You are on page 1of 13

Keterkaitan Kasus Tarakan dengan Sila Ketiga Pancasila

Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pancasila

DISUSUN OLEH : ASTI DWI NOVERINA ( G1B010009 ) RIZKI KURNIASARI (G1B010029 ) INDA RISQIYANA ( G1B010048 ) GANDIS LUTVIA .H (G1B010069 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO 2010 HALAMAN PENGESAHAN


TUGAS TERSTRUKTUR PANCASILA

OLEH : ASTI DWI NOVERINA ( G1B010009 ) RIZKI KURNIASARI (G1B010029 ) INDA RISQIYANA ( G1B010048 ) GANDIS LUTVIA .H (G1B010069 )

Diterima dan disetujui Pada tanggal 20 Oktober 2010

Mengetahui, Ketua Dosen Pengampu Pancasila

ASTI DWI NOVERINA NIM. G1B010009

Drs. Sukardi, M. OR NIP.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Makalah ini sebagai tugas terstruktur mata kuliah Pancasila. Tanpa pertolongan - Nya mungkin penyusun tidak dapat menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan kasus Tarakan dengan sila ketiga Pancasila. Kami menyajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini memuat tentang analisis kasus Tarakan dikaitkan dengan sila ketiga Pancasila untuk membangun persatuan di atas perbedaan. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Penulis,

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan............................................................................... 2 Kata Pengantar ........................................................................................ 3 Daftar Isi .................................................................................................. 4 BAB I Pendahuluan ............................................................................... 5 A. Latar Belakang .................................................................. 5 B. Tujuan ................................................................................ 6 C. Rumusan Masalah .............................................................. 6 BAB II Pembahasan ............................................................................... 7 1. Sebab dan akibat Kasus Tarakan ................................. 7 2. Kaitan Kasus Tarakan dengan Sila Ketiga Pancasila..... 8 3. Dampak Kasus Tarakan terhadap Masyarakat ............. 9 4. Upaya Pemerintah untuk Menyelesaikan Kasus Tarakan BAB III Penutup ....................................................................................... 11 Daftar Pustaka ......................................................................................... 12 9

BAB I
4

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kota Tarakan pada hari Senin sempat dilaporkan dalam kondisi mencekam saat ada ratusan warga masyarakat membakar dua rumah di kawasan Perum Korpri Juata Permai. Puncak pertikaian dua etnis Suku Tidung di Tarakan, sebuah pulau kecil di utara Kalimantan Timur dengan saudaranya Suku Bugis-Makkasar mencapai puncaknya pada Selasa malam sampai Rabu paginya, karena dua kelompok baku serang yang menyebabkan dua korban lagi meninggal. Awal kejadian hanya masalah sepele lima orang pemuda Suku Bugis di Perumahan Juwata Permai Minggu malam sekitar pukul 22.00 WITA yang dianggap mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat karena pesta Miras (minuman keras) tersinggung ketika ditegur oleh pemuda, warga lokal serta menyerang pemuda tersebut. Kerusuhan dipicu pengeroyokan yang dilakukan sekelompok orang terhadap Abdullah Abdullah dan anaknya Abdul Rahman. Akibat peristiwa ini, Abdullah meninggal dunia terkena sabetan parang sedangkan anaknya terluka sehingga harus dirawat di rumah sakit. Entah bagaimana mulanya, solidaritas serta sintimen kedaerahan tiba-tiba mengkristal saat proses pemakaman korban karena sebagaian pelayat sudah membawa senjata tajam sehingga terjadilah pertikaian berdarah. Kapolda Kalimantan Timur Irjen Mathius Salempangan mengeluarkan maklumat akan menyita senjata api, senjata tajam dan sejenisnya dan menangkap pelaku yang menggunakannya tersebut untuk diproses secara hukum. Kasus di Tarakan erat kaitannya dengan sila ketiga Pancasila dalam membangun persatuan di atas perbedaan. Persatuan dalam sila ketiga ini meliputi makna persatuan dan kesatuan dalam arti idiologis, ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan. Nilai persatuan ini dikembangakan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang senasib. Nilai persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Perwujudan Persatuan Indonesia adalah manifestasi paham kebangsaan yang memberi tempat bagi keberagaman budaya atau etnis yang bukannya ditunjukkan

untuk perpecahan namun semakin eratnya persatuan, solidaritas tinggi, serta rasa bangga dan kecintaan kepada bangsa dan kebudayaan.

B. Tujuan Penulisan Penulis dan pembaca pada khususnya dapat menghayati dan mengamalkan sila Persatuan Indonesia ini dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Saling hormat dan menghormati dan menghargai keberagaman disekitarnya. Meyakini bahwa semboyan Bhineka Tunggal Ika merupakan suatu hal yang nyata dan itu pasti adanya, karena dimanapun kita tinggal, dengan bahasa apa kita berbicara, agama apa yang kita anut, dan adat yang kita pakai. Indonesialah bumi dimana kita berpijak, Indonesialah ibu pertiwi dan tumpah darah, serta Indonesia negara yang harus sama-sama kita perjuangkan dan majukan harkat dan martabatnya di mata dunia terutama di mata Tuhan Yang Maha Esa.

C. Rumusan Masalah 1. Apa sebab akibat kasus Tarakan? 2. Bagaimana kaitan kasus Tarakan dengan sila ketiga Pancasila? 3. Bagaimana dampak kasus Tarakan terhadap masyarakat? 4. Bagaimana upaya pemerintah untuk menyelesaikan kasus Tarakan?

BAB II PEMBAHASAN
1. Sebab dan akibat Kasus Tarakan Puncak pertikaian dua etnis Suku Tidung di Tarakan, sebuah pulau kecil di utara Kalimantan Timur dengan saudaranya Suku Bugis-Makkasar mencapai puncaknya pada Selasa malam sampai Rabu paginya, karena dua kelompok baku serang yang menyebabkan dua korban lagi meninggal. Awal kejadian hanya masalah sepele lima orang pemuda Suku Bugis di Perumahan Juwata Permai Minggu malam sekitar pukul 22.00 Wita yang dianggap mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat karena pesta Miras (minuman keras) tersinggung ketika ditegur oleh pemuda, warga lokal serta menyerang pemuda tersebut. Faktor secara khusus sudah tentu karena kelemahan penegakan hukum. Kalau kita melihat secara khusus, maka akar masalah itu karena Miras masih dijual secara bebas meskipun katanya sudah dilarang dan dimusnahkan Akibat peristiwa ini, Abdullah meninggal dunia terkena sabetan parang sedangkan anaknya terluka sehingga harus dirawat di rumah sakit. Entah bagaimana mulanya, solidaritas serta sintimen kedaerahan tiba-tiba mengkristal saat proses pemakaman korban karena sebagaian pelayat sudah membawa senjata tajam sehingga terjadilah pertikaian berdarah. Akhirnya, perdamaian tercapai yang disaksikan oleh Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak beserta sejumlah pejabat pemerintahan Kota Tarakan dan sejumlah tokoh masyarakat Rabu malam di ruang VIP Bandara Juawata Tarakan. Kesepakatan damai tersebut terjadi setelah Forum Komunikasi Rumpun Tidung (FKRT) dan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) menyepakati sepuluh butir perdamaian. Nota Kesepakatan ditandatangani Yancong mewakili KKSS dan Sabirin Sanyong mewakili FKRT. Awang Faroek Ishak bersama Ketua DPRD Kaltim Mukmin Faisyal, anggota DPD Luther Kombong, Asop Kapolri Irjen Sunarko DA, Pangdam VI Mulawarman Mayjen Tan Aspan, Bupati Kabupaten Tana 7

Tidung Undunsyah, Wakapolda Kaltim Brigjen Ngadino, Wali Kota Tarakan Udin Hianggio, Bupati Bulungan Budiman Arifin, dan Wakil Bupati Malinau Datu Muhammad Nasir menyaksikan kesepakatan itu. Dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak harus mengakhiri segala bentuk pertikaian dan membangun kerja sama harmonis demi kelanjutan pembangunan Kota Tarakan. Kedua belah pihak memahami bahwa apa yang terjadi merupakan murni tindak pidana dan merupakan persoalan individu. Selanjutnya, disepakati pembubaran konsentrasi massa di semua tempat sekaligus melarang dan atau mencegah penggunaan senjata tajam dan senjata lainnya di tempat-tempat umum. Kesepakatan lain, masyarakat yang berasal dari luar Kota Tarakan yang berniat membantu penyelesaian perselisihan agar segera kembali ke daerah masing-masing selambat-lambatnya 1 kali 24 jam. Sedangkan para pengungsi di semua lokasi akan dipulangkan ke rumah masing-masing, difasilitasi Pemkot Tarakan dan aparat keamanan. Apabila kesepakatan damai dilanggar, aparat akan mengambil tindakan tegas sesuai perundang-undangan. Seluruh pihak kemudian langsung melakukan sosialisasi ke kelompok yang bertikai diawali ke kelompok massa di Jalan Gajah Mada, Simpang Tiga Grand Tarakan Mal. Kapolda Kalimantan Timur Irjen Mathius Salempangan mengeluarkan maklumat akan menyita senjata api, senjata tajam dan sejenisnya dan menangkap pelaku yang menggunakannya tersebut untuk diproses secara hukum.

2. Kaitan Kasus Tarakan dengan Sila Ketiga Pancasila Kasus kerusuhan di Tarakan merupakan salah satu contoh pudarnya nilai nilai Pancasila khususnya sila ketiga. Kasus yang berawal dari masalah kecil namun berujung pada kematian ini karena rasa egoisme yang tak terkendali. Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manuasia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena perbedaan merupakan 8

bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beranekaragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang diliukiskan dalam Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan bukan untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama. Kebinekaan yang kita miliki harus dijaga sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang bermartabat, yang berdiri tegak di atas moral dan etika bangsa kita sesuai dengan keragaman budaya kita sendiri. Untuk menjaga kebhinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam kebhinekaan mesti ditolak, pada saat yang sama segala sesuatu yang mengancam moral kebhinekaan mesti diberantas. Karena kebhinekaan yang bermatabat di atas moral bangsa yang kuat pastilah menjunjung eksistensi dan martabat manusia berbeda.

3. Dampak Kasus Tarakan terhadap Masyarakat Bentrokan antarkelompok di Tarakan menyebabkan sebanyak 25 etnis mengungsi keluar dari kota Tarakan. Setelah kondisi keamanan mulai terkendali, mereka kumpul di Nunukan dan sepakat jaga kamtibmas serta menyepakati dirasakan peristiwa di Tarakan murni tindak pidana. Adapun dampak psikologis

masyarakat Tarakan yang menimbulkan rasa takut untuk berakifitas seperti biasa. Dampak material juga dirasakan oleh masyarakat Tarakan dengan

terbakarnya rumah mereka dan rusaknya beberapa fasilitas umum karena bentrokan antar warga.Kasus ini juga menyebabkan lima orang tewas dan beberapa orang luka-luka.

4. Upaya Pemerintah untuk Menyelesaikan Kasus Tarakan Kapolda Kalimantan Timur Irjen Mathius Salempangan mengeluarkan

maklumat akan menyita senjata api, senjata tajam dan sejenisnya dan menangkap 9

pelaku

yang

menggunakannya Presiden Susilo

tersebut Bambang

untuk

diproses dalam

secara

hukum.

Pemerintahan

Yudhoyono

mengantisipasi

kemungkinan terjadinya konflik yang melibatkan massa maupun bernuasa etnis, perlu segera menuntaskan faktor-faktor yang menjadi akar masalahnya, terutama mampu menjadikan hukum sebagai panglima untuk menghidari tingginya kecemburuan sosial serta stres masyarakat karena merasa hukum hanya berpihak kepada orang mampu. Presiden minta konflik horizontal yang meletus di Tarakan, Kalimantan Timur, segera diredam. Dia telah meminta Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, dan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak menyelesaikan konflik yang menewaskan lima orang tersebut. Presiden SBY juga meminta semua elemen masyarakat di Tarakan terlibat dalam penyelesaian konflik itu, tidak hanya menyerahkan sepenuhnya kepada polisi, TNI, atau pemerintah daerah semata. SBY juga mengimbau dua kelompok etnis yang bertikai untuk segera mengakhiri perselisihan. Di sisi lain, dia mendesak siapa pun yang terbukti bersalah harus dikenai sanksi.

Aparat menghalau ribuan orang dari kawasan pedalaman Sungai Kayan dan Sungai Malinau dari Suku Dayak, Tidung dan Bulungan yang menggunakan puluhan mungkin ratusan kapal bermotor lolos sampai ke Tarakan. Hal yang sama juga terjadi oleh solidaritas warga dari Sulawesi Selatan. Aparat berhasil menahan puluhan orang tanpa identitas jelas serta membawa senjata tajam yang menumpang di kapal Pelni berangkat dari Pelabuhan Parepare tujuan Pelabuhan Nunukan, daerah yang dekat dengan Tarakan.

10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki banyak ragam budaya yang berbeda-beda dari setiap suku daerah yang berbeda pula. Perbedaan itu sendiri justru memberikan kontribusi yang cukup besar pada citra bangsa Indonesia. Kebudayaan dari tiap-tiap suku daerah inilah yang menjadi penyokong dari terciptanya budaya nasional Indonesia. Identitas budaya nasional kita saat ini memang belum jelas selain hanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan Pancasila sebagai filosofi atau pandangan hidup bangsa. Pada sila ketiga Pancasila termuat tujuan untuk membangun persatuan di atas perbedaan. Selain itu, perbedaan juga akan menyulut terjadinya sebuah konflik jika para pelakunya tidak dapat mengendalikan emosi mereka masing-masing. Lingkungan dan masyarakat sangatlah menentukan bagaimana sebuah kebudayaan itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat itu sendiri. Manusia sebagai pelaku dan pencipta kebudayaan mengatur perkembangan budaya, dan budaya sebagai fenomena sosial citapaan manusia mendidik manusia itu sendiri untuk mengerti dan 11

memahami tentang keadaan sosial masyarakatnya. itulah yang disebut dengan dialektika atau saling ketergantungan antara manusia dengan kebudayaan.

B. Saran Nilai-nilai dan identitas kebudayaan daerah yang menjadi citra bangsa, yang juga merupakan sebagai alat untuk mempertahankan harga diri bangsa ini mulai luntur. Rasa persatuan pun mulai hilang karena rasa egois masing masing. Kita sebagai generasi muda harus ikut menerapkan nilai nilai Pancasila terutama dalam hal ini untuk membangun persatuan di atas perbedaan. Dalam mencapai itu semua harus ada kerjasama dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Kaelan, 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma Yogyakarta http://freeebook.info/search/sila_ketiga_pancasila.html http://nasional.kontan.co.id/v2/read/nasional/48194/Presiden-tak-ingin-kasusTarakan-seperti-Sampit http://www.antaranews.com/berita/1285933027/mengapa-pertalian-darah-terkoyakdi-tarakan http://www.tempointeraktif.com/hg/surabaya/2010/09/28/brk,20100928281099,id.html

12

13

You might also like