You are on page 1of 12

Hukum dan HAM dalam Islam

Kelompok : 4

Kelas 10

Pendahuluan

Pengertian Hukum Islam


Hukum islam adalah peraturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan. Bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang madani, aman, nyaman dan terkendali. Hukum dibuat sebagai pembatas atas tingkah laku manusia yang tidak bertanggung jawab sehingga perlu media untuk melindungi orang lain dari orang yang tidak bertanggung jawab tersebut. Hukum Islam hanya ditujukan kepada orang-orang yang beragama Islam dan tidak ditunjukkan kepada orang-orang non-Islam. Jika ada orang Islam yang melanggar hukum Islam maka dia harus diadili menurut dalil-dalil islam. Ada beberapa sumber yang digunakan sebagai rujukan hukum islam. Antara lain Al-Quran, Hadist, Ijma Ulama, dan Qiyas. (http://www.anneahira.com/pengertian-hukum-islam.htm)

Sumber hukum Islam


Al-Qur'an Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba' QS 34:28). Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber pertama atau Asas Pertama Syara'. Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al Quran dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Al-Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan. Al Hadist 1.hadits hasan 2.hadits shaheh 3.hadits dhaif

Ijtihad Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al'qur'an dan Hadist. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah wafat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun hal-hal ibadah tidak bisa diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad antara lain:

Ijma': Kesepakatan para-para ulama. Qiyas: Diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya. Maslahah Mursalah: Untuk kemaslahatan umat. 'Urf: Kebiasaan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Syariat_Islam)

Prinsip hukum Islam


1. Prinsip Tauhid

Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat Lailaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasikesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya. Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47). Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :

Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara Artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.

Prinsip Kedua : Beban hukum (taklif) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah. Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas

kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut :

Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya ;

Al-masaqqah tujlibu at-taysiir Kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan mendatangkan kemudahan.

2. Prinsip Keadilan Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mizan (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Quran kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Quran terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25. Term keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, seba Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.(10) Penggunaan term adil/keadilan dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :

QS. Al-Maidah : 8 Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu, adanya kecintan dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam bersaksi) ; QS. Al-Anam : 152 Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan dalam bermuamalah/berdagang ;

1. QS. An-Nisa : 128 Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri ; 2. QS. Al-Hujrat : 9 Keadilan sesama muslim ; 3. QS. Al-Anam :52 Keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukalaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut. Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan, yaitu : .. Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyeempit maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit. Teori keadilan teologi Mutazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu : 1. al-salah wa al-aslah dan 2. al-Husna wa al-qubh. Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :

1. Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia 2. Pernyataan Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik. Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh akal sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.

3. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.

4. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5) 5. Prinsip Persamaan/Egalite Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (alShahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.

6. Prinsip At-Taawun Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan. 7. Prinsip Toleransi

Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Quran dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syariat ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya. (http://zizo07.wordpress.com/2010/04/17/prinsip-prinsip-hukum-islam/)

Fungsi hukum Islam 1. Sebagai upayah pencegahan (Zawajir) Sistem sanksi dalam Islam dijatuhkan didunia bagi si pen dosa. Hal ini akan mengakibatkan gugurnya siksa di akhirat. Itulah alasan mengapa sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah (Zawajir) karena sanksi akan mencegah orang-orang untuk melakukan tindakan dosa dan kriminal. 2. Sebagai penebus dosa ( jawabir) Sistem sanksi dalam islam juga berfungsi penebus. Dikatakan penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan sanksinya di akhirat kelak. Atas dasar itu, seseorang yang telah mendapat sanksi syariat di dunia, maka gugurlah sanksinya di akhirat kelak. Dari penjelasan tersebut, kita bisa melihat kekhasan hukum Islam dengan hukum positif yang ada di negeri ini. Sanksi dalam islam dijatuhkan kepada pelaku walaupun terdapat saling rida karena yang melandasinya adalah semata-mata keimanan kepada Allah swt. Sementara itu, aturan atau hukum positif yang ada di saat ini menganggap bahwa tindakan meridai (dalam hal kejahatan) tidak dianggap sebagai pelanggaran. Akhirnya, Islam adalah agama yang universal. Hukum Islam tidak hanya baik untuk muslim, tetapi akan bermanfaat bagi seluruh umat manusia. (http://www.anneahira.com/fungsi-hukum-islam.htm). Hak Asasi Manusia dalam Islam
hakak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman: "Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat maruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4) Jaminan Hak Pribadi Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Quran:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28) Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah ointu atau melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun baginya, walaupun ia mampu membayar denda. Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila pemimpin mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." Imam Nawawi dalam Riyadus-Shalihin menceritakan ucapan Umar: "Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari amal perbuatan kalian." Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syariah Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran, menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang dilarang agama. Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang berlum tampak buktibuktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.

(3) Nash Quran dan Sunnah tentang HAM Meskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi AlQuran dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:

1. Dalam al-Quran terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian.
Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya: "Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18: 29) Al-Quran telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: adl, qisth dan qishas. Al-Quran mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Quran bicara kehormatan dalam sekitar dua puluh ayat. Al-Quran menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13) Pada haji wada Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.

2. 3.

4. 5.

Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara

juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110).

(4) Rumusan HAM dalam Islam Apa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan akhir syariah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan dan harta benda manusia. Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada. Dari Abu Umamah bin Tsalabah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).

Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).

Tolong di edit lagi ea..........!!!!!!

You might also like