You are on page 1of 30

2.

1 PENDAHULUAN
Perkembangan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi dewasa ini berlangsung demikian pesat, sehingga pantaslah para ahli menyebut gejala ini sebagai suatu revolusi. Sekalipun kemajuan tersebut masih dalam perjalanannya, sejak sekarang sudah dapat diperkirakan bakal terjadi berbagai perubahan di bidang informasi maupun bidangbidang kehidupan lain yang berhubungan, sebagai implikasi dari perkembangan keadaan tersebut. Perubahan-perubahan yang akan dan sedang terjadi, terutama disebabkan oleh potensi dan kemampuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (relationship) dan memenuhi kebutuhan mereka akan informasi hampir tanpa batas. Beberapa keterbatasan yang dulu dialami manusia dalam berhubungan satu sama lainnya, seperti faktor jarak, waktu, jumlah, kapasitas, kecepatan, dan lain-lain, kini dapat diatasi dengan dikembangkannya berbagai Teknologi Informasi dan Komunikasi mutakhir. Dengan menggunakan satelit misalnya hampir tidak ada lagi batas, jarak, dan waktu untuk menjangkau khalayak yang dituju di mana pun dan kapan pun. Begitu pula dengan kemampuan menerima, mengumpulkan, menyimpan, dan menelusuri kembali informasi yang dimiliki oleh perangkat teknologi informasi seperti komputer, videocassette, videodisc, maka hampir tidak ada lagi hambatan yang dialami untuk memenuhi segala kebutuhan dan keperluan yang berkenaan dengan kemampuan sasaran yang digunakan. Sehingga seorang pakar yaitu Mc Luhan (1965) berpendapat bahwa teknologi baru menjanjikan kepada umat manusia akan terbentuknya jendela dunia dan teknologi informasi ,
17

dan komunikasi baru akan membentuk desa dunia Dengan demikian . teknologi informasi dan komunikasi baru membuat dunia semakin kecil . Pengaruh Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam dunia pendidikan semakin terasa sejalan dengan adanya pergeseran pola pembelajaran dari tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang lebih terbuka dan bermedia (Mukhopadhyay M : 1995). Bishop G. (1989) meramalkan bahwa pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes (flexible), terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun juga yang memerlukannya tanpa memandang faktor jenis kelamin, usia, maupun pengalaman pendidikan sebelumnya. Mason R. (1994) berpendapat bahwa pendidikan mendatang akan lebih ditentukan oleh jaringan informasi yang memungkinkan berinteraksi dan kolaborasi, bukannya gedung sekolah. Namun, teknologi tetap akan memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. Tony Bates (1995) menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan bila digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan, dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi. Alisjahbana I. (1966) mengemukakan bahwa pendekatan pendidikan dan pelatihan nantinya akan bersifat Saat itu juga (just on time). Teknik pengajaran baru akan bersifat dua arah, kolaboratif, dan inter-disipliner. Romiszowski & Mason (1996) memprediksi penggunaan Computer-based Multimedia Communication (CMC) akan bersifat sinkron dan asinkron. Berdasarkan ramalan dan pandangan para cendikiawan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan masuknya pengaruh globalisasi, pendidikan masa mendatang akan lebih bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multidisipliner, serta terkait pada produktifitas kerja dan kompetitif. Kecenderungan dunia pendidikan di Indonesia di masa mendatang adalah: Pertama; berkembangnya pendidikan terbuka dengan modus belajar jarak jauh (distance learning). Kemudahan untuk menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh perlu dimasukan sebagai strategi utama.
18

Kedua; sharing resource bersama antar lembaga pendidikan/latihan dalam sebuah jaringan. Ketiga; perpustakaan & instrumen pendidikan lainnya (guru, laboratorium) berubah fungsi menjadi sumber informasi daripada sekedar rak buku. Keempat; penggunaan perangkat teknologi informasi interaktif, seperti CD-ROM Multimedia, dalam pendidikan secara bertahap menggantikan TV dan Video. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dalam bidang pendidikan,maka pada saat ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media Internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat nilai mahasiswa secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas yang diberikan dosen dan sebagainya, semuanya itu sudah dapat dilakukan. Faktor utama dalam distance learning yang selama ini dianggap masalah adalah tidak adanya interaksi antara dosen dan mahasiswanya. Namun demikian, dengan media Internet sangat dimungkinkan untuk melakukan interaksi antara dosen dan siswa baik dalam bentuk real time (waktu nyata) atau tidak. Dalam bentuk real time dapat dilakukan misalnya dalam suatu chatroom, interaksi langsung dengan real audio atau real video, dan online meeting. Interaksi yang tidak real time bisa dilakukan dengan mailing list, discussion group, newsgroup, dan bulletin board. Dengan cara di atas interaksi dosen dan mahasiswa di kelas mungkin akan tergantikan walaupun tidak 100%.Bentuk-bentuk materi,ujian,kuis dan cara pendidikan lainnya dapat juga diimplementasikan ke dalam web, seperti materi guru dibuat dalam bentuk presentasi di web dan dapat didownload oleh siswa. Demikian pula dengan ujian dan kuis yang dibuat oleh guru dapat pula dilakukan dengan cara yang sama. Penyelesaian administrasi juga dapat diselesaikan langsung dalam satu proses registrasi saja, apalagi didukung dengan metode pembayaran online. Dalam menghadapi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini, melalui banyak forum dan media, telah dikemukakan berbagai pandangan para ahli. Ada yang menyambut perkembangan ini dengan penuh antusias tanpa reserve, ada pula yang
19

menerimanya seraya berhati-hati terhadap dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. Tehranian (1982) misalnya, mengemukakan bahwa dalam 25 tahun terakhir ada tiga kekuatan teknologis, sosio-ekonomi, dan politik utama yang telah mengubah struktur sistem internasional ke tingkat tertentu yang bahkan suatu pandangan yang cukup realistik pun harus mempertimbangkannya. Dunia memerlukan para guru dengan jumlah yang lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik. Konferensi Dakar mengungkapkan bahwa masih ada 100 juta anak-anak yang putus sekolah mereka memerlukan para guru seiring dengan target dunia untuk pendidikan dengan jumlah 2015. Implikasinya diperlukan peningkatan keterampilan bagi para guru yang berjumlah kurang lebih 60 juta. Dari sekian jumlah guru tersebut sebagian besar belum memenuhi standar kualifikasi yang diharapkan dalam arti kata memiliki kualitas rendah tidak memenuhi syarat seseuai yang tuntutan profesionalisme keguruan. Dalam kondisi apapun peningkatan kualitas guru perlu terus ditingkatkan sepanjang karir mereka sebagai guru jika kita menginginkan pendidikan menuju ke arah kualitas dan daya saing tinggi. Untuk itu diperlukan strategi khusus yang dapat mengakomodasi karakteristik aktivitas guru yang tetap dapat melaksanakan tugas kependidikan dan keguruannya di samping terus memperoleh input pendidikan dan peningkatan kualifikasinya. Salah satu cara memperkuat profesi pengajaran para guru adalah dengan menggunakan pendidikan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Pembelajaran konvensional tidak lagi sepenuhnya menjadi andalan, namun di tengah kemajuan teknologi saat ini diperlukan variasi metode yang lebih memberikan kesempatan untuk belajar dengan memanfaatkan aneka sumber, tidak hanya dari man power seperti halnya guru. Pembelajaran yang dibutuhkan adalah dengan memanfaatkan unsur teknologi informasi, dengan tidak meninggalkan pola bimbingan
20

langsung dari pengajar dan pemanfaatan sumber belajar lebih luas. Konsep ini sering juga diistilahkan dengan pencampuran antara blended e-learning dengan konvensional sehingga disebut dengan blended learning.

2.2 KONSEP BLENDED LEARNING


Secara etimologi istilah Blended Learning terdiri dari dua kata yaitu Blended dan Learning. Kata blend berarti campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik (Collins Dictionary), atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan (Oxford English Dictionary) (Heinze and Procter, 2006: 236). Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar, dengan demikian sepintas mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur pencampuran, atau penggabungan antara satu pola dengan pola yang lainnya. Apa yang dicampurkan? Elenena Mosa (2006) menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni pembelajaran di kelas (classroom lesson) dengan online learning.

Selain Blended learning ada istilah lain yang sering digunakan di antaranya blended learning dan hybrid learning. Istilah yang disebutkan tadi mengandung arti yang sama yaitu perpaduan, percampuran atau kombinasi pembelajaran. Supaya tidak membingungkan masalah tersebut pernah dijelaskan oleh Mainnen (2008) yang menyebutkan Blended
21

learning mempunyai beberapa alternatif nama yaitu mixed learning, hybrid learning, Blended Blended e-learning dan melted learning (bahasa Finlandia). Karena model pembelajaran campuran ini lebih banyak menggunakan blended e-learning pada perkuliahan dari pada tatap muka atau residensial dan tutorial kunjung, maka penulis menggunakan istilah Blended Blended e-learning. Selain itu Heinze (2008;14) juga berpendapat A better term for blended learning is blended Blended e-learning. Pada perkembangannya istilah yang lebih populer adalah Blended Blended e-learning dibandingkan dengan blended learning. Kedua istilah tersebut merupakan isu pendidikan terbaru dalam perkembangan globalisasi dan teknologi Blended e-learning. Zhao (2008:162) menjelaskan isu Blended Blended e-learning sulit untuk definisikan karena merupakan sesuatu yang baru Walau cukup sulit mendefinisikan pengertian Blended . Blended e-learning tapi ada para ahli dan profesor yang meneliti tentang blended Blended e-learning dan menyebutkan konsep dari Blended e-learning. Selain itu, pada penelitian Sharpen et.all (2006:18) ditemukan bahwa banyak institusi yang telah mengembangkan dengan bahasa mereka sendiri, definisi atau tipologi praktek blended Definisi dari Ahmed, . et.all (2008:1) menyebutkan: Blended Blended e-learning, on the other hand, merges aspects of Blended e-learning such as: web-based instruction, streaming video, audio, synchronous and asychronous comunication, etc: with tradisional, face-to-face learning. Definisi lain yang hampir sama yaitu dari Soekartowi (2006:1) menjelaskan pengertian dari Blended Blended e-learning yaitu: One of newest models is called Blended Blended e-learning (BEL). The model, BEL, is designed basically based on combination of the best aspects of application of information technology Blended e-learning, structured face-to-face activities, and real world practice.

22

Berdasarkan pendapat tersebut, terdapat persamaan antara blended Blended e-learning yaitu penggabungan aspek Blended e-learning yang termasuk web-based instruction, streaming video, audio, synchronous and asynchronous communication atau aspek terbaik pada aplikasi teknologi informasi Blended e-learning, dengan kegiatan tatap muka. Blended Blended e-learning juga merupakan pendekatan terbaru menurut atau model baru menurut Soekartowi. Hal ini senada diungkapkan oleh Zhao (2008:162) menjelaskan bahwa: Blended Blended e-learning offers a new learning approach for combining different delivery modes, normally is online and face-to-face teaching to two remote sites by means of Blended Blended e-learning, a combination of face-to-face and distance learning. Pernyataan dari Zhao juga menekankan pendekatan pembelajaran terbaru tapi penyampaian pesan yang dikombinasikan melalui dua cara online dan mengajar tatap muka pada tempat yang berjauhan dengan cara blended Blended e-learning, suatu kombinasi tatap muka dan pendidikan jarak jauh. Pada intinya menggabungkan dua pendekatan pembelajaran yang digunakan sehingga menjadi pendekatan pembelajaran baru. Selanjutnya blended learning telah didefinisikan dalam Cisco System (2001) adalah (Ahmed, 2008:18): As the combination of characteristic from both traditional learning and Blended e-learning environments. It merges aspects of Blended e-learning such as: web-based instruction, streaming video, audio synchronous and asynchrounous communication, etc; with traditional face to face learning. Blended learning sebagai kombinasi karakteristik pembelajaran tradisional dan lingkungan pembelajaran elektonik atau Blended e-learning. menggabungkan aspek Blended e-learning seperti pembelajaran berbasis web, streaming video, komunikasi audio synchronous dan asynchronous dengan pembelajaran tradisional tatap muka Pendapat lainnya .
23

dipaparkan Bhonk dan Graham (2006) juga mendefinisikan sebagai berikut: Blended learning is the combination of instruction from two historically separate models of teaching and learning: Traditional learning systems and distributed learning systems. It emphasizes the central role of computer-based technologies in blended learning. (Hadjerrouit, 2007: 286). Bhonk dan Graham (2006) menjelaskan bahwa blended learning adalah gabungan dari dua sejarah model perpisahan mengajar dan belajar: sistem pembelajaran tradisional dan sistem penyebaran pembelajaran, yang menekankan peran pusat teknologi berbasis komputer dalam blended learning. Deskripsi sejarah model perpisahan mengajar dan belajar tersebut juga dijelaskan oleh Heinze dan Procter (2004) sejarah perjalanan blended learning terjadi jika semakin tinggi teknologi yang digunakan, maka semakin panjang waktu yang digunakan secara online learning yang pada awalnya pembelajaran tradisional tatap muka, kemudian makin tinggi teknologi maka semakin lama waktu pembelajaran beralih menggunakan elektonik murni (Blended e-learning pure) dalam bentuk online. Tapi terjadi kombinasi metode pembelajaran tradisional dengan online (pure Blended e-learning). Penjelasan mereka tentang konsep blended learning dijelaskan pada gambar berikut ini:

Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan di atas maka dapat dikatakan secara sederhana blended Blended e-learning adalah kombinasi atau penggabungan pendekatan aspek Blended e-learning yang berupa
24

web-based instruction, video streaming, audio, komunikasi synchronous dan asynchrounous dalam jalur Blended e-learning system LSM dengan pembelajaran tradisional tatap muka termasuk juga metode mengajar, teori belajar, dan dimensi pedagogik. Kesimpulan tersebut sama seperti yang dikemukakan oleh Bhonk dan Graham (2006) yaitu: 1. Combining instructional modalities or delivery media and technologies (traditional distance education, Internet, Web, CD ROM, video/audio, any other electronic medium, email, online books, etc); 2. Combining instructional methods, learning theories, and pedagogical dimensions; 3. Combining Blended e-learning and face-to-face learning.

2.3 KARAKTERISTIK BLENDED BLENDED E-LEARNING


Menurut Sharpen et.al (2006:18) karakteristik Blended Blended e-learning: 1. Ketetapan sumber suplemen untuk program belajar yang berhubungan selama garis tradisional sebagian besar, melalui institusional pendukung lingkungan belajar virtual; 2. Transformatif tingkat praktek pembelajaran didukung oleh rancangan pembelajaran sampai mendalam; 3. Pandangan menyeluruh tentang teknologi untuk mendukung pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik blended Blended e-learning adalah sumber suplemen, dengan pendekatan tradisional juga mendukung lingkungan belajar virtual melalui suatu lembaga, rancangan pembelajaran yang mendalam pada saat perubahan tingkatan praktek pembelajaran dan pandangan tentang semua teknologi digunakan untuk mendukung pembelajaran. Penerapan suatu model pembelajaran harus berdasarkan teori belajar yang cocok untuk proses pembelajaran

25

agar kelangsungan proses tersebut dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Karena model ini adalah model pembelajaran campuran maka teori yang digunakan pun terdiri dari berbagai teori belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli dengan disesuaikan situasi dan kondisi peserta belajar dan institusi yang menggunakan.

Blended Blended e-learning berisi tatap muka, di mana beririsan dengan Blended e-learning. Pada Blended e-learning terdapat pembelajaran berbasis komputer yang berisisan dengan pembelajaran online. Dalam pembelajaran online terdapat pembelajaran berbasis Internet yang di dalamnya ada pembelajaran berbasis web. Deskripsi tersebut disimpulkan bahwa dalam blended Blended e-learning terdapat tata muka yang beririsan dengan Blended e-learning di mana Blended e-learning beserta komponenkomponennya yang berbasis komputer dan pembelajaran online berbasis web-Internet untuk pembelajaran. Berdasarkan komponen yang ada dalam Blended Blended e-learning maka teori belajar yang mendasari model pembelajaran tersebut adalah teori belajar konstruktivisme (individual learning) dari Piaget, kognitif dari Bruner, Gagne dan Blooms dan lingkungan belajar sosial atau social constructivist (collaborative learning) dari Vygtsky. Konstruktivisme (indiviual learning) digunakan sebagai landasan teori belajar yang sering disebut juga student centered learning. Konstruktivisme (indvidual learning)
26

dapat mendorong pelajar untuk membangun pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman individu dan mengaplikasikannya secara langsung pada lingkungan mereka (Paurelle, 2003). Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut : (a) Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi; (b) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan seharihari; dan (c) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. Karakteristik teori belajar konstruktivisme (individual learning) untuk Blended e-learning (Hasibuan, 2006:4) adalah sebagai berikut: 1. Active learners; 2. Learners construct their knowledge; 3. Subjective, dynamic and expanding; 4. Processing and understanding of information; 5. Learner has his own learning. Individual learning dalam teori ini pelajar adalah peserta yang aktif, lalu dapat membangun pengetahuan mereka sendiri, secara subyektif, dinamis dan berkembang. Kemudian memproses dan memahami suatu informasi, sehingga pelajar memiliki pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun pengetahuan mereka berdasarkan atas pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami sendiri. Teori belajar berikutnya yang melandasi model Blended Blended e-learning adalah teori belajar
27

kognitif. Pendekatan kognitif menekankan bagan sebagai satu struktur pengetahuan yang diorganisir (Bruner, 1990; Gagne et al, 1993). Menurut Bloom (1956) mengidentifikasi enam tingkatan belajar kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis dan sintesis Pandangan . kognitif pada pembelajaran menunjukkan kegiatan mental, seperti pemberian alasan analisis dan pemikiran kritis (Hadjerrouit: 2007, Carman 2005:5). Teori terakhir adalah teori belajar konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky. Menurut Vygotsky (1978) adalah sebagai berikut: The way learners construct knowledge, think, reason, and reflect on is uniquely shaped by their relationships with others. He argued that the guidance given by more capable others, allows the learner to engage in levels of activity that could not be managed alone Konstruktivisme sosial disebut . juga collaborative learning. Karakteristik teori belajar tersebut adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2006:4): Teori ini membuat pelajar membangun pengetahuan, berpikir, mencari alasan, dan dicerminkan dengan bentuk yang unik melalui berhubungan dengan yang lain. Pelajar belajar dari penyelesaian masalah yang nyata, pelajar juga bergabung pada suatu pembangkit pengetahuan. Pengajar juga masuk ke dalam sebagai pelajar bersamasama dengan siswanya.Bentuk tugas juga akan diolah dan pengetahuan dinilai dan diciptakan lalu membangun pengetahuan yang baru. Beberapa kelebihan Learning Management System Berbasis Blended e-learning menurut Bates, 1995 dan Wulf, 1996 yaitu : (a) Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity); (b) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility); (c) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience); (d) Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable
28

capabilities). Beberapa hasil penelitian di beberapa negara tentang keberhasilan penggunaan Learning Management System (LMS) berbasis Blended e-learning, khususnya di negara maju, yang dikutip dari Wawan Wardiana (2002:05). Saat ini hampir seluruh program distance learning di Amerika, Australia dan Eropa dapat juga diakses melalui Internet. Studi yang dilakukan oleh Amerika, sangat mendukung dikembangkannya Blended e-learning, menyatakan bahwa computer based learning sangat efektif, memungkinkan 30% lebih baik, 40% waktu lebih singkat, dan 30% biaya lebih murah. Pembelajaran Learning Management System berbasis Blended e-learning dapat disajikan dalam beberapa format (Wulf, 1996), di antaranya adalah: (1) Electronic mail (delivery of course materials, sending in assignments, getting and giving feedback, using a course listserv., i.e., electronic discussion group); (2) Bulletin boards/newsgroups for discussion of special group; (3) Downloading of course materials or tutorials; (4) Interactive tutorials on the Web; dan (5) Real time, interactive conferencing using MOO (Multiuser Object Oriented) systems or Internet Relay Chat.

2.4 PENERAPAN BLENDED BLENDED E-LEARNING


Blended e-learning kini banyak digunakan oleh para penyelenggara pendidikan terbuka dan jarak jauh. Kalau dahulu hanya Universitas Terbuka yang diizinkan menyelenggarakan pendidikan jarak jauh, maka kini dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.107/ U/2001 (2 Juli 2001) tentang Penyelenggaraan Program Pendidikan Tinggi Jarak Jauh, maka perguruan tinggi tertentu yang mempunyai kapasitas menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh menggunakan Blended e-learning, juga telah diizinkan menyelenggarakannya. Lembaga lembaga pendidikan non-formal seperti kursus-kursus, juga telah

29

memanfaatkan keunggulan Blended e-learning ini untuk programprogramnya. Jika dikaji secara terminologis maka Blended e-learning menekankan pada penggunaan Internet seperti pendapat Rosenberg (2001) menekankan bahwa Blended e-learning merujuk pada penggunaan teknologi Internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Campbell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan Internet dalam pendidikan sebagai hakikat Blended e-learning, termasuk untuk pendidikan guru. Lebih lanjut Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah e atau singkatan dari elektronik dalam Blended e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Atau Blended e-learning didefinisikan sebagai berikut : e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized webbased training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002). Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah sebagian dari media elektronik yang digunakan. Pengajaran boleh disampaikan secara synchronously (pada waktu yang sama) ataupun asynchronously (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus menyediakan kemudahan untuk discussion group dengan bantuan profesional dalam bidangnya. Perbedaan pembelajaran tradisional dengan Blended e-learning yaitu kelas tradisional, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran Blended e-learning
30

fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran Blended e-learning akan memaksa pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri. Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, Internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia. Secara spesifik dalam pendidikan guru, Blended e-learning memiliki makna sebagai berikut: 1. Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik substansi materi pelajaran maupun ilmu kependidikan secara online; 2. Blended e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi; 3. Blended e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan; 4. Kapasitas guru amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar content dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik; 5. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh
31

hal-hal yang protokoler; 6. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks); 7. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya; 8. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer. Pendapat Haughey (1998) tentang pengembangan Blended e-learning mengungkapkan bahwa terdapat tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis Internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course. Web course adalah penggunaan Internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui Internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh. Untuk pendidikan guru model seperti ini dapat digunakan untuk peningkatan knowledge dan skill memperkuat pengetahuannya , tentang materi pelajaran sebagai spesifikasi keilmuannya dan memperkuat pemahaman tentang metodologi pembelajaran melalui simulasi pembelajaran yang disajikan melalui internet misalnya video streaming, videoconference dan lain-lain. Web centric course adalah penggunaan Internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui Internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa
32

memberikan petunjuk pada pebelajar untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Pebelajar juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan.Dalam tatap muka, pebelajar dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui Internet tersebut. Model ini lebih relevan untuk digunakan dalam pengembangan pendidikan guru, dilihat dari kondisi, kultur dan infrastruktur yang dimiliki saat ini. Secara substansial materi keguruan identik dengan nilai yang tidak hanya dapat ditransfer melalui pembelajaran tanpa tatap muka, melainkan diperlukan direct learning, sehingga unsurunsur modelling dari seorang guru dapat diadaptasi dengan baik. Untuk penguasaan materi konseptual, teoritikal dan keterampilan dapat menggunakan Blended e-learning dengan sistem jarak jauh. Model web enhanced course adalah pemanfaatan Internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi Internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di Internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui Internet, dan kecakapan lain yang diperlukan. Selain model pengembangan di atas, penggunaan ICT dalam pendidikan guru dapat juga mengacu pada model dari Harmon dan Jones, 2000:125 yang memberikan penjelasan tentang lima level penggunaan ICT dalam pembelajaran, yaitu : Level 1 - Information Pada level ini bahan-bahan pembelajaran tidak terlalu banyak
33

disajikan melalui ICT tetapi terbatas pada bahan yang sifatnya informasi untuk menunjang proses perkuliahan bahkan cenderung bersifat administratif dan aturan perkuliahan. Misalnya silabus perkuliahan, jadwal perkuliahan, dan disediakan juga tempat untuk penyimpanan informasi bagi guru. Level 2 - Supplemental Pada level ini sudah mulai memasukan bahan perkuliahan/ pembelajaran, namun sifatnya masih terbatas, belum menguraikan isi pembelajaran secara lengkap, materi yang disajikan pokokpokoknya saja. Misalnya bahan pembelajaran bagi guru disajikan melalui presentasi PowerPoint, Acrobat Reader, dan file html yang sudah ditempatkan di web untuk diakses dan direview oleh para guru. Level 3 - Essential Dalam level ini hampir semua materi pembelajaran disediakan di dalam web. Aktifitas belajar para guru/peserta didik tidak akan berjalan baik jika tidak menggunakan fasilitas web. Dengan demikian sudah ada ketergantungan penggunaan ICT dalam pembelajaran di mana antara guru sebagai peserta didik dengan pengelola pembelajaran menggunakan infrastruktur ICT secara lebih baik. Level 4 - Communal Pada level ini mengkombinasikan pola tatap muka di kelas atau penggunaan web secara online. Begitu halnya dengan penyajian bahan pembelajaran disajikan melalui cara langsung di kelas dan disajikan online. Pada pola ini dituntut kemandirian dari para guru untuk mencari dan mengembangkan bahan belajarnya secara mandiri materi-materi pelajaran yang dikuasainya maupun materi tentang kependidikan.

34

Level 5 - Immersive Pada level ini pembelajaran dilangsungkan secara virtual. Seluruh isi materi pembelajaran disajikan secara online. Level ini memandang pembelajaran mulai dari perekrutan, proses pembelajaran, sistem evaluasi dan kelulusan dilangsungkan secara virtual. Secara lebih terperinci, model penggunaan ICT khususnya web dalam pembelajaran guru dapat mengacu pada pendapat Bonk, 2000 dengan A Continuum of Web Integration in Colleges Courses yaitu : No. Level Web Integration 1 Marketing/sillabi via the web Description Pengelola pembelajaran (dosen, instruktur) memperkenalkan mata kuliah dan tujuan pembelajaran serta ikhtisar perkuliahan melalui web. 2 Students exploration Para guru atau calon guru of web resources menggunakan web untuk memperoleh sumber dan produkproduk dan bahan-bahan perkuliahan dan pengembangan guru melalui web, misalnya dengan mengunjungi e-laboratory, e-journal, e-news, e-dictionary, e-library dll. 3 Student generated Produk-produk dan bahan yang resources published on diperoleh melalui eksplorasi di the web web selanjutnya dikembangkan untuk disajikan dalam perkuliahan/ pembelajaran untuk memperkaya pengetahuan dan keterampilannya.

35

No. Level Web Integration 4 Courses resources on the web

Description Dosen dan instruktur mengemas bahan pembelajaran melalui web dan pembelajaran menggunakan bahan Blended e-learning lainnya. Misalnya handout, makalah, ikhtisar materi kuliah, penugasan. 5 Re-purpose web Dosen mengambil satu mata kuliah resources yang disajikan secara lebih lengkap melalui Internet sebagai model Blended e-learning yang dikembangkan. Termasuk sistem perkuliahannya menggunakan web. 6 Substantive and Peran guru sebagai peserta didik graded web activities dituntut untuk lebih banyak menggunakan web untuk perkuliahan dan pengembangan pembelajarannya, misalnya menampilkan hasil karya tulis melalui web, melakukan diskusi di web (discussion group) yang semuanya untuk memenuhi persyaratan mata kuliah. 7 Courses activities Para guru diwajibkan untuk melakukan extending beyond class kegiatan diskusi dengan pihak lain di luar. Baik guru lain, para pakar, praktisi melalui konferensi di Internet.

36

No. Level Web Integration 8 Web as alternative delivery system for resident student

Description Web digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan informasi dan upaya mengatasi permasalahanpermasalahan yang dihadapi hubungannya dengan profesi guru, dan web dijadikan sebagai sarana penyebaran informasi untuk khalayak luas khususnya tentang pendidikan. 9 Entire courses on the Program pendidikan yang ditawarkan web for student located melalui web digunakan oleh berbagai anywhere kalangan guru di seluruh dunia dengan menjadikannya sarana pembelajaran khususnya pendidikan guru. 10 Courses fits within Para pengembang pendidikan guru, longer programmatic baik pemerintah maupun swasta, web initiative mengembangkan program pendidikan guru secara utuh melalui ICT dan menawarkan secara luas kepada semua orang di seluruh negara.

Penggunaan ICT dalam pendidikan guru lebih menekankan pada penggunaan Internet untuk pembelajaran online dan stand-alone yang berbasis data storage. Pemanfaatan ICT ini melalui sistem pendidikan jarak jauh memberikan manfaat (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), menjelaskan antara lain: (1) Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan penyelenggara pendidikan dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas Internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu; (2) Guru dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui Internet, sehingga
37

keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari; (3) Guru dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di Internet secara lebih mudah; (4) Para guru dapat melakukan diskusi melalui Internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas; (5) Peran guru dituntut untuk menjadi lebih aktif. (6) Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional. Senada dengan uraian di atas, menurut Onno W. Purbo (1998) paling tidak ada tiga hal dampak positif penggunaan Internet dalam pendidikan yaitu: (1) Peserta didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah di manapun di seluruh dunia tanpa batas institusi atau batas negara; (2) Peserta didik dapat dengan mudah belajar pada para ahli di bidang yang diminatinya; (3) Kuliah/belajar dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar. Di samping itu kini hadir perpustakan Internet yang lebih dinamis dan bisa digunakan di seluruh jagat raya.

2.5 PROSEDUR BLENDED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN


PJJ PGSD
Peningkatan kualifikasi guru merupakan salah satu prioritas pemerintah Indonesia, hal tersebut sebagai wujud realisasi UU Guru dan Dosen No. 14/2005 yang mempersyaratkan guru untuk memiliki kualifikasi minimal S-1 dan memiliki sertifikat sebagai pengajar. Pada saat ini guru di Indonesia berjumlah sebanyak 2.667.655 orang (Depdiknas, 2007). Dari jumlah tersebut baru 887.751 orang guru yang berkualifikasi S-1 atau D-IV. Di samping kualitas akademik guru, kondisi peningkatan kualifikasi akademik guru, kondisi kekurangan guru juga
38

masih dialami sebagian besar wilayah Indonesia pada berbagai jenjang pendidikan. Dengan demikian, jumlah kebutuhan guru saat ini, maupun pada masa-masa mendatang sangatlah dibutuhkan. Hal ini menjadi luar biasa mengingat kemampuan LPTK yang ada di Indonesia pada saat ini yaitu sejumlah 278 LPTK (termasuk 32 LPTK Negeri) belum mampu memenuhi jumlah guru yang dibutuhkan dalam waktu segera. Dalam hal ini penerapan sistem pendidikan jarak jauh menjadi pilihan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu pada tahun 2007 ini, selain Universitas Terbuka pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan menetapkan 10 LPTK untuk secara bersama-sama menyelenggarakan sistem PJJ untuk program peningkatan kualifikasi guru melalui pendidikan SI PGSD. PJJ yang dimaksudkan dalam program pemerintah tersebut secara operasional berbeda dengan PJJ yang dikembangkan oleh UT yang menggunakan modular (printed material) sebagai bahan belajar utama. PJJ pada program ini berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi dengan menggunakan Internet sebagai media utama, tatap muka dilakukan hanya beberapa kali pada program residensial, selebihnya menggunakan program e-learning. Secara teoritik pembelajaran elektronik (online instruction, e-learning, atau web-based learning), memiliki tiga fungsi utama, Sudirman Siahaan (2001:10) menjelaskan pembelajaran elektronik ini berfungsi sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/optional, pelengkap (complement), atau pengganti (substitution) pada kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction). Dilihat dari karakteristik PJJ PGSD di atas, maka termasuk kategori pengganti. Dalam hal ini, e-learning yang harus dikembangkan bukan hanya sekedar memasukkan bahan ajar, namun lebih bersifat komprehensif, e-learning yang mampu mengakomodasi sistem pembelajaran yang mengatur peran guru, siswa, pemanfaatan sumber belajar, pengelolaan pembelajaran, sistem evaluasi dan monitoring pembelajaran. Dalam hal ini e-learning yang diperlukan
39

adalah Learning Management System (LMS). Keberhasilan PJJ PGSD dan sistem pembelajaran jarak jauh yang menggunakan e-learning sebagai alat belajar utama, sangat ditentukan oleh model Learning Management System (LMS) yang dikembangkan, dan pemerintah bersama pihak terkait masih mencari-cari model LMS yang handal yang mampu mewujudkan profil guru profesional, yang memiliki kompetensi kependidikan dan keguruan yang setara bahkan melebihi guru dengan sistem pembelajaran reguler. Bertitik tolak dari latar belakang di atas, menarik perhatian peneliti untuk melakukan studi pengembangan model pembelajaran e-learning berupa Learning Management System (LMS) untuk PJJ-PGSD dalam rangka memenuhi kebutuhan guru yang tersertifikasi sesuai tuntutan UU Guru dan Dosen No. 14/2005. Mahasiswa pendidikan jarak jauh sebagian besar adalah lulusan akademik jenjang Diploma Dua atau Tiga. Mereka semua adalah guru-guru yang telah mengajar di Sekolah Dasar. Dalam rangka program sertifikasi sesuai Undang-Undang Guru dan Dosen terbaru mereka harus sudah menyandang gelar Sarjana atau Diploma Empat agar dapat disertifikasi. Untuk itu mereka mengikuti Program S1 PGSD PJJ UPI, untuk meraih gelar sarjana. Sebagian besar mahasiswa tersebut adalah orang-orang dewasa yang telah beberapa tahun tidak mengikuti kegiatan akademik seperti perkuliahan. Karena itu program yang diikuti berbentuk jarak jauh agar mereka dapat tetap mengajar sambil kuliah. Maka model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran pada Pendidikan jarak jauh adalah Model Blended e-learning. Model Blended e-learning merupakan kombinasi dari beberapa pendekatan pembelajaran yaitu pembelajaran konvensional berupa tatap muka dan e-learning yang berbasis Internet. Pada PJJ telah penulis kemukakan sebelumnya bentuk proses pembelajaran dalam PJJ berupa keterpisahan, belajar mandiri, dan layanan belajar atau tutorial. Sementara
40

itu proses keberlangsungannya S1 PGSD PJJ menggunakan model Blended e-learning. Model tersebut harus dapat membuat mahasiswa S1 PGSD PJJ termotivasi untuk belajar.

Model Blended e-learning yang dilakukan mahasiswa S1 PGSD PJJ yang terdiri dari tatap muka atau tutorial (residential) tutorial jarak jauh (online) yang menggunakan e-learning berbasis website LMS moodle dan tutorial kunjung. Adanya model blended e-learning membantu mahasiswa yang sebagian besar adalah orang tua yang baru menemui proses pembalajaran dengan e-learning atau menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pada proses e-learning sebagian besar masih mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Jalan keluar dalam menghadapi hambatan tersebut adalah mengkombinasikan dengan proses perkuliahan tatap muka. Model Blended e-learning adalah model yang efektif dalam proses pembelajaran pada mahasiswa S1 PGSD PJJ karena dalam model tersebut antara mahasiswa dan dosen, mahasiswa dan mahasiswa terjadi interaksi sehingga dapat membuat mahasiswa termotivasi untuk belajar. Sebagaimana yang dikatakan Garison (1993), kemandirian dicapai oleh interaksi, bukan isolasi. Menurut Lawher et.al bahwa Blended learning combines e-learning components with traditional classroom components to guarantee the most effective education (Lawhear, 1997; Rosbottom, 2001).
41

Seperti yang dikemukakan oleh Gagne (1984), belajar yang efektif mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) melibatkan pembelajar dalam proses belajar; (2) mendorong munculnya keterampilan untuk belajar mandiri (learn how to learn); (3) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajar; (4) memberi motivasi untuk belajar lebih lanjut. Brown (2003) menyatakan bahwa :... blended learning supports all the benefits of e-learning including cost reductions, time efficiency and location convenience for the learner as well as the essential one-on-one personal understanding and motivation that face to face instructions presents. (Buket Akkoyunlu dan Meryem Yilmaz Soylu 2008:184) Selain itu pada tutorial atau bimbingan dalam bentuk tatap muka dan tutorial online, dalam proses pembelajaran jarak jauh model blended e-learning, seorang tutor atau dosen jika dalam perkuliahan bertugas sebagai motivator. Darmodihardjo (1999:38-39) mengemukakan bahwa tutor dalam pelaksanaan tugasnya memiliki peran yang meliputi; (1) sebagai motivator, (2) sebagai fasilitator, (3) sebagai pembimbing, (3) sebagai evaluator, (4) pengembang materi pelajaran, (5) pengelola proses belajar mengajar dan (6) agen pembaharuan. Sebagai motivator, tutor perlu membangkitkan semangat warga belajarnya agar tidak cukup hanya belajar di lembaga saja, tetapi perlu mengulanginya lagi di rumah atau mencari dari sumber lain seperti pada pendidikan formal. Sementara itu Muhammad Zen (2000:69-70) mengemukakan bahwa tugas tutor selaku pengajar meliputi; (1) sebagai informator, (2) sebagai organisator, (3) sebagai motivator, (4) sebagai pengarah, (5) sebagai inisiator, (6) sebagai transmitter, (7) sebagai fasilitator, (8) sebagai mediator, (9) sebagai evaluator. Sebagai motivator, artinya tutor dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar warga belajar harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendominasikan potensi warga belajar,
42

menumbuhkan swadaya sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.

Konsep Tutorial
Tutorial adalah suatu proses pemberian bantuan dan bimbingan belajar dari seseorang kepada orang lain, baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam konsep ini, tutorial merupakan layanan belajar yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dengan karakteristik yang berbeda, seperti dosen yang berfungsi sebagai fasilitator kegiatan belajar, bukan sebagai pengajar. Sementara itu, tugas mahasiswa pada saat tutorial bukan hanya datang ke tempat tutorial untuk mendengarkan penjelasan dosen, melainkan sudah mengkaji materi yang akan dibahas dan membawa masalah yang ditemukan. Oleh karena itu, mahasiswa tidak datang dengan kepala kosong. Pada dasarnya, konsep tutorial berbeda dengan kegiatan pembelajaran tatap muka. Perbedaan itu dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Perbedaan Tutorial dengan Pembelajaran Tatap Muka No. Tutorial 1 Interaksi tatap muka antara tutor dan mahasiswa terbatas 2 Mahasiswa dituntut untuk berupaya secara mandiri dan memecahkan persoalan substansi materi atau kesulitan belajarnya Pembelajaran Tatap Muka Interaksi tatap muka antara dosen sebagai pengajar dan mahasiswa lebih leluasa Tuntutan kemandirian tidak setinggi pada tutorial

43

No. Tutorial 3 Mahasiswa dapat mengikuti dan memanfaatkan tutorial dengan baik apabila telah mempelajari substansi yang akan ditutorialkan 4 Dalam tutorial hanya membahas substansi mata kuliah yang esensial, strategis, dan tidak mudah dipahami dengan belajar sendiri. 5 Kegiatan tutorial berpusat pada mahasiswa

Pembelajaran Tatap Muka Mahasiswa dapat mengikuti dan memanfaatkan perkuliahan meskipun belum siap dengan materi yang akan dikaji Cenderung membahas seluruh substansi mata kuliah.

Kegiatan pembelajaran tatap muka berpusat pada dosen (Dimodifikasi dari UT, 2005:7)

Jenis-jenis tutorial yang disediakan adalah tutorial tatap muka (TTM) dan tutorial on-line. 1. Tutorial Tatap Muka Dalam program PJJ S1 PGSD ini semua mata kuliah diberikan bimbingan tutorial tatap muka (dilakukan pada masa residensial). Melalui bimbingan ini, diharapkan mahasiswa dapat menguasai kompetensi mata kuliah tersebut. 2. Tutorial On-line Tutorial ini dilakukan dengan bantuan jaringan komputer. Dosen menyediakan materi yang dianggap sulit untuk dipahami dan memberikan tugas. Sementara itu, mahasiswa mempelajari serta menjawab tugas yang selanjutnya dikirim kembali ke dosen untuk diperiksa dan diberikan umpan balik. Dalam menggunakan model tutorial tatap muka, dosen diperkenankan untuk membuat model tutorial yang dianggap mampu
44

mengaktifkan atau memancing mahasiswa sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, karakteristik mata kuliah, karakteristik mahasiswa, serta sarana dan prasarana yang tersedia agar dapat berinteraksi secara maksimal. Jika memang gambaran tentang model tutorial ini belum tersusun secara sistematis, berikut ini terdapat tiga model tutorial yang merupakan contoh, yaitu Model Kooperatif-Aktif 1, Model Kooperatif-Aktif 2, dan Model Kooperatif-Aktif 3. Model ini sangat sesuai apabila diberikan pada tutorial awal atau untuk materi yang baru. Pada tutorial awal biasanya dosen belum mengetahui penguasaan mahasiswa atas substansi mata kuliah yang ditutorialkan. Model ini efisien dari segi waktu pelaksanaannya, tetapi waktu interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa atau dengan dosen menjadi sedikit.

Model tutorial on-line adalah model tutorial yang menggunakan jaringan komputer. Materi diberikan dalam bentuk naskah tutorial yang dapat diakses di mana saja mahasiswa berada tanpa harus bertatap muka dengan tutor. Dalam model ini, tutor harus mempersiapkan naskah tutorial yang memungkinkan terjadinya interaksi antara tutor dan mahasiswa. Selain itu, partisipasi secara aktif dari mahasiswa juga sangat diperlukan karena mempengaruhi nilai akhir tutorial.
45

46

You might also like