You are on page 1of 69

Air Kehidupan

Buku Ketiga
Air Kehidupan Buku Ketiga - 2

Air Kehidupan - Buku Ketiga


© 2004 Daniel V. Kaunang

Rilis perdana
format elektronik, April 2004

Buku ini dapat diperbanyak atau disebarluaskan dalam keadaan dan format yang
seutuhnya tanpa harus mendapat terlebih dahulu persetujuan tertulis dari penulis.

Partisipasi dan kontribusi Anda pada Air Kehidupan akan sangat berarti bagi seluruh
pembaca. Kontribusi dapat berupa artikel, studi (filsafat, ilmiah, teologi), prosa, puisi,
maupun buku-buku (baik hardcopy maupun versi elektronik), dan lainnya.

Anda dapat menghubungi penulis melalui e-mail: danielvk@theronworks.com

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 3

Kata Pengantar

Jurnal Air Kehidupan sepanjang tahun 2003 dan awal 2004 masih banyak berbicara
seputar agama sebagaimana tahun sebelumnya, namun kali ini ulasan-ulasannya
disampaikan dalam scope fokus yang lebih teknis kepada sistem agama, dogma dan
doktrin kepercayaan yang telah terkristalisasi dalam agama-agama seperti Islam maupun
Kristen.

Beberapa diantaranya cukup menyentuh dogma dasar kepercayaan sehingga pada tingkat
pemahaman agama tertentu dapat menimbulkan riak-riak emosional atau persepsi yang
negatif. Namun di sisi lain, ulasan-ulasan dalam buku ini juga mengalirkan semangat
emansipasi dari pengekangan dan pembatasan ide-ide terhadap kebebasan spiritual
manusia, sekaligus membawa semangat pembaruan yang dinamis terhadap kekakuan
dogma dan doktrin-doktrin berbagai agama.

Agama yang aturan-aturan dan doktrinnya terkristalisasi telah terbukti sulit memberikan
kontribusi bagi dunia dan kemanusiaan yang selalu mengalami perubahan pada setiap
jamannya. Oleh karena itulah lembaga agama sejatinya adalah lembaga agama yang
dinamis, yang memiliki kerendahan hati untuk mengakui dan memperbaiki kekeliruan
pemahaman teologisnya di masa lalu, yang mendukung dialog antar-agama, dan terbuka
kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan.

Semoga apa yang terangkum dalam Jurnal Air Kehidupan kali ini dapat sedikitnya
memberikan manfaat intelektual maupun spiritual bagi kita semua.

Salam kasih,

Daniel V. Kaunang
April 2004

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 4

Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................................ 3
Apakah Yesus Diutus untuk Menebus Dosa Umat Manusia?.........................................5
Yang Dunia Butuhkan................................................................................................... 12
Neraka........................................................................................................................... 14
A child of God...............................................................................................................16
Deklarasi Etika Global.................................................................................................. 17
Pemahaman Agama.......................................................................................................21
Mengapa Kita Perlu Berdoa ?....................................................................................... 23
Sekte & Cult.................................................................................................................. 24
Berbeda Tanpa Konflik................................................................................................. 27
Poem of Conformity .....................................................................................................33
Mengapa Dialog Agama Sensitif.................................................................................. 34
Memaknai Secara Positif "Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku"............35
Mengkaji Lembaga Agama........................................................................................... 36
Mengapa Hati Nurani Banyak Orang Tidak Berfungsi dengan Baik?.......................... 39
Merenungkan Kemerdekaan..........................................................................................43
Benarkah Poligami Sunah..?......................................................................................... 45
Bila Diri Sempit Hati.................................................................................................... 50
Injil Kerajaan Allah....................................................................................................... 54
Membongkar Teks Ambigu.......................................................................................... 60
Mengapa Babi Haram....................................................................................................64
Agama Islam dan Kristen Berasal dari Keturunan yang Sama......................................66
Tentang Jurnal Air Kehidupan...................................................................................... 68
Catatan...........................................................................................................................69

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 5

Apakah Yesus Diutus untuk Menebus Dosa Umat


Manusia?
Oleh: Daniel

Karya Penebusan adalah salah satu dogma yang fundamental dalam Kekristenan. Premis
ini dikaitkan dengan konsep dosa asal (kutukan Tuhan terhadap Adam dan Hawa), dan
Yesus telah datang untuk dikorbankan darahnya dan disalib untuk menebus dosa umat
manusia.

Sebagai seorang yang lahir dan dibesarkan secara Katholik sayapun telah diajarkan untuk
menerima doktrin tersebut for granted. Namun saya tidak pernah dapat merekonsiliasi
doktrin kepercayaan tersebut dengan batin dan iman saya. Saya bertanya-tanya, apakah
Allah mau setega itu menjadikan AnakNya sendiri sebagai "tumbal" untuk menebus dosa
umat manusia ?... Tuhan nggak gitu deh!... Cukup lama batin/nurani saya berbenturan
dengan dogma tersebut, sehingga pada akhirnya saya merasa perlu mencari jawaban atau
setidaknya titik temu atas pergumulan ini.

Apakah Yesus diutus untuk menebus dosa umat manusia ?

Untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, saya memulai dengan mempelajari
alkitab dari perjanjian lama sampai wahyu, menelusuri tafsir-tafsir yang men-validasi
doktrin penebusan. Namun menelusuri kesemuanya itu berujung kepada ilustrasi yang
paradoksikal, betapa Tuhan yang adalah Baik dan adalah Kasih, sekaligus juga
merupakan Allah yang pemarah, pendendam, pencemburu, suka perang, dan (dengan
dalih mengasihi umat manusia) tega menjadikan AnakNya sendiri sebagai "tumbal". Saya
berada di dalam situasi pemikiran yang dilematis. Di sisi eksternal, dalam kondisi
tersebut saya diajak untuk "... tidak usah pusing, percaya dan ikuti saja apa yang sudah
digariskan Gereja..". Di sisi batin atau internal, saya juga merasa perlu "...[men]
dengarkan kata hati nurani: cari, maka kau akan temukan...".

Akhirnya saya ambil pilihan terakhir, mendengarkan kata nurani. Dalam pencarian saya
berpikir, bukankah jalan yang terbaik adalah mencari jawaban langsung dari sumbernya?
Dalam hal ini, mendengar dan mengetahui DARI pernyataan-pernyataan Yesus sendiri,
Anak-Nya? Ini merupakan suatu pemikiran yang saya temukan cukup mengejutkan,
karena ternyata masih jarang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku dirinya sebagai
"pengikut Kristus".

Saya punya landasan yang jelas, mengapa kita perlu mendengar dari Yesus sendiri.
Tertulis demikian,

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 6

Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan
dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: "Inilah Anak yang Kukasihi,
kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia." [Matius 17:5]
Dia yang dimaksud tidak lain adalah Yesus dari Nazaret. Dengarkan apa yang Yesus
ajarkan. Disini saya menemukan titik terang. Apakah Yesus sendiri yang mengajarkan
dari awal bahwa dirinya datang untuk menebus umat manusia yang jatuh dalam dosa
sejak Adam dan Hawa? Mari kita bahas bersama-sama.

Interpretasi Ganda

Saya menemukan ada ayat pernyataan Yesus yang dapat dianggap mensahkan premis
penebusan, yaitu pada Matius 20:28. Kita perhatikan apa yang Yesus sampaikan waktu
itu, "...untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (warna
merah pada ayat kutipan menunjukkan pernyataan Yesus) Gereja dan teologian umumnya
mengkaitkan pernyataan ini dengan konsepsi dosa asal dan kisah pengurbanan Abraham
sehingga didapat eksegesi, penjelasan atas peristiwa penyaliban Yesus sebagai bagian dari
rencana Allah. Saya mencoba merunut kepada konteks kejadian pada saat itu. Perhatikan
bhw konteksnya adl masa-masa terakhir ketika Yesus bergumul dan dihadapkan pada
kenyataan yang akan terjadi di masa depan, yaitu dirinya akan dihukum mati disalib.
Yesus memberi petunjuk ttg apa yang akan terjadi pada dirinya. Dan hal ini divalidasi
kemudian pada Lukas 23:18,
Tetapi mereka berteriak bersama-sama: "Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas
bagi kami!"

Disini dapat diartikan konteksnya bhw Yesus pd waktu itu menyebutkan: ia harus
memberikan nyawanya yang akan dijadikan tebusan bagi banyak orang, untuk kebebasan
Barabas. Yesus menerangkan dalam sebuah metafor bahwa seorang gembala sejati rela
memberikan nyawanya demi domba-dombanya. Ini juga lebih menunjukkan ajaran "cinta
kasih tanpa pamrih", serta membuktikan bahwa kejahatan dapat dikalahkan dengan
kebaikan.

Pernyataan Yesus lainnya yang dianggap menunjuk kepada penebusan adalah perjamuan
terakhir, Matius 26:26-28 atau Markus 14:22-24.

Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-
mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah,
makanlah, inilah tubuh-Ku."
Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka
dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini.
Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk
pengampunan dosa.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 7

Sekilas "tubuh" maupun "darah" dipahami sebagai simbol Kristus yang dijadikan kurban
tebusan bagi dosa umat manusia. Tapi interpretasi lebih dalam menunjukkan bahwa (roti)
"tubuh" merupakan simbol "kebenaran" dan (anggur/air) "darah" adalah simbol
"pengampunan". Keduanya merupakan pokok ajaran yang selalu ditekankan oleh Yesus,
dan akan kita bahas di bawah. Pelajari juga makna metafor ini dalam Yoh 6:50,
"Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia
akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan
Kuberikan untuk hidup dunia."
dan Yoh 4:14,
"...barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk
selama-lamanya..."

Masih ada dua ayat lainnya dalam injil kanonik yang dapat diinterpretasi mendukung
penebusan, tapi tidak saya masukkan pada kesempatan ini, karena juga memiliki
"interpretasi ganda", bukan pernyataan yang secara eksplisit menunjuk ke soal penebusan
maupun dosa asal. Namun jika ada yang mau mengangkatnya kemudian saya terbuka
untuk membahasnya.

Ketika Yesus memberitahukan masa depan yang akan terjadi pada dirinya, murid-
muridnya sangat terguncang. Dalam Matius 16:21-23, dijelaskan:

Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi
ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam
kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.
Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya
Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau."
Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu
sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah,
melainkan apa yang dipikirkan manusia."

Ini semakin jelas menunjukkan bahwa Yesus selama hidupnya tidak pernah mengajarkan
dirinya adalah penebus dosa umat manusia.

Injil Kerajaan Allah

Jadi apa sebenarnya tujuan Yesus diutus ke dunia ? Yesus telah menyebutkannya sendiri
dengan jelas dalam Lukas 4:43:

“...‘Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk
itulah Aku diutus.’”

Yesus diutus ke dunia untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Dan jika ditelaah akan
tampak bahwa Kerajaan Allah ini merupakan tema yang sangat dominan dalam ajaran-

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 8

ajarannya. Lalu, apa Injil Kerajaan Allah yang diberitakan Yesus? Bukankah Injil berarti
Kabar baik? Kalau begitu apa yang menjadi kabar baiknya?

Berikut ini beberapa pokok Injil Kerajaan Allah, Kabar Baik yang diajarkan Yesus selama
hidupnya:

1. Bahwa Tuhan adalah Bapa dan kita semua adalah anak-anakNya. "Bapa kami..."
[Matius 6:9]

2. Keselamatan/hidup kekal dicapai melalui hukum cinta kasih: Kasihi Tuhan Bapamu
dan kasihi sesamamu manusia.
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu.
Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri.
Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
[Matius 22:37-40]

3. Masuk kerajaan Allah dengan lahir kembali dari Roh, yaitu melakukan kehendak Bapa
di sorga.
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak
dapat melihat Kerajaan Allah."
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh,
ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh,
adalah roh.
Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan
kembali..."
[Yohanes 3:3-7]

"Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga..."
[Matius 7:21]

"...Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan
berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur.
Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi.
Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu
menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga.
Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab
mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 9

mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.


Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak
percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan
sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak
menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya."
[Perumpamaan dua anak laki-laki: Matius 21:28-32]

4. Jadilah engkau sempurna, seperti Bapa di surga sempurna. "Karena itu haruslah kamu
sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." [Matius 5:48]

5. Bapa Maha Pengampun. [Perumpamaan anak yang hilang: Lukas 15:11-32]

6. Yesus mengajarkan bagaimana dosa kita dapat diampuni Tuhan: “Karena jikalau
kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu
juga.” [Matius 6:14]

7. Berbagi kabar baik: “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu
berikanlah pula dengan cuma-cuma.” [Matius 10:8]

Pengampunan dan belas kasih

Dari yang sudah saya pelajari sebelumnya, konsep penebusan merupakan tema dominan
yang dapat ditemukan dalam Alkitab (Perjanjian Lama dan Surat-surat Paulus), namun
konsep penebusan yang dikaitkan dengan dosa asal Adam dan Hawa itu tidak pernah
diajarkan oleh Yesus dan tidak ditemukan dalam keempat injil. Setelah mempelajari apa
yang Yesus ajarkan selama HIDUPNYA, saya TIDAK MENEMUKAN SATU
AJARANPUN dari Yesus yang menyatakan bhw dirinya datang untuk menebus dosa
umat manusia. Doktrin Penebusan dalam sejarahnya saya temukan lebih merupakan
konsepsi Rasul Paulus yang diadopsi dari ajaran kurban Yahudi dan dijadikan dogma
oleh Gereja. Berikut ini beberapa pernyataannya:

“Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah
kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan
Kitab Suci,...” [1 Korintus 15:3]

“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,
dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam
Kristus Yesus.
Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam
darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah
membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.” [Roma
3:23-25]

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 10

“kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari
Tuhan Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk
melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa
kita.” [Galatia 1:3-4]

“Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena
kita...” [Galatia 3:13]

“...dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu
dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang
harum bagi Allah.” [Efesus 5:2]

“Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu
memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu
Kristus. “ [1 Korintus 5:7]

“Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan
manusia, yaitu manusia Kristus Yesus,
yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian
pada waktu yang ditentukan.” [1 Timotius 2:5-6]

“...yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan
korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu
telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-
Nya sendiri sebagai korban.” [Ibrani 7:27]

“Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa
penumpahan darah tidak ada pengampunan.” [Ibrani 9:22]

Masih ada cukup banyak ayat -ayat lainnya yang menunjukkan pemahaman teologis
Paulus akan darah, kurban, dan tebusan ini. Lihat juga Roma 5:6-21, Ibrani 9:12-15, 9:24-
28, 10:1-20, dll. Sehingga ini menjelaskan kembali bahwa konsep penebusan lebih
merupakan dogma yang diajarkan secara konsisten oleh Rasul Paulus, yang cukup kontras
dengan apa yang telah diajarkan secara konsisten oleh Yesus selama hidupnya.

Sedangkan soal korban yang identik dengan konsep penebusan, Yesus sendiri telah
mengatakan, "Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan..."
[Matius 9:13]

Perhatikan bahwa maksud persembahan disini adalah sacrifice/kurban, yang mana paralel
dengan Hosea 6:6, "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan,
dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran."

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 11

Umat manusia tidak pernah harus ditebus melalui korban persembahan siapapun, karena
pengampunan dosa sudah tersedia dari Tuhan, notabene disebut sebagai Pertobatan dan
Pengampunan. Seperti yang selalu diajarkan Yesus dalam doa: "...dan ampunilah kami
akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada
kami..."

"Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan
mengampuni kamu juga.
Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni
kesalahanmu." [Matius 6:14-15]

Kesimpulan

Setelah saya mengetahui secara lebih jelas ajaran-ajaran dari Yesus, saya dapat menarik
beberapa benang merah:

1. Yesus mengajarkan bahwa umat manusia lemah, bukan terkutuk dosa asal
(berdosa sejak lahir). "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." [Matius 26:41]

2. Yesus menyatakan sendiri bahwa Dirinya diutus untuk mewartakan kebenaran,


Injil Kerajaan Allah, bukan untuk disalib dan dikurbankan untuk menebus dosa
umat manusia.

3. Yesus mengajarkan pengampunan bukan penebusan, dan belas kasih bukan


persembahan/kurban.

Saya mengerti jika apa yang saya temukan dan telah saya kemukakan diatas mungkin
belum dapat diterima oleh sebagian orang. Berbagai bentuk penolakan telah saya alami,
dari 'nasihat' halus sampai debat kusir di internet yang hanya berusaha menyudutkan
pribadi saya dengan cerca dan cacian bahkan fitnah daripada berusaha meneliti substansi
telaah yang telah saya buat. Tapi semua itu saya maklumi sebagai bagian dari proses,
seperti berbagai bentuk penolakan yang dialami Copernicus karena mengemukakan teori
heliosentris, yang bertentangan dengan teori geosentris yang saat itu menjadi kepercayaan
Gereja dan umat pada umumnya.

Saya tidak tertutup pada apapun, dan saya berterima kasih jika ada yang sudi memberikan
tanggapan, koreksi dan masukan yang membangun untuk kajian ini.

Sumber:
– Alkitab LAI
– Holy Bible New King James Version
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 12

Yang Dunia Butuhkan


Oleh: Daniel

Coba perhatikan sekitar kita.. wabah penyakit, bencana alam (gempa, longsor), dampak
perubahan cuaca, kemiskinan, kelaparan, dll.

Mau sampai kapan kita terus mengurung kerangka berpikir kita pada hal-hal insignifikan
seperti meributkan simbol-simbol keagamaan, mempertentangkan doktrin-doktrin usang,
mengagung-agungkan kitab suci kuno sebagai yang paling benar, meributkan presiden
harus muslim atau kristen, meributkan berbagai ritual jaman purba yang telah banyak
mengakibatkan korban nyawa manusia dan segala macam hal lainnya yang sering
diributkan oleh orang-orang yang ngakunya ingin "menegakkan akidah agamanya"
masing-masing... tapi tak memperdulikan sekitarnya!???

Apalah artinya beragama? Sekedar untuk gagah-gagahan? "Hey, saya ini


(muslim/kristen/buddha,dll) lho!" atau merasa bangga bisa menjalankan ritual-ritualnya?
Rajin ke rumah ibadah? Atau bisa menjelek-jelekkan agama lain dalam setiap kotbah atau
mimbar untuk kepuasan pribadi atau dalih mengkoreksi ajaran agama lain yang salah?
Memang mudah sekali mencari-cari kesalahan dalam agama lain, tapi sudahkah kita
mencari kesalahan-kesalahan dalam agama kita sendiri??? Beranikah kita menerima dan
terbuka terhadap kebenaran jika ditemukan bahwa ternyata agama kita juga ada
salahnya???

Mana yang lebih penting? "Presiden yang muslim atau kristen", atau "Presiden yang
PEDULI terhadap bangsa secara keseluruhan" ??
Mana yang lebih indah? "orang-orang yang menonjolkan agamanya sendiri, menganggap
kelompoknya paling benar", atau "orang-orang yang menonjolkan toleransi, menganggap
umat manusia adalah keluarga" ??
Mana yang lebih baik? "orang-orang 'beragama' yang berjuang untuk
menjatuhkan/memerangi agama-agama lain yang dianggap kafir", atau "orang-orang yang
berjuang untuk mempersatukan kesamaan-kesamaan dan mengharmoniskan perbedaan-
perbedaan dalam agama-agama" ??

Point saya, stop. Hentikan. Tak usah kita bicara soal agama, apalagi soal Tuhan kalau kita
hanya melulu melihat dunia dengan sebelah mata, masih merasa diri/agama/Tuhannya
paling benar, membenci manusia/kelompok lain yang dianggap sebagai musuh, dll.

Dunia tidak butuh orang-orang religius fanatik yang tujuan utamanya membela institusi
dan menjunjung tinggi kelompok agamanya sendiri.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 13

Dunia tidak butuh "katak-katak dalam tempurung" yang memelihara ketakutan terhadap
perubahan.
Dunia tidak butuh orang-orang picik yang selalu mengobarkan semangat memerangi
orang lain yang tidak seagamanya.

Tapi yang dunia butuhkan untuk saat ini dan masa depan adalah manusia-manusia yang
mampu membuahkan solusi-solusi global bagi alam dan kemanusiaan secara keseluruhan
untuk mewujudkan perdamaian dan cinta kasih yang sesungguhnya.
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 14

Neraka
Oleh: Daniel
Tanggal: 2/04/04

Doktrin agama yang mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan neraka untuk menghukum
atau menyiksa jiwa-jiwa manusia ataupun malaikat yang berdosa menurut saya pribadi
merupakan doktrin yang absurd. Analogi saya begini, seorang ayah tidak akan tega
melihat anaknya menderita, tersiksa, apalagi melakukan penyiksaan, betapapun dia telah
melakukan kesalahan. Jika seorang ayah di dunia saja tidak mau menyiksa anaknya
sendiri, apalagi Bapa yang ada di surga yang MAHA pengasih lagi penyayang??

Jaman dulu banyak orang (dan orang tua) beralasan bahwa kalau anak bersalah harus
dipukul, dimarahi, dsb, karena itu menunjukkan tanda kasih sayang. Pembenaran
terhadap Neraka memiliki landasan pola pikir yang serupa, jika manusia berdosa, maka
harus dihukum. Tapi saya tidak dapat menerima alasan/pembenaran seperti itu. Menurut
saya adalah sangat keliru jika cinta kasih dicampuradukkan dengan berbagai perbuatan
jahat/kejam berupa kekerasan fisik, ledakan emosi amarah, dan lain-lain.

"...sebab Allah adalah kasih." [1Yoh. 4:8]

dan

"Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia..." [Roma 13:10]

"Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?"
[Yakobus 3:11]

Jadi, apakah TUHAN, yang "adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan
berlimpah kasih setia" [Mazmur 103:8] juga sekaligus tega berbuat jahat dengan
menyiksa anak-anakNya yang tidak menurut kehendakNya dengan mencemplungkan ke
neraka selama-lamanya?

Bahkan absurditas tersebut tampaknya juga sudah dirasakan oleh Paus Yohanes Paulus II,
sehingga beliau di tahun 90an merasa perlu "mengkoreksi pemahaman" jemaat soal
neraka. Sri Paus menjelaskan bahwa berbagai penggambaran tentang neraka dalam Kitab
Suci perlu diinterpretasi secara lebih tepat. Neraka bukan sekedar sebuah tempat, tapi
neraka menunjukkan KEADAAN manusia yang dengan kesadaran penuh memisahkan
diri dari Tuhan. Neraka bukan bentuk hukuman abadi oleh Tuhan, melainkan kondisi
yang dihasilkan dari sikap-sikap dan tindakan yang diperbuat orang dalam hidupnya.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 15

Neraka bukan ciptaan Tuhan, melainkan ciptaan manusia sendiri... (L'Osservatore


Romano 4 Agustus 1999)

Kepercayaan neraka memang telah memiliki peran penting dalam "menjinakkan"


peradaban manusia barbar di masa lalu.. Tujuan doktrin tersebut mengutamakan manusia
agar TAKUT akan Tuhan. Tapi di masa sekarang sudah tampak tidak relevan dengan sifat
Kasih Ilahi yang semakin terungkap dalam segala sendi kehidupan manusia yang
mendambakan cinta kasih dan perdamaian.

Orang yang mengasihi Tuhan, tidak perlu takut akan Tuhan. Seorang anak mengasihi
ayah kandungnya bukan karena takut kepadanya, tapi karena semata-mata sang anak
mengasihi ayahnya, sebagaimana sang ayah telah begitu mengasihi anak-anaknya.

Begitu pula Tuhan, yang telah mengasihi anak-anakNya. Sudah waktunya kita menyadari
kasih karunia dari Tuhan dan mengalirkannya kepada sesama manusia, saudara-saudari
kita, tanpa pamrih.
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 16

A child of God

i am a child of God
He is my Father

His fragment dwells within me


nurturing me as i grow

showing me the way


of everlasting truth, beauty, and goodness

i am a child of God
you are my brother and sister

as i see Him within me


i see Him within you

so to love Him is to love you


as our Father loves each one of us

i am a child of God
i have come to realise

that each of us is unique and independent


yet we are not separate

in the fatherhood of God


and the brotherhood of man

(Daniel V. Kaunang)

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 17

Deklarasi Etika Global


Oleh: Daniel
Tanggal: 12/23/03

"Akan ada damai di bumi ketika ada damai di antara agama-agama dunia."
"Tidak ada perdamaian dunia tanpa adanya perdamaian di antara agama-agama;
tidak ada damai diantara agama-agama tanpa adanya dialog antar agama."
Dari buku "Global Responsibility" oleh Hans Kung, teologian

Deklarasi berikut ini dipersiapkan melalui perundingan selama dua tahun oleh sekitar 200
sarjana yang mewakili banyak agama di dunia. Kemudian pada tgl 4 September 1993
ditunjukkan pada Parlemen Agama-Agama Dunia yang diselenggarakan di Chicago, IL.
Deklarasi tersebut, ditambah dengan Prinsip Etika Global, ditandatangani oleh 143
pemuka dan tokoh agama seluruh dunia, termasuk Baha'i World Faith, Brahmanisme,
Brahma Kumaris, Buddhisme, Kristen, Hindu, Indigenous, Interfaith, Islam, Jainisme,
Judaisme, Native American, Neo-Pagan, Sikhisme, Taoisme, Theosophist, Unitarian
Universalist dan Zoroastrian. Lalu Konsili untuk Parlemen Agama-agama Dunia
mengajukan kepada dunia sebagai pernyataan awal mengenai aturan hidup yang dapat
disetujui oleh seluruh agama-agama dunia.

Menuju Etika Global (Deklarasi Pertama)

Dunia sedang berada dalam penderitaan. Penderitaan yang begitu dalam dan genting
sehingga kami terdorong untuk menyebutkan berbagai manifestasinya agar kedalaman
rasa sakit ini dapat diperjelas.

Damai mengelak dari kita... planet ini sedang dihancurkan... sesama hidup dalam
ketakutan... perempuan dan laki-laki saling terasingkan... anak-anak mati!

Ini sungguh menyedihkan!

Kami mengutuk perusakan terhadap ekosistem-ekosistem bumi.

Kami mengutuk kemiskinan yang mencekik potensi kehidupan; kelaparan yang


melemahkan tubuh manusia, jenjang perbedaan ekonomi yang mengancam kejatuhan
banyak keluarga.

Kami mengutuk kekacauan sosial bangsa-bangsa; ketidakpedulian terhadap keadilan yang


mendorong warga ke pinggiran; anarkisme yang marak di masyarakat; dan kematian

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 18

anak-anak dari kekerasan. Secara khusus kami mengutuk agresi dan kebencian dalam
nama agama.

Namun penderitaan ini tidak perlu terjadi.

Hal ini tidak perlu terjadi karena landasan untuk suatu etika sudah ada. Etika ini
menawarkan kemungkinan akan terciptanya individu dan tatanan global yang lebih baik,
dan membawa jauh individu-individu dari keputus-asaan, dan menjauhkan masyarakat
dari kekacauan.

Kami adalah perempuan dan laki-laki yang telah memeluk ajaran dan praktik-praktik
agama-agama dunia.

Kami menegaskan bahwa ada norma yang mutlak dan tidak dapat disanggah bagi seluruh
area kehidupan, untuk para keluarga dan masyarakat, untuk ras-ras, bangsa-bangsa, dan
agama-agama. Sejak lama telah ada garis pedoman bagi perilaku manusia yang
ditemukan dalam ajaran-ajaran agama di dunia dan yang merupakan syarat untuk tatanan
dunia yang baik.

Kami menyatakan:
Kami saling bergantung. Masing-masing bergantung pada kesejahteraan keseluruhan, dan
dengan demikian kami memiliki rasa hormat terhadap masyarakat, terhadap penduduk,
binatang, dan tumbuhan, dan untuk pemeliharaan Bumi, udara, air dan tanah.

Kami memegang tanggung-jawab individual untuk semua yang kami lakukan. Seluruh
keputusan kami, tindakan, dan kegagalan bertindak memiliki akibat-akibatnya.

Kita harus memperlakukan orang lain sebagaimana kita menghendaki orang lain
memperlakukan kita. Kami membuat komitmen untuk menghargai hidup dan martabat,
individualitas dan perbedaan, agar supaya setiap orang diperlakukan secara manusiawi
tanpa pengecualian. Kita harus memiliki kesabaran dan sikap menerima. Kita harus
mampu memaafkan, belajar dari masa lalu tapi tak pernah membolehkan diri kita
diperbudak oleh ingatan-ingatan kebencian. Membuka hati kita kepada sesama, kita harus
membenamkan perbedaan-perbedaan sempit diantara kita untuk ke arah masyarakat
dunia, mempraktekkan budaya solidaritas dan kebersamaan.

Kami menganggap umat manusia sebuah keluarga. Kita harus berusaha menjadi baik dan
murah hati. Kita tidak boleh hidup hanya untuk diri kita sendiri saja, tapi juga perlu
melayani sesama, jangan pernah lupakan anak-anak, para lanjut usia, para fakir miskin,
para penderita, para cacat, para pengungsi dan yang kesepian. Tidak seorangpun yang
harus dianggap atau diperlakukan sebagai warga kelas-dua, atau dieksploitasi dalam cara
apapun. Harus ada kesetaraan dalam persekutuan antara laki-laki dan perempuan. Kita

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 19

jangan melakukan pelanggaran seksual. Kita harus menaruh kebelakang kita segala
bentuk penguasaan atau penyalah-gunaan.

Kami berkomitmen pada kebudayaan non-kekerasan, kehormatan, keadilan, dan


kedamaian. Kita tidak akan menindas, melukai, menyiksa, atau membunuh sesama
manusia lain, meninggalkan kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan perselisihan.

Kita harus berupaya bagi tatanan ekonomi dan sosial yang adil, yang mana setiap orang
memiliki kesempatan sama untuk mencapai potensi penuh sebagai mahluk hidup. Kita
harus berbicara dan bertindak yang sesungguhnya dan dengan kasih sayang, berurusan
secara adil dengan semua orang, dan menghindari prasangka dan kebencian. Kita tidak
boleh mencuri. Kita harus melangkah melewati dominasi ketamakan akan kekuasaan,
gengsi, uang, konsumsi untuk menciptakan dunia yang damai dan adil.

Dunia tidak dapat diubah menjadi lebih baik kecuali kesadaran para individu diubah
terlebih dahulu. Kami berjanji untuk meningkatkan kesadaran kami dengan
mendisiplinkan pikiran, dengan meditasi, dengan doa, atau dengan pikiran positif. Tanpa
resiko dan kesiapan untuk berkorban tidak akan ada perubahan yang fundamental dalam
situasi kita. Oleh karena itu kami berkomitmen untuk etika global ini, untuk saling
memahami, dan untuk jalan hidup yang secara sosial bermanfaat, cinta damai, dan ramah
terhadap alam.

Kami mengundang semua orang, siapapun, beragama maupun tidak untuk melakukan hal
yang sama.

Referensi
Joel Beversluis, Ed, "A SourceBook for Earth's Community of Religions", CoNexus
Press, Grand Rapids, MI & Global Eductional Associates, New York, NY, (1995), P. 131
- 138.

Petikan-petikan dari
“Prinsip-prinsip Etika Global”

Beberapa petikan yang merujuk perihal toleransi beragama.

• Mukadimah/Preamble
“... Dari waktu ke waktu kita melihat para pemimpin dan jemaat agama-agama
mendorong agresi, fanatisme, kebencian dan xenophobia (ketidaksukaan pada yang
serba asing) – bahkan mengilhamkan dan melegitimasi kekerasan dan konflik-konflik
berdarah. Agama seringkali disalahgunakan demi mencapai tujuan-tujuan kekuasaan-
politik, termasuk perang.”

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 20

• Tuntutan mendasar: setiap manusia harus diperlakukan secara manusiawi


“...Tentu saja, agama-agama dapat dipercaya hanya ketika mereka melenyapkan
berbagai konflik yang muncul dari agama-agama itu sendiri, membongkar
kecongkakan kelompok, kecurigaan, prasangka, dan bahkan sikap dan kesan
bermusuhan. Dengan demikian menunjukkan hormat pada tradisi, tempat-tempat suci,
perayaan dan ritual orang-orang yang berbeda keyakinan...”
• Direktif mutlak: Komitmen pada budaya non-kekerasan dan menghargai hidup
“... Setiap masyarakat, setiap bangsa, setiap agama harus menunjukkan toleransi dan
rasa hormat –apresiasi tinggi yang sungguh-sungguh– terhadap setiap yang lain.
Minoritas perlu dilindungi dan didukung, apakah itu ras, etnis atau keagamaan...”
• Direktif mutlak: Komitmen terhadap budaya toleransi dan kejujuran
“...di seluruh dunia, kami tak habis-habisnya menemukan kebohongan dan
ketidakjujuran, penipuan, kemunafikan, faham sempit dan penghasutan... Para wakil
agama-agama yang menolak dan tidak menghargai agama-agama lain dan yang
mengajarkan/mengkotbahkan fanatisme dan intoleransi daripada hormat dan
pengertian... Tidak satupun perempuan atau laki-laki, institusi, negara atau lembaga
agama atau komunitas religius yang berhak berbicara kebohongan kepada orang lain....
Terutama wakil agama ketika mereka menggerakkan prasangka, kebencian dan
permusuhan terhadap orang-orang yang berlainan kepercayaan, atau bahkan menghasut
atau melegitimasi perang agama, mereka pantas mendapatkan penghukuman dan
kehilangan para pengikutnya.”
• Direktif mutlak: Komitmen terhadap budaya kesetaraan hak dan kemitraan antara laki-
laki dan perempuan.
“... Kami memiliki tugas untuk melawan dominasi jenis kelamin satu terhadap lainnya
yang diajarkan –bahkan dalam nama agama...”

Referensi
Joel Beversluis, Ed, "A SourceBook for Earth's Community of Religions", CoNexus
Press, Grand Rapids, MI & Global Educational Associates, New York, NY, (1995), P.
131 - 138.
Hans Küng, "Explanatory remarks concerning a 'Declaration of the Religions for a Global
Ethic.' " Termasuk di dalam esei adalah deklarasi. Lihat :
http://astro.ocis.temple.edu/~dialogue/Antho/kung.htm
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 21

Pemahaman Agama
Oleh: Nugroho
Tanggal: 12/11/03

Saya amati sebetulnya pemahaman agama itu ada beberapa tingkatan.

Ada yang masih level dasar, di level agama LOKAL, yang menganggap right or wrong is
my religion. Semua orang lain kafir dan masuk neraka. Mereka tidak memperhitungkan
bangsa lain, atau penduduk planet lain, kalau ada.
Berputar-putar dalam perdebatan ritual-ritual dan tradisi-akidah yang sudah berabad-abad
membeku dalam tulisan para ulama, ribuan tahun yang lalu.
Mengucapkan salam selalu harus pakai kata-kata "syaloom". Saking konyolnya, sehingga
perdebatan tatacara puasa jika dimuat di harian Pos Kota pun akan sangat menggelikan.
Pertanyaannya di Pos Kota bunyinya akan seperti ini
"Kalau puasa, boleh sikat gigi atau tidak?"

Ada yang di level agama GLOBAL, yang menganggap humanity dan mother Earth adalah
yang terpenting. bagi yang di level ini, menyanyikan "imagine there is no religion" and
"we are the children (of the world)" Mereka sibuk membuat dialog antar agama, mungkin
ingin menyusun sebuah agama baru, lintas-agama.
Atau ingin mereformasi agamanya meniru agama orang lain. Debat salah benar ajaran
menjadi amat kritis, ketika proses tukar-menukar paham dilakukan.

Ada yang sampai di level UNIVERSAL, yang memandang ke alam semesta dan
menganggap bahwa dirinya adalah bagian integral dari kosmos yang utuh.
Mereka memandang ke langit, dan menganggap diri mereka sebagai bagian dari keluarga
dan peradaban jutaan bintang-bintang yang bertaburan di sana.
Agama mereka melampaui batas ruang dan waktu. Mereka memandang keilahian dan
Tuhan adalah tujuan hidup mereka, seperti para sufi yang paham bahwa cintakasih adalah
nilai tertinggi semesta, dan dari mulut mereka bahkan mengaku "anal haq..."

Kalau Anda merasa masih berada di level lokal, maka cukup ikutilah milis-milis agama
Anda yang restricted, moderated, dan penuh slogan-slogan.
Hasil yang Anda dapat adalah tambahan pengetahuan tatacara ritual plus "iman" agar
Anda lebih fanatik menjalankan ritual-ritual itu semua. Tapi awas, terlalu over
indoktrinasi di level satu akan membuat Anda menjadi seperti Amrozi. Kalau Anda ikut
milis Islam kristen Anda pasti akan marah-marah terus dan berniat membunuh musuh
diskusi Anda.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 22

Jika Anda berani diskusi di milis Islam kristen, proletar, apakabar, atau di milis hindu,
dan pendapat Anda bisa diterima orang lain, maka Anda mungkin masuk level kedua,
agama global. Anda akan belajar banyak hal yang Anda tidak tahu, penjelasan yang lebih
masuk akal tentang berbagai ritual, dsb.
Anda sadar bahwa umat manusia ini agamanya bermacam-macam. Iman Anda pada
Tuhan yang disembah bersama akan makin diperkuat (asal tidak kalah debat
melawan penganut atheis lalu murtad jadi atheis... he he he). Memang problem utama di
level ini adalah jika orang atheis ikutan, bisa kacau diskusinya... Problem lain jika over
fanatik di level ini akan menjadi amat sekuler dan humanis, tidak percaya ajaran kitab
suci manapun, dan hanya percaya pada logika manusia, mungkin juga jadi atheis.

Namun Tuhan itu faktanya adalah pencipta alam semesta, bukan sekedar tanah Palestina
atau Bumi ini saja. Semestinya kita sampai pada level ketiga, level universal, karena di
situlah Tuhan itu ada. Di diskusi level ini, tidak ada lagi yang mudah tersinggung. Semua
merasakan kesamaan dalam roh, dan persaudaraan semesta. Serangan kelompok atheis
juga dihadapi dengan santai saja, dan dibalas dengan argumen yang lebih kuat.
Problemnya, terlalu over di level ini membuat kita tidak membumi, dan jadi manusia suci
atau sufi yang aneh.

Seperti sekolah, semua manusia tidak bisa loncat langsung masuk kelas tiga.
Semua, Anda dan saya, terlebih dahulu harus paham level satu, kemudian dua.
Kalau sudah paham di level itu, dan masih ada pertanyaan yang tidak terjawab, maka
dengan sendirinya kita ingin naik kelas. Jawaban pertanyaan kita ada di kelas yang lebih
tinggi. Kita ikuti dulu semua ritual dan akidah di level satu. Kemudian jika ulama kita
tidak bisa menjelaskan asal usul suatu tradisi, maka kita coba dengar pendapat agama lain
di level dua.
Kalau kita sudah tukar pendapat dengan agama lain dan masih juga tidak terjawab, maka
berarti jawabannya ada di level tiga. Kalau itu juga masih tidak terjawab juga, berarti kita
mesti tunggu karir berikutnya di alam yang lebih tinggi, setelah meninggal. Setelah
perjalanan panjang, kita akhirnya akan bertemu Tuhan. Terjawabkah semua pertanyaan?
Mungkin ya, mungkin juga tidak, karena buktinya sekarang ini evolusi alam semesta juga
belum selesai.
Lagipula, kalau kita bisa menjawab semua pertanyaan, berarti kita sama dengan Tuhan,
dong? Itu tidak mungkin. Tuhan lebih dari pemahaman seluruh makhluk dan alam
semesta digabung jadi satu. Disainer punya alternatif tidak terbatas. Dia yang
menciptakan sistem semesta ini pasti jauh lebih dari ciptaannya sendiri.
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 23

Mengapa Kita Perlu Berdoa ?


Oleh: Daniel
Tanggal: 11/21/03

Doa adalah jalan terbaik dalam berhubungan dengan Tuhan. Namun doa yang baik
bukanlah untuk memohon agar jalan bagi kita dibukakan, melainkan untuk mencari jalan
yang Tuhan kehendaki. Doa merupakan aktifitas yang sangat baik dalam membangun
kepercayaan berkomunikasi dengan Pencipta dan membantu dalam segala aspek hidup
keseharian kita.

Berdoa menggali saluran yang lebih dalam agar kehadiran Tuhan berdiam di dalam diri
kita. Setiap doa-doa kita telah dijawab. Akan tetapi jika jawaban pada doa-doa kita
ditunda, itu dapat dikarenakan alam semesta punya jawaban lebih baik di sepanjang jalan
kehidupan Anda. Tuhan menjawab seluruh doa-doa kita dengan membuka tingkap-
tingkap rahasia kebenaran secara bertahap. Dengan demikian doa merupakan pendorong
pertumbuhan spiritual Anda yang paling manjur.

Ada beberapa kondisi/prasyarat yang perlu diperhatikan agar doa menjadi efektif:

1. Anda harus tegar menghadapi berbagai realitas problema hidup secara tulus dan teguh
hati. Anda harus memiliki stamina / kegigihan.
2. Anda sudah benar-benar menguras tenaga dalam batasan kapasitas manusiawi. Anda
harus telah bekerja sekuat tenaga.
3. Anda harus melepaskan segala keinginan dari pikiran dan segala idaman dari jiwa bagi
transformasi pertumbuhan spiritual. Anda telah mengalami perluasan arti dan
peningkatan nilai-nilai hidup.
4. Anda harus memilih kehendak Ilahi dengan sepenuh hati.
5. Anda tidak hanya mengenal kehendak Bapa dan memilih untuk melaksanakannya, tapi
Anda juga telah menjalankan konsekrasi total serta dedikasi yang dinamis dalam
melakukan kehendak Bapa secara sungguh-sungguh.
6. Doa Anda ditujukan secara khusus untuk mencapai kebijakan ilahi (divine wisdom)
yang dapat digunakan untuk memecahkan berbagai problematika hidup manusia,
mencapai kesempurnaan ilahi.

Bahan bacaan :
The Urantia Book, Paper 91 – The Evolution of Prayer, 9. Conditions of Effective Prayer,
p.1002
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 24

Sekte & Cult


Oleh: Daniel
Tanggal: 11/09/03

Sekte maupun cult merupakan hasil dari dorongan sifat manusia yang alami untuk
berkelompok dan bersosialisasi berdasarkan suatu pemahaman yang diakui secara
kolektif. Namun dalam perkembangannya, terbentuk sekte-sekte yang menerapkan hirarki
otoriter, bahkan mengandung ajaran-ajaran yang dinilai cukup destruktif terhadap pola
pikir dan mentalitas anggotanya.

Tulisan ini mencoba menjabarkan secara ringkas apa yang dimaksud dengan sekte dan
cult, ciri-ciri kelompok yang bersifat merusak fisik, mental maupun psikologis, serta
beberapa tips yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan atau menilai suatu
kelompok.

Sekte adalah suatu golongan yang memiliki paham, cara hidup dan doktrin yang dapat
dibedakan dari yang lain. Pada dasarnya hampir semua agama intelektual merupakan
sekte (atau cult), atau setidaknya berangkat dari sekte baru atau denominasi pecahan dari
yang sudah ada.

Cult, atau kultus, adalah kelompok yang memiliki suatu bentuk pemujaan, penghormatan
(seringkali yang berlebihan) terhadap tokoh (tunggal maupun jamak), badan organisasi
atau hirarki tertentu, atau hal lainnya. Cult dapat dikategorikan kedalam berbagai aspek
antara lain kelompok religius agama, kelompok terapi, partai politik, kelompok bisnis
komersil, gerakan zaman baru, dan kelompok penyalahguna ritual. Walaupun kelompok
otomotif mania atau kelompok pemuja film tertentu bisa disebut cult, sisi negatif
pemahaman istilah cult digunakan terhadap sekte keagamaan/bisnis/politik yang dinilai
eksklusif, sektarian, berahasia (occult), dan destruktif.

Ciri-ciri utama cult yang destruktif antara lain:

1. Pengendalian Pikiran (Mind Control). Memanipulasi dengan menggunakan teknik


bujukan/rayuan, atau teknik-teknik pengubah perilaku lainnya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan dan persetujuan korban. Faktor "Rasa Takut" sering digunakan untuk
mengendalikan dan mempertahankan kesetiaan pengikut, dengan ragam ancaman
halus seperti, kalau murtad tidak akan selamat, kalau keluar dari kelompok, akibatnya
akan jauh lebih parah daripada sebelum masuk, dan sejenis lainnya.
2. Kepemimpinan Karismatik dan atau Otoritarian. Mengklaim diri pemimpin kelompok
sebagai tuhan/dewa, atau klaim memiliki pengetahuan khusus dan memiliki kekuasaan

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 25

dan hak-hak istimewa serta menuntut kesetiaan dan kepatuhan yang tidak boleh
dipertanyakan.
3. Tipu Muslihat. Merekrut dan menggalang dana dengan tujuan rahasia dan tanpa
mengungkapkan penggunaan teknik pengendalian pikiran.
4. Eksklusifitas. Suka merahasiakan, mengelakkan atau mengaburkan hal-hal tertentu
yang berkaitan dengan aktifitas dan kepercayaan yang dianut.
5. Pengasingan. Memberi jarak atau memisahkan diri dari keluarga, rekan atau
masyarakat, terjadi perubahan nilai-nilai dan karakter, serta menjadikan cult yang
diikuti sebagai "keluarga" baru.
6. Eksploitasi. Dapat berbentuk finansial, fisikal, atau psikologis. Tekanan untuk
memberi uang (donasi, iuran, dll), menghabiskan waktu atau uang untuk berbagai
pelatihan, atau memberi secara berlebihan untuk proyek tertentu, atau melakukan
aktifitas seksual yang tidak pantas, bahkan penyiksaan anak.
7. Pandangan Totalitarian terhadap dunia (pengkotak-kotakan, sindrom Kita-mereka).
Mengakibatkan pola pikir "diluar kelompok kami adalah kafir", ketergantungan pada
kelompok, mengutamakan tujuan-tujuan kelompok diatas individu, dan menyetujui
sikap-perilaku tidak etis sambil mengklaim benar.

Jika seseorang ingin memutuskan untuk bergabung ke dalam suatu kelompok keagamaan
tertentu, setidaknya terlebih dahulu harus meninjau dengan seksama apa saja yang
diajarkan. Berikut ini beberapa hal relevan yang dapat dipertimbangkan/dipertanyakan
ketika menilai/mengevaluasi suatu denominasi atau sekte (sumber dari Sects - Knowledge
Protects! An informational brochure from the- Austrian Ministry for Environment, Youth
and Family).

1. Apakah dunia sedang menuju kepada suatu jenis malapetaka (mis. kiamat, akhir
jaman), dan hanya kelompok tersebut yang tahu bagaimana mencapai selamat?
2. Apakah kelompok tersebut memiliki resep manjur untuk menanggulangi segala
masalah? Apakah ajaran-ajaran kelompok tersebut dijabarkan sebagai suatu bentuk
sains?
3. Apakah pandangan yang diberikan terhadap dunia terasa simpel dan sederhana, dan
apakah hal tsb menjelaskan tiap problema?
4. Apakah ada ketergantungan yang kuat pada figur/sosok karismatik pemimpin (master /
guru / bapa / ibu) atau pada hirarki otoritas?
5. Apakah pemikiran dibatasi dalam koridor "hitam putih"?
6. Apakah ada kajian sains atau pemikiran rasional yang ditolak?
7. Apakah kurang/tidak diperbolehkan bersikap kritis dalam komunitasnya?
8. Apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tampak dihindari, dielakkan dengan
beragam alasan atau apakah jawabannya tampak diulur, ditunda?
9. Apakah ada buku-buku dan laporan berita surat kabar yang ditolak atau diabaikan oleh
kelompok yang bersangkutan? Apakah kritik dan penolakan dari pihak luar dianggap
bukti bahwa kelompok itu benar?

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 26

10.Apakah ada ke-kurang-terbukaan atau kurangnya transparansi sehubungan dengan


permintaan finansial yang dikenakan pada anggotanya?
11.Apakah jadwal pertemuan dibatasi/terisolasi, atau terbatas hanya boleh menggunakan
buku atau film tertentu saja, atau melarang berhubungan dengan teman atau kerabat?
12.Apakah anggota dituntut/dipaksa untuk mengungkapkan detil kehidupan pribadi
mereka?
13.Apakah calon anggota menerima isyarat akan adanya suatu "ajaran rahasia" ? Dengan
pengertian, "ajaran rahasia" tersebut tidak boleh diungkapkan pada dunia diluar
kelompok.
14.Apakah sering terjadi konflik didalam lingkungan kelompok, seperti konflik antara
eks-anggota dengan anggota yang sekarang? Apakah ada konflik legal dengan
pemerintah?
15.Apakah salah satu tujuan tertingginya adalah melakukan pekerjaan-pekerjaan yang
lebih banyak bagi kelompok itu sendiri?
16.Apakah ada keharusan/tekanan untuk merekrut calon anggota baru yang lain?

Umumnya pada suatu kelompok tidak akan memiliki seluruh kriteria diatas. Namun perlu
dipertimbangkan agar berhati-hati apabila sebagian dari pertanyaan-pertanyaan diatas
dijawab dengan "Ya".
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 27

Berbeda Tanpa Konflik


Oleh : Khamami Zada
Tanggal: 11/06/03

Konflik global antarumat manusia yang terjadi dalam satu abad ini telah menyadarkan
kita, betapa umat manusia telah hidup dalam permusuhan dan pertikaian. Selalu saja, ada
konflik antarumat manusia di seluruh penjuru dunia. Agama adalah salah satu instrumen
konflik global yang terjadi di muka bumi. Perang Irak-Iran, Perang Arab-Israel, Perang
Teluk, Perang Afghanistan, dan terakhir Peristiwa 11 September dan Tragedi Bali adalah
bukti keterkaitan agama dengan konflik politik dunia global.

Kondisi demikian ini, semakin memperkuat solidaritas agama lintas teritorial (kawasan)
negara. Umat manusia benar-benar diikat oleh keyakinan agama untuk membela saudara-
saudara di negara lain, bukan lagi solidaritas kemanusiaan kaum tertindas. Sehingga
isunya bukan lagi isu politik (teritorial, ekonomi, atau budaya), melainkan sudah menjadi
isu agama. Inilah yang selama ini terjadi di negara-negara Muslim ketika terjadi benturan
dengan sesama Muslim, dan bahkan dengan dunia non-Muslim sejak berabad-abad yang
lalu. Konflik politik berubah menjadi konflik agama oleh karena agama digunakan
sebagai basis dukungan politik.

Fenomena ini menunjukkan betapa tata dunia yang damai belum menjadi kesadaran hidup
global antarumat beragama. Impian dunia yang damai seakan sirna oleh ego politik,
ekonomi, dan agama umat manusia. Di sinilah, agama kehilangan makna otentiknya
sebagai petunjuk jalan menuju kedamaian. Sebab, agama sekedar memperkuat makna
teologis yang ekslusif dan intoleran. Parahnya lagi, yang terjadi adalah radikalisasi umat
beragama, bukan kulturalisasi yang inklusif dan toleran.

Radikalisme Agama

Agama dalam sejarahnya selalu menjadi pijakan teologis umat manusia. Meskipun Karx
dan Nietzche berpandangan sinis terhadap agama, akan tetapi agama tidak pernah
kehabisan pengikut. Agama tidak pernah hilang ditelan modernisasi. Ini berbeda dengan
tradisi (adat) yang bisa musnah dimakan oleh arus deras laju modernisasi. Namun
demikian, agama sekarang ini mulai terdesak peranannya oleh rasionalitas manusia
modern, yang serba canggih.

Karena itulah, tantangan agama di masa modern adalah semakin berkurangnya peran
agama di dalam komunitas masyarakat modern. Pada gilirannya, fenomena ini
menjadikan pengikut agama mendefinisikan eksistensi agamanya untuk mensikapi
modernitas yang serba-rasional dan sekuler. Itu sebabnya, di dalam komunitas agama ada

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 28

yang frustasi dengan penyingkiran agama oleh proses modernisasi yang rasional dan
sekuler. Munculnya fundamentalisme dan radikalisasi agama adalah bagian dari
dialektika yang negatif antara agama dengan modernisasi. Hal ini tampak sekali dari
pengalaman umat Islam di beberapa kawasan dunia yang banyak melahirkan radikalisasi
akibat serangan bertubi-tubi Barat lewat demokrasi, HAM, dan isu gender ke negara-
negara Muslim. Tak pelak lagi, banyak bermunculan sikap penolakan terhadap konsep
modern Barat secara radikal akibat tidak tersedianya doktrin agama (Islam) yang eksplisit
tentang itu. Alih-alih konsep modern Barat justru mengkritik dan menyerang doktrin
agama yang berasal dari Tuhan. Inilah yang menjadikan umat beragama mengalami
proses radikalisasi terhadap agamanya dengan karakternya yang keras, agresif, dan
militan.

Secara psikologis, sikap radikal umat beragama seringkali merupakan ungkapan yang
tidak disadari dari chaos dan ketegangan dalam tubuh agama itu sendiri. Kecemasan
akibat tuntutan sekular yang sering tak terhindarkan, ketidakpastian dogmatik akibat
keragaman interpretasi, serta krisis identitas akibat persaingan sosio-kultural global yang
tajam, dan sebagainya mudah memantul secara terselubung dalam bentuk-bentuk
fanatisme dan kekerasan religius terhadap pemeluk agama lain. Yang dianggap musuh itu
bisa jadi sebenarnya hanyalah simbol-simbol dari kekacauan tanpa bentuk dalam diri
mereka sendiri.

Dengan demikian, radikalisasi adalah sikap ketidakberdayaan melawan pengaruh luar


yang begitu dahsyat tanpa bisa melakukan apresiasi konstruktif. Maka dari itu,
radikalisasi umat seringkali diekspresikan melalui sikap penolakan, pengkafiran, dan
kekerasan. Hal ini tentu saja menunjukkan betapa problem internal umat untuk
berinteraksi dengan kenyataan sosial tidak mampu diselesaikan dengan baik.

Pengalaman Umat Islam Indonesia

Indonesia adalah negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan dalam
percaturan politik di kawasan Asia Tenggara (Meski Islam di Asia Tenggara sering
disebut sebagai Islam periferal (Islam pinggiran), dalam kenyataannya perhatian Barat
terhadap dunia Islam tidak saja terfokus kepada wilayah Timur Tengah. Islam di Asia
Tenggara kini menjadi perhatian Barat setelah perkembangan Islam yang luar biasa di
Malaysia, Indonesia, dan Filiphina. Karena itu, Islam di Indonesia tidak bisa diabaikan
begitu saja dalam percaturan politik global dewasa ini.) memiliki peran yang sangat
strategis. Karena itu, Islam di Indonesia dewasa ini memiliki daya tarik yang luar biasa
bagi beberapa pengamat sejak lengsernya Orde Baru, dan bahkan sejak Tragedi 11
September Kelabu, yang telah menajamkan konflik Islam-Barat.

Kecenderungan ini sebenarnya lebih disebabkan oleh gejala bangkitnya gerakan Islam di
Indonesia yang semakin bercorak radikal. Secara internal, sikap gerakan Islam yang
memperjuangkan syariat Islam menjadi hukum negara dan secara eksternal, bersikap anti-

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 29

Barat (Amerika Serikat) melalui aksi protes, unjuk rasa, atau demontrasi, telah
menjadikan asumsi kelompok di luarnya menyebut sebagai gerakan radikal.

Semenjak kejatuhan Orde Baru, kelompok Islam radikal menemukan momentumnya


untuk melakukan akselerasi politik secara kultural (ormas Islam) dan struktural (partai
Islam). Peminggiran yang dilakukan rezim penguasa Orde Baru tampaknya menjadi spirit
untuk melakukan gerakan di saat yang tepat. Munculnya, FPI, Laskar Jihad Ahluusunah
Waljama'ah, Majelis Mujahidin, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, HAMMAS, dan lain
sebagainya, yang dirancang sebagai gerakan kultural dan maraknya pendirian partai-partai
Islam, seperti PUI (Partai Umat Islam), PKU (Partai Kebangkitan Umat), Partai Masyumi
Baru, PPP, PSII (Partai Syarikat Islam), PSII 1905 (Partai Syarikat Islam 1905), Masyumi
(Partai Politik Islam Masyumi), PBB, PK, PNU (Partai Nahdlatul Ummat) dan PP (Partai
Persatuan) sebagai gerakan struktural telah menjadi imaginasi bangkitnya Islam secara
lebih tegas.

Dua strategi gerakan ini menjadi penting ketika rezim yang berkuasa memberikan angin
kebebasan setelah lama gerakan Islam dipinggirkan secara politik oleh rezim Orde Baru.
Hasilnya, adalah partai-partai Islam (PPP dan PBB) memperjuangkan Piagam Jakarta
melalui jalur konstitusional demokrasi (parlemen), sedangkan ormas-ormas Islam radikal
memperjuangkan syariat Islam melalui jalur kultural; dakwah Islam dan aksi unjuk rasa,
baik ke parlemen maupun ke istana negara. Kolaborasi ini tampaknya menjadi kekuatan
untuk melakukan perubahan secara bertahap di dalam sistem sosial dan kenegaraan
bangsa Indonesia. Pada gilirannya, atribut, slogan, dan nama-nama Islam begitu ramai
diteriakan sebagai bagian dari pentas kekuatan dan pentas perjuangan.

Pergerakan Islam radikal memang sedang merambah ke wilayah-wilayah yang


berpenduduk mayoritas Muslim di seluruh dunia. Indonesia dan Malaysia, yang secara
statistik berpenduduk mayoritas Muslim telah mengalami gejala globalisasi Islam radikal.
(Secara lebih tegas Bassam Tibi menggunakan istilah fundamentalisme Islam, yang telah
menjadi fenomena global dalam politik dunia. Lihat Bassam Tibi, Ancaman
Fundamentalisme Rajutan Islam Politik dan Kekacauan Dunia Baru, (Yogyakarta: Tiara
Wacana,2000), hlm. 3.) Realitas ini dapat dilihat dari perkembangan kelompok Abu
Sayyaf pimpinan Abu Bakar Janjalani di Filiphina, Laskar Jihad dan Front Pembela Islam
(FPI), Hizbut Tahrir, Majelis Mujahidin, Ikhwanul Muslimin, dan lain sebagainya di
Indonesia, dan Kelompok Mujahidin Malaysia (KMM) sebuah organisasi di bawah
payung PAS di Malaysia. Mereka dianggap telah mengembangkan operasi selama
beberapa tahun terakhir, menghimpun dana, melatih milisi, materi dan pengalaman untuk
melawan Barat (Amerika Serikat), di samping memperjuangkan Islam secara radikal.
Karena itu, oleh media Barat, mereka sering disebut kelompok Islam fundamentalis.

Agama Tanpa Konflik

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 30

Berpijak pada realitas radikalisasi umat yang begitu kuat, maka sudah saatnya kita
berkewajiban mengembalikan pesan otentik agama sebagai wahyu yang kultural. Hal ini
dilakukan agar agama dapat diimplementasikan di dalam dunia yang selalu berubah.
Sebab, seringkali agama dimanipulasi untuk mengukuhkan eksistensinya dengan masa
lalu tanpa merespons secara kreatif dengan dunia modern. Padahal, agama yang tidak
mengikuti makna konstekstualnya akan kehilangan eksistensi dirinya yang akomodatif
terhadap perubahan. Bukanlah, agenda agama-agama sejak awal diwahyukan adalah
berdialog dengan problem sosial umat manusia? Karena itulah, mendialogkan agama
dengan problem-problem sosial adalah suatu keniscayaan, karena agama tidak lahir dari
ruang hampa. Ketika agama tidak disampaikan melalui budaya, ia akan memicu
munculnya ideologisasi "semu" terhadap agama, yakni sikap keberagamaan yang
berlebihan dan radikal. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak diajari untuk memahami,
tetapi meyakini agama. Agama hanya menjadi lambang eksistensi. Ia lahir bukan dari
sebuah refleksi kesadaran yang sesungguhnya, malainkan lebih merupakan upaya
penguatan status quo agama itu sendiri.

Dengan demikian, penghayatan umat terhadap agamanya adalah kunci pokok terjadinya
proses radikalisasi. Di sinilah urgensinya meng"kultural"kan agama dalam kehidupan
sosial umat manusia agar dapat memahami dan menyadari agamanya sebagai jalan
kultural menuju perdamaian. Jika agama hanya dijadikan instrumen politik, maka agama
akan dimanipulasi untuk kepentingan politik yang sifatnya sesaat. Akankah, agama yang
diturunkan oleh Tuhan sebagai jalan hidup manusia menjadi jalan kematian manusia?
Tentu saja tidak. Manusia ingin hidup bahagia, sejahtera dan damai. Maka, jalan yang
ditempuh dalam beragama bukan lagi jalan kekerasan yang merusak, tetapi jalan
kedamaian yang membahagiakan. Inilah sesungguhnya pesan otentik kepada umat
manusia. Karena itu, setiap perbedaan agama bukan menjadi masalah bagi kita sebagai
umat beragama, melainkan justru memperkaya pluralitas umat manusia.

Di tengah-tengah semakin kerasnya kehidupan umat manusia dengan tontonan konflik


dan perang yang melibatkan faktor agama, maka para pemuka agama memiliki peranan
penting untuk mengambil bagian dalam usaha perdamaian dunia. Mereka bisa tampil
sebagai suatu kekuatan untuk memformulasikan etika global yang diharapkan dapat
menunjang kelangsungan perdamaian dunia. Meminjam komentar Hans Kung,
cendekiawan asal Jerman, tidak akan ada suatu tatanan dunia (global system) yang sukses
jika tidak dilengkapi dengan etika dunia (global ethic). Komitmen inilah yang pernah
dilakukan para pemuka agama, ketika pada tahun 1993 untuk pertama kalinya dalam
sejarah agama-agama, 6500 anggota Majelis Parlemen Agama-agama Dunia bertemu di
Chicago, Amerika Serikat, untuk menciptakan Declaration Toward a Global Ethic,
deklarasi menuju tercapainya suatu etika global. (Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Bandung:
Mizan, 1999)).

Deklarasi ini sama halnya dengan Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang dicanangkan
pada tahun 1776 di Amerika Serikat yang merupakan langkah awal menuju kehidupan

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 31

moral bangsa. Deklarasi etika global ini pun menandai awal dari usaha panjang untuk
mengorientasikan penduduk dunia menuju sikap saling pengertian, saling menghargai,
dan kerjasama. Deklarasi ini berupaya untuk memadukan serta memberi tekanan kepada
persamaan-persamaan yang terdapat dalam ajaran moral agama-agama dunia masa kini.

Oleh karena itu, diperlukan komitmen perdamaian untuk masa depan peradaban umat
manusia. Kampanye rekonsiliasi dan penghentian kekerasan menjadi bagian penting bagi
perdamaian dunia. Maka menjadi penting, jika etika global yang mencerminkan sikap
kerjasama, persahabatan dan perdamaian dapat diwujudkan di kawasan yang sedang
menghadapi konflik dan perang. Dengan spirit ini, baik dari pemuka agama maupun elite
politik internasional, konflik dapat segera diakhiri. Demi perdamaian sejati, seluruh
komponen masyarakat global ikut terlibat di dalamnya secara aktif.

Maka untuk sekarang ini sudah saatnya membangun perdamaian dunia dengan spirit
agama. Komitmen ini diharapkan dapat memberikan kontribusinya bagi proses sosialisasi
dan penyadaran hidup damai sekaligus untuk mempersempit ruang konflik agama di
dunia global. Kini, sudah saatnya hidup damai abadi; tidak ada lagi konflik dan perang
yang terjadi di muka bumi ini. Sejarah hidup umat manusia harus menjadi sejarah yang
damai tanpa konflik.

Dalam konteks ini, upaya yang paling memungkinkan bagi kita adalah mendefinisikan
kembali hidup toleran dan damai. Paradigma hidup toleran dimulai dari sikap
keberagamaan yang hanief, seperti yang menjadi ajaran Islam, bahwa hidup adalah untuk
kedamaian, bukan untuk kekerasan. Di dalam Islam, hubungan antara warga dalam suatu
komunitas diatur dengan prinsip kerjasama, toleransi, dan ajakan damai. Masyarakat
Madinah adalah bukti konkret betapa komunitas Islam hidup damai antar etnik (suku,
kabilah) dan agama.

Seperti pernah dikisahkan dalam suatu hadits, "Ketika datang rombongan Nasrani
Najran berjumlah lima belas orang yang dipimpin oleh Abu al-Harits, Rasulullah
berdialog dengan mereka dan mempersilahkan mereka untuk melakukan ibadah di
Masjid Nabawi, sedangkan Rasulullah beserta sahabat shalat di bagian lain". Bahkan,
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, "dan sesungguhnya sebaik-baik agama di sisi
Allah adalah semangat pencarian kebenaran yang lapang (al-hanifiyah al-samhah)".
Pernyataan Nabi SAW ini memberikan dasar bagi terwujudnya masyarakat, bangsa dan
agama yang toleran. Sehingga, Islam dalam sejarahnya adalah agama toleran, inklusif,
dan damai.

Islam sesungguhnya tidak mengajarkan kekerasan dan kerusakan di muka bumi. Karena
Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi semua alam). Islam tidak sekedar
menjadi rahmat bagi pengikutnya, tetapi lebih dari itu menjadi rahmat bagi pengikut
agama lain, umat lain, dan bahkan semua mahluk yang diciptakan Tuhan. Inilah yang

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 32

ditunjukkan oleh Muhammad SAW kepada semua umat sejak di Mekah sampai di
Madinah.

Karena itulah, seorang orientalis asal Perancis, Louis Gardet sampai menyebut model
masyarakat Islam klasik sebagai "masyarakat inklusif" (mujtama' munfatih). Yakni,
masyarakat yang tidak bersikap keras dan radikal terhadap komunitas lain (outsider
community). Dengan demikian, cita-cita ideal komunitas Islam benar-benar terwujud dan
menjadi referensi historis untuk melanjutkannya di masa sekarang.

Nabi-nabi sebelum Muhammad pun, seperti Musa (Yahudi) dan Isa (Kristen) selalu
mengajak cinta kasih kepada umatnya. Sehingga secara teologis, semua agama
mengajarkan kedamaian dan persaudaraan. Kesatuan transendental agama di dunia ini
adalah persaudaraan, perdamaian dan cinta kasih. Sebab, agama tidak mengajarkan
kekerasan dan kekacauan yang bertentangan dengan cita-cita kemanusiaan universal.

Dalam konteks inilah, kita sekarang ini sangat mendambakan bangsa yang toleran di
Indonesia demi masa depan kemanusiaan universal. Maka, dengan semangat agama yang
toleran, bangsa kita akan menjadi bangsa yang toleran. Cita-cita ini adalah gambaran asli
dari keberagamaan yang otentik di dalam komunitas masyarakat dan bangsa yang plural.
Ini dilakukan demi terciptanya komunitas plural yang toleran dan inklusif. Sekat-sekat
primordial-keagamaan tidak boleh lagi menghalangi pergaulan antar agama, karena inilah
tantangannya di dalam masyarakat plural.

Dengan pijakan agama yang jelas tentang hidup toleran, Indonesia sebagai bangsa yang
berpenduduk Muslim terbesar di dunia diharapkan dapat mewujudkan hidup secara damai
dan toleran. Keyakinan keagamaan yang tidak radikal akan mengantarkan pada kenyataan
positif untuk hidup bersanding dengan agama lain secara wajar. Hidup bersama tanpa
penghalang keyakinan, agama, dan identitas kelompok (etnis) akan menjadikan bangsa
kita sebagai bangsa yang terbuka.

Kesemuanya ini adalah cita-cita kita semuanya sebagai umat manusia, tanpa melihat
identitas etnik dan agamanya. Paradigma hidup toleran adalah tujuan kita sebagai bangsa
yang menjunjung harkat keberbedaan dan sedang menghadapi tantangan pluralitas yang
terkoyak.

Jakarta, 29 Agustus 2003


Khamami Zada.
(Koordinator Kajian dan Penelitian Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya
Manusia (PP Lakpesdam NU) dan penulis buku "Islam Radikal: Pergulatan Ormas-Ormas
Islam Garis Keras di Indonesia" (TERAJU:2002)

Sumber: Gpdi Maranatha


***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 33

Poem of Conformity

Too many people hiding behind a brick wall


In the shadows of darkness
Afraid of the light…
Afraid of themselves

Forever conforming to the standards set


By other people living
Behind the same wall

Why are people too afraid to act out


What is deep inside them?

There are few of us that are


Strong enough to break through that wall
Never afraid to be the people that we really are

(author unknown)

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 34

Mengapa Dialog Agama Sensitif


Oleh: Daniel
Tanggal: 10/22/03

Saya pikir perlu kita pahami bersama bahwa dalam berbagai dialog antar agama,
pembahasan plus-minus masing-masing agama dibutuhkan untuk dapat membangun
sikap-sikap, paradigma keterbukaan dan pembaharuan. Pembahasan mengenai agama
selalu menjadi sensitif karena selama ini belum banyak berkembang sikap-sikap tersebut
dalam kehidupan keberagamaan kita, sebaliknya sikap-sikap yang ditumbuhkan adalah
preservasi, kristalisasi kredo, dogma, kepercayaan, tradisi kolektif yang sayangnya justru
menekan berkembangnya kemampuan melihat kebenaran dengan mata hati (secara tulus)
serta kemampuan koreksi-diri, malah mengembangkan "sistem keamanan terpadu"
dengan beragam sikap-sikap defensif, apologetik, bahkan fanatik sehingga sedikitnya
menjelaskan mengapa persoalan agama menjadi begitu sensitif.

Agama selama ini banyak dipandang sebagai komoditas yang dibakukan menjadi "paket
hemat-paket hemat" yang seringkali dijejali kepada umat awam, no questions asked. Ini
Islam/Kristen, take it or leave it. Masuk Islam/Kristen, or go to hell. Terjadi kompetisi
dan persaingan merebut pangsa pasar. Klaim-klaim bahwa agamanya paling benar pun
menjadi marak. Terjadi perang/perseteruan antar agama.
Agama juga telah begitu terdogmatisasi, terinstitusi, dan menjadi tradisi, sehingga sering
mengalami kegagalan dalam menyesuaikan terhadap berbagai perubahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat dunia. Contoh-contohnya sering dapat disaksikan dalam realitas
hidup.

Kita perlu terus membuka wacana yang mengkaji hakikat agama, yaitu hubungan pribadi
manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia. Ajaran utama agama semestinya
ditujukan untuk mempererat/merealisir hubungan antara manusia dengan Tuhan DAN
manusia dengan sesama, BUKAN untuk meng-kristen/islamkan dunia, mengembalikan
kejayaan Islam, atau motif-motif primordial kolektif keagamaan lainnya.
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 35

Memaknai Secara Positif "Untukmulah agamamu, dan


untukkulah agamaku"
Oleh: Daniel
Tanggal: 10/22/03

Saya merasa kita perlu mengkaji lebih dalam paham "untukmulah agamamu, dan
untukkulah agamaku." Saya pernah sedikit menyinggung kalau basis keluarnya ayat
tersebut adalah dari akhir konflik Muhammad dengan Quraisy. Sayangnya memang
kalimat ini paling sering digunakan untuk pemisah-misahan/pengkotak-kotakan manusia
kedalam kelompok-kelompok agama.

Kita akan coba mencari makna spiritual yang positif dari pemahaman umum yang saat ini
cenderung negatif.

Awalnya ketika dibaca melalui kacamata iman keagamaan institusi, ayat tersebut tidak
berbeda artinya dengan pemahaman umum, ya untukmu agamamu, untukku agamaku.
Tapi jika kita lebih dalam mengupas makna agama yang sesungguhnya, kita menemukan
bahwa hakikat agama adalah sebagai reaksi dan pengalaman individu terhadap karya
Tuhan dalam dirinya, dan sifatnya adalah sangat pribadi, unik, yang belum tentu sama.

Dari pandangan diatas saya menempatkan agama sebagai hubungan PRIBADI manusia
yang nyata dengan Tuhan dan dengan sesama. Dengan menempatkan agama sebagai
hubungan Tuhan-manusia-sesama, maka "untukmulah agamamu, untukkulah agamaku"
dapat dimaknai secara positif yang menandaskan bahwa agama adalah hak asasi tiap
individu yang pilihannya tidak boleh dipaksakan oleh siapapun atau lembaga manapun.

Kebersamaan yang ideal harus dilandaskan bukan dari keseragaman ritual, syahadat, icon-
icon & label-label agama, melainkan dari persamaan dan persatuan tujuan, cita-cita,
harapan ideal tertinggi. Tidakkah semua agama institusi mengharapkan perdamaian ??

Someday religionists will get together and actually effect co-operation on the basis of
unity of ideals and purposes rather than attempting to do so on the basis of psychological
opinions and theological beliefs. Goals rather than creeds should unify religionists.
Since true religion is a matter of personal spiritual experience, it is inevitable that each
individual religionist must have his own and personal interpretation of the realization of
that spiritual experience. Let the term "faith" stand for the individual's relation to God
rather than for the creedal formulation of what some group of mortals have been able to
agree upon as a common religious attitude. "Have you faith? Then have it to yourself."
[P.1091 - §6]
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 36

Mengkaji Lembaga Agama


Mencoba menelaah agama yang dilembagakan, serta usulan untuk menghindarkan
lembaga agama menjadi sistem perbudakan mental

Oleh: Daniel
Tanggal: 10/22/03

"Jika saya cukup bodoh untuk memberimu suatu sistem dan jika kamu cukup bodoh
untuk mengikutinya, kamu hanya akan melulu mengcopy, menirukan, menyesuaikan diri,
menerima, dan ketika kamu lakukan itu kamu sudah menyediakan di dalam dirimu suatu
bentuk otoritas dari yang lain dan karena itu terjadi konflik antara kamu dan otoritas
itu. Kamu merasakan harus melakukan hal ini dan hal itu sebab kamu telah diberitahu
untuk melakukannya namun juga kamu tidak mampu untuk melakukan itu. Kamu
mempunyai kehendak hatimu sendiri, kecenderungan dan tekanan yang bertentangan
dengan sistem yang kamu pikir harus diikuti dan oleh sebab itu terjadi suatu
pertentangan. Maka kamu akan mengarungi kehidupan ganda antara ideologi sistem dan
keberadaan sebenarnya dari keseharianmu. Dalam usaha mencocokkan dengan ideologi,
kamu menindas diri sendiri-- sedangkan apa yang sebenarnya benar bukanlah ideologi
tetapi jati dirimu. Jika kamu mencoba untuk mempelajari dirimu menurut kepada yang
lain kamu tetap akan selalu menjadi manusia bekas." - J. Krishnamurti

Ini hanya sekedar wacana yang pernah melintas dalam fragmen pikiran saya.. mungkin
bisa menjadi awal untuk diskusi bersama.

Saya melihatnya, "agama" yang dilembagakan, merupakan suatu sistem. Sistem yang
awalnya didesain dan dikonstruksi atas rasa takut manusia akan kematian, atau fenomena-
fenomena kehidupan lainnya yang masih sangat sulit dipahami. Sistem ini, diciptakan
untuk memberikan perasaan damai dan ketenangan hati, semacam jaminan akan
kelangsungan hidup di akhirat. Sistem ini dirancang untuk memberikan kerangka
berperilaku kepada manusia melalui ikatan-ikatan dogma, kredo/syahadat, berbagai
macam tata cara hidup, beragam jenis doa dan sujud, mantra, tradisi, tahayul, dll. Sistem
ini juga dibuat supaya manusia tidak perlu berpikir susah-susah diluar yang telah
digariskan oleh sistem.

Sistem ini butuh manusia-manusia sebagai pendukung keberadaannya. Maka


dianjurkanlah, diwajibkanlah kepada manusia yang terikat dalam sistem untuk
menyebarkan informasi tentang sistem dan membawa masuk manusia lain kedalam
sistem. Sedangkan untuk menjaga loyalitas, dibuatlah indoktrinasi ketakutan-ketakutan

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 37

dalam pikiran manusia semacam "Takutlah akan Tuhan!" dan klaim-klaim (baca:
ancaman) yang intinya "diluar sistem tidak ada keselamatan".

Tapi, walaupun bagi kebanyakan manusia ignorance is bliss, manusia merupakan mahluk
intelektual kreatif yang memiliki pilihan bebas dan potensi spiritual. Karena itu dari
jaman ke jaman selalu saja ada manusia-manusia yang mencoba merombak sistem agama,
mendobrak absurditas dogma-dogma agama, dan tidak sedikit yang keluar dari sistem
untuk menciptakan sistem alternatif. Ketika eksistensi sebuah sistem agama dianggap
terancam, dibentuklah berbagai "biro pertahanan" untuk mengeradikasi sistem-sistem
tandingan yang ada dan manusia-manusia yang dicap "berbahaya" yang berada di dalam
maupun di luar sistem.

Sampai disini, peran dan tujuan sistem mulai berkembang, tidak lagi bagi kepentingan
manusia, namun utamanya adalah bagi kepentingan sistem itu sendiri. Sistem mulai
mengontrol pola pikir manusia dengan kepercayaan-kepercayaan yang difaktualisasikan,
ditanamkan ke dalam pikiran manusia. Sistem mulai menanamkan instruksi-instruksi,
antara lain adalah bahwa sistem tidak mungkin salah, manusialah yang salah. Buku yang
disucikan oleh sistem adalah pegangan kebenaran mutlak. Kemudian sistem juga
menentukan kategorisasi benar-salah, baik-jahat, suci-sesat, surga-neraka, dsb. Sistem,
disadari atau tidak mulai mengambil peran sebagai tuhan atas manusia dan lainnya.
Sampai disini, definisi agama telah berubah, agama lebih menjadi suatu sistem yang
dibangun untuk menjaga manusia dibawah kendali agama dengan premis semu supaya
manusia dapat menuju akhirat secara mulus.

"Agama", ironisnya, telah menjadi suatu sistem perbudakan mental..

Agama, sistem perbudakan mental.. memang agak provokatif. Saya menemukan paralel
dari metafor dalam film The Matrix yang ditilik dari perspektif memetik tentang sistem
lembaga agama, namun tidak ada kaitannya dengan agama (true religion) sebagai
pengalaman, hubungan individu manusia dengan Tuhan itu sendiri.

Hal-hal berikut bisa dijadikan pertimbangan:

• Mengapa orang-orang "religius fundamentalis" begitu represif terhadap orang lain


yang "tidak seiman" dan cenderung emosional ketika dihadapkan pada "paradigma
baru, pandangan alternatif", dan "perubahan"?
• Mengapa dialog yang diupayakan antar-sistem selama puluhan tahun selalu berujung
pada jalan buntu?
• Mengapa di satu sisi agama mendukung perdamaian, namun di sisi lain agama
melakukan kekerasan ? Pelajari perang dalam sejarah Islam hingga jihad yang
dikaitkan dengan terorisme, kekejaman Gereja Roma Katholik di abad pertengahan
ketika menjadi state-religion, konflik Islam-Hindu di India, Islam-Kristen di

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 38

Indonesia, dll. Agama adalah konsep yang dalam sejarahnya paling banyak
mengakibatkan tingginya angka kematian manusia.
• Mengapa agama yang ada sifatnya cenderung lebih preservatif tradisi, mitologi dan
dogma, namun sulit memberikan solusi-solusi kemanusiaan yang efektif untuk dapat
diaplikasikan di jaman modern ?

Banyak yang berpendapat berbagai masalah yang timbul dalam agama merupakan
masalah "individunya", bukan agamanya. Saya berpendapat lain. Meskipun manusia
adalah aktuator masalah, Masalah yang sebenarnya justru ada pada sistem yang pertama
kali diciptakan manusia sendiri. Sistem ini yang telah menyebarkan (istilah meme-nya)
mind virus kepada para aktuator (imam, pendeta, dll), ideologi yang dianggap paling
benar, kitab suci yang diberhalakan, nabi-nabi yang ditinggikan derajatnya, dsb. Sistem
agama telah membentuk frame of thinking manusia yang mana ego menjadi begitu
mengakar scr kolektif membentuk egotisme agama. Ketika manusia dipaksa untuk
menjadi seragam dengan agama, manusia masuk kedalam perbudakan agama, dan
manusia kehilangan keunikan identitas jati-dirinya (potensi spiritual), dari situlah saya
pikir masalahnya bermunculan.

Jika kita sepakat bahwa masalahnya ada pada sistem, maka mau tak mau perlu dicari flaw
dalam sistem, dan perlu ada perubahan untuk memperbaiki sistem agama. Saya sama
sekali tidak menyarankan meruntuhkan sistem agama yang ada, karena akibatnya sangat
catastrophic. Tapi disini kita juga dihadapkan kepada masalah lagi. Machiavelli
mengungkapkan betapa sulitnya melakukan perubahan pada suatu sistem. Sistem, ketika
semakin mengakar dan menjadi way of life bagi manusianya, termaterialisasi kedalam
realitas pandangan hidup manusia yang dimutlakkan. Manusia menjadi dependan
terhadap sistem. Bahkan tidak sedikit yang mencari nafkah dengan memanfaatkan sistem
tsb (i.e. komersialisasi/bisnis agama). Maka tidak heran jika banyak timbul kelompok-
kelompok bela agama, kelompok-kelompok konservatif yang tujuannya untuk konservasi
agama. Ketika manusia diperbudak agama, manusia akan mati-matian mempertahankan
agama.

Tapi, "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat..."
[Yesus, Markus 2:27]

Sehingga prioritasnya adalah mengembalikan dahulu hakikat sistem pada tempatnya


semula. Agama diadakan untuk manusia, bukan manusia untuk agama. Jika manusia telah
berani mengambil kontrol atas hak asasi intelektualnya, kemudian berkuasa atas
agamanya, maka dinamika perubahan dalam sistem agama menuju pencerahan
spiritualitas dan perdamaian umat manusia dapat terwujud.
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 39

Mengapa Hati Nurani Banyak Orang Tidak Berfungsi


dengan Baik?
Oleh: Irmansyah Effendi
Tanggal: 10/07/03

Bagaimana anda dapat mendengarkan hati nurani anda? Bagaimana anda dapat mengikuti
hati nurani anda? Bagaimana anda dapat membiarkan hati nurani anda sebagai nahkoda
dari diri dan hidup anda?

Sebelum mempelajari bagaimana kita dapat mendengar, mengikuti, dan membiarkan hati
nurani kita menjadi nahkoda dari diri dan hidup kita, kita harus mundur selangkah
terlebih dahulu. Marilah kita lihat terlebih dahulu penyebab mengapa hati nurani banyak
orang tidak berfungsi dengan baik, walaupun sebenarnya hati nurani adalah sesuatu yang
sangat penting dalam hidup kita. Penyebab-penyebabnya adalah:

Tidak ada Pelajaran Teknis Mengenai Hati Nurani

Secara umum dapat kita katakan bahwa dengan belajar seseorang biasanya menjadi
pandai. Pada umumnya manusia membutuhkan pelajaran dan pelatihan untuk dapat
menjadi pandai dalam sebuah hal. Hanya orang-orang tertentu yang mempunyai bakat
khusus yang dapat menjadi cukup pandai dalam hal-hal tertentu tanpa sebelumnya belajar
ataupun memperoleh pelatihan dalam bidang tersebut.

Kita memang telah banyak mempelajari berbagai hal sehubungan dengan hati nurani.
Tetapi, apabila kita teliti, hal-hal yang kita pelajari mengenai hati nurani hanya
berhubungan dengan cerita-cerita mengenai hati nurani tersebut. Kita telah mendengar
dan mempelajari mengenai betapa pentingnya hati nurani, betapa pentingnya mendengar
dan mengikuti hati nurani kita, tetapi sebelum kita dapat mendengar dan mengikuti hati
nurani kita, hati nurani kita harus sudah aktif dan kuat terlebih dahulu. Sayangnya, tidak
ada yang mengajarkan bagaimana cara mengaktifkan dan menguatkan hati nurani ini.

Dengan dibukanya rahasia terbesar ini, mudah-mudahan pengetahuan ini dapat


dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan anda dan sesama. Dengan latihan yang
sungguh-sungguh sudah pasti hati nurani anda akan menjadi aktif dan kuat. Sepanjang
anda selalu mempergunakan hati nurani anda setiap saat, semua yang anda lakukan akan
sesuai dengan yang dikehendaki Tuhan dan anda akan semakin dekat lagi dengan-Nya.

Ingatlah bahwa melakukan satu hal yang baik di mata Tuhan adalah jauh lebih penting
dari pada melakukan sejuta hal yang baik menurut otak anda. Apabila selama ini anda

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 40

tidak tahu, atau tidak pasti apakah apa yang anda lakukan adalah sesuatu yang baik di
mata Tuhan atau tidak, dengan aktif dan kuatnya hati nurani anda, anda akan tahu. Anda
akan selalu melakukan hal-hal yang terbaik dalam hidup anda, sepanjang anda
mempergunakan hati nurani anda.

Hati Belum Terbuka

Bukankah hati nurani adalah sesuatu yang sangat alami dan penting dalam diri kita?
Bukankah hati nurani adalah sebuah karunia yang sangat berharga dari Tuhan Yang Maha
Esa? Lalu, mengapa karunia yang sangat berharga ini tidak berfungsi dengan baik pada
diri kita sebagaimana seharusnya?

Ingatlah bahwa hati nurani adalah inti dari hati kita, seharusnya, hati nurani memang
berfungsi secara alami dalam dari setiap manusia. Tetapi, karena merupakan inti terdalam
dari hati, hati nurani sangat terpengaruh oleh keadaan hati. Hati pada banyak manusia
ditutup oleh otak manusia oleh kotoran-kotoran yang ditimbulkan oleh emosi negatif.

Oleh lingkungannya, manusia sedari kecil cenderung diarahkan untuk menahan hatinya
dan membiarkan otaknya untuk menguasai dirinya. Setiap kali hal ini dilakukan, otak
akan menjadi semakin kuat dan menekan, menutup hati.

Manusia juga cenderung dihinggapi oleh emosi-emosi negatif. Setiap kali emosi negatif
menghinggapi manusia, sebenarnya muncul kotoran-kotoran yang mengotori hatinya.
Kotoran yang muncul karena emosi negatif ini tidak langsung hilang setelah emosi
negatifnya lenyap. Manusia sendiri jarang membersihkan hatinya.

Jadi, semakin lama semakin banyak kotoran yang menumpuk. Lama kelamaan, kotoran
ini menutupi hati hingga hanya terbuka kecil sekali. Dengan demikian tentu saja hati
nurani juga tidak dapat menjadi aktif karena terkurung di dalam hati yang tertutup ini.
Sebelum hati nurani dapat diaktifkan, terlebih dahulu hati harus dibuka.

Ingatlah, apabila kita berbicara mengenai emosi negatif disini, kita tidak berbicara
mengenai penilaian di mata manusia. Jadi, walaupun seseorang sudah dapat
mengendalikan emosi dan sifat negatifnya sedemikian baiknya hingga dia tidak
menunjukan sedikitpun emosi atau pun sifat negatifnya di wajah maupun gerak tubuh
lainnya, dia masih dikatakan mempunyai emosi atau sifat negatif. Dia hanya telah dapat
mengendalikannya, sehingga tidak terlihat oleh manusia.

Seseorang dapat dikatakan bebas dari emosi dan sifat negatifnya hanya setelah cahaya dan
kasih Tuhan selalu memancar serta berkelimpahan di hatinya sehingga hatinya memang
tidak sedikit pun terpengaruh oleh emosi maupun sifat negatif tersebut. Ingatlah, bukan
apa yang terlihat yang penting, tetapi apa yang ada di hatilah yang paling terutama.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 41

Hati Nurani Belum Aktif

Hati Nurani yang telah terkurung sekian lama di dalam hati yang tertutup, perlahan-lahan
menjadi pasif. Jadi, sekiranya hati sudah di buka pun, anda belum dapat mempergunakan
hati nurani anda secara langsung. Anda harus mengaktifkan hati nurani anda terlebih
dahulu. Setelah hati nurani menjadi aktif, anda masih harus melatih hati nurani anda agar
dapat melawan tekanan dan batasan yang selama ini telah dibuat otak.

Otak Terlalu Dominan

Ingatlah bahwa otak kita adalah bagian dari tubuh fisik kita. Otak kita terhubung langsung
dengan tubuh fisik kita dan kita, selama ini sudah sangat terbiasa untuk hanya mengenal
dan berinteraksi dengan diri kita dari tubuh fisik. Kita juga terbiasa untuk
mempergunakan otak kita sampai mengalahkan hati kita. Dengan demikian otak telah
menjadi sangat dominan. Oleh sebab itu dibutuhkan pengertian dan kesungguhan untuk
dapat mengurangi dominasi otak dan memberikan kesempatan kepada hati nurani untuk
dapat menjadi nahkoda bagi diri dan hidup kita.

Mementingkan Diri Sendiri

Hati nurani pada kebanyakan manusia memang pasif dan terkurung di dalam hati yang
mempunyai banyak kotoran. Tetapi, sebenarnya hati nurani masih tetap berusaha untuk
bekerja. Hati nurani pada setiap manusia pasti pernah bekerja, setidak-tidaknya untuk
beberapa kali dalam hidupnya, khususnya apabila seseorang sedang berhadapan dengan
sesuatu yang sangat penting di mana godaan yang menjauhkan dirinya dari Tuhan yang
sangat kuat. Saat seseorang menghadapi sesuatu yang sangat jelek yang dapat
menjauhkannya dari Tuhan hati nurani akan memberontak sekuatnya dari semua
hambatan dan memberi peringatan kepada kita. Hati nurani tidak mau membiarkan kita
terjerumus dan menjauh dari Tuhan.

Tetapi, bagi manusia yang mementingkan diri sendiri, otak akan menutup hati nurani
dengan mudah. Lihatlah betapa mudahnya otak membenarkan diri sendiri dengan
memanipulasi info yang ada. Lihatlah betapa dengan mudahnya otak memilah-milah
informasi dengan hanya mengambil informasi-informasi yang diinginkan untuk membela
kepentingan dirinya sendiri.

Karena terlalu mementingkan diri sendiri, banyak manusia tidak menghiraukan hati
nuraninya. Oleh otaknya, hati nuraninya ditekan hingga semakin sulit untuk berperan.
Setiap kali otak berhasil mengalahkan hati nurani, hati nurani menjadi semakin lemah.
Lama kelamaan, hati nurani menjadi sangat tidak aktif gara-gara seseorang hanya
mementingkan dirinya sendiri. (Padmajaya®)

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 42

Irmansyah Effendi adalah pendiri Yayasan Padmajaya yang bergerak di bidang


penyembuhan spiritual. Beliau juga aktif menulis berbagai buku seperti Reiki, Kundalini,
Reiki Tummo, Kundalini 2, Rei Ki 2, Shing Chi, Kesadaran Jiwa, 5 Gerakan Awet Muda
Tibet, dan Hati Nurani.

Sumber: Kolom Padmajaya


***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 43

Merenungkan Kemerdekaan
Oleh: Daniel

Memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang lalu, masing-masing punya


pandangan dan harapan akan maknanya. Terutama belakangan ini dimana integritas dan
nasionalitas bangsa sangat dibutuhkan, banyak yang mengkaitkan kemerdekaan dengan
ajakan positif untuk bersatu, menjalin persatuan bangsa.

Terlepas dari itu, secara pribadi, setiap kali menjelang perayaan kemerdekaan selalu
terbesit dalam benak saya, apakah kita sungguh sudah merdeka ? Maksud saya,

Apakah kita sudah merdeka dari lingkaran kemiskinan? Merdeka dari jurang kebodohan?
Merdeka dari tirani opini mayoritas? Merdeka dari penjajahan terselubung?

Apakah kita sudah merdeka secara fisik? Merdeka dari segala bentuk kejahatan? Merdeka
dari wabah sakit penyakit? Merdeka dari segala bentuk perbudakan anak? Merdeka dari
penyalahgunaan narkotika?

Apakah kita sudah merdeka secara mental? Merdeka dari perbudakan nafsu? Merdeka
dari keinginan-keinginan yang egois? Merdeka dari kuk dan ikatan tradisi? Merdeka dari
penurunan derajat wanita? Merdeka dari tabu, tahayul dan kepercayaan yang didasarkan
atas ketakutan-ketakutan warisan masa lalu?

Apakah kita sudah merdeka secara spiritual, rohani? Merdeka dari dogmatisme lembaga
agama? Merdeka dari pengkotak-kotakan agama? Merdeka dari kontradiksi-kontradiksi
teologis? Merdeka dari paradigma benar-salah dan “agama saya paling benar, lainnya
calon penghuni neraka”?

Singkatnya, dari semua itu, apakah kita yang hidup disini, secara jasmani, mental dan
rohani, sungguh-sungguh sudah merdeka ?

Jawabannya akan sangat sulit diterima, bahkan bagi saya pribadi. Tanpa bermaksud
pesimis, namun.. bisa dikatakan, “kita ada disini karena kita tidak merdeka”. Malah, kita
cenderung memilih untuk tidak merdeka. Kita condong terikat oleh, atau mengikatkan
diri kepada berbagai hal (nafsu, kekuasaan, ketidakpedulian, kepentingan-kepentingan
egois, keinginan-keinginan materialistik, dll), bahkan ketika kita sebenarnya tidak mau
terikat dalam ketidakmerdekaan tersebut, tampaknya kita tidak kuasa bahkan menikmati
keadaan terjerat di dalam segala bentuk kungkungan itu.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 44

Menghadapi, menyadari kenyataan tersebut merupakan langkah awal menuju arti


merdeka yang sejati.

Semoga dapat menjadi renungan bersama.


***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 45

Benarkah Poligami Sunah..?


Oleh: Faqihuddin Abdul Kodir
Tanggal: 6/19/03

UNGKAPAN "poligami itu sunah" sering digunakan sebagai pembenaran poligami.

Namun, berlindung pada pernyataan itu, sebenarnya bentuk lain dari pengalihan tanggung
jawab atas tuntutan untuk berlaku adil karena pada kenyataannya, sebagaimana
ditegaskan Al Quran, berlaku adil sangat sulit dilakukan (An-Nisa: 129).

DALIL "poligami adalah sunah" biasanya diajukan karena sandaran kepada teks ayat Al
Quran (QS An-Nisa, 4: 2-3) lebih mudah dipatahkan. Satu-satunya ayat yang berbicara
tentang poligami sebenarnya tidak mengungkapkan hal itu pada konteks memotivasi,
apalagi mengapresiasi poligami. Ayat ini meletakkan poligami pada konteks perlindungan
terhadap yatim piatu dan janda korban perang.

Dari kedua ayat itu, beberapa ulama kontemporer, seperti Syekh Muhammad Abduh,
Syekh Rashid Ridha, dan Syekh Muhammad al-Madan-ketiganya ulama terkemuka Azhar
Mesir-lebih memilih memperketat.

Lebih jauh Abduh menyatakan, poligami adalah penyimpangan dari relasi perkawinan
yang wajar dan hanya dibenarkan secara syar'i dalam keadaan darurat sosial, seperti
perang, dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan dan kezaliman (Tafsir al-Manar,
4/287).

Anehnya, ayat tersebut bagi kalangan yang propoligami dipelintir menjadi "hak penuh"
laki-laki untuk berpoligami. Dalih mereka, perbuatan itu untuk mengikuti sunah Nabi
Muhammad SAW. Menjadi menggelikan ketika praktik poligami bahkan dipakai sebagai
tolok ukur keislaman seseorang: semakin aktif berpoligami dianggap semakin baik poisisi
keagamaannya. Atau, semakin bersabar seorang istri menerima permaduan, semakin baik
kualitas imannya. Slogan-slogan yang sering dimunculkan misalnya, "poligami membawa
berkah", atau "poligami itu indah", dan yang lebih populer adalah "poligami itu sunah".

Dalam definisi fikih, sunah berarti tindakan yang baik untuk dilakukan. Umumnya
mengacu kepada perilaku Nabi. Namun, amalan poligami, yang dinisbatkan kepada Nabi,
ini jelas sangat distorsif. Alasannya, jika memang dianggap sunah, mengapa Nabi tidak
melakukannya sejak pertama kali berumah tangga?

Nyatanya, sepanjang hayatnya, Nabi lebih lama bermonogami daripada berpoligami.


Bayangkan, monogami dilakukan Nabi di tengah masyarakat yang menganggap poligami

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 46

adalah lumrah. Rumah tangga Nabi SAW bersama istri tunggalnya, Khadijah binti
Khuwalid RA, berlangsung selama 28 tahun. Baru kemudian, dua tahun sepeninggal
Khadijah, Nabi berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup
beliau. Dari kalkulasi ini, sebenarnya tidak beralasan pernyataan "poligami itu sunah".

Sunah, seperti yang didefinisikan Imam Syafi'i (w. 204 H), adalah penerapan Nabi SAW
terhadap wahyu yang diturunkan. Pada kasus poligami Nabi sedang mengejawantahkan
Ayat An-Nisa 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda mati dan anak-anak yatim.
Dengan menelusuri kitab Jami' al-Ushul (kompilasi dari enam kitab hadis ternama) karya
Imam Ibn al-Atsir (544-606H), kita dapat menemukan bukti bahwa poligami Nabi adalah
media untuk menyelesaikan persoalan sosial saat itu, ketika lembaga sosial yang ada
belum cukup kukuh untuk solusi.

Bukti bahwa perkawinan Nabi untuk penyelesaian problem sosial bisa dilihat pada teks-
teks hadis yang membicarakan perkawinan-perkawinan Nabi. Kebanyakan dari mereka
adalah janda mati, kecuali Aisyah binti Abu Bakr RA.

Selain itu, sebagai rekaman sejarah jurisprudensi Islam, ungkapan "poligami itu sunah"
juga merupakan reduksi yang sangat besar. Nikah saja, menurut fikih, memiliki berbagai
predikat hukum, tergantung kondisi calon suami, calon istri, atau kondisi masyarakatnya.
Nikah bisa wajib, sunah, mubah (boleh), atau sekadar diizinkan. Bahkan, Imam al-Alusi
dalam tafsirnya, Rûh al-Ma'âni, menyatakan, nikah bisa diharamkan ketika calon suami
tahu dirinya tidak akan bisa memenuhi hak-hak istri, apalagi sampai menyakiti dan
mencelakakannya. Demikian halnya dengan poligami. Karena itu, Muhammad Abduh
dengan melihat kondisi Mesir saat itu, lebih memilih mengharamkan poligami.

Nabi dan larangan poligami

Dalam kitab Ibn al-Atsir, poligami yang dilakukan Nabi adalah upaya transformasi sosial
(lihat pada Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 108-179). Mekanisme poligami yang diterapkan Nabi
merupakan strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab
pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian
rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.

Sebaliknya, yang dilakukan Nabi adalah membatasi praktik poligami, mengkritik perilaku
sewenang-wenang, dan menegaskan keharusan berlaku adil dalam berpoligami.

Ketika Nabi melihat sebagian sahabat telah mengawini delapan sampai sepuluh
perempuan, mereka diminta menceraikan dan menyisakan hanya empat. Itulah yang
dilakukan Nabi kepada Ghilan bin Salamah ats-Tsaqafi RA, Wahb al-Asadi, dan Qais bin
al-Harits. Dan, inilah pernyataan eksplisit dalam pembatasan terhadap kebiasan poligami
yang awalnya tanpa batas sama sekali.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 47

Pada banyak kesempatan, Nabi justru lebih banyak menekankan prinsip keadilan
berpoligami. Dalam sebuah ungkapan dinyatakan: "Barang siapa yang mengawini dua
perempuan, sedangkan ia tidak bisa berbuat adil kepada keduanya, pada hari akhirat
nanti separuh tubuhnya akan lepas dan terputus" (Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 168, nomor
hadis: 9049). Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Nabi SAW menekankan pentingnya
bersikap sabar dan menjaga perasaan istri.

Teks-teks hadis poligami sebenarnya mengarah kepada kritik, pelurusan, dan


pengembalian pada prinsip keadilan. Dari sudut ini, pernyataan "poligami itu sunah"
sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan Nabi. Apalagi dengan melihat
pernyataan dan sikap Nabi yang sangat tegas menolak poligami Ali bin Abi Thalib RA.
Anehnya, teks hadis ini jarang dimunculkan kalangan propoligami. Padahal, teks ini
diriwayatkan para ulama hadis terkemuka: Bukhari, Muslim, Turmudzi, dan Ibn Majah.

Nabi SAW marah besar ketika mendengar putri beliau, Fathimah binti Muhammad SAW,
akan dipoligami Ali bin Abi Thalib RA. Ketika mendengar rencana itu, Nabi pun
langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu berseru: "Beberapa keluarga Bani
Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka
dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak
akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan
putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku;
apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti
hatinya adalah menyakiti hatiku juga." (Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 162, nomor hadis: 9026).

Sama dengan Nabi yang berbicara tentang Fathimah, hampir setiap orangtua tidak akan
rela jika putrinya dimadu. Seperti dikatakan Nabi, poligami akan menyakiti hati
perempuan, dan juga menyakiti hati orangtuanya.

Jika pernyataan Nabi ini dijadikan dasar, maka bisa dipastikan yang sunah justru adalah
tidak mempraktikkan poligami karena itu yang tidak dikehendaki Nabi. Dan, Ali bin Abi
Thalib RA sendiri tetap bermonogami sampai Fathimah RA wafat.

Poligami tak butuh dukungan teks

Sebenarnya, praktik poligami bukanlah persoalan teks, berkah, apalagi sunah, melainkan
persoalan budaya. Dalam pemahaman budaya, praktik poligami dapat dilihat dari
tingkatan sosial yang berbeda.
Bagi kalangan miskin atau petani dalam tradisi agraris, poligami dianggap sebagai
strategi pertahanan hidup untuk penghematan pengelolaan sumber daya. Tanpa susah
payah, lewat poligami akan diperoleh tenaga kerja ganda tanpa upah. Kultur ini dibawa
migrasi ke kota meskipun stuktur masyarakat telah berubah. Sementara untuk kalangan
priayi, poligami tak lain dari bentuk pembendamatian perempuan. Ia disepadankan

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 48

dengan harta dan takhta yang berguna untuk mendukung penyempurnaan derajat sosial
lelaki.

Dari cara pandang budaya memang menjadi jelas bahwa poligami merupakan proses
dehumanisasi perempuan. Mengambil pandangan ahli pendidikan Freire, dehumanisasi
dalam konteks poligami terlihat mana kala perempuan yang dipoligami mengalami self-
depreciation. Mereka membenarkan, bahkan bersetuju dengan tindakan poligami
meskipun mengalami penderitaan lahir batin luar biasa. Tak sedikit di antara mereka yang
menganggap penderitaan itu adalah pengorbanan yang sudah sepatutnya dijalani, atau
poligami itu terjadi karena kesalahannya sendiri.

Dalam kerangka demografi, para pelaku poligami kerap mengemukakan argumen


statistik. Bahwa apa yang mereka lakukan hanyalah kerja bakti untuk menutupi
kesenjangan jumlah penduduk yang tidak seimbang antara lelaki dan perempuan. Tentu
saja argumen ini malah menjadi bahan tertawaan. Sebab, secara statistik, meskipun
jumlah perempuan sedikit lebih tinggi, namun itu hanya terjadi pada usia di atas 65 tahun
atau di bawah 20 tahun. Bahkan, di dalam kelompok umur 25-29 tahun, 30-34 tahun, dan
45-49 tahun jumlah lelaki lebih tinggi. (Sensus DKI dan Nasional tahun 2000; terima
kasih kepada lembaga penelitian IHS yang telah memasok data ini).

Namun, jika argumen agama akan digunakan, maka sebagaimana prinsip yang dikandung
dari teks-teks keagamaan itu, dasar poligami seharusnya dilihat sebagai jalan darurat.
Dalam kaidah fikih, kedaruratan memang diperkenankan. Ini sama halnya dengan
memakan bangkai; suatu tindakan yang dibenarkan manakala tidak ada yang lain yang
bisa dimakan kecuali bangkai.

Dalam karakter fikih Islam, sebenarnya pilihan monogami atau poligami dianggap
persoalan parsial. Predikat hukumnya akan mengikuti kondisi ruang dan waktu. Perilaku
Nabi sendiri menunjukkan betapa persoalan ini bisa berbeda dan berubah dari satu
kondisi ke kondisi lain. Karena itu, pilihan monogami-poligami bukanlah sesuatu yang
prinsip. Yang prinsip adalah keharusan untuk selalu merujuk pada prinsip-prinsip dasar
syariah, yaitu keadilan, membawa kemaslahatan dan tidak mendatangkan mudarat atau
kerusakan (mafsadah).

Dan, manakala diterapkan, maka untuk mengidentifikasi nilai-nilai prinsipal dalam


kaitannya dengan praktik poligami ini, semestinya perempuan diletakkan sebagai subyek
penentu keadilan. Ini prinsip karena merekalah yang secara langsung menerima akibat
poligami. Dan, untuk pengujian nilai-nilai ini haruslah dilakukan secara empiris,
interdisipliner, dan obyektif dengan melihat efek poligami dalam realitas sosial
masyarakat.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 49

Dan, ketika ukuran itu diterapkan, sebagaimaan disaksikan Muhammad Abduh, ternyata
yang terjadi lebih banyak menghasilkan keburukan daripada kebaikan. Karena itulah
Abduh kemudian meminta pelarangan poligami.

Dalam konteks ini, Abduh menyitir teks hadis Nabi SAW: "Tidak dibenarkan segala
bentuk kerusakan (dharar) terhadap diri atau orang lain." (Jâmi'a al-Ushûl, VII, 412,
nomor hadis: 4926). Ungkapan ini tentu lebih prinsip dari pernyataan "poligami itu
sunah". []
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 50

Bila Diri Sempit Hati


Oleh: KH. Abdullah Gymnastiar
Tanggal: 5/26/03

Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan kepada kita hati yang lapang, yang
jernih, karena ternyata berat sekali menghadapi hidup dengan hati yang
sempit.

Hati yang lapang dapat diibaratkan sebuah lapangan yang luas membentang,
walaupun ada anjing, ada ular, ada kalajengking, dan ada aneka binatang buas
lainnya, pastilah lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas yang ada
malah makin nampak kecil dibandingkan dengan luasnya lapangan. Sebaliknya,
hati yang sempit dapat diibaratkan ketika kita berada di sebuah kamar mandi
yang sempit, baru berdua dengan tikus saja, pasti jadi masalah. Belum lagi
jika dimasukkan anjing, singa, atau harimau yang sedang lapar, pastilah akan
lebih bermasalah lagi.

Entah mengapa kita sering terjebak dalam pikiran yang membuat hari-hari kita
menjadi hari-hari yang tidak nyaman, yang membuat pikiran kita menjadi
keruh, penuh rencana-rencana buruk. Waktu demi waktu yang dilalui sering
kali diwarnai kondisi hati yang mendidih, bergolak, penuh ketidaksukaan,
terkadang kebencian, bahkan lagi dendam kesumat. Capek rasanya. Menjelang
tidur, otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian
dan kedendaman yang ada di lubuk hatinya agar habis tandas terpuaskan kepada
yang dibencinya. Hari-harinya adalah hari uring-uringan makan tak enak,
tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh konsentrasi dan energinya difokuskan
untuk memuaskan rasa bencinya ini.

Ah, sahabat. Sungguh alangkah menderitanya orang-orang yang disiksa oleh


kesempitan hati. Dia akan mudah sekali tersinggung, dan kalau sudah
tersinggung seakan-akan tidak termaafkan, kecuali sudah terpuaskan dengan
melihat orang yang menyinggungnya menderita, sengsara, atau tidak berdaya.

Seringkali kita dengar orang-orang yang dililit derita akibat rasa bencinya.
Padahal ternyata yang dicontohkan para rasul, para nabi, para ulama yang
ikhlas, orang-orang yang berjiwa besar, bukanlah mencontohkan mendendam,
membenci atau busuk hati. Yang dicontohkan mereka justru pribadi-pribadi
yang berdiri kokoh bagai tembok, tegar, sama sekali tidak terpancing oleh
caci maki, cemooh, benci, dendam, dan perilaku-perilaku rendah lainnya.
Sungguh, pribadinya bagai pohon yang akarnya menghunjam ke dalam tanah,

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 51

begitu kokoh dan kuat, hingga diterpa badai dan diterjang topan sekalipun,
tetap mantap tak bergeming.

Tapi orang-orang yang lemah, hanya dengan perkara-perkara remeh sekalipun,


sudah panik, amarah membara, dan dendam kesumat. Walaupun non muslim, kita
bisa mengambil pelajaran dari Abraham Lincoln (mantan Presiden Amerika). Dia
bila memilih pejabat tidak pernah memusingkan kalau pejabat yang dipilihnya
itu suka atau tidak pada dirinya, yang dia pikirkan adalah apakah pejabat
itu bisa melaksanakan tugas dengan baik atau tidak. Beberapa orang kawan dan
lawan politiknya tentu saja memanfaatkan moment ini untuk menghina, mencela,
dan bahkan menjatuhkannya, tapi ia terus tidak bergeming bahkan berkata
dengan arifnya,

"Kita ini adalah anak-anak dari keadaan, walau kita berbuat kebaikan
bagaimanapun juga, tetap saja akan ada orang yang mencela dan menghina.
Karena pencelaan, penghinaan bukan selamanya karena kita ini tercela atau
terhina. Pastilah dalam kehidupan ini ada saja manusia yang suka menghina
dan mencela".
Jadi, ia tidak pusing dengan hinaan dan celaan orang lain. Nabi Muhammad,
SAW, manusia yang sempurna, tetap saja pernah dihina, dicela, dan
dilecehkan. Bagaimana mungkin model kita ini, tidak ada yang menghina ?
Padahal kita ini hina betulan.

Ingatlah bahwa hidup kita di dunia ini hanya satu kali, sebentar dan belum
tentu panjang umur, amat rugi jikalau kita tidak bisa menjaga suasana hati
ini. Camkanlah bahwa kekayaan yang paling mahal dalam mengarungi kehidupan
ini adalah suasana hati kita ini. Walaupun rumah kita sempit, tapi kalau
hati kita 'plooong' lapang akan terasa luas. Walaupun tubuh kita sakit, tapi
kalau hati kita ceria, sehat, akan terasa enak. Walaupun badan kita lemes,
tapi kalau hati kita tegar, akan terasa mantap. Walaupun mobil kita merek
murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi kalau hati kita indah, akan
tetap terhormat. Walaupun kulit kita kehitam-hitaman, tapi kalau batinnya
jelita, akan tetap mulia. Sebaliknya, apa artinya rumah yang lapang kalau
hatinya sempit?! Apa artinya Fried Chicken, Burger, Hoka-hoka Bento, dan
segala makanan enak lainnya, kalau hati sedang membara ?! Apa artinya
raungan ber-AC kalau hati mendidih ?! Apa artinya mobil BMW, kalau hatinya
bangsat ?!

Lalu, bagaimana cara kita mengatasi perasaan-perasaan seperti ini ? Yang


pertama harus kita kondisikan dalam hati ini adalah kita harus sangat siap
untuk terkecewakan, karena hidup ini tidak akan selamanya sesuai dengan
keinginan kita. Artinya, kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun,
tidak boleh kita hanya siap dengan situasi yang enak saja. Kita harus sangat

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 52

siap dengan situasi dan kondisi sesulit, sepahit dan setidak enak apapun.
Seperti pepatah mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan'. Artinya, hujan
atau tidak hujan kita siap.

Hal kedua yang harus kita lakukan kalau toh ada orang yang mengecewakan
kita, adalah dengan jangan terlalu ambil pusing, sebab kita akan jadi rugi
oleh pikiran kita sendiri. Sudah lupakan saja. Yang membagikan rizki adalah
ALLAH, yang mengangkat derajat adalah ALLAH, yang menghinakan juga ALLAH.
Apa perlunya kita pusing dengan omongan orang, sampai 'doer' itu bibir
menghina kita, sungguh tidak akan kurang permberian ALLAH kepada kita.
Mati-matian ia menghina, yakinlah kita tidak akan hina dengan penghinaan
orang. Kita itu hina karena kelakuan hina kita sendiri.

Nabi SAW, dihina, tapi toh tetap cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan
yang menghinanya, Abu Jahal sengsara. Salman Rushdie ngumpet tidak bisa
kemana-mana, Permadi, Arswendo Atmowiloto masuk penjara. Siapa yang menabur
angin akan menuai badai. Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina, ia tetap
senyum, tenang, dan mantap, tidak sedikitpun ia menjawab atau membalas
dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yang diucapkan si penghinanya.
Ketika ditanya oleh sahabat-sahabatnya, "Ya Rabi (Guru), kenapa engkau tidak
menjawab dengan kata-kata yang sama ketika engkau dihina, malah Baginda
menjawab dengan kebaikan ?" Nabi Isa as, menjawab : "Karena setiap orang
akan menafkahkan apa yang dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan, maka
yang kita nafkahkan adalah keburukan, kalau yang kita miliki kemuliaan, maka
yang kita nafkahkan juga kata-kata yang mulia."

Sungguh, seseorang itu akan menafkahkan apa-apa yang dimilikinya. Ketika


Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampungnya, "Hai
kamu bodoh, gila, kurang ajar!", Ahnaf bin Qais malah menjawab, "Sudah ?
Masih ada yang lain yang akan disampaikan ? Sebentar lagi saya masuk ke
kampung Saya, kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung, mungkin
nanti mereka akan dan mengeroyokmu. Ayo, kalau masih ada yang disampaikan,
sampaikanlah sekarang !".

Dikisahkan pula di zaman sahabat, ada seseorang yang marah-marah kepada


seorang sahabat nabi, "Silahkan kalau kamu ngomong lima patah kata, saya
akan jawab dengan 10 patah kata. Kamu ngomong satu kalimat, saya akan
ngomong sepuluh kalimat". Lalu dijawab dengan mantap oleh sahabat ini,
"Kalau engkau ngomong sepuluh kata, saya tidak akan ngomong satu patah kata
pun".

Oleh karena itu, jangan ambil pusing, janga dipikirin. Dale Carnegie, dalam
sebuah bukunya mengisahkan tentang seekor beruang kutup yang ganas sekali,

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 53

selalu main pukul, ada pohon kecil dicerabut, tumbang dan dihancurkan. Di
tengah amukannya, tiba-tiba ada ada seekor binatang kecil yang lewat di
depannya. Anehnya, tidak ia hantam, sehingga mungkin terlintas dalam benak
si beruang ini, "Ah, apa perlunya menghantam yang kecil-kecil, yang tidak
sebanding, yang tidak merugikan kepentingan kita".

Percayalah, makin mudah kita tersinggung, apalagi hanya dengan hal-hal yang
sepele, akan makin sengsara hidup ini. Padahal, mau apa hidup pakai
sengsara, karena justru kita harus menjadikan orang-orang yang menyakiti
kita sebagai ladang amal, karena kalau tidak ada yang menghina, menganiaya,
atau menyakiti, kapan kita bisa memaafkan ?

Nah sahabat. Justru karena ada lawan, ada yang menghina, ada yang menyakiti
kita bisa memaafkan. Kalau dia masih muda, anggap saja mungkin dia belum
tahu bagaimana bersikap kepada yang tua, daripada sebel kepadanya. Kalau dia
masih kanak-kanak, pahami bahwa tata nilai kita dengan dia berbeda, mana
mungkin kita tersinggung oleh anak kecil. Kalau ada orang tua yang memarahi
kita, jangan tersinggung, mungkin dia khilaf, karena terlalu tuanyua. Yang
pasti makin kita pemaaf, makin kita berhati lapang, makin bisa memahami
orang lain, maka akan makin aman dan tenteramlah hidup kita ini,
subhanallah.
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 54

Injil Kerajaan Allah


Artikel ini mengungkapkan tentang Injil Kerajaan Allah yang sesungguhnya,
darimana asalnya dan apa isinya.

Oleh: Daniel
Tanggal: 4/26/03

Apa itu injil ? Cobalah menanyakannya kepada beberapa orang, Anda mungkin akan
mendapatkan beberapa jawaban yang berbeda. Ada yang akan mengatakan bahwa arti
kata injil adalah “kabar baik”, dan memang demikian, tapi itu baru sebuah definisi. Anda
ingin mengetahui, “Darimana injil tersebut berasal dan apa isinya?”

Sebagian akan mengatakan bahwa injil adalah kisah tentang Yesus sebagaimana ditulis
oleh para penulis Perjanjian Baru, Matius, Markus, Lukas dan Yohanes yang sering pula
disebut sebagai “Keempat Injil”. Sebagian lainnya akan mengatakan kabar baiknya adalah
bahwa Tuhan mengirimkan anak-Nya ke bumi untuk dikurbankan, untuk mati, dan
bangkit dari kematian untuk menebus dosa-dosa umat manusia. Sebagian juga
mengatakan kematian Yesus di kayu salib merupakan tebusan yang dibayar oleh Allah
untuk menyelamatkan manusia dari Iblis. Dan sebagainya.

Perjanjian Baru mengatakan bahwa Yesus dan murid-muridnya bepergian dari kota ke
kota, mengajarkan injil kerajaan Allah kepada orang banyak.

“Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-
rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala
penyakit dan kelemahan.” [Matius 9:35]

“Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke
desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan
Dia…” [Lukas 8:1] (Lihat juga Matius 4:23, Markus 1:14, Lukas 4:43.)

Dari ayat-ayat tersebut kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa injil merupakan sesuatu
yang Yesus sampaikan dan ajarkan. Jadi, pertanyaan “darimanakah injil berasal” telah
terjawab. Asalnya dari Yesus.

Lalu kata injil berarti “kabar baik” dan “berita suka cita”, tetapi apakah yang sebenarnya
disampaikan oleh Yesus kepada orang-orang banyak? Apa yang menjadi pesannya?
Apakah pula sebagian dari pokok ajaran, injil yang asli, ajaran Yesus saat ini telah hilang
dari pandangan kita, digantikan oleh pesan lain, ajaran tentang Yesus?

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 55

Pada berbagai perjalanan kotbahnya, Yesus memberitahu orang-orang informasi yang


amat penting (kabar baik!), dan kabar itu adalah pesan yang positif, terfokus pada
beberapa maksud yang spesifik. Injil yang Yesus ajarkan adalah informasi yang mampu
memuaskan harapan, kebutuhan dan hasrat spiritual kita yang terdalam: untuk lebih
mengenal Bapa kita di surga dan hubungan kita dengan umat manusia, untuk menjadi dari
Roh dan menunjukkan buah-buah dari Roh, serta untuk mendapatkan hidup kekal dengan
Tuhan.

Kita dapat menemukan dari ajaran-ajarannya bahwa injil Yesus, atau apa yang juga bisa
kita sebut sebagai “agamanya Yesus”, adalah demikian: Tuhan adalah Bapa spiritual
yang pengasih dan kita semua adalah anak-anakNya dalam keluarga Allah. Jika
kita mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama, kita akan mendapatkan kehidupan
kekal di surga.

Dan ajaran-ajaran Yesus yang asli tersebut itu berasal dari sumber yang aktual, dari
Tuhan sendiri, sebagaimana diwujudkan oleh anakNya. Itulah ajaran spiritual yang
dibawakan Yesus, informasi yang diberikan kepada orang banyak, injil yang
sesungguhnya. Injil inilah yang perlu Anda ketahui.

Yesus mengajarkan kita tentang melakukan kehendak Bapa dan memasuki


kerajaan surga.

“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.”
[Matius 7:21]

Melakukan kehendak Bapa adalah kunci memasuki kerajaan surga. Dan apa yang menjadi
kehendak Bapa? Sederhana sekali, yaitu mengasihi Tuhan, serta mengasihi dan melayani
saudara-saudari kita di dunia, saudara-saudari kita dalam keluarga Allah.

Yesus mengajarkan bagaimana kita dapat memiliki hidup kekal.

“Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: ‘Guru,
apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’ Jawab Yesus
kepadanya: ‘Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?’
Jawab orang itu: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’
Kata Yesus kepadanya: ‘Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan
hidup.’ [Lukas 10:25-28]

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 56

Lakukan ini dan Anda akan mendapatkan hidup kekal! Kasihi Tuhan, dan kasihi
sesamamu manusia. Sangat jelas dan sederhana, bukan?! Yesus tahu mengasihi seluruh
orang mungkin tidak mudah bagi kita, namun ia mengharapkan usaha kita.

Yesus memberitahu kita mengapa dia datang ke dunia.

“Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil
Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.’” [Lukas 4:43]

Banyak yang memiliki pandangan berbeda akan tujuan inkarnasi Yesus di dunia. Disini,
Yesus sendiri memberitahukan bahwa dia datang ke bumi untuk memberitakan injil,
kabar baik akan kerajaan Allah.

Yesus mengajarkan pandangan pribadi yang baru tentang kerajaan Allah.

“Atas pertanyaan orang-orang Farisi, apabila Kerajaan Allah akan datang, Yesus
menjawab, kata-Nya: ‘Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang
tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya
Kerajaan Allah ada di dalam dirimu*.’” [Lukas 17:20-21]

*) dalam versi King James, tertulis “the kingdom of God is within you”.

Bayangkan! Kerajaan Allah ada di dalam dirimu. Ini adalah ajaran Yesus yang sangat
menarik namun banyak disalahpahami. Ada beberapa aspek kerajaan Allah. Yang
pertama kerajaan Allah diartikan sebagai spiritual, - kerajaan ini tidak berada di alam
materi. Yang lain diartikan secara harafiah sebagai kerajaan, -Bapa dan malaikat-
malaikatNya ada di surga pada suatu tempat. Dan kemudian kerajaan di dalam. Ketika
Yesus mengatakan bahwa kerajaan Allah ada di dalam dirimu, Yesus sedang
membicarakan tentang kerajaan yang di dalam, yang sesungguhnya merupakan
bagian/fragmen dari Bapa sendiri, berbagi dalam kehidupan Anda, ikut bersama masa-
masa suka dan duka, dan jika Anda menginginkan, fragmen ini akan menuntun dan
mengarahkan Anda seperti kompas kembali kepada-Nya. Ini bukan pengejawantahan
spiritualitas yang berhembus melalui diri Anda, sebagaimana mungkin dibayangkan
seperti mahluk roh, dan yang mungkin terjadi dalam situasi tertentu, namun lebih
merupakan fokalisasi atau limitasi Bapa, dalam diri Anda.

Jika kita terpisah dari Tuhan, Yesus mengatakan apa yang Bapa butuhkan agar kita dapat
kembali kepadaNya, untuk bergabung kembali di keluargaNya, keluarga spiritual kita.

“Perumpamaan tentang anak yang hilang.” [Lukas 15:11-32]

Banyak orang tidak memikirkan perumpamaan yang Yesus ajarkan. Perumpamaan-


perumpamaan tersebut sering dikutip namun jarang sekali dijelaskan. Perumpamaan

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 57

adalah cerita sederhana dengan sebuah pesan yang jelas. Anda tidak perlu menjadi teolog
ataupun ilmuwan untuk memahaminya. Dalam perumpamaan ini, Yesus mengatakan
bahwa Bapa spiritual kita akan menerima kita kembali segera setelah kita secara tulus
ingin kembali kepadaNya. Walaupun sang anak yang penuh penyesalan berada masih
jauh, ketika bapanya melihat dirinya di jalan menuju rumahnya, dia lari dan
menyambutnya dengan penuh kasih dan suka cita. Inilah bagaimana Bapa kita di surga
menanggapi kita, anak-anakNya, selalu dengan sikap belas kasih dan pengampunan.
Tidak peduli seberapa jauh Anda merasa telah terpisah dari Bapa, jika Anda ingin
kembali ke rumah, pintunya tetap terbuka.

Yesus memberitahu kita bagaimana dosa-dosa kita dapat diampuni.

“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan
mengampuni kamu juga.” [Matius 6:14]

Mengampuni orang lain seringkali merupakan hal yang sulit kita lakukan. Namun dalam
realita, pengampunan dari Bapa selalu tersedia untuk kita. Dengan mengampuni orang
lain, kita membuka jalan / membuka pintu kedalam pengampunan itu.

Dalam sebuah percakapan dengan seorang bernama Nikodemus, Yesus mengajarkan kita
tentang “lahir kembali”.

“Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seseorang tidak dilahirkan
dari air* dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” [Yohanes 3:5]

*) air; kelahiran fisik/daging. Lihat penjelasannya di ayat 6.

Tuhan adalah roh/spirit. Ketika kita mengasihi Tuhan dan ingin melakukan kehendakNya,
kita dilahirkan kembali, dilahirkan dari Roh. Sangat sederhana.

Yesus memberitahu kita untuk menjadi sempurna.

“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah
sempurna.” [Matius 6:14]

Tidak ada gading yang tidak retak, demikian kata pepatah. Kesempurnaan bukan menjadi
kondisi kita, tapi tujuan kita. Allah Bapa mengetahui bahwa kita telah diciptakan dengan
“sifat dasar manusia”. Adalah bagian dari usaha kita untuk menjadi lebih sempurna, lebih
menyerupai Tuhan. Tidak ada waktu yang paling tepat untuk memulainya selain saat ini
juga. Seperti Lao Tse mengatakan, “Perjalanan seribu mil diawali dengan sebuah
langkah.”

Yesus memberitahu kita tentang keluarga Tuhan.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 58

Yesus berkata, “Bapa kami…” (Matius 6:9, Lukas 11:2)

Ketika Yesus menggunakan istilah Bapa, dia berbicara tentang Bapanya dan Bapa kita.
Diatas segalanya Tuhan adalah Bapa yang pengasih dan kita adalah anak-anakNya. Jika
kita menyadari bahwa kita adalah anak-anak Tuhan, sepantasnya kita ingin bersikap
seperti Dia.

Yesus memberitahu kita bahwa Tuhan tahu apa yang kita butuhkan.

“…karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-
Nya.” [Matius 6:8]

Tuhan mengetahui apa yang benar-benar menjadi kebutuhan kita. KerajaanNya adalah
rohani dan kebutuhan riil kita pada dasarnya bersifat rohani. Ketika kita berdoa, kita
sebaiknya tidak berlebih-lebihan mendoakan hal-hal materiil, tetapi kita perlu berdoa
untuk pengetahuan/wawasan spiritual, mendoakan orang lain, dan berdoa minta
pertolongan untuk mengenal dan melakukan kehendak Bapa.
Ketika Yesus berkata, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu
akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu...” [Matius 7:7, Lukas
11:9], dia berbicara tentang pemberian rohani, kebenaran rohani, dan pintu-pintu rohani.

Yesus mengajarkan kita tentang toleransi, salah satu buah dari Roh, dan lebih dari
sekedar toleran, kasih untuk orang dan kelompok-kelompok lain yang mungkin berbeda
dari kita.

“Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah
pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam
kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain?
Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?” [Matius 5:46-47,
Lukas 6:32-33]

Yesus berbicara tentang berbagi kabar baik, ajaran-ajarannya.

“Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan
cuma-cuma.” [Matius 10:8]

Kabar baik bukanlah sesuatu yang disembunyikan dibawah batu. Kabar baik akan
menjadi lebih baik jika dibagi dengan setiap orang dalam keluarga Tuhan.

***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 59

Banyak ajaran agama-agama yang kompleks, akan tetapi ajaran Yesus yang sesungguhnya
amat sederhana: Kasihi Tuhan Bapamu, dan kasihi sesamamu manusia. Jika Anda
melakukan ini maka berarti Anda akan melakukan kehendak Bapa, dan Anda akan
memiliki hidup kekal penuh cinta kasih dan pelayanan bersama Tuhan. Injil Yesus yang
asli juga akan dapat diterima oleh seluruh anak-anak Tuhan di bumi yang mengasihi Dia,
baik Kristen, Muslim, Yahudi, Buddhis, Hindu, dan yang lain-lain.

Pada akhirnya perkenankan saya untuk menutup tulisan ini dengan kata-kata penghiburan
dari Yesus bagi kita semua.

“Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberi
kamu Kerajaan itu.” [Lukas 12:32]

Disusun oleh Norm Du Val © 1994 rev.11-1996


Seluruh ayat dikutip dari Alkitab versi King James.
Alih bahasa dan revisi oleh Daniel V. Kaunang.
Ayat-ayat dikutip dari Alkitab versi LAI, 1993.
***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 60

Membongkar Teks Ambigu


Oleh: Sumanto Al Qurtuby
Tanggal: 3/05/03

Tantangan teologis terbesar dalam kehidupan beragama saat ini ialah bagaimana seorang
beragama bisa mendefinisikan dirinya di tengah agama-agama lain. Atau istilah teologi
kontemporernya, bagaimana bisa berteologi dalam konteks agama-agama. Ada satu
pertanyaan mendasar: kenapa pertemuan antaragama (tepatnya pihak elitenya) telah
sering dilakukan, lembaga-lembaga interfaith juga menjamur di berbagai kota, tetapi
masih sering terjadi benturan antarumat beragama? Adakah yang salah dalam
“manajemen” dialog antaragama? Para “idealis” akan menjawab benturan itu bukan
disebabkan ajaran atau teks keagamaan tapi umat beragama, manusianya bukan
ajarannya. Karena “semua agama mengajarkan perdamaian bukan peperangan, rahmat
bukan kekerasan, cinta kasih bukan kebencian, kesejukan bukan terorisme” dan rumusan
serba ideal yang sejenis. Ini jawaban khas para apolog agama.

Teks keagamaan memang tak ada yang mengajarkan secara langsung kekerasan dan
terorisme. Akan tetapi, teks keagamaan itu bisa memberi inspirasi bagi munculnya
tindakan kekerasan. Kenapa? Sebab watak dasar teks itu adalah “ambigu”. Satu sisi, teks
mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan universal yang serba ideal dan humanistik, tapi saat
yang sama juga menuturkan dan melegalkan tindakan-tindakan yang eksklusif-
primordialistik demi mempertahankan apa yang disebut “keyakinan”. Susahnya mengikis
gerakan fundamentalisme agama di antaranya juga disebabkan kelompok ini memiliki
justifikasi teologis melalui “Kitab Suci”. Sebelum teks-teks itu (yang selama ini dianggap
“Kitab Suci”) didekonstruksi, transformasi teologis yang lebih egaliter dan manusiawi
takkan pernah terwujud dalam kehidupan umat beragama.

Teks-Teks Yang Ambigu

Salah satu contoh teks agama yang bisa menjadi inspirator bagi “petualang agama”
melakukan tindakan kekerasan ialah: “Siapa yang mengutuk kamu (Israel), maka
terkutuklah dia dan siapa yang memberkatimu maka berkatilah dia” (Kejadian27:29).
Ayat inilah yang dipakai, antara lain, oleh Jarry Falwell, tokoh Gereja Konservatif
Amerika, berkampanye pada Jemaat Kristen guna menggalang solidaritas Yahudi dan
mengecam Palestina. Padahal, menurut pakar Bibel dari Graduate Theological Union,
Norman Gottwald, dalam The Hebrew of Bible, konsep tentang “kekudusan” (maksudnya,
Israel sebagai bangsa yang kudus/suci) dan “bangsa yang diberkati” seperti tertuang
dalam Alkitab yang mengacu kepada komunitas Yahudi kuno adalah ibarat nyanyian
orang yang sedang ketakutan saat melewati kuburan tua. Artinya, dulu para elite Yahudi
menggunakan konsep itu karena tak berdaya menghadapi tekanan-tekanan politik yang

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 61

dilakukan Mesir sebagai negara adikuasa saat itu. Konsep itu dipakai dalam rangka
menggalang simpati publik guna melawan hegemoni bangsa Mesir. Semacam eskapisme,
“pelarian teologis” dengan menggunakan legitimasi ketuhanan. Gottwald menyebut teks-
teks Bibel adalah “akal-akalan” elit Yahudi sejak Daud guna meningkatkan supremasi
rezim. Karena itu, ia menyebut Bibel sebagai “a trap of Jews”—perangkap Yahudi.

Selain ayat yang mengandung semangat jihad di atas, juga terdapat beberapa teks lain
dalam Alkitab yang juga bernuansa eksklusif-primordial seperti tertuang dalam Injil
Yohanes 14/6, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang
datang pada Bapa kalau tak melalui Aku.” Juga ayat, “Dan keselamatan tak ada di
dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tak ada
manusia yang kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4/12). Inilah yang
memunculkan ungkapan yang sangat populer di kalangan Kristen, “No Other Name!”
yang menjadi simbol tentang tak adanya keselamatan di luar Yesus Kristus. Ayat ini juga
yang memberi inspirasi teolog Hendrick Kraemer untuk menulis buku The Christian
Message in a Non-Christian World —buku yang disebut-sebut menjadi basis penginjilan
selama bertahun-tahun. Atas dasar mempertahankan kesucian ayat-ayat inilah, umat
Kristiani marak membentuk Laskar Jesus untuk melawan orang Islam atau siapa saja
yang dipandang mengganggu keagungan doktrin Kristiani.

Dalam Islam juga terdapat seabrek ayat yang dalam perspektif “fundamentalis” sering
dibaca secara literal dan dipakai untuk melakukan sejumlah tindakan konfrontasi dan
terorisme terhadap non-Muslim, bahkan umat Islam sendiri yang kebetulan berbeda
pandangan (ideologi) dengan dalil (yang sebetulnya dalih) “menegakkan Islam yang
otentik.” Puritanisme dan otentisitas sebagai sebuah ideologi yang begitu marak di
sejumlah negara Islam (termasuk Indonesia) terinspirasi dari teks-teks yang
primordialistik ini. Beberapa ayat patut disebut di sini, antara lain, “Barang siapa yang
memeluk selain agama Islam, maka tidak akan diterima agama itu, dan dia di akherat
termasuk orang-orang yang merugi” (Q.s. 3/85). Kemudian ayat, “Sesungguhnya orang-
orang kafir dari Ahlul Kitab dan orang-orang musyrik akan berada di neraka Jahanam
dan kekal didalamnya, mereka adalah seburuk-buruk makhluk” (Q.s. 98/7). Juga ayat
Alquran yang begitu populer, “Orang-orang Yahudi dan Kristen takkan pernah rela
sebelum kalian mengikuti agama mereka”. Ayat inilah yang memberi inspirasi kepada
sebagian umat Islam untuk menjaga jarak dan antipati terhadap --istilah mereka-- kaum
“salibis” dan “zionis”.

Ayat-ayat ini juga yang dipakai sebagai dasar teologis rezim fundamentalis Islam di
negara-negara berbasis Muslim untuk melakukan tindakan kekerasan seperti ethnic
cleansing dan konfrontasi terhadap orang-orang Kristen dan Yahudi dan non-Muslim lain.
Ini belum termasuk sejumlah teks skriptural lain yang mengajarkan (meski belum tentu
menganjurkan) tindakan diskriminatif, dominasi kelompok dan perilaku subordinatif
terhadap golongan “lain”. Maraknya praktik diskriminasi terhadap kaum perempuan dan
sekte-sekte minoritas, antara lain, juga diilhami ayat-ayat ini.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 62

Di sinilah saya ingin menyebut teks-teks Islam klasik merupakan “perangkap bangsa
Arab”, dan Alquran sendiri dalam beberapa hal sebetulnya juga bisa menjadi “perangkap”
bangsa Quraisy sebagai suku mayoritas. Artinya, bangunan keislaman sebetulnya tidak
lepas dari jaring-jaring kekuasaan Quraisy yang dulu berjuang keras untuk menunjukkan
eksistensinya di tengah suku-suku Arab lain. Khalil Abdul Karim dalam buku Quraisy
min al-Qabilah ila ad-Daulah al-Markaziyyahtelah menunjukkan dengan baik bagaimana
bangsa Quraisy telah menegakkan hegemoni sejak Quraisy bin Kilab, sebagai pendiri
klan, sampai puncaknya ketika Nabi Muhammad mendirikan negara Madinah. Hegemoni
suku Quraisy atas Islam ini mirip seperti hegemoni Israel dalam tradisi Judaisme. Karena
itu, tak salah jika Ulil Abshar sering “menganjurkan” agar umat mampu memilah-milah
teks-teks Alquran: mana yang merupakan nilai universal Islam dan mana yang hanya
merupakan pengaruh kebudayaan Arab.

Dekonstruksi untuk Transformasi

Teks-teks agama dalam tradisi Islam, Kristen dan Yahudi di atas harus didekonstruksi
dengan menggunakan pendekatan sosio-historis. Pendekatan “sosio-historis” ini menuntut
setiap umat untuk menanggalkan sejumlah asumsi yang selama ini mempengaruhi kognisi
kolektif umat. Premis dasar yang dimaksud adalah keyakinan bahwa “Kitab Suci”-nya
(Alkitab atau Alquran) sebagai “firman Tuhan” yang bersifat supra-historis, firman yang
“mengatasi” sejarah. Jika keyakinan ini belum bisa dilepaskan, maka upaya membongkar
dimensi historisitas Alkitab dan Alquran menjadi sia-sia. Dengan pendekatan kesejarahan
ini pula kita akan tahu bahwa teks yang kini disucikan oleh umat itu sebetulnya bersifat
profan tidak sakral, temporal bukan permanen. Ada proses historis yang begitu panjang
dan rumit sehingga teks ini pada akhirnya menjadi semacam “scientia sacra” yang
disucikan dan dimitoskan.

Dekonstruksi ini juga dilakukan dalam rangka membangun sebuah komunitas


keberagamaan yang transformatif. Sebab gagasan mengenai “transformasi agama-agama”
baru mungkin bisa dilakukan jika masing-masing umat bersedia untuk “melepaskan diri”
dari kungkungan Teks (T besar) yang selama ini menghegemoni nalar kritis umat. Tanpa
disadari Teks selama ini menyelinap dalam “alam bawah sadar” kita, mempengaruhi dan
mengendalikan setiap langkah gerak umat beragama: harus begini, jangan begitu. Tanpa
disadari hidup kita selama ini bagaikan robot yang gerak-geriknya dikendalikan oleh
sebuah remote control. Dan remote control itu kini bernama Teks yang menjadi dasar/ruh
sebuah agama. Selama langkah gerak kita positif dan “manusiawi” saya rasa tidak
menjadi persoalan. Masalahnya adalah jika langkah dan gerak kita negatif dan “tak
manusiawi”. Teks yang kita anggap suci selama ini selain mengandung “prinsip-gerak”
positif (misalnya, teks tentang kebebasan/liberasi, persamaan hak, ajaran kasih, solidaritas
sosial, emansipasi, persaudaraan universal, dll) juga berisi “prinsip gerak” negatif
(misalnya, teks tentang perbudakan, keunggulan doktrin, dominasi gender, jihad, dll).
“Prinsip-gerak” negatif dari Teks ini yang kemudian membentuk manusia-manusia kerdil
yang mengeksploitasi pihak lain atas nama agama dan Tuhan.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 63

Dekonstruksi untuk melucuti watak hegemonik sebuah Teks bahwa Teks tertentu lebih
unggul ketimbang teks lain (yang melahirkan pandangan bahwa agama tertentu lebih
unggul ketimbang lainnya. Tidak ada satupun umat beragama yang bisa mengklaim
bahwa halaman “Kitab Suci”-nya telah mampu menangkap pesan-pesan Tuhan. Tuhan
jelas lebih agung ketimbang sebuah teks. Dia melampaui teks apa pun. Klaim atas supra-
historisitas firman Tuhan justru akan mereduksi kebesaran Tuhan itu sendiri. Maka,
dengan dekonstruksi, segala klaim otoritas baik agama maupun teks menjadi sirna, lumer,
lalu melebur menjadi satu, sederajat (“sikap paralelisme”), tak ada dominasi teks atau
agama tertentu atas teks dan agama lain. Inilah usaha-usaha mutakhir yang sedang
dijalankan para pendukung dialog antaragama seperti yang dipaparkan Leonard Swidler
dalam After the Absolute: The Dialogical Future of Religious Reflection. Mereka
berusaha melepaskan diri dari berbagai kompleksitas hubungan antarumat beragama
seperti penerapan “standar ganda”, klaim kebenaran atau janji penyelamatan yang
dianggap sebagai tanda ketidakkritisan dari cara berpikir agama atau (religion’s way of
knowing).

Arthur J D’Adamo menyebut religion’s way of knowing ini sebagai akar dari konflik
antarumat beragama yang berawal dari sebuah standar tentang agamanya sendiri dan
“Kitab Suci”-nya yang merupakan sumber kebenaran yang diyakini sebagai (1) bersifat
konsisten dan berisi kebenaran-keberanan yang tanpa kesalahan sama sekali; (2) bersifat
lengkap dan final, dan karena itu tak diperlukan kebenaran agama lain; (3) kebenaran
agamanya sendiri dianggap merupakan satu-satunya jalan keselamatan, pencerahan
maupun pembebasan; dan (4) seluruh kebenaran itu orisinal dari Tuhan, tak ada
konstruksi manusia. Jalan pikiran demikian jelas picik, menyesatkan dan tak kondusif
untuk membangun persaudaraan kemanusiaan universal. Para aktivis dialog agama harus
mulai mendiskusikan wilayah “muharramat” ini dengan tanpa sungkan dan canggung.

Kita perlu pandangan-pandangan yang bersifat terbuka terhadap sistem keyakinan agama
lain dan menutup rapat-rapat segala bentuk egoisme kita. Dengan melepas klaim-klaim
kebenaran dan janji penyelamatan yang berlebihan, dengan menanggalkan “identitas
primordial” yang juga berlebihan, mengoreksi diri tentang standar ganda yang sering kita
pakai terhadap orang lain, dan selanjutnya memperluas pandangan inklusif teologi kita,
agama-agama akan mempunyai peranan penting di masa depan dalam memberikan
landasan spiritual bagi peradaban masyarakat kita. Seperti yang dengan indah dilukiskan
Bhagavan Das, “Kita semua para penganut agama akan bertemu dalam the road of life
yang sama. Yang datang dari jauh, yang datang dari dekat, semua kelaparan dan
kehausan, semua membutuhkan roti dan air kehidupan yang hanya bisa didapat melalui
kesatuan dengan The Supreme Spirit”.[]

Sumanto Al Qurtuby, alumnus Pascasarjana Sosiologi Agama UKSW Salatiga


***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 64

Mengapa Babi Haram


Oleh: Daniel

Tabu yang satu ini cukup menarik dan memiliki tempat yang khusus dalam tradisi religius
terutama Islam dan Yahudi. Akan tetapi berbeda dengan tabu Sapi yang dianut umat
Hindu karena dianggap binatang suci, tidak ada alasan yang cukup menjelaskan mengapa
babi ditabukan. Ulasan yang sangat singkat ini ingin mencoba menelusuri sedikit lebih
jauh, mengapa babi diharamkan.

Seperti diketahui, Islam mengharamkan memakan babi maupun lemaknya, bahkan lebih
jauh lagi dalam sebuah hadis disebutkan, memegang atau menyebut namanya pun
termasuk haram. Mengapa begitu? Tidak ada dalil Islam yang menjawab MENGAPA. Ini
soalan yang sangat sering dipertanyakan pelajar muslim maupun awam. Jawaban yang
paling dapat diterima adalah bahwa pada dasarnya babi itu binatang yang menjijikkan,
mengandung bahaya penyakit (cacing pita). Namun apologia seperti itu mudah sekali
ditampik, karena binatang lain juga berpotensi sama menjadi sarang kuman dan penyakit,
seperti sapi, ayam, burung, dsb. Kemudian dengan kemajuan teknologi daging yang
mengandung kuman dapat "dibersihkan", sehingga menjadi aman untuk dikonsumsi. Di
satu sisi babi dianggap binatang yang jorok, potensi mengidap kuman dan penyakit, di
sisi lain babi (seperti halnya sapi) adalah ternak pangan yang dikonsumsi hampir di
seluruh dunia. Apakah pengharaman tersebut semata-mata disebabkan karena babi
mengandung cacing pita? Sedangkan orang-orang jaman dahulu hampir tidak mungkin
mengetahui keberadaan cacing pita di dalam babi.

Jika ditelusuri lebih jauh ke belakang, akan kita dapatkan ayat yang mendukung
pengharaman babi dari kitab Ulangan (Torah/Yahudi, Perjanjian Lama/Bible). Tertulis
demikian, "juga babi hutan karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak;
haram itu bagimu."

Sejenak kita dapat indikasikan bahwa budaya mengharamkan babi (maupun binatang
lain) dalam Islam diadopsi dari tradisi agama Yahudi. Kembali pada pokok bahasan kita,
pengharaman dalam Yahudi itu belum memberi penjelasan yang memuaskan, mengapa
karena babi berkuku belah tapi tidak memamah biak; diharamkan?

Untuk itu kita harus memahami sejarah berkembangnya Yahudi itu sendiri. Setidaknya
dapat diketahui bahwa sejak jaman baheula dulu terbentuk pemahaman akan pentingnya
menjaga kesucian, kekudusan, kebersihan dimata Tuhan Yang Maha Kudus. Tempat-
tempat yang dikaitkan dengan penyembahan Tuhan-pun adalah suci. Juga menyebut nama
Tuhan (YHWH) sangat ditabukan. Demikian pula tabut perjanjian hanya boleh didekati
dalam jarak tertentu. Kemudian banyak larangan/pengharaman lainnya yang terkait

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 65

dengan ketidaksucian seperti:, bekerja pada hari Sabat, menyentuh orang mati,
menstruasi, memakan makanan yang tidak sesuai, dsb. Pelarangan menyentuh, memakan
binatang terkait pada pemahaman bahwa binatang yang boleh dimakan hanyalah binatang
yang dianggap wajar, misalnya bahwa binatang yang berkuku belah dan memamah biak
adalah binatang ciptaan dikuduskan Tuhan, sehingga boleh dimakan. Deviasi dari itu
(misalnya berkuku belah saja, atau memamah biak saja) sudah dianggap tidak kudus, jadi
tidak boleh disentuh apalagi dimakan.

Sampai disini mungkin sebagian kita bisa tarik kesimpulan penjelasan yang cukup
memuaskan. Tetapi lagi kita masih dapat telusuri lebih jauh kepada kedekatan antara
budaya bangsa Ibrani dengan budaya bangsa Mesir.

Diketahui bahwa pada suatu masa dalam kebudayaan Mesir banyak jenis binatang yang
dipercaya sebagai titisan Tuhan, reinkarnasi tuhan, demi-god, atau memiliki hubungan
khusus dalam mitologi dewa-dewa. Kucing, anjing, ular, singa, kalajengking, kumbang,
dan termasuk babi hanyalah beberapa diantara jenis binatang yang dianggap suci.

Dalam hal ini babi terkait dengan dewa Set. Dikisahkan bahwa pada suatu waktu Set
mengambil wujud seekor babi dan membutakan Horus, dewa matahari. Pada saatnya
kemudian Horus kembali pulih penglihatannya. Mitologi ini menjelaskan terjadinya
gerhana matahari dan bulan (Matahari dan bulan merupakan perlambangan dari "mata
Horus"). Diketahui pula bahwa setiap tahun babi dikurbankan kepada bulan. Ini dapat
menjelaskan mengapa babi pada waktu itu tidak dilarang diternakkan, tapi dilarang untuk
dimakan. Kemungkinan pada waktu itu babi juga dianggap sebagai makanan bagi para
dewa, sehingga manusia dilarang untuk memakannya. Didapat penjelasan lain dari sebuah
papyrus yang isinya diidentifikasi merupakan semacam preskripsi bahwa organ babi juga
dipergunakan untuk pengobatan beberapa penyakit.

Disini kita justru melihat paham yang saling terkait, namun bertolak belakang antara
Ibrani dengan Mesir, dimana dalam kepercayaan Ibrani babi tidak boleh dimakan karena
dianggap sebagai tidak kudus, sebaliknya dalam kepercayaan Mesir, babi tidak boleh
dimakan karena dianggap "makanan dewa" atau kudus.

Sampai disini saya rasa perlu ada penelitian lebih jauh yang dapat menjelaskan
keterkaitan yang bertolak belakang satu sama lain tersebut. Juga mungkin perlu dilakukan
penelitian lebih komprehensif terhadap kemungkinan organ babi sebagai obat penyakit
tertentu.
Apapun, setidaknya kita kini dapat memahami latar belakang tradisi tabu tersebut sedikit
lebih banyak. Silakan jika ada tambahan maupun koreksi yang dapat memperbaiki atau
melengkapi tulisan ini.

(dari berbagai sumber)


***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 66

Agama Islam dan Kristen Berasal dari Keturunan yang


Sama
Oleh: Daniel
Tanggal: 2/27/03

Banjarmasin, BAHANA
Salam Assalamu’alaikum dalam bahasa Arab yang sering diucapkan umat Muslim,
ternyata paralel dengan Syalom Aleikhem (bahasa Ibrani) yang sering diucapkan umat
Kristen. Hal ini dapat dimengerti karena kedua agama tersebut sebenarnya berasal dari
trah (keturunan) yang sama, yaitu Nabi Ibrahim. Drs. Chumaidi Syarif Romas, MA
menyampaikan hal ini dalam “Dialog Antaragama” yang diselenggarakan oleh BEM
IAIN Antasari dan GMKI di Auditorium IAIN Antasari. Dalam acara yang bertajuk
“Dialog Islam Kristen: Dari Soal Teologi hingga Isu-isu Politik Kontemporer” ini,
tampil pula Bambang Noorsena, ketua Institute for Syriac Christian Studies (ISCS).
Menurut Chumaidi, sesungguhnya tidak ada masalah teologis antara Islam-Kristen yang
tidak dapat didialogkan. Karena itu, Pembantu Dekan III Fak. Ushuludin (Ilmu Agama)
IAIN “Sunan Kalijaga” Jogja ini menyarankan perlunya dialog antar teks asli Kitab Suci.

Bambang pun mengamini hal itu. Dengan mengutip ayat-ayat Injil dalam bahasa asli
Yesus (Aram) dan melantunkannya dengan cara tilawat yang lazim dilakukan gereja
Arab, Bambang mendapat sambutan meriah dari peserta diskusi. Di hadapan sekitar 400
orang, Bambang menekankan bahwa Islam itu tidak identik dengan Arab dan Kristen pun
tidak sama dengan Barat. “Pemetaan ini terlalu menyederhanakan,” tegas Bambang,
“akibatnya kita terjebak dalam pengkutuban.” Ia mencontohkan ketika pemerintah Inggris
melindungi Salman Rushdi dari fatwa mati Imam Khomeini karena menghina nabi
Muhammad, di Indonesia langsung berkembang sentimen anti Kristen. Ada kesan seolah-
olah pembelaan Inggris atas penulis buku The Satanic Verses itu karena alasan agama.
Padahal alasan sesungguhnya adalah paham individualis dan liberalis. “Semua serba
boleh. Jangankan masjid yang berdiri megah di London, menyembah setan gundul pun
nggak dilarang di sana,” ungkap Bambang dengan nada bercanda, “sebaliknya film The
Last Temptation yang dilarang di negara Arab, tetapi beredar bebas di ‘negara Kristen.’”
Dengan kata lain, Salman dilindungi karena hak individunya sedang terancam, tegas
penulis buku Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam ini.

Di awal acara, sempat muncul kekhawatiran bahwa dialog ini akan berubah menjadi
ajang saling menyerang teologi. Paling tidak hal ini tersirat dari sambutan Pembantu
Rektor I. Ia memaparkan bahwa dialog teologis berpotensi menjadi pencampuradukan
akidah. Akhirnya meskipun berlangsung cukup seru, tetapi toh diskusi berlangsung dalam
suasana bersahabat. Misalnya ketika pertanyaan menyentuh wilayah yang peka, seperti

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 67

makna gelar putera Allah bagi Yesus, Bambang dapat menguraikan dengan cara santai
tetapi tetap bermakna.

Antusiasme peserta tampak dari banyaknya peserta yang ingin bertanya. Sayangnya
karena acara itu dilaksanakan pada hari yang pendek, yaitu Jumat, maka banyak peserta
yang tidak mendapat kesempatan. “Saya berharap dialog ini tidak berhenti setelah kita
keluar dari kampus ini,” harap peserta. Sementara itu menurut Chumaidi, dialog semacam
ini justru lebih efektif daripada dialog formal yang diadakan oleh pemerintah. “Dengan
memahami akar bersama ini, kita dapat mencegah segala bentuk politisi agama,” kata
Chumaidi.

Sumber: Majalah Bahana no. 09/TH.XIII/VOL.143 – Maret 2003


***

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 68

Tentang Jurnal Air Kehidupan

Air Kehidupan adalah jurnal berisikan kumpulan tulisan, karya seni, artikel, dialog dan
studi pribadi serta dari para penulis lainnya yang menggagas, mendukung, dan
menyuarakan nilai-nilai hidup dan kemanusiaan yang selaras, harmonis dan termotivasi
oleh kebenaran, keindahan dan kebaikan; cinta kasih.

Pertama kali dipublikasikan dalam format newsletter dan didistribusikan secara terbatas
melalui mailing list, kini jurnal Air Kehidupan ditempatkan pada situs internet
http://airkehidupan.theronworks.com sehingga dapat lebih terjangkau secara luas.

airkehidupan.theronworks.com
Air Kehidupan Buku Ketiga - 69

Catatan

airkehidupan.theronworks.com

You might also like