You are on page 1of 21

PEMBAHASAN

A. FISIOLOGI ELIMINASI URINE


Eliminasi urine tergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urine ureter mentransport urine dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan untuk berkemih. Urine keluar dari tubuh melalui uretra. Semua organ system perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil di keluarkan dengan baik.

1. Ginjal Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebral posterior terdapat peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentuk dari vertebra torakalis ke duabelas sampai vertebra lumbalis ketiga. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai 2cm dari ginjal kanan, karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berurutan 12cm kali 7cm dan memiliki berat 120-150gram, setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kelilingi lapisan lemak Produk buangan /limbah dari hasil metabolisme yang terkumpul dalam darah di filtrasi di ginjal. Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis (ginjal) yang merupakan percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum. Sekitar 2025% curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal membentuk urine. Nefron tersusun atas glomerulus capsula bowman dan tubulus kontraktus proksimal, ansehenle, tubulus distal, dan duktus pengumpul. Darah masuk ke nefron melalui arteriola averent. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler Glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan tempat awal pembentukan urine. Kapiler glomerulus memiliki pori-pori sehingga dapat memfiltrasi air dan substansi, seperti glukosa, asam amino, urea, kreatinin, dan elektrolitelektrolit utama kedalam kapsul bowman. Dalam kondisi normal, protein yang berukuran besar dan sel-sel darah tidak di filtrasi melalui glomerulus. Apabila di dalam urine terdapat protein
1

yang berukuran besar (proteinuria) , Maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada glomerulus. Glomerulus memfiltrasi sekitar 125ml filtrate per menit. Tidak semua filtrate di glomerulus di ekskresi sebagai urine. Setelah filtrate meninggalkan glomerulus, filtrate masuk ke system tubulus dan duktus pengumpul, yang merupakan tempat air dan substansi, seperti glukosa, asam amino, asam urat, dan ion-ion natrium serta kalium direabsorbsi kembali kedalam secara selektif. Ginjal juga menghasilkan beberapa hormon penting untuk memproduksi sel darah merah (SDM), mempertahankan volume normal SDM, pengaturan tekanan darah, dan mineralisasi tulang. Produksi beberapa hormon dari ginjal antara lain: Eritropoietin Renin Eritropoietin adalah sebuah hormone yang terutama di lepaskan dari sel-sel glomerulus khusus, yang dapat merasakan adanya penurunan oksigenasi sel darah merah (hipoksia local). Fungsi eritropoietin juga memperpanjang umur hidup SDM yang telah matang. Rennin adalah hormon lain yang di produksi oleh ginjal. Fungsi utama hormone ini adalah untuk mengatur aliran darah pada waktu terjadinya iskemia ginjal ( penurunan suplai darah). Rennin di sintesis dan di lepaskan dari sel jukstaglomerulus, yang berada di apparatus jukstaglomerulus. Fungsi rennin adalah sebagai enzim yang mengubah angiotensinogen (suatu substansi yang di sentesis oleh hati) menjadi Angiostensin I. Angiostensin I dirubah menjadi Angiostensin II dan Angiostensin III pada saat bersirkulasi di paru-paru dan memiliki efek masing-masing. Efek gabungan dari mekanisme ini adalah peningkatan tekanan darah arteri dan aliran darah ginjal (McCance dan Huether, 1994). Ginjal juga berperan penting dalam pengaturan kalsium dan pospat. Ginjal bertanggung jawab dalam memproduksi substansi yang mengubah vitamin D menjadi vitamin D dalam bentuk aktif.

2. Ureter Urine meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan mentranspor urine ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan berdiameter 1,25cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitorium untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggung (pelvis) pada
2

sambungan ureterovesikalis. Urine yang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril. Dinding ureter terbentuk dari 3 lapisan jaringan. Lapisan bagian dalam merupakan membrane mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah terdiri dari substansi otot polos yang mentransport urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang di stimulasi oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan luar ureter adalah jaringan penyambung mukosa yang menyokong ureter. Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung kemih dalam bentuk semburan, dan bukan dalam bentuk aliran yang tetap. Ureter masuk ke dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. pengaturan ini dalam kondisi normal dalam kondisi normal refluks urine dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi (proses berkemih) adanya obstruksi di dalam salah satu ureter, seperti batu ginjal (kalkulus renalis) menimbulkan gerakan peristaltis yang kuat yang mencoba mendorong obstruksi ke dalam kandung kemih. Gerakan peristaltis yang kuat ini menimbulkan nyeri yang sering disebut sebagai kolik ginjal.

3. Kandung kemih Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan merupakan ekskresi. Pada pria kandung kemih terletak pada rectum bagian posterior dan wanita kandung kemih terletak pada dinding anterior uterus dan vagina. Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi urine. Kandung kemih dapat menampung sekitar 600ml urine walaupun pengeluaran urine normal sekitar 300ml. Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang sampai keatas simpisis pubis. Trigonum (suatu daerah segitiga yang halus pada permukaan bagian dalam kandung kemih) merupakan dasar kandung kemih. Dinding kandung kemih memiliki 4 lapisan: lapisan mukosa di dalam, sebuah lapisan submukosa pada jaringan penyambung, sebuah lapisan otot dan lapisan serosa di bagian luar. Sfingter uretra interna, yang tersusun atas kumpulan otot yang berbentuk seperti cincin, berada pada dasar kandung kemih tempat sfingter tersebut bergabung dengan uretra. Sfingter mencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada di bawah control volunter (kontrol otot yang di sadari).

4.

Uretra Urine keluar dari kandung kemih melalui uretra keluar dari tubuh melalui meatus

uretra. Dalam kondisi normal aliran urine yang mengalami turbulansi membuat urine bebas dari bakteri. uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai 6,5cm. Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor redisposisi untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari daerah perineum. Uretra pada pria yang merupakan saliran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi, memiliki panjang 20cm. Uretra pada pria ini memiliki 3 bagian yaitu: uretra prostatic, uretra membranose, dan uretra penil/uretra prostatic. Pada wanita, meatus urinarius (lubang) terletak diantara labia minora, di atas vagina dan di bawah klitoris. Pada pria, meatus terletak pada ujung distal penis.

5. Cara Kerja Perkemihan Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih meliputi korteks serebral, thalamus, hipotalamus, dan batang otak. Secara bersama-sama, struktur otak ini menekan kontraksi otot dektrusol kandung kemih sampai individu ingin berkemih/ buang air. Dua pusat di pons yang mengatur mikturisi / berkemih, yaitu : pusat M mengaktifkan refleks otot dektrusol dan pusat L mengkoordinasikan tonus otot pada dasar panggul. Pada saat berkemih, respon yang terjadi kontraksi kantong kemih relaksasi otot pada dasar panggul yang koordinasi. Dalam kondisi normal dapat menampung 600ml urine namun, keinginan untuk berkemih dapat di rasakan pada saat kandung kemih terisi urine dalam jumblah yang kecil (150-200ml pada orang dewasa dan 50-200ml pada anak kecil). Implus syaraf parasimpatis dari pusat mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi, secara teratur sfingter uretra interna juga berelaksasi sehingga urine dapat masuk ke dalam uretra, walaupun berkemih belum terjadi. Apabila individu memilih untuk tidak berkemih, sfingter urinarius eksterna dalam keadaan berkontraksi dan refleks mikturisi di hambat. Namun pada saat individu memilih untuk berkemih sfingter eksterna berelaksasi, refleks mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi sehingga terjadilah pengosongan kandung kemih yang efisien. Apabila keinginan untuk berkemih di abaikan berulang kali, daya tampung kandung kemih dapat menjadi maksimal dan

menimbulkan tekanan pada sfingter sehingga dapat membuat control volunteer tidak mungkin lagi di lanjutkan. Kerusakan pada medulla spinalis di atas daerah sakralis menyebabkan hilangnya control volunter berkemih, tetapi jalur refleks berkemih dapat tetap utuh sehingga memungkinkan terjadinya berkemih secara refleks. Kondisi ini disebut refleks kandung kemih.

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI URINASI Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien untuk berkemih. Beberapa perubahan dapat bersifat akut dan kembali pulih atau reversible (misalnya, infeksi saluran kemih) sementara perubahan yang lain dapat bersifat kronis dan tidak dapat kembali pulih atau ireversibel (misalnya terbentuknya gangguan fungsi ginjal secara progresif dan lambat). Proses penyakit yang terutama mempengaruhi fungsi ginjal (menyebabkan perubahan pada volume pada kualitas urine) pada awalnya secara umum di katagorikan sebagai prarenalis, renalis, atau pascarenalis. Perubahan prerenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan aliran darah yang bersirkulasi ke dan melalui ginjal yang menyebabkan selanjutnya akan menyebabkan penurunan perfusi ke jaringan ginjal. Dengan kata lain, perubahan tersebut terjadi di luar system perkemihan penurunan perfusi ginjal menyebabkan oliguria(berkurangnya kemampuan untuk membentuk urine) atau yang lebih jarang terjadi, anuria (ketidak mampuan untuk memproduksi urine). Perubahan renalis di sebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan cedera langsung pada glomerulus atau tubulus renalis sehingga mengganggu fungsi normal filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi pada glomerulus atau tubulus renalis tersebut. Perubahan pascarenalis terjadi akibat adanya obstruksi pada system pengumpul urine di setiap tempat kaliks ginjal (struktur drainase yang berada di dalam ginjal, tetapi berada di dalam system urinarius). Urine di bentuk oleh system perkemihan, tetapi tidak dapat di eliminasi oleh cara-cara yang normal. Selain perubahan karena penyakit, faktor-faktor lain juga harus di pertimbangkan jika klien mengalami gejala-gejala yang terkait dengan eliminasi urine. Masalah yang berhubungan dengan kerja perkemihan dapat merupakan akibat dari adanya masalah pada fisik, fungsi, dan kognitif sehingga menyebabkan inkontinesia, retensi, dan infeksi. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih :

1. Pertumbuhan dan perkembangan Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif. Dengan demikian urine mereka nampak lebih berwarna kuning jernih atau bening. Bayi dan anakanak mengekresi urine dalam jumlah yang besar di bandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Misalnya anak yang berusia 6 bulan dengan berat badan 6 sampai 8 kg mengekresi 400 sampai 500 ml urine setiap hari. Berat badan anak sekitar 10% dari berat badan orang dewasa tetapi mengsekresi 33% urine lebih banyak dari pada urine yang di sekresikan orang dewasa. Orang dewasa dalam kondisi normal mengekskresikan 1500 sampai 1600ml urine setiap hari. Ginjal memekatkan urine, mengeluarkan urine normal yang berwarna kekuningan. Individu dalam kondisi normal tidak bangun untuk berkemih selama ia tidur karena aliran darah ginjal menurun selama istirahat dan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine juga menurun. Proses penuaan mengganggu mikturisi. Masalah mobilitasi kadangkala membuat lansia sulit mencapai kamar mandi tepat pada waktunya. Lansia mungkin terlau lemah untuk bangkit dari tempat duduk toilet tanpa di bantu. Penyakit nourologis kronis, seperti Parkinson atau cedera serebrovaskular (stroke) menggangu sensasi keseimbangan dan membuat seorang pria sulit berdiri saat berkemih atau membuat seorang wanita sulit untuk berjalan ke kamar mandi. Apabila seorang lansia kehilangan control dalam proses berfikir maka kemampuannya untuk mengontrol mikturisi tidak dapat diprediksikan. Lansia mungkin akan kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa kandungan kemihnya penuh atau tidak mampu mengingat kembali prosedur untuk buang air.

2. Faktor sosiolkultural Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Masyarakat amerika utara mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan suatu yang pribadi semantara beberapa budaya eropa menerima fasilitas toilet yang di gunakan secara bersama-sama. Peraturan social (misalnya, saat istirahat sekolah) mempengaruhi waktu berkemih. Penyediaan pipa

di dalam rumah mungkin jarang tersedia di daerah permukiman miskin seperti Appalachia, bagian dalam maine, serta komunitas terpencil lain di pegunungan.

3. Faktor pisikologis Ansietas dan strees emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekwensi berkemih meningkat.seorang individu yang cemas dapat merasakan suatu keinginan untuk berkemih, bahkan setelah buang air beberapa menit sebelumnya. Ansietas juga dapat membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot perineum menjadi sulit. Apabila sfingter uretra eksterna tidak berelaksasi secara total, buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urine di dalam kandung kemih. Usaha untuk buang air kecil di kamar mandi umum, untuk sementara dapat membuat individu kesulitan berkemih.

4.

Kebiasaan peribadi Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi (misalnya membaca)untuk rileks

5. Tonus otot Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan control sfinger uretra eksterna. Control mikturisi yang buruk dapat di akibatkan oleh otot yang di pakai dan merupakan akibat dari lemahnya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan, atrofi otot setelah menopause, kerusakan otot akibat trauma

6. Status Volume Ginjal mempertahankan keseimbangan sensitif antara retensi dan ekskresi cairan. Apabila cairan dan kosentrasi elektrolit serta solut berada dalam keseimbangan, peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan volume filtrat glomerulus dan ekskresi urine.

Menelan cairan tertentu secara langsung mempengaruhi produksi dan ekskresi urine. Alkohol menghambat pelepasan hormon antidiuretik (ADH) sehingga

pembentukkan urine akan meningkat. Diuresis (peningkatan asupan kopi, teh, cokelat, dan minum kola yang mengandung kafein. Makanan yang banyak mengandung cairan, seperti buah dan sayur mayur juga dapat meningkatkan produksi urine. 7. Kondisi penyakit Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih. Adanya luka pada syaraf perifer yang menuju ke kandung kemih menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya, diabetes mellitus dan sklerosis mulipel menyebabkan kondisi nouropatik yang mengubah fungsi kandung kemih.penyakit yang memperlambat atau menghambat aktivitas fisik mengganggu kemampuan berkemih.

8. Prosedur bedah Strees pembedahan pada awalnya memicu sindome adaptasi umum kelenjar hipofisis posterior melepas sejumblah ADH yang meningkat, yang meningkatkan reabsorpsi air dan mempengaruhi haluaran urine. Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum menjalani pembedahan yang di akibatkan oleh proses penyakit atau puasa praoprasi, yang memperburuk berkurangnya haluaran urine. Respon strees juga meningkatkan kadar aldosteron, menyebabkan berkurangnya haluran urine dalam upaya mempertahankan volume sirkulasi cairan. Pembedahan struktur pangul dan abdomen bagian bawah dapat merusakkan urinasi akibat trauma lokal pada jaringan sekitar. Edema dan inflamasi yang terkait dengan penyembuhan dapat menghambat aliran urine dari ginjal ke kandung kemih atau dari kandung kemih atau uretra, mengganggu relaksasi otot panggul dan sfingter atau menyebabkan ketidaknyamanan selama berkemih. Setelah kembali dari pembedahan yang melibatkan ureter, kandung kemih, dan uretra, klien secara rutin menggunakan kateter urine.

9. Obat-obatan

Diuretic mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan haluaran urine. Retensi urine dapat di sebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (misalnya, atropine), antihistamin (misalnya, Sudafed), antihipertensi (misalnya, aldoment), dan obat penyekat beta-adrenergik (misalnya inderal). Beberapa obat mengubah warna urine. Klien yang fungsi ginjalnya mengalami perubahan memerlukan penyesuaian pada dosis obat yang disekresi oleh ginjal. 10. Pemeriksaan diagnosik Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Prosedur seperti suatu tindakan pielogram intravena atau urogram, tidak memperbolehkan klien mengkonsumsi cairan per oral sebelum tes di lakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine. Pemeriksaan diagnosik (misalnya, sistoskopi). Yang melibatkan visualisasi langsung struktur kemih dapat menyebabkan timbulnya edema local pada jalan keluar uretra dan spasme pada sfingter kandungan kemih. Klien sering mengalami retensi urine setelah menjalani prosedur ini dan dapat mengeluarkan urine berwarna merah atau merah muda karena perdarahan akibat trauma pada mukosa kandung kemih.

C. PERUBAHAN DALAM ELIMINASI URINE Klien yang memiliki masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktifitas berkemihnya gangguan ini di akibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan sementara atau permanen dalam jalur normal ekskresi urine, klien yang menjalani diversi urine memiliki masalah khusus karena urine keluar melalui stomata.

1.

Retensi Urine Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung kemih akibat

ketidak mampuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus berkumpul di kandung kemih meregangkan dindingnya sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah, dan terjadi diaphoresis(berkeringat)
9

Pada kondisi normal, produksi urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan mencegah aktivasi reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level tertentu. Tanda-tanda utama retensi akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat distensi kandung kemih. Klien yang berada di bawah pengaruh anastesi/ analgesik mungkin hanya merasakan adanya tekanan, tetapi klien yang sadar akan merasakan nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampau kapasitas normalnya. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih dapat menahan 2000-3000 ml urine, etens terjadi akibat kontrusksi uretra, trauma bedah, perubahan stimulasi sensorik, dan motorik kandung kemih, efek samping obat dan ansietas.

2.

Infeksi Saluran Kemih Bawah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi di dapat di rumah sakit yang paling

sering terjadi di amerika serikat. Infeksi ini bertanggung jawab untuk lebih dari kunjungan dokter per tahun (jhonson,1991). Bakteri dalam urine (bakteriuria) dapat memicu penyebaran organisme ke dalam aliran darah dan ginjal Penyebab yang paling sering infeksi ini adalah di masukkannya suatu alat ke dalam saluran perkemihan misalnya pemasukan kateter melalui uretra akan menyediakan rute langsung masuknya mikroorganisme. Pada orang dewasa suatu kateterisasi yang di pasang sebentar membawa masuk kesempatan infeksi sebesar 1%, sementara prosedur yang sama memiliki resiko infeksi 20% pada lansia (yoshikawa,1993). Setiap gangguan yang menghalangi aliran bebas urine dapat menyebabkan infeksi. Sebuah kateter yang diklem, tertekuk atau terhambat dan setiap kondisi yang menyebabkan retensi urine dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada kandung kemih. Klien yang mengalami ISK bagian bawah mengalami nyeri atau terbakar selama berkemih (disuria) ketika urine mengalir malalui jaringan yang meradang. Demam, menggigil, mual dan muntah, serta kelemahan terjadi ketika infeksi memburuk. Kandung kemih yang teriritasi menyebabkan timbulnya sensasi ingin berkemih yang mendesak dan sering. Iritasi pada kandung kemih dan mukosa uretra menyebabkan darah bercampur dalam urine (hematuria).
10

3.

Inkontinesia Urine Inkontinesia urine adalah kehilangan control berkemih . Inkontinesia dapat

bersifat smentara atau menetap klien tidak lagi mengontrol sfingter uretra eksterna. Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit-sedikit. Lima tipe inkontinesia: inkontensia fungsional, inkonensia refleks (overflow), inkontinesia strees, inkontinesia total. Inkontinensia tidak harus selalu dikaitkan dengan lansia. Inkontinensia dapat dialami setiap individu pada usia berapapun, walaupun kondisi ini lebih umum dialami oleh lansia. Lansia mungkin mengalami masalah khusus dengan inkontinensia akibat keterbatasan fisik dan lingkungan tempat tinggalnya. Inkotinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit. Sifat urine yang asam mengiritasi kulitnya. Klien yang tidak dapat melakukan mobilisasi dan sering mengalami inkotinensia, terutama berisiko terkena luka dekubitus.

D. PROSES KEPERAWATAN MASALAH URINARIUS

1. PENGKAJIAN Untuk mengidentifikasi masalah eliminasi urin dan mengumpulkan data guna menyusun suatu rencana keperawatan, perawat melakukan pengkajian riwayat

keperawatan, melakukan pengkajian fisik, mengkaji urin klien, dan meninjau kembali informasi yang telah diperoleh dari tes dan pemeriksaan diagnostic. Riwayat Keperawatan Riwayat keperawatan mencakup tinjauan ulang pola eliminasi dan gejala-gejala perubahan urinarius, serta mengkaji factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan klien untuk berkemih secara normal. 1. Pola perkemihan

11

Perawat menyatakan pada klien mengenai pola berkemih hariannya termasuk frekuensi dan waktunya, volume normal urin yang dikeluarkan setiap kali berkemih, dan adanya perubahan yang terjadi baru-baru ini. Frekuensi berkemih bervariasi pada setiap individu dan sesuai dengan asupan serta jenis-jenis haluaran cairan dari jalur yang lain. Waktu berkemih yang umum ialah saat bangun tidur, setelah makan, dan sebelum tidur. Rata-rata orang berkemih sebanyak 5kali atau lebih dalam 1 hari. Klien yang sering berkemih pada malam hari kemungkinan mengalami penyakit ginjal atau pembesaran prostat. Informasi tentang pola berkemih merupakan dasar yang tidak dapat dipungkiri untuk membuat suatu perbandingan.

2. Gejala perubahan perkemihan Gejala tententu yang khusus terkait dengan perubahan perkemihan dapat timbul dalam lebih dari 1 jenis gangguan. Selama pengkajian perawat menanyakan klien tentang gejala-gejala pasien. Perawat juga mengkaji pengetahuan klien mengenai kondisi atau factor-faktor yang mempresipitasi atau memperburuk gejala tersebut.

3. Faktor yang mempengaruhi berkemih Perawat merangkum factor-faktor dalam riwayat klien, yang dalam kondisi normal mempengaruhi perkemihannya. Seperti usia, factor-faktor lingkungan dan riwayat pengobatan. Pengkajian pada lansia perlu dilakukan dengan teliti. Perubahan normal dalam proses penuaan memprediposisikan timbulnya masalah eliminasi pada lansia. Nama, jumlah, dan frekuensi obat-obatan yang resepkan harus dicatat. Klien mungkin membutuhkan sebuah tempat duduk, toilet yang tinggi, tempat pegangan tangan, atau wadah berkemih yang portable (mudah dibawa). Apabila klien menjalani diversi urinarius, perawat menentukan rasional dilakukannya tindakan, tipe diversi dan metode yang biasa digunakan untuk penatalaksanaannya (tipe pemasangan kantung, tipe barier kulit atau plester yang digunakan, metode yang digunakan untuk mengurangi iritasi kulit, frekuensi penggantian peralatan dan tipe system drainase pada malam hari). Kebiasaan pribadi juga dapat mempengaruhi perkemihan. Apabila klien dirawat dirumah sakit perawat mengkaji sejauh mana kebiasaan pribadi klien berubah. Privasi sering sulit dicapai di tempat perawatan kesehatan terutama jika pasien menggunakan pispot.
12

Klien yang sedang dalam masa pemulihan setelah menjalani pembedahan mayor atau menderita penyakit kritis atau suatu ketidakmampuan, sering harus dipasang kateter untuk proses pengeluaran urin sehingga uri yang keluar dapat diukur. Penggunaan kateter pada pasien beresiko pasien tersebut terkena infeksi.

Pengkajian Fisik Pengkajian fisik memungkinkan perawat memperoleh data untuk menentukan keberadaan dan tingkat keparahan masalah eliminasi urine. Organ utama yang ditinjau kembali meliputi kulit, ginjal, kandung kemih, dan uretra. 1. Kulit Perawat mengkaji kondisi kulit klien. Masalah eliminasi urine sering dikaitkan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan mengkaji turgor kulit dan mukosa mulut.

2. Ginjal Apabila ginjal terinpeksi atau mengalami peradangan, biasanya akan timbul nyeri di daerah pinggul. Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada awal penyakit pada saat memperkusi sudut kostebrata (sudut yang dibentuk oleh tulang belakang dan tulang rusuk ke dua belas). Peradangan ginjal menimbulkan nyeri selama perkusi dilakukan. Auskultasi juga dilakukan untuk mendeteksi adanya bunyi bruit di arteri ginjal (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran darah yang melalui arteri yang sempit). Perawat yang memiliki ketrampilan tinggi belajar mempalpasi ginjal selama proses pemeriksaan abdomen. Posisi, bentuk, dan ukuran ginjal dapat mengungkapkan adanya masalah seperti tumor.

3. Kandung Kemih Pada orang dewasa, kandung kemih terletak di bawah simfisis pubis dan tidak dapat diperiksa oleh perawat. Saat kandung kemih berdistensi, kandung kemih terangkat sampai ke atas simfisis pubis pada garis tengah abdomen dan dapat membentang sampai
13

tepat di awah umbilicus. Pada inspeksi, perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau lekukan konveks pada abdomen bagian bawah. Perawat dengan perlahan mempalpasi abdomen bagian bawah. Kandung kemih dalam keadaan normal teraba lunak dan bundar. Saat perawat memberi tekanan ringan pada kandung kemih, klien mungkin akan merasakan suatu nyeri tekan atau bahkan sakit. Walaupun kandung kemih tidak terlihat, palpasi dapat menyebabkan klien merasa ingin berkemih. Perkusi pada kandung kemih yang penuh menumbulkan bunyi perkusi tumpul.

4. Meatus Uretra Perawat mengkaji meatus urinarius untuk melihat adanya rahas, pandangan, dan luka. Pengkajian ini mendeteksi adaya infeksi dan kelainan lain. Untuk memeriksa genitalia wanita, posisi dorsal rekumben memungkinkan genitalia terlihat secara menyeluruh. Saat mengenakan sarung tangan, perawat meretraksi lipatn labia untuk melihat meatus uretra. Dalam kondisi noral, meatus berwarna merah muda dan tampak sebagai lubang kecil di bawah klitoris dan di atas orifisium vagina. Dalam kondisi normal, tidak ada rabas yang keluar dari meatus. Apabila ada rabas, specimen rabas uretra tersebut harus diambil sebelum klien kemih. Wanita yang megidap infeksi, rentan terhadap ISK karena rabas vagina dapat bergerak dengan mudah sampai ke meatus atas. Wanita lansia umumnya menderita vaginitis akibat defisiensi hormone. Perawat menginspeksi orifisium vagina dengan cermat dan mendeskripsikan adanya rabas. Infeksi juga dapat diindikasikan oleh adanya kemerahan dan peradangan pada mukosa vagina. Meatus uretra pria dalam kondisi normal merupakan suatu lubang kecil di ujung penis. Perawat menginspeksi meatus untuk melihat adanya rabas, inflamasi, dan luka. Kemungkinan diperlukan upaya untuk meretraksi kulit khatan pada pris yang sudah disirkumsisi untuk melihat meatus. Pengkajian Urine Pengkajian urine dilakukan dengan mengukur asupan cairan dan haluaran urine serta mengobservasi karakteristik urine klien

14

1. Asupan dan Haluaran Perawat mengkaji asupan cairan rata-rata klien setiap hari. Apabila dibutuhkan pengukuran asupan cairan yang akurat pada klien yang berada di rumah, perawat dapat menanyakan klien untuk menunjukkan gelas atau cangkir minum yang digunakannya sehingga asupan cairannya dapat diukur Perawat mengukur asupan cairan klien di tempat pelayanan kesehatan, baik jika dokter memprogramkan pengukuran I & O tersebut maupun jika penilaian perawat memerlukan suatu pengukuran yang lebih tepat. Perawat mengukur semua sumber asupan cairan, termasuk asupan oral, infuse cairan IV, makanan yang diberikan melalui selang, dan cairan yang dimasukkan kedalam selang nasogastrik atau selang gaster. Perawat harus melakukan pengukuran asupan cairan karena klien sering kesulitan untuk mengukur secara terus-menerus (poliuria), yakni lebih dari 2000 sampai 2500 ml perhar, hal ini harus dilaporkan kepada dokter.

2. Karakteristik urine Perawat menginspeksi warna, kejernihan, dan bau urine. Warna urine normal bervariasi dari warna pucat, agak kekuningan sampai kuning-coklat (seperti warna madu), tergantung pada kepekatan urine. Urine biasanya lebih pekat pada pagi hari atau pada klien yang menderita kekurangan volume cairan. Apabila seseorang minum cairan lebih banyak, urine menjadi lebih encer. Perdarahan dari ginjal atau ureter menyebabkan warna urine menjadi merah gelap, perdarahan dari kandung kemih atau uretra menyebabkan warna urine menjadi merah terang. Berbagai obat-obatan juga mengubah warna urine. Mengkonsumsi bibit buah rlubarb atau balckbarryes dapat menyebabkan warna urine menjadi merah pewarnaa khusus yang digunakan dlam pemeriksaan diagnostik intravena pada akhirnya akan mengubah warna urin. Uri yang berwarna kuning kecoklatan gelap dapat disebbkan oleh tingginya konsentrasi bilirubin akibat disfungsi hati. Urin yang megandung bilirubin juga dapat dideteksi dengan terlihatnya busa kuning pada specimen urin dikocok.

Kejernihan. Urin yang normal tampak transparan saat dikeluarkan. Warna urin yang ditampung dalam satu wadah selama beberapa menit akan menjadi keruh. Urin yang
15

baru dikeluarkan olehklien yang menderita penyakit ginjal dapat tampak keruh atau berbusa akibat tingginya konsentrasi protein

Bau. Urin memiliki bau yang khas, semakin pekat warna urin maka baunya semakn kuat. Urin yang dibiarkan dalam jangka waktu lama akan mengeluarkan bau ammonia. Hal ini umum terjadi pada px yang secara berulang-ulang mengalami

inkontinensia urin. Bau buah-buahan atau bau yang manis timbul akibat aseton atau asam asetoasetik, akibat produk metabolism lemak yang tidak kompleks.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Pengkajian fungsi eliminasi urin klien yang dilakukan terus-menerus yang memungkinkan perawat membuat diagnosa keperawatan yang relevan dan akurat. Diagnosis keperawatan dapat berfokus pada perubahan eliminasi urin atau masalahmasalah terkait, seperti kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan inkontinensia urin. Identifikasi karakteristik penentu mengarahkan perawat dalam memilih diagnosis yang tepat.

3. PERENCANAAN Dalam mengembangkan suatu rencana keperawatan, perawat menetapkan tujuan dan hasil akhir yang diharapkan untuk setiap diagnosis. Dalam proses keperawatan penting untuk mempertimbangkan lingkungan rumah klien dan eliminasi rutiinya yang normal saat merencanakan terapi untuk klien. Merencanakan asuhan keperawatan juga melibatkan sesuatu pemahaman tentang kebutuhan klien untuk mengontrol fungsi tubuhnya. Perubahan eliminasi urine dapat menjadi sesuatu yang memalukan, membuat tidak nyaman, dan sering membuat klien frustasi. Perawat dan klien berkerja sama untuk menetapkan langkah guna mempertahankan keterlibatan klien dalam asuhan keperawatan dan untuk

mempertahankan eliminasi urine yang normal. Tujuan asuhan keperawatan untuk klien meliputi hal-hal di bawah ini: 1. Memahami eliminasi urine yang normal 2. Meningkatak pengeluaran kemih yang normal.
16

3. Mencapai pengosongan kandung kemih yang lengkap. 4. Mencegah infeksi . 5. Mempertahankan integritas kulit. 6. Mendapat rasa nyaman. Peran perawat dalam merencanakan intervensi ini akan membuat klien menjalani transisi dengan lancar, melalui setiap fase dalam proses keperawatan.

4. IMPLEMENTASI Implementasi merupakam fase tindakan dalam proses keperawatan. Perawat akan melakukan tindakan kolaboratif dan tindaka mandiri untuk membantu klien mencapai hasil akhir serta tujua yang diharapkan. Akivitas yang mandiri adalah aktivitas ketika perawat menetapkan keputusannya . aktivitas kolaboratif adalah aktivitas yang diprogramkan oleh dokter dan dilaksanakan oleh perawat seperti pemberian obat. Implementasi dilakukan dengan :

1. Peningkataan kesehatan Fokus peningkatan kesehatan adalah untuk membantu klien memahami dan berpartisipasi dalam praktik perawatan diri sendiri yang akan memeliharan serta melindungi fungsi sistem kemih yang sehat. Fokus ini dapat di capai dengan menggunakan beberapa cara antara lain : a. Penyuluhan klien b. Meningkatkan perkemihan normal Dengan cara menstimulasi refleksi berkemih, mempertahankan kebiasaan eliminasi dan mempertahankan asupan cairan yang adekuat. c. Meningkatkan pengosongan kandung kemih secara lengkap d. Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan cara mengasamkan urine.

2. Perawatan akut Dengan cara : a. Mempertahankan kebiasaan eliminasi b. Obat-obatan.


17

c. Kateterisasi

3. Perawatan Restorasi Dilakukan dengan cara : a. Menguatkan otot dasar panggul b. Bladder retraining (melatih kembali kandung kemih) c. Melatih kebiasaan d. Kateterisasi mandiri e. Mempertahankan integritas kulit f. Peningkatan rasa nyaman.

5.

EVALUASI Untuk mengevaluasi hasil akhir dan respon klien terhadap asuhan keperawatan,

perawat keefektifan semua intervensi. Tujuan optimal dari intervensi keperawatan yang dilakukan ialah kemampuan klien untuk berkemih secara voluteer tanpa mengalami gejala-gejala (misalnya: urgensi, disuria, atau sering berkemih). Urine yang keluar harus berwarna kekuningan, jernih, tidak megandung unsur-unsur abnormal, dan memiliki ph serta berat jenis dalam rentang nilai yang normal. Klien harus mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkemihan normal. Perawat juga mengevaluasi intervensi khusus, yang dirancang untuk meningkatkan fungsi berkemih normal dan mencegah terjadinya komplikasi akibat perubahan pada sistem perkemihan. Perawat mengumpulkan data yang berhubungan dengan pola perkemihan, resiko klien untuk mengalami perubahan pada saluran urinarius, dan kondisi fisik klien. Analisis laboratorium tentang spesimen urin dan peninjauan ulang diagnostik struktur urinarius memberikan informasi yang lebih lanjut. Upaya memberikan perawatan yang berkualitas merupakan tujuan terpenting profesi keperawatan. Sampai akhir tahap ini, perawat secara aktif terlibat dalam mengembangkan metode yang secara sistematis mengevaluasi proses keperawatan. Penelitian keperawatan dilakukan dalam upaya memvalidasi proses keperawatan. Peningkatan kualitas berkembang menjadi sebuah media untuk mengevaluasi pemberian asuhan keperawatan. Tujuannya ialah memastikan pemberian asuhan keperawatan yang
18

kompeten dan berdasarkan kiat keperawatan disertai hasil akhir yang positif untuk semua klien.

19

KESIMPULAN
Eliminasi urine tergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urine ureter mentransport urine dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan untuk berkemih. Urine keluar dari tubuh melalui uretra. Semua organ system perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil di keluarkan dengan baik . Proses keperawatan urinarius dapat dilakukan dengan melakukan pengkajian , diagnosa , intervensi , implementasi , dan evaluasi .

DAFTAR PUSTAKA
20

Arthur C Guyton, MD. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC Long C Barbara, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan IAPK, Pajajaran Bandung. Perry, A.G & Potter, P.A. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC Potter Perry, 1997,Fundamentals Of Nursing : Concepts, Process and Practice, Fourth Syaifuddin. 1992. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta:EGC

21

You might also like