You are on page 1of 5

PERIKANAN UNTUK SEMUA

(Sebuah Perspektif Untuk Provinsi Kepulauan Riau) Oleh :


1)

Romi Novriadi1
1)

Mahasiswa Master in Aquaculture Universiteit Gent-Belgia Staff Lingkungan Balai Budidaya Laut Batam Jl. Raya Barelang, Pulau setokok, Batam Alamat Surat : PO BOX 60 Sekupang, Batam-29422 E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id Romi.Novriadi@Ugent.be

Sektor Perikanan sebagai sektor yang dinamis dianggap mampu untuk menjadi salah satu pilar utama pembangunan ekonomi masyarakat Kepulauan Riau. Tidak percaya? Mari kita lihat letak geografis Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini dapat dijadikan salah satu alasan mengapa pembangunan ekonomi diharapkan mengarah kepada sektor perikanan yang disebut-sebut sebagai sektor The sleeping giant yang hingga kini masih belum terjaga dari tidurnya. Dengan jumlah pulau yang dimiliki sebanyak 2.408 pulau baik besar maupun kecil dan luas wilayah sebesar 252.601 Km2, di mana sekitar 95% - nya merupakan lautan dan hanya sekitar 5% daratan, menjadikan ini sebagai syarat utama yang sangat potensial untuk dapat membangun ekonomi masyarakat berbasiskan kelautan dan perikanan. Saat ini yang disebut sebagai sektor perikanan tidak melulu hanya berorientasi kepada kegiatan penangkapan, Seiring dengan perkembangan teknologi maka sektor perikanan telah berkembang mencakup berbagai lingkup produksi perikanan. dimulai dari tahapan perbenihan ikan, pembesaran ikan melalui unit-unit usaha budidaya, pengembangan produksi rumput laut, udang, kerang hingga kepada pengembangan teknologi budidaya yang sifatnya aplicable, ekonomis dan bertujuan untuk menunjang peningkatan produksi perikanan. Pengembangan sektor budidaya ini, seperti yang dicanangkan oleh Presiden RI melalui program Revitalisasi Perikanan mencakup kepada banyak komoditas yang berorientasikan untuk pemenuhan kebutuhan ikan konsumsi baik untuk masyarakat lokal maupun luar, komoditas ikan yang dikembangkan saat ini antara lain Kerapu, kakap,tuna, lele, patin, nila, mas dan berbagai komoditas lainnya, ataupun pengembangan yang diarahkan pada komoditas rumput laut, udang, kerang hingga rehabilitasi terumbu karang. Dan patut kita acungi jempol bahwa Nilai jual ekonomi dari produk perikanan termasuk yang paling stabil ditengah ancaman krisis perekonomian global.

Sebagai contoh adalah untuk komoditas ikan Kerapu yang dikembangkan melalui budidaya di laut, berdasarkan survey yang dilakukan penulis, harga jual komoditas ikan Kerapu macan ( Ephinephelus fuscoguttatus) menurut para pembudidaya dapat mencapai Rp. 110.000 130.000,-/Kg. Sementara untuk jenis kerapu lainnya, yakni kerapu bebek (Cromileptes altivelis) harga pasarnya bahkan dapat mencapai hingga > Rp. 350.000/Kg, selain kerapu, ikan ekonomis penting lainnya yang dapat dikembangkan adalah Kakap Merah dengan harga pasar Rp. 65.000/Kg, atau Kakap Putih (Lates calcarifer) dengan harga pasar Rp. 60.000/Kg juga layak untuk dibudidayakan. bahkan untuk beberapa spesies tertentu yang lebih langka bisa dihargai jauh lebih mahal. Tujuan pangsa pasar khususnya ditujukan untuk konsumsi restaurant-restaurant besar baik dalam maupun luar negeri. Dan ikan jenis Kerapu ini biasanya dieksport dalam keadaan hidup ke beberapa negara tujuan seperti : Singapura, Jepang, Cina, Hongkong, Taiwan, Malaysia bahkan hingga ke Amerika Serikat. Dan bila diperhatikan lebih seksama, maka seluruh praktisi di bidang perikanan akan memiliki kesepakatan yang sama, bahwa sektor ini memiliki siklus perputaran ekonomi yang sangat dinamis dan untuk mendapatkan nilai Break Event Point/BEP Value dari sektor ini akan sangat cepat diperoleh bila dilakukan secara berkelanjtan dan menuruti kaidah-kaidah CPIB yang baik. Namun pertanyaannya adalah apakah sektor ini khususnya di Provinsi Kepulauan Riau dapat melaju mulus tanpa menemui kendala?. Dan bila ada, tentunya kita dituntut untuk mengantisipasi serta melakukan kontrol terhadap berbagai aspek yang dapat menyebabkan kerugian di bidang perikanan. Kondisi Perikanan di Kepri Tepat 3 tahun yang lalu, yakni di bulan Februari Tahun 2006, merupakan bulan yang sangat berat bagi masyarakat pembudidaya ikan yang berdomisili di Batu Licin-Tanjung Pinang. Hal ini dikarnakan puluhan ribu ekor ikan Kerapu/Tiger grouper ukuran siap konsumsi mengalami kematian secara massal di lokasi Batu Licin-Tanjung Pinang. Penyebab permasalahan ini diduga berasal dari sisa pencucian batuan bauksit yang dibuang begitu saja ke lautan tanpa melalui proses AMDAL yang berlaku. Dan sampai saat ini masyarakat pembudidaya masih terus berjuang hingga tahapan kasasi ke Mahkamah Agung guna mendapatkan kompensasi atas kerugian yang telah mereka alami. Ini merupakan pertaruhan apakan sektor perikanan yang secara tersirat digambarkan sebagai The sleeping giant dapat menaklukkan sektor perindustrian dan pertambangan yang notabene merupakan salah satu penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah Provinsi ini. Dari permasalahan ini dapat disebutkan bahwa Lingkungan sebagai salah satu komponen terpenting dalam keberhasilan produksi perikanan budidaya harus mendapatkan perhatian yang cukup serius. Bila dikaji lebih mendalam, Seorang ahli ekonomi yang berasal dari Universitas Harvard menyatakan bahwa semakin sebuah negara/daerah bergantung pada sumberdaya alamnya, maka semakin kecil pula laju pertumbuhan ekonominya. Gejala umum ini dalam ilmu ekonomi sumberdaya disebut sebagai Penyakit Belanda (Dutch Disease). Istilah ini dikenal pada saat perekonomian Belanda hancur setelah ditemukannya gas lepas pantai antara tahun 1950 sampai tahun 1960an. Gejala yang sama pernah dialami

oleh negara-negara penghasil minyak, seperti : Kuwait, Arab Saudi, Bahkan Indonesia yang dikenal sebagai negara penghasil minyak mentah menjadi negara yang sangat bergantung kepada indeks harga jual minyak mentah luar negeri untuk menentukan nilai jual minyak dalam negeri. Ini menjadi sesuatu yang sangat tidak masuk akal. Dan ini tidak lain merupakan wacana berpikir bagi kita yang terlalu terlena untuk terus mengeksploitasi sumber daya alam yang kita ketahui akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat diperoleh kembali. Permasalahan lain yang timbul adalah lemahnya pengawasan terhadap penjualan ikan yang dilakukan secara sepihak, pakan ikan yang sulit didapat, dan ketersediaan benih ikan untuk dibudidayakan. Rencana Pengembangan Ekonomi Kelautan Arena percaturan internasional di masa mendatang adalah di kawasan Pasifik. Kecenderungan titik episentrum ekonomi dunia berangsur-angsur semakin bergeser dari kawasan petro-dolar di Timur Tengah ke kawasan Pasifik yang potensial. Seorang pakar futurology, John Hay mengungkapkan : Atlantik adalah samudra masa lampau, Mediterania (Laut Tengah) adalah samudra masa kini, dan Pasifik adalah samudra masa depan (Osean of the future), dan fenomena ini sudah terasa sekarang (Bengen dan Rizal, 2002). Dan Provinsi Kepri saat ini termasuk kedalam samudera masa depan dengan peranan yang lebih penting titambah lagi dengan status Free Trade Zone yang disandang oleh beberapa kawasan di Provinsi ini (Batam-BintanKarimun). Peluang ini harus dapat diambil dan jangan disia-siakan. Dan salah satu sektor yang dikembangkan adalah membangun ekonomi yang b erbasiskan kepada sumberdaya kelautan. Dahuri (2003), menyatakan peran ekonomi sumberdaya kelautan meliputi sektor-sektor : (1) Sektor kegiatan perikanan (perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri bioteknologi kelautan), (2) Sektor kegiatan pariwisata bahari, Sektor kegiatan pertambangan dan energi (minyak dan gas bumi, pasir laut, sumberdaya mineral, sumberdaya energi yang berasal dari dinamika lautan), Sektor kegiatan transportasi laut, Sektor kegiatan industri kelautan, Sektor kegiatan jasa kelautan lainnya (pendidikan, penelitian dan fungsi lingkungan, pulaupulau kecil, dan benda-benda berharga). Sangat banyak pengembangan ekonomi yang dapat kita lakukan dari sektor perikanan khususnya. Tinggal bagaimana para pengambil kebijakan daerah merencanakan secara terperinci arah dari pembangunan perikanan ini. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai dasar pengambilan kebijakan ini, antara lain : 1. Pemerintah harus menguatkan hukum kelautan serta mengawal Peraturan yang ditetapkan melalui Undang-Undang Kelautan dimana diatur penataan hukum kelautan baik aspek publik maupun aspek perdata, dalam suatu sistem unifikasi dan kodifikasi nasional dengan memperhatikan hukum internasional yang berlaku dan mengintegrasikan ketentuan - ketentuan hukum, materi dari Konvensi-Konvensi Internasional yang telah diratifikasi. Dan ini harus dilakukan dengan komitmen penuh oleh pemerintah, agar berbagai kebuntuan seperti yang dialami oleh masyarakat Batu licin-Tanjung pinang dalam memperoleh keadilan tidak menemui jalan buntu lagi.

2. Pemerintah daerah harus dengan segera menetapkan Rancangan Tata Ruang Wilayah yang diperuntukkan khusus untuk bidang pengembangan sektor perikanan. Dikarnakan sektor ini lebih banyak berorientasi kepada pengembangan makhluk hidup maka isu-isu lingkungan menjadi sangat penting untuk diperhatikan. 3. Pengelolaan Managemen Produksi Perikanan, hal ini diharapkan dapat mencakup berbagai aspek pengembangan budidaya perikanan. Dimulai dari titik awal budidaya yakni perbenihan, pembesaran hingga kepada mengelola pasar hasil-hasil produksi budidaya perikanan. Karena selama ini modus penjualan yang banyak dilakukan adalah penjualan yang dilakukan secara sepihak tanpa adanya koordinasi dengan pihak-pihak terkait dan pada akhirnya berpotensi merugikan negara (karena kehilangan PAD dari perikanan dan tidak memiliki data statistik produksi ikan yang akurat). 4. Penguatan berbagai aspek pendukung produksi perikanan. Seperti menyediakan sarana dan prasarana budidaya, pengawasan terhadap ketersediaan pakan ikan, obat-obatan, penyediaan cold storage penampung produksi, Koperasi pembeli hasil produksi perikanan, hingga kepada dilakukannya monitoring dan surveillance terhadap kondisi sebaran penyakit dan lingkungan di Provinsi ini.. 5. Mendukung pengembangan teknologi perikanan berbasiskan masyarakat. Di Kepri sudah berdiri kampus UMRAH dimana salah satu jurusan yang dimiliki adalah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ini merupakan sebuah langkah maju untuk dapat mensinergikan kekuatan antara pengusaha-pemerintah dan mahasiswa dalam hal pengembangan ekonomi kelautan. Namun sangat diharapkan bahwa pengembangan teknologi hendaknya bersifat sebagai penunjang peningkatan produksi budidaya ikan. 6. Menyiapkan tenaga-tenaga terampil , baik instruktur, penyukuh maupun tenaga teknis yang terampil di bidang produksi perikanan. 7. Membuat regulasi bantuan pinjaman modal lunak yang sifatnya tidak mempersulit petani ikan di Provinsi ini baik kesulitan untuk mengakses bantuan maupun kesulitan dalam pengembalian pinjaman.

Bila hal ini dapat kita lakukan, maka pengembangan ekonomi berbasiskan perikanan akan dapat kita kembangkan. Karena bagaimanapun ikan masih menjadi salah satu kebutuhan makanan pokok dengan nilai gizi yang cukup tinggi. Dan coba kita bayangkan, bila kita sampai dengan tega mengorbankan lingkungan hanya untuk mendapatkan pendapatan daerah yang tinggi melalui aktivitas industri dan pertambangan yang sifatnya hanya sementara. Maka anak cucu kita akan menjadi korban yang tidak dapat menikmati Indahnya hasil produksi di bidang kelautan dan perikanan. Mari kita sadari bahwa Provinsi ini ditopang oleh wilayah yang sebahagian besar merupakan wilayah perairan. Mengapa kita tidak memulai saat ini untuk membangun dan mengembangan potensi sektor kelautan dan perikanan yang sifatnya berkelanjutan dan Renewable ini. Hingga seluruh masyarakat dapat menikmati hasil produksi perikanan yang sehat dan dapat menjadi penopang ekonomi masyarakat. Dan pada akhirnya dengan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat maka kesadaran terhadap Perikanan untuk

semua dapat dijadikan landasan bagi pembangunan di semua lini kehidupan.

kemajuan

dan

percepatan

You might also like