You are on page 1of 11

1.

Pengertian simbol Secara etimologis, simbol berasal dari kata kerja Yunani sumballo (sumballein) (symbolos) yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Bentuk simbol adalah penyatuan dua hal luluh menjadi satu. Dalam simbolisasi, subjek menyatukan dua hal menjadi satu (Dibyasuharda,1990:11). 2. Persoalan Simbol dan Tanda Simbol pada dasarnya berbeda dengan tanda karena keduanya berada dalam bidang yang berlainan. Perbedaan keduanya terletak dalam segi fungsionalnya. Susanne Langer memberikan gambaran yang lebih tegas berdasarkan penggunaan istilah itu sebagai subjek dan hubungannya dengan fungsi makna. Dalam hal ini pengaertian simbol menjadi lebih dinamis dibandingkan dengan tanda. Perbedaan yang mendasar antara simbol dan tanda adalah pada pengabungan subjek, tanda memberitahukan objek-objeknya kepada manusia, sedangkan simbol mengarahkan manusia untuk memahami objek-objek itu. Simbol merupakan pengatar pemahaman objek-objek. Memahami suatu hal atau keadaan, adalah tidak sama dengan bereaksi terhadap sesuatu tersebut secara terbuka atau menyadari hadirnya sesuatu tersebut (Langer, 1976:60). Dalam membicarakan suatu benda kita mempunyai pemahaman dari benda tersebut, simbol tidak langsung menunjuk pada objek tertentu. Pemahaman inilah yang disebut simbol. Perbedaan yang mendasar antara tanda dan simbol adalah bahwa tanda itu menerangkan, mengartikan atau memberitahukan objek-objek kepada subjek. Tanda merangsang subjek untuk segera bertindak, sedangkan simbol tidak. Subjek menangkap simbol kemudian mengadakan konsepsi tentang objeknya, simbol

memimpin subjek menuju pemahaman objek-objek. Subyect denotes object, subjek menunjukan objek melalui suatu konsepsi. Tanda dibedakan antara tanda alamiah (natural sign) dan tanda buatan (artficial sign). Tanda alamiah merupakan sebagian dari hubungan alamiah tertentu dan menunjuk pada bagian lain, (mendung-hujan, kilat-guntur) atau menunjuk pada 2003 Digitized by USU digital library 3 keseluruhan keadaan, yaitu cuaca buruk. Tanda alami adalah tanda yang datangnya dari alam, menunjuk pada eksistensi suatu kejadian, benda atau keadaan di masa lalu, kini, dan akan datang. Tanda buatan (artificial sign) dibuat berdasarkan kemauan dan kesepakatan manusia, yang berarti dalam hubungan manusia yang satu dengan yang lain. Tanda alamiah dan tanda buatan keduanya menunjuk kepada sesuatu yang riil (benda, kejadian, atau tindakan). Tanda mempunyai hubungan logis dengan objek, antara keduanya terjadi jalinan hubungan yang sederhana. Satu tanda menunjuk kepada satu objek. Masing-masing tanda berkesesuian dengan satu hal tertentu yang merupakan objeknya, kejadian atau keadaan yang ditandai (Langer, 1976:57). Suatu kata dapat berlaku dalam dua kemampuan sebagai tanda dan sebagai simbol hanya dinyatakan oleh sesuatu yang khusus, misalmya gerakan anggota tubuh tertentu dan nada suara. Kalau pada tanda ada tiga hal, yaitu (tandaobjekpemahaman-subjek). Hubungan logis antara simbol dan objek tidak sesederhana hubungan tanda dengan objek, oleh sebab itu diperlukan pemahaman. Begitu banyaknya tanda dan simbol yang dibuat dan dihadapi manusia, sehingga memungkinkan sering terjadi kesalahan dalam menangkap pengertiannya. Apalagi suatu tanda bisa mewakili lebih dari tiga objek, bunyi sirene bisa diartikan pejabat sedang lewat, tanda kebakaran, ada yang meninggal dunia, peresmian suatu proyek, dan banyak lagi.

3. Jenis Simbol Susanne Langer membuat dua macam cara pembedaan simbol, pertama simbol diskursif (discursive symbol) dan kedua simbol presentasional atau penghadir (presentational symbol). Simbol diskursif adalah simbol yang cera penangkapannya mempergunakan nalar atau intelek, oleh sebab itu disebut juga simbol nalar. Penyampaian hal apa yang akan diungkapkan berlangsung secara berurutan, tidak spontan. Simbol dengan logika modern menganalisis pertanyaan-pertanyaan. Bahasa adalah satusatunya yang tergolong dalam simbol diskursif, baik itu bahasa sehari-hari (languange of ordinary thought), bahasa ilmu (languange of scientific knowledge) ataupun bahasa filsafat (languange of philosophical thought). Keempat bahasa ini memiliki konstruksi secara konsekwen. Dalam simbol diskursif terkandung suatu struktur yang dibangun oleh kata-kata menurut hukum tata bahasa dan sintaksis. Pengabaian terhadap hukum tersebut menyebabkan kalimat kehilangan maknanya atau tak dapat dipahami, terjadi kekaburan makna. Simbol presentasional ialah simbol yang cara pengungkapannya tidak memerlukan intelek, dengan spontan ia menghadirkan apa yang dikembangkannya (Wibisono,1977:147). Pemahaman simbolisme persentasional tidak tergantung kepada hukum yang mengatur hubungan unsur-unsurnya, akan tetapi dengan intuisi atau perasaan. Simbol presentasional dapat berdiri sendiri sebagai simbol yang penuh, artinya bukan dibangun deri suatu konstruksi atau secara bertahap, melainkan suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Simbol seperti inilah yang kita jumpai dalam alam dan kreasi manusia, seperti tarian, lukisan, ornamen, dan lain sebagainya, maknanya tidak ditangkap dengan logika, tetapi dengan intuisi langsung. Bentuk kesenian tidak berupa suatu konstruksi atau susunan yang bisa diuraikan unsur-unsurnya, melainkan suatu kesatuan yang utuh. Tarian atau lukisan

itu ditangkap hanya melalui arti keseluruhan, melalui hubungan antara elemenelemen simbol dalam struktur keseluruhan. Sebagai suatu kesatuan yang bulat dan 2003 Digitized by USU digital library 4 utuh, bentuk representasional berbicara langsung kepada indra manusia. Hal ini pertama-tama dan terutama adalah kehadiran langsung dari suatu objek individual, oleh sebab itu simbol ini tidak dapat diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk yang Lain. Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure ( dalam Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi : 1. maksud pembicara; 2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; 3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan 4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132). Bloomfied (dalam Abdul Wahab, 1995:40) mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin (1998:50)

mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahsa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti. Dari pengertian para ahli bahsa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara

pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata. B. Aspek-aspek Makna Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu : 1. Pengertian (sense) Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda, 2001:92) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata. 2. Nilai rasa (feeling) Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata0kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan. 3. Nada (tone) Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara ( dalamMansoer Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan. 4. Maksud (intention) Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95) merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik. Aspek-aspek makna tersenut tentunya mempunyai pengaruh terhadap jenis-jenis makna yang ada dalam semantik. Di bawah ini akan dijelaskan seperti apa keterkaitan

aspek-aspek makna dalam semantik dengan jenis-jenis makna dalam semantik. 1. Makna Emotif Makna emotif menurut Sipley (dalam Mansoer Pateda, 2001:101) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan. Dicontohkan dengan kata kerbau dalam kalimat

Engkau kerbau.,kata itu tentunya menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar. Dengan
kata lain,kata kerbau tadi mengandung makna emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan sikap atau poerilaku malas, lamban, dan dianggapsebagai penghinaan. Orang yang dituju atau pendengarnya tentunya akan merasa tersimggung atau merasa tidak nyaman. Bagi orang yang mendengarkan hal tersebut sebagai sesuatu yang ditujukan kepadanya tentunya akan menimbulkan rasa ingin melawan. Dengan demikian, makna emotif adalah makna dalam suatu kata atau kalimat yang dapat menimbulkan pendengarnya emosi dan hal ini jelas berhubungan dengan perasaan. Makna emotif dalam bahasa indonesia cenderung mengacu kepada hal-hal atau makna yang positif dan biasa muncul sebagai akibat dari perubahan tata nilai masyarakat terdapat suatu perubahan nilai. 2. Makna Konotatif Makna konotatif berbeda dengan makna emotif karena makna konotatif cenderung bersifat negatif, sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat positif (Fathimah Djajasudarma, 1999:9). Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau didengar. Misalnya, pada kalimat Anita menjadi bunga

desa. Kata nunga dalam kalimat tersebut bukan berarti sebagai bunga di taman melainkan
menjadi idola di desanya sebagai akibat kondisi fisiknya atau kecantikannya. Kata bunga yang ditambahkan dengan salah satu unsur psikologis fisik atau sosial yang dapat dihubungkan dengan kedudukan yang khusus dalam masyarakat, dapat menumbuhkan makna negatif. 3. Makna Kognitif Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat

dijelaskan berdasarkan analisis komponenya (Mansoer Pateda, 2001:109). Kata pohon bermakna tumbuhan yang memiliki batang dan daun denga bentuk yang tinggi besar dan kokoh. Inilah yang dimaksud dengan makna kognitif karena lebih banyak dengan maksud pikiran. 4. Makna Referensial Referen menurut Palmer ( dalam Mansoer Pateda, 2001: 125) adalah hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yangditunjuk oleh suatu lambang. Makna referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses. Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat dijelaskan melalui analisis komponen. 5. Makna Piktorikal Makna piktorikal menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001:122) adalah makna yamg muncul akibat bayangan pendengar ataupembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca. Makna piktorikal menghadapkan manusia dengan kenyataan terhadap perasaan yang timbul karena pemahaman tentang makna kata yang diujarkan atau ditulis, misalnya kata kakus, pendengar atau pembaca akan terbayang hal yang berhubungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kakus, seperti kondisi yang berbau, kotoran, rasa jijik, bahkan timbul rasa mual karenanya.

Adapun beberapa macam-macam contoh simbol dari beberapa komunitas teater :

Teater TEGAL ( TEATER GALILEO )

TEGAL Adalah Singkatan dari "Teater Galileo", Teater galileo Adalan sebuah Komunitas Teater yang berada di Dibawah Oraganisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon pencerahan Galileo "Fakultas Sains dan Teknologi UIN Malang" Komisariat PMII Sunan Ampel Cabang Kota Malang. Tegal didirikan oleh Bidang Gerakan Rayon pencerahan Galileo periode 2004-2005 pada tanggal 25 Oktober 2004. Perumusan TEGAL dilaksanakan selama 11 hari bertempat di UIN Malang, dengan berbagai pertimbangan akhirnya dipilih dan ditetaokan nama TEGAL sebagai simbol dari Teater PMII Rayon penceraha Galileo, diantara nama-nama yanng diusulkan adalah Teater Air dan Teater Krikil. TEGAL dideklarasikan pada Tanggal 4 Maret 2005 di Aula Gedung B, dengan mementaskan naskah berjudul untuk Rakyatku dan setiab tahunnya pada tanggal tersebut diperingati sebagai HARLAH TEGAL Hari Ulang Tahun Tegal

Tentang Teater Tonggak

Teater Tonggak merupakan sebuah komunitas seni pertunjukan yang didirikan pada tanggal 30 April 1999 di Kota Jambi, diprakarsai oleh Didin Siroz, Ahmad Rodhi, Nanang Sunarya, Mg Alloy, Ide Bagus Putra, Edi Kuncoro, Rd. Irwansyah, dan Jefri ADP. Pada saat didirikan tahun 1999 jumlah anggota dan pengurus

sebanyak 30 orang, Terdiri dari kalangan profesi yang berbeda, seperti Wartawan, PNS, Guru, Wiraswatawan, Mahasiswa, dan Pelajar. Secara esensial nama TONGGAK dapat diartikan sebagai tiang penyangga sebuah bangunan yang dimaknai sebagai kekuatan dan semangat fundamental dalam berkarya. Teater Tonggak memiliki lambang segi tiga sama sisi dan tiga tiang pancang yang membagi ketiga sudutnya sama besar. Lambang ini merupakan simbol dari kehidupan seni budaya Indonesia yang dibentuk oleh tiga unsur kekuatan, yaitu: 1. Bahwa kebudayaan terbentuk karena adanya cipta, rasa dan karsa. 2. Bahwa seni memiliki keseimbangan, keselarasan, dan keserasian karena adanya wirahma, wirasa, dan wiraga. 3. Bahwa kehidupan seni budaya diperuntukkan bagi kebaikan orang banyak, keselamatan orang banyak, dan kesejahteraan orang banyak. Untuk mendapatkan hasil maksimal dari setiap aktivitas kesenian, Teater Tonggak senantiasa memacu aktivitas dan kreativitas sebagai proses pembelajaran hidup dan kehidupan yang selaras, serasi dan manusiawi. Proses kreatif yang dijalani tidak terpaku pada sebuah konsep. Tetapi, juga melakukan eksplorasi dalam upaya pencarian bentukbentuk baru sebagai suatu kebutuhan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas kesenian. Ekspresi daya kerja Teater Tonggak berusaha secara kontinyu menggali potensi lokal dan regional di bidang seni budaya, sosial, dan kemasyarakatan yang diaplikasikan dalam bentuk kerja teater. Motto yang dimiliki oleh Teater Tonggak adalah:

Menggali, Mengembang, Lestari Jati Diri.

MAKALAH SIMBOL DAN MAKNA DALAM TEATER

DI SUSUN OLEH :

LIBNA ROSANTI ( 17 ) XI-IPS 2

SMA NAHDLLATUL ULAMA 1 GRESIK

You might also like