You are on page 1of 6

WE D N E S D A Y , J UN E 27, 2007

Keluarga Sakinah Dalam Masalah


Keluarga Sakinah Dalam Masalah
Oleh: Mochamad Bugi
Kita saat ini ada di tengah arus deras pergeseran nilai sosial dalam
masyarakat kita. Pergeseran nilai sosial tampak pada kecenderungan
makin permisifnya keluarga-keluarga di masyarakat kita. Keluarga tidak
lagi dilihat sebagai ikatan spiritual yang menjadi medium ibadah
kepada Sang Pencipta. Kawin-cerai hanya dilihat sebatas proses formal
sebagai kontrak sosial antara dua insan yang berbeda jenis. Perkawinan
kehilangan makna sakral dimana Allah menjadi saksi atas ijab-kabul
yang terjadi.
Ini bertolak belakang dengan adagium yang menyatakan keluarga
adalah garda terdepan dalam membangun masa depan bangsa
peradaban dunia. Dari rahim keluarga lahir berbagai gagasan perubahan
dalam menata tatanan masyarakat yang lebih baik. Tidak ada satu
bangsa pun yang maju dalam kondisi sosial keluarga yang kering
spiritual, atau bahkan sama sekali sudah tidak lagi mengindahkan
makna religiusitas dalam hidupnya. Karena itu, Al-Quran memuat
ajaran tentang keluarga begitu komprehensif, mulai dari urusan
komunikasi antar individu dalam keluarga hingga relasi sosial antar
keluarga dalam masyarakat.
Banyak memang problema yang biasa dihadapi keluarga. Tidak sedikit
keluarga yang menyerah atas derita yang sebetulnya diciptakannya
sendiri. Di antaranya memilih perceraian sebagai penyelesaian.
Kasus-kasus faktual tentang itu ada semua di masyarakat kita. Dan,
masih banyak lagi kegelisahan yang melilit keluarga-keluarga di
masyarakat kita. Namun, umumnya kegelisahan itu diakibatkan oleh
menurunnya kemampuan mereka menemukan alternatif ketika
menghadapi masalah yang tidak dikehendaki. Karena itu, menjadi
penting bagi kita untuk mencari kunci yang bisa mengokohkan bangun
keluarga kita dari hempasan arus zaman yang serba menggelisahkan.
Dan, kata kunci itu adalah sakinah.
Makna Sakinah
Istilah sakinah digunakan Al-Quran untuk menggambarkan
kenyamanan keluarga. Istilah ini memiliki akar kata yang sama dengan
sakanun yang berarti tempat tinggal. Jadi, mudah dipahami memang
jika istilah itu digunakan Al-Quran untuk menyebut tempat
berlabuhnya setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan
tenang, sehingga menjadi lahan subur untuk tumbuhnya cinta kasih
(mawaddah wa rahmah) di antara sesama anggotanya.
About Me
Abu Azka
View my
complete profile
My Site URL
Panduan Membelanjakan Harta
Pasang radiobox ini!
Keluarkan radiobox (pop up)
Streaming Radio Suara Al-Iman
900AM
Klik kotak di atas untuk
mendengarkan Radio Suara
Al-Iman 900 AM Surabaya secara
online.
Berbagi Laporkan Penyalahgunaan Blog Berikut Buat Blog Masuk
Keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah
Keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah: Keluarga Sakinah Dalam Masalah http://muslimkeluarga.blogspot.com/2007/06/keluarga-sakinah-dalam-m...
1 of 6 7/8/2011 9:03 AM
Di Al-Quran ada ayat yang memuat kata sakinah. Pertama, surah
Al-Baqarah ayat 248.


Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: Sesungguhnya tanda ia
akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya
terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga
Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat.
Tabut adalah peti tempat menyimpan Taurat yang membawa
ketenangan bagi mereka. ayat di atas menyebut, di dalam peti tersebut
terdapat ketenangan yang dalam bahasa Al-Quran disebut sakinah.
Jadi, menurut ayat itu sakinah adalah tempat yang tenang, nyaman,
aman, kondusif bagi penyimpanan sesuatu, termasuk tempat tinggal
yang tenang bagi manusia.
Kedua, al-sakinah disebut dalam surah Al-Fath ayat 4.

~
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang
mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan
mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan
bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Di ayat itu, kata sakinah diterjemahkan sebagai ketenangan yang
sengaja Allah turunkan ke dalam hati orang-orang mukmin. Ketenangan
ini merupakan suasana psikologis yang melekat pada setiap individu
yang mampu melakukannya. Ketenangan adalah suasana batin yang
hanya bisa diciptakan sendiri. Tidak ada jaminan seseorang dapat
menciptakan suasana tenang bagi orang lain.
Jadi, kata sakinah yang digunakan untuk menyifati kata keluarga
merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak
dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan
kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat.
Rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang tenang bagi setiap
anggota keluarga. Keluarga menjadi tempat kembali ke mana pun
anggotanya pergi. Mereka merasa nyaman di dalamnya, dan penuh
percaya diri ketika berinteraksi dengan keluarga yang lainnya dalam
masyarakat.
Dengan cara pandang itu, kita bisa pastikan bahwa akar kasus-kasus
yang banyak melilit kehidupan keluarga di masyarakat kita adalah
karena rumah sudah tidak lagi nyaman untuk dijadikan tempat kembali.
Suami tidak lagi menemukan suasana nyaman di dalam rumah, demikian
pula istri. Bahkan, anak-anak sekarang lebih mudah menemukan
suasana nyaman di luar rumah. Maka, sakinah menjadi hajat kita
semua. Sebab, sakinah adalah konsep keluarga yang dapat memberikan
kenyamanan psikologis meski kadang secara fisik tampak jauh di
bawah standar nyaman.
Membangun Kenyamanan Keluarga
Click to join Muslim_LW
Create a no obligation e-gold account
Keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah: Keluarga Sakinah Dalam Masalah http://muslimkeluarga.blogspot.com/2007/06/keluarga-sakinah-dalam-m...
2 of 6 7/8/2011 9:03 AM
Kenyamanan dalam keluarga hanya dapat dibangun secara
bersama-sama. Tidak bisa bertepuk sebelah tangan. Melalui proses
panjang, setiap anggota keluarga saling menemukan kekurangan dan
kelebihan masing-masing. Penemuan itulah yang harus menjadi ruang
untuk saling mencari keseimbangan. Makanya, keluarga sekolah yang
tiada batas waktu. Di sama terjadi proses pembelajaran secara terus
menerus untuk menemukan formula yang lebih tepat bagi kedua belah
pihak, baik suami-istri, maupun anak-orangtua.
Proses belajar itu akan mengungkap berbagai misteri keluarga.
Lebih-lebih ketika kita akan belajar tentang baik-buruk kehidupan
keluarga dan rumah tangga. Tidak banyak buku yang memberi solusi
jitu atas problema keluarga. Sebab, ilmu membina keluarga lebih
banyak diperoleh dari pengalaman. Maka tak heran jika keluarga sering
diilustrasikan sebagai perahu yang berlayar melawan badai samudra.
Kita dapat belajar dari pengalaman siapa pun. Pengalaman pribadi
untuk tidak mengulangi kegagalan, atau juga pengalaman orang lain
selama tidak merugikan pelaku pengalaman itu.
Masalah demi masalah yang dilalui dalam perjalanan sejak pertama kali
menikah adalah pelajaran berharga. Kita dapat belajar dari pengalaman
orang tentang memilih pasangan ideal, menelusuri kewajiban-kewajiban
yang mengikat suami-istri, atau tentang penyelesaian masalah yang
biasa dihadapi keluarga. Semuanya sulit kita dapat dari buku. Hanya
kita temukan pada buku kehidupan. Bagaimana kita dapat memahami
istri yang gemar buka rahasia, atau menghadapi suami yang
berkemampuan seksual tidak biasa. Dan masih banyak lagi masalah
keluarga yang seringkali sulit ditemukan jalan penyelesaiannya. Jadi,
memang tepat jika rumah tangga itu diibaratkan perahu, sebab tak
henti-hentinya menghadapi badai di tengah samudra luas kehidupan.
Rumah tangga juga dua sisi dari keping uang yang sama: bisa menjadi
tambang derita yang menyengsarakan, sekaligus menjadi taman surga
yang mencerahkan. Kedua sisi itu rapat berhimpitan satu sama lain. Sisi
yang satu datang pada waktu tertentu, sedang sisi lainnya datang
menyusul kemudian. Yang satu membawa petaka, yang lainnya
mengajak tertawa. Tentu saja, siapa pun berharap rumah tangga yang
dijalani adalah rumah tangga yang memancarkan pantulan cinta kasih
dari setiap sudutnya. Rumah tangga yang benar-benar menghadirkan
atmosfir surga: keindahan, kedamaian, dan keagungan. Ini adalah
rumah tangga dengan seorang nakhoda yang pandai menyiasati
perubahan.
Rumah menjadi panggung yang menyenangkan untuk sebuah pentas
cinta kasih yang diperankan oleh setiap penghuninya. Rumah juga
menjadi tempat sentral kembalinya setiap anggota keluarga setelah
melalui pengembaraan panjang di tempat mengadu nasibnya masing-
masing. Hanya ada satu tempat kembali, baik bagi anak, ibu, maupun
bapak, yaitu rumah yang mereka rasakan sebagai surga. Bayangkan,
setiap hari jatuh cinta. Anak selalu merindukan orang tua, demikian
pula sebaliknya. Betapa indahnya taman rumah tangga itu. Sebab, yang
ada hanya cinta dan kebaikan. Kebaikan inilah yang sejatinya menjadi
pakaian sehari-hari keluarga. Dengan pakaian ini pula rumah tangga
akan melaju menempuh badai sebesar apapun. Betapa indahnya
kehidupan ketika ia hanya berwajah kebaikan. Betapa bahagianya
keluarga ketika ia hanya berwajah kebahagiaan.
Surabaya, Indonesia
7 Shaban 1432
July 8, 2011
Help
Download Mobile Azan
Day Friday
Fajr 4:28
Sunrise 5:42
Dhuhr 11:35
Asr 2:56
Maghrib 5:26
Isha 6:36
Free Azan Software
Search

Links :
Asuransi Syariah Takaful Indonesia
(Pertama Murni Syariah)
Asuransi Syariah Takaful - Wikipedia
Bahasa Arab Online
Bank Muamalat Indonesia (Pertama
Murni Syariah)
Boycott Yahudi or Israel
Cek Tagihan PLN
Cek Tagihan Telkom
Download Gratis
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
Islamic Development Bank (IDB)
Indonesia
Kajian Islam Ilmiah
Kerajaan Arab Saudi
Langsing dan Sehat dalam 45 menit
Media Iklan Gratis
Syariah Online
RA dan MI/ TK dan SD Islam
Blog Archive
2007 (16)
December (1)
November (1)
September (1)
July (2)
June (11)
Keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah: Keluarga Sakinah Dalam Masalah http://muslimkeluarga.blogspot.com/2007/06/keluarga-sakinah-dalam-m...
3 of 6 7/8/2011 9:03 AM
Tetapi, kehidupan rumah tangga acapkali menghadirkan hal yang
sebaliknya. Bukan kebaikan yang datang berkunjung, melainkan
malapetaka yang kerap merundung. Suami menjadi bahan gunjingan
istri, demikian pula sebaliknya. Anak tidak lagi merindukan orang tua,
dan orang tua pun tidak lagi peduli akan masa depan anaknya. Bila
sudah demikian halnya, bukan surga lagi yang datang, melainkan neraka
yang siap untuk membakar. Benar, orang tua tidak punya hak
membesarkan jiwa anak-anaknya, dan mereka hanya boleh
membesarkan raganya. Tapi raga adalah cermin keharmonisan
komunikasi yang akan berpengaruh pada masa depan jiwa dan
kepribadian mereka.
Lunturnya Semangat Sakinah
Membangun sakinah dalam keluarga, memang tidak mudah. Ia
merupakan bentangan proses yang sering menemui badai. Untuk
menemukan formulanya pun bukan hal yang sederhana. Kasus-kasus
keluarga yang terjadi di sekitar kita dapat menjadi pelajaran penting
dan menjadi motif bagi kita untuk berusaha keras mewujudkan
indahnya keluarga sakinah di rumah kita.
Ketika seseorang tersedu mengeluhkan sepenggal kalimat, Suami saya
akhir-akhir ini jarang pulang, tidak sulit kita cerna maksud utama
kalimatnya. Sebab, kita menemukan banyak kasus yang hampir sama,
atau bahkan persis sama, dengan kasus yang menimpa wanita
pengungkap penggalan kalimat tadi.
Penggalan kalimat di atas bukan satu-satunya masalah yang banyak
dikeluhkan istri. Masih banyak. Tapi kalau ditelusuri akar masalahnya
sama: tidak tahan menghadapi godaan. Godaan itu bisa datang
kepada suami, bisa juga menggedor jagat batin istri. Karena godaan itu
pula, siapa pun bisa membuat seribu satu alasan. Ada yang
mengatakannya sudah tidak harmonis, tidak bisa saling memahami,
ingin mendapat keturunan, atau tidak pernah cinta.
Payahnya, semakin hari godaan akibat pergeseran nilai sosial semakin
menggelombang dan menghantam. Sementara, ketahanan keluarga
semakin rapuh karena ketidakpastian pegangan. Maka, kita dapati
kasus-kasus di mana seorang ibu kehilangan kepercayaan anak dan
suaminya. Seorang bapak yang tidak lagi berwibawa di hadapan anak
dan istrinya. Anak yang lebih erat dengan ikatan komunitas sebayanya.
Bapak berebut otoritas dalam keluarga dengan istrinya, serta istri yang
tidak berhenti memperjuangkan hak kesetaraan di hadapan suami.
Semua punya argumentasi untuk membenarkan posisinya. Semua tidak
merasa ada yang salah dengan semua kenyataan yang semakin
memprihatinkan itu.
Tapi benarkah perubahan zaman menjadi sebab utama terjadinya
pergeseran nilai dalam rumah tangga? Lalu, mengapa keluarga kita
tidak lagi sanggup bertahan dengan norma-norma dan jati diri keluarga
kita yang asli? Bukankah orang tua-orang tua kita telah membuktikan
bahwa norma-norma yang mereka anut telah berhasil mengantarkan
mereka membentuk keluarga normal dan berbudaya, bahkan berhasil
membentuk diri kita yang seperti sekarang ini? Lantas, kenapa kita
harus larut dengan segala riuh-gelisah perubahan zaman yang kadang
membingungkan?
Mendidik Anak Cara Nabi
Ibrahim
Keluarga Sakinah Dalam
Masalah
4 Kunci Rumah Tangga
Harmonis
Agar Pernikahan Membawa
Berkah
Hukum Menikahi Orang Musyrik
dan Ahlul Kitab
Menikah, Kenapa Takut?
13 Hal Yang Disukai Pria Dari
Wanita
Kualitas Keluarga Sakinah
Membentuk Keluarga Sakinah
wa Rahmah
KELUARGA SAKINAH
Syarat untuk menjadi keluarga
sakinah
Keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah: Keluarga Sakinah Dalam Masalah http://muslimkeluarga.blogspot.com/2007/06/keluarga-sakinah-dalam-m...
4 of 6 7/8/2011 9:03 AM
Transformasi budaya memang tidak mudah, bahkan tidak mungkin, kita
hindari. Arusnya deras masuk ke rumah kita lewat media informasi dan
komunikasi. Kini, setiap sajian budaya yang kita konsumsi dari waktu ke
waktu, diam-diam telah menjadi standar nilai masyarakat kita. Ukuran
baik-buruk tidak lagi bersumber pada moralitas universal yang
berlandaskan agama, tapi lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai
artifisial yang dibentuk untuk tujuan pragmatis dan bahkan hedonis.
Tanpa kita sadari, nilai-nilai itu kini telah membentuk perilaku sosial
dan menjadi anutan keluarga dan masyarakat kita. Banyak problema
keluarga yang muncul di sekitar kita umumnya menggambarkan
kegelisahan yang diwarnai oleh semakin lunturnya nilai-nilai agama dan
budaya masyarakat. Masyarakat kini seolah telah berubah menjadi
masyarakat baru dengan wujud yang semakin kabur.
Gaya hidup remaja yang berujung pada fenomena MBA (married by
accident) telah jadi model terbaru yang digemari banyak pasangan.
Pernikahan yang dianjurkan Nabi menjadi jalan terakhir setelah
menemukan jalan buntu. Sementara perceraian yang dibenci Nabi justru
menjadi pilihan yang banyak ditempuh untuk menemukan solusi singkat.
Kenyataan ini merupakan bagian kecil dari proses modernisasi kehidupan
yang berlangsung tanpa kendali etika. Akibatnya, struktur fungsi yang
sejatinya diperankan oleh masing-masing anggota keluarga tampak
semakin kabur.
Seorang anak kehilangan pegangan. Ibu-bapaknya terlalu sibuk untuk
sekadar menyapa anak-anaknya. Anak pun dewasa dengan harus
menemukan jalan hidupnya sendiri. Mencari sendiri ke mana harus
memperoleh pengetahuan, dan harus mendiskusikan sendiri siapa calon
pendampingnya. Semuanya berjalan sendiri-sendiri. Padahal, jika
sendi-sendi keluarga itu telah kehilangan daya perekatnya dan masing-
masing telah menemukan jalan hidupnya yang berbeda-beda, maka
bangunan baiti jannati, rumahku adalah surgaku, akan semakin
menjauh dari kenyataan. Itu menjadi mimpi yang semakin sulit
terwujud. Bahkan, menjadi mimpi yang tidak pernah terpikirkan. Yang
ada hanyalah neraka yang tidak henti-hentinya membakar suasana
rumah tangga.
Satu lagi yang sering menjadi akar bencana keluarga, yaitu anak. Dunia
anak adalah dunia yang lebih banyak diwarnai oleh proses pencarian
untuk menemukan apa-apa yang menurut perasaan dan pikirannya ideal.
Dunia ideal sendiri, baginya, adalah dunia yang ada di depan matanya,
yang karenanya ia akan melakukan pengejaran atas dasar kehendak
pribadi. Akan tetapi, di sisi lain, perkembangan psikologis yang sedang
dilaluinya juga masih belum mampu memberikan alternatif secara
matang terutama berkaitan dengan standar nilai yang dikehendakinya.
Karena itu, selama proses yang dilaluinya, hampir selalu ditemukan
berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan lingkungan tempat di mana
anak itu berkembang. Di sinilah proses bimbingan itu diperlukan,
terutama dalam ikut menemukan apa yang sesungguhnya mereka
butuhkan.
Guru di sekolah ataupun orang tua di rumah, secara tidak sadar,
seringkali menjadi sosok yang begitu dominan dalam menentukan masa
depan anak. Padahal, guru ataupun orang tua bukanlah segala-galanya
bagi perkembangan dan masa depan anak. Proses pendidikan, dengan
demikian, pada dasarnya merupakan proses bimbingan yang
Keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah: Keluarga Sakinah Dalam Masalah http://muslimkeluarga.blogspot.com/2007/06/keluarga-sakinah-dalam-m...
5 of 6 7/8/2011 9:03 AM
Posted by Abu Azka at 1:49 AM
Newer Post Older Post
memerdekakan sekaligus mencerahkan. Proses seperti itu berlangsung
alamiah dalam kehidupan yang bebas dari ikatan-ikatan yang justru
tidak mendidik. Dalam kerangka seperti inilah, maka keluarga bisa
berperan sebagai lembaga yang membimbing dan mencerahkan, atau
juga sebaliknya. Jika tidak tepat memainkan peran yang sesungguhnya,
bisa saja berfungsi sebagai penjara yang hanya mampu menanamkan
disiplin semu. Anak-anak bisa menjadi manusia yang paling shalih di
rumah, tetapi menjadi binatang liar ketika keluar dari dinding-dinding
rumah dan terbebas dari pengawasan orang tua.
Dalam situasi seperti inilah, anak mulai mencari kesempatan untuk
memenuhi kebuntuan komunikasi yang dirasakannya semakin kering dan
terbatas. Sebab berkomunikasi untuk saling menyambungkan rasa antar
anggota keluarga merupakan kebutuhan dasar yang menuntut untuk
selalu dipenuhi. Konsekuensinya, ketidaktersediaan aspek ini dalam
keluarga dapat berakibat pada munculnya ketidakseimbangan psikologi
yang pada gilirannya dapat saja mengakibatkan terjadinya
penyimpangan-penyimpangan sosial seperti apa yang terjadi di
masyarakat sekitar kita. Inilah di antara kerusakan akibat lunturnya
atmosfir sakinah dalam keluarga.
1 comments:
Post a Comment
Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
ade said...
Terima kasih anda telah menuliskan artikel arti sakinah dalam
keluarga. It's completely useful at least from my side.
Semoga ilmu anda ini diberikan imbalan yang sebesar2nya oleh
Allah. :) salam- Anggrek
December 18, 2009 12:41 AM
Keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah: Keluarga Sakinah Dalam Masalah http://muslimkeluarga.blogspot.com/2007/06/keluarga-sakinah-dalam-m...
6 of 6 7/8/2011 9:03 AM

You might also like