You are on page 1of 34

PENDIDIKAN (ISLAM) MASA KINI Oleh; Abdur Rachim, S.Pd.I A. Pendahuluan Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang.

Dalam pengertian yang luas, pendidikan Islam berkembang dengan keminculan Islam itu sendiri. Pada masa seiring awal

perkembangan

Islam, pendidikan yang berlangsung pada baru

umumnya bersifat informal. Pendidikan formal Islam

muncul pada masa lebih belakangan, yakni dengan kebangkitan madrasah Secara tradisional sejarawan pendidikan Islam,

seperti Munir ud-Din Ahmed, George Makdisi, Ahmad Syalabi dan Michael Stanton menganggap bahwa madraeah pertama

didirikan oleh Wazir Nizham al Mulk pada tahun 1064 : madrasah ini kemudian terkenal sebagai madrasah Nizham al Mulk.1 Pendidikan Islam di Indonesia juga merupakan warisan peradaban Islam dan sekaligus asset bagi pembangunan amanat

pendidikan nasional. Sebagai warisan ia merupakan sejarah untuk dipelihara

dan dikembangkan oleh umat Islam

dari masa ke masa. Sedangkan sebagai asset, pendidikan Islam yang tersebar di berbagai wilayah ini membuka kesempatan
1

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2002, h. vii

bagi bangsa Indonesia untuk menata dan mengelolanya sesuai dengan sistim pendidikan nasional.2 Diskursus tentang pendidikan Islam di Indonesia secara garis besar terbagi ke dalam dua tingkatan : makro dan mikro. Pada level pertama, pendidikan Islam bersentuhan dengan sistim pendidikan nasional dan faktor eksternal lain. pendidikan Islam Sedangkan pada level yang kedua pada tuntutan akan proses

dihadapkan

pendidikan yang efektif sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.3 Pada dewasa ini terjadi globalisasi, yang saat yang sama mempengaruhi

perkembangan sosial budaya masyarakat, termasuk bidang pendidikan Islam. Masyarakat muslim harus menyiapkan diri, Apabila ingin survive dan berjaya di tengah perkembangan

dunia yang kian kompetitif di masa kini dan mendatang. Dalam uraian berikut akan dikemukakan tentang

pengertian pendidikan (Islam), Dasar filosofis pendidikan (Islam) dalam konteks keIslaman dan keIndonesiaan, kekurangan dan

kelebihan lembaga pendidikan (Islam) dan pembaharuan yang


2

Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001, h. 3 3 Ibid., h. 4

harus

dilakukan

dalam

menghadapi

globalisasi,

dan

arah

pengembangan pendidikan (Islam) dalam membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berdaya guna, kreatif dan inovatif. B. Pembahasan 1. Pengertian Pendidikan (Islam) Pendidikan - kata ini juga dilekatkan kepada Islam, didefinisikan telah

secara berbeda-beda, yang banyak dipengaruhi

oleh pandangan dunia (weltanchauung) masing-masing. Namun pada dasarnya, semua pandangan tersebut bertemu kesimpulan dalam

awal, bahwa pendidikan merupakan suatu proses kehidupan dan

penyiapam generasi muda untuk menjalankan

memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.4 Muhammad Natsir menyatakan bahwa pendidikan ialah suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya.5 Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti

Azyumardi Azra, Op.cit., h. 3 Mohd Natsir, Kapita Selecta, s Grravenhage, Bandung, 1954, hal. 87

(kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.6 Pengertian pendidikan secara umum yang kemudian

dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistim keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang secara implisit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.

Pengertian pendidikan

dengan seluruh totalitasnya dalam

konteks Islam inheren dalam konotasi istilah tarbiyah, talim, dan tadib yang harus dipahami secara bersama-sama. Kemudian pengertian bahwa M. Yusuf al-Qardhowi
7

memberikan

Pendidikan Islam adalah pendidikan

manusia seutuhnya akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi

masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.


8

Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudayaan; Kenang-kenangan Promosi Doktor Honaris Causa, Yogyakarta, 1967, h. 42
7 8

Azyumardi Azra, Op.cit., h. 5 Yusuf al Qardhowi, Pendidikan Islam dan Madrasah Al- Banna, Terj. Prof. H. Bustami A. Gani dan Drs. Zainal Abidin Ahmad, Bulan Bintang, Jakaera, 1980, h. 157

Sedangkan Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu Proses penyiapan generasi muda untuk nmengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nulai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.9 Jika di lihat dari beberapa definisi tentang pengertian pendidikan

pendidikan Islam di atas, maka secara sederhana Islam dapat diartikan

sebagai pendidi kan yang didasarkan

pada nilai-nilai ajaran Islam sebagaimana tercantum dalam alQuran dan al- Hadits serta dalam pemikiran para ulama dan dalam praktek sejarah ummat Islam. Dengan demikian dapat

dipahami bahwa pendidikan Islam merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam secara keseluruhan Kemudian pula berbagai komponen dalam pendidikan,

mulai dari tujuan, kurikulum, guru, metode, pola hubungan guru murid, sarana dan prasarana, lingkungan dan evaluasi

pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam. Jika komponen tersebut satu dan lainnya membentuk suatu sistim yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam, maka sistim

Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, AlMaarif, Bandung, 1980, h. 94

tersebut selanjutnya dapat disebut Islam.


10

sebagai sistim pendidikan

2. Dasar Filosofis Pendidikan (Islam) Dasar pendidikan Islam, secara prinsipal diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya. Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama adalah al-Quran dan Hadits. Al-Quran misalnya, pendidikan, bimbingan memberikan yaitu ilmiah, prinsif yang sangat penting akal bagi

penghormatan tidak

terhadap fitrah

manusia, serta

menentang

manusia,

memelihara hubungan sosial.11 Ajaran yang terkandung dalam wahyu merupakan dasar pemikiran filsafat pendidikan Islam, Hal ini menunjukkan filsafat pendidikan Islam yang berisi teori umum mengenai pendidikan Islam, di bina atas dasar konsep ajaran Islam yang termuat dalam al-Quran dan Hadts. Dasar pendidikan Islam selanjutnya adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Quran
10

al-

dan

Sunnah

atas

dasar

prinsif

mendatangkan

Ahmad Tafsir, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, IAIN Suanan Gunung Jati, Bandung, 1995, h. 15
11

Azyumardi Azra, Op.cit., h. 9

kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia. Dengan dasar ini, maka pendidikan Islam dapat diletakkan di dalam kerangka sosiologis, selain menjadi sarana transmisi pewarisan kekayaan sosial budaya yang positif bagi

kemanusiaan manusia. Kemudian warisan pemikiran Islam juga merupakan dasar penting dalam pendidikan Islam. Dalam hal ini hasil pemikiran para ulama, filosuf dan cendekiawan muslim, khususnya dalam bidang pendidikan menjadi rujukan penting pengembangan

pendidikan Islam. Pemikiran mereka itu pada dasarnya refleksi terhadap ajaran-ajaran pokok Islam
12

Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek saja dari ajaran Islam secara keseluruhan. Oleh sebab itu tujuan

pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepada-Nya, dan dapat mencapai

kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. Dalam konteks sosial kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara pribadi yang bertaqwa ini menjadi rahmatan lil Alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah
12

Ibid., h. 9

yang dapat disebut juga sebagai Islam.13

tujuan akhir pendidikan

Dalam konprensi Internasional Pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 merumuskan tujuan

pendidikan Islam sebagai berikut : Pendidikan bertujuan untuk mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional:perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maipun secara kolektif dan mendorong semua asfek ini kea rah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurnah kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia. 14 Dari dasar-dasar pendidikan Islam ini kemudian

dikembangkan suatu sistim pendidikan Islam yang mempunyai karakteristik tersendiri yang antara lain : Pertama, pendidikan Islam adalah penekanan pada berbeda dengan sistim lainnya,

pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembngan atas dasar ibadah keda Allah SWT. Pencarian, penguasaan dan pengembangan Ilmu pengetahuan ini merupakan proses yang berkesinambungan, dan pada prinsifnya berlangsung seumur
13 14

Ibid., h. 8 Ibid., h. 57

hidup. Inilah yang

kemudian di kenal dengan istilah life long

edication dalam sistim pendidikan modern. Kedua, sebagai sebuah ibadah, maka dalam pencarian, penguasaan dan

pengembangan

ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam

sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Ketiga, pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang anak berkembang dalam suatu kepribadian. Setiap pencari ilmu pengetahuan dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu

dihormati dan disantuni agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya, Keempat,

pengamalan

ilmu pengetahuan

atas dasar tanggung jawab

kepada Tuhan dan masyarakat manusia. Dengan demikian terdapat konsistensi antara apa-apa yang diketahui dengan
15

pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks pendidikan

nasional,

maka

dasar

pendidikan nasional berdasarkan atas pancasila dan undangundang dasar 1945, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
15

Ibid., h. 10

demokratis dan bertanggung jawab.

16

Dalam konteks ini, maka

pada dasarnya sejalan dengan pendidikan Islam, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia, akhlak mulia bertaqwa kepada Allah SWT. 3. Kelemahan dan Kelebihan Lembaga Pendidikan (Islam) dalam perspektif globalisasi dan pembaharuannya Dampak globalisasi sebagai akibat dari kemajuan di bidang informasi memiliki pengaruh yang mendalam terhadap dan

masyarakat. Kecenderungan seperti itu harus diantisipasi oleh dunia pendidikan jika ingin menempatkan pendidikan pada visi sebagai agen pembangunan dan perkembangan yang tidak

ketinggalan zaman. Menurut Yusuf Amir Faisal pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya manusia yang tidak sekedar sebagai penerima arus informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal kepada mereka agar daapat mengolah, menyesuaikan dan mengembangkan melalui arus informasi produktif.
17

segala hal yang diterima

itu, yakni manusia yang kreatif, dan

16

Dep. Agama RI, Memahami Paradigma Baru pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2003, h. 37
17

Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, h. 13

Namun harus diakui, tampaknya pendidikan (Islam)

nasional

masih mengalami banyak kelemahan yang harus

diperbaiki agar dapat eksis menghadapi globalisasi. Beberapa kelemahan yang terjadi di lembaga pendidikan ( baik di sekolah maupun madrasah) antara lain : Pertama, sistim pendidikan yang kaku dan sentralistik. Hal ini menyangkut uniformitas dalam segala bidang, termasuk cara berpakaian (seragam sekolah), kurikulum, materi ujian, sistim evaluasi, dan sebagainya. Kedua, sistim pendidikan nasional tidak pernah mempertimbangkan keadaan yang ada di

masyarakat. Lebih parah lagi masyarakat sebagai objek pendidikan yang diperlakukan

dianggap hanya sebagai orang-

orang yang tidak mempunyai daya untuk ikut menentukan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Ketiga, sistim tersebut di atas Kedua

ditunjang oleh sistim yang kaku yang

tidak jarang dijadikan alat kekuasaan atau alat politik penguasa. Budaya seperti ini lahan subur tumbuhnya budaya KKN (korupsi, kolusi dan Nepotisme) dan melemahnya atau hilangnya budaya prestasi dan profesionalisme.18.

18

HAR Tilaar, Beberapa Agenda Repormasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Indonesia Tera,Magelang, 1999, h. 45

Kemudian

hal lainnya yaitu, terbelenggunya guru dan

dijadikannya guru sebagai alat birokrasi. Pendidikan yang ada tidak berorientasi pada pembentukan kepribadian, namun lebih pada proses pengisian otak (kognitif) pada anak didik. Hal lainnya adalah anak tidak pernah dididik untuk dibiasakan serta berorientasi pada
19

kreatif dan inovatif

keinginan untuk

tahu (curiosity atau hirsi).

Sejalan dengan kelemahan pendidikan ini, secara umum Tholhah Hasan menyatakan ada tiga kelemahan utama lembaga pendidikan (Islam) yaitu lemahnya sumber dana, lemahnya manajemen, dan terbatasnya sarana dan prasarana.20 Di samping berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada, pendidikan diantaranya : Islam memiliki (Islam) mempunyai beberapa kelebihan,

pertama, dilihat dari segi tujuannya pendidikan tujuan yang berkaitan dengan pembinaan

masyarakat yang beradab. Namun ini tidak berarti bahwa pendidikan tidak mementingkan pendidikan jasmani dan akal atau ilmu atau segi-segi praktis lainnya. Kedua, dilihat dari

19

A. Qodri, A. Azizy, Pendidikan (Agama) untuk membangun Etika Sosial, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, h. 9-11
20

Muhammad Tholhah Hasan, Problem Orientasi Wawasan Pendidikan (Islam), dalam Konsep Pendidikan Abad ke 21, pengantar Djalaluddin Rakhmad, Yayasan Muthahhari dan Remaja Rosdajkarya, Bandung, 2000

sifatnya,

pendidikan

(Islam)

tidak

memisahkan

antara

pendidikan dan pengajaran. Ketiga, dari segi pendidik/guru pendidikan (Islam) menghendaki agar seorang guru di samping memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ilmu yang diajarkannya, juga harus mampu menyampaikan ilmunya itu secara efektif dan efisien serta memiliki akhlak yang mulia. Keempat, dilihat dari aspek pengajarannya, pendidikan (Islam) menempuh cara-cara menyampaikan pendidikan yang sesuai

dengan ilmu yang diajarkan, anak didik yang diberi pengajaran, lingkungan berbagai dimana pendidikan tersedia. tersebut Kelima, berlangsung dilihat dari serta segi

sarana

yang

sasarannya, pendidikan (Islam), ditujukan untuk semua manusia, tanpa membeda-bedakan jenis kelaminnya. Keenam. dilihat dari lingkungannya, pendidikan (Islam) mengutamakan seluruh

lingkungan pendidikan mulai dari rumah tangga (keluatga), masyarakat sampai dengan sekolah atau Perguruan Tinggi.21. Agar lembaga pendidikan (Islam) dapat eksis menghadapi globalisasi, maka perlu dilakukan pembaharuan, dan

transformasi sistim pendidikan antara lain :

21

Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2003, h. 129-132

Pertama, modernisasi administratif. Modernisasi menuntut differensiasi sistim pendidikan untuk mengantisifasi dan kepentingan diffrensiasi dan akomodasi formulasi, sosial, tersebut dan

mengakomodasi berbagai teknik, haruslah

dan manajerial, Antisipasi dijabarkan dalam bentik

adopsi

implementasi kebijakan pendidikan dalam tingkat nasional, regional dan lokal. Kedua, differensiasi struktural. pembagian dan diversifikasi lembaga-lembaga pendidikan sesuai dengan fungsi-fungsi yang akan dimainkannya. Dengan demikian, lembaga pendidikan yang bersifat umum saja tidak lagi memadai. Lebih khusus lagi

pendidikan Islam, seperti pesantren haruslah memberi peluang bahkan pendidikan mengharuskan pembentukan lembaga-lembaga

khusus yang diarahkan untuk mengantisipasi

diferensiasi sosial ekonomi yang terjadi. Ketiga, ekspansi kapasitas. Perluasan sistim pendidikan untuk menyediakan pendidikan bagi sebanyak-banyaknya

peserta didik sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki berbagai sektor masyarakat.22

22

Azyumardi Azra, Op.cit,. h. 34-35

4.

Arah

Pengembangan

Pendidikan

(Islam)

dalam

membentuk Sumber Daya Manusia yang Berdaya guna, Kreatif dan Inovatif Sebagaimana diketahui bahwa fungsi pokok pendidikan pada masyarakat modern terdiri dari tiga bagian, : sosialisasi, penyekolahan (schooling), dan pendidikan. Sebagai lembaga wahana bagi integrasi anak ke

sosialisasi pendidikan adalah

dalam nilai-nilai kelompok atau nasional yang dominan. Adapun penyekolahan mempersiapkan mereka untuk menduduki posisi sosial-ekonomi tertentu, dan karena itu penyekolahan harus membekali peserta didik kualifikasi-kualifikasi pekerjaan profesi peranan yang akan membuat mereka mampu dan

memainkan ketiga,

dalam

masyarakat.

Sedangkan

fungsi

pendidikan sebagai education untuk menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan program modernisasi.
23

Untuk mencapai semua tujuan ini, pendidikan dalam proses modernisasi akan mengalami perubahan fungsional dan antar-sistim. Perubahan tersebut pada tingkat konseptual dapat dirumuskan dengan menggunakan pendekatan :sistim-sistim (system approach). Pendekatan ini dapat digunakan dalam
23

Abudin Nata, Op.cit., h. 32

agenda modernisasi pendidikan Islam dalam konteks Indonesia secara keseluruhan.24 Dalam penerapannya, maka pendekatan ini memerrlukan input masyarakat ke dalam sistim pendidikan, antara lain: Pertama, idiologis normatif. Orientasi idiologis tertentu diekspresikan misalnya) wawasan dalam norma-norma sistim anak pendidikan Kedua, nasional untuk (pancasila, memperkuat politik.

menuntut nasional

didik.

mobilisasi

Kebutuhan bagi modernisasi dan pembangunan menuntut sisitim pendidikan untuk mendidik, mempersiapkan dan menghasilkan kepemimpinan modern dan innoavator yang dapat memelihara dan meningkatkan pembangunan nasional. Ketiga, mobilisasi ekonomi. pendidikan Kebutuhan tenaga kerja yang handal menntut untuk mempersiapkan anak didik menjadi SDM

yang unggul dan mampu mengisi berbagai lapangan kerja yang tercipta dalam proses pembangunan. Keempat, mobilisasi sosial. Peningkatan harapan bagi mobilitas social dalam modernisasi venue kearah yang

menuntut pendidikan memberikan akses dan tersebut. Kelima. mobilisasi sosial.

Modernisasi

menimbulkan perubaham-peribahan cultural menuntut sistim pendidikan


24

untuk

mampu

memelihara

stabilits

dan

Ibid., h. 32

mengembangkan pembagunan.

warisan

kultural

yang

kondusif

bagi

Untuk mengantisipasi dan mencapai tujuan tersebut, yaitu membentuk sumber daya manusia yang berdaya guna, kreatif, dan inovatif, maka pendidikan (Islam) harus mengorientasikan

diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat. yang merupakan konsekwensi logis dari perubahan. menerapkan Orientasi dan arah pendidikan (Islam) visi dasar pendidikan juga harus yang

sebagaimana

dirumuskan oleh UNESCO, yaitu learning to think (belajar bagaimana berfikir), learning to know (belajar pengetahuan), learning to do, learning to be (belajar bagaimana tetap hidup, atau sebagaimana dirinya), (lerning to live together (belajar

untuk hidup bersama). Ini artinya arah pendidikan masa depan menurut UNESCO haruslah mengacu pada empat pilar tersebut. Atau dapat dikatakan, jika tidak mengacu pada empat pilat tersebut, maka pendidikan tidak akan sesuai dengan tantangan kehidupan di millennium ketiga ini.
25

Apabila orientasi output lembaga pendidikan itu ingin di capai, maka perlu dirumuskan pula berorientasi
25

konsep kurikulum yaitu kurikulum

yang yang

pada

kontruksi

sosial,

A. Qodri A. Azizy, Op.cit., h. 29

dirancang untuk melakukan perubahan sosial. Muatan kurikulum demikian tidak hanya bertumpu pada informasi yang terdapat pada literatur, tetapi juga perlu dilengkapi dengan informasi yang berasal dari sumber lainnya yang diintegrasikan dengan kegiatan pembelajaran. Kemudian dalam pembelajarannya, (student

maka cara belajar yang berorientasi pada siswa

centered). Dengan cara demikian siswa sudah mulai terlatih untuk bersikap kreatif, mandiri, dan produktif, yaitu memiliki dalam menghadapi masyarakat

sifat yang sangat dibutuhkan yang maju. C. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menghadapi era globalisasi dan di abad ke 21, ternyata

memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan. Beberapa aspek yang berkenaan dengan pendidikan, milai dari materi pelajaran, metode, satana dan prasarana, lingkungan dan pola hubungan antara guru dan murid perlu ditata ulang untuk

disesuaikan dengan tuntutan tersebut. Berkenaan dengan itu perlu dilakukan upaya strategis antara lain : pertama, tujuan pendidikan tidak cukup dengan hanya memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan,

dan keuletan saja, tetapi juga harus diupayakan

melahirkan

manusia yang berdaya guna, kreatif, inovatif, dan berdaya saing tinggi, mandiri dan produktif, mengingat zaman yang akan dating sangat kompetitif. Kedua, orientasi pendidikan juga harus mengarah pada kurikulum yang integratif, dan berorientasi pada siswa (student centered), serta guru yang memiliki pengetahuan, akhlak milia dan mampu menyampaikan nya secara

metodologis, juga mampu mendayagunakan sumber informasi yang tersedia di masyarakat. Ketiga, pelajaran umum dan ahama perlu dintegrasikan kepada siswa yang memungkinkan siswa memiliki kepribadian yang utuh, memiliki pengetahuan dan juga berakhlak mulia.

DAFTAR PUSTAKA

A. Qodri, A. Azizy, 2003, Pendidikan (Agama) untuk membangun Etila Sosial, Aneka Ilmu, Semarang Abudin Nata, 2003, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta

Ahmad Tafsir, 1995, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, IAIN Suanan Gunung Jati, Bandung Azyumardi Azra, 2002, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Logos Wacana Ilmu, Jakarta Dep. Agama RI, 2003, Memahami Paradigma Baru pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Jakarta HAR Tilaar, 1999, Beberapa Agenda Repormasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Indonesia Tera ,Magelang. Hasan Langgulung,1980, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Al-Maarif, Bandung Husni Rahim, 2001, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Logos Wacana Ilmu, Jakarta. Ki Hajar Dewantara, 1967, Masalah Kebudayaan; Kenang-kenangan Promosi Doktor Honaris Causa, Yogyakarta Mohd, Natsir, 1954, Kapita Selecta, s Grravenhage, Bandung Muhammad Tholhah Hasan, 200, Problem Orientasi Wawasan Pendidikan (Islam), dalam Konsep Pendidikan Abad ke 21, pengantar Djalaluddin Rakhmad, Yayasan Muthahhari dan Remaja Rosdakarya, Bandung Yusuf al Qardhowi, 1980, Pendidikan Islam dan Madrasah Al- Banna, Terj.. Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad, Bulan Bintang, Jakarta,

PENDIDIKAN (ISLAM) MASA KINI

Diskriminasi Pembiayaan dalam Pengelolaan Pendidikan ( Analisis Kritis Terhadap Kebijakan Pemerintah )

Oleh: Abdur Rachim, S.Pd.I Pendahuluan Sekitar tahun 1970-an sampai 1980-an ada anekdot yang menyebutkan bahwa anggaran satu Perguruan Tinggi umum

seperti Universitas Indonesia, sama dengan anggaran untuk seluruh IAIN yang ada di Indonesia. Kenyataan seperti itu bukanlah anekdot semata tapi sebuah keniscayaan, tampaknya diskriminasi seperti itu. Pada awalnya para pakar dan pengamat pendiikan berpendapat bahwa, terjadinya diskriminasi seperti itu disebabkan oleh situasi politik yang tidak akomodatif terhadap umat Islam di masa orde baru, terutama di era 1970-an. Pemerintah yang berkuasa pada waktu itu memang restriktif terhadap Islam. memang ada

Keadaan ini berimplikasi terhadap keberadaan lembaga-lembaga pendidikan agama Islam, baik negeri maupun swasta. Oleh karena itu, ketika orang ramai-ramai memperbincangkan tentang alokasi anggaran pendidikan yang minim, di dalamnya terselip persoalan besar yang hingga hari ini belum terselesaikan juga, yaitu soal perimbngan keuangan

pendidikan agama dan pendidikan umum. Mengapa perimbangan keuangan pendidikan agama dan umum ini menjadi penting,

mengingat sudah sangat lama pendidikan agama diperlakukan sebagai institusi pun kelas dua dari pendidikan atas umum.Alokasi belas kasihan

anggarannya

disebut-sebut

hanya

pendidikan umum yang ditahbiskan oleh Negara sebagai lembaga kelas satu dengan berbagai keistimewaan yang menyertainya. Kondisi Perimbangan Keuangan Saat ini Konon anggaran pendidikan di dua lembaga itu besarnya satu berbanding dua setengah lebih ( 1:2,58). Padahal semua memaklumi bahwa sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama itu umumnya swasta, angka normative yang disebut sekitar 52 persen madrasah swasta dan 48 persen madrasah negeri. Sedangkan sekolah-sekolah di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional, 95 persen untuk negeri dan cuma 5 persen yang swasta. Memang diskriminasi anggaran antara pendidikan umum dan pendidikan agama merupakan cerita yang riil. Ini dapat di lihat dari indeks biaya pendidikan per siswa di Madrasah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan sekolah umum, meskipun sejak awal 1999/2000 sudah ada kenaikan secara bertahap. Pada tahun 1999/2000 biaya pendidikan per siswa Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN) Rp. 19.000,- sedangkan SD Negeri Rp. 100. 000,- (1:5,2) MTs

Negeri Rp. 33.000,- sedangkan SMP Negeri Rp. 46.000,- (1:1,4). Sedangkan Sekolah Menengah Umum Negeri Rp. 67.000,- (1;1,3) dan IAIN Rp. 50.000,- sedangkan Universitas Negeri Rp. 150.000,(1:3). . Perbedaan angka sangat timpang kalau di ukur dengan madrasah-madrasah swasta yang kehidupan sekolahnya jauh dari standar. Sebagai gambaran dari data Bappenas melalui Kepala Biro Agama dan Pendidikan Ir. Agus Raharjdjo, MSM, menyebutkan bahwa dari hasil laporan ADB (1998) dijelaskan , sejak 1995-1996 unit cost anggaran pemerintah untuk IAIN sebesar Rp. 800.000,per-anak pertahun, sedangkan untuk UI, UGM dan ITB sebesar Rp. 1.500.000,- sampai 2.000.000,- per-anak pertahun. Madrasah Aliyah Swastahanya sebesar 4000, per-anak pertahun sedangkan SMA sebesar 333.000,- per-anak pertahun. MTs Swasta sebesar 6000,per-anak pertahun, sedangkan SMPN sebesar Rp.245.000,-per-anak pertahun. MI Swasta hanya sebesar 4.000,- peranak pertahun, sedangkan untuk SDN sebesar Rp. 182.000,- per-anak pertahun. Melihat anggaran yang tertera dalam anggaran bidang pendidikan antara ilmu-ilmu umum dan agama sangatlah timpang. Angka-angka ini merupakan bentuk diskriminasi yang harus

seegera dihapuskan. Seperti yang kita ketahui bersama anak-anak

yang bersekolah dengan label madrasah, merupakan anak-anak dengan latar belakang orang tua yang berasal dari social ekonomi yang rendah. Semestinya anak-anak sekolah di madrasah yang berlatar belakang social ekonomi rendah itulah yang seharusnya yang

mendapatkan anggaran yang lebih besar dari anak-anak

bersekolah di sekolah umum dengan latar belakang social ekonomi yang relative mapan. Sebenarnya apa yang terjadi ini merupakan kekeliruan yang besar, terutama di tengah pemberlakuan program wajib belajar sembilan tahun secara sama dan bersamaan antara sekolah madrasah dengan sekolah umum. Pada titik tertentu hal ini bisa berakibat kepada kesenjangan pengetahuan antara anak-anak yang belajar di sekolah umum dengan anak yang sekolah di mdrasah. Hal ini disebabkan kurangnya anggaran pendidikan

tersebut, yang menyebabkan kurangnya sarana dan prasarana pendukung, misalnya; guru yang baik, perpustakan, laboratorium dan lain-lain. Jika hal ini dibiarkan, maka akan melebar dan membesar yang berakibat sebagian anak bangsa ini menjadi tidak siap ikut berpartisipasi dalm kompetisi global. Tanpa adanya diskriminasi dalam anggaran pendidikan, diharapkan madrasah mampu melahirkan output-output yang baik

dan berprestasi, serta mampu pula mengangkat anak-anak dari golongan tertinggal dan miskin untuk maju. Sehingga dengan demikian mutu dan kualitas madrasahpun akan bersaing secara sehat dengan kualitas sekolah umum. Untuk mengejar ketertinggalan ini Dr. Masykuri Abdi pernah mengajukan gagasan menarik tentang perlunya dibuat kebijakan nasional dengan yang sistim diskriminasi terbalik Sebuah sistim memberikan kesempatan subsidi

pendidikan

mencoba

anggaran pendidikan agama yang lebih besar umum dalam jangka waktu tertentu, antara

dari pendidikan satu sampai dua

dasawarsa. Setelah kondisinya cukup memadai, barulah dilakukan dengan kebijakan perimbangan keuangan anatara dua lembaga pendidikan tersebut secara sehat dan objektif. Diskriminasi terbalik ini dimaksudkan untuk membangun dulu pendidikan madrasah agar posisinya sama dengan pendidikan umum, barulah dilakukan keseimbangan pendidikan. Jadi yang perlu dilakukan sekarang adalah diskriminasi terbalik dulu

sekarang, baru keseimbangan keuangan belakangan.

MANAJEMEN PERBAIKAN MUTU PEMBELAJARAN Oleh: Asrohman, S.Pd.I I. Pendahuluan Istilah manajemen, secara etimologis berasal dari bahasa latin manus, yang berarti mengendalikan. Sedangkan dalam bahasa mengatur, Inggris disebut management memimpin, artinya mengelola, dan mengurus, mengemudikan

memperlakukan. (Ar. Adi Candra Pius Abdillah, 1995:223) Kata manus dipengaruhi oleh kata manage yang berasal dari bahasa Perancis kuno mesnage. Dalam bahasa latin dikatakan juga dengan istilah mansoinaticum, yang berarti pengelolaan rumah besar. Dipandang dari arti kata dewasa ini, manajemen berarti pengelolaan. Sedangkan menurut istilah manajemen adalah proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa manajemen adalah kegiatan menggerakan sekelompok orang dan mengerahkan segenap fasilitas untuk mencapai tujuan tertentu. (Depdikbud, 1995:623) Dalam hubungannya dengan pembelajaran adalah suatu pengaturan agar seluruh potensi pembelajaran berfungsi secara optimal dalam mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. II. Pembahasan A. Manajemen Perbaikan Mutu Pembelajaran. Dalam pembelajaran kegiatan guru sangat beraneka ragam, ada yang dilaksanakan di dalam kelas, dan ada yang

dilakukan di luar kelas, ada yang dilaksanakan secara berkelompok dan ada pula yang diselenggarakan secara individu. Oleh karena itu setiap guru dituntut untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, sehingga dalam hal ini guru harus mampu berperan sebagai planner, organisator, actuator dan controller suatu pengajaran (Umaid, 1999:3). Semua peran tersebut dalam pembelajaran tidak dapat dpisah-pisahkan, melainkan merupakan suatu tahapan yang terpadu. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang komplek yang memadukan sejumlah keterampilan untuk meyampaikan bahan pembelajaran. Keterpaduan berbagai keterampilan itu dilandasi oleh sejumlah teori dan diarahkan oleh wawasan keguruan, serta dipengaruhi oleh seluruh komponen pembelajaran. Mengajar juga merupakan kegiatan yang secara serentak mengadung unsur-unsur ilmu, teknologi, seni dan bahka pilihan nilai (Aripin Imron, 1995:122). Unsur ilmu dalam mengajar terletak pada kedudukan mengajar sebagai system, yang dilandasi teori-teori ilmuah berupa ilmu keguruan dan psikologi. Dari sisi teknologi, mengajar tampak sebagai prosedur kerja dengan mekanisme dan peringkat komponen pembelajaran yang telah dikemukakan di atas. Mengajar juga disebut sebagai seni, sebab dalam kenyataannya mengajar memerlukan pertimbangan naluri dan kehalusan budi guru, tidak semata-mata bertolak dari kumpulan teori dan rumusan yang kaku.

Supaya manajemen pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, maka seorang guru harus menguasai empat kompetensi seperti tersebut di atas. Dengan demikian yang menjadi indicator dari variable manajemen pembelajaran adalah fungsi-fungsi manajemen menurut George R. Terry yaitu planning, organizing, actuating dan controlling (Burhanudin, 1994:33), yaitu kemampuan merencanakan pembelajaran, kemampuan mengorganisasikan pembelajaran, kemampuan mengarahkan pembelajaran dan kemampuan mengotrol pembelajaran. B.Upaya Perbaikan Mutu Pembelajaran Tyson dan Caroll sebagaimana yang dikutif oleh pembelajaran Muhibbin Syah (2003) mendefinisikan bahwa

adalah a way working with to students a prosess of interaction the teachear do something student ; the student do something in return hubungan timbal balik Kemudian mengatur (sebuah cara atau sebuah proses antara siswa dan guru yang sama(1986) berpendapat bahwa dan

sama aktif melakukan kegiatan) Nasution lingkungan pembelajaran adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau sebaik-baiknya menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses

belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya dalam lingkungan kelas, tetapi juga meliputi guru, alt peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Sehubungan dengan ini, maka apabila interaksi antarpersonal (guru dan siswa) di dalam kelas terjadi dengan

baik, maka kegiatan belajar akan terjadi. Sebaliknya, jika interaksi antara guru dan siswa buruk, maka kegiatan belajar siswapun tidak akan sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. Mengacu dari berbagai definisi pembelajaran membagi konsep pembelajaran di atas, maka Biggs seperti yang di kutip oleh Muhibbin Syah (2003) dalam tiga macam, yaitu ; pertama pengertian kuantitatif (yang menyangkut jumlah pengetahuan yang diajarkan), kedua pengertian institusional (yang menyangkut kelembagaan/sekolah), ketiga pengertian kualitatif (yang menyangkut mutu hasil yang ideal). Dalam pengertian kuantitatif, mengajar berarti the tranmision of knowledge, yakni pemindahan pengetahuan. Dalam pengertian institusional pembelajaran berarti .the effecient orchestration of teaching skill, yaitu penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Selanjutnya dalam pengertian kualitatif, mengajar berarti belajar siswa. Mengingat tuntutan psikologis dan sosiologis, sudah selayaknya pengertian ini diartikan secara refresentatif dan konprehensif, dalam arti menyentuh segenap asfek sikologis siswa. Untuk terutama memperbaiki dengan mutu pembelajaran, model atau maka pembelajaran perlu direncanakan secara sistimatis, dan menggunakan pola-pola pembelajaran. Pola pembelajaran ini menurut Muhaimin (2001: 156) adalah suatu model yang menggambarkan the facilitation of learning, yakni upaya membantu memudahkan kegiatan

kedudukan serta peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran Dalam pengembangan pembelajaran ada beberapa model disain pembelajaran yang telah dikembangkan seperti model Jerrold. E Kemp (1985), model Walter dick and carey (1985) dan model I Nyoman Sudana Degeng (1989). Kemp (1985) mengemukakan beberapa alasan pentingnya desain pembelajaran, antara lain (1) tingkat hasil belajar atau keterampilan yang diperoleh peserta didik jauh dari harapan, (2) biaya program pembelajaran yang terlalu tinggi, (3) alokasi waktu yang dibutuhkn untuk program pembelajaran lebih lama daripada yang dikehendaki, (4) adanya keinginanuntuk mengubah metode pembelajaran yang konvensional ke metode belajar yang lebih mandiri dan sesuai dengan tingkat kecepatan individu, (5) peserta didik merasa kurang puas terhadap program pembelajaran, (6) masukn dari hasil penelitian dan rekomendasi para pakar, dan laporan dari pengalaman penyelenggaraan program yang menghendaki perubahan, (7) masih banyak isi program pembelajaran kerja yang perlu di tambah atau direvisi, (8) persyaratan kemampuan atau keterampilan di lapangan

yang sudah berubah, dan (9) penyesuaian program pengembangan pembelajaran apabila

pembelajaran dengan tuntutan kebutuhan administrasi Desain menggunakan model Kemp berpijak pada empat unsure dasar perencanaan pembelajaran yang merupakan wujud jawaban atas pertanyan : (1) untuk sipa program itu dirancang ? peserta didik, (2) kemampuan apa yang iongin anada

pelajari

tujuan,

(3)

bagaimana

isi

pelajaran

atau

keterampilan dapat dipelajari ? metode, dn (4) bagaimana anda menentukan tingkat penguasaan pelajaran yang sudah tercapai ? evaluasi. Keempat unsure dasar (peserta didik, tujuan, metode dan evaluasi) Selanjutnya tersebut merupakan yang komponen acuan yang dalam setiap sistim. perancangan pembelajaran beberapa menggunakan

mempengaruhi

pembelajaran di tambahkan untuk memformulasikan langkahlangkah model disain pembelajaran. Model pembelajaran lainnya yang dapat digunakan untuk memperbaiki mutu pembelajaran adalah model I Nyoman Sudana Degeng. Model Degeng dilkembangkan dengan berpijak pada variable-variabel yang mempengaruhi pembelajaran, yaitu kondisi pembelajaran , metode pembelajaran, dan hasil pembelajaran. Keterkaitan antar komponen dalam sistim pembelajaran diformulasikan dalam lngkah-langkah tersebut adalah : 1. Analisis tujuan dan karakteristik bidang studi. 2. analisis sumber belajar (kendala) 3. analisis karakteristik pelajar 4. menetapkan tujuan belajar dan isi pembelajaran 5. menetpkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran 6. menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran 7. menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan 8. mengadakan pengembngn prosedur pengukuran hasil pembelajaran. desain pembelajaran. Langkah-langkah

Kedelapan langkah tersebut strategi pembelajaran, model dan

dapat dikelompokkan prosedur tergantung

menjadi tiga, yaitu analisis pembelajaran, pengembangan pengembangan sangat pengukuran hasil pembelajaran. Penerapan pembelajaran dengan situasi sekolah dan tujuan yang akan dicapai, oleh sebab itu suatu model tidak mutlak baik untuk segala kondisi dan keadaan sekolah. Untuk itu guru harus dapat memadukan atau mengkombinasikan model pembelajaran tersebut.

II. Rangkuman . students Pembelajaran adalah a way working with to a prosess of interaction the teachear do

something student ; the student do something in return (sebuah cara atau sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan) Dalam pembelajaran kegiatan guru sangat beraneka ragam, ada yang dilaksanakan di dalam kelas, dan ada yang dilakukan di luar kelas, ada yang dilaksanakan secara berkelompok dan ada pula yang diselenggarakan secara individu. Untuk terutama memperbaiki mutu pembelajaran, model atau maka pembelajaran perlu direncanakan secara sistimatis, dan dengan menggunakan pola-pola pembelajaran.

Dalam

pengembangan

pembelajaran

ada

beberapa

model disain pembelajaran yang telah dikembangkan seperti model Jerrold. E Kemp (1985), model Walter dick and carey (1985) dan model I Nyoman Sudana Degeng (1989). Penerapan model pembelajaran sangat tergantung dengan situasi sekolah dan tujuan yang akan dicapai, oleh sebab itu suatu model tidak mutlak baik untuk segala kondisi dan keadaan sekolah. Untuk itu guru harus dapat memadukan atau mengkombinasikan model pembelajaran tersebut.

You might also like