You are on page 1of 6

Pengertian Kompensasi dan Benefit Kompensasi adalah salah satu bidang HR yang menarik untuk disimak, dikuti, dipelajari

dan dimengerti sampai kapanpun. Kompensasi merupakan imbalan financial yang diterima oleh karyawan melalui hubungan kepegawaian mereka dengan suatu organisasi. Sistem kompensasi /remunerasi/imbal jasa bertujuan untuk : Memikat karyawan Mempertahankan karyawan Memotivasi karyawan Sistem Imbal Jasa yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Internally Equitable (Adil) 2. Externally Competitiveness (Bersaing) 3. Performance Driven (Menunjang Keberhasilan Perusahaan) 4. Affordable (Terjangkau) 5. Legally Defensible (Tidak Melanggar Peraturan) 6. Explainable (Mudah Dimengerti) 7. Managable (Tidak Rumit) Benefit adalah tunjangan seperti asuransi jiwa, kesehatan, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun dan tunjangan lainnya. Selaraskan strategi kompensasi perusahaan dengan visi, misi, strategi bisnis, dan strategi Human Resources (HR) perusahaan anda. Strategi kompensasi sangat perlu diselaraskan dengan Visi, Misi, Business Strategy, dan Human Resources Strategy perusahaan anda. Perlu disadari bersama bahwa strategi kompensasi bukanlah tanggung jawab dari bagian sumber daya manusia tetapi juga merupakan tanggung jawab dari manajemen perusahaan terutama di level CEO dan Direktur. Perhatikan aspek kesetaraan internal dan daya saing eksternal. Tujuan dasar dari pemberian kompensasi dan benefit adalah untuk memberikan imbal jasa dari suatu pekerjaan/jasa yang dilakukan oleh pekerja kepada pemberi kerja (perusahaan). Untuk itu faktor kesetaraan internal (internal equity) dan faktor daya saing perusahaan (external competitiveness) menjadi sangat penting untuk senantiasa dijaga. Berpartisipasilah dalam salary survey yang sesuai. Banyak lembaga salary survey yang ada di Indonesia tetapi pilihlah lembaga yang tepat sesuai dengan jenis industri Anda dan juga perusahaan peserta yang akan berpartisipasi di dalam survey. Perlu dipertimbangkan reputasi lembaga survey tersebut dengan melihat track record, independensi, peserta survey yang sesuai dengan memperhatikan hal-hal berkaitan data jumlah asset, besaran operasionalnya (biaya dan jumlah cakupan cabang), jumlah pegawainya, dan yang paling penting apakah benchmark pekerjaan yang dijadikan sample sesuai dengan kebutuhan perusahaan Anda. Kompensasi adalah suatu senjata yang ampuh untuk mencapai sasaran-sasaran bisnis. Tentukanlah dengan jelas filosofi strategi kompensasi Anda dengan memperhatikan dan menyelaraskan terhadap kebutuhan bisnis Anda. Bicarakan filosofi ini dengan seluruh jajaran manajemen Anda seperti hal-hal apa yang ingin ditumbuhkembangkan di perusahaan Anda, apakah perusahaan Anda ingin menghargai perilaku tertentu (service

excellence, cost efficiency, innovation, risk awareness, integrity, sales egressiveness, dan lain-lain), atau Anda ingin menumbuhkan suatu kompetensi tertentu misalnya kedalaman pengetahuan mengenai layanan dan produk-produk tertentu, atau Anda ingin melakukan retensi terhadap top talent Anda? Kejelasan filosofi sangat penting untuk dapat mencapai tujuan-tujuan bisnis Anda. Kegiatan-kegiatan menajemen kompensasi adalah merupakan rantai aktifitas yang sangat berkaitan erat dengan kegiatan human resources lainnya seperti kegiatan penilaian kinerja. Harus disadari bahwa kualitas manajemen kompensasi yang baik tidak akan dapat tercapai tanpa suatu manajemen penilaian kinerja yang berkualitas. Untuk itu Anda perlu melakukan penilaian kinerja dengan sungguh sungguh dan terkontrol dengan baik. Rencanakanlah kompensasi Anda dengan sebaik-baiknya. Perencanaan kompensasi yang baik perlu memperhatikan faktor-faktor cash dan non-cash serta memperhatikan kemampuan anggaran perusahaan Anda dengan perhitungan yang terinci dengan baik. Aspek-aspek perpajakan, prediksi biaya-biaya yang terkait (lembur, Jamsostek, pajak, dan dana pensiun) akan sangat berpengaruh terhadap keseluruhan total biaya dialokasikan bagi kegiatan sumber daya manusia. Lakukanlah komunikasi mengenai manajemen kompensasi dengan baik dan transparan. Pada akhirnya suatu sistem manajemen kompensasi yang baik haruslah disertai suatu proses komunikasi yang baik yang dapat dipahami oleh seluruh karyawan di perusahaan. Oleh sebab itu sangat penting untuk selalu melakukan komunikasi yang konsiten dan transparan kepada seluruh karyawan mengenai maksud-maksud penyelenggaraan program kompensasi. Pemberian gambaran yang menyeluruh mengenai gambaran total kompensasi yang diterima oleh karyawan baik cash maupun non cash sangatlah penting untuk dimengerti oleh karyawan. Dalam cakupan yang lebih maju penyediaan fasilitas hot-line dan employee service center sangatlah dianjurkan untuk dapat menjawab setiap pertanyaan karyawan. Loyalitas karyawan tidak semata-mata faktor gaji atau benefit yang diberikan. Programprogram dan aktivitas HR tidak boleh lari dari tujuan. Dari mana loyalitas karyawan itu muncul? Awaldi Bagi saya, loyalitas karyawan tidak bisa ditawar. Loyalitas merupakan mesin (engine) bagi produktivitas karyawan. Tanpa loyalitas yang memadai, karyawan tidak akan bekerja dengan sepenuh hati. Tanpa loyalitas, karyawan tidak akan memiliki gairah, semangat, dan komitmen untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Tanpa loyalitas, hubungan karyawan dan perusahaan hanya merupakan hubungan transaksional: Saya akan kerjakan tugas itu kalau untungnya untuk saya sepadan. Loyalitas yang saya maksudkan tentu tidak semata-mata diukur dari lamanya seseorang bekerja di suatu perusahaan. Loyalitas bukan berarti karyawan sudah merasa cukup atas kompensasi dan benefit yang memadai, sehingga merasa tidak perlu meningkatkan prestasi. Loyalitas tidak berarti bekerja sampai tua dengan mengharapkan memperoleh uang pensiun. Loyalitas yang saya maksudkan di sini adalah ikatan kejiwaan antara karyawan dan perusahaan. Seakan-akan keduanya merupakan soul mate. Karyawan tahu bahwa kalau dia menampilkan yang terbaik, maka perusahaan yang dicintainya itu akan berkembang pesat.

Karyawan juga tahu kalau perusahaan berkembang pesat, dengan revenue dan profit yang baik, maka dengan sendirinya dia akan berkembang bersama-sama perusahaan. Karyawan menanamkan tekad sehidup semati bersama perusahaan. Karyawan bersedia berkorban untuk membantu perusahaan yang tengah dililit persoalan. Karyawan rela tidak mendapatkan bonus atau fasilitas tertentu di-freeze demi membawa perusahaan keluar dari krisis. Akan tetapi, karyawan juga tahu bahwa dia akan mendapatkan bagian dan keuntungan yang memadai bersamaan dengan kejayaan perusahaan dan di masa-masa yang baik. Itulah loyalitas. Hubungan kejiwaan yang terbangun antara karyawan dan perusahaan. Ikatan batin yang memberikan ruang bagi karyawan untuk memberikan yang terbaik dari dirinya kepada perusahaan. Iitulah target dan key performance indicator (KPI) terpenting yang harus dibebankan kepada HR director atau head of HR. Program-program dan aktivitas HR (human resources) tidak boleh lari dari tujuan tersebut. Ini merupakan salah satu pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Setidaknya itu merupakan hasil dari survei terbaru dari Towers Perin, salah satu global leader company dalam HR consulting, yang dipaparkan dalam Malaysia HR Council Roundtable, 17 November 2008. Bank Universal dan Bank Bali (sebelum digabung menjadi PermataBank) adalah bank yang memiliki catatan tersendiri dalam pengelolaan loyalitas karyawannya. Begitu juga Bank Niaga (sebelum menjadi CIMB Niaga). Bank-bank ini memiliki kualitas karyawan yang tidak perlu diragukan. Mereka menjadi sumber bankir-bankir ternama di negeri ini. Mereka juga berhasil mempertahankan tingkat turn-over tidak lebih dari 5%-6% setahun dalam dekade terakhir. Bank-bank tersebut telah mencatatkan sejarah memiliki pertumbuhan yang stabil, return yang memadai, dan prestasi-prestasi mengagumkan, baik dari segi good corporate governance (GCG), customer services quality, produk-produk yang inovatif, maupun dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Bank-bank tersebut juga merupakan bank-bank awal yang dilirik investor asing untuk diakuisisi pada era krisis moneter. Emotional attachment karyawan ketiga bank tersebut terhadap perusahaannya sangatlah tinggi. Dengan tingkat loyalitas seperti ini, karyawan telah mengasosiasikan dirinya dengan perusahaan. Tanpa diminta, mereka lembur malam-malam untuk menyelesaikan pekerjaan. Kadang juga masuk hari libur. Semua itu tanpa hitung-hitungan berapa upah lemburnya. Karyawan melakukannya karena kesuksesan perusahaann dilihat sebagai kesuksesan dirinya pribadi. Kesuksesan unit atau divisi dilihat sebagai tanggung jawab moral pribadi. Karenanya, bagi karyawan di ketiga bank tersebut kompensasi dan benefit bukanlah hal yang utama. Benar bahwa mereka dibayar cukup tinggi setidaknya mengikuti perkembangan salary market survey. Akan tetapi, tidak gampang bagi perusahaan lain untuk memikat

mereka pindah kerja. Mereka bahkan tidak gampang terpikat walaupun dijanjikan dua kali lipat kompensasi yang diterimanya saat ini. Loyalitas tidak semata-mata ditentukan oleh berapa seseorang dibayar dan benefit apa saja yang diperolehnya. Memang benar gaji yang memadai diperlukan, tapi bukan itu satusatunya alasan seseorang untuk bekerja. Terlalu fokus terhadap gaji dan token yang diberikan kepada karyawan demi mendapatkan produktivitas kerja bisa berakibat fatal. Itulah yang terjadi pada Wall Street Industries yang mengagung-agungkan bonus dan insentif. Makin besar bisnis yang bisa dikembangkan seorang karyawan, makin besar bonus dan insentif yang diterimanya. Besarnya bahkan sampai tidak terhingga tergantung dari seberapa besar bisnis yang dihasilkan. Sistem ini telah membangkitkan ketamakan manusia. Segala cara pun dilakukan. Produkproduk kreatif tapi palsu pun banyak diciptakan untuk meningkatkan fee dan bisnis perusahaan dan akhirnya untuk mendapatkan bonus yang tidak terhingga. Akhirnya, beberapa gergasi keuangan dalam industri tersebut mengakhiri ajalnya karena dikelola dengan ketamakan. Sama dengan pacaran, jatuh cinta tidak semata-mata karena harta dan kekayaan. Jatuh cinta mungkin karena tampang dan penampilan. Cinta makin dalam karena sama-sama saling menghargai, sama-sama memberikan pasangannya kebahagiaan dan kesempatan untuk berkembang. Cinta makin dalam karena pasangannya tidak egois, karena pasangannya memberikan kasih sayang yang tulus. Begitu juga dengan loyalitas karyawan. Gaji saja tidak cukup. Loyalitas muncul karena karyawan diberikan tantangan dalam pekerjaan sekaligus diberikan perhatian-perhatian yang manusiawi. Karyawan diberikan jenis pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasinya. Karyawan diberikan pekerjaan yang berarti, sehingga dapat mengaktualisasikan diri. Karyawan diberikan target-target yang cukup menantang, tidak gampang untuk dikerjakan tetapi juga masih possible untuk dicapai. Loyalitas tumbuh karena karyawan diberikan kesempatan untuk berkembang. Perusahaan tidak semata-mata meminta karyawan untuk bekerja keras, akan tetapi juga memberikan kesempatan untuk mengasah diri, baik secara formal melalui program pelatihan maupun secara informal melalui coaching dan mentoring. Karyawan juga dihargai dengan diberikan promosi dan kedudukan yang lebih tinggi kalau dianggap mampu dan pantas. Loyalitas tumbuh karena karyawan diberikan otoritas dan kewenangan untuk mengambil keputusan sesuai dengan bidangnya. Karyawan tidak hanya disuruh melakukan ini dan itu. Namun, karyawan diberikan target-target yang menantang dalam bentuk KPI, lalu diberikan ruang dalam cara-cara mengerjakan dan mencapainya. Otoritas diberikan dalam mengambil keputusan untuk mencapai tujuan-tujuan tadi. Loyalitas tumbuh karena karyawan diberikan perhatian. Mereka tidak diperlakukan sebagai robot dan mesin, tetapi sebagai layaknya manusia, di-wong-ke. Ditanya pendapatnya. Diajak

berdiskusi. Diberikan empowerment. Juga tentu disentuh dengan hal-hal yang bersifat pribadi, seperti membantunya dalam keadaan susah ataupun kemalangan. Karyawan terbakar semangatnya untuk memberikan yang terbaik karena dia tahu dia dipercaya untuk melaksanakannya dengan caranya sendiri. Dia tahu kalau dia melakukannya dengan baik, maka dia akan mendapatkan imbalan yang sesuai. Saya khawatir aspek-aspek loyalitas karyawan sebagai mesin produktivitas ini mulai diabaikan industri perbankan di Indonesia. Saya melihat beberapa indikasi. Pertama, mulai tingginya tingkat turn-over dua-tiga tahun terakhir. Menurut catatan Watson Wyatt maupun Hay Group, tingkat turn-over dalam industri perbankan sudah mencapai dua digit bahkan mendekati angka gaib 13%. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam industri. Indikasi kedua, tingkat bajak-membajak yang tinggi. Hal ini menandakan bahwa bank-bank tidak lagi terlalu mengandalkan pengembangan karyawannya sendiri, akan tetapi mencari jalan pintas dengan membeli karyawan dari bank lain yang dianggap sudah jadi. Inisiatif ini mengindikasikan waktu dan dana untuk pengembangan karyawan berkurang. Itu juga menandakan peluang dan kesempatan untuk karyawan dari dalam untuk berkembang menjadi terbatas. Indikasi ketiga mulai maraknya penggunaan insentif dan bonus untuk memikat karyawan tetap stay di bank tersebut. Bank sekarang sudah biasa memberikan bonus lebih dari setahun gaji karyawan, tentu bagi yang sangat berprestasi. Di satu sisi, hal itu menunjukkan perkembangan yang baik dalam penerapan sistem bonus di Tanah Air. Tapi, di sisi lain perlu diwaspadai juga karena ini menunjukkan kebuntuan berpikir, sehingga mengambil jalan pintas dengan memberikan iming-iming uang supaya karyawan tetap stay. Kalau ini menjadi budaya, tidak mustahil karyawan akan gampang berpindah tempat kerja hanya karena iming-iming pendapatan yang lebih besar. Indikasi-indikasi ini mengkhawatirkan karena bank dengan loyalitas dan engagement karyawan yang rendah bukanlah bank sustainable. Bank itu akan menghadapi persoalan meningkatnya biaya pegawai yang signifikan dari tahun ke tahun karena sibuk menaikkan pendapatan karyawan kalau mereka tidak mau kehilangan pegawai terbaiknya. Bank itu juga akan menghadapi banyaknya masalah karyawan. Karyawan-karyawan di bank tersebut akan mengembangkan attitude selalu tidak puas dan suka menggerutu dengan apa pun keputusan manajemen. Bank itu juga akan menghadapi shortage dari talenta dan pemimpin masa depan karena tidak memadainya pengembangan karyawan. Hay Best Employer Indonesia memilih perusahaan-perusahaan yang memiliki loyalitas dan engagement karyawan yang tinggi. Dari studi yang dilakukannya pada 2006-2007, hampir semua perusahaan yang masuk dalam kategori ini adalah perusahan-perusahaan yang menunjukkan performance dan produktivitas yang baik. Perusahaan-perusahaan itu, antara lain Unilever, Bank Niaga, TNT, dan Astra.

Karena itu, saya percaya bahwa loyalitas karyawan merupakan barang berharga. Mutiara yang harus diasah dan dipelihara agar terus berkilau. Dengan loyalitas karyawan yang memadai, target dan visi perusahaan lebih mudah dicapai. Dengan semangat yang tinggi, jiwa yang menyatu, employee engagement merupakan mantra bagi perusahaan untuk berkembang dan maju.

You might also like