You are on page 1of 45

KARYA TULIS PERTEMUAN NASIONAL MAHASISWA HUBUNGAN INTERNASIONAL (PNMHII) KE-XXII UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA Pengaruh Multinational Corporations

(MNCs) Sebagai Agen Penyebaran Nilainilai Kapitalisme di Indonesia (dibidang investasi dan eksploitasi terhadap buruh)

oleh Yenny Kurniawati Moch. Satria Guna P. Gangsar Parikesit Triono Akmad Munib 080910101001 080910101010 080910101034 080910101035

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS JEMBER 2010

KATA PENGANTAR Puji dan rasa syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, serta tidak lupa kepada junjungan besar Nabi Muhammad saw. Karena atas hidayah-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pengaruh Multinational Corporations (MNCs) Sebagai Agen Penyebaran Nilai-nilai Kapitalisme di Indonesia (dibidang investasi dan eksploitasi terhadap buruh). Sebagaimana yang kita telah ketahui bahwa saat ini dunia sedang dihadapkan dengan fenomena globalisasi. Di mana fenomena globalisasi yang terjadi saat ini memiliki sifat ambivalensi. Globalisasi dapat mendatangkan banyak manfaat, namun di sisi lain globalisasi menebarkan ancaman yang membahayakan. Bagi mereka yang terlebih dahulu mengalami modernisasi dan memiliki modal (capital) yang banyak, globalisasi justru akan mendatangkan banyak manfaat. Namun di sisi lain bagi mereka (negara-negara berkembang dan negara-negara dunia ketiga) globalisasi justru dianggap monster yang mengerikan dan siap memakan mereka yang lemah. Dalam makalah ini Penulis mencoba mendeskripsikan bagaimana Multi National Corporations (MNCs) sangat berperan besar dalam menyebarkan nilai-nilai kapitalisme. Di mana kapitalisme mempunyai tiga prinsip dasar, yakni eksploitasi, akumlasi dan ekspansi. Maraknya aktivitas MNCs di negara-negara berkembang bahkan negara dunia ke tiga ternyata tidak selalu membawa dampak yang positif. Negaranegara berkembang dan negara-negara dunia ketiga saat ini sangat tergantung dengan hadirnya MNCs. Mereka terpaksa menyediakan tenaga kerja yang murah. Sehingga dapat kita lihat fenomena yang terjadi saat ini lebih seperti bentuk imperialisme baru, di mana negara-negara berkembang dan negara-negara dunia ketiga sangat tergantung dengan adanya MNCs. Hal ini sama seperti kondisi penjajahan pada waktu dahulu, di mana negara jajahan membutuhkan negara penjajah dan mereka (negara jajahan) dieksploitasi habis-habisan. Yang membedakannya hanya tidak adanya usaha represif. Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kepada dosen-dosen tercinta yang tidak pernah jenuh mencurahkan keilmuan mengenai Hubungan Internasional kepada Penulis. Kepada kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi serta doa i

yang tiada batasnya kepada Penulis. Serta tidak lupa Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman HI Universtitas Jember angkatan 2008, yang selalu memberikan motivasi, kritikan serta canda tawanya sehingga dalam menyelesaikan makalah ini Penulis dapat dengan bahagianya menyelesaikannya. Penulis bangga bersama kalian. Memang dalam penulisan makalah ini tentu masih sarat dengan kekurangan. Oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca yang budiman demi perbaikan makalah ini kedepannya. Akhir kata semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jember, 02 November 2010 Salam Hormat Penulis

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................... DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN


1.1

i iii 1

Latar Belakang.. 1 Rumusan Masalah 6 Tujuan Penulisan.. 6 Kerangka Teori.. 6 Hipotesis. 8 9 9 11 16 16 16 17 18 23 25 26 26 26 27 32

1.2

1.3

1.4

1.5

BAB 2 MULTINATIONAL CORPORATIONS (MNCs). 2.1 Pengertian MNCs.. 2.2 Pro dan Kontra Terhadap Kehadiran MNCs. BAB 3 INVESTASI.. 3.1 Pengertian Investasi.. 3.2 Penentu-penentu Tingkat Investasi. 3.3 Jenis-jenis Investasi.. 3.4 Pro dan Kontra Terhadap Investasi BAB 4 MNCs dan KAPITALISME 4.1 Sejarah Munculnya Kapitalisme. 4.2 Karateristik Kapitalisme.. 4.3 MNCs dan Konsep Imperialisme.... 4.3.1 Pengertian Imperialisme.. 4.3.2 MNCs Sebagai Imperialisme Baru (New Imperialism).. BAB 5 PERAN MNCs TERHADAP DIMENSI BURUH

5.1 MNCs dan Penyerapan Tenaga Kerja. 5.2 Eksploitasi Buruh Oleh MNCs..

33 33

iii BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran.. DAFTAR PUSTAKA..

36 36 38 39

BAB 1 iv PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berakhirnya perang dingin yang ditandai oleh runtuhnya tembok Berlin pada tahun 1989 merupakan titik awal bagi kebangkitan kapitalisme di dunia ini. Uni Soviet Sosialis Republik (USSR) dibawah kepemimpinan Presiden Michael Gorbachev dengan program glasnot dan perestorikanya menjadikan USSR terpecah menjadi negara-negara baru. Akhirnya Amerika Serikat (AS) keluar sebagai pemenang dalam perang dingin. Tak pelak orang seperti Francis Fukuyama, yang terkenal dengan bukunya The End of History and the Last Man, menyatakan bahwa dengan berakhirnya komunisme maka ide-ide liberal dan ekonomi pasar telah berhasil menyingkirkan rival berat mereka selama ini, dan ini sekaligus pertanda berakhirnya sejarah1. Selain itu, saat ini semua negara-negara di seluruh dunia menghadapi era globalisasi, di mana tidak ada satu negara pun yang dapat membendung globalisasi. Bahkan di negara-negara yang mempunyai rezim otoritarian atau rezim totalitarian seperti di Korea Utara dan Myanmar pun tidak dapat membendung globalisasi. Globalisasi ini dapat ditandai dengan semakin cepatnya perkembangan telekomunikasi, teknologi dan transportasi, sehingga membuat dunia terasa semakin kecil. Di era globalisasi seperti saat ini juga mulai banyak aktor-aktor yang muncul selain negara. Aktor-aktor non negara tersebut diantaranya Multinational Corporations (MNCs), Non Government Organizations (NGOs), gerakan sosial dan bahkan individu.
1

Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, Qalam, Yogyakarta, 2003

MNCs adalah faktor penting yang mendorong terjadinya proses globalisasi 2 ekonomi dunia menuju integrasi ekonomi tanpa batas. MNCs saat ini juga dianggap sebagai aktor yang turut diperhatikan kekuatannya dalam perekonomian global. Data statistik menyebutkan pada akhir 1990-an, terdapat sekitar 53.000 MNCs di dunia dengan 450.000 anak perusahaan diberbagai belahan dunia.2 Jumlah ini kemudian bertambah menjadi 63.000 MNCs dengan sekitar 690.000 anak perusahaan pada tahun 1998.3 1 Pendapatan MNCs sering kali lebih besar dari perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara. Hal ini menandakan bahwa peran MNCs dalam perekonomian global tidak dapat dianggap enteng. Dari seratus ekonomi terbesar dunia, 51 diantaranya adalah korporasi dan 49 lainnya merupakan negara.4 Hal ini dapat berdampak terhadap bargaining position dari MNCs sering kali lebih kuat dibandingkan bargaining position dari suatu negara. Sebagai contoh yang terjadi di Indonesia di mana pihak asing (MNCs) dapat melakukan intervensi terhadap pembuatan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA). Di Indonesia yang sebelumnya membatasi ruang gerak MNCs di Indonesia pada tahun 1967. Pihak asing hanya boleh memiliki saham sampai dengan 5% sehingga hal ini menyebabkan ketidakleluasaan pihak asing untuk menguasai perekonomian Indonesia. Pihak asing ternyata tidak puas hanya mendapatkan 5% dari saham di Indonesia, melalui perubahan UUPMA tahun 1968, pihak asing boleh memiliki saham sampai dengan 49%. Seiring berjalannya waktu pihak asing semakin bebas menguasai Indonesia karena pihak asing boleh memiliki saham sampai dengan 95%. Meningkatnya peran MNCs dalam perekonomian global juga mendorong adanya peningkatan dalam bidang investasi di berbagai negara. Foreign Direct
2

Jeffry A. Frieden dan David A. Lake, International Political Economy : Prespectives On Global Power and Wealth, Edisi Ke Empat, Routledge, New York, 1996. hal. 141. Theodore H. Cohn, Global Political Economy : Theory and Practice, Edisi Ke Dua, Addison Wesley Longman Inc, New York, 2003, hal. 319. Zain Maulana, Jerat Globalisasi Neoliberal Ancaman Bagi Negara Dunia KeTiga, Riak, Yogyakarta, 2010, hal. 36.

Investment (FDI) yang saat ini marak terjadi diyakini dapat meningkatkan kas suatu negara dan secara tidak langsung negara dapat melakukan pembangunan yang berkelanjutan dari adanya FDI yang dampaknya akan mampu mensejahterakan rakyat. Hal ini karena FDI didasarkan pada dua asumsi pokok5, pertama, bahwa FDI bukan sekedar aliran modal, namun mencakup suatu paket modal jangka panjang, kemungkinan terjadinya transfer teknologi dan kemampuan manajemen yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara dunia ketiga untuk melakukan pembangunan berkelanjutan dan mengurangi angka kemiskinan. Kedua, kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan minimalnya, karena kehilangan kemampuan untuk memilih dan kesempatan untuk kehidupan yang lebih baik. Maraknya MNCs yang tumbuh dan pergerakan investasi yang masif seperti saat ini, terlihat jelas bahwa untuk menunjang kedua aktivitas tersebut (MNCs dan investasi) dibutuhkan yang namanya modal (capital). Sehingga banyak para ahli yang berpendapat bahwa MNCs dianggap sebagai agen penyebaran nilai-nilai kapitalisme. Namun apakah benar dengan dengan dengan meliberalisasikan pasar, dan menarik masuknya MNCs untuk beroperasi dan menanamkan modalnya di sini akan membuat negara kita semakin kuat dalam perekonomian yang dapat berdampak pada kesejahteraan rakyat banyak seperti, yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 45 (UUD 45)? Bukankah para pemikir kritis menyebutkan bahwa capitalism is a greedy development? Saat ini negara-negara di kawasan Amerika Latin seperti, Venezuela yang dipimpin Hugo Chavez, Bolivia yang dipimpin oleh Evo Morales berusaha keras untuk menasionalisasikan aset-aset negara mereka dari tangan MNCs. Selain itu bagaimana gerakan revolusioner Sandinista di Nikaragua yang berusaha untuk terus melawan nilai-nilai neoliberalisme. Bahkan di Amerika Latin saat ini sedang terjadi fenomena bangkitnya perlawanan kiri terhadap agenda neoliberalisme yang sarat akan nilai-nilai
5

Carl, Aaron, The Contribution of FDI TO Poverty Alleviation, FLAS, hal. 1.

kapitalisme. Ini dapat dilihat dari kemenangan presiden-presiden yang beraliran kiri seperti Hugo Chavez, Evo Morales. Sekarang, para pemimpin populis ini terutama sekali menekankan diutamakannya egalitarisme (persamaan) sosial, dan tidak menghargai anjuran-anjuran yang diberikan oleh dunia Barat. Jalan lama, yaitu jalan kapitalisme seperti yang dianjurkan oleh International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, dan World Trade Organisation (WTO), sudah pernah mereka tempuh bertahun-tahun, dan hasilnya adalah yang serba negatif, dan serba lebih menyengsarakan rakyat. Bukankah saat ini di Indonesia kita juga dapat melihat bagaimana gerakangerakan sosial dari masyarakat dan aksi-aksi demonstrasi untuk menentang nilainilai kapitalisme. Ambil contoh kasus yang terjadi di Provinsi Jawa Timur (Jatim). Di Banyuwangi, kabupaten yang terletak di ujung timur Provinsi Jatim ini pernah memiliki konflik akibat adanya ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Konflik ini terjadi di Kecamatan Pesanggaran, dimana di wilayah Gunung Tumpang Pitu, Gunung Jatian, Gunung Wedi Ireng, Gunung Sumber Salak, dan Gunung Macan yang ternyata di tanahnya memiliki kandungan emas. Mengetahui akan hal itu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi memandang bahwa wilayah itu sangat berpotensi untuk menambah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Banyuwangi. Dengan dalih bahwa warga lokal belum memiliki ilmu pengetahuan mengenai pertambangan dan teknologi yang mutakhir, maka Pemkab Banyuwangi mengajak perusahaan swasta untuk mengelola lahan tersebut. Akhirnya PT. Indo Multi Niaga (IMN) mendapatkan tender tersebut. Setelah hampir 2 tahun lebih perusahaan ini beroperasi, warga di sekitar kawasan eksplorasi tersebut mulai merasakan dampak kerusakan alam akibat dari kegiatan eksplorasi PT. IMN tersebut. Para nelayan di kawasan Pancer, Lampon, Grajakan, Rajegwesi, hingga Muncar mulai merasakan adanya penurunan hasil tangkapan mereka. Tangkapan ikan mereka menurun karena disebabkan oleh hasil pembuangan limbah tailing dari sisa proses penambangan. Padahal logam berat ini tentu dapat mencemari kawasan perairan, mempengaruhi ekositemnya dan

5 menyebabkan gangguan kesehatan, yang mengancam keberlanjutan hidup warga di masa depan. Selain para nelayan, dampak rusaknya dari kegiatan penambangan ini juga dirasakan oleh sebagian petani jeruk di daerah sekitar tempat penambangan. Untuk beroperasinya PT. IMN menggunakan air yang berasal dari Sungai Kali Baru untuk mengekstraksi emas. Padahal Sungai Kali Baru sudah sejak lama digunakan untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian. Pada saat yang sama, PT. IMN juga merusak Gunung Tumpang Pitu, yang dibawahnya terdapat perkebunan jeruk dan pertanian pangan warga. Padahal kawasan ini menghidupi ratusan petani jeruk. Hal ini belum ditambah dengan kondisi bagaimana warga lokal, yang dari sejak lahir telah berada di situ namun tidak mendapatkan manfaat yang optimal dari kekayaan alamnya. Walaupun warga sekitar dapat dampak limpahan dari beroperasinya PT. IMN seperti terserapnya warga lokal untuk jadi tenaga kerja dan terbukanya lahan untuk berwirausaha. Namun warga lokal di sekitar lingkungan beroperasinya PT. IMN dianggap belum memiliki keterampilan dalam bidang pertambangan, hal ini mengakibatkan mereka (warga lokal) hanya bekerja dengan jabatan yang rendah, seperti office boy, cleaning service, security dan jabatan-jabatan rendah lainnya. Namun untuk jabatan strategis tetap saja PT. IMN menggunakan orang luar yang dianggap berkompeten dibidangnya. Dari hal di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa keuntungan yang paling besar diraih oleh PT. IMN yang melakukan penambangan. Melihat dari fenomena bangkitnya perlawanan kiri di Amerika Latin terhadap agenda-agenda neoliberalisme dan kasus yang pernah terjadi di Kabupaten Banyuwangi yang sangat berpotensi menimbulkan konflik yang dapat berujung kepada disintegrasi bangsa. Berdasarkan pemaparan singkat di atas maka penulis tertarik untuk menganalisisnya dalam makalah yang berjudul : Pengaruh Multinational Corporations (MNCs) Sebagai Agen Penyebaran Nilainilai Kapitalisme di Indonesia (dibidang investasi dan eksploitasi terhadap buruh)

1.2 Rumusan Masalah Masalah memiliki arti penting bagi suatu penelitian ilmiah. Masalah akan mendorong peneliti untuk berpikir dan menyelidiki agar mendapatkan pemecahannya. Masalah timbul apabila terdapat perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan yang ada. Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambigu), adanya halangan dan rintangan, adanya celah (gap) baik antar kegiatan maupun antar fenomena, baik yang telah ada maupun yang akan ada.6 Dari uraian singkat sebelumnya, maka penulis merumuskan bahwa masalah pokok yang hendak dibahas dalam karya tulis ilmiah ini adalah : Seberapa jauh pengaruh MNCs sebagai agen penyebaran nilai-nilai kapitalisme terhadap dimensi buruh (pekerja) dan investasi di Indonesia? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai melalui makalah ini yakni, penulis ingin mengetahui seberapa jauh peran MNCs terhadap dimensi buruh (pekerja) dan investasi di Indonesia. Selain itu penulis juga ingin karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para peneliti lainnya yang ingin mengkaji seputar MNCs, nilai-nilai kapitalisme dan hubungannya dengan eksploitasi terhadap pekerja serta investasi. 1.4 Kerangka Teori Kerangka teori adalah pedoman dalam menguji data dan manganalisa permasalahan yang ada. Teori sangat diperlukan sebagai landasan pemikiran untuk mempermudah menganalisa permasalahan sehingga dapat dilakukan pembahasan yang mendalam dan sesuai dengan tema yang disampaikan.

Moh.Nasir, Ph.D, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal.133

Untuk menganalisa perkembangan kehadiran MNCs terhadap dimensi buruh (pekerja) dan investasi di negara-negara berkembang yang besifat ekspolitatif, penulis menggunakan teori Marxisme (Karl Heinrich Marx 1818-1883). Marxisme telah dianut oleh banyak negara-negara yang beraliran kiri. Bahkan Russia ketika tergabung dalam USSR menerapkan Marxisme sebagai ideologi negara mereka. Di sisi lain Marxisme yang mencita-citakan komunisme di bawah keditakturan proletariat menjadi sangat ditakuti oleh negara-negara yang menganut paham kapitalisme. Ada dua ajaran Marx yang tertuang dalam Das Capital, yakni ajaran mengenai nilai lebih dan kehancuran otomatis sistem kapitalisme.7 Selain itu pada volume pertama buku Das Capital, Marx mengemukakan ramalannya yang terkenal,8 Selama sejumlah modal tetap yang dimiliki oleh pemilik perusahaan menurun, yang merebut atau memonopoli seluruh keuntungan dalam proses transformasi ini, maka akan tumbuh kesengsaraan rakyat, penindasan, perbudakan, degradasi, eksploitasi. Tetapi juga akan terjadi pemberontakan kelas buruh, sejumlah kelas yang jumlahnya terus membengkak, didisplinkan, disatukan dan diorganisasikan oleh mekanisme proses produksi kapitalis itu sendiri. Monopoli kapital menjadi hambatan-hambatan atau modus produksi kapitalisme, di mana hambatan-hambatan tersebut semakin terbuka dan subur dalam sistem kapitalisme. Sentralisasi alat-alat produksi dan sosialisasi kerja pada akhirnya dapat mencapai suatu titik di mana mereka menjadi tidak memadai lagi dengan lapisan kulit kapitalis. Lapisan kulit ini meledak hancur. Lonceng kematian hak milik pribadi kapitalis berdentang. Kaum penjarah akan dijarah. Inilah ramalan Marx mengenai kehancuran otomatis sistem kapitalisme. Mengenai nilai lebih atau value added, Marx menggambarkan apa yang disebut dengan fetisisme komoditas yang artinya suatu komoditi dapat ditukarkan seolah-olah hanya karena fisiknya, padahal nilai tukar suatu komoditi justru terletak
7

F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007, hal. 242. Rupert Woodfin dan Oscar Zarate, Marxisme Unutk Pemula, Resist Book, Yogyakarta, 2008, hal. 58.

pada adanya hubungan sosial dengan tenaga kerja yang terkandung di dalamnya.9 Menurut Marx, hukum ekonomi kapitalis adalah ekuivalensi, jadi harga bahan baku + harga tenaga kerja = harga komoditas.10 Marx lalu menunjukkan bahwa nilai lebih ini diperoleh karena pekerja bekerja melampaui waktu yang wajar. Kelebihan waktu itu adalah kerja tanpa upah. Inilah salah satu dari nilai kapitalisme yakni eksploitatif di mana proses akumulasi modal adalah proses dari prampasan dari kaum buruh sendiri, yaitu tenaga lebihnya tak dibayar dan menjadi keuntungan kapitalis. 1.5 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian, kebenarannya harus diuji secara empiris. Sehingga secara implisit, hipotesis juga menyatakan prediksi.11 Hipotesis yang penulis ajukan berkaitan dengan permasalahan dalam tulisan ini adalah : MNCs merupakan agen penyebar nilai-nilai kapitalisme (ekspolitasi, ekspansi, dan akumulasi) dalam dimensi buruh (pekerja) dan investasi di Indonesia.

BAB 2
9

Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal. 102. 10 F. Budi Hardiman, Op. Cit., hal. 243. 11 Sumardi, Suryabrata, Metodologi Penelitian, Rajawali Pers, Jakarta, 1997, hal. 69.

MULTINATIONAL CORPORATIONS (MNCs) 2.1 Pengertian MNCs Multinational Corporations atau biasa disingkat dengan MNCs merupakan sebuah perusahaan nasional yang berekspansi melewati batas nasional (internasional). Michael J. Carbaugh menyebutkan sedikitnya ada empat karakteristik dari MNCs. Namun untuk mempermudah pemahaman kita, terdapat empat karakteristik dari MNCs12, yakni :
1. MNCs disebutkan sebagai suatu perusahaan bisnis yang beroperasi di dua atau

lebih negara tujuan (host country) dimana perusahaan induk MNCs tadi berasal di negara asal (home country)
2. MNCs sering kali melakukan kegiatan research and development di negara

tujuan 3. Sifat operasional tadi perusahaan tadi adalah lintas batas negara 4. Adanya pemindahan modal yang ditandai dengan arus investasi asing langsung dari daerah-daerah sedikit yang memberikan keuntungan kepada MNCs ke daerah-daerah yang dianggap mampu memberikan kontribusi positif atas keberadaan MNCs. MNCs sangat mengutamakan prinsip efisiensi, di mana dengan biaya pengeluaran yang sedikit dapat mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Efisiensi MNCs yang dilakukan oleh MNCs di sini terbagi menjadi dua yakni, faktor permintaan dan faktor biaya.13 Faktor permintaan erat kaitannya dengan profit orientation yang ingin didapatkan oleh MNCs. Sebagai contoh, apa yang dilakukan 10 oleh MNCs yang terus melakukan perluasan pangsa pasar mereka (ekspansi). Dengan pasar yang semakin luas dan hasil produksinya diminati oleh konsumen, ini akan mendatangkan keuntungan yang menggiurkan. Faktor biaya lebih menekankan bagaimana efisiensi dalam produksi dan distribusi dapat ditekan dengan maksimal. Dengan biaya produksi dan distrbusi
12 13

Michael J. Carbaugh, Inernational Economics, South-Western College Publishing, Cincinnati, 2000 9 Carbaugh, Op. Cit., hal.312-315.

yang dapat ditekan dengan maksimal maka akan berdampak dengan naiknya keuntungan dari suatu MNCs. Sebagai contoh PT. Toyota yang membuka pabrik baru di Indonesia. Dengan adanya pabrik baru di Indonesia bahan-bahan produksi mobil Toyota ada yang dihasilkan di sini (Indonesia), hal ini mengakibatkan dengan semakin berkurangnya biaya produksi, karena PT. Toyota tidak perlu mengimpor bahan-bahannya. Selain itu dengan dibukanya pabrik Toyota yang baru di Indonesia, PT. Toyota dapat mencari tenaga kerja dengan biaya yang lebih murah. Pendapatan MNCs sering kali lebih besar dari perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara. Hal ini menandakan bahwa peran MNCs dalam perekonomian global tidak dapat dianggap enteng. Tabel di bawah ini menggambarkan perbandingan pendapatan antara MNCs dan Gross Domestic Product (GDP) sejumlah negara. Tabel. 1 Perbandingan Pendapatan Lima Perusahaan Internasional dan GDP Sejumlah Negara (dalam milyar dolar) MNCs Negara Mitsubishi (Jepang) Rwanda 184.36591.290,6 1.359 Mitsui (Jepang) Bangladesh 181.51868.770,9 23.977 Itochu (Jepang) Filipina 169.16465.708,9 54.068 General Motors (AS) Venezuela 168.828217.123,4 59.995 Sumitomo (Jepang) Indonesia 167.53050.268 52.20
Diolah dari sumber : IBON Fact and Figure, 15 Juni 1997

Dari tabel di atas kita dapat mengetahui bahwa pendapatan MNCs sering kali lebih besar dari GDP suatu negara. Hal ini dapat berdampak terhadap bargaining position dari MNCs sering kali lebih kuat dibandingkan bargaining position dari suatu negara. 2.2 Pro dan Kontra Terhadap Kehadiran MNCs Seperti mata uang yang selalu memiliki dua sisi, kehadiran MNCs di suatu negara pun juga demikian. Selalu ada sisi positif dan negatif mengenai kehadiran

11

MNCs di suatu negara. Jika dilihat dari sisi yang positif, ada tiga keuntungan dengan masuknya MNCs,14 yaitu : 1. Meningkatkan pendapatan nasional Dengan hadirnya suatu MNCs di sebuah negara akan dapat menambah pundi-pundi kas negara. Negara tentu dapat menetapkan pajak kepada MNCs yang sedang beroperasi di negara tersebut. Semakin besar pendapatan negara yang diperoleh dari pajak MNCs, tentu akan semakin memudahkan negara untuk menyelenggarakan pembangunan. Sebagai contoh berdasarkan laporan keuangan Freeport pada 2008, total pendapatan Freeport adalah US$ 3,703 miliar dengan keuntungan US$ 1,415 miliar. Adapun penerimaan negara dari Freeport melalui pajak maupun royalti sebesar US$ 725 juta.
2.

Penyerapan tenaga kerja Sudah tidak dapat dipungkiri lagi hadirnya suatu MNCs akan menyerap tenaga kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja, jumlah pengangguran akan berkurang. Di sisi lain dengan terserapnya tenaga kerja di sini, akan terjadi proses transfer teknologi dan pengenalan sistem manajerial yang baru. Sebagai contoh, dengan hadirnyanya PT. Astra Honda Motor (AHM) di Indonesia setidaknya, dapat menyerap 14 ribu tenaga kerja di Indonesia dalam posisi internal perusahaan, namun jika dihitung secara rinci dari dealer AHM, toko suku cadang setidakny ada 1 juta pekerja saat ini menurut Johanes Loman selaku Executive Vice President AHM.15

3.

Merangsang industri lokal Dengan hadirnya MNCs di suatu negara, ini akan merangsang indsutri lokal yang memasok bahan-bahan produksi dari MNCs tersebut. Masih menggunakan contoh yang sama, (PT. AHM Indonesia) ternyata komponen motor Honda hampir 98% adalah produk industri lokal. Untuk sepeda motor suktik (matik) sudah 97% persen, sedangkan motor sport saat ini mencapai 91%. Selain itu, setidaknya saat ini tidak kurang dari 500 vendor dan produsen suku
14

David Balaam dan Michael Vesseth, Introduction to International Political Economy, Pretince Hall, New Jersey, 2001 15 http://www.astra-honda.com/index.php/berita/view/195, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010

12

cadang lokal yang memasok produknya ke PT. AHM Indonesia. Diantara vendor dan produsen suku cadang yang bermitra dengan PT. AHM adalah perusahaan skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM)16. Namun di sisi lain dengan hadirnya suatu MNCs di suatu negara tidak dapat dipungkiri juga dapat mendatangkan efek buruk. MNCs mendapatkan kritik tajam yang dinilai dapat menghambat perkembangan ekonomi nasional suatu negara dan dapat menimbulkan efek imperialisme akibat ketergantungan ekonomi suatu negara terhadap MNCs. Ini dapat dilihat pada saat negara mengalami krisis ekonomi, MNCs dengan mudahnya menarik investasinya ke negara lainnya yang memiliki kondisi perekonomian dan politik yang stabil. Hal ini akan berdampak pada semakin jatuhnya perekonomian negara yang ditinggalkan oleh MNCs tersebut. Dengan berpindahnya MNCs tersebut, tentu ini akan meningkatkan angka pengangguran, dengan meningkatnya angka pengangguran dan jumlah lapangan yang tersedia sangat terbatas dapat mengakibatkan goyahnya stabilitas keamanan ekonomi negara tersebut. Suatu contoh yang terjadi di Thailand krisis politik di sana mendorong pabrik Toyota Fortuner dipindahkan ke Indonesia17. Jika kita menyoroti dari aspek ketenagakerjaan di sini berlaku hukum supply and demand. Pemerintah negara-negara berkembang biasanya mewakili 13 aspek supply/persediaan dengan adanya lokasi/daerah, tenaga kerja, dan material yang berasal dari sumberdaya alam lokal. Selanjutnya, MNCs merupakan pihak yang mewakili permintaan. Selanjutnya mudah, ketika persediaan lebih besar dari pada permintaan, maka posisi tawar MNCs akan lebih besar daripada posisi tawar pemerintah, dimana MNCs memainkan politik take it or leave it. Untuk masalah kesejahteraan kaum buruh misalnya kita ambil contoh seorang pekerja level supervisor yang bekerja pada pabrik Nike yang hanya
16

http://forum.otomotifnet.com/forum/archive/index.php/t-7641.html, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010 17 http://www.zonaindo.com/2010/06/thailand-krisis-pabrik-fortuner-pindah.html, diakses pada tanggal 27 Oktober 2010

memperoleh US$ 18 per hari, di mana seorang Philip H. Knight, Presiden dari Nike Inc. dapat memperoleh US$ 4526 per hari.18 Berdasarkan fakta tersebut, dapat kita bayangkan bagaimana dengan upah mereka yang bekerja sebagai buruh kasar. Selain itu, ada juga ketentuan lain mengenai pesangon yang merugikan buruh dan pekerja, yaitu ketika perusahaan tutup karena alasan force majeur, maka perusahaan tidak wajib membayar uang pesangon kepada buruh atau pekerja. Dampak ini belum dilihat dari faktor lingkungan di mana tempat MNCs tersebut beroperasi. Banyak kasus yang terjadi akibat beroperasinya suatu MNCs di suatu negara merusak alam/lingkungan hidup negara tersebut dan warga sekitarnya lah yang harus menanggung kerugian dari aktivitas MNCs tersebut. Sebagai contoh adalah PT. Freeport Indonesia. Freeport adalah salah satu perusahaan tambang emas terbesar di dunia di Provinsi Papua Barat. PT. Freeport Indonesia mulai beroperasi sejak tahun 1967 atas izin pemerintah semasa Orde Baru. Dari jangka waktu yang sudah sekian lama memberikan dampak kerusakan lingkungan yang parah di Papua Barat. Mungkin kita masih ingat kejadian longsor di sekitar tambang emas PT. Freeport pada tahun 2008. Longsor yang terjadi di sekitar areal tambang emas PT. Freeport Indonesia di Mimika, Provinsi Papua tak semata-mata karena kawasan tersebut terjal ataupun karena timpaan hujan deras. Tetapi ini bukti bahwa daya dukung kawasan tersebut tak mampu menanggung beban kerusakan lingkungan karena penambangan.19 Memang sebagian besar MNCs telah menerapkan konsep Corporate Social Responsibility (CSR). CSR menurut Bauer dapat diartikan sebagai, corporate social responsibility is serously considering the impact of the companys action on society.20 Dari definisi di atas tersirat dua hal yang penting dalam konsep CSR,21 yaitu: to protect (melindungi), merupakan kewajiban MNCs untuk melindungi
18

http://aiviniezt.blogspot.com/2010/09/menilik-keberadaan-mnc-di-indonesia.html, diakses pada tanggal 27 Oktober 2010 19 http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0063&ikey=1, diakses pada tanggal 31 Oktober 2010 20 Archie. B. Carroll, Business and Society: Ethics and Stakeholder Management, 3rd edition, South Western College Publishing, 1996, hal. 31-32. 21 Yulius P. Hemawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007, hal. 226.

14

masyarakat sekitarnya dari ekses-ekses negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan dan aktivitas MNCs, dan to improve (meningkatkan) adalah bagaimana MNCs tersebut mampu memberikan kontribusi positif dengan memberdayakan masyarakat sekitar untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Banyak MNCs yang beroperasi di Indonesia telah melakukan CSR sebagai contoh perusahaan air minum Aqua (Danone), yang melakukan CSR dengan mengadakan program 1 liter Aqua untuk 10 liter air bersih di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun disisi lain banyak yang mengatakan bahwa CSR hanyalah salah satu program untuk memperbaiki citra/image dari MNCs tersebut. Bisa kita lihat ketika CSR dari suatu MNCs dipromosikan melalui berbagai macam media (televisi, radio dan spanduk) maka tidak lama rating dari MNCs tersebut mengalami peningkatan dan hal ini tidak dapat menutupi semua cela dari nilai-nilai kapitalisme. Melihat adanya segi yang positif dan negatif di atas maka hubungan antara negara dan MNCs sangat dilematis. Di mana bagi negara-negara yang sedang berkembang sangat memerlukan kehadiran MNCs untuk dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran dan disisi lain MNCs memang membutuhkan tenaga kerja dengan biaya yang murah, layaknya pekerja-pekerja yang berasal dari negara dunia ketiga. Banyak negara-negara yang berkembang berlomba-lomba menciptakan situasi politik dan perekonomian yang kondusif. Bahkan tidak jarang 15 ngera-negara yang sedang berkembang memperbaiki infrastrukturnya (jalan, penerangan, dll) hanya untuk menarik minat MNCs untuk berinvestasi di negaranya. Sehingga terkadang MNCs mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dibandingkan negara dan kadang negara juga mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dibandingkan MNCs.

BAB 3 INVESTASI 3.1 Pengertian Investasi Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi

barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.22 Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi,

pembelian berbagai macam barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan, perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya, pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.23

3.2 Penentu-penentu Tingkat Investasi Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah :

tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh tingkat bunga ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan kemajuan teknologi tingkat pendapatan nasionaldan perubahan-perubahannya keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan24 Investasi memiliki dua bentuk yaitu investasi Greenfield yang 17

3.3 Jenis-Jenis Investasi melibatkan penciptaan fasilitas baru seperti pembangunan pabrik. Brownfield dalam bentuknya yang lain yaitu berupa penggabungan dan akuisisi yang melibatkan pembelian asset perusahaan dalam negri.25 Jenis investasi Greenfield cenderung 16 lebih aman bagi negara tujuan investasi. Sebagai contoh dengan dibukanya pabrik
22

Sadono Sukirno, Pengantar Teori Ekonomi Makroekonomi, Edisi Kedua, Rajawali Pers, Bandung, 1994, hal. 107. 23 Sadono Sukirno, Op.Cit, hal. 107. 24 Sadono Sukirno, Op.Cit, hal. 109.
25

Ha jooj Chang and Illene Grabel, Membongkar Mitos Neolib;Upaya Merebut kembali Makna Pembangunan, Insist Press, Yogyakarta, 2008, hal. 106.

mobil Toyota yang baru di Indonesia, tentu akan dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan masih banyak spill over effect yang dapat dirasakan. Jenis investasi brownfiled cenderung lebih berbahaya karena di sini tidak disertai dengan adanya pembangunan infrastruktur baru. Jenis investasi ini berbentuk seperti, penjualan saham, derivasi dan obligasi. Dimana ketika terjadi suatu kondisi politik dan ekonomi yang tidak kondusif, maka para investor, akan menarik investasinya secara besar-besaran. Hal ini akan mengakibatkan semakin terpuruknya negara tersebut. Joseph E. Stiglitz (2003) pernah mengatakan dalam bukunya Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-lembaga Keuangan Internasional, memberikan risiko yang sangat bahwa proses liberalisasi terhadap pasar modal, bahwa proses liberalisasi terhadap pasar modal besar, karena pergerakan modal tidak dapat diprediksikan dan dikontrol, sehingga pada suatu masa akan mengalami Booming yang berpotensi menimbulkan inflasi dan di masa yang lain, modal dapat lari seketika dan akan menciptakan krisis dan resesi ekonomi yang parah. Di bawah ini terdapat tabel mengenai FDI oleh beberapa negara dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2003 (dalam jutaan dollar). 18

Tabel. 2 FDI Inflows, by Host and Economy, 1980-2003 ($ millions)

Sumber : International Labour Organizations (ILO), 2005

3.4

Pro dan Kontra Terhadap Investasi Investasi memang memiliki dua sisi, yaitu positif dan negatif. Untuk kaum yang pro investasi dipandang sebagai job filed (lapangan pekerjaan) bagi para job loses (pengangguran). Kemudian investasi maupun MNCs bisa meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak. Yang terpenting adalah investasi asing bisa membantu pemerintah mensukeskan programnya mengenai penyediaan tenaga kerja. Namun juga terdapat sisi negatif. Salah satu faktor para investor asing sangat suka menanamkan modalnya di negara berkembang karena faktor-faktor efisiensi, yaitu terkait dengan upah buruh yang murah. Tak bisa dipungkiri memang aliran dana dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) deras sekali masuk ke negaranegara berkembang pada tahun 2010. Seperti apa yang pernah diungkapkan mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani bahwa dana global akan mengalir lebih deras ke negara-negara emerging market atau negara berkembang, dimana Indonesia menjadi salah satu tujuan utama.26 Diperkirakan, angkanya mencapai USD 671 miliar27. Sebagai catatan, investasi asing oleh perusahaan multinasional di negara berkembang meningkat pesat dari US$ 13 miliar pada tahun1981 menjadi US$ 25 miliar pada tahun 1991. Namun hadirnya investasi asing (FDI) juga patut dipertanyakan. Meski membawa arus modal yang sangat besar, kehadiran investasi asing tidak serta-merta mengatasi problema pembangunan. Mengapa demikian?. Ada enam analisa mengenai investasi di Indonesia, yaitu28 :
26 27

http://www.pontianakpost.com/?mib=berita.detail&id=33622, diakses pada tanggal 03 November 2010 Ibid 28 http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?p=21442, diakses pada tanggal 03 November 2010

19

1. Motif Investasi Aktivitas investasi asing di Indonesia sebagian besar tak terlepas dari adanya sebuah motif penguasaan atas sumber kekayaan alam seperti eksplorasi minyak, pertambangan, dan penebangan hutan. Dalam perkembangannnya kegiatan eksplorasi ini semakin menjurus ke arah eksploitasi alam yang berpotensi menghancurkan masyarakat lokal. Suatu contoh longsor yang terjadi di sekitar area tambang PT. Freeport Indonesia pada bulan Mei 2008 yang semata-mata bukan karena ketidakmampuan area untuk menampung air limbah namun adanya perusakan lingkungan yang dibuat oleh PT. Freeport Indonesia.29 Sehingga di sini konsep CSR tidak lagi menjadi penting dan diabaikan .
2. Keuntungan Untuk Home Country

daya dukung lingkungan

dan

peminggiran

Keuntungan besar yang diperoleh dari hasil aktivitas produksi di Indonesia tidak serta merta digunakan untuk reinvestasi dan proses alih teknologi namun direpatriasikan ke negara asal (home country). Praktik-praktik seperti ini sangat merugikan Indonesia terutama posisi neraca pembayaran Sebagai analisis adalah masalah keuntungan yang diperoleh PT. Freeport Indonesia. Seperti apa yang diungkapkan Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies bahwa kita (Indonesia) tak sampai mendapatkan setengah keuntungan dari aktivitas pertambangan PT. Freeport. Berdasarkan laporan keuangan Freeport pada 2008, total pendapatan Freeport adalah US$ 3,703 miliar dengan keuntungan US$ 1,415 miliar. Adapun penerimaan negara dari Freeport melalui pajak maupun royalti hanya US$ 725 juta. Bisa dilihat bahwa penerimaan negara lebih kecil daripada Freeport. Bila ditarik hingga lima tahun ke belakang, periode 2008-2004, Freeport menerima total pendapatan US$ 17,893 miliar. Bila diasumsikan pengeluaran biaya operasi dan pajak 50 persen, maka total penerimaan bersih Freeport adalah US$ 8,964 miliar. Sementara itu
29

http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0063&ikey=1, November 2010

diakses

pada

tanggal

01

20

total pendapatan negara dalam kurun waktu 2004-2008 lewat royalti mencapai US$ 4,411 miliar.30 3. Bentuk Investasi Kebanyakan orang Indonesia mengira bahwa kehadiran investasi asing di Indonesia serta-merta membawa dolar dalam bentuk kontan. Ini hanya mimpi. Para investor asing/MNCs sering memanfaatkan fasilitas kredit yang ditawarkan oleh perbankan nasional. Oleh karena sebagian besar pejabat menganggap peran investasi asing sangat penting maka para investor tersebut sering memperoleh perlakuan istimewa terutama dalam hal akses kredit dengan bunga rendah padahal dunia usaha domestik sendiri mengalami kelangkaan modal.
4. Praktek Transfer Pricing

Kegiatan investasi asing di Indonesia ikut memberikan kontribusi dalam menurunnya target penerimaan pajak sebagai akibat dari praktik transfer pricing. Praktek transfer pricing dilakukan dengan jalan transaksi internal transaksi/perdagangan 21 antarcabang/anak perusahaan masih dalam induk perusahaan yang sama namun berlainan negara. Sebuah MNC otomotif bisa menjalankan proses produksinya dalam negara yang berbeda. Misalnya, di Indonesia hanya memproduksi suku cadang lalu suku cadang tersebut dikapalkan ke Malaysia yang melakukan assembling. Hasil assembling tersebut dikirim kembali ke Indonesia dalam bentuk penjualan akhir (final sale). Proses transaksi ini sulit ditaksir berdasarkan nilai pasar yang sebenarnya oleh karena sifat transaksi dilakukan secara internal oleh perusahaan yang sama sehingga memungkinkan manipulasi nilai transaksi. 5. Eksploitasi Buruh Kehadiran investasi asing di Indonesia diyakini akan memperluas kesempatan kerja. Pendapat ini mungkin ada benarnya. Namun tak jarang,negeri yang terkenal dengan berlimpahnya buruh yang murah sering dijadikan sebagai eksploitasi untuk memperbesar keun-tungan dengan mengabaikan hak-hak
30

perusahaan.

Dengan

kata

lain,

http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/03/04/brk,20100304-229961,id.html, diakses pada tanggal 03 November 2010

buruh seperti pelayanan kesehatan, asuransi jiwa tenaga kerja, dan dana pensiun. Secara sepintas terserapnya tenaga kerja ke dalam pabrik-pabrik yang dimiliki oleh modal asing memang cukup melegakan namun proses ini ibarat menanam bom waktu di kemudian hari. Di samping itu patut dipertanyakan juga kesediaan MNCs untuk melakukan proses transfer of knowledge pada tenaga kerja Indonesia. 6. Pelanggaran HAM Investasi asing di manapun di seluruh dunia selalu berkepentingan dengan risiko politik dan keamanan. Para investor asing atau MNC tidak begitu peduli dengan isu HAM atau demokrasi oleh karena bagi mereka yang penting adalah stabilitas politik demi menjaga kelangsungan bisnis dan terjaminnya kepentingan mereka. Sebagai contoh tewasnya Theys H. Eluay dan adalah konflik antara PT Freeport dengan warga pendulang emas di areal konsesi PTFI pada tahun 2006. Atau pada bulan Februari 1978 terjadi penembakan terhadap seorang polisi Indonesia. Insiden ini disebabkan tak dipenuhinya seluruh janji Freeport yang tertuang dalam January Agreement. Hingga 1978 itu, Freeport tak memenuhi seluruh janji yang ada dalam perjanjian tersebut. 22 Hampir seluruh kasus pelanggaran HAM terkait tambang Freeport tidak

jelas penyelesaiannya. Para pelaku kejahatan HAM ini umumnya tidak ditemukan atau mendapat perlindungan sehingga lolos dari jerat hukum. Keadilan bagi korban pelanggaran HAM kasus-kasus Freeport tampaknya memang suatu hal yang absurd.31 Meski masuknya investasi asing tidak serta merta mengatasi problem pembiayaan pembangunan tidak dapat dimungkiri sedikit banyak tentu ada manfaatnya bagi proses pembangunan ekonomi itu sendiri. Adalah sebuah kenaifan bila mengharapkan kebaikan atau ketulusan hati dari investasi asing. Colman dan Nixson (1978) dengan lugas mengatakan : Their prime objective is global profit maximization and their actions
31

http://konservasionis.wordpress.com/2010/02/13/sejarah-kelam-tambang-freeport/, diakses pada tanggal 03 November 2010

are aimed at achieving that objective, not developing the host less developed country. If the technology and the products that they introduce are inappropriate, if their actions exacerbate regional and social inequalities, it they weaken balance of payments position, in the last resort it is up to the less developed country government to pursue policies which will eliminate the causes of these problems. Di sini kita kembali menelaah kepada konsep kapitalisme mengenai eksploitasi, dan akumulasi. Dari penjelasan di atas sudah tampak jelas bahwa investasi asing maupun MNCs merupakan sebuah agen penyebaran nilai-nilai kapitalisme yang kemudian parahnya akan menuju pada imperialisme. Masihkah kita terus mengandalkan investasi asing atau MNCs?. Kita (Indonesia) merasa dijajah kembali setelah sejarah kelam pernah hinggap di tanah air kita, yaitu penjajahan Belanda 3,5 abad silam. Investasi asing khususnya oleh negara-negara maju ke negara berkembang membuat negara-negara berkembang dijadikan sebuah imperium. Bagaimana tidak, kita hanya dieksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) dan juga masalah ketenagakerjaan (buruh). Keuntungan pun juga kita tidak mendapatkan separuhnya. Bukankah kondisi ini mengingatkan kita kembali kepada konsep imperialisme pada masa lampau. Di mana daerah jajahan yang dalam hal ini negara berkembang hanya dieksploitasi yang kemudian untuk mensejahterahkan kerajaan yang menjajah (negara maju). BAB 4 MNCs dan KAPITALISME 4.1 Sejarah Munculnya Kapitalisme Kapitalisme awal muncul pada abad ke-15. Pada fase ini masih mengacu pada kebutuhan pokok yang ditandai dengan hadirnya industri sandang di Inggris sejak abad XVI sampai abad XVIII. Dan berlanjut pada usaha perkapalan, pergudangan, bahan- bahan mentah, barang- barang jadi dan variasi bentuk kekayaan yang lain. Dan kemudian berubah menjadi perluasan kapasitas produksi, dan talenta kapitalisme ini yang kemudian hari justru banyak menelan korban.

Di perkotaan, para saudagar kapitalis menjual barang-barang produksi mereka dalam satu perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Mula-mula mereka menjual barang pada teman sesama saudagar seperjalanan, lalu berkembang menjadi perdagangan publik. Sementara di wilayah pedesaan saat itu masih cenderung feodalistik. Dalam hal ini Russel mengemukakan adanya tiga faktor yang menghambat kapitalisme di pedesaan dan berbagai wilayah lain. Kendala itu adalah:
a. Tanah yang ada hanya digunakan untuk bercocok tanam, sehingga hasil

produksinya sangat terbatas. Russel mengusulkan untuk mengubah tanah menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan (profitable). Atau dengan pengertian lain tanah bias diperjual belikan seperti barang lainnya. b. Para petani atau buruh tani yang masih terikat pada system ekonomi subsistensi. Komentar Russel untuk hal ini adalah mereka siap untuk dipekerjakan dengan upah tertentu. c. Hasil produksi yang diperoleh petani saat itu hanya sekedar digunakan untuk mencukupi kebutuhan pribadi. Menurutnya, produksi hasil petani harus ditawarkan ke pasar dan siap dikonsumsi oleh publik 24 Kemudian kapitalisme memasuki fase baru di mana ada pergeseran dari

perdagangan publik kebidang industri yang ditandai oleh Revolusi Industri di Inggris dimana banyak diciptakan mesin-mesin dan teknologi besar yang sangat menunjang industri. Kondisi ini terjadi pada tahun 1700-an. Di fase inilah terkenal 23 tokoh yang disebut bapak kapitalisme dengan bukunya yang sangat tekenal the Wealth of Nations (1776) dimana salah satu poin ajarannya laissez faire dengan invisible hand-nya (mekanisme pasar) dan beberapa tokoh seangkatan seperti David Ricardo dan John Stuart Mills, yang sering dikenal sebagai tokoh ekonomi neoklasik. Pada fase inilah kapitalisme sering mendapat hujatan pedas dari kelompok Marxis. Kapitalisme mengalamai fase yang singnifikan saat terjadinya Perang Dunia I. Kapitalisme berlanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika.

Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa- bangsa di Asia dan Afrika sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan. Ketiga, revolusi Bolshevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap kaum feodal, salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya The Protestan Ethic of Spirit Capitalism, mengungkapkan bahwa kemunculan kapitalisme erat sekali dengan semangat religius terutama kaum protestan. Pendapat Weber ini didukung Marthin Luther King yang mengatakan bahwa lewat perbuatan dan karya yang lebih baik manusia dapat menyelamatkan diri dari kutukan abadi. Tokoh lain yang mendukung adalah Benjamin Franklin dengan mottonya yang sangat terkenal yaitu time is money, bahwa manusia hidup untuk bekerja keras dan memupuk kekayaan. Secara ekonomis maka perkembangan tidak akan pernah akan bisa lepas 25 Dari sang maestro, Bapak kapitalisme yaitu Adam Smith dimana ia mengemukakan 5 teori dasar dari kapitalisme :
1. Pengakuan hak milik pribadi tanpa batas-batas tertentu. 2. Pengakuan hak pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan

status sosial ekonomi.


3. Pengakuan

adanya motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih

keuntungan semaksimal mungkin.


4. Kebebasan melakukan kompetisi. 5. Mengakui hukum ekonomi pasar bebas/mekanisme pasar.

4.2 Karateristik Kapitalisme Secara garis besar ada tigal hal karateristik utama dari pada kapitalisme. Di mana tiga hal tersebut yang melandasi adanya penindasan yang terjadi dari sejak

munculnya kapitalisme sampai praktek kapitalisme yang terjadi detik ini. Tiga hal tersebut adalah: 1. Eksploitasi Ini berarti pengerukan secara besar-besaran dan habis-habisan terhadap sumber daya alam maupun sumber daya manusia, seperti yang terjadi pada jaman penjajahan, bahkan sampai sekarang meskipun dalam bentuk yang tidak sama. Kaum kapitalis akan terus melakukan perampokan besar- besaran terhadap kekayaan alam kita dan terus mengeksploitasi para buruh demi kepentingan dan keuntungan pribadi. 2. Akumulasi Secara harfiah akumulasi berarti penumpukan, sifat inilah yang mendasari kenapa capitalist tidak pernah puas dengan dengan apa yang telah diraih. Misalnya, kalau pertama modal yang dipunyai adalah Rp. 1 juta maka si kapitalis akan berusaha agar bisa melipat gandakan kekayaannya menjadi Rp. 2 juta dan seterusnya. Sehingga kaum kapitalis selalu menggunakan segala cara agar kekayaan mereka berkembang dan bertambah. 3. Ekspansi 26 Ini berarti pelebaran sayap atau perluasan wilayah pasar, seperti yang

pada kapitalisme fase awal. Yaitu dari perdagangan sandang diperluas pada usaha perkapalan, pergudangan, barang- barang mentah dan selanjutnya barangbarang jadi. Dan yang terjadi sekarang adalah kaum kolonialis melakukan ekspansi ke seluruh penjuru dunia melalui modal dan pendirian pabrik-pabrik besar yang notabene adalah pabrik lisensi. Yang semakin dimuluskan dengan jalan globalisasi. Itulah yang terjadi pada hampir di seluruh belahan dunia, kapitalisme semakin mengakar dan menghisap negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia melalui sebuah cara yang disebut globalisasi. Kapitalisme semakin menggurita dalam setiap sendi kehidupan bangsa Indonesia yang besar ini. 4.3 MNCs dan Konsep Imperialisme

4.3.1 Pengertian Imperialisme Imperialisme bisa dikatakan sebuah level tertinggi dari sebuah sistem ekonomi kapitalis. Karena setelah Abad ke-20, monopoli mendominasi segi-segi ekonomi dan politik di dalam masyarakat secara utuh di negara-negara kapitalis besar. Alat-alat produksi maupun kapital uang dikontrol oleh segelintir kapitalis monopoli. Penguasaan dari kedua hal tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan oleh industri.32 Pengertian imperialisme secara bahasa berasal dari kata imperare yang artinya suatu negara untuk menguasai negara lain demi kepentingan ekonomi, politik dan budaya agar mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi negaranya. Dari situ kemudian berkembang istilah imperator yaitu sebutan untuk orang yang berkuasa atas suatu wilayah. Sedangkan wilayah kekuasaanya kemudian disebut dengan imperium. Pengertian di atas jika dikaitkan dengan sebelum terbentuknya konsep negara bangsa secara gamblang terlihat di mana suatu kerajaan/emperor 27 yang kuat bisa menguasai dan mengeskploitasi suatu daerah dengan dampak yang sangat jelas terlihat. Namun di abad ke-20 ini dan semakin majunya teknologi membuat imperialisme mengalami bentuk baru yang bisa dikatakan lebih halus dalam aktivitasnya. Sub bab berikutnya akan dibahas bentuk baru dari imperialisme itu sendiri 4.3.2 MNCs Sebagai Bentuk Imperialisme Baru (New Imperialism) Seperti yang dikatakan di atas bahwa saat ini di abad ke-20 imperialisme mengalami perbuhan bentuk dalam aktivitasnya yang bisa dikatakan lebih halus. Dalam sejarah imperialisme yang dilakukan oleh negara-negara kuat dibedakan menjadi dua macam yaitu imperialisme kuno dan imperialisme modern. Keduanya adalah memiliki kesamaan tujuan yaitu untuk menguasai daerah untuk kepentingan pribadi negara imperialisme. Adapun perbedaan dari kedua imperialisme tersebut adalah sebagai berikut.

32

http://www.scribd.com/doc/5975671/Imperialisme-Teori, diakses pada tanggal 31 Oktober 2010

Tabel. 3 Perbedaan Imperialisme Kuno dan Modern


Jenis Imperialisme Kuno Imperialisme Modern

Waktu Terjadinya

Terjadi sebelum Revolusi Industri


- Berpijak pada semboyan 3G (Gold, Gospel, Glory) - Gold : memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya - Gospel : menyebarkan agama - Glory : Memperoleh kejayaan secara politik

Terjadi setelah Revolusi Industri


- Menguasai suatu daerah untuk kepentingan industri yaitu : a. Tempat mendapatkan bahan mentah b. Tempat memasarkan hasil c. Tempat menanamkan modal

Kepentingan

Sumber : http://www.majalahbara-smaga.co.cc/2010/02/pengertian imperialisme-dan.html

Bentuk imperialisme modern saat ini telah dibungkus ke dalam sebuah perusahaan yang dinamakan Multinational Corporations (MNCs). MNCs yang semakin menjamur di negara-negara berkembang tidak jauh dan lain adalah sebuah imperialisme baru. Mengapa MNCs dikategorikan sebagai bentuk penjajahan baru? 28 Hal ini tidak terlepas dari MNCs yang telah menggantikan penaklukkan terangterangan yang dipraktekkan sebelum Perang Dunia II oleh kekuatan-kekuatan kolonial tidak langsung, yang diantaranya :
1. perusahaan-perusahaan multinasional mengacaukan pola-pola produksi di Brazil

dan tempat-tempat lainnya dengan mengganti tanaman pangan dan serat yang memungkinkan swasembada dengan tanaman pertanian komersial
2. mereka seringkali meminggirkan pengusaha-pengusaha kecil pribumi 3. konglomerat-konglomerat makanan raksasa menjerumuskan pilihan-pilihan

konsumsi dengan memasarkan minuman-minuman ringan, makanan sampah (junk food) dan barang-barang kualitas rendah serupa negara-negara miskin
4. etika global para konglomerat mengenai konsumen di pasar mereka: berikan

sedikit demi sedikit mungkin dan ambil sebanyak mungkin yang secara politik bisa diterima 5. ITT terkenal dengan peran yang dimainkan dalam menggulingkan pemerintahan Salvador Allende di Chile yang terpilih secara popular

6. Seringkali, perusahaan-perusahaan multinasional sebenarnya mengekspor lebih

banyak modal dari negara-negara berkembang dibandingkan jumlah modal yang harus mereka bawa masuk
7.

Seringkali konsekuensi aktivitas intensif multinasional adalah terciptanya seegelintir sektor modern di tengah nyatanya peningkatan kemiskinan ekonomi tradisional, seperti yang banyak terjadi di Iran era Shah.

8. Keuntungan perusahaan-perusahaan multinasional yang jeli sedikit terkait

dengan keefisienan dan sensivitas mereka pada pemilihan-pemilihan konsumen disbanding dengan ketrampilan mereka dalam melobi, menyuap, dan persekutuan-persekutuan yang saling menguntungkan dengan para politisi di banyak Negara.33 MNCs yang kebanyakan dimiliki oleh negara maju terus mengekspansi 29 perusahaannya untuk memasarkan hasil produksinya, mendapatkan bahan mentah, dan menanamkan modalnya. Negara berkembang seakan dijajah dengan bentuk baru yang bukan lagi seperti imperialisme kuno yang secara terang mengeksploitasi. Penjajahan yang dilakukan oleh MNCs bisa berupa buruh dengan gaji yang murah, ketergantungan, dan penguasaan atas ekonomi. Tenaga kerja yang memang banyak diserap oleh MNCs secara tidak langsung bisa membantu pemerintah dalam masalah pengangguran. Namun di sisi lain merupakan sebuah bentuk eksploitasi buruh. Alasan MNCs suka menanamkan investasinya ke negaranegara berkembang adalah karena upah buruh yang murah. Perhitungan awal adalah buruh murah untuk menggairahkan investasi.34 Modal asing masuk kemudian roda ekonomi berjalan mengiringi. Perhitungan ini sangat kasar dan prematur. Posisi buruh dianggap alat produksi seperti halnya mesin, lokasi, modal, dll. Mereka dilihat sebagai ternak yang bisa diambil susu, kulit dan dagingnya dengan mudah. Ekspansi dan eksploitasi yang besar-besaran dilakukan demi akumulasi modal. Sebagai contoh perusahaan nike
33

Robert Lekachman dan Borin Van Loon, Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya, Resist Book, Yogyakarta, 2008, hal. 59-61. http://pengukuraspal.multiply.com/journal/item/13, diakses pada tanggal 01 November 2010

34

selama periode 1989-1994 membuka lokasi pabrik baru di Cina, Indonesia dan Thailand dimana upah sangat rendah.35 Sekarang coba kita tinjau operasi MNCs, perusahaan-perusahaan joint
venture atau perusahaan-perusahaan yang mendapat lisensi beroperasi di Indonesia. Dalam proses produksinya, perusahaan-perusahaan di Indonesia, baik yang PMA, joint-venture atau perusahaan domestik yang mendapat lisensi, tetap tergantung pada perusahaan induknya. PT. Multi Bintang yang memproduksi bir, raginya harus didatangkan dari Belanda, PT. Boma Bisma Indra yang mendapat lisensi dari Deutz untuk memproduksi mesin diesel, komponen-komponennya masih harus didatangkan dari Jerman, PT. Astra yang memproduksi mobil Toyota, tetap harus mengimpor mesinnya dari Jepang, PT. IPTN yang membuat pesawat terbang dan helikopter, sebagian besar komponennya harus diimpor. Demikian pula PT. Food Specialities 30 Indonesia, PT. Unilever dan sebagainya. Bahan-bahan dan komponen yang harus diimpor dari negara asal MNC itu, tidak dapat dibeli di tempat lain, karena barang substitusi akan mempunyai komposisi kimia dan karakteristik teknik yang berbeda. Ketergantungan oleh komponen ini baru ditinjau dari segi teknik, belum lagi harganya yang dipermainkan oleh perusahaan induknya, sehingga di bidang pemasaran juga terjadi di bidang perencanaan (design). Dalam semua segi aktifitasnya MNC di dunia ketiga pada umumnya dan di Indonesia khususnya, tetap dikoordinir oleh perusahaan di negara asalnya, baik di bidang perencanaan, produksi, pemasaran dan sebagainya. Pendapat ini sejalan dengan pemikiran Robert Gilpin : There is a common pool of managerial, financial and technical resources, and most importantly, the parent operates the whole in terms of a coordinated global strategy. Purchasing, production, marketing, research and so forth, are organized and managed by the parent in order to achieve its long-term goal of corporate growth

Dari pembahasan mengenai industri-industri di Indonesia, terlihat jelas bahwa walaupun terjadi perkembangan, namun tetap ada ketergantungan dan nampaknya sejalan dengan teori Associated Dependent Development-nya Fernando Hendrique Cardoso. Dalam teori ini, pemilikan industri nampaknya tidak
35

http://blog.unsri.ac.id/revolusi_jalanan/isu-perburuhan/outsourcing-sebuah-pengingkaran kapitalisme-terhadap-hak-hak-buruh/mrdetail/14162/, diakses pada tanggal 01 November 2010

penting, apakah dimiliki pihak asing, berbentuk perusahaan patungan atau perusahaan domestik yang bergabung dengan perusahaan-perusahaan asing, tetapi penekanan justru pada siapa yang mengambil keputusan, umumnya berada di luar negeri. Yang terakhir adalah masalah penguasaan ekonomi. Kita bisa lihat pada tabel 1 tentang Perbandingan Pendapatan MNCs dengan GDP Negara. Tampak jelas bahwa pendapatan MNCs yang notabene hanya satu perusahaan bisa 10 kali lipat bahkan lebih GDP negara yang merupakan hasil akumulasi dari pajak, eksporimpor, penjualan tambang, dll. Misalnya General Motors (AS) yang mendapatkan pendapatan 168.828217.123,4 milyar dollar dengan GDP Venezuela yang hanya 59.995
milyar dollar. MNCs telah menguasai perekonomian negara berkembang terlebih menguasai perekonomian dunia. Walaupun memang suatu MNCs tetap membayar pajak dan kewajiban-kewajiban finansial kepada negara yang ditanami investasi, namun tetap keuntungan mereka tak berkurang secara signifikan. Apalagi keuntungan mereka didapat 31 dengan pengeluaran yang sedikit, yaitu upah buruh yang murah. Apakah masih belum bisa dikatakan bahwa MNCs sebagai agen kapitalis yang selalu mengedepankan efisiensi dan kemudian berubah bentuk menjadi new imperialism?

Dari penjelasan di atas sudah sangat jelas bahwa secara tidak sadar kita telah dijadikan imperium oleh sebuah MNCs. Kemapanan yang kita lihat saat patut dipertanyakan kembali karena praktek imperialsme baru dewasa ini semakin rapi dan halus dalam pengoperasiannya yang tidak lagi menunjukkan sifat aslinya yang penuh dengan kehancuran.

BAB 5 PERAN MNCs TERHADAP DIMENSI BURUH 5.1 MNCs dan Penyerapan Tenaga Kerja Kehadiran membantu MNCs di negara-negara berkembang setempat khususnya dalam memang sangat pemerintah masalah penyerapan

ketenagakerjaan. Pemerintah sendiri terkadang sulit untuk menolak kehadiran MNCs. MNCs yang datang dengan membawa kabar gembira, yaitu penyediaan lapangan kerja. Pemerintah seakan terjebak dalam tuntuntannya akan mensejahterahkan rakyat namun pemerintah sendiri pun masih belum bisa menyediakan lapangan pekerjaan. Mau tidak mau, pemerintah setempat pun menerima kehadiran MNCs tersebut.

Namun kondisi ini sangat dimanfaatkan oleh MNCs di mana hampir kebanyakan MNCs melakukan ekspansi, di mana ekspansi ini juga tidak terlepas dari memperoleh raw material yang digunakan dalam proses produksi namun juga mencari tenaga kerja dengan upah yang murah. MNCs melakukan ekspansinya kepada negara-negara berkembang khususnya negara dunia ketiga hal ini dikarenakan negara berkembang mempunyai jumlah penduduk yang banyak. Sedangkan pemerintah dari negara berkembang biasanya belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi angkatan kerja. Tidak bisa dipungkiri memang MNCs menyediakan lapangan pekerjaan bagi angka kerja di suatu negara. Hal ini pun juga terjadi di Indonesia. Misalnya PT. AHM Indonesia yang setidaknya menyerap 14 ribu pekerja di bidang internal. 36 Di sisi lain franchise Carrefour di Indonesia yang mampu menyerap karyawan sebesar 33 20.000.37 Selain itu kita juga dapat melihat mulai banyak berdiri kawasan industri di Indonesia, seperti kawasan industri KIIC di Karawang, Jababeka di Cikarang, Ngoro di Mojokerto dan masih banyak lagi yang lainnya. 5.2 Eksploitasi Buruh Oleh MNCs Pendirian MNCs di Indonesia sebenarnya mempunyai efek tersendiri yaitu terhadap penyerapan buruh dan eksploitasi buruh. Memang benar ketika MNCs didirikan buruh-buruh dapat terserap karena kebutuhan MNCs dalam mengembangkan usahanya dan modal 32 besar sehingga MNCs dapat menyerap yang buruh dalam jumlah besar namun hal ini ternyata tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan buruh. Ini dapat dilihat dari bagaimana aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh ketika Labour Day yang diperingati setiap tanggal 1 Mei. Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh ini mempunyai beberapa tuntuntan seperti, peningkatan kesejahteraan bagi mereka (buruh), dihapuskannya sistem out sourcing dan sistem kerja kontrak yang dinilai sangat merugikan bagi
36 37

http://www.astra-honda.com/index.php/berita/view/195, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010 http://bisnis.vivanews.com/news/read/613643-nasib_25_ribu_karyawan_dipertaruhkan, diakses pada tanggal 3 November 2010

buruh, selain itu mereka menuntut akan naiknya Upah Minimum Regional (UMR). Mengapa mereka menuntut banyak hal kepada negara agar membuatkan payung hukum bagi ketenaga kerjaan? Ini tidak terlepas dari bagaimana buruh merasa dieksploitasi oleh MNCs. Sedikit kita kembali kepada teori Karl Marx dengan slogannya yang terkenal bersatulah para buruh seluruh dunia Di sini eksploitasi yang dilakukan oleh kaum kapitalis (MNCs) kepada buruh ialah dalam masalah value added atau akan adanya fetisisme komoditas yang artinya suatu komoditi dapat ditukarkan seolah-olah hanya karena fisiknya, padahal nilai tukar suatu komoditi justru terletak pada adanya hubungan sosial dengan tenaga kerja yang terkandung di dalamnya. Jadi setiap komoditas punya nilai guna dan nilai tukar. Faktor yang ada dalam semua komoditas itu adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam produksi komoditas. 34 Dari value added tersebut kaum kapitalis memperoleh keuntungan.

Keuntungan adalah sesuatu yang bukan hanya membuat kaum kapitalis hidup dengan enak, keuntungan juga merupakan salah satu aspek yang penting dalam seluruh sistem kapitalisme, tanpa keuntungan kapitalisme tidak mampu bertahan hidup.38 Karena sistem kapitalisme menekankan pada peran penting modal. Maka di sini kaum borjuis yang memiliki modal banyak dapat membeli alat produksi, di mana alat produksi ini tidak mampu dibeli oleh kaum yang tidak memiliki modal. Di sini kaum yang tidak memiliki modal biasanya hanya punya satu cara untuk bertahan hidup, yakni menjual tenaga kerja. Tenaga kerja dari kaum buruh memang dibayar oleh para kapitalis namun di sini pembayaran tersebut tidak adil dengan usaha yang telah dilakukan oleh para buruh, sedangkan kaum kapitalis memperoleh keuntungan yang banyak padahal mereka tidak bekerja dan hanya memiliki modal. Ketika teknologi terus berkembang sehingga alat-alat produksi yang baru dapat melakukan efisiensi baik dari segi waktu dan biaya. Maka rasio bagi kaum kapitalis ialah melakukan pembelian alat produksi yang baru tersebut dan merumahkan beberapa buruhnya karena tenaga kerjanya sudah dapat tergantikan
38

Rupert Woodfin dan Oscar Zarate, Op.Cit, hal. 49.

oleh alat produksi yang baru tersebut. Semakin banyak buruh yang di rumahkan maka tingkat pengangguran semakin tinggi dan dampaknya semakin sulit memperoleh pekerjaan. Hal inilah yang digunakan oleh para kaum kapitalis untuk lebih mengintimidasi buruh. Selain itu kaum kapitalis tidak hanya menahan laju pergerakan para buruh dengan ekonomi deterministik namun juga kaum kapitalis menciptakan hegemoni. Agar kaum buruh dapat lebih jinak dan tidak radikal. Berikut merupakan sebuah contoh mengenai eksploitasi yang dilakukan oleh MNCs kepada buruhnya. Menurut Portland Jobs with Justice (PJJ), lebih dari sepertiga produk Nike dihasilkan di Indonesia. Buruh hanya mendapat 2,25 dollar AS dan naik menjadi 2,46 dollar pada April 1997 per hari untuk membuat sekitar 100 sepatu.39 Dengan upah tersebut, buruh tidak mampu membeli makanan dan 35 mencari tempat berlindung yang cukup. Dalam release yang dikeluarkan Portland Jobs with Justice (PJJ) dikatakan bahwa kalau Anda menjadi buruh Nike di Indonesia berarti Anda dan sekitar 88 persen buruh lainnya mengalami kekurangan makanan yang sehat. Juga berarti harus tinggal di gubug tanpa fasilitas air yang memadai. Buruh harus bekerja 18 jam per hari. Kalau mengeluh, buruh dipecat. Namun hal ini sangat bertolak belakang dengan gaji yang diterima oleh bos dan dedengkot Nike Inc, Philip H. Knight yang menerima gaji dan bonus sebesar 864.583 dollar dan 787.500 dollar pada tahun 1995. Jumlah ini belum termasuk stok Nike sebesar 4,5 biliun dollar.40 Contoh di atas telah mampu menggambarkan bagaimana keegoisan kelas kapitalis terhadap kesejahteraan buruh. Dimana posisi buruh selalu dirugikan dan kaum kapitalis selalu diuntungkan (zero sum game). Selain itu contoh diatas membuktikan bahwa MNCs walaupun modalnya besar, mampu menyerap tenaga kerja yang banyak namun kenyataannya buruh dieksploitasi, kesejahteraan hidupnya tidak terjamin bahkan tidak perduli terhadap hak-hak yang seharusnya diterima oleh buruh-buruh tersebut, MNCs mengganggap bahwa kesejahteraan buruh bukan menjadi tanggung jawab MNCs tetapi tanggung
39

http://www.tempo.co.id/ang/min/02/39/ekbis2.htm, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010 Ibid

40

jawab

pemerintah.

Eksploitasi

terhadap

buruh

juga

dilakukan

dengan

mempekerjakan anak-anak dibawah umur terbukti adanya pernyataan International Labour Organization (ILO) mengemukakan fakta bahwa terdapat lebih dari 200 juta anak-anak pada usia 5-14 tahun terlibat dalam kegiatan eksploitasi pekerja di negara kurang berkembang, pembedaan gender dilakukan dengan memberikan gaji yang lebih rendah pada wanita bahkan wanita yang lulus S1 hanya mendapatkan 25% dari gaji pria.41

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari berbagai pemaparan dan analisa di atas, dapat kita tarik sebuah benang merah antara manuver MNCs, eksistensi buruh, dan kapabilitas Pemerintah dari host country, yang dapat kami klasifikasikan dalam beberapa kategori : Dimensi Politik Dalam konteks aplikasi sistem politik yang demokratis di negara berkembang atau negara dunia ke-3, orientasi kualitas akan penentuan dan pemilihan para perangkat birokrat dan Decision Maker menjadi sedikit ternafikan. Hal ini dikarenakan sistem legitimasi yang quantity oriented atau hanya terfokus pada perolehan suara terbanyak. Politisasi dalam usaha memperoleh legitimasi power, membuat kecenderungan berpikir dan bertindak secara instan dalam usaha mewujudkan interest atau cita-cita konstitusi oleh para wakil rakyat yang
41

http://aiviniezt.blogspot.com/2010/09/menilik-keberadaan-mnc-di-indonesia.html diakses tanggal 1 November 2010

dipilih secara quantity oriented tersebut. Inilah yang memaksa terciptanya afiliasi antara perangkat birokrasi dan para pengusaha(kapitalis) dalam usaha mewujudkan tujuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat sesuai yang tercantum dalam konstitusi, namun hal ini disikapi secara konvesional dan pragmatis. Mereka menghiraukan proses yang membentuk dan mensukseskan suatu tujuan dan hanya fokus pada hasil akhir (pembangunan ekonomi dan kemakmuran masyarakat). Padahal untuk menciptakan suatu fondasi ekonomi yang kuat dan lahirnya suatu kesinambungan kemakmuran, proses yang berkualitas, mandiri, penuh kesadaran, dan sesuai dengan nilai/norma yang berpihak pada masyarakat lokal (owner resources) menjadi indikator yang memiliki peranan cukup vital. 37

Dimensi Ekonomi Kesimpulan dalam pembahasan kami dapat diklasifikasikan dalam dua konteks, yaitu:

1.

Konteks MNCs dan Home country

36

Di sini dapat kita lihat potensi yang luar biasa dari penerapan dan penyebaran nilai-nilai kapitalisme. Karakteristiknya yang berkaitan dengan eksploitasi, akumulasi, dan ekspansi adalah sesuatu yang sangat sistematis dan menjanjikan optimalisasi Benefit yang sangat menggiurkan. MNCs sebagai aktor utama dan home country sebagai supporter vital, merupakan kombinasi hebat dalam upaya merealisasikan interest kedua pihak tersebut yang terlihat condong ke economic oriented.
2.

Konteks Buruh dan Host country Posisi sebagai obyek dan korban cukup relevan jika kita membicarakan dampak dari kapitalisme terhadap buruh dan Host country. Sebagi pihakpihak yang tidak memiliki capital (dalam konteks teknologi, SDM, uang,

saham, dll), otomatis mereka menjadi pihak yang memiliki bargaining position lemah dan cenderung tereksploitasi oleh MNCs. Dimensi new-Imperialisme Investasi merupakan salah satu bentuk neo-instrumental dalam menjajah suatu negara. Dewasa ini, sektor ekonomi memang terlihat menjadi mainframe utama dalam setiap kebijakan yang diambil oleh suatu negara. Biasanya, level ekonomi akan menimbulkan spill over effect ke berbagai bidang kehidupan lain, seperti sosial, budaya, politik, dll. Inilah yang membuka mata kita akan fundamentalnya efek dan peran dari pihak yang menguasai sektor ekonomi, khususnya melalui investasi secara langsung maupun tidak langsung. Mengenai keterkaitan dengan neo-imperialisme, dapat kita amati dari fenomena dependensi suatu negara 38 terhadap investasi dari negara lain, serta tindakan eksploitatif dan optimalized benefit oriented dari para investor-investor tersebut yang merupakan antek, serta alat dari kapitalisme dan home country interest. 6.2 Saran Kami ingin memberikan masukan untuk beberapa pihak, yaitu:
1. Pemerintah (host country)

Suatu model atau sistem yang sukses diterapkan di suatu negara, belum tentu cocok/aplicable diterapkan di negara lain. Ambil dan ekstraksi berbagai sistem yang ada dan pemimpin negara yang visioner akan menerapkan sistem yang cocok dengan nilai, norma, karakter SDA dan SDM, serta interest yang merepresentasikan kepentingan masyarakat. Hargailah proses menuju kemakmuran pembangunan dan kemandirian, serta ubahlah mindset yang bersifat Pragmatis atau hanya mementingkan hasil akhir secara instan. 2. Akademisi Pertahankanlah idealisme kalian, dari situlah kita akan menyadari kontradiksi yang terjadi dalam berbagai fenomena di sekitar kita. Kritis dalam balutan kesantunan, merupakan ellegant action di dalam usaha mengingatkan para aktor utama dalam fenomena tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Buku Carbaugh, Michael J. 2000. International Economics. Cincinnati : South Western College Publishing Carl, Aaron. The Contribution of FDI TO Poverty Alleviation. FLAS Carroll , Archie B. 1996. Business and Society : Ethics and Stakeholder Management, 3rd Edition. Concinnanti : South Western College Publishing Chang, Ha Jooj and Illene Grabel. 2008. Membongkar Mitos Neolib, Upaya Merebut Kembali Makna Pembangunan. Yogyakarta : Insist Press F. Budi, Hardiman. 2007. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Fakih, Mansour. 2008. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar

Frieden, Jeffry A. dan David A. Lake. 1996. International Political Economy : Prespectives On Global Power and Wealth, Edisi Keempat. New York : Routhledge Fukuyama, Francis. 2003. The End of History and the Last Man. Yogyakarta : Qalam H. Cohn, Theodore H. 2003. Global Political Economy : Theory and Practice, Edisi Kedua. New York : Addison Wesley Longman Inc Hemawan, Yulius P. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan Metodologi. Yogyakarta : Graha Ilmu Lekachman, Robert dan Borin Van Loon. 2008. Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya. Yogyakarta : Resists Book Maulana, Zain. 2010. Jerat Globalisasi Neoliberal Ancaman Bagi Negara Dunia Ketiga. Yogyakarta : Riak Nasir Ph.D, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Bandung : Rajawali Pers 39 Suryabrata, Sumardi. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers Woodfin, Rupert dan Oscar Zarate. 2008. Marxisme Unutk Pemula. Yogyakarta : Resist Book Situs blog.unm.ac.id/.../MULTINATIONAL-CORPORATIONS-DAMPAKNYA-BAGI INDONESIA.pdf http://aiviniezt.blogspot.com/2010/09/menilik-keberadaan-mnc-di-indonesia.html http://blog.unsri.ac.id/revolusi_jalanan/isu-perburuhan/outsourcingsebuahpengingkaran-kapitalisme-terhadap-hak-hak-buruh/mrdetail/14162/ http://pengukuraspal.multiply.com/journal/item/13 http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0063&ikey=1, http://www.scribd.com/doc/5975671/Imperialisme-Teori http://www.tempo.co.id/ang/min/02/39/ekbis2.htm, 40 Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Ekonomi Makroekonomi, Edisi Kedua,

You might also like