You are on page 1of 66

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI

KEPATUHAN INTERNAL

Disusun Oleh:

Purjono, Ak., M.Comm (Widyaiswara Madya) Ir. Agung Budilaksono, S.E., M.M. (Widyaiswara Muda)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI 2011

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI

KEPATUHAN INTERNAL

Disusun Oleh:

Purjono, Ak., M.Comm (Widyaiswara Madya) Ir. Agung Budilaksono, S.E., M.M. (Widyaiswara Muda) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI 2011

Penetapan dan Standar Kinerja

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja

DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ... PETA KONSEP MODUL . MODUL PENETAPAN DAN STANDAR KINERJA A. Pendahuluan 1. Deskripsi Singkat ................................................... 2. Prasyarat Kompetensi ................................................... 2.1. Standar Kompetensi (SK) .......................................................... 2.2. Kompetensi Dasar (KD) ..... B. KEGIATAN BELAJAR ........................................................................ 1. Kegiatan Belajar (KB) 1 ................................................. Penetapan dan Standar Kinerja Di Bidang Kepegawaian Kepabeanan dan Cukai Indikator 1.1. Uraian dan contoh ..................................................................... A. Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard.. .......... B. Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) ........................... C. Pembobotan Kinerja ................................................. D. Pengelolaan Kinerja di Lingkungan DJBC. E. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) F. Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK) ...................................................................................... 1.2. Latihan 1 ...... 1.3. Rangkuman .. 1.4. Tes Formatif 1 . 1.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut .................... 2. Kegiatan Belajar (KB) 2 ................................................. Standar Operating Procedures (SOP) Indikator 28 22 22 25 27 28 2 2 2 5 9 15 18 20 i ii iv v

1 1 1 1 1 2 2

DTSS Kepatuhan Internal

ii

Penetapan dan Standar Kinerja


2.1. Uraian dan contoh ..................................................................... A. Pengertian Standar Operating Prosedur ... B. Tujuan dan Manfaat SOP ............................... C. Orientasi Penyusunan SOP di Lingkungan DJBC ............... D. Komponen-Komponen Yang Membentuk SOP ................... E. SOP Pada Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai. F. SOP Pada Bidang Pengawasan Kepabeanan dan Cukai .... G. SOP Pada Bidang Administrasi Kepabeanan dan Cukai ..... H. SOP Sistem Aplikasi Komputer Kepabeanan dan Cukai . I. Standar Kode Etik Pegawai 2.2. Latihan 2 ...... 2.3. Rangkuman . 2.4. Tes Formatif 2 . 2.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut .................... PENUTUP .. TES SUMATIF ............................................................ KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF ) . DAFTAR ISTILAH .... DAFTAR PUSTAKA . 28 28 29 30 31 32 34 36 37 38 46 47 47 49 51 52 53 55 57

DTSS Kepatuhan Internal

iii

Penetapan dan Standar Kinerja

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL


Diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1 sampai dengan Kegiatan Belajar 8. Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap berikut ini: 1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut; 2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar tersebut); 3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus perhatian pada kegiatan belajar ini; 4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari; 5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak pada bagian akhir modul ini. 6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang benar x 100/15), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 67, maka peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 67. 7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan belajar telah dilakukan. 8. Lakukan review untuk melihat jawabannya yang terdapat pada materi sebelumnya.

DTSS Kepatuhan Internal

iv

Penetapan dan Standar Kinerja

PETA KONSEP
Dalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian pola pikir yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara berkesinambungan selama mempelajari modul. Kegiatan Belajar 1 Penetapan dan Standar Kinerja Di Bidang Kepegawaian Kepabeanan dan Cukai Materi : Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard; Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU); Pengelolaan Kinerja di Lingkungan DJBC; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK).

Kegiatan Belajar 2 Standar Operating Procedures (SOP) dan Standar Kode Etik Pegawai Materi : Pengertian SOP; Tujuan dan Manfaat SOP; Orientasi Penyusunan SOP di Lingkungan DJBC; KomponenKomponen Yang Membentuk SOP; SOP Pada Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai; SOP Pada Bidang Pengawasan Kepabeanan dan Cukai; SOP Pada Bidang Administrasi Kepabeanan dan Cukai; Standar Kode Etik Pegawai.

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja

A
PENDAHULUAN

MODUL PENETAPAN DAN STANDAR KINERJA


1. Deskripsi Singkat Mata pelajaran ini membahas mengenai konsep kegiatan penetapan standar dan kinerja di bidang kepegawaian, kepabeanan, dan cukai, termasuk pengelolaan kinerja berbasis balanced scorecard, rencana kerja, pengenalan Standar Operating Procedure (SOP) di bidang pelayanan, pengawasan administrasi dan standar kode etik pegawai.

2. Prasyarat Kompetensi Diklat ini dapat diikuti oleh peserta dengan prasyarat kompetensi adalah telah mengikuti Diklat Teknis Substantif Dasar (DTSD) Pemeriksa. 2.1. Standar Kompetensi Setelah mempelajari mata pelajaran ini diharapkan peserta diklat mampu menerangkan standar kinerja dalam pekerjaan sebagai Pemeriksa Kepatuhan Internal. 2.2. Kompetensi Dasar Setelah mempelajari mata pelajaran ini diharapkan peserta diklat mampu: a. Menjelaskan penetapan dan standar kinerja di bidang kepegawaian, kepabeanan dan cukai; dan b. Menguraikan Standar Operating Procedure di bidang pelayanan, pengawasan dan administrasi.

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja

B
K KEGIATAN BELAJAR
1. Kegiatan Belajar (KB) 1

PENETAPAN KINERJA DAN STANDAR DI BIDANG KEPEGAWAIAN, KEPABEANAN DAN CUKAI


Indikator Keberhasilan : Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu menjelaskan Pengelolaan Kinerja dan Pelaporan Kinerja dengan baik.

1.1. Uraian dan Contoh

A. PENGELOLAAN KINERJA BERBASIS BALANCED SCORECARD (BSC)


1. Balanced Scorecard (BSC) Konsep BSC dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Noroton yang berawal dari studi tentang pengukuran kinerja. BSC memberikan kerangka kerja dan berpikir yang integratif bagi manajemen dan stakeholder lain untuk mengendalikan perubahan-perubahan dalam organisasi. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja


(balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang serta untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, target yang hendak diwujudkan di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek yaitu aspek keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal. BSC dapat didefinisikan sebagai suatu alat manajemen kinerja

(performance management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator keuangan dan non keuangan yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat (cause-effect relationsip). BSC berperan sebagai penerjemah atau pengubah (converter) visi dan strategi organisasi menjadi aksi, sehingga BSC tidak berhenti pada saat strategi selesai dibangun tetapi terus memonitor proses pelaksanaannya. 2. Strategy Map (Peta Strategi) Suatu organisasi dapat membangun strategy map apabila sudah memiliki misi, visi, dan strategi yang jelas. Hal ini dilakukan agar setiap pegawai dapat mengerti arahan pencapaian tujuan akhir organisasi, sehingga setiap kegiatan mengarah pada tindakan strategis yang memiliki tujuan yang selaras (align) dengan visi dan misi organisasi. Strategy map menggambarkan value chain (rantai nilai) yang merefleksikan hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis dan antar perspektif. 3. Level Implementasi BSC Kementerian Keuangan a. Depkeu-Wide b. Depkeu-One c. Depkeu-Two d. Depkeu-Three e. Depkeu-Four f. Depkeu-Five : : : : : : level kementerian (Menteri) level unit Eselon I level unit Eselon II level unit Eselon III level unit Eselon IV level pelaksana

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja


4. Perspektif Di dalam peta strategi, penjabaran visi dan misi suatu organisasi dimasukkan ke dalam beberapa kelompok besar perspektif. Kaplan dan Norton, sebagai pionir pengembang BSC, membagi perspektif ke dalam empat jenis, yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Namun demikian, dalam penerapannya, keempat perspektif bersifat fleksibel sesuai dengan karateristik suatu unit organisasi. Departemen Keuangan, sebagai suatu institusi publik, membagi peta strateginya ke dalam empat perspektif, yaitu stakeholder, customer, internal process, learning and growth. Untuk peta strategi unit organisasi di bawah level Departemen dapat menggunakan perspektif yang tidak persis sama dengan Depkeu-Wide sesuai dengan karateristik unit tersebut. 5. Sasaran Strategis (SS) Sasaran strategis adalah kondisi yang akan diwujudkan di masa depan yang merupakan penjabaran dari tujuan organisasi, berupa pernyataan yang merefleksikan cita-cita dan aspirasi organisasi yang ingin dicapai di masa depan. Sasaran strategis juga merupakan sasaran-sasaran yang bersifat penting dan memperoleh prioritas tinggi dari jajaran manajemen. Pernyataan sasaran strategis yang baik yaitu harus singkat (dua sampai tiga kalimat), menjelaskan apa arti sasaran tersebut, menggambarkan mengapa sasaran itu penting, menjelaskan dengan singkat bagaimana hal itu dapat dicapai, dan menguraikan bagaimana keterkaitannya dengan rantai hubungan sebab akibat antar berbagai sasaran. Setiap sasaran strategis memiliki satu atau lebih Indikator Kinerja Utama (IKU). 6. Indikator Kinerja Utama (IKU) IKU merupakan alat ukur kuantitatif atas keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran strategis dalam suatu organisasi. 7. Cascading dan Alignment a. Cascading adalah proses menurunkan balanced scorecard dari unit kerja yang lebih tinggi ke unit kerja yang lebih rendah. b. Alignment adalah proses untuk menjamin bahwa balanced scorecard yang dibuat pada suatu unit kerja selaras secara vertikal (antar level) maupun secara horizontal (dalam level yang sama).

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja


B. PENETAPAN IKU Suatu IKU harus bersifat definitif (terukur), bukan normatif (pernyataan kualitatif). IKU yang baik adalah IKU yang mengukur hal yang strategis serta memberikan dampak yang besar kepada organisasi. Dalam proses membangun BSC, akan banyak hal yang ingin diukur, namun perlu diingat bahwa hanya hal yang bersifat strategis saja yang perlu diukur. Menurut Kaplan dan Norton, jumlah IKU yang ideal adalah sekitar 20-25 IKU (1-2 IKU per Sasaran Strategis). 1. Jenis IKU Di Departemen Keuangan jenis IKU dibagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu: a. Tingkat Validitas Validitas suatu IKU ditentukan berdasarkan tingkat kedekatan IKU tersebut dengan tujuannya (sasaran strategis). Tingkat validitas IKU dibagi menjadi: Exact Proxy : : KPI yang mengukur pencapaian SS (pengukuran ideal) Leading indicators bagi exact KPI untuk mencapai tujuan KPI yang mengukur kegiatan yang berdampak pada SS yang bersangkutan. Gambaran IKU tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Activity :

Exact KPIs All Aspects of the Objective Are Measured

KPI
Proxy KPIs Limited Aspects of the Objective Are Measured

Objective

KPI
Activity KPIs Outputs and Inputs

Size of Gap

Objective

KPI

Size of Gap

Objective

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja


Contoh: Suatu unit organisasi ingin mendapatkan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas yang baik dalam kemampuan bahasa Inggris. SS yang dibuat adalah Kompetensi SDM dalam bahasa Inggris. Maka, IKU yang bisa didefinisikan adalah: Jumlah SDM yang memiliki nilai TOEFL di atas 550 (exact KPI) Jumlah SDM yang dapat berbicara bahasa Inggris secara aktif (proxy KPI) Jumlah SDM yang telah mengikuti pelatihan bahasa Inggris lebih dari 100 jamlat (activity KPI) b. Jenis IKU Lagging : Indikator yang menunjukkan outcome/result, biasanya tidak di bawah kendali unit organisasi yang bersangkutan. Leading : Indikator yang menunjukkan performance drivers (input dan proses), biasanya di bawah kendali unit organisasi yang bersangkutan.

Contoh: SS Peningkatan kompetensi SDM, maka IKU laggingnya adalah Tingkat produktivitas pegawai dan IKU leadingnya adalah Jumlah pelatihan pegawai Dalam peta strategi yang ideal, suatu IKU lagging didukung oleh IKU leading baik dalam SS yang sama, SS yang berbeda atau dalam perspektif yang berbeda. Penjelasan dapat dilihat di lampiran I. Perlu diperhatikan bahwa bukan berarti setiap IKU yang exact otomatis kualitasnya lagging atau IKU yang proxy otomatis kualitasnya leading.

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja


2. Jenis Konsolidasi Data Menunjukkan pola penetapan/perhitungan angka capaian IKU yang terdiri atas: No A Jenis Sum Definisi Penjumlahan angka per capaian periode Q1 20 Q2 30 Sm.I 50 Q3 40 Q1Q3 90 Q4 10 Sm. II 50 Y 100

pelaporan B Take Last Known Value Angka capaian 20 50 50 90 90 100 100 100

yang digunakan adalah angka

periode terakhir C Average Rata-rata penjumlahan angka per capaian periode dari 20 30 25 40 30 10 25 25

pelaporan

3. Polarisasi Data Menunjukkan ekspektasi arah nilai aktual dari KPI dibandingkan relatif terhadap nilai target: a. Maximize : Nilai aktual/realisasi/pencapaian Indikator Kinerja

diharapkan lebih tinggi dari target. Contoh: Jumlah penerimaan negara. b. Minimize : Nilai aktual/realisasi/pencapaian Indikator Kinerja

diharapkan lebih kecil dari target. Contoh: Rasio beban utang terhadap rata-rata outstanding utang. c. Stabilize : Nilai aktual/realisasi/pencapaian Indikator Kinerja

diharapkan berada dalam suatu rentang target tertentu. Contoh: Persentase proyeksi deviasi asumsi makro.

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja


Polarisasi data ini digunakan untuk menentukan status capaian IKU yang secara umum menggunakan perhitungan sebagai berikut: Polarisasi Maximize X<80% Minimize X>120% Stabilize X<80% atau X>120% 80%X<100% X100% Sedangkan, untuk 100%<X 120% X 100% IKU dengan 80% X <90% atau 120X>110% 90% X 110 polarisasi maximize Status

Merah

Kuning Hijau namun

pencapaiannya tidak mungkin melebihi 100%, range capaiannya diubah menjadi: Alternatif 1 Maximize X<80% 80%X<90% 90%X100% Alternatif 2 Tetap menggunakan aturan umum tetapi targetnya di-setting maksimum 90%. 4. Degree of Controllability Menunjukkan sejauh mana kemampuan suatu organisasi dalam Status Merah Kuning Hijau

mengontrol/mengelola pencapaian target IKU:


a. b. c.

High

: Pencapaian target secara dominan ditentukan oleh unit ybs.

Moderate : Pencapaian target juga dipengaruhi unit lain. Low : Pencapaian target sangat dipengaruhi secara dominan oleh unit lain.

5. Penetapan Target Capaian


a.

Target IKU harus memenuhi beberapa hal, yaitu: SMART-C (Spesific (spesifik), measureable (dapat diukur), agreeable (dapat disetujui), realistic (realistis, dapat dicapai, menantang), time bound (memiliki jangka waktu), controllable (dapat dikontrol)).

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja


b.

Penetapan target IKU disesuaikan dengan peraturan formal/UU yang terkait, misalnya UU APBN, UU APBN-P

c.

Untuk IKU yang berbentuk indeks, perlu diberi penjelasan makna angka skala tersebut

d.

Angka target yang berupa persentase hendaknya disertakan dengan data mentahnya Untuk IKU yang berada pada level yang sama, penetapan trajectory harus menyelaraskan jenis konsolidasi data dan jenis periode datanya

e.

6. Cascading a. b. Yang diturunkan ke level yang lebih rendah adalah SS dan IKU. Penurunan SS dan IKU ke level yang lebih rendah tidak selalu berada di dalam perspektif yang sama antar level unit organisasi. Penyusunan peta strategi sangat tergantung dengan karateristik bisnis suatu organisasi. 7. Alignment a. Untuk IKU yang memiliki tujuan yang sama antar level unit yang sejajar, penamaan IKUnya harus sama. b. Keselarasan ini mencakup kesamaan parameter (jenis IKU, jenis periode data, jenis konsolidasi data, polarisasi data), skala yang digunakan sama (jika target dalam bentuk skala).

C. PEMBOBOTAN KINERJA Pembobotan kinerja dapat diimplementasikan untuk menilai besaran angka/indeks: 1. Indeks Sasaran Strategis (ISS) 2. Angka Kinerja Perspektif (AKP) 3. Angka Kinerja Unit (AKU) 4. Angka Kinerja Individu (AKI)

1. Indeks Sasaran Strategis (ISS) Dalam sistem pengelolaan kinerja di Depkeu, sampai dengan periode Tahun 2008 pembobotan masih dibatasi untuk perhitungan indeks Sasaran Strategis dengan metode sebagai berikut: a. Validitas (V) terbagi atas 3 pembobotan:

DTSS Kepatuhan Internal

Penetapan dan Standar Kinerja


Exact (E) Proxy (P) Activity(A) High (H) = = Orientasi pada tujuan (pengukuran ideal), bobot=0.5 Leading indicators bagi exact KPI untuk mencapai

tujuan, bobot=0.3 = Orientasi pada kegiatan, bobot=0.2 b. Degree of Controllability (C) terbagi atas 3 level: = Pencapaian target secara dominan ditentukan oleh

unit ybs., bobot=0.5 Moderate (M) = bobot=0.3 Low (L) = Pencapaian target sangat dipengaruhi secara Pencapaian target juga dipengaruhi unit lain

dominan oleh unit lain bobot=0.2 Ilustrasi perhitungan: SS DK.15. Meningkatkan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi Depkeu
No. SS (1) 1 (2) KPI (3) Target (%) (4) 72.76 Aktual (%) Aktual Target Val (7) A 59.00 84.00 1.42 E 0.700 1.000 1.382 0.800 1.000 1.333 1.357 0.500 0.714 1.017 M 0.300 0.375 0.534 0.775 Maximize Bobot I Bobot Indeks (8) 0.200 (9) 0.286 (6)= (5) (5)/(4) 93.00 1.28 Skor I (10)=(6) *(9) 0.365 DoC (11) H Bobot (12) 0.500 Bobot II Indeks (13) 0.625 Skor II Skor RataPolarisasi rata Status (17) "(15)={(10)+ (14)=(6)*(13) (16) (14)}/2 0.799 0.582 Maximize

DK. Rata-rata indeks Coverage 15.1 (Education & Communication) DK. Jumlah kerjasama pendidikan 15.2 dan pelatihan sk ala nasional, regional dan internasional

Bagaimana pembobotan atas suatu IKU yang terdiri atas beberapa subIKU dengan validitas dan degree of controllability yang berbeda-beda? Sub-IKU tersebut tidak mempengaruhi tetap harus bobot pada IKU yang dan

bersangkutan, akan tetapi

didefinisikan validitas

controllability untuk masing-masing sub-IKU agar mendapatkan gambaran yang jelas tentang kualitas IKU dimaksud serta sebagai antisipasi apabila dikemudian hari sub-IKU dimaksud akan dijadikan IKU tersendiri. Validitas dan controllability IKU yang memiliki sub-IKU bersifat independen dan tidak tergantung sub-IKU-nya. Contoh: IKU pada Depkeu-Wide: % Penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat

DTSS Kepatuhan Internal

10

Penetapan dan Standar Kinerja


IKU pada Depkeu-One (Sub-IKU pada Depkeu-Wide): - % Penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat (DJA) - % Penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat (DJP) - % Penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat (DJKN) Dilihat dari rentang kendali (span of control) antara IKU pada DepkeuWide dengan IKU pada Depkeu-One, jelas sangat berbeda. Pada DepkeuWide, degree of controllability-nya menjadi high karena untuk mencapai target IKU dimaksud semua masih dalam kendali internal Depkeu, sedangkan untuk IKU sejenis pada DJA, DJP, dan DJKN maka degree of controllability-nya menjadi moderate karena proses penetapan SOP masih tergantung oleh unit lain yaitu Sekretariat Jenderal (Biro Organta). Perlu dijelaskan bahwa pada dasarnya apabila seluruh IKU yang ditetapkan telah benar-benar mencerminkan core business unit, benarbenar merupakan indikator yang mencerminkan sasaran strategis yang ingin dicapai, serta sepenuhnya berada dalam kontrol unit, maka sistem pembobotan demikian menjadi dapat diabaikan. Hal ini dikarenakan seluruh IKU yang diukur telah merupakan IKU yang ideal dan memiliki tingkat kesulitan yang sebanding dalam pencapaiannya antara IKU yang satu dengan yang lainnya dan antara unit yang satu dengan yang lainnya. 2. Angka Kinerja Perspektif (AKP) Untuk pengelolaan IKU Tahun 2010, selain Indeks Sasaran Strategis, maka perlu juga diperhitungkan besaran Angka Kinerja Perspektif.

Standardisasi atas besaran bobot per perspektif ditetapkan sebagai berikut: Perspektif Stakeholder (Strategic Outcome) sebesar 30% Perspektif Customer sebesar 25% Perspektif Internal Process sebesar 15% Perspektif Learning and Growth sebesar 30%

Bobot perspektif Stakeholder ditetapkan paling besar mengingat tujuan utama pengukuran kinerja berada pada perspektif ini. Selain itu, penetapan anggaran berbasis kinerja (Performance Based Budgeting/PBB) pada umumnya juga

DTSS Kepatuhan Internal

11

Penetapan dan Standar Kinerja


dikaitkan dengan IKU pada perspektif ini. Pertimbangannya adalah

output/outcome final yang ingin dicapai oleh suatu unit telah terefleksi secara kuantitatif pada perspektif stakeholder. Sebagaimana persepektif stakeholder, bobot perspektif learning and growth juga dihitung sama besarnya. Hal ini didasari bahwa perspektif inilah yang merupakan cikal bakal penentu kinerja organisasi secara keseluruhan dalam jangka panjang. Penetapan perspektif internal process yang kecil bukan didasarkan pada kurangnya peranan perspektif ini dalam meningkatkan kinerja unit, akan tetapi perspektif ini adalah merupakan tindak lanjut dari keberhasilan kinerja perspektif learning and growth. Untuk perspektif Customer, sebagaimana fungsi organisasi publik yaitu memberikan pelayanan, maka diberikan bobot moderate yaitu 25% mengingat sebagian customer juga merupakan stakeholder. Adapun bagi unit yang hanya memiliki 3 perspektif, maka pembobotannya, dengan alasan yang sama, memiliki besaran sebagai berikut: Perspektif Stakeholder (Strategic Outcome) sebesar 35% Perspektif Internal Process sebesar 30% Perspektif Learning and Growth sebesar 35%

Formula: SS= Sasaran Strategis n= Jumlah SS B= Bobot dalam persen Besaran pembobotan tiap perspektif tersebut adalah merupakan konsensus bersama antara Pushaka sebagai Strategy Management Office dan para manajer kinerja unit eselon I Departemen Keuangan. 3. Angka Kinerja Unit (AKU) Mulai tahun 2010, setiap unit organisasi yang memiliki peta strategi akan dinilai capaian kinerjanya melalui besaran Angka Kinerja Unit (AKU). Angka tersebut diperoleh dari total Angka Kinerja perspektif yang capaiannya menggunakan data akumulasi kinerja kuartalan.

DTSS Kepatuhan Internal

12

Penetapan dan Standar Kinerja


Ilustrasi: Angka Kinerja Unit Direktorat Jenderal .....
Kode Deskripsi Stakeholder Perspective (30%) Sasaran Strategis 1 .. IKU 1 (bobot 60%) IKU 2 (bobot 40%) Sasaran Strategis 2 .. IKU 1 (bobot 50%) IKU 2 (bobot 50%) Customer Perspective (25%) Sasaran Strategis 3 .. IKU 1 (bobot 70%) IKU 2 (bobot 30%) Internal Process Perspective (15%) Sasaran Strategis 4 .. IKU 1 (bobot 40%) IKU 2 (bobot 60%) Learning & Growth Perspective (30%) Sasaran Strategis 5 .. IKU 1 (bobot 33%) IKU 2 (bobot 67%) Angka Kinerja Unit 20% 150 35 40 T Q1 R Idx 30.5% T Q2 R Idx 34.2% T Q3 R Idx 32.1% T Q4 R Idx 28.5%

30% 25%

12 25

98% 114% 107% 95% 15% 75% 45% 50% 111% 70% 75% 107% 90% 87% 97% 200 133% 230 280 122% 300 320 107% 350 330 94% 105% 96% 88% 92% 30 86% 40 30 75% 40 30 75% 40 35 88% 50 125% 60 70 117% 95 96 101% 105 101 96% 28.5% 26.8% 25.5% 24.8% 114% 107% 102% 99% 32% 107% 40% 44% 110% 60% 62% 103% 75% 74% 99% 25% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 15.9% 15.9% 10.8% 10.2% 106% 106% 72% 68% 14 117% 12 14 117% 25 20 80% 50 20 40% 25 100% 50 50 100% 75 50 67% 100 88 88% 30.0% 31.2% 35.1% 33.0% 100% 1000 83% 11 110% 105% 1800 20 104% 1500 83% 23 115% 108% 2000 40 117% 2100 105% 50 125% 104% 2050 60 110% 2200 107% 67 112% 96%

1200 10

4. Angka Kinerja Individu (AKI) Angka ini akan diperhitungkan setelah BSC telah diturunkan (cascade) sampai ke level individu. Besaran angka ini dapat dipergunakan untuk mempertimbangkan promosi jabatan maupun remunerasi yang diterima oleh seorang pegawai.

DTSS Kepatuhan Internal

13

Penetapan dan Standar Kinerja


Lampiran I

Figure 7-5 National Insurance-Cause and Effect Relationship


Strategic Outcome Measures (Lag Indicators) Return on Equity Combined Ration Performance Drivers (Lead Indicators)

Strategic Objectives Financial Perspective F1 - Meet Shareholder Expectation F2 - Improve Operating Performance F3 - Achieve Profitable Growth F4 - Reduce Shareholder Risk Customer Perspective C1 - Improve Agents Performance C2 - Satisfy Target Policyholders

Business Portofolio Mix

Catastrophic Losses

Acquisition Retention (vs.plan) Acquisition Retention (by segmen)

Agency Performance (vs.plan) Policyholder Satisfaction Survey

Internal Perspective I1 - Develop Business in Target

Business Mix (by segment) Loss ratio

Business Development (v s.plan) Underwriting Quality Audit Claims Quality Audit Headcount Movement Managed Spending Staff Development (vs.plan) Strategic IT Availibility

I2 - Underwrite Profitability

I3 - Aligns Claims with the Business

Claims Frequency Claims Severity

I4 - Improve Productivity Expense Ratio

Learning Perspective L1 - Upgrade Staff Competencies L2 - Improve Accsess to Strategic Information

Staff Productivity

Sumber: Hammer, Michael, dalam buku The Balanced Scorecard, Harvard Business School Press (1996): 160

DTSS Kepatuhan Internal

14

Penetapan dan Standar Kinerja


D. Pengelolaan Kinerja di Lingkungan DJBC
Pengelolaan kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menggunakan sistem manajemen kinerja berbasis balanced scorecard untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP19/BC/2010 tentang Pengelolaan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka Pengelolaan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sebagai berikut: 1. Penetapan Manajer Kinerja a. Menunjuk Kepala Bidang Evaluasi Kinerja, Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai sebagai Manajer Kinerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai b. Manajer Kinerja bertugas mengkoordinasikan penyusunan Peta Strategi, Indikator Kinerja Utama beserta besaran target berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) dan Road Map Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. c. Pimpinan Unit Eselon II menunjuk dan menetapkan seorang Sub Manajer Kinerja sebagai pengelola kinerja pada unit organisasi yang bersangkutan dan untuk mendukung Manajer Kinerja dalam mengelola kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; d. Pimpinan Unit Eselon II diminta untuk melakukan evaluasi internal secara bulanan atas capaian kinerja unit organisasi yang bersangkutan; e. Sub Manajer Kinerja wajib menyampaikan laporan capaian kinerja yang ditandatangani oleh pemimpin unit organisasi eselon II yang

bersangkutan kepada Kepala Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai paling lambat tanggal 10 setiap bulan, disertai dengan data, analisa dan capaian dan dokumen pendukung yang diperlukan. f. Apabila terjadi pergantian Sub Manajer Kinerja, maka Pimpinan Unit Eselon II bersangkutan Sub Manajer segera Kinerja membuat yang surat baru pemberitahuan menjamin

penunjukan

untuk

kesinambungan pekerjaan; g. Surat pemberitahuan penunjukan Sub Manajer Kinerja ditembuskan kepada Kepala Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai segera setelah ditandatangani oleh pemimpin unit eselon II bersangkutan.

DTSS Kepatuhan Internal

15

Penetapan dan Standar Kinerja


2. Penetapan Kontrak Kinerja a. Masing-masing Sub Manajer Kinerja mengkoordinasikan penyusunan perkiraan target capaian IKU dalam lingkungan unit eselon II yang bersangkutan untuk disampaikan kepada Kepala Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai selambat-lambatnya pada akhir minggu kedua bulan Januari tahun berjalan; b. Kepala Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai memiliki wewenang untuk mengundang Sub Manajer Kinerja dalam rangka membahas target capaian IKU sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan penentuan IKU yang akan dimasukkan dalam kontrak kinerja unit eselon II; c. Kontrak kinerja tersebut dibahas dalam suatu rapat bersama Direktur Jenderal untuk disepakati dan ditandatangani pada minggu pertama bulan Februari tahun berjalan; d. Kontrak Kinerja bersifat mengikat pada jabatan, sehingga apabila pada periode berjalan terjadi pergantian pimpinan, maka harus dibuat serah terima hasil capaian kinerja dari pimpinan lama kepada pimpinan baru; e. Perubahan Kontrak Kinerja pada tahun berjalan harus ditandatangani oleh pihak-pihak yang berwenang menandatangani Kontrak Kinerja. 3. Penyusunan/Perubahan Peta Strategi, IKU, dan Target a. Penyusunan/Perubahan Peta strategi:
1.

Peta strategi dibuat untuk jangka panjang (5 tahunan) sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

2.

Perubahan peta strategi hanya dapat diusulkan untuk dilakukan perubahan apabila terdapat perubahan visi suatu organisasi,

perubahan Renstra Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, instruksi Direktur Jenderal Bea dan Cukai, atau perubahan penyempurnaan yang lebih merefleksikan kinerja riil unit organisasi; b. Penyusunan/Perubahan IKU: i. Usulan penyusunan/perubahan IKU disampaikan dengan surat resmi dari Pimpinan Unit Eselon II kepada Kepala Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai dan dilampiri dengan usulan Manual IKU bersangkutan;

DTSS Kepatuhan Internal

16

Penetapan dan Standar Kinerja


ii. Penyusunan/perubahan IKU tersebut, apabila disetujui oleh Kepala Pusat 4. Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai, akan

diimplementasikan mulai tahun berikutnya; Pelaporan Capaian Kinerja Bulanan Kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai a. Sub Manajer Kinerja memonitor data dan informasi capaian seluruh IKU pada unit eselon II yang bersangkutan dan menyampaikan laporan sesuai dengan periode pelaporan yang telah ditetapkan paling lambat tanggal 10 tiap bulannya; b. Kepala Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai melaporkan hasil capaian seluruh IKU DJBC periode bulan sebelumnya kepada Direktur Jenderal dalam forum rapat staf inti pada minggu kedua bulan berikutnya atau sewaktu-waktu jika diminta oleh Direktur Jenderal; c. Sub Manajer Kinerja mengkoordinasikan pelaksanaan evaluasi internal seluruh IKU pada unit eselon II secara bulanan yang dipimpin oleh pejabat eselon II yang bersangkutan.

KONTRAK KINERJA <JABATAN> TAHUN ........... <Visi Organisasi> < Peta Strategi>

No

Kode

Uraian IKU

Realisasi (tahun sebelumnya)

Target (Tahun ini)

Perspektif dan Bobot

DTSS Kepatuhan Internal

17

Penetapan dan Standar Kinerja


E. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara. Sejalan dengan itu, dalam rangka pelaksanaan Tap MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagai tindak lanjut Tap MPR tersebut, maka telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Pasal 3 Undang-undang negara tersebut meliputi dinyatakan asas bahwa asas-asas asas umum tertib

penyelenggaraan

kepastian

hukum,

penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesional dan asas akuntabilitas. Menurut penjelasan undang-undang tersebut, asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai

pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas kewajiban suatu Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) pemerintah untuk adalah perwujudan

instansi

mempertanggungjawabkan

keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah instrumen

pertanggungjawaban yang pada pokoknya terdiri dari berbagai indikator dan mekanisme kegiatan pengukuran, penilaian dan pelaporan kinerja secara menyeluruh dan terpadu untuk memenuhi kewajiban suatu instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan tugas dan fungsi serta misi organisasi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah media

pertanggungjawaban yang berisi informasi mengenai kinerja instansi pemerintah dan bermanfaat antara lain untuk: a. Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara baik dan benar (good governance)

DTSS Kepatuhan Internal

18

Penetapan dan Standar Kinerja


yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, kebijaksanaan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat; b. Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya; c. Menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah; d. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits) dan dampak (impacts). a. Indikator masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi,

kebijaksanaan/peraturan perundang-undangan, dan sebagainya; b. Indikator keluaran (outputs) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau non fisik; c. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung); d. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

Untuk LAKIP tahun 2009 telah mulai mencoba memasukkan indikator kinerja utama (IKU) ke dalam form Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS), walaupun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2009 belum mengintegrasikan IKU ke dalamnya mengingat baru sebagian IKU Depkeu yang dikontrak kinerjakan. Selanjutnya untuk LAKIP tahun 2010 yang berisikan narasi, realisasi RKT tahun 2010 kemudian form Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS) telah sepenuhnya mengintegrasikan IKU ke dalamnya mengingat RKT yang telah disusun telah mengakomodir IKU.

DTSS Kepatuhan Internal

19

Penetapan dan Standar Kinerja


F. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK)
Setiap tahun perencanaan stratejik dituangkan dalam suatu perencanaan kinerja tahunan (annual performance plan). Perencanaan kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan di depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa yang akan datang. Rencana kinerja ini merupakan rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan strategis, di dalamnya memuat seluruh target kinerja yang hendak dicapai dalam suatu tahun yang dituangkan dalam sejumlah indikator kinerja (performance indicators) yang relevan. Rencana kinerja ini merupakan tolok ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan/kegagalan penyelenggaraan pemerintahan untuk suatu periode tertentu. Idealnya, rencana kinerja ini diajukan kepada para pemberi amanat untuk kemudian para pihak mengikat suatu kesepakatan terhadap rencana kinerja yang telah disusun (LAN, 2007). Proses dalam penyusunan Perencanaan Kinerja meliputi kegiatan

pemetaan hubungan antara sasaran dan indikator. Kegiatan ini sangat penting untuk dilakukan arena terkait dengan proses penyusunan selanjutnya yaitu menentukan program dan kegiatan. Indikator kinerja atau ukuran kinerja dalam pemetaan inilah yang menjadi dasar dalam penetapan program dan kegiatan dan juga kegiatan pengukuran kinerja. Sesuai dengan amanat Keputusan Lembaga Administrasi Negara nomor 239/IX/6/8/2003, RKT merupakan rencana kinerja tahunan yang disusun sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) lima tahunan dan didasarkan pula pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) lima tahunan. Rencana Strategis Departemen Keuangan 2010-2014 dalam penyusunannya sudah mengintegrasikan Indikator Kinerja Utama (IKU), dengan demikian RKT 2010 yang disusun berdasarkan Renstra akan secara otomatis memuat IKU. Penetapan Kinerja (PK) merupakan dokumen perencanaan periode 1 (satu) tahunan yang berisi program utama, sasaran, indikator kinerja output dan indikator kinerja outcome yang disusun berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan dan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Kementerian Keuangan. Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Keuangan disusun berdasarkan

DTSS Kepatuhan Internal

20

Penetapan dan Standar Kinerja


masukan materi dari seluruh unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan sedangkan RKT dan PK Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disusun berdasarkan masukan materi dari seluruh unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Program-program yang terdapat pada Rencana Kinerja Tahunan dan Penetapan Kinerja harus sejalan dengan program reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan yang sedang dijalankan, diantaranya berupa program: Penataan organisasi Penyempurnaan proses bisnis review standar prosedur operasi mengenai format, dasar hukum dan janji layanan Peningkatan manajemen sumber daya manusia Indikator Kinerja Utama Komunikasi publik dan Monitoring dan evaluasi.

DTSS Kepatuhan Internal

21

Penetapan dan Standar Kinerja


1.2. Latihan 1 2. Jelaskan tentang Balanced Scorecard (BSC) dan manfaatnya ? 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan peta strategi, sasaran strategi dan indikator kinerja utama (IKU) dan kaitannya satu sama lain ? 4. Jelaskan hubungan secara sistematis antara RENSTRA, RKT dan LAKIP, serta BSC ? 5. Jelaskan secara singkat pengelolaan kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ? 6. Jelaskan secara singkat Program Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan ?

1.3. Rangkuman 1. BSC dapat didefinisikan sebagai suatu alat manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator keuangan dan non keuangan yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat (cause-effect relationsip). BSC berperan sebagai penerjemah atau pengubah (converter) visi dan strategi organisasi menjadi aksi. 2. Strategy map menggambarkan value chain (rantai nilai) yang merefleksikan hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis dan antar perspektif. 3. Kaplan dan Norton, sebagai pionir pengembang BSC, membagi perspektif ke dalam empat jenis, yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Namun demikian, dalam penerapannya, keempat perspektif bersifat fleksibel sesuai dengan karateristik suatu unit organisasi. Departemen Keuangan, sebagai suatu institusi publik, membagi peta strateginya ke dalam empat perspektif, yaitu stakeholder, customer, internal process, learning and growth. 4. Sasaran strategis adalah kondisi yang akan diwujudkan di masa depan yang merupakan penjabaran dari tujuan organisasi, berupa pernyataan yang merefleksikan cita-cita dan aspirasi organisasi yang ingin dicapai di masa

DTSS Kepatuhan Internal

22

Penetapan dan Standar Kinerja


depan. Sasaran strategis juga merupakan sasaran-sasaran yang bersifat penting dan memperoleh prioritas tinggi dari jajaran manajemen. 5. IKU merupakan alat ukur kuantitatif atas keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran strategis dalam suatu organisasi. Di Departemen Keuangan jenis IKU dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu: - Tingkat validitas Validitas suatu IKU ditentukan berdasarkan tingkat kedekatan IKU tersebut dengan tujuannya (sasaran strategis). Tingkat validitas IKU dibagi menjadi: Exact Proxy Activity : KPI yang mengukur pencapaian SS (pengukuran ideal) : Leading indicators bagi exact KPI untuk mencapai tujuan : KPI yang mengukur kegiatan yang berdampak pada SS yang bersangkutan. - Jenis IKU Lagging : Indikator yang menunjukkan outcome/result, biasanya tidak di bawah kendali unit organisasi yang bersangkutan. Leading : Indikator yang menunjukkan performance drivers (input dan proses), biasanya di bawah kendali unit organisasi yang bersangkutan. 6. Setiap pemimpin organisasi seperti perusahaan, entah setiap tahun atau semester atau bahkan tiap bulan, cenderung selalu ingin mengetahui tingkat kemajuan perusahaannya. Kemajuan itu dilihat dari berbagai segi yang disebut Indikator Kinerja Utama (IKU) atau Key Performance Indicators (KPI). 8. Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993). 9. Kinerja mengandung dua komponen penting, yaitu: a. Kompetensi, yang berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya. b. Produktifitas, yaitu kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan ke dalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

DTSS Kepatuhan Internal

23

Penetapan dan Standar Kinerja


10. Pengelolaan kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menggunakan sistem manajemen kinerja berbasis balanced scorecard untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. 11. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP19/BC/2010 tentang Pengelolaan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka Pengelolaan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diantaranya mengatur tentang Penetapan Manajer Kinerja, Penetapan Kontrak Kinerja, Penyusunan/Perubahan Peta Strategi, IKU, dan Target, serta Pelaporan Capaian Kinerja. 12. Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Pasal 3 Undang-undang nomor 28 Tahun 1999 dinyatakan bahwa asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan asas negara, asas asas

kepentingan

umum,

asas

keterbukaan,

proporsionalitas,

profesional dan asas akuntabilitas. 13. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) adalah perwujudan

kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. 14. Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits) dan dampak (impacts). 15. Perencanaan kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan di depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa yang akan datang. 16. Sesuai dengan amanat Keputusan Lembaga Administrasi Negara nomor 239/IX/6/8/2003, RKT merupakan rencana kinerja tahunan yang disusun sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) 17. Rencana kinerja tahunan merupakan penjabaran lebih lanjut dari

perencanaan strategis, di dalamnya memuat seluruh target kinerja yang

DTSS Kepatuhan Internal

24

Penetapan dan Standar Kinerja


hendak dicapai dalam suatu tahun yang dituangkan dalam sejumlah indikator kinerja (performance indicators) yang relevan. 18. Penetapan Kinerja (PK) merupakan dokumen perencanaan periode 1 (satu) tahunan yang berisi program utama, sasaran, indikator kinerja output dan indikator kinerja outcome yang disusun berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan dan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Kementerian Keuangan.

1.4. Tes Formatif 1

1.

BSC berperan sebagai penerjemah atau pengubah (converter) visi dan strategi organisasi menjadi rencana aksi yang terukur dan normatif.

2. 3.

RPJMN adalah merupakan pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis Kementerian Keuangan yang periodenya adalah 4 (empat) Tahunan Landasan hukum dalam penyusunan Rencana Strategis DJBC yang periodenya 1 (satu) Tahunan adalah Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999.

4.

Departemen Keuangan, sebagai suatu institusi publik, membagi peta strateginya ke dalam empat perspektif, yaitu stakeholder, customer, internal process, learning and growth.

5.

Syarat umum indikator kinerja adalah spesifik dan jelas, dapat diukur secara obyektif, relevan dan bias.

6.

Produk

berupa

dana, sumber

daya

manusia, kebijakan,

komputer

merupakan bagian dari indikator kinerja Input. 7. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) akan dipertanggungjawabkan pada akhir tahun dengan dokumen LAKIP yang terdiri dari narasi, realisasi RKT, PKK, PPS dan Penetapan Kinerja. 8. Renstra Kemenkeu 2010-2014 dalam penyusunannya sudah

mengintegrasikan IKU, dengan demikian RKT 2010 akan secara otomatis memuat Indikator Kinerja Utama. 9. Indikator kinerja pada matriks kinerja Renstra akan diformulasikan menjadi indikator sasaran pada formulir Rencana Kinerja Tahunan.

DTSS Kepatuhan Internal

25

Penetapan dan Standar Kinerja


10. Pengertian kinerja menurut P-23/BC/2010 adalah hasil kerja pegawai atau unit kerja di lingkungan DJBC yang dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur berdasarkan tugas, tujuan, atau sasaran kerja.

II. Soal pilihan Ganda


11. Jenis Indikator Kinerja Utama exact dan lagging artinya adalah: a. b. c. d. IKU nya mendekati SS dan di bawah kendali organisasi IKU nya sangat mendekati SS (ideal) dan di bawah kendali organisasi IKU nya jauh dari SS dan diluar kendali organisasi IKU nya sangat ideal dengan SS dan diluar kendali organisasi.

12. Dalam penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU) harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: a. b. c. d. Dapat dilakukan koreksi setiap saat Mencerminkan stakeholder organisasi Dapat diukur tapi sulit dibandingkan Mengarah kepada factor kunci suksesnya.

13. IKU Jumlah PPKP yang dilakukan adalah termasuk jenis IKU: a. b. c. d. Proxy dan Lagging Exact dan Leading Activity dan Leading Activity dan Lagging

14. Berikut prinsip-prinsip pelaporan secara umum yang harus diikuti dalam penyusunan LAKIP, kecuali: a) b) c) d) Prinsip Manfaat Prinsip Selektif Prinsip Lingkup Pertanggungjawaban Prinsip Keadilan

DTSS Kepatuhan Internal

26

Penetapan dan Standar Kinerja


15. Berikut jenis-jenis indikator kinerja yang dapat digunakan dalam dokumen perencanaan, kecuali: a. b. c. d. Indikator kinerja outcome Indikator kinerja input Indikator kinerja manfaat Indikator kinerja outline

1.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91 % 81 % 71 % 61 % 0%

s.d s.d. s.d. s.d. s.d.

100 % 90,00 % 80,99 % 70,99 % 60 %

: : : : :

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar ini dengan baik. Untuk selanjutnya

Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

DTSS Kepatuhan Internal

27

Penetapan dan Standar Kinerja


2. Kegiatan Belajar (KB) 2

STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) dan KODE ETIK PEGAWAI


Indikator Keberhasilan : Setelah mempelajari materi peserta diklat diharapkan mampu : 1. menjelaskan Pengertian Standard Operating Procedures dengan baik. 2. menjelaskan tujuan dan manfaat SOP 3. menjelaskan Faktor-faktor Penentu Penyusunan SOP dilingkungan DJBC 2.1. Uraian dan Contoh 4. menjelaskan komponen-komponen yang membentuk SOP a. SOP Pada Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai b. SOP Pada Bidang Pengawasan Kepabeanan dan Cukai A. Pengertian Standar Operating Prosedur c. SOP Pada Bidang Administrasi Kepabeanan dan Cukai d. SOP Pada Bidang Sistem Aplikasi Komputer Kepabeanan dan Cukai Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah 5. Menjelaskan Standar Kode Etik Pegawai prosedur-prosedur baku yang yang dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas

2.1. Uraian dan Contoh

A. Pengertian Standar Operating Prosedur

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah prosedur-prosedur baku yang yang dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari orang atau bagian terkait. SOP berisikan proses kegiatan yang akan dilakukan atau diikuti oleh setiap orang/fungsi/bagian pada sebuah organisasi. Di dalamnya ditulis dengan detail langkah-langkah aktivitas yang akan dilakukan secara teknis dan didukung oleh data /dokumen yang diperlukan. Dalam sistem pengendalian interen, SOP merupakan salah satu elemen yang dibangun agar aktivitas (operasional) organisasi dapat berjalan efisien dan efektif, sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi dapai tercapai yang pada gilirannya akan mewujudkan good governance dalam organisasi. Oleh karena

DTSS Kepatuhan Internal

28

Penetapan dan Standar Kinerja


itu bagi organisasi yang mapan SOP merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari.

B. Tujuan dan Manfaat SOP


Tujuan SOP Tujuan dibuatnya SOP tidak semata-mata untuk kebutuhan internal, akan tetapi juga untuk keperluan pihak ekternal. Bagi pihak internal organisasi, SOP dibuat untuk pedoman para pegawai atau bagian-bagian dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan lain untuk kepentingan internal, SOP dapat digunakan sebagai kriteria di dalam mengukur kinerja individu, bagian atau organisasi berkaitan dengan ketepatan program dan waktu. Bagi pihak ekternal, misalnya masyarakat, SOP dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kinerja organisasi publik tingkat responsivitas, responsibilitas, dan guna mengetahui seberapa jauh akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah tersebut. Lebih jauh SOP juga dapat digunakan sebagai alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.

Manfaat SOP Bagi suatu organisasi yang berorientasi pelayanan, manfaat yang diperoleh dengan adanya SOP adalah sebagai berikut. 1. Memberikan penjelasan tentang prosedur kegiatan secara terperinci. Dengan adanya prosedur kegiatan yang terinci, maka siapa pun yang melaksanakannya hasilnya akan sama, sehingga kesalahan-kesalahan operasional dapat dikurangi seminal mungkin. 2. Menghemat waktu dalam memberikan penjelasan tentang tata kerja yang akan dilakukan. Adanya prosedur yang standar membuat para petugas akan lebih mudah memberikan penjelasan-penjelasan secara pasti kepada para pihak terkait, sehingga dapat menghemat waktu. 3. Memberikan kemudahan dalam komunikasi dan tukar pikiran antar sesama pengguna SOP.

DTSS Kepatuhan Internal

29

Penetapan dan Standar Kinerja


Kadang kala terjadi perbedaan pendapat para pelaksana dilapangan mengenai suatu kegiatan yang harus dilakukan. Dengan adanya SOP, maka akan memudahkan mereka untuk berkomunikasi dan melakukan tukar pikiran antara sesama pengguna SOP tersebut. 4. Memberikan pemecahan atas permasalahan yang terjadi dengan merujuk pada prosedur kerja yang telah ditetapkan. Kadang kala dalam dilapangan dijumpai adanya perbedaan persepsi atau pendapat antara pihak-pihak yang terkait. Dengan mengacu kepada SOP yang telah ditetapkan, perbedaan pendapat tersebut bisa dihindari. 5. Mendukung konsistensi kerja karena sistem kerja sudah jelas dan terstruktur secara sistematis. SOP berguna untuk mencipatakan sistem kerja yang konsisten, sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai dari waktu ke waktu dan tercapainya efisiensi dan efektifitas kegiatan atau program.

C. Orientasi Penyusunan SOP di Lingkungan DJBC


Sebagai kelengkapan untuk menggerakkan roda organisasi secara efektif, sistem dan prosedur disusun mengacu pada strategi yang ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka orientasi dalam penyusunan sistem dan prosedur dilingkungan DJBC lebih mengarah pada: Terwujudnya pelayanan yang cepat, efisien, responsif dan transparan dengan sistem pelayanan satu atap. Terciptanya hubungan kemitraan sesuai dengan tingkat kepatuhan

pengguna jasa dalam rangka pelayanan prima dan melakukan pembinaan secara proaktif. Terwujudnya pelayanan. Terwujudnya pemanfaatan teknologi informasi yang optimal mendukung pelayanan dan pengawasan. Tersedianya mekanisme terstruktur dalam pengendalian dan evaluasi SDM Terwujudnya sistem reward dan punishment yang jelas untuk menjamin ketenangan kerja. Tersedianya kejelasan fungsi dan tugas masing-masing pemegang jabatan. untuk sistem pengawasan yang terintegrasi dengan sistem

DTSS Kepatuhan Internal

30

Penetapan dan Standar Kinerja


Tersedianya kejelasan kewenangan dan mekanisme terstruktur dalam pelaksanaan kerja antar fungsi sehingga tercipta koordinasi yang baik.

Prinsip dari ketersediaan sistem dan prosedur di atas adalah terciptanya motivasi kerja dengan kejelasan program SDM untuk meningkatkan kualitas kerja yang lebih berorientasi teamwork. Teamwork tersebut dilakukan dengan menempatkan kewenangan dan tanggungjawab sesuai porsinya masing-masing dan menempatkan SDM sesuai kompetensi dengan tetap memperhatikan kaidah perbaikan yang berkesinambungan. Untuk tahap awal, prinsipnya sistem dan prosedur menggunakan prosedur-prosedur yang ada dengan melakukan penyesuaian seperlunya.

D. Komponen-komponen Yang Membentuk SOP


Pada dasarnya SOP dibangun dari oleh tiga unsur utama, yaitu: dokumen, aktivitas, kegiatan dan orang/fungsi/bagian yang terkait. Dokumen adalah formulir-formulir atau laporan-laporan yang digunakan atau dihasilkan dari suatu proses atau prosedur operasi suatu kegiatan. Aktivitas adalah urutan-urutan kegiatan yang harus dilakukan oleh orang/fungsi/bagian terhadap dokumen-dokumen yang terkait untuk mencapai hasil tertentu. Misalnya, untuk SOP pelayanan atas permohonan impor sementara akan dimulai dari penyampaian berkas permohonan masuk oleh pemohon sampai dengan pemberian keputusan oleh Pejabat yang berwenang (misalnya Kasubdit Impor). Orang/fungsi/ bagian terkait adalah pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses (prosedur). Agar aktivitas-aktivitas dapat berjalan dengan baik,

perlunya ditumbuhkan adanya komitmen para orang-orang yang terlibat tentang apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan. Unsur lain yang tidak boleh ditinggalkan adalah teknologi informasi. Unsur ini berperan dalam menunjang efektivitas implementasi SOP. Penyusunan SOP dilingkungan DJBC tidak saja hanya memuat unsur dokumen, kegiatan dan fungsi/bagian, tetapi juga berisi dasar hukum, persyaratan, biaya dan janji pelayanan.

DTSS Kepatuhan Internal

31

Penetapan dan Standar Kinerja


Dasar hukum merupakan aturan-aturan yang melandasi alasan dibuatnya SOP. Dasar hukum dapat berupa aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah (UUD, UU atau Peraturan Pemerintah), aturan-aturan yang dibuat departemen (Surat Keputusan Mentri Keuangan atau Surat Edaran), atau aturan-aturan yang dibuat oleh DJBC. Persyaratan berisi pihak-pihak yang diberikan hak untuk mendapatkan pelayanan atau hal-hal yang harus dipenuhi agar pelayanan dapat dilaksanakan. Pada saat dilakukan penelitian administratif harus dapat dibuktikan bahwa pihak yang mengajukan pelayanan adalah pihak yang benar. Bila pengurusan atas pelayanan tersebut dikuasakan, maka baik pemberi maupun penerima kuasa harus jelas dan benar. Selain itu pihak yang mengajukan pelayanan suatu jasa juga harus memenuhi persyaratan-persaratan yang telah ditetapkan oleh DJBC. Unsur biaya berisi penjelsan apakah untuk mendapatkan suatu pelayanan customer akan dikenakan biaya atau tidak. Bila dikenakan biaya maka dalam SOP tersebut juga dicntumkan besarnya biaya. Contoh untuk pelayanan pengembalian restitusi tidan dikenakan biaya, sedangkan untuk pemberian jasa pelayanan impor dikenakan biaya Rp.100.000. Janji Pelayanan berisi berapa lamanya pelayan jasa akan diberikan sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap dan benar sampai persetujuan diberikan.

E. SOP Pada Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai


Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai merupakan ujung tombak dari organisasi DJBC. Berhasil tidaknya organisasi sangat tergantung dari

keberhasilan bidang ini dalam memberikan pelayanan pada stakeholder, seperti eksportir, importer, dan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan bisnis dengan DJBC. Sebagai ujung tombak yang berhubungan langsung dengan para stakeholder tentunya Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga tidak saja tercapain tujuan organisasi yang ditetapkan, akan tetapi juga harus dapat memuaskan para customer. Untuk ini perlunya ditetapkan standar prosedur untuk pelayanan setiap jasa yang diberikan.

DTSS Kepatuhan Internal

32

Penetapan dan Standar Kinerja


Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai memiliki 30 jasa pelayanan yang telah dibuatkan SOP-nya. Dari ketiga puluh SOP tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bidang pelayanan, yaitu bidang pelayanan pabean dan cukai, dan bidang pelayanan fasilitas pabean dan cukai. Berikut jasa-jasa pelayanan di kedua bidang tersebut yang telah dibuatkan SOP-nya.

Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai: 1) 2) 3) 4) 5) Sistem dan prosedur impor untuk jalur prioritas pada KPU Sistem dan prosedur impor untuk jalur hijau pada KPU Sistem dan prosedur impor untuk jalur merah Sistem dan prosedur impor menggunakan X-Ray Tata kerja konfirmasi barang impor dari kawasan pabean untuk ditimbun di TPB 6) 7) 8) 9) Nota Kesepakatan PDE (Pertukaran Data Elektronik) Permohonan ijin operasi PPJK Pemberian perijinan pengeluaran part off Pemberian perijinan fasilitas returnable package

10) Pembatalan barang tidak dikuasai (BCF 1.5) 11) Tatalaksana pemasukan barang ke TPB 12) Pelayanan atas permohonan perbaikan BC 1.1 13) Pelayanan atas sarana pengangkut dan pemberitahuan pengankutan barang 14) Pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor 15) Ijin Pengeluaran barang impor dengan penengguhan pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor (ijin voorruitslag) 16) Pelayanan atas pembongkaran dan penimbunan barang di TPS dalam kawasan pabean 17) Pelayanan fasilitas truck losing, dan 18) Sistem dan prosedur ekspor.

Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai: 1) Pembebasan bea masuk atas barang untuk keperluan Badan International beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia

DTSS Kepatuhan Internal

33

Penetapan dan Standar Kinerja


2) Pembebasan bea masuk atas impor barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan 3) Pembebasan bea masuk atas impor persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dsn kepolisian, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan prtahanan dan keamanan bangsa 4) 5) 6) 7) 8) 9) Pembebasan bea masuk atas impor buku ilmu pengetahuan Pembebasan bea masuk atas impor buku ilmu pengetahuan Ijin impor sementara (wilayah pengawasan KPU) Perpanjangan ijin impor sementara (wilayah pengawasan KPU) Re-ekspor Re-impor

10) Ijin Pengeluaran barang impor dengan penengguhan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor (ijin vooruitslag) 11) Pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor 12) Perpanjangan ijin pengeluaran barang impor dengan penengguhan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor (ijin vooruitslag).

F. SOP Pada Bidang Pengawasan Kepabeanan dan Cukai


Bidang Pengawasan Kepabeanan dan Cukai dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Bidang Penindakan dan Penidakan, Bidang Audit dan Bidang Kepatuhan Internal. Di setiap bidang tersebut telah dibuatkan SOP untuk kegiatan-kegiatan dan jasa pelayanan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

Bidang Penindakan dan Penyidikan: 1) 2) Pengawasan Pengumpulan, analisis, penyajian, dan penyampaian informasi dan hasil intelejen 3) Pengumpulan data pelanggaran peraturan perundang-undangan

kepabeanan dan cukai 4) Pengelolaan pangkalan data intelejen di bidang kepabeanan dan cukai

DTSS Kepatuhan Internal

34

Penetapan dan Standar Kinerja


5) Analisis laporan pemeriksaan sarana pengangkut, laporan pengawasan pembongkaran barang dan laporan pengawasan lainnya 6) Pelaksanaan patroli dan operasi penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai 7) Perhitungan bea masuk , cukai pajak dalam rangka impor, denda administrasi terhadap kekurangan bongkar yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan oleh pengangkut atau kelebihan bongkar dan denda administrasi pelanggaran lainnya 8) Penatausahaan dan pengurusan barang hasil penindakan, barang bukti, pelelangan dan uang ganjaran hasil tangkapan 9) Penyiapan bahan pengendalian tindak lanjut hasil penindakan

10) Penyelidikan/penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai 11) Pemantauan tindak lanjut hasil penyidikan di bidang kepabeanan dan cukai 12) Penatausahaan dan pengelolaan sarana operasi, sarana komunikasi dan senjata api.

Bidang Audit: Bidang Audit mempunyai 12 jasa layanan atau aktivitas yang telah dibuatkan SOP-nya. Kedua belas aktivitas atau jasa pelayanan tersebut adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) Tata laksana penelitian lapangan dalam rangka registrasi kepabeanan Pelaksanaan penelitian lapangan dalam rangka registrasi kepabeanan Penyusunan perencanaan audit di bidang kepabeanan dan cukai Penyusunan perencanaan audit insidentil (audit sewaktu-waktu) Penyusunan daftar rencana obyek audit (DROA) di bidang kepabeanan dan cukai 6) 7) 8) 9) Pengelolaan data dalam rangka manajemen risiko Analisis data dalam rangka manajemen risiko Penyelenggaraan pelaksanaan audit di bidang keabeanan dan cukai Pelaksanaan audit atas keberatan penetapan nilai pabean

10) Tata laksana audit di bidang kepabeanan dan cukai 11) Pelaksanaan audit oleh tim audit 12) Evaluasi hasil audit di bidang kepabeanan dan cukai

DTSS Kepatuhan Internal

35

Penetapan dan Standar Kinerja


Bidang Kepatuhan Internal: Bidang Kepatuhan Internal memiliki 11 jasa pelayanan yang telah dibuatkan SOP-nya. Kesebelas jasa tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pengawasan pelaksanaan tugas di bidang pelayanan kepabeanan dan cukai 2) Pengawasan pelaksanaan tugas di bidang intelejen, penindakan dan penyidikan kepabeanan dan cukai 3) 4) 5) 6) Pengawaan pelaksanaan tugas di bidang audit kepabeanan dan cukai Pengawasan pelaksanaan tugas di bidang administrasi Penanganan laporan pengaduan dan pujian masyarakat Evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai 7) 8) Evaluasi terhadap pelaksanaan kode etik dan perilaku pegawai Evaluasi kinerja di bidang pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai 9) Pemberian rekomendasi peningkatan pelaksanaan tugas

10) Pelaporan dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan kepatuhan internal dan hasil pemeriksaan aparat pengawasan fungsional 11) Pemberian bahan masukan dalam rangka penyusunan Renstra, Renja, RKT, dan LAKIP di KPU.

G. SOP Pada Bidang Administrasi Kepabeanan dan Cukai


Bidang Administrasi Kepabeanan dan Cukai memiliki 15 jasa pelayanan yang telah dibuatkan SOP-nya. Kelimabelas jasa layanan tersebut adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Administrasi penerimaan dan pemungutan PNBP Pelayanan surat keterangan impor kendaraan bermotor Administrasi pelayanan penerimaan jaminan Administrasi pelayanan pengembalian jaminan Penerbitan SPKPBM Penerbitan surat teguran (melalui aplikasi) Penerbitan dan penyampaian surat paksa Penerbitan dan penyampaian surat paksa

DTSS Kepatuhan Internal

36

Penetapan dan Standar Kinerja


9) Administrasi penerimaan bea masuk, cukai, sewa, bunga

10) Administrasi premi denda administrasi 11) Pelayanan keberatan 12) Peleyanan keberatan tariff bea masuk di KPU 13) Pembuatan surat uraian banding berdasarkan keberatan yang ditolak 14) Pelayanan pengembalian karena putusan pengadilan pajak 15) Pelayanan pengembalian karena kesalahan tata usaha atau sebab lainnya.

H. SOP Sistem Aplikasi Komputer Kepabeanan dan Cukai


Peran teknologi informasi di KPU/KPPBC Madya dalam mengoptimalkan pengendalian dan pengawasan manajemen operasi dan menunjang kelancaran pelayanan sangat diperlukan. Dengan suatu sistem informasi yang terintegrasi maka KPU/KPPBC Madya dapat mengambil keputusan secara cepat, tepat, dan akurat. Pengembangan sistem informasi dimulai dengan memetakan dan

mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk keperluan pelayanan, pengawasan, perkantoran, baik ditingkat operasional pimpinan, staf, maupun pelaksana. Sebagai standardisasi teknologi perangkat sistem informasi mengacu pada open platform sehingga dapat terkoneksi dengan perangkat komunitas teknologi informasi lain. Hasil kajian yang telah dilakukan oleh tim reformasi DJBC mengenai aplikasi yang perlu dikembangkan di KPU/KPBC telah menghasilkan hal-hal berikut: Pengembangan aplikasi pelayanan kepabeanan dan cukai secara

computerized yang terintegrasi dan paperless Penerapan sistem pertukaran data secara elektronik (PDE) dalam proses pelayanan Penerapan office automation dalam penanganan proses administrasi perkantoran Penyediaan aplikasi/analysis tools untuk mendukung penerapan

manajemen risiko Penerapan perijinan dan fasilitas secara elektronik

DTSS Kepatuhan Internal

37

Penetapan dan Standar Kinerja

Dalam rangka mewujudkan penerapan TI secara optimal guna mendukung pelayanan dan pengawasan telah dilakukan strategi sebagai berikut: Menerapkan system PDE yang berbasis web untuk pelayanan Menerapkan Office Automation (workflow) Membuat aplikasi analisis untuk verifikasi dokumen pabean dan cukai Menerapkan konsep pelayanan tanpa dokumen (paperless) bagi pengguna jasa dengan tingkat kelatuhan tinggi Menerapkan teknologi informasi untuk mempercepat pelayanan perizinan, dan pemberian fasilitas Menerapkan teknologi informasi untuk mempercepat pemenuhan

persyaratan pabean dan cukai dari instansi lain.

Sampai saat ini sudah sebagaian besar jasa pelayanan yang telah menggunakan system aplikasi computer, baik jasa-jasa layanan di bidang kepabeanan maupun di bidang cukai.

I.

Standar Kode Etik Pegawai


Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004

tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik, disebutkan bahwa

Kode Etik

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Berkaitan dengan masalah etika pegawai negeri sipil, diterangkan dalam beberapa pasal Peraturan Pemerintah tersebut di atas. Dalam Pasal 9 PP 42 Tahun 2004 dinyatakan bahwa etika PNS dalam berorganisasi adalah: 1. melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2. menjaga informasi yang bersifat rahasia; 3. melaksanakan setiap kebijakan yang berwenang; 4. membangun etos kerja untnk meningkatkan kinerja organisasi; ditetapkan oleh pejabat yang

DTSS Kepatuhan Internal

38

Penetapan dan Standar Kinerja


5. menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan; 6. memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas; 7. patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja; 8. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inova tif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi; 9. berorientasi pada upaya peningkatan kualias kerja. Demikian juga dalam Pasal 10 PP 42 Tahun 2004 juga dinyatakan etika PNS dalam bermasyarakat yang meliputi: 1. mewujudkan pola hidup sederhana; 2. memberikan pelayanan dengan empati hormat dan santun tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan; 3. memberikan pelayanan secara cepat, tepal, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif; 4. tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat; dan 5. berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

melaksanakan tugas. Sedangkan dalam Pasal 11 PP 42 Tahun 2004 berkaitan dengan etika PNS terhadap diri sendiri dinyatakan meliputi: 1. jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang salah; 2. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan; 3. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan; 4. berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap; 5. memiliki daya juang yang tinggi; 6. memelihara kesehatan jasmani dan rohani; 7. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga; 8. berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan. Berkaitan dengan etika sesama pegawai negeri sipil juga dinyatakan dalam Pasal 12, yaitu: 1. saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/

kepercayaan yang berlainan; 2. memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil;

DTSS Kepatuhan Internal

39

Penetapan dan Standar Kinerja


3. saling menghormati antara teman sejawat, baik secara vertikal maupun horizontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi; 4. menghargai perbedaan pendapat; 5. menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil; 6. menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil; 7. berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak- haknya. Berdasarkan ketentuan kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini: 1. Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing instansi menetapkan kode etik instansi; 2. Organisasi Profesi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil menetapkan kode etiknya masing- masing. Selanjutnya dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP 04/BC/2002 tentang Kode Etik dan Perilaku Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dimana berkaitan dengan tanggung jawab pribadi pegawai Direktur Jenderal Bea dan Cukai dinyatakan bahwa pegawai wajib: 1. mengangkat dan mentaati sumpah/ janji pegawai negeri sipil dan sumpah/ janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undengan yang berlaku; 2. saling menghormati antara sesama warga negara yang berbeda agama/ kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 3. melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab; 4. menghindari diri untuk melakukan hal-hal yang dapat menurunkan

kehormatan atau martabat negara, pemerintah atau pegawai negeri sipil; 5. menghindari penyalahgunaan wewenangnya; 6. bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara; 7. menghindari memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan

kehormatan atau martabat pegawai negeri sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan; 8. menghindari diri untuk menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

DTSS Kepatuhan Internal

40

Penetapan dan Standar Kinerja


9. mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang; 10. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugasnya; 11. mendorong bawahan untuk meningkatkan prestasi kerjanya; 12. menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya; 13. memberikan kariernya, 14. memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin; 15. menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat; 16. menjalankan pola hidup sederhana di dalam kehidupan bermasyarakat, 17. selalu berusaha meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan

profesionalisme dalam melaksanakan tugas; 18. mentaati ketentuan jam kerja; 19. berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap sesama pegawai negeri sipil dan atasan; 20. memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan korps pegawai negeri sipil. Berkaitan dengan ketaatan kepada undang-undang Semua pegawai Direktur Jenderal Bea dan Cukai harus tunduk dan patuh pada undang-undang dan ketentuan formal yang berlaku. Hal ini berarti bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai, yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang ditegakkan oleh Bea dan Cukai, atau peraturan perundang-undangan dimana Bea dan Cukai mempunyal kepentingan di dalamnya dapat dianggap sebagai pelanggaran yang serius/parah yang dapat mencemarkan nama baik institusi DJBC. Oleh sebab itu pegawai wajib : 1. mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku; 2. memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum; 3. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan,

DTSS Kepatuhan Internal

41

Penetapan dan Standar Kinerja


Kode etik yang berkaitan dengan tanggungjawab kepada masyarakat Dalam melaksanakan tugasnya setiap pegawai wajib memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sebagai wujud kesadaran akan kedudukannya sebagai pelayan masyarakat Oleh sebab itu setiap pegawai wajib: 1. memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing; 2. menghindari untuk melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak Yang dilayani dan/ atau pihak lainnya; 3. berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat namun tegas, responsif, transparan dan profesional sesuai ketentuan yang berlaku. Kode Etik terhadap keberatan dan kritik masyarakat Setiap pegawai bea dan cukai harus sadar sepenuhnya tentang perlunya membangun citra yang positif tentang kinerja, perilaku dan integritas pegawai. Dalam melayani masyarakat seringkali tidak terhindarkan adanya masukan dalam bentuk kritik, protes, keluhan dan keberatan yang berasal dari masyarakat, rekan sekerja maupun pihak terkait lainnya terhadap kinerja dan perilaku pegawai. Menghadapi hal demikian, pegawal wajib untuk bersikap : 1. membuka diri, menunjukan sikap simpatik dan bersedia menampung berbagai bentuk kritik, protes, keluhan dan keberatan tersebut; 2. menyelidiki duduk masalah dan kernudian menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut; 3. menyelesaikan masalah secara cepat dan obyektif serta mengacu kepada ketentuan vang berlaku; 4. menyelenggarakan upaya pencegahan agar masalah yang serupa tidak terulang dikemudian hari. Kode etik pegawai bea cukai dalam kegiatan politik Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana tersebut di atas, maka pegawai wajib :

DTSS Kepatuhan Internal

42

Penetapan dan Standar Kinerja


1. bersikap netral darl pengaruh sernua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; 2. menghindari diri menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik. Kode etik terkait dengan pemberian hadiah atau imbalan pegawai Dalam melaksanakan tugasnya seringkali pegawai berhubungan dengan organisasi, pengguna jasa atau anggota masyarakat yang mengharapkan adanya penyimpangan prosedur dari ketentuan yang berlaku, dengan

menjanjikan hadiah atau imbalan untuk pegawai tersebut. Dalam hal ini pegawai wajib untuk: 1. menolak melakukan penyimpangan prosedur don menolak pemberian hadiah atau imbalan dalam bentuk apapun dari pihak manapun yang diketahui atau patut diduga bahwa penterian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekedaan pegawai negeri sipil yang bersangkutan; 2. menghindari untuk bertindak selaku perantara bag! sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/ instansi pernerintah. Kode etik terkait konflik kepentingan pegawai Dirjen Bea dan Cukai Konflik kepentingan dapat timbul dari pegawai yang berurusan dengan, atau dari pegawai yang keputusannya dibuat untuk, orang-orang yang memiliki kepentingan pribadi. Oleh sebab itu pegawai wajib : 1. mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri atau pihak lain, 2. menghindari melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain di dalarn maupun di luar lingkungan kedanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara. 3. menghindari melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain; 4. menghindari kepemilikan saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya; 5. menghindari kepemilikan saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat

DTSS Kepatuhan Internal

43

Penetapan dan Standar Kinerja


pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan; 6. menghindari melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I. Kode etik terkait dengan kerahasiaan dan penggunaan informasi resmi Seringkali karena kedudukan dan/ atau jabatannya scorang pagawal memperolah, mengolah dan menyimpan Informasi resmi negara yang sifatnya rahasla. Oleh sebab Itu maka pegawai wajib: 1. menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya dan menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan dan/ atau jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain; 2. menghindari diri menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing tanpa ijin pemerintah 3. segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui adanya tindakan permbocoran rahasia dan informasi resmi yang dapat membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan dan materil. Kode etik terkait dengan penggunaan barang dan jasa dinas Barang dan jasa dinas adalah aset institusi untuk mendukung pelaksanaan tugas penegakan hukum. Kecuali jika diberi wewenang secara khusus, penggunaan sumber daya atau jasa dinas untuk kepentingan atau keuntungan pribadi sangat dilarang, Oleh sebab itu setiap pegawai wajib: 1. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaikbaiknya; 2. menghindari penyalahgunaan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara, 3. menghindari untuk memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjarnkan barang-barang, dokumen atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah.

DTSS Kepatuhan Internal

44

Penetapan dan Standar Kinerja


Kode etik terkait dengan lingkungan kerja Suasana tempat keda yang sehat, aman dan bebas dari diskriminasi dan gangguan akan dapat meningkatkan gairah bekerja sehingga tujuan individu dan organisasi akan lebih cepat tercapai. Oleh sebab itu pegawai wajib : 1. menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik; 2. bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bilaksana terhadap

bawahannya; 3. mengbindari diri untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya; 4. mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan tentang standar berpakaian seragam dinas yang berlaku; 5. menghindari diri dari penyalahgunaan alkohol dan narkoba; 6. menghindari diri dari pernyalahgunaan senjata api dan barang-barang berbahaya lainnya. Kode etik terkait dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme Setiap pegawal harus menyadari dan mentaati dengan sungquh-sunqguh mengenai semua ketentuan mengenai tindak pidana korupsi sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Segala bentuk tindakan korupsi sebagaimana disebutkan daiam undang-undang tersebut akan dikenakan sanksi pidana dengan maksimal hukuman yang dapat berupa pidana mati. Bagi pegawai yang menjadi penyelenggara negara yang meliputi jabatanjabatan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme harus menyadari dan mentaati dengan sungguhsungguh mengenai kewajibannya sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 undang-undang tersebut, yaitu; 1. mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku jabatannya; 2. bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat; 3. melaporkan menjabat; dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah

DTSS Kepatuhan Internal

45

Penetapan dan Standar Kinerja


4. tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme; 5. melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan, 6. melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan katentuan perundang-undangan yang berlaku; dan 7. bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi dan nepotisme serta dalam perkara lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang beriaku. Adapun setiap bentuk pelanggaran terhadap ketentuan pasal tersebut di atas akan dikenakan sanksi sebagaimana tercanturn di dalarn Pasal 20, 21 dan 22 Undang-undang Nomor 26 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Setiap pegawai DJBC wajib menjunjung tinggi, menghayati dan

mengamalkan kode etik tersebut di atas dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Setiap pelanggaran atas kode etik tersebut dapat dikenai sanksi atau hukuman sesuai dengan tingkat pelanggarannya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010.

2.2. Latihan 2 Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 2 ini, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini. 1. Jelaskan pengertian SOP ? 2. Jelaskan manfaat SOP bagi pegawai pemeriksa? 3. Jelaskan komponen-komponen yang membentuk SOP? 4. Bagaimana agar implementasi SOP dapat efektif? 5. Jelaskan hubungan antara SOP dengan Sistem Pengendalian Internal (SPI) ? 6. Jelaskan bagaimana SOP dapat meningkatkan kinerja organisasi ?

DTSS Kepatuhan Internal

46

Penetapan dan Standar Kinerja


7. Jelaskan yang dimaksud dengan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil ?

2.3. Rangkuman

1. Untuk memberikan pelayanan kepabeanan dan cukai yang memuaskan kepada pada customer diperlukan adanya standar pelayanan yang memadai. Standar tersebut harus diperlakukan secara sama kepada semua pihak. Untuk ini diperlukan adanya Standar Operating Prosedur (SOP) yang harus dilaksanakan secara benar oleh para pegawai dilingkungan DJBC. 2. SOP merupakan suatu rangkaian instruksi tertulis dalam bentuk suatu dokumen yang berisikan prosedur-prosedur operasi yang rutin yang akan digunakan sebagai acuan pegawai di dalam memberi layanan kepada setiap pelanggan. 3. SOP juga berguna bagi para pemeriksa sebagai acuan di dalam menilai kinerja instansi yang diperiksanya. Selain itu dengan mempelajari SOP kemudian mengukur risiko-risiko yang melekat pada SOP tersebut,

pemeriksa dapat menidentifikasi permasalahan yang dihadapi organisasi secara lebih dini, sehingga proses pemeriksaan akan lebih efisien dan efektif. 4. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik, disebutkan bahwa Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari.

2.4. Tes Formatif

Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 2 ini, coba Anda kerjakan tes formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar.

1.

Prosedur-prosedur baku yang yang dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari orang atau bagian terkait, di sebut: a. Sistem Informasi

DTSS Kepatuhan Internal

47

Penetapan dan Standar Kinerja


b. Sistem Pengendalian c. SOP d. Prosedur Minimum. 2. Mana dari pernyataan berikut yang bukan merupakan manfaat SOP a. Pelayanan yang diberikan kepada siapapun akan memperoleh hasil yang sama. b. Menghemat tenaga kerja. c. Menghemat biaya. d. Membuat para petugas akan lebih mudah memberikan penjelasanpenjelasan secara pasti. 3. Sistem reward dan punishment yang jelas akan meningkatkan: a. Efektifitas implementasi SOP b. Akuntabilitas Pelaksanaan SOP c. Keterbukaan dalam evaluasi SOP d. Efisiensi SOP 4. Pada dasarnya SOP dibangun dari oleh tiga unsur utama, yaitu: dokumen, aktivitas, kegiatan dan orang/fungsi/bagian. Di lingkungan DJBC selain unsur di atas unsur-unsur berikut juga dijadikan unsur pertimbangan, kecuali: a. Denda bila tidak dilayani dengan baik b. Biaya pelayanan c. Janji pelayanan d. Dasar Hukum Pelayanan. 5. Dari pernyataan berikut mana yang paling benar. a. SOP dibuat untuk kebutuhan internal organisasi b. Dengan SOP yang baik organisasi pasti baik pula. c. SOP dibuat untuk kebutuhan internal dan ekternal d. Tanpa SOP organisasi tidak berjalan. 6. Jasa-jasa pelayanan berikut merupakan tupoksi Bidang Penindakan dan Penyidikan, kecuali: a. SOP Impor Sementara b. SOP Pengawasan c. SOP Pengumpulan, Analisis, Penyajian dan Penyampaian Informasi dan Hasil Intelejen.

DTSS Kepatuhan Internal

48

Penetapan dan Standar Kinerja


d. SOP Pengumpulan Data Pelanggan Perundang-undangan Kepabeanan dan Cukai. 7. SOP dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kinerja organisasi publik guna mengetahui hal-hal berikut, kecuali: a. Tingkat responsivitas, b. Tingkat responsibilitas c. Tingkat akuntabilitas kinerja instansi d. Tingkat integritas. 8. Mana dari pernyataan ini yang kurang tepat : a. SOP adalah salah satu unsur pengendalian internal b. Tanpa SOP organisasi tidak akan berjalan. c. SOP dapat meningkatkan kinerja organisasi d. SOP dapat mewujudkan good governance. 9. Etika PNS dalam bermasyarakat meliputi, kecuali: a. Berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. b. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka dan adil c. Mewujudkan pola hidup sederhana. d. Tanggap terhadap pelestarian lingkungan alam. 10. Dalam Kode Etik dan Prilaku Pegawai DJBC dinyatakan bahwa pegawai wajib, kecuali: a. Mentaati ketentuan jam kerja b. Menjalankan pola hidup sederhana c. Menjadi teladan dalam masyarakat d. Menghindari memasuki tempat-tempat maksiat dengan alasan apapun.

2.5.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus.

DTSS Kepatuhan Internal

49

Penetapan dan Standar Kinerja


TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91 % 81 % 71 % 61 % 0%

s.d s.d. s.d. s.d. s.d.

100 % 90,00 % 80,99 % 70,99 % 60 %

: : : : :

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar ini dengan baik.

DTSS Kepatuhan Internal

50

Penetapan dan Standar Kinerja

PENUTUP
Setelah peserta diklat melakukan proses pembelajaran mulai dari kegiatan belajar pertama sampai dengan kegiatan belajar kedua, maka selanjutnya peserta diklat diminta untuk dapat memahami dan menyelesaikan Tes Sumatif yang merupakan gabungan tes seluruh materi kegiatan-kegiatan belajar yang telah dipelajari sebelumnya. Diharapkan peserta dapat mengerjakan secara baik Tes Sumatif berupa essay tersebut secara mandiri untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan peserta dalam mempelajari secara keseluruhan rangkaian materi modul ini dan yang terpenting adalah melatih peserta diklat untuk berfikir secara sistematis, logis dan komprehensif atas segala permasalahan yang dihadapi di lingkungan kerja. Selanjutnya diharapkan peserta dapat menerapkan materi diklat ini di tempat kerja masing-masing dengan penuh kesungguhan agar dapat

memberikan hasil yang optimal bagi peningkatan kinerja di unit masing-masing dan peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara umum.

DTSS Kepatuhan Internal

51

Penetapan dan Standar Kinerja

TES SUMATIF
1. Jelaskan yang dimaksud dengan Balanced Scorecard (BSC) dan manfaatnya ? 2. 3. Apa yang dimaksud dengan IKU dan jelaskan jenis IKU yang ada ? Apabila anda diminta oleh atasan untuk mengusulkan Indikator Kinerja Utama di unit seksi anda, IKU apa yang anda usulkan dan apa alasannya? 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Peta Strategi, Sasaran Strategi dan IKU dan kaitannya satu sama lain ? 5. Jelaskan hubungan antara Renstra, RKT, Penetapan Kinerja, LAKIP dan BSC secara singkat dan sistematis ? 6. Jelaskan secara singkat pengelolaan kinerja berdasarkan Kep-19/BC/2010 ? 7. 8. Jelaskan unsur-unsur yang harus ada dalam SOP ? Jelaskan apa yang dimaksud dengan Kode Etik dan Prilaku Pegawai DJBC dan Komisi Kode Etik? 9. Jelaskan secara singkat program reformasi birokrasi lanjutan di di lingkungan DJBC

Kementerian Keuangan ? 10. Jelaskan pengertian kinerja dan evaluasi kinerja khususnya berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal nomor P-23/BC/2010 ? 11. Jelaskan secara singkat pengertian level BSC Depkeu Wide sampai dengan Depkeu Five di lingkungan Kementerian Keuangan ? 12. Jelaskan 4 (empat) perspektif yang diterapkan pada Peta Strategi di Kementerian Keuangan ? 13. Apa yang dimaksud dengan cascading dan alignment IKU ? 14. Jelaskan secara singkat penetapan Sub Manajer Kinerja (SMK) dan penetapan Kontrak Kinerja (KK) di lingkungan DJBC ? 15. Jelaskan secara singkat indikator kinerja Input, Output, Outcome dan Impact ? 16. Jelaskan yang dimaksud dengan Maximize, Minimize dan Stabilize dalam IKU ? 17. Jelaskan yang dimaksud dengan High, Moderate dan Low sesuai degree of controllability dalam IKU ?

DTSS Kepatuhan Internal

52

Penetapan dan Standar Kinerja

KUNCI JAWABAN
JAWABAN TES FORMATIF
KEGIATAN BELAJAR - 1 NOMOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 JAWABAN S S S B
S B S

KEGIATAN BELAJAR - 2 NOMOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 JAWABAN C A A A


C A C

B
B

D
D

B D D C B D

DTSS Kepatuhan Internal

53

Penetapan dan Standar Kinerja

KUNCI JAWABAN
KATA KUNCI TES SUMATIF
1. 2. 3. 4. 5. Alat manajemen kinerja. Menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi. Alat ukur kuantitatif. Tk validitas ; lagging, leading Sesuai dengan unit masing-masing PS : value chain, SS : pernyataan kondisi masa depan, IKU : alat ukur Renstra : rencana 5 tahun, RKT dan PK : rencana 1 tahun, LAKIP : dokumen pertanggungjawaban : 1 tahun, BSC : alat ukur kinerja. 6. 7. 8. Sistem pengelolaan kinerja berbasis BSC untuk mencapai tujuan Dokumen, aktivitas, kegiatan dan orang/fungsi/bagian Berkaitan dengan tanggungjawab pribadi pegawai DJBC. Komisi untuk menyelesaikan masalah kode etik. 9. Penataan organisasi, SOP, IKU, pengembangan SDM, Monev. Evaluasi

10. Kinerja: hasil kerja pegawai dan unit kerja yang dapat diukur.

kinerja: kegiatan penilaian hasil kerja menurut indikator tertentu atas dasar target yang telah ditetapkan. 11. Personal scorecard Menteri, level unit eselon I, II, III, IV, dan pelaksana. 12. Stakeholder, Customer, Internal Proses, Learning and Growth. 13. Proses menurunkan BSC. BSC selaras secara vertikal dan horisontal 14. Pimpinan unit eselon II menetapkan SMK. Masing-masing SMK

mengkoordinasikan proyeksi target IKU untuk penyusunan Kontrak Kinerja. 15. Input: untuk menghasilkan output. Output: sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan. Outcome: efek langsung. Impact: pengaruh baik positif maupun negatif. 16. Max: realisasi > target. Min: realisasi < target. Stabilize: realisasi=rentang target tertentu. 17. High: Pencapaian Target (PT) ditentukan oleh unit yang bersangkutan. Moderate: PT dipengaruhi oleh unit lain. Low: PT sangat dipengaruhi unit lain.

DTSS Kepatuhan Internal

54

Penetapan dan Standar Kinerja

DAFTAR ISTILAH
Annual performance plan adalah Rencana kinerja yang merupakan rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan stratejik, di dalamnya memuat seluruh target kinerja yang hendak dicapai dalam suatu tahun yang dituangkan dalam sejumlah indikator kinerja (performance indicators) yang relevan. Budaya patrimonial, dimana budaya organisasi penyelenggara pelayanan publik di Indonesia masih banyak terikat oleh tradisi-tradisi politik dan budaya masyarakat setempat yang seringkali tidak kondusif dan melanggar peraturan-peraturan yang telah ditentukan. Consumer knowledge kondisi dimana masyarakat pelanggan yang dilayani lebih mudah dan lebih memahami dalam mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat birokrasi pelayanan publik Indikator absolut, contohnya produktifitas karyawan dan revenue

perusahaan perkaryawan dalam waktu tertentu. Indikator relatif, contohnya persentase karyawan bermotivasi tinggi, persentase karyawan berpendidikan tinggi, dan persentase biaya pelatihan terhadap revenue perusahaan. Indikator tertimbang, contohnya produktifitas karyawan berdasarkan unsur kontrol pada periode dan kondisi inflasi tertentu. Key Performance indicator (KPI) atau indikator-indikator kunci merupakan indicator yang dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam pengukuran kinerja organisasi. KPI merupakan rincian indiaktor atau parameter dari setiap satuan kegiatan yang ada dalam satu bidang kerja yang diberi nilai berupa kuantifikasi dan/atau kualifikasi yang harus dicapai atau dipenuhi oleh pegawai dalam satu bidang kerja yang merefleksikan ukuran atau standard kinerja organisasi. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari.

DTSS Kepatuhan Internal

55

Penetapan dan Standar Kinerja


Konteks monopolistik, dalam hal ini karena tidak adanya kompetisi dari penyelenggara pelayanan publik non pemerintah, tidak ada dorongan yang kuat untuk meningkatkan jumlah, kualitas maupun pemerataan pelayanan tersebut oleh pemerintah Mutual Ignorance adalah kondisi dimana baik aparat birokrasi pelayanan publik maupun masyarakat yang dilayani sama-sama tidak tahu dan mendapat kesulitan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan publik. Mutual knowledge adalah kondisi dimana pihak aparat birokrasi yang melayani dan pihak masyarakat yang dilayani sama-sama dapat dengan mudah memahami kualitas pelayanan tersebut. Prinsip Aksestabilitas, dimana setiap jenis pelayanan harus dapat dijangkau secara mudah oleh setiap pengguna pelayanan (misal: masalah tempat, jarak dan prosedur pelayanan); Prinsip Akuntabilitas, yaitu bahwa proses, produk dan mutu pelayanan yang telah diberikan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat karena aparat pemerintah itu pada hakekatnya mempunyai tugas memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. Prinsip Kontinuitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan harus secara terus menerus tersedia bagi masyarakat dengan kepastian dan kejelasan ketentuan yang berlaku bagi proses pelayanan tersebut; Prinsip Profitabilitas, yaitu bahwa proses pelayanan pada akhirnya harus dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat luas. Prinsip Teknikalitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan proses pelayanannya harus ditangani oleh aparat yang benar-benar memahami secara teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, ketepatan dan kemantapan sistem, prosedur dan instrumen pelayanan Producer knowledge adalah kondisi dimana pihak aparat birokrasi yang melayani lebih mudah memahami dan mengevaluasi kualitas pelayanan publik daripada masyarakat pelanggan yang dilayani.

DTSS Kepatuhan Internal

56

Penetapan dan Standar Kinerja

DAFTAR PUSTAKA
Asad, Moh., 1991. Psikologi Industri. Ed 4, Yogyakarta: Liberti Bernardin, H. John and Russel, E.A., 1993. Human resource Management, An Experiential Approach. Mc. Graw Hill International Edition, Singapore: Mac Graw Hill Book Co. Effendi, Sofian (1995), Kebijaksanaan Pembinaan Organisasi Publik Pada PJP II, Percikan Pemikiran Awal, Makalah Pelatihan Analisis Kebijakan Sosial Angkatan III, Yogyakarta. Gibson, J.L. et al., 1987. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta : Erlangga. Islamy, M.Irfan, 1999, Reformasi Pelayanan Publik, Makalah Pelatihan Strategi Pembangunan Sumber Manusia Aparatur Pemerintah Daerah dalam Era Globalisasi, di Kabupaten Daerah Tingkat II Trenggalek. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-81/BC/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Npmor P-01/BC/2007. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.05/1997 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 48/PMK.04/2005. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 515/KMK.04/2002 tentang Kode Etik dan Perilaku Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Keputusan Menteri Keuangan Nomor Nomor 144/PMK.04/2007 tentang

Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai. LAN, 2007, Modul 2: Manajemen Stratejik: Perencanaan Stratejik, Perencanaan Kinerja dan Anggaran Berbasis Kinerja, Lembaga Administrasi Negara Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Impor Pada

DTSS Kepatuhan Internal

57

Penetapan dan Standar Kinerja


Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P25/BC/2007; Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik Barang Impor. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-19/BC/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-23/BC/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas Unit Kerja Kepatuhan Internal di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.04/2006 tentang Pencabutan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/KMK.04/2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 118/KMK.04/2003 tentang Tata Laksana Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.011/2007. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.04/2005 tanggal 26 Mei 2005 tentang Tatacara Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan/atau Bunga. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan. Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2007.

DTSS Kepatuhan Internal

58

Penetapan dan Standar Kinerja


Putro dan Martin, 2007, Sistem Pengendalian Internal Kantor Pelayanan Utama DJBC, Tim Percepatan Reformasi Kebijakan Bidang Pelayanan Bea dan Cukai Steers, R.M. 1985. Efektivitas Organisasi. Cetakan II. Terjemahan Magdalena Jamin. Seri Manajemen No. 47. Jakarta : Erlangga. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-11/BC/2006 tanggal 16 Februari 2006 tentang Penegasan Tata Laksana Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Yang Berlaku pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor SE-17/BC/2005 tanggal 5 Juli 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 38/PMK.04/2005 tanggal 26 Mei 2005 tentang Tatacara

Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan/atau Bunga. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-06/BC/2007 tentang Penunjukan Pejabat Pemeriksa Barang Dalam Rangka Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard di Lingkungan Kementerian Keuangan, 2010, PUSHAKA, Sekretariat Jenderal,

Kementerian Keuangan.

DTSS Kepatuhan Internal

59

You might also like