You are on page 1of 10

PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering di keluhkan oleh seorang pasien saat berkunjung ke seorang dokter. Namun karena sering di dengar dan biasanya di kemukakan secara samar-samar, maka keluhan ini justru termasuk keluhan atau gejala yang pada umumnya masih dianggap ringan dan tidak di tanggapi secara tepat.(1,2,3) Sakit kepala sendiri bisa di sebabkan oleh karena faktor fisik dan psikis. Untuk sakit kepala yang di sebabkan oleh faktor fisik memang mudah untuk di diagnosa karena pada pasien akan di temukan gejala fisik lain yang menyertai sakit kepala, namun tidak begitu halnya bila sakit kepala di sebabkan oleh faktor psikis untuk itu di perlukan waktu yang lebih lama untuk mencai tahu penyebabnya. Migrain merupakan salah satu penyakit tertua yang telah di deskripsikan oleh Galen pada tahun 200 M, dalam bukunya di gambarkan nyeri kepala yang disebut hernicrania, dari istilah tersebut muncul istilah migrain yang digunakan samapai saat ini. Migrain kadang kala agak sulit di bedakan dengan sakit kepala jenis lain. Migrain adalh sakit kepala yang sering kita jumpai di masyarakat. Migrain merupakan salah satu sakit kepala dengan gejala yang cukup berat dan berulang. Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala ( beberapa kasus bisa menyerang kedua sisi kepala ), bersamaan dengan itu pasien juga merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual. Sebelum pasien merasakan sakit kepala migrain, terlebih dahulu mereka akan merasakan semacam aura ( gejala peringatan akan timbulnya migrain ) seperti kepala terasa berdenyut-denyut. (1,2,3)

TINJAUAN PUSTAKA 1. DEFINISI Secara umum migrain merupakan nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam, biasanya sesisi, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedang-berat , di perhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea, photofobia dan fonofobia. Migrain termasuk salah satu jenis nyeri kepala primer. (1,2,3) Menurut Blau, Migren di definisikan sebagai nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau kedua-duanya Migrain bukan penyakit yang boleh dianggap enteng. Penyakit ini menyerang saraf dikepala yang menyebabkan sakit kepala yang parah sehingga dapat membuat orang menjadi lemah.

2. EPIDEMIOLOGI Menurut Nurpin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang paling sering dialami. Hasil penelitian yang di lakukan oleh Lipton, steward dan korff (1997), migrain mengenai hampir 30 juta oarng di amerika serikat. Setelah itu The American Migrain Study II dengan melakukan survey terhadap 20.000 rumah tangga. Studi replikasi yang baru ini memperlihatkan bahwa selama dekade terakhir, prevalensi dan distribusi migrain tetap stabil. Prevalensi Migrain adalah : 18.2% wanita 6,5& laki-laki Sebelum usia 12 tahun, migrain lebih sering pada anak laki-laki di banding anak perempuan. Setelah pubertas, migen semakin sering dijumpai pada anak perempuan di banding anak lakilaki

Pada usia 20 tahun rasio migren pada perempuan terhadap laki-laki adalah sekitar 2:1 (1,2,3)
3. ETIOLOGI Sampai saat ini belum di ketahui dengan pasti faktor penyebab migrain, di duga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensivitas sistem saraf da aktivasi sistem trigeminal-vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kapala primer. Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu :
(1,2,3)

1. Menstruasi biasanya pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya (perubahan hormonal) 2. Stress dan kecemasan 3. Terlambat makan 4. Makanan dan minuman, seperti : alkohol, coklat, susu, kejua dan buah-buahan. 5. Cahaya kilat atau berkedip 6. Cuaca terutama pada cuaca tekanan rendah 7. Psikis baik pada peristiwa duka maupun peristiwa bahagia. 8. Banyak tidur atau kurang tidur 9. Penyakit kronik misal penyakit ginjal kronik 10. Faktor herediter 11. Faktor kepribadian.

4. PATOFISOLOGI Dulu migran oleh Wolff di sangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular). Sekarang di perkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan keianan di pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang : (2,4)

1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression dari Leao)
Teori depresi yang meluas leao (1944), dapat menerangkan timbulnya aura pada migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap semacam rangsang lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya di perkirakan 2-5 mm/menit dan di dahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik. Percobaan ini di tunjang oleh penemuan Oleson, larsen dan Lauritzen (1981). Dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas kedepan adalah akibat dari depresi yang meluas. Terdapat persamaan antara percobaan bianatang leao dan migren klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tidak ada fase vase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah gajala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberikan kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.

2. Sistem Trigemino-Vaskular(2,4)
Pembuluh darah di otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung, substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin gene related paptid (CGRP). Ini semua berasal dari gangglion nervus trigeminus sesisi. SP, NKA, dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain itu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesrisi. Seperti di ketahui, waktu serangan migren, kadar serotonin dalam plasma meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelabaran pembuluh darah. Obat-obat anti serotonin misalnya cyproheptadine (Periactin) dan Pizotefin (Sandomigran ,Mosegor) bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.

3. Inti-Inti Saraf Di Batang Otak(2,4)


Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus serules mempunyai hubungan dengan reseptorreseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut. Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan penyawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari, lingkungan kerja yang kurang menyenangkan . faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid. Di katakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya di dapat pada 3 dari 600700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering memperngaruhi serangan migren. Sala satu terori lagi mengenai migren adalah teori unifikasi yang di ajukan oleh Lance (1993), yang melibatkan dua sistem sekaligus; sistem sraf pusat dan pembuluh darah perifer. Beberapa proses tertentu mencetuskan reaksi pada sistem noradrenergik (NA) batang otak melalui locus coeruleus (LC) dan sistem serotonergik (5-HT) melalui nukleus rafe dorsalis (RN) dan sistem trigeminovaskular. Reaksi-reaski tersebut mungkin menginduksi dilatasi arteri dan monostomosa arterivenosa pada sirkulasi kranial (dural dan kulit kepala), dan selanjutnya menstimulasi impuls sensorik perivaskuler afferens dari nervus trigeminus (N V) sehingga menimbulkan nyeri kepala yang sifatnya berdenyut. Selanjutnya inflamasi neurogenik melalui pelepasan retrograt neuropeptida vasoaktif dan lokal iskemia karena adanya hubungan arteriovenosa akan meningkatkan sensari nyeri. Mual dan muntah mungkin di sebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/CTZ). Sedangkan pacuan dari hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin meyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulnya aura.

Pencetus (trigger) migren berasal dari : (2,4) 1. Korteks serebri : sebagai respon terhadap emosi atau sterss

2. Talamus : sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan ; cahaya yang menyilaukan,
suara bising, makanan/minuman.

3. Bau-bau tajam
4. Hipotalamus sebagai respon terhadap jam internal atau perubahan lingkungan internal (perubahan hormonal). 5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna : sebagai respon terhadap vasodilatasi, angiografi.

5. KLASIFIKASI(2,4,5)

Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS) : 1. Migren sederhana atau migren tanpa aura (common migraine)

Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 20-48 jam Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini : Lokasi unilateral Kualitas berenyut Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari. Di perberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.

Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul : Mual atau muntah Fotofobia atau fonofobia

Minimal terdapat satu dari berikut : Riwayat dan pemeriksaa fisik tidak mengarah pada kelainan lain Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya : MRI atau CT Scan Kepala)

Diagnosis migren tanpa Aura : Kriteria : 2 dari 4 karakteristik grup A 1 dari 2 karakteristik grup B Grup A 1. Nyeri kepala unilateral 2. Nyeri kepala berdenyut 3. Nyeri sedang atau berat dan dapat menghambat/ mambatasi kegiatan 4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik rutin, Grup B 1. Terdapat nausea atau vomit 2. Terdapat fotofobia/fonofobia

seperti membungkuk atau naik tangga

2. Migren dengan aura (classic migraine)


Terdiri dari empat fase yaitu fase : prodormal, fase aura, fase nyeri kepala dan fase postdormal. Aura dengan minimal dua serangan sebagai berikut

Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis; vertigo, tinitus, penurunan
pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran) Gejala aura timbul terhadap selama lebih dari 4 menit atau lebih gejala.

Nyeri kepala Sama dengan migrain tanpa aura

Diagnosis migren dengan aura : Kriteria : 3 dari 4 karakteristik 1. 2. 3. 4. Satu atau lebih simptom aura reversibel Simptom aura berlangsung lebih dari 4 menit Aura yang tidak berakhir lebih dari 60 menit Nyeri kepala mengikuti dalam 60 menit setelah aura berakhir

3. Migren tipe lain

Migren with prolonged aura

Memenuhi kriteri migren dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60 menit dan kurang dari 7 hari.

Basilar migren (Menggantikan basilar artery migriane)

Memenuhi kriteria migren dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sevagai berikut : vertigo, tinitus, penurunan kesadaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata, disarteria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateral atau penurunan derajat kesadaran. Migraine aura without headache ( menggantikan migraine equivalent atau achepalic migraine)

Memenuhi kriteria migren dengan aura tetapi tanpa di sertai nyeri kepala Childhood periodic syndromes yang bisa menjadi precursor atau berhubungan dengan migren Benign paroxysmal vertigo of childhood

Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul secara sporadis dalam waktu singkat .

Pemeriksaan neurologis normal Pemeriksaan EEG normal

Migraine infraction (menggantikan complicated migraine)

Telah memenuhi kriteria migren dengan aura Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan sebelumnya, akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada pemeriksaan neuroimaging di dapatkan infrak iskemik di daerah yang sesuai. Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai. Aura merupakan gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada saat atau setelah serangan nyeri kepala. (2,4,5) Serangan migren ada empat fase, antara lain :

1. Fase Prodrome : 1-24 jam, sebelum timbul nyeri kepala, tidak selalu timbul, biasanya sulit dibedakan
menjadi iritabel, hiperaktif atau depresi.

2. Fase aura : berlangsung 0-60 menit, dapat menjelang nyeri kepala atau dengan nyeri kepala . 3. Fase sefalgia : berlangsung 4-72 jam, biasnya 60% unilateral, dan dapat pindah kesisi lainnya. Nyeri
kepala Bilateral tidak dapat menyingkirkan diagnosa migren

4. Fase postdrome : pasca gejala nyeri kepala, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.

6. PENATALAKSANAAN

(3,6,8,9)

Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala. 1. Mengurangi faktor risiko/pencetus Stres dan kecemasan Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag. Hipoglikemia (terlambat makan) Kelelahan Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal ,Kadar estrogen yang berfluktuasi atau dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB atau obat-obat pengganti estrogen Diet

Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30% penderita migrain. Secara umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa minuman beralkohol (anggur merah, prot, sherry, scotch, bourbon), keju (Colby, Roquefort, Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault, Romano), coklat, dan aspartame. Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik, berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus gejala, maka jenis makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara menambahkan satu jenis makanan sampai gejala muncul.

Sebaiknya dibuat diari makanan selama mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain, karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari (coklat, keju). 2. Terapi farmaka migrain 1. Terapi Abortif Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat. Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah. Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan. 1.a. Analgesik nonspesifik Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol), aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian analgesia opioid dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada migrain antara lain adalah: Diklofenak. Ketorolak. Ketoprofen. Indometasin. Ibuprofen. Naproksen. Golongan fenamat.

Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat. Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen.

1.b. Analgesik spesifik Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin, dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, 1dan 2- nonadrenergik dan dopamin.

Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini, walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10 mg/minggu. Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia. Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan, naratriptan, rizatriptan) yang tidak ada di Indonesia sebenarnya mempunyai respons yang lebih baik, rekurensi nyeri kepala yang lebih rendah dan lebih dapat ditoleransi. Nama obat CaraPemberian NNT (95% Cl) : Sumatriptan 6 mg SC Rizatriptan 10 mg oral Eletriptan 80 mg oral Zolmitriptan 5 mg oral Eletriptan 40 mg oral Sumatriptan 20 mg intranasal Sumatriptan 100mg oral Rizatriptan 2,5 mg oral Zolmitriptan 2,5 mg oral Sumatriptan 50 mg oral Naratriptan 2,5 mg oral Eletriptan 20 mg oral

NNT: dalam 2 jam nyeri kepala menghilang Tabel 1. Analgesik triptan pada migrain

2. Terapi preventif
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan. Indikasi: Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita. Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap terapi abortif. Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.

Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil), antidepresan trisiklik (nortriptyline),
dan beta blocker (propanolol) Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.

Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut menghambat
pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.

Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain. Bila dizziness
sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan. Nama obat dan dosis Propranolol 40-240 mg/hari Nadolol 20-160 mg/ hari Metoprolol 50-100 mg/ hari Timolol 20-60 mg/ hari Atenolol 50-100 mg/ hari Amitriptilin 10-200 mg/ hari Nortriptilin 10-150 mg/ hari Fluoksetin 10-80 mg/ hari Mirtazapin 15-45 mg/ hari Valproat 500-1500 mg/ hari Topiramat 50-200 mg/ hari Gabapentin 900-3600 mg/ hari Verapamil 80-640 mg/hari Flunarizin 5-1 0 mg/hari

Tabel 2. Terapi farmaka pencegahan migrain 3. Terapi nonfarmaka Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang murah. Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi nyeri kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi biofeedback dengan memakai alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara bertahap umumnya sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan. DAFTAR PUSTAKA

1. Prof.DR. Mahar Marjono & Prof .DR. Priguna Shidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar, Edisi 12. Dian Rakyat 2. Sylvia.A.Price & Lorraine M. Wilson.Patofisiologi , edisi 6 jilid 2 EGC
3. Perhimpunan dokter spesialis Saraf indonesia. 2006, Buku Pedoman Standar Pelayanan medik (SPM) & Standar Operasional (SPO) 4. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press. Yogyakarta. 5. Dahlem M., Podoll K. 2007. Migraine Headache. http://www.migraineaura.com/content/e27892/index_en.html\ 6. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya. 7. Benson AG, Robbins W. 2006. Migraine Associated Vertigo. http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm 8. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2

9. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.

You might also like