You are on page 1of 16

3. Tinjauan Pustaka 1.

Motivasi Kerja

A. De Cenzo and Stephen P. Robbins (1999:100) mengatakan, "Motivation is the willingness to do something, conditioned by the motivation potential of a job." Atau dengan kata lain bahwa motivasi adalah sesuatu keinginan untuk mencapai sesuatu dan terkondisi oleh kemampuan berinteraksi untuk memuaskan berbagai kepentingan atau untuk memenuhi kepentingan bagi individu. Sejalan dengan perkembangan studi-studi tentang motivasi, berkembang pula teori-teori motivasi. Salah satu yang sangat terkenal adalah teori Hirarki Kebutuhan yang dikonstruksi oleh Maslow, seperti gambar berikut ini :

Teori Maslow sebenarnya hendak mengatakan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh motif yang mendorong terjadinya tindakan tersebut. Motif ini tergantung pada kebutuhan seseorang yang akan melakukan tindakan. Kekuatan utama teori Maslow sebenarnya terletak pada tiga hal, yaitu : 1. Inventarisasi Maslow tentang jenis kebutuhan manusia; 2. Prioritas kebutuhan masing-masing individu secara hirarkis adalah berbeda; dan 3. Kebutuhan seseorang secara hirarkis akan berbeda setiap waktu.

Secara umum, tindakan motivasi memiliki tujuan sebagai berikut : 4. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 5. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan. 6. Menciptakan dan mempertahankan kestabilan karyawan. 7. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

8. Mengefektifkan pengadaan karyawan. 9. Menciptakan suasana yang kondusif. 10. Menciptakan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan. 11. Meningkatkan kesejahteraan karyawan. 12. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. 13. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku. 14. Meningkatkan antusiasme dan kepuasan karyawan. 15. Meningkatkan keterbukaan dan komunikasi sesama karyawan dan atasan. 16. Mencari pemecahan secara sinergi terhadap setiap permasalahan dengan cepat dan tepat.
Sehingga dapat disimpulkan, motivasi adalah suatu dorongan dari dalam maupun dari luar diri seseorang untuk mengerjakan suatu tugas dengan sebaik-baiknya karena kebutuhan, yang didasarkan pada kerangka acuan keberhasilan. Atau dengan kata lain, kesediaan, dorongan dan upaya seseorang yang mengarahkan perilakunya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik yang diukur melalui indikator: memperoleh imbalan, terjalinnya kerjasama, penghargaan, aktualisasi diri dan kepuasan dalam lingkungan kerja.

2. Suasana Lingkungan Kerja Neuner dan Kallaus (1972) mengelompokkan interaksi faktor-faktor psikologi dan fisiologi dalam lingkungan kantor menjadi empat, yaitu lingkungan penglihatan (faktor cahaya, warna), lingkungan atmosfer (kelembaban, sirkulasi, udara, suhu), lingkungan permukaan (kebersihan) dan lingkungan pendengaran (peredam suara, tata surya). Cahaya dan penerangan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap daya tahan kerja. Ruangan kerja yang redup membuat karyawan kurang bergairah untuk bekerja, sehingga kinerjanya akan menurun. Berbeda apabila suasana lingkungan kerja cukup terang, kinerja karyawan tersebut akan semakin baik. Demikian pula halnya dengan suhu, suhu yang terlalu ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin) juga akan menurunkan produktifitas karyawan. Karenanya, perlu diatur sedemikian rupa sehingga suhu cukup nyaman bagi karyawan.

Alex S. Nitisemito, "lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tuags yang dibebankan" (Alex S. Nitisemito, 1991: 184) Lingkungan kerja dalam setiap perusahaan mempunyai peranan penting karena lingkungan kerja mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugas, kondisi, dan hasil kerjanya. Lingkungan kerja yang baik akan menyebabkan karyawan bekerja dengan baik dan bersemangat.
Lingkungan kerja terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi lingkungan fisik yang bersifat nyata dan dimensi lingkungan non-fisik yang bersifat tidak nyata. Lingkungan fisik berkenaan dengan kondisi tempat atau ruangan dan kelengkapan material atau peralatan yang diperlukan karyawan untuk bekerja. Sedangkan lingkungan non fisik berkenaan dengan suasana sosial atau pergaulan (komunikasi) antar personel di lingkungan unit kerja masing-masing atau dalam keseluruhan organisasi kerja.Lingkungan kerja fisik meliputi peralatan, bangunan kantor, perabot dan tata ruang. Termasuk juga kondisi jasmaniah tempat pegawai bekerja, meliputi desain, tata letak, cahaya (penerangan), warna, suhu, kelembaban dan sirkulasi udara. Sedangkan yang termasuk ke dalam lingkungan non fisik yaitu suasana sosial, pergaulan antar personil, peraturan kerja (tata tertib) dan kebijakan perusahaan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa suasana lingkungan kerja adalah kondisi atau keadaan dalam lingkungan kerja, baik dalam arti fisik maupun psikis yang mempengaruhi suasana hati orang yang bekerja, yang mencakup dalam beberapa indikator yaitu : fasilitas kerja, tata ruang, kenyamanan, hubungan dengan teman sejawat dan kebebasan berkreasi.

3. Kinerja Kinerja merupakan terjemahan dari istilah Inggris, performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan kerja (LAN, 1992).

Wirawan (2001:13) menyebutkan "kinerja sering juga disebut dengan kinetika kerja atau performence" , kinerja juga merupakan suatu fungsi dari hasil atau apa yang dicapai seorang karyawan dan kompetisi yang dapat menjelaskan bagaimna karyawan dapat mencapai hasil tersebut. Stoner (19221:206) mengemukakan teori bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, ability (kemampuan) dan role perception (pemahaman peran) atau pemahaman seseorang atas tugas dan perilaku yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang tinggi. Dan seseorang dikatakan mempunyai

pemahaman peran yang tinggi bila ia tahu dengan persis tentang bagaimana mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa cara untuk memberikan kekuatan (empowerment) kepada karyawan agar bekerja lebih effektif (Walker, 1980; 265) yaitu :
1. Memastikan bahwa pekerja memperoleh sumberdaya yang mereka

perlukan khususnya sumber daya informasi, kemudian untuk mengakses informasi akan meningkatkan peranan (sense of involvement). 2. Memberikan kewengan dan tanggung jawab kepada individu atau tim untuk bertindak dan untuk mengatur dirinya sendiri.
3. Membantu mengembangkan hubungan lateral (lateral relationship)

dalam organisasi sebagai sarana atau fasilitas problem solving dan learning. Untuk mengetahui kinerja pegawai, karyawan atau guru harus ditetapkan standar kinerjanya. Standar kinerja merupakan tolok ukur bagi suatu perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan/ditargetkan sesuai dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar kinerja dapat juga dijadikan pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dilakukan. Pengukuran kinerja seharusnya mencerminkan masa lalu, bukan tujuan yang harus dicapai, melainkan sarana untuk memasuki masa depan yang lebih produktif. Agar penilaian kinerja mencapai potensinya, tidak cukup hanya melakukannya, melainkan karyawan harus bertindak menurut penilaiannya itu. Biasanya atasan mempunyai tanggung jawab mengkomunikasikan hasil-hasil penilaian kepada bawahannya dan membantu bawahan memperbaiki diri di masa mendatang. Sebaliknya bawahan biasanya mempunyai tanggung jawab mencari umpan balik yang jujur dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kinerjanya.
Standar kinerja masing-masing orang mempunyai perbedaan sesuai jenis pekerjaan, organisasi atau profesi. Standar kinerja merujuk pada tujuan organisasi yang dijabarkan dalam tugas-tugas fungsional. Standar karyawan pemerintah akan berbeda dengan standar pekerja industri, karena masing-masing memiliki spesifikasi tugas/pekerjaan yang berbeda. Begitupun kinerja seorang lulusan STM dengan kinerja seorang lulusan SMU bisa tidak sama, tergantung kepada tingkat kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing lulusan.

Menurut Mahmudi (2005 : 2) faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja adalah:

4. Faktor personal/individu, meliputi: pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, Motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap indifidu ; 5. Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer; 6. Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama tim, kekompakan dan keeratan anggota tim. 7. Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur Kinerja dalam organisasi. 8. Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan, dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi, meliputi adanya sasaran/target, kuantitas, kualitas, efektifitas dan efisiensi.

4. Hipotesis Penelitian 1. Ada pengaruh positif dan signifikan motivasi kerja terhadap kinerja guru. 2. Ada pengaruh positif dan signifikan suasana lingkungan kerja terhadap kinerja guru. 3. Ada pengaruh positif dan signifikan motivasi kerja dan suasana lingkungan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja guru.

5. Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian Agar dapat memberikan gambaran yang jelas, maka penelitian ini dapat dinyatakan dalam gambar sebagai berikut:

2. Populasi dan Sampel Penelitian ini merupakan penelitian sensus, artinya keseluruhan sampel merupakan keseluruhan populasi. Hal ini dilakukan mengingat jumlah guru yang ada di SMP Imanuel tidak mencapai 100 orang, sehingga demi validnya hasil penelitian ini maka tidak dilakukan proses sampling. Jumlah guru yang dijadikan responden adalah 30 orang.

3. Instrumen Penelitian dan Validasi Instrumen Dalam pengumpulan data, responden diberikan 3 buah angket yang mewakili masingmasing variabel. Instrumen penelitian tersebut disusun berdasarkan teori-teori yang telah ada. Jumlah pertanyaan untuk tiap instrumen sebanyak 25 buah, menggunakan skala likert. Untuk selanjutnya diadakan validasi terhadap butir-butir angket dimaksud, dengan ketentuan jika ada butir pertanyaan yang tidak valid, maka akan langsung dibuang. Proses perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15.0, dengan hasil keseluruhan butir soal memiliki korelasi dengan skor totalnya lebih besar dari 0,3; sehingga dinyatakan valid. Kemudian, setiap instrumen penelitian memiliki koefisien Cronbach Alpha di atas 0,7; sehingga dinyatakan reliabel. Atau dapat disimpulkan instrumen penelitian layak digunakan untuk mengumpulkan data sesuai variabel yang akan diteliti.

6. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Secara umum data hasil penelitian ini dapat dinyatakan dalam tabel di bawah ini: Tabel 1: Statistik Deskriptif Data Penelitian

2. Uji Persyaratan Analisis Data Sebelum data dianalisis dan melakukan uji hipotesis, data harus lulus persyaratan analisis data, yaitu uji normalitas dan uji pelanggaran asumsi klasik, terdiru dari uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji heterokedasititas. Hasilnya sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Kolmogorov Smirnov. Tabel 2: Hasil Perhitungan Kolmogorov-Smirnov Variabel Motivasi Suasana Kerja Kinerja KS-Asymp.Sig 0,948 0,768 0,221 Kesimpulan Normal Normal Normal

Dari tabel di atas terlihat bahwa Asymp. Sig untuk seluruh variabel berada di atas 0,05; sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian untuk seluruh variabel berdistribusi normal.

1.

Uji Multikolinieritas

Tabel 3: Hasil Perhitungan Uji Multikolinieritas

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai VIF untuk kedua variabel lebih besar dari 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas.

1.

Uji Autokorelasi

Tabel 4: Hasil Perhitungan Uji Autokorelasi

Dari tabel terlihat bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 2,004. Untuk mengujinya harus dicari nilai Durbin-Watson tabel pada tabel DurbinWatson. Dengan jumlah variabel independen (k) = 2 dan jumlah sampel 30, diperoleh nilai dL sebesar 1,18 dan nilai du sebesar 1,46.
Berdasarkan nilai DW hitung dan DW tabel diperoleh perhitungan sebagai berikut : 1,46 < 1,862 < 4 1,46 atau 1,46 < 2,004 < 2, 54; sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi karena nilai d berada di antara du dan 4 du.

1.

Uji Heterokedastisitas

Asumsi heterokedastisitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians dari residual tidak sama untuk satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dalam regresi, salah satu asumsi yang harus dipenuhi adalah bahwa varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tidak memiliki pola tertentu. Pola yang tidak sama ini ditunjukkan dengan nilai yang tidak sama antar satu varians dari residul. Gejala varians yang tidak sama ini disebut dengan gejala heterokedastisitas, sedangkan adanya gejala varians residual yang sama dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain disebut dengan homokedastisitas. Uji ini dapat dilakukan dengan memperhatikan grafik Scatterplot dalam program SPSS 15.0.

Gambar 2: Scatter Plot Pengujian Heterokedastisitas Dari gambar Scatterplot di atas terlihat bahwa penyebaran residual tidak teratur. Hal tersebut dapat dilihat pada plot yang terpencar dan tidak membentuk pola tertentu. Dengan demikian, kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa tidak terjadi gejala homokedastisitas atau persamaan regresi memenuhi asumsi heterokedastisitas.

1. Pengujian Hipotesis 1. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru

Dari perhitungan dengan menggunakan bantuan program SPSS 15.0 diperoleh hasil: Koefisien Korelasi Koefisien Determinasi (r2 x 100%) Persamaan Regresi Nilai thitung Nilai ttabel Nilai Sig dalam tabel ANOVA 0,7 49% Y = 50,486 + 0,550 X 5,186 1,697 0,000

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru, dengan memberikan kontribusi sebesar 49%. Dari persamaan regresi juga terlihat bahwa untuk setiap peningkatan motivasi juga akan meningkatkan kinerja guru.

1. Pengaruh Suasana Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Guru Dari perhitungan dengan menggunakan bantuan program SPSS 15.0 diperoleh hasil: Koefisien Korelasi Koefisien Determinasi (r2 x 100%) Persamaan Regresi Nilai thitung Nilai ttabel Nilai Sig dalam tabel ANOVA 0,628 39,5% Y = 40,232 + 0,634 X 4,275 1,697 0,000

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa suasana lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru, dengan memberikan kontribusi sebesar 39,5%. Dari persamaan regresi juga terlihat bahwa untuk setiap peningkatan suasana lingkungan kerja juga akan meningkatkan kinerja guru.

1. Pengaruh Motivasi Kerja dan Suasana Lingkungan Kerja Secara Bersama-sama Terhadap Kinerja Guru Dari perhitungan dengan menggunakan bantuan program SPSS 15.0 diperoleh hasil:

Koefisien Korelasi Koefisien Determinasi (r2 x 100%) Persamaan Regresi Nilai Fhitung Nilai Ftabel Nilai Sig dalam tabel ANOVA

0,794 63,1% Y = 20,245 + 0,418 X1 + 0,415 X2 23,092 3,39 0,000

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi dan suasana lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru, dengan memberikan kontribusi sebesar 63,1%. Dari persamaan regresi juga terlihat bahwa untuk setiap peningkatan motivasi kerja dan suasana lingkungan kerja juga akan meningkatkan kinerja guru.

1. Kesimpulan dan Saran

Dari hasil perhitungan di atas dapat dinyatakan bahwa secara parsial, masing-masing variabel bebas memberikan kontribusi yang cukup besar untuk peningkatan kinerja. Hal ini terlihat dari kontribusi yang diberikan motivasi kerja secara parsial sebesar 49% dan juga kontribusi yang diberikan suasana lingkungan kerja secara parsial sebesar 39,5%. Fakta ini memberikan pengertian bahwa jika kita membahas secara parsial maka motivasi kerja memberikan kontribusi yang lebih besar daripada suasana lingkungan kerja. Secara akumulasi, kontribusi keduanya secara parsial cukup besar, yaitu sebesar 88,5%, atau dengan kata lain hanya sebesar 11,5% yang perlu dijelaskan oleh variabel lain secara parsial. Secara bersama-sama, juga ditemukan bahwa kedua variabel bebas yang diteliti, dalam hal ini motivasi dan suasa lingkungan kerja memberikan kontribusi yang positif dan cukup signifikan terhadap kinerja guru. Dari fakta di atas terlihat bahwa motivasi dan suasana lingkungan kerja memegang peranan yang cukup penting dalam peningkatan kinerja guru. Motivasi merupakan motor pergerak serta pembangkit semangat guru untuk bekerja lebih baik lagi, sedangkan suasana lingkungan kerja memberikan kenyamanan bagi guru untuk melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Motivasi merupakan dorongan individu untuk menjadi yang terbaik dalam menjalankan suatu tugas atau dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Guru yang memiliki motivasi tinggi akan senantiasa bekerja dengan maksimal, menaati apa yang menjadi peraturan organisasi dan berusaha menunjukkan yang terbaik bagi organisasinya serta memiliki tanggung jawab yang besar atas tugas-tugasnya.

Kesetiaan terhadap organisasi tentu juga akan dimiliki, karena hal ini menjadi poin tersendiri dalam proses penilan prestasi kerja, sehingga pegawai akan berusaha loyal terhadap organisasi. Motivasi yang tinggi juga akan mendorong guru mengembangkan kreativitas dan mengaktualkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi yang maksimal. Kesetiaan terhadap organisasi tersebut merupakan salah satu indikator utama yang menunjukkan tinggi rendahnya komitmen terhadap organisasi. Mengutip teori motivasi Maslow, kebutuhan sosialisasi, penghargaan dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan selanjutnya yang akan dipenuhi setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Suasana kerja, dalam kenyataan memberikan kontribusi yang tidak kalah besar. Fakta ini juga dapat menjelaskan bahwa lingkungan kerja yang nyaman akan meningkatkan kinerja guru, baik secara langsung maupun tidak langsung. Suasana kerja yang nyaman juga dapat meningkatkan motivasi kerja guru. Sebagaimana tercantum dalam indikator motivasi, bahwa kepuasan lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penentu motivasi, maka suasana kerja pun memberikan dampak yang cukup besar terhadap peningkatan kinerja, hanya saja tidak dapat digabungkan pelaksanaannya dengan variabel-variabel lain. Secara umum, penelitian ini telah menemukan hasil bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja secara parsial, suasana lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja secara parsial dan secara bersama-sama kedua variabel bebas juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru. Dari kesimpulan di atas, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan kinerja guru, sekolah harus mampu meningkatkan motivasi guru, yaitu dengan memberikan apa yang menjadi indikator dalam motivasi seperti pemberian imbalan yang memadai, menciptakan hubungan yang harmonis antara sesama rekan kerja serta dapat menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan. 2. Untuk meningkatkan kinerja guru, sekolah harus mampu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, yaitu dengan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan indikator-indikator suasana seperti fasilitas kerja, kenyamanan, hubungan dengan rekan kerja. 3. Sekolah harus mampu menciptakan suasana yang menyenangkan, seperti mengadakan kegiatan-kegiatan kebersamaan, memenuhi kebutuhan kerja setiap guru, termasuk juga memperhatikan kebutuhan guru akan kepuasan lingkungan kerja. Hal ini akan meningkatkan kenyamanan serta mempererat hubungan antara sesama guru, kemudian juga akan meningkatkan motivasi kerja guru yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja guru.

2. Daftar Pustaka
1. AA. Anwar Prabu Mangkunegara (2000). Manajemen SDM Perusahaan, Remaja Rosdakarya, Bandung. 2. Achmad Ruki (2002). Sistem Manajemen Kinerja, Refika Aditama, Bandung. 3. Alex S. Nitisemito (1991). Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta. 4. B. Sandjaya & Albertus Heriyanto (2006). Panduan Penelitian, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. 5. Husen Umar (1997). Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi Cetakan Ketujuh, Gramedia Pustaka, Jakarta. 6. John W. Limbong (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia dan Strategi Pembangunannya, Universitas IGI, Jakarta. 7. Payaman Simanjuntak (2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja, FEUI, Depok. 8. Purbayu Budi Santaosa & Ashari (2005). Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS, ANDI, Yogyakarta. 9. Roestiyah, N.K. (1982). Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Bina Aksara, Jakarta. 10. Singgih Santoso (2000). SPSS Statistik Parametrik, Elex Media Komputindo, Jakarta. 11. Slameto (1991). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta. 12. Sugiyono (2000). Statistik Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. 13. Sumadi Suryabrata (2004). Psikologi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 14. Wirawan (2001). Evaluasi Kinerja, Erlangga, Jakarta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta kualitas sumber daya manusia. Arah pendidikan tersebut dituangkan dalam kebijakan pemerintah melalui UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasioanal. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga pada gilirannya manusia Indonesia mampu berperan aktif sebagai agen

pembaharuan serta pengembangan kehidupan nasional manupun internasional. Untuk itu upaya meningkatkan kualitas pendidikan sangat penting dilakukan oleh setiap penyelenggara pendidikan.

Sebagai upaya yang bukan saja membuahkan manfaat besar, pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sering dirasakan belum memenuhi harapan. Hal itu disebabkan banyak lulusan pendidikan formal yang belum dapat memnuhi kriteria tuntutan lapangan kerja yang tersedia apalagi menciptakan lapangan kerja baru sebagai persentase penguasaan ilmu yang diperolehnya dari lembaga pendidikan. Kondisi ini merupakan gambaran rendahnya kualitas pendidikan. Banyak faktor yang turut mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan. Apabila dilihat sebagai suatu sistem maka faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan tersebut, menurut Deming meliputi input mentah atau siswa, lingkungan instruksional, proses pendidikan dan keluaran pendidikan. Dalam proses pendidikan didalamnya terdapat aktivitas guru mengajar, siswa dalam belajar, sistem pengelolaan administrasi, serta mekanisme kepemimpinan kepala madrasah yang perlu dioptimalkan fungsinya agar kualitas pendidikan dapat ditingkatkan. Salah satu faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan sekolah adalah kinerja guru. Kinerja guru dimaksud adalah hasil kerja guru yang terefleksi dalam cara merencanakan, melaksanakan dan menilai proses belajar mengajar (PBM) yang intensitasnya dilandasi oleh etos kerja, serta disiplin profesional guru dalam proses pembelajaran. Kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh guru sesuai dengan perannya dalam tugas profesinya. Kinerja guru merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya menciptakan pembelajaran yang berkualitas untuk mencapai tujuan. Baik tidaknya kinerja guru dapat terlihat dari kompeten tidaknya dalam melaksanakan kompetensikompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru disamping kualifikasi akademik. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas sebagai seorang guru secara profesional yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi guru ini terbagi pada empat hal yaitu kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Kinerja guru merupakan integrasi dari keempat kompetensi tersebut. Mitchell (1978: 343) menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek yaitu; Quality of work (kualitas kerja), Promptness (ketepatan/kecepatan kerja), initiative (inisiatif), capability (kemampuan /kompetensi), and communication (komunikasi). Mulyasa (2006:138,150) Guru merupakan tenaga edukatif yang berperan menjalankan tugasnya dengan

kompetan dan profesional, tidak hanya melakukan pengajaran atau mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga dituntut untuk mampu memberi bimbingan, keteladanan, pelatihan pada para peserta didik dan pengabdian pada masyarakat serta melakukan tugas-tugas administratif lainnya. Moh. Uzer Usman mengemukakan bahwa Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik artinya meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar artinya meneruskan atau mentansfer dan menegmbangkan ilmu pengetahuan, sedangkan melatih adalah mengembangkan keterampilan pada siswa. Madrasah Aliyah merupakan suatu organisasi atau lembaga yang memerlukan pengelolaan terpadu baik oleh guru sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar di kelas maupun oleh kepala madrasah sekolah sebagai pengedali kegiatan di sekolah. Koordinasi yang baik oleh kepala sekolah melahirkan pencapaian tujuan sekolah, serta tujuan individu yang ada pada lingkungan sekolah. Disamping itu keterpaduan kerja guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar serta penciptaan situasi yang kondusif merupakan prasarat keberhasilan tujuan sekolah. Aktivitas guru dalam melaksanakan tugasnya tidak terlepas dari pengaruh kepemimpinan kepala madrasah. Kepala madrasah merupakan motor penggerak bagi semua sumber daya sekolah dituntut untuk mapu menggerakkan guru secara efektif, membina hubungan baik antar warga agar terciptanya susana kondusif, bergairahkan, produktif dan kompak serta mampu melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian terhadap berbagai kebijakan dan perubahan yang dilakukan secara efektif dan efisien yang semua diarahkan untuk mengasilkan produk atau lulusan yang berkualitas. Selanjutnya Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan menengah mengemukakan bahwa Kepala Madrasah berperan dan berfungsi sebagai EMASLIM, yaitu Kepala Madrasah sebagai; Educator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan Motivator. Efektivitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung pada sejauhmana kepala sekolah tersebut dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai. Robert House dengan teori alur sasarannya (PathGoal Theory) mengemukakan terdapat empat gaya kepemimpinan yang akan ditampilkan pimpinan dengan bawahan dalam proses kepemimpinannya, yakni pemimpin yang direktif (megarahkan), Suportive (membantu), Partisipatif (partisipasi) dan Goal orientede (berorisntasi pada prestasi). Efektif tidaknya gaya kepemimpinan tersebut tergantung pada sejauhmana gaya kepemimpinan tersebut beradaptasi dengan kematangan (maturity) bawahan. Sebagai suatu organisasi atau lembaga pendidikan pada madrasah yang didalamnya terdapat personal guru dimana guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap proses belajar mengajar, tugas tersebut terlihat pada aktivitas pembelajaran dan administrasi sekolah yang dikerjakan. Disamping kepimpinan kepala madrasah faktor lain yang mempengaruhi kinerja guru adalah motivasi kerja. Di duga munculnya motivasi kerja yang baik dari guru akan melahirkan kinerja yang baik pula. Motivasi adalah proses psikologi yang terjadi pada diri seseorang akibat adanya interaksi antara sikap, kebutuhan, keputusan dan persepsi seseorang dengan

lingkungannya. Morgan mengemukakan bahwa motivasi adalah pendorong atau penggerak yang berasal dari dalam diri individu untuk bertindak kearah tujuan tertentu. Untuk melaksanakan semua tugas guru itu diperlukan adanya dorongan atau motivasi kerja baik dari dirinya sendiri ataupun dari kepala sekolah atau lingkungan sekitarnya. Motivasi kerja adalah sutu dorongan mental yang muncul dari dalam dan dari luar diri guru untuk melaksanakan tugas. Ducan mengemukakan motivasi kerja berkaitan dengan dorongan yang muncul dari diri seseorang untuk melakukan tugas secara keseluruhan berdasarkan tanggung jawab masing-masing. Motivasi merupakan bagimana cara gairah kerja guru, agar mau bekerja keras dengan menyumbangkan segenap kemampuan, pikiran, keterampilan, pengetahuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Motivasi merupakan kekuatan potensial yang ada pada diri seseorang manusia yang dapat dikembangkan sendiri atau oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya sekitar imbalan material dan non material, yang dapat mempengaruhi hasil kinerja secara positif atau negatif, hal mana sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang bersangkutan. Motivasi atau dorongan dapat mempengaruhi prilaku seseorang dan prilaku akan menimbulkan aktivitas sedangkan aktivitas dapat mengarah untuk pencapaian suatu tujuan. Motivasi timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan. Maslow menggolongkan kebutuhan tersebut ke dalam lima kebutuhan yaitu: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan bersosial, kebutuhan adanya penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Disamping dorongan atau motivasi dari diri guru itu sendiri kepala sekolah sebagai seorang pemimpin dituntut untuk mampu memberikan prilaku yang mendorong guru tersebut dapat bekerja dengan optimal. Dan hal yang demikian bisa sangat berpengaruh dari perilaku atau gaya kepemimpinan seseorang. Yang jadi pertanyaan berapa besar pengaruhnya tersebut? Betulkah motivasi kerja dapat meningkatkan kinerja guru? Berapa besar pengaruhnya? Hal ini memerlukan penelitian atau pengkajian baik secara teoritis maupun pengujian dilapangan. Untuk itu penulis mencoba meneliti tentang masalah tersebut. Adapun judul penelitiannya adalah Kontribusi gaya kepemimpinan kepala madrasah dan motivasi kerja Terhadap Kinerja guru di Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta Se- Kabupaten Majalengka.

MODEL KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM PENGEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN (Studi Kasus pada MAN 1 Barabai)

RUMUSAN MASALAH: (1) Apa saja yang dilakukan kepala madrasah dalam upaya pengembangan (visi, misi, sistem organisasi, budaya kerja dan prestasi) madrasah? (2) Bagaimana style of leadership (gaya kepemimpinan) kepala MAN 1 Barabai? Pertanyaan Penelitian:

1. Bagaimana Peran serta kepala madrasah dalam meningkatkan

profesionalisme guru?
2. Apa yang dilakukan kepala madrasah dalam menjadikan sekolah 3. 4. 5.

6. 7. 8. 9.

sebagai madrasah Pavorit di Kabupaten HST? Usaha-usaha apa yang dilakukan madrasah dalam mempertahankan nilai akreditasi A? Bagaimana peran Kepala madrasah dalam menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai pihak? Apa yang dilakukan kepala madrasah dalam upaya pengembangan (visi, misi, sistem organisasi, budaya kerja dan prestasi) di MAN 1 Barabai? Bagaimana peran kepala madrasah dalam Meningkatkan partisipasi siswa atau orang tua siswa terhadap pemilihan madrasah? Apa yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan profesionalismenya? Bagaimana manajemen kurikulum, kesiswaan, personalia, sarana prasarana, keuangan dan hubungan dengan masyarakat? Bagaimana peran kepala madrasah dalam meyakinkan masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di MAN 1 Barabai?

Hubungan Antara Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Dengan Motivasi Kerja (Studi Korelasional Pada Guru Di Sekolah Gandhi Jakarta) (Rita Mardiana, 2010) Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Dan Budaya Organisasi Dengan Kepuasan Kerja Guru (Nurul Hidayati, 2010) Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Dan Budaya Organisasi Dengan Kinerja Guru MTs. Swasta di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

You might also like