You are on page 1of 20

Pendidikan Kewarganegaraan FILSAFAT PANCASILA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh : Aji Arifin Betha Jaswati Putri Destiana Dyah Eko Gantheng P Ardy Wicaksono Hana Pramudiana Dewi Puspa Rini Bhekti Dwi Santoso Ratna Dewi Irmayanti

PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Pendidikan Kewarganegaraan FILSAFAT PANCASILA


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh : Aji Arifin Betha Jaswati Putri Destiana Dyah Eko Gantheng P Ardy Wicaksono Hana Pramudiana Dewi Puspa Rini Bhekti Dwi Santoso Ratna Dewi Irmayanti

PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan karunia-Nya, penulis dapat menyusun makalah yang berjudul Filsafat Pancasila. Tulisan ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan di FKIP Geografi, Universitas Sebelas maret Surakarta yang mengkaji tentang filsafat Pancasila dan pemahaman mengenai Pancasila sebagai filosofi bangsa Indonesia. Disadari bahwa tulisan ini dapat terwujud atas bantuan dari berbagai pihak, sehingga penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang terlibat dalam proses penyusunan makalah ini. Pembahasan dan isi dari makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca maupun semua pihak yang secara khusus ingin mempelajari filsafat Pancasila. Masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, oleh karena itu penulis mengucapkan maaf dan mengharapkan saran dan kritik yang bermanfaat. Surakarta, September 2011

Penulis

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila bukan sesuatu yang asing bagi Indonesia yang terdiri dari 5 (lima) sila.

Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi. Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Selain itu, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan beragama.
Indonesia menetapkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar filsafat negara. Namun, Pancasila layak untuk dikaji kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini dan mendatang baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan,

maupun sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari. Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar

menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penulisan makalah tersebut, maka penulis menyampaikan rumusan masalah agar mampu memberikan hasil yang diinginkan. Rumusan makalah tersebut, diantaranya: 1. Apa makna filsafat Pancasila? 2. Apa saja nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah negara? 3. Apa fungsi utama filsafat Pancasila sebagai dasar bangsa dan negara Indonesia?

C.

Tujuan Penulisan Bertolak dari rumusan masalah tersebut, makalah yang berjudul Filsafat

Pancasila memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Menjelaskan makna filsafat Pancasila. 2. Menjelaskan nilai-nilai Pancasila. 3. Memaparkan fungsi filsafat Pancasila sebagai bangsa dan negara Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN
Perkembangan masyarakat di dunia yang semakin cepat secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di dunia. Gelombang besar kekuatan internasional melalui globalisasi telah mengancam bahkan menguasai negara-negara kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibat yang langsung terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan, karena adanya perbenturan kepentingan antara

nasionalisme dan internasionalisme. Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks dan rumit manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain muncul masalah internal yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara obyektif mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan sosial. Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambah konflik internal seperti gambaran di atas mengakibatkan suatu tarik menarik kepentingan yang secara langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai-nilai baru yang masuk baik secara subyektif maupun obyektif serta terjadinya pergeseran nilai di masyarakat pada akhirnya mengancam prinsip-prinsip hidup berbangsa masyarakat Indonesia. Prinsip-prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (the founding father) negara Indonesia yang kemudian diabstrasikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat bernegara itulah Pancasila. Dengan pemahaman demikian maka Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dari munculnya nilai-nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi. Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain di dunia dan hal inilah yang disebut sebagai local genius (kecerdasan / kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom

(kearifan lokal) bangsa. Dengan demikian bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain. Ketika para pendiri negara Indonesia menyiapkan berdirinya negara Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental diatas dasar apakah negara Indonesia merdeka ini didirikan. Jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolok ukur utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain jati diri bangsa akan selalu bertolok ukur kepada nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat bangsa.
A. Filsafat Pancasila

1.

Pengertian Filsafat Secara sederhana filsafat dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-

sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati. Filsafat berasal dari bahasa Yunani philein yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran. Cinta dapat dikemukakan sebagai keinginan yang menggebu dan sungguhsungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati. Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut: Socrates (469-399 S.M.) Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif Plato (472 347 S. M.)

Dalam karya tulisnya Republik Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif. 2. Pengertian Pancasila Pengertian Pancasila Secara Etimologis Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J. a. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh. b. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri c. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah d. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta. e. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras. Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh. Pengertian secara Historis Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.

Pengertian Pancasila Secara Termitologis Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk

melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia Pancasila berbentuk: 1. 2. Hirarkis (berjenjang); Piramid. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Prikebangsaan; Prikemanusiaan; Priketuhanan; Prikerakyatan; Kesejahteraan Rakyat Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme/Prikemanusiaan; Mufakat/Demokrasi; Kesejahteraan Sosial; Ketuhanan yang berkebudayaan; Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu: 1. 2. 3. Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme; Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat; Ketuhanan YME. Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.

Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan

permusyawaratan perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia; Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan permintaan rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.

3.

Pengertian Filsafat Pancasila Menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan

pengertian ilmiah yaitu tentang hakekat dari Pancasila. Pancasila merupakan filsafat
negara yang lahir sebagai cita-cita bersama dari seluruh bangsa Indonesia (Ruslan Abdulgani). Dikatakan sebagai filsafat karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat.

Filsafat Pancasila Asli Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato

Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di

Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme,

sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme. Filsafat Pancasila versi Soekarno Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno Ketuhanan adalah asli berasal dari Indonesia, Keadilan Soasial terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan Persatuan. Filsafat Pancasila versi Soeharto Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan Pancasila truly Indonesia. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono. Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan

sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya. Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenaran yang bermacammacam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut: 1. 2. 3. 4. Kebenaran indra (pengetahuan biasa); Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan); Kebenaran filosofis (filsafat); Kebenaran religius (religi). Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional, yang isinya anatara lain sebagai berikut: Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang

harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian. Semua sila itu merupakan susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian.
B. Nilai-nilai Pancasila

Berdasarkan pemikiran filsafati, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai (Kaelan, 2000). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV adalah sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai yang merupakan perasan dari sila-sila Pancasila tersebut adalah : 1. Nilai Ketuhanan 2. Nilai Kemanusiaan 3. Nilai Persatuan 4. Nilai Kerakyatan 5. Nilai Keadilan Dari lima nilai tersebut selanjutnya menjadi sumber nilai bagi

penyelenggaraan kehidupan bernegara Indonesia. Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia. Nilai adalah suatu kualitas yang menyangkut jenis dan minat. Nilai adalah suatu penghargaan terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku manusia, karena suatu itu : Berguna Keyakinan Memuaskan Menarik Menguntungkan Menyenangkan

Ciri-ciri nilai ialah sebagai berikut : Suatu realitas abstrak Bersifat normatif Sebagai motivator manusia dalam bertindak Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra, yang dapat ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Contohnya

keadilan, kedermawanan, kesederhanaan adalah hal-hal yang abstrak. Meskipun abstrak, nilai merupakan suatu realitas, sesuatu yang ada dan dibutuhkan manusia. Nilai juga bersifat normatif artinya suatu keharusan (das sollen) yang menunutut diwujudkan dalam tingkah laku. Nilai menjadi pendorong atau motivator hidup manusia. Tingkatan nilai menurut Prof. Notonegoro ada 3 macam : 1. Nilai materiil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. 2. Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan. 3. Nilai kerohanian yang dibedakan menjadi 4 macam : Nilai kebenaran, bersumber pada akal pikiran manusia (rasio, budi, cipta) Nilai estetika / keindahan, bersumber pada rasa manusia Nilai kebaikan / moral, bersumber pada kehendak keras, karsa hati, nurani manusia Nilai religius (ketuhanan) bersifat mutlak, bersumber pada keyakinan manusia. Selain memiliki klasifikasi, nilai mempunyai tingkatan-tingkayan. Nilainilai itu dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai yang lain. Dalam filsafat pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 tingkatan nilai yaitu, nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis. 1. Nilai dasar Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. 2. Nilai instrumentral Nilai sebagai pelaksanan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk nurma sosial dan nurma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan mekanisme lembaga-lembaga negara.

3. Nilai praktis Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Secara singkat, dinyatakan bahwa nilai dasar dari pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilap persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai-nilai pancasila tersebut termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilainilai pancasila termasuk dalam tingkatan nilai dasar. Nilai dasar itu mendasari semua aktifitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai dasar bersifat fundamental dan tetap. Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional dari negara Indonesia memiliki konsekuensi logis untuk menerima dan menjadikan nilai-nilai pancasila sebagai acuan pokok bagi pengaturan penyelenggaraan bernegara. Sebagai nilai dasar bernegara, nilai pancasila diwujudkan menjadi norma hidup bernegara.
C. Fungsi Filsafat Pancasila untuk Bangsa dan Negara Indonesia

Fungsi landasan pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, sebagai berikut: 1. Landasan yuridis dan Historis pancasila sebaga dasar negara Kedudukan pokok pancasila bagi negara kesatuan republik indonesia adalah sebagai dasar negara. Pernyataan tersebut berdasarkan ketentuan pembukaan UUD 1945. Keududukan pancasila sebagai dasar negara ini merupakan keudduukan yuridis formal, oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum negara. Penegasan akan kedudukan pancasila sebagai dasar negara semakin kuat dengan keluarnya ketetapan MPR

XVIII/MPR/1998 tentang penegasan pancasila sebaga dasar negara. 2. Makna pancasila sebagai dasar negara Pancasila sebagai dasar atau filsafat mengandung bahwa nilai-nilai yang terkandung dalma pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi

penyelenggaraan bernegara. Nilai dasar pancasila bersifat abstrak, normatif dan nilai itu menjadi motivator kegiatan dalam penyelenggaraan

bernegara.

Konsekuensi

dari

rumusan

demikian

berarrti

seluruh

pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintah negara indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai pancasila. Penyelenggaraan pancasila memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh menyimopang dari nilai-nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Radikalisasi pancasila berarti a. Mengembalikan pancasila sesuai jati dirinya, yaitu sebagai ideologi dasar negara. b. Mengganti persepsi dari pancasila sebagai ideologi menjadi pancasila sebagai ilmu. c. Menghusahakan pancasila mempunyai konsistensi dengan produkproduk perundangan, koherensi antar sila, korespondensi dengan realitas sosial/. d. Pancasila yang semula melayani kepentingan vertikal, menjadi melayani kepentingan sosial. Terdapat tiga faktor yang membuat pancasila semakin sulit dan marginal dalam semua perkembangan yang terjadi: a. Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rezim orde baru yang menjadikan pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo klekuasaannya. b. Liberarisasi politik dengan penghapusan ketentuan oleh presiden BJ. Habibie tentang pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi, penghapusan ini memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi lain, khususnya yang berbasis agama. c. Desentralisasi dan otonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan, yang jika tidak diantisipasi, bukan tidak bisa menumbuhkan sentimen local-nasionalism yang dapat tumpang tindih dengan etnho-nationalism. Dalam proses ini pancasila

baik

sengaja

maupun

by-implication,

kian

kehilangan

posisi

sentralnya.

BAB III PENUTUP


A. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan isi makalah yang berjudul Filsafat Pancasila, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain di dunia, dengan demikian bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain. Kedua, pancasila merupakan filsafat negara Indonesia yang lahir sebagai cita-cita bersama dari seluruh bangsa Indonesia yang memiliki lima nilai dasar yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan yang selanjutnya menjadi sumber nilai bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara Indonesia yang bersifat fundamental dan tetap. B. SARAN Berdasarkan simpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran, diantaranya : pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dari munculnya nilai-nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi. Oleh karena itu, maka kita harus tetap menjaga dan mengamalkan nilainilai dalam filsafat pancasila dalam penyelenggaraan hidup berbangsa dan bernegara, dan menyeleksi budaya atau nilai-nilai baru dari luar yang kurang sesuai dengan filsafat pancasila.

DAFTAR PUSTAKA
Syarbaini, Syahrial dkk. 2006. Membangun Karakter dan Kepribadian Melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Graha Ilmu Winarno. 2008. Paradigma Baru: Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara

You might also like