rutin. Pemantauan tersebut dimaksudkan agar daging ayam dan daging sapi bebas dari bakteri patogen sehingga layak konsumsi. Pemantauan kualitas fisik dan teknik analisis kualitas bakteriologi daging ayam dan sapi telah dilaksanakan di Balai Besar Veteriner Yogyakarta. Pemantauan kualitas diawali dengan pengujian kualitas bakteriologi terhadap daging yang dikomersialisasikan di pasar tradisional. Metode yang dilaksanakan untuk pemantauan kualitas daging meliputi pengamatan sifat fisik daging ayam dan sapi. Kualitas fisik meliputi pengamatan warna, bau, dan tekstur. Kualitas bakteriologi ditentukan berdasar Total Plate Count dan deteksi keberadaan bakteri Salmonella sp.. Metode Total Plate Count dilaksanakan dengan menghitung jumlah koloni bakteri pada medium Plate Count Agar. Deteksi keberadaan Salmonella sp. dilakukan melalui proses prapengayaan, pengayaan selektif, identifikasi koloni, uji sifat biokimia serta uji serologi. Jumlah total bakteri pada daging ayam yaitu 21,3 x 106 cfu/gram dan daging sapi yaitu 110 x 106 cfu/gram, yang melebihi standar batas cemaran mikrobia (1 x 106 cfu/gram). Berdasarkan kemampuan tumbuh bakteri pada medium selektif serta uji biokimia tidak ditemukan koloni Salmonella sp. pada sampel daging ayam dan daging sapi.

Kata Kunci: Total Plate Count, Uji Salmonella sp., daging ayam, daging sapi.

TESTING TECHNIQUES OF BACTERIOLOGICAL QUALITY ON CHICKEN MEAT AND BEEF IN BALAI BESAR VETERINER YOGYAKARTA

Rista Susanti (08/267494/BI/8157)

ABSTRACT Animal products, especially meat is a potential food for human health. Meat is a source of protein consisting of essential amino acids that are important in repair processes of cells, tissues, and organs in the body. In addition, meat as a protein source, easily covered or contaminated with microbes, especially bacteria that originate from various sources. To find these materials contaminated with bacteria, it is necessary to monitor the physical condition and bacteriological testing routinely. Monitoring is intended to be chicken and beef is free from pathogenic bacteria so worthy of consumption. Monitoring the quality of physical and bacteriological quality of the analytical techniques of chicken and beef have been implemented in Balai Besar Veteriner Yogyakarta. Monitoring the quality begins with testing bacteriological quality of meat commercialized in traditional markets. The method implemented for monitoring the quality of meat include observations of physical properties of chicken meat and beef. Observations include the physical qualities of color, odor, and texture. Bacteriological quality is determined based on the Total Plate Count and the detection of the presence of bacteria Salmonella sp.. Total Plate Count method implemented by counting the number of bacterial colonies on Plate Count Agar. Detection of the presence of Salmonella sp. done through a process of pre-enrichment, selective enrichment, colony identification, biochemical properties test and serologic test. The total number of bacteria on chicken meat is 21.3 x 106 cfu/g and beef is 110 x 106 cfu/g, which exceeds the standard limit of microbial contamination (1 x 106 cfu/gr). Based on its ability to grow the bacteria on selective media and biochemical tests are not found colonies of Salmonella sp. on samples of chicken meat and beef.

Keywords: Total Plate Count, Salmonella sp. test, chicken meat, beef.

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Hewan ternak merupakan sumber bahan makanan yang potensial bagi kesehaan manusia. Bahan makanan tersebut terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang sangat penting sebagai sumber energi untuk pertumbuhan serta perbaikan sel, jaringan dan organ pada tubuh. Produk hewani merupakan sumber protein hewani yang terdiri atas asam amino esensial. Produk hewani yang siap dikonsumsi manusia contohnya daging. Daging yang siap dikonsumsi manusia meliputi daging sapi, daging ayam (unggas), daging kambing, dan daging ikan. Produk tersebut sangat vital bagi manusia dan memiliki kualitas yang tergantung pada kesehatan hewan. Kualitas produk hewani mudah terkontaminasi oleh mikrobia sebab bahan makanan tersebut merupakan medium tumbuh yang baik bagi berbagai macam mikrobia salah satunya adalah bakteri. Meskipun banyak bakteri yang tidak berbahaya, namun beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan kerusakan pada makanan yang dapat menimbulkan penyakit atau menghasilkan racun yang dapat mengakibatkan keracunan. Bakteri dapat membusukkan protein, memfermentasi karbohidrat, dan menjadikan lemak berbau tengik. Bakteri yang menyerang daging (sapi, ayam (unggas), kambing, ikan) misalnya Micrococcus, Pseudomonas, Vibrio, Salmonella serta Flavobacterium (Suharni et. al., 2008). Banyak kasus yang telah terjadi akibat penanganan produk hewani yang kurang baik, seperti gangguan pencernaan dan keracunan akibat daging basi yang masih dikonsumsi. Selain itu, dapat disebabkan oleh sarana produksi dan distribusi produk hewani yang tidak memenuhi syarat (Anonim1, 2010). Oleh karena itu, ketersediaan produk hewani yang aman serta sehat perlu mendapat perhatian bagi masyarakat. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah kontrol kualitas mikrobiologi khususnya dengan uji bakteriologi pada daging yang dikomersialisasikan di instansi yang dapat menangani kontrol kualitas.

Keberadaan instansi yang menangani penyakit hewan, pelayanan diagnostik, serta pengujian kontrol kualitas produk hewani (daging) sangat diperlukan. Salah satu instansi yang bergerak dalam pelayanan tersebut adalah Balai Besar Veteriner Yogyakarta. Balai Besar Veteriner Yogyakarta merupakan instansi milik Direktorat Jendral Peternakan yang telah terstandarisasi dalam penanganan kesehatan hewan serta penjaminan keamanan serta mutu pangan asal hewan (BBVet, 2009). Oleh karena itu, BBVet Yogyakarta dapat dipilih sebagai instansi tempat dilaksanakannya kerja praktek sebagai sarana untuk menimba ilmu pengetahuan dan pengalaman di bidang veteriner yang dapat diaplikasikan ke dalam bidang biologi. Kontrol kualitas mikrobia melalui uji bakteriologi dapat dilakukan pada produk hewani berupa daging khususnya daging ayam dan daging sapi. Untuk mengetahui ada tidaknya Salmonella sp. pada daging tersebut dapat dilakukan uji Salmonella sp. sedangkan untuk mengetahui banyaknya cemaran mikrobia pada produk daging dapat dilakukan dengan metode hitung koloni (Total Plate Count) (Waluyo, 2008).

B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, muncul permasalahan yaitu: 1. Bagaimana teknik yang tepat untuk mengontrol kualitas daging ayam dan sapi yang dikomersialisasikan, khususnya yang dilakukan di Balai Besar Veteriner Yogyakarta 2. Bagaimana teknik pelaksanaan penentuan kualitas bakteriologi daging ayam dan sapi di Balai Besar Veteriner Yogyakarta.

C. Tujuan Pelaksanaan kerja praktek ini bertujuan untuk: 1. Mempelajari cara dan manajemen yang tepat untuk pengendalian kualitas daging ayam dan sapi di Balai Besar Veteriner Yogyakarta.

2. Mempelajari teknik-teknik pengendalian kualitas bakteriologi pada daging ayam dan sapi di Balai Besar Veteriner Yogyakarta.

D. Deskripsi Lokasi Balai Besar Veteriner Yogyakarta adalah Unit Pelaksana Teknis Direktorat jendral Peternakan, Departemen Pertanian yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jendral Peternakan. Instansi yang resmi berdiri pada tahun 2003 ini memiliki wilayah kerja atau wilayah pelayanan meliputi 6 provinsi di pulau Jawa yaitu provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, dan Jawa Timur. Pada tahun 2004 pengujian nomor LP-201-IDN di BBVet Wates Yogyakarta juga telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditas Nasional (KAN) - Badan Standarisasi Nasional (BSN). Adanya akreditasi ini mendukung BBVet Wates Yogyakarta untuk melaksanakan pelayanan dalam wilayah yang sangat luas (seluruh pulau Jawa). Instansi ini bertugas melaksanakan penyelidikan, pengujian veteriner dan pengembangan metode penyelidikan dan pengujian veteriner. Instansi ini akan membantu Direktorat Jendral Peternakan untuk menyediakan pangan hewani yang aman bagi masyarakat, meningkatkan ketersediaan produk daging, telur, dan susu serta meningkatkan kontribusi produk ternak dalam negeri. Faktor kesehatan hewan sangat perlu diperhatikan. Keberadaan intitusi tersebut sangat dibutuhkan dalam pelayanan diagnostik untuk pengendalian penyebaran penyakit yang mengancam kehidupan dan kesehatan masyarakat serta produktivitas ternak (BBVet, 2009). BBVet melaksanakan berbagai pelayanan salah satunya adalah pelayanan uji bakteriologi. Pelayanan bakteriologi merupakan pelayanan berupa analisis mikrobia (bakteri, kapang dan khamir) patogen yang menyebabkan penyakit pada hewan. Selain itu, pelayanan ini dapat menjadi dasar diagnosis penyakit hewan dan pembuatan antibiotik untuk pengobatan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Produk Hewani berupa Daging Ayam dan Sapi Di Indonesia kebutuhan akan bahan makanan yang berasal dari hewan meningkat seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan manfaat gizi bagi kehidupan yang sehat. Daging merupakan produk hewani berkualitas tinggi karena mengandung protein yang tersusun dari asam amino esensial yaitu asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh atau digantikan oleh sumber makanan lain seperti sayur-sayuran, biji-bijian dan buah-buahan (protein nabati). Makanan ini juga memiliki kalori, lemak, vitamin dan

mineral yang hampir sempurna. Di lain pihak daging mempunyai kelemahan karena sifatnya mudah rusak (perisable food) bila tidak dikelola secara baik dan benar serta dapat bertindak sebagai sumber penularan penyakit hewan dan berakibat fatal bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi makanan tersebut. Langkah-langkah penanganan dari awal sampai akhir akan sangat menentukan kondisi bahan pangan tersebut mulai dari penyembelihan ternak dan unggas, pemisahan bulu, pencacahan, penyimpanan, proses pengolahan dan pasca pengolahan memerlukan perhatian khusus yang mempunyai resiko tersendiri baik dari kualitas maupun keamanan. Daging merupakan bahan makanan yang mudah ditumbuhi mikrobia karena mengandung protein. Daging mudah ditumbuhi mikrobia yang tergolong mikrobia psikrofilik yakni yang dapat tumbuh pada suhu 00 - 200 C. Daging yang dijual di pasar tanpa sterilisasi sering terkontaminasi oleh mikrobia (Waluyo, 2010). Kandungan mikrobia pada daging yang telah disembelih dapat memberikan keterangan yang mencerminkan mutu daging tersebut, keadaan sanitasi pada saat pengolahan daging tersebut, serta keefektifan metode pengawetannya. Infeksi dari mikrobia dapat terjadi melalui pisau pemotongnya, kandang hewan ternak, saluran pencernaan, alat pengolahan, kontainer, dan tempat penyimpanannya. Kerusakan pada daging disebabkan karena daging merupakan media yang tepat bagi pertumbuhan

mikrobia. Hal ini dapat terjadi misalnya saja pada keadaan fisik antara suhu 7o hingga 600 C, mikrobia akan tumbuh dan menyebabkan terjadinya perubahan warna, bau, penampilan bahkan rasa pada makanan. Proses yang terjadi adalah sebagai berikut: Bahan pangan protein + mikrobia proteolitik asam amino + amin + ammonia + hidrogen sulfide Bahan pangan berkahobidrat + mikrobia peragi karbohidrat asam + alkohol + gas Bahan pangan berlemak + mikrobia lipolitik asam lemak + gliserol Beberapa mikrobia tidak hanya mengubah tekstur daging namun juga membentuk pigmen warna dan lendir pada permukaan daging hasil dari sintesis polisakarida (Pelczar, 1988). Daging sapi memiliki pH yang tertinggi untuk masa setelah disembelih adalah antara 5,1 hingga 6,2 dengan suhu normal untuk daging sapi segar adalah 150 C dengan kisaran perubahan 1-20 C ( Buckle et al.,1987). Sebelum dilakukan pemotongan, hewan harus diperiksa kesehatannya. Berdasarkan pemeriksaan tersebut hewan yang dinyatakan tidak sehat akan dibatalkan untuk dipotong atau dimusnahkan. Hal ini terutama berkaitan erat dengan keberadaan penyakit hewan yang patogenik pada manusia seperti Anthraxis, Leptospirosis, Brucellosis, Toxoplasmosis, Cysticercosis,

Salmonellosis dan sejumlah penyakit hewan lain yang dapat menular dari hewan ke manusia (penyakit zoonosis) (Carwan, 2010). Salah satu bakteri membahayakan yaitu Salmonella yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit salmonellosis. Bakteri ini termasuk dalam genus enterobakteria, Gram negatif, berbentuk batang, bergerak bebas, tumbuh pada suhu 150 C 410 C, bersifat aerob dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhan 6-8 dan menghasilkan hidrogen sulfida. Jumlah Salmonella yang dapat menyebabkan salmonellosis yaitu antara 107 sel/gr - 109 sel/gr (Badan Standarisasi Nasional, 2009). Bakteri ini berkembang dalam saluran pencernaan sapi dan ayam. Bakteri ini kemudian menyebar melalui makanan yang dikonsumsi manusia. Seseorang yang terinfeksi bakteri ini akan

menunjukkan gejala diare, kram perut, demam, sakit kepala, mual, bahkan muntah-muntah (Ahira, 2011).

B. Pengendalian Kualitas Bakteriologi pada Daging Ayam dan Sapi Pengendalian kualitas untuk produk hewani yaitu daging sangat diperlukan salah satunya adalah pengendalian kualitas bakteriologi pada bahan makanan tersebut. Bahan makanan produk hewan yang didominasi oleh protein merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Keberadaan bakteri pada daging menyebabkan perubahan fisik serta kimia pada bahan tersebut. Perubahan fisik ditunjukkan dengan berubahnya bentuk, rasa dan bau yang tidak diinginkan. Perubahan kimia ditunjukkan dengan terbentuknya substrat hasil degradasi bahan makanan tersebut maupun hasil sintesis oleh bakteri. Daging merupakan bahan yang mudah rusak (perisable food) dalam waktu simpan yang cukup pendek. Untuk menguji kualitas produk tersebut dapat dilakukan uji kualitas bakteriologi. Secara umum, metode yang digunakan yaitu perhitungan total sel hidup dengan menghitung jumlah koloni, perhitungan coliform atau streptococci, deteksi mikrobia spesifik yang berhubungan dengan keracunan bahan makanan menggunakan media selektif dan diferensial (Suharni et. al., 2008) Pengendalian kualitas bakteriologi pada daging serta hasil olahannya harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2897:2008 dengan menggunakan beberapa metode uji kualitas bakteri yaitu uji Total Plate Count (TPC), uji Most Probable Number (MPN), dan uji dengan media selektif untuk menentukan adanya bakteri patogen. Uji Total Plate Count (TPC) untuk mengenumerasi bakteri yang terdapat dalam daging. Teknik tersebut berdasar jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media Plate Count Agar setelah beberapa hari inkubasi. Uji Most Propable Number (MPN) Coliform untuk menentukan jumlah bakteri Coliform dalam daging. Teknik tersebut meliputi dua tahap yaitu presumtif dan konfirmasi. Teknik ini menggunakan media cair di dalam tabung reaksi dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif. Pengamatan tabung positif dapat dilihat dengan timbulnya gas di dalam tabung Durham.

Pengujian dengan media selektif untuk menentukan adanya bakteri patogen misalnya uji Salmonella sp. Teknik uji Salmonella sp. berdasar pertumbuhan bakteri pada media selektif melalui lima tahap yaitu prapengayaan dan pengayaan, penanaman pada media selektif yang dilanjutkan dengan uji biokimia dan serologi (Badan Standarisasi Nasional, 2009).

BAB III METODE

A. Waktu dan Tempat Kerja Praktek Penelitian Kerja Praktek yang berjudul Teknik Pengujian Kualitas Bakteriologi Daging Ayam dan Sapi di Balai Besar Veteriner Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 24 Januari-11 Februari 2011 di Balai Besar Veteriner Yogyakarta, Jalan Raya Yogya-Wates KM. 27 Wates Yogyakarta. Telepon (0274) 773 168, Fax (0274) 773 354. Email : bppv4@yahoo.com. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan teknik pengendalian kualitas daging di pasar tradisional. Pelaksanaan kerja meliputi survei ke lapangan untuk mendapatkan sampel.

B. Alat Alat yang digunakan untuk melakukan uji kualitas daging ayam dan sapi yaitu satu set alat inokulasi, stomacher (Tekmar Company), timbangan semi-analitik, magnetic stirrer, vortex (Genie), dan colony counter (Bantex). Timbangan semi-analitik digunakan untuk menimbang sampel. Vortex digunakan untuk menghomogenasi suspensi. Magnetic stirrer digunakan untuk menghomogenasi medium. Stomacher digunakan untuk menghancurkan sample. Colony counter digunakan untuk menghitung jumlah koloni pada medium plate count agar.

C. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging ayam dan sapi, kultur murni Salmonella sp. untuk kontrol serta media untuk pertumbuhan bakteri dan uji kualitas bakteriologi. Media tersebut yaitu Buffered Peptone Water (10gr peptone, 5gr Sodium Chloride, 3,5gr disodium phosphate, 1,5gr pot dihydrogen phosphate), Plate Count Agar (5gr tryptone, 2,5gr yeast extract, 1gr dextrose, dan 9gr Agar), Blood Agar (15gr protease peptone, 2,5gr liver digest, 5gr yeast extract, 5gr Sodium Chloride, 12gr Agar, 3% darah), Xylose Lysine Desoxycholate Agar (3gr yeast extract, 5gr L-

Lysine, 3,75gr xylose, 7,5gr Lactose, 7,5gr Sucrose, 1gr Sodium Desoxychplate, 5gr Sodium Chloride, 6,8gr Sodium Thiosulphate, 0,8gr Ferric Ammonium Citrate, 0,08gr Phenol Red, dan 12,5gr Agar), medium MacConkey agar (20gr peptone, 10gr Lactose, 1,5gr Bile Salt no.3, 5gr Sodium Chloride, 0,05gr neutral red, 0,01gr crystal violet, 15gr Agar), medium Rappapport (Vassiliadis soya Peptone Broth 2,675gr), Lysine Iron Agar (5gr peptone, 3gr yeast extract, 1gr D (+) glucose, 10gr L-Lysine monohydrochloride, 0,04gr Sodium Thiosulfate, 0,5gr Ferric Ammonium Citrate, 0,02 Bromcresol Purple, dan 14,5gr Agar), dan Tripel Sugar Iron agar. Medium BPW digunakan untuk melakukan proses pra-pengayaan sekaligus sebagai larutan pengencer. Plate Count Agar merupakan medium untuk melakukan perhitungan jumlah bakteri. Medium Mac Conkey Agar untuk menumbuhkan bakteri Gram negatif. Medium Xylose Lysine Desoxycholate Agar (XLD agar) digunakan untuk screening atau uji koloni bakteri Salmonella sp. Triple Sugar Iron Agar (TSIA) atau Lysin Iron Agar (LIA) untuk uji ada tidaknya produksi H2S, Urease Broth untuk uji urease, Salmonella Polyvalent Somatic (O) test, Salmonella Flagelar (H) Antiserum fase 1 dan 2 serta Salmonella Grup (O) monovalent antisera : Vi untuk uji lanjut Salmonella apabila telah didapat hasil positif untuk Salmonella.

D. Prosedur Kerja Prosedur kerja untuk kerja praktek meliputi: a. Survei lapangan Aktivitas survei dan observasi dilakukan secara langsung di pasar tradisional. Survei dan observasi dilakukan untuk mendapatkan sampel daging ayam dan sapi. Sampel diambil di Pasar Godean, jalan Godean Km. 10. b. Metode Sampling Sampel diperoleh secara random dengan membeli daging ayam dan sapi di pasar tradisional. Sampel daging sapi diambil sebanyak 100 gram dari bagian yang mengandung banyak daging namun sedikit lemak sedangkan sampel daging ayam diambil sebanyak 250 gram dari bagian

paha. Kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan sebelum dianalisis sampel dimasukkan ke dalam lemari pendingin bersuhu 40C. c. Analisis Kualitas Bakteriologi Sampel Analisis kualitas bakteriologi sampel dilakukan dengan

menghitung jumlah bakteri total dengan metode Total Plate Count (TPC) dan mengidentifikasi adanya bakteri patogen khususnya Salmonella sp.. Sebelum melakukan analisis perlu diamati dan dicatat kondisi fisik daging ayam dan sapi tersebut. 1. Total Plate Count (TPC) Tahap pertama pengendalian kualitas bakteriologi adalah menentukan jumlah total bakteri (Total Plate Count) sampel daging ayam dan sapi, masing-masing daging ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dimasukkan di dalam kantong plastik tebal dan ditambah larutan Buffered Peptone Water (BPW) 20 mL, dihancurkan dengan stomacher selama 2 menit sampai halus. Semua sediaan daging tersebut dipindah ke gelas baker 500 mL dan ditambah lagi larutan BPW sebanyak 70 mL sehingga total suspensi menjadi 100 mL, merupakan pengenceran pertama (10-1). Ditutup dengan alumunium foil, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C. Penentuan TPC dilakukan melalui pengenceran seri (10-1 sampai 10-6). Sebanyak 1 mL suspensi diambil, dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi aquades steril 9 mL untuk mendapatkan pengenceran kedua (10-2) dan seterusnya sampai pengenceran keenam (10-6). Sebanyak 1 mL suspensi dari setiap pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6 dimasukkan ke dalam cawan petri steril serta dilakukan dua ulangan. Ditambah 15 mL PCA yang mencair (44-460C), diratakan dengan cara digeser berputar. Selanjutnya cawan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C.

Gambar 1. Teknik pengenceran seri 10-1 sampai 10-6 pada metode TPC.

Setelah koloni bakteri tumbuh pada masing-masing cawan, dipilih jumlah koloni 25-250. Perhitungan jumlah sel bakteri yang tumbuh dilakukan dengan syarat sebagai berikut: 1. Jumlah koloni yang terdapat pada tiap cawan petri antara 25-250 koloni, jika memang tidak ada yang memenuhi syarat, maka dipilih yang jumlahnya mendekati 250, 2. tidak ada koloni speader lebih dari 50%, 3. perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang berturut-turut antara pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil dari 2, hasilnya dirata-rata. Tetapi jika lebih besar dari 2, yang dipakai jumlah mikrobia dari hasil pengenceran sebelumnya, jumlah sel dihitung dari jumlah koloni dikali dengan faktor pengenceran.

2. Uji Salmonella Uji kualitas bakteriologi selain Total Plate Count (TPC) yaitu mengidentifikasi adanya bakteri patogen Salmonella sp.. Uji Salmonella sp. terdiri dari lima tahap yaitu pra-pengkayaan,

pengkayaan selektif, penanaman pada media selektif, uji biokimia dan uji serologi. Sampel daging ayam dan sapi masing-masing ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dimasukkan di dalam kantong plastik tebal dan ditambah larutan Buffered Peptone Water (BPW) 20 mL, dihancurkan dengan stomacher selama 2 menit sampai halus. Semua sediaan daging tersebut dipindah ke gelas baker 500 mL dan ditambah lagi larutan BPW sebanyak 70 mL sehingga total suspensi menjadi 100 mL, merupakan pengenceran pertama (10-1). Ditutup dengan alumunium foil, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C. Sebanyak 1 mL suspensi diambil kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi media Rappaport 5 mL, diinkubasi pada suhu 420C selama 48 jam. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan media Rappaport yang menjadi keruh. Tahap selanjutnya yaitu inokulasi pada media selektif. Media yang digunakan yaitu XLD, Mac Conkey Agar dan Blood Agar. Inokulasi secara streak suspensi Rappaport ke dalam tiga media tersebut, diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Koloni positif pada media XLD ditandai dengan koloni berwarna pink dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni berwarna hitam. Koloni positif pada Blood Agar ditandai dengan adanya koloni seperti mata ikan dimana koloni ditengah terdapat warna putih atau hitam dan tepinya bening. Koloni positif pada Mac Conkey ditandai dengan adanya koloni tidak berwarna (non lactose femerntasi). Apabila terdapat koloni seperti itu maka selanjutnya di uji biokimia. Tahap uji biokimia dilakukan dengan menginokulasi koloni yang diduga sebagai koloni Salmonella sp. ke dalam medium TSIA atau LIA, diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif Salmonella ditandai dengan terbentuknya H2S pada media TSIA atau LIA. Sedangkan pada reaksi urease, Salmonella positif menunjukkan reaksi yang negatif atau medium tidak berubah.

Tahap terakhir yaitu uji serologi. Uji serologi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa antiserum yaitu Salmonella Polyvalent Somatic (O) test, Salmonella Flagelar (H) Antiserum fase 1 dan 2 serta Salmonella Grup (O) monovalent antisera : Vi. Uji serologi dilakukan dengan mengambil satu bagian ose koloni dari TSIA atau LIA kemudian digoreskan pada gelas benda, diberi satu tetes larutan garam fisiologis (0,85% NaCl steril), ditetesi antiserum Salmonella

Polyvalent Somatic (O) test disamping koloni, dicampur hingga sempurna. Selanjutnya diamati adanya gumpalan atau tidak. Hasil positif ditandai dengan adanya penggumpalan pada koloni uji. Hal yang sama dilakukan untuk uji tehadap Salmonella Grup (O) monovalent antisera:Vi serta Salmonella Flagelar (H) Antiserum fase 1 dan 2.

Gambar 2. Teknik uji Salmonella sp. pada sampel daging ayam dan sapi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Sampling untuk mengambil sampel daging ayam dan sapi dilakukan di salah satu kios daging ayam dan sapi yang ada di Pasar Godean pada tanggal 30 Januari 2011 pukul 15.00. Kondisi fisik daging sudah tidak segar lagi. Pada permukaan daging dihinggapi lalat. Banyak lalat beterbangan di sekitar daging karena kebersihan tempat untuk berjualan yang kurang terjaga. Sampel daging sapi mengandung banyak daging namun sedikit lemak. Daging sapi sudah mengalami sedikit kerusakan yang ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi kehijauan, agak kering (kadar air rendah) serta mulai berbau. Daging ayam diambil pada bagian paha, agak kering (kadar air rendah), berwarna putih pucat dan pada beberapa bagian terdapat warna kebiruan. Kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan sebelum dianalisis sampel dimasukkan ke dalam lemari pendingin bersuhu 40C untuk menghindari adanya perubahan baik secara fisik maupun kimia pasca pengambilan sampel dari pedagang sehingga diharapkan hasil uji laboratorium nantinya benar-benar menggambarkan kondisi daging saat diambil dari pedagang.

Gambar 3. Sampel daging ayam dan sapi yang diuji.

Tabel berikut ini merupakan hasil pengamatan kondisi fisik daging ayam dan sapi. Tabel 1. Kondisi fisik daging ayam dan sapi pada saat dibeli dari Pasar Godean. Sampel Daging ayam Daging sapi Warna Putih pucat, ada warna kebiruan Merah pucat, ada warna kehijauan Bau Amis Kenampakan Pucat, agak kering Agak kering

Mulai berbau tidak enak

Warna pucat pada daging ayam dan sapi diakibatkan karena daging telah mengalami proses post mortem yang berupa autolisis sel-sel otot sehingga daging tidak terlihat segar. Kadar mioglobinnya sudah mengalami penurunan sehingga daging tidak terlihat semerah ketika masih segar. Warna agak kehijaun dimungkinkan karena daging telah ditumbuhi mikrobia dari genus Lactobacillus dan Leuconostoc. Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner juga mengambil sampel dengan random di daerah-daerah di Provinsi D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura dalam beberapa bulan sekali untuk melaksanakan pemantauan kualitas bakteriologi produk asal hewan. Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Yogyakarta bertugas melakukan isolasi dan identifikasi bakteri patogen pada produk asal hewan. Selain itu, Laboratorium Bakteriologi juga menerima permintaan pengujian sampel dari masyarakat, sampel dapat berupa produk asal hewan yang belum diolah (daging, susu, dan telur) atau produk hewani hasil olahan (daging giling dan susu bubuk olahan pabrik).

Gambar 4. Alur pengiriman contoh laboratorium Balai Besar Veteriner Yogyakarta. Sampel yang berasal dari masyarakat sebagai pengguna jasa pemeriksaan laboratorium akan melalui alur tertentu untuk dapat memperoleh hasik pemeriksaan laboratorium. Sampel masuk ke Bagian Penerimaan Contoh di Seksi Informasi Veteriner (Manajer Teknis Administrasi Laboratorium) untuk mencatat pengujian yang diminta oleh Pengguna Jasa Laboratorium. Pengguna jasa harus membayar biaya pengujian sampel dengan tarif pembayaran sesuai dengan jenis pengujian sampel. Sampel yang telah masuk mendapat surat pengantar ke Laboratorium yang ditunjuk untuk pengujian. Setelah sampel diuji oleh petugas Laboratorium, hasil pengujian sampel di Laboratorium dikirim ke Manajer Teknis Aministrasi Laboratorium, dikirimkan kepada Kepala Balai untuk diketahui, dikirimkan ke Bagian Aministrasi Umum untuk diagendakan, terakhir dikirimkan ke Bagian Surat Keluar untuk dikirimkan pada pengguna jasa atau ke loket pengambilan hasil. Pengiriman hasil melalui beberapa media yaitu melalui telepon bila hasil uji

sangat penting, melalui Faksimili bila hasil uji penting, dan melalui email bila cara tersebut dikehendaki oleh pengguna jasa. Pengguna jasa juga dapat mengambil langsung hasil pengujian di Laboratorium. Meskipun demikian, pihak Balai Besar Veteriner Yogyakarta tetap mengirim hasil pengujian melalui pos. Selain menguji sampel yang dikirimkan oleh pengguna jasa pengujian, Balai Besar Veteriner Yogyakarta juga melakukan survei mandiri secara berkala untuk melaksanakan sertifikasi status kesehatan hewan dan hasill uji produk asal hewan. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mencegah dan menanggulangi penyakit hewan serta sekaligus mengontrol kualitas produk bahan makanan asal hewan. Teknik pengujian kualitas bakteriologi daging ayam dan sapi yang dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Yogyakarta adalah dengan melakukan pengujian penghitungan jumlah total bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC) dan pengujian adanya bakteri patogen khususnya Salmonella sp. Uji yang dilakukan meliputi uji TPC dan uji bakteri patogen yaitu Salmonella sp.. Tabel berikut merupakan hasil uji Total Plate Count. Tabel 2. Hasil TPC sampel daging ayam dan sapi yang diperoleh dari Pasar Godean. Sampel Daging sapi Pengenceran 10-3 >250 >250 Daging ayam >250 >250 10-4 >250 >250 >250 >250 10-5 >250 >250 184* 242* 10-6 197* 123* 14 21 Total Bakteri (CFU/gr) 110 x 106 213 x 105 atau 21,3 x 106

Standar batas cemaran mikrobia daging: TPC < 1,0x106 CFU/gr. Keterangan : * jumlah koloni yang memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil penanaman dalam medium plate count agar selama 24 jam, jumlah bakteri pada daging sapi sebanyak 110 x 106 CFU/gr. Hal tersebut menunjukkan bahwa daging sudah tidak layak konsumsi karena

jumlah total bakteri yang terdapat pada daging sapi mencapai 110 x 106 CFU/gr, jumlah tersebut telah melampaui syarat yang dikeluarkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI). Berdasarkan acuan dari Badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI No. 7388-2009), jumlah total bakteri yang diperbolehkan pada daging sapi segar untuk dikonsumsi adalah 1 x 106 CFU/gr. Hasil penanaman dalam medium plate count agar selama 24 jam menunjukkan jumlah bakteri pada daging ayam sebanyak 21,3 x 106 CFU/gr. Hal tersebut menunjukkan bahwa daging ayam sudah tidak layak konsumsi karena jumlah total bakteri yang terdapat pada daging ayam mencapai 21,3 x 106 CFU/gr, jumlah tersebut telah melampaui syarat yang dikeluarkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI). Berdasarkan acuan dari Badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI No. 7388-2009), jumlah total bakteri yang diperbolehkan pada daging ayam segar untuk dikonsumsi adalah 1 x 106 CFU/gr.1 x 106 CFU/gr. Jumlah total bakteri pada daging ayam dan sapi yang telah melebihi standar kelayakan konsumsi mungkin disebabkan karena penanganan daging yang salah atau kurang higienis serta lingkungan tempat berjualan yang kotor. Daging sering kali ditempeli lalat yang kita tahu bahwa lalat merupakan vektor berbagai mikrobia penyebab timbulnya penyakit pencernaan. Selain itu, pedagang membersihkan darah pada daging atau meja untuk berjualan dengan menggunakan lap yang belum jelas kebersihan dan sanitasinya. Pembersihan dilakukan dengan mengelap begitu saja seluruh permukaan daging sapi tanpa mencuci dengan air bersih. Hal ini memberikan nilai sanitasi yang negatif. Pengendalian kualitas bakteriologi pada daging juga dilakukan dengan uji ada tidaknya bakteri patogen yaitu Salmonella sp.. Pengujian Salmonella sp. penting untuk dilaksanakan pada daging ayam dan sapi karena unggas dan sapi juga mungkin terserang Salmonellosis dan keberadaan bakteri tersebut pada daging ayam dan sapi yang dikonsumsi manusia dapat menyebabkan penyakit Salmonellosis pada manusia. Salmonella sp. merupakan bakteri yang bersifat patogen terhadap manusia. Hewan ternak mungkin terkena penyaktit Salmonellosis karena kondisi peternakan yang kurang bersih atau kondisi

makanan hewan yang kurang bersih (Adams, 1995). Oleh karena itu bakteri Salmonella sp. mungkin juga terdapat pada produk asal hewan misalnya daging. Penyakit Salmonellosis juga disebut penyakit zoonosis, dapat ditularkan dari hewan ke manusia (Adams, 1995). Penyakit Salmonellosis pada manusia dapat menyebabkan sakit kepala, muntah, diare, dan demam ringan. Bahkan pada sapi, domba, dan kuda, penyakit ini dapat menyebabkan keguguran. Pada uji jumlah total bakteri dan uji Salmonella sp., sampel terlebih dahulu dibuat suspensi dengan Buffered Peptone Water (BPW), dengan larutan tersebut diharapkan bakteri pada sampel tetap hidup dan mampu melakukan recovery sel yang hampir mati misalnya akibat perlakuan penyimpanan dalam suhu dingin. Untuk pengujian total jumlah bakteri tidak perlu proses pengayaan selama 24 jam, namun untuk uji Salmonella sp. harus dilakukan proses pra-pengayaan dengan menginkubasi suspensi sampel pada suhu 370C selama 24 jam. Tabel berikut merupakan hasil pengujian sampel daging terhadap ada tidaknya bakteri Salmonella sp.

Tabel 3. Hasil uji bakteri patogen Salmonella sp. pada sampel daging ayam dan sapi yang diperoleh dari Pasar Godean. Tahap Pengujian Seleksi koloni pada media: Blood Agar Mac Conkey Agar XLD Reaksi Daging Ayam Daging Sapi

LIA

Urease

Salmonella Polyvalent Somatic (O) test

+ (ada koloni pink dengan titik mengkilat) + (terbentuk H2S, warna menjadi kehitaman) + (warna menjadi keunguan) (tidak ada penggumpalan)

+ (ada koloni pink dengan titik mengkilat) (tidak terbentuk H2S) + (warna menjadi keunguan) (tidak ada penggumpalan)

Salmonella Flagelar (H) Antiserum fase 1 dan 2 Salmonella Grup (O) monovalent antisera : Vi

(tidak ada penggumpalan) (tidak ada penggumpalan)

(tidak ada penggumpalan) (tidak ada penggumpalan)

Suspensi sampel dalam BPW kemudian ditanam untuk proses pengayaan selektif dalam medium Rappaport Vassiliadis soya Peptone Broth. Proses pengayaan ini dilaksanakan agar bakteri yang tumbuh merupakan bakteri Salmonella sp. dan agar bakteri tersebut mampu melakukan proses proliferasi sel. Hasil penanaman suspensi sampel dalam proses pengayaan menunjukkan bahwa pada semua sampel mungkin terdapat bakteri Salmonella sp. karena medium menjadi keruh bahkan berubah warna (Gambar 5)

Gambar 5. Hasil penanaman suspensi sampel daging ayam dan sapi pada medium Rappaport Vassiliadis soya Peptone Broth.

Proses pengayaan dilanjutkan pada tahap isolasi dengan penanaman ke dalam medium selektif yaitu Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLD agar). Koloni berwarna merah muda dengan atau tanpa titik hitam mengkilat yang tumbuh pada medium XLD diperkirakan sebagai koloni Salmonella sp. (Gambar 6). Hasil penanaman suspensi sampel dari medium

RappaportVassiliadis soya Peptone Broth ke medium Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLD agar) menunjukkan bahwa sampel daging ayam dan sapi terlihat adanya pertumbuhan koloni bakteri tersebut (Gambar 7). Koloni Salmonella sp. berwarna hitam mengindikasikan adanya deposit

hydrogen sulfide (H2S) dalam kondisi basa. Medium XLD mengandung sodium thiosulfate sehingga bakteri Salmonella sp. mampu memproduksi hydrogen sulfide (H2S) dari thiosulfate (Todar, 2011).

Gambar 6. Koloni Salmonella sp. pada medium Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLD agar).

Gambar 7. Koloni yang diduga Salmonella sp. pada sampel daging sapi (sampel 4) dan daging ayam (sampel 5) dalam media XLD.

Koloni dari sampel suspensi daging ayam dan sapi yang diduga merupakan koloni bakteri Salmonella sp. ini kemudian ditanam lagi dalam medium LIA dan Urea untuk memastikan apakah koloni tersebut termasuk koloni bakteri Salmonella sp. atau bukan. Penanaman koloni tersebut dilaksanakan untuk melihat sifat biokimianya karena medium XLD juga merupakan medium spesifik untuk bakteri-bakteri famili Enterobacteriaceae.

Mungkin koloni yang tumbuh bukan merupakan Salmonella sp. namun bakteri lain yang juga mampu menghasilkan hydrogen sulfide (H2S).

4.a

4.b

5.a

5.b

Gambar 8. Sampel no.4 berupa daging sapi, 4.a Uji LIA positif, 4.b Uji Urease positif. Sampel no.5 berupa daging ayam, 5.a Uji LIA negatif, 5.b Uji Urease positif.

Hasil penanaman pada medium LIA dan Urea menunjukkan bahwa koloni bakteri pada daging sapi (sampel 4) bukan merupakan Salmonella sp. karena medium LIA (Lysine Iron Agar) tberubah warna menjadi hitam (positif memproduksi H2S) namun medium Urea berubah warna menjadi merah muda. Pada daging ayam (sampel 5), koloni bakteri bukan merupakan Salmonella sp. karena medium LIA (Lysine Iron Agar) tidak berubah warna menjadi hitam (negatif memproduksi H2S) dan medium Urea berubah warna menjadi merah muda. Apabila koloni bakteri yang ditanam merupakan Salmonella sp. medium LIA akan menjadi hitam karena pembentukan H2S dan juga akan menghasilkan warna ungu karena reaksi alkalin (basa). Medium Urea tidak akan berubah warna karena Salmonella sp. tidak dapat memproduksi urease untuk menaikkan pH sehingga tidak dapat mengubah warna medium dari kuning menjadi merah muda atau merah. Uji LIA dan Uji TSIA dapat dilakukan salah satu saja karena fungsi kedua medium tersebut sama yaitu untuk menunjukkan adanya H2S.

Gambar 9. Uji LIA (kanan) dan Urea (kiri) yang positif Salmonella sp. sebagai kontrol.

Uji LIA dan Urea menunjukkan hasil negatif untuk reaksi yang disebabkan oleh Salmonella sp. oleh karena itu tidak perlu dilakukan uji serologi dengan serum polyvalent. Menurut Adams (1995), untuk mengkonfirmasi atau memastikan keberadaan Salmonella sp. harus dilaksanakan uji serologi dengan Salmonella Polyvalent Somatic (O) Antiserum A-S. Uji serologi menunjukkan hasil positif untuk Salmonella sp. yaitu apabila terjadi penggumpalan pada campuran suspensi sampel dengan antiserum dan tidak terjadi penggumpalan pada campuran kontrol (larutan garam fisiologis) dengan antiserum. Prinsip uji serologi adalah adanya ikatan antibodi dan atigen, antibodi berasal dari antiserum dan antigen berasal dari sel bakteri Salmonella sp.. bakteri dari famili Enterobacteriaceae.

Gambar 10. Uji serologi menggunakan antiserum yaitu a. Salmonella Polyvalent Somatic (O) test, b. Salmonella Grup (O) monovalent antisera : Vi dan c. Salmonella Flagelar (H) Antiserum fase 1 dan 2.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan data yang telah dibahas pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa: 1. Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Yogyakarta melakukan pengendalian pada kualitas fisik daging ayam dan sapi dengan melakukan pemantauan dan pengambilan sampel yang akan diuji di laboratorium secara random. Pemantauan dilaksanakan beberapa bulan sekali ke beberapa daerah. Selain itu, Laboratorium Bakteriologi juga menerima sampel dari masyarakat yang menggunakan jasa pengujian bakteriologi. 2. Analisis kualitas bakteriologi pada daging ayam dan sapi dilaksanakan dengan uji Total Plate Count dan uji Salmonella sp. Jumlah total bakteri pada daging ayam 21,3 x 106 CFU/gram dan daging sapi 110 x 106 CFU/gram. Kedua daging tersebut sudah tidak layak konsumsi karena melebihi standar jumlah total bakteri yang diperbolehkan pada daging ayam dan sapi segar untuk dikonsumsi yaitu 1 x 106 CFU/gram. Uji bakteri patogen yaitu Salmonella sp. dengan pengujian presumtif menggunakan medium selektif Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLD agar) dan pengujian konfirmasi menggunakan medium Lysine Iron Agar (LIA) serta medium Urea menunjukkan hasil negatif Salmonella sp. untuk sampel daging ayam dan sapi yang diuji. Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Pengintensifan kegiatan monitoring atau pengawasan terhadap jual beli daging ayam dan sapi baik yang berasal dari dalam maupun luar kota, oleh instansi yang berwenang. 2. Melakukan pengecekan rutin terhadap kebersihan atau sanitasi tempat penjualan daging ayam dan sapi di Pasar Godean dan melakukan penyuluhan kepada pedagang terhadap pentingnya sanitasi bagi daging ayam dan sapi segar.

DAFTAR PUSTAKA
Adams, M. R. & Moss, M.O. 1995. Food Micobiology. The Royal Society of Chemistry: Cambridge, pp.274-278. Ahira, Anne. 2001. Awas, Bahaya Bakteri Salmonella. http://www.anneahira.com/bakteri-salmonella.htm Diakses 8 Mei 2011. Anonim2. 2009. Salmonella pada Telur Bebek dan Cara Mendiagnosanya. http://duniaveteriner.com/2009/06/salmonella-pada-telur-bebek-dan-caramendiagnosanya/print. Diakses 12 Desember 2010. Anonim1. 2010. Keamanan Pangan Asal Hewan.

http://www.denpasarkota.go.id/instansi/file/?KEAMANANPANGANASA LHEWAN1.htm. Diakses 12 Desember 2010. Balai Besar Veteriner Wates-Yogyakarta. 2009. Profil Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates-Yogyakarta. Departemen Pertanian Direktorat Jendral Peternakan. Yogyakarta, hal. 1-14. Badan Standarisasi Nasional. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikrobia dalam Daging, Telur, dan Susu serta Hasil Olahannya.

http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/7779. Diakses 12 Desember 2010. Badan Standarisasi Nasional. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikrobia dalam Pangan. BSNI, Indonesia. Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta , hal. 227-246. Carwan. 2010. Peran Dokter Hewan di Bidang Pangan.

http://duniaveteriner.com/2010/04/peran-dokter-hewan-di-bidangpangan/print. Diakses 12 Desember 2010.

Pelczar, M.J.1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Terjemahan: Ratna Sirie Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, Sri Lestari Angka. UIPress. Jakarta, hal.892-920. Suharni, T.T., Nastiti, S.J., & Soetarto, A.E.S. 2008. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Atma Jaya. Yogyakarta, hal. 199-203. Todar, Kenneth. 2011. Salmonella and Salmonellosis.

www.textbookofbacteriology.net diakses tanggal 21 Juni 2011. Waluyo, L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. Malang, hal. 333-343.

LAMPIRAN Lampiran 1. Presentasi kerja praktek

Lampiran 2. Borang pendaftaran kerja praktek

Lampiran 3. Borang usulan kerja praktek

Lampiran 4. Borang ijin kerja praktek

Lampiran 5. Borang pemantauan kerja praktek

Lampiran 6. Surat ijin kerja praktek di Balai Besar Veteriner Yogyakarta

Lampiran 7. Sertifikat kerja praktek di Balai Besar Veteriner Yogyakarta

You might also like