You are on page 1of 17

Konsep Dasar Profesi Keguruan (pengertian dan syarat-syarat)

A. Pengertian Profesi Keguruan Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan seseorang.Seseorang yang bekerja sebagai dokter,dikatakan pekerjaannya sebagai dokter dan orangyang pekerjaannya mengajar dikatakan profesinya sebagai guru.Jadi istilah profesi dalam konteks ini sama artinya dengan pekerjaan atau tugas yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Keragaman dalam memahami istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari mengidentifikasikan perlunya suatu pengertian yang dapat menegaskan kriteria suatu pekerjaan sehingga dapat disebut sebagai suatu profesi.Artinya,tidak semua pekerjaan atau tugas yang dilakukan dapat disebut sebagai profesi.Pekerjaan-pekerjaan yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang disebut sebagai suatu profesi. Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu profession atau bahasa Latin , profecus yang artinya mengakui,adanya pengakuan,menyatakan mampu,atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara Terminologi,profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan pebuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin,2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok yaitu pengetahuan,keahlian,dan persiapan akademik. Menurut Ornstein dan Levine (1984) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi bila pekerjaan atau jabatan itu dilakukan dengan: 1. Melayani masyarakat 2.Melakukan bidang ilmu dan keterampilan 3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori kepraktik 4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang 5. 6. Terkendali berdasarkan lisensi baku atau mempunyai persyaratan masuk

Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan untuk kerjanya berhubungan dengan layanan yang diberikan.

Menelaah pengertian profesi tersebut, dapat dipahami bahwa profesi adalah pekerjaan atau jabatan khusus yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat. Cirri-ciri utama susatu profesi menurut Sanusi,dkk (1991) adalah sebagai berikut: 1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi social yang menentukan 2. Jabatan yang menuntut keterampilan /keahlian tertentu. 3. Keterampilan /keahlian yang dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah 4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas sistematis dan eksplisit,bukan habya sekedar pendapat khalayak umum. 5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama. 6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri 7. Berperan teguh oada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi. 8. Dalam praktiknya melayani masyarakat anggota profesi otonom dan bebas dari campur tngan orang lain 9. Jabatan mempunyai prestisi yang tinggi yang tinggi dalam masyarakat.

B. Syarat-syarat profesi keguruan National Education Association (Sucipto,kosasi,& Abimanyu,1994) menyusun sejumlah syarat atau criteria yang mesti ada dalam jabatan guru,yaitu :jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, jabatan yang menggelutisuatu batang tubuh ilmu yang khusus ,jabatan yang memerlukan kegiatan profisisonal yang lama,jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan,jabatan menjanjikan karir hidupdan keanggotaan yang permanen,jabatan yang menentukan baku sendiri,jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi,dan jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat. Gambaran rinci tentang syarat-syarat jabatan guru tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Jabatan yang melikatkan kegiatan intelektual 2. Jabatan yang menggeluti batang tubuhilmu yang khusus 3. Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama

4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan 5. Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen 6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri 7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi 8. Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat

Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan. Ciri-ciri profesi, yaitu adanya: 1. standar unjuk kerja; 2. lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan standar kualitas akademik yang bertanggung jawab; 3. organisasi profesi; 4. etika dan kode etik profesi; 5. sistem imbalan; 6. pengakuan masyarakat. Profesi Keguruan Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).

Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan sosial.

Ciri-ciri Profesi Keguruan Ciri-ciri jabatan guru adalah sebagai berikut. 1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual. 2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus. 3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka). 4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. 5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen. 6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri. 7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. 8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Latar Belakang Profesi Keguruan Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP).

Ruang Lingkup Profesi Keguruan Ruang lingkup layanan guru dalam melaksanakan profesinya, yaitu terdiri atas (1) layanan administrasi pendidikan; (2) layanan instruksional; dan (3) layanan bantuan, yang ketiganya berupaya untuk meningkatkan perkembangan siswa secara optimal. Ruang lingkup profesi guru dapat pula dibagi ke dalam dua gugus yaitu gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar profesional dan gugus kemampuan profesional. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian merupakan sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan pribadi dengan segala karakteristik yang mendukung terhadap pelaksanaan tugas guru. Beberapa kompetensi kepribadian guru antara lain sebagai berikut. 1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. 2. Percaya kepada diri sendiri. 3. Tenggang rasa dan toleran. 4. Bersikap terbuka dan demokratis. 5. Sabar dalam menjalani profesi keguruannya. 6. Mengembangkan diri bagi kemajuan profesinya. 7. Memahami tujuan pendidikan. 8. Mampu menjalin hubungan insani. 9. Memahami kelebihan dan kekurangan diri. 10. Kreatif dan inovatif dalam berkarya.

Kompetensi Sosial Guru Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.

Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah tempat guru tinggal. Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru, antara lain berikut ini. 1. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua Peserta didik. 2. Bersikap simpatik. 3. Dapat bekerja sama dengan BP3. 4. Pandai bergaul dengan Kawan sekerja dan Mitra Pendidikan. 5. Memahami Dunia sekitarnya (Lingkungan).

Komponen-komponen Kompetensi Profesional Kompetensi Profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar. Beberapa komponen kompetensi profesional guru adalah berikut ini. 1. Penguasaan Bahan Pelajaran Beserta konsep-konsep. 2. Pengelolaan program belajar-mengajar. 3. Pengelolaan kelas. 4. Pengelolaan dan penggunaan media serta sumber belajar. 5. Penguasaan landasan-landasan kependidikan. 6. Kemampuan menilai prestasi belajar-mengajar. 7. Memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah. 8. Menguasai metode berpikir.

9. Meningkatkan kemampuan dan menjalankan misi profesional. 10. Memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik. 11. Memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan. 12. Mampu menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran. 13. Mampu memahami karakteristik peserta didik. 14. Mampu menyelenggarakan Administrasi Sekolah. 15. Memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan. 16. Berani mengambil keputusan. 17. Memahami kurikulum dan perkembangannya. 18. Mampu bekerja berencana dan terprogram. 19. Mampu menggunakan waktu secara tepat.

Hubungan antara Penguasaan Materi dan Kemampuan Mengajar Penguasaan Materi menjadi landasan pokok seorang guru untuk memiliki kemampuan mengajar. Penguasaan materi seorang guru dilakukan dengan cara membaca buku-bulu pelajaran. Kemampuan penguasaan materi mempunyai kaitan yang erat dengan kemampuan mengajar guru, semakin dalam penguasaan seorang guru dalam materi/bahan ajar maka dalam mengajar akan lebih berhasil jika ditopang oleh kemampuannya dalam menggunakan metode mengajar. Penguasaan bahan ajar dapat diawali dengan mengetahui isi materi dan cara melakukan pendekatan terhadap materi ajar. Guru yang menguasai bahan ajar akan lebih yakin di dalam mengajarkan materi, senantiasa kreatif dan inovatif dalam metode penyampaiannya.

Keputusan Situasional dan Transaksional

Keputusan situasional menyangkut keputusan tentang apa dan bagaimana pengajaran akan diwujudkan berdasarkan analisis situasi (tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disampaikan, waktu serta fasilitas yang tersedia dan perilaku bawaan siswa). Keputusan situasional diambil guru ketika menyusun persiapan tertulis dalam bentuk satuan pelajaran (satpel). Keputusan transaksional merupakan penyesuaian yang dilakukan oleh guru yang berkaitan dengan pelaksanaan dari keputusan situasional berdasarkan balikan yang diperoleh guru dari interaksinya dengan siswa maupun dari interaksi antar siswa dalam PBM yang sedang berlangsung. Keputusan transaksional diambil karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang berkembang dalam melaksanakan PBM. Peran Guru dalam Pengembangan Rancangan Pembelajaran Proses pembelajaran merupakan proses inkuiri dan reflektif, yang menekankan pentingnya pengalaman dan penghayatan guru terhadap proses itu. Rancangan pembelajaran harus dikembangkan atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang berorientasi kepada perkembangan siswa. Perkembangan adalah tujuan pembelajaran. Rancangan pembelajaran baik rancangan jangka pendek maupun jangka panjang mencakup komponen-komponen: (a) Analisis kurikulum, (b) tujuan instruksional, (c) rencana kegiatan, (d) rencana evaluasi.

Peran Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran dan Manajemen Kelas 1. Pembelajaran yang efektif terwujud dalam perubahan perilaku peserta didik baik sebagai dampak instruksional maupun dampak pengiring. Proses pembelajaran berlangsung dalam suatu adegan yang perlu ditata dan dikelola menjadi suatu lingkungan atau kondisi belajar yang kondusif.

2. Pendekatan pluralistik dalam manajemen kelas memadukan berbagai pendekatan, dan memandang manajemen kelas sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan dan memelihara lingkungan belajar yang efektif. 3. Masalah pengajaran dan manajemen kelas adalah dua hal yang dapat dibedakan tetapi sulit dipisahkan. Keduanya saling terkait; manajemen kelas merupakan prasyarat bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif. 4. Lingkungan belajar dikembangkan dan dipelihara dengan memperhatikan faktor keragaman dan perkembangan peserta didik. Manajemen kelas dikembangkan melalui tahap-tahap: perumusan kondisi ideal, analisis kesenjangan, pemilihan strategi, dan penilaian efektivitas strategi. 5. Penataan lingkungan fisik kelas merupakan unsur penting dalam manajemen kelas karena memberikan pengaruh kepada perilaku guru dan peserta didik

Peran Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Evaluasi adalah proses memperoleh informasi untuk membentuk judgment dalam pengambilan keputusan. Informasi yang diperlukan untuk kepentingan evaluasi dijaring dengan teknik-teknik inkuiri, observasi, analisis, tes. Pemilihan teknik yang digunakan didasarkan atas jenis informasi yang harus diungkap sehingga dalam suatu evaluasi bisa digunakan berbagai teknik sekaligus. Pengolahan hasil pengukuran atas hasil belajar dimaksudkan untuk mengevaluasi proses dan hasil belajar

Peran Guru dalam Memahami Perkembangan Siswa sebagai Dasar Pembelajaran Selagi pembelajaran merupakan proses pengembangan pribadi siswa maka perkembangan siswa harus menjadi dasar bagi pembelajaran. Aspek-aspek perkembangan siswa yang mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, pribadi, dan sosial mempunyai implikasi penting bagi proses pembelajaran. Implikasi itu menyangkut pengembangan isi dan strategi pembelajaran, dan kerja sama sekolah dengan orang tua. Pengertian dan Tujuan Bimbingan dan Konseling

1. Bimbingan dapat diartikan sebagai proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal. 2. Konseling diartikan sebagai proses membantu individu (klien) secara perorangan dalam situasi hubungan tatap muka, dalam rangka mengembangkan diri atau memecahkan masalah yang dihadapinya. 3. Konseling merupakan salah satu jenis layanan bimbingan, yang dipandang inti dari keseluruhan layanan bimbingan. 4. Bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu atau peserta didik agar dapat mengembangkan kepribadiannya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, intelektual, emosional, sosial maupun moral-spiritual.

Fungsi, Asas, dan Prinsip Bimbingan 1. Sebagai proses pemberian bantuan kepada individu (siswa), bimbingan berfungsi sebagai upaya (a) pemahaman,(b) pencegahan, (c) pengembangan, dan (d) perbaikan. 2. Bimbingan diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip (a) individu atau peserta didik sedang berada dalam proses berkembang, (b) sasaran bimbingan adalah semua peserta didik, (c) mempedulikan semua aspek perkembangan, (d) kemampuan peserta didik merupakan dasar bagi penentuan pilihan, (e) bimbingan merupakan bagian terpadu pendidikan, dan (f) bantuan yang diberikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan peserta didik merealisasikan dirinya. 3. Penyelenggaraan bimbingan yang profesional harus mempedulikan asas-asas, seperti kerahasiaan, keterbukaan, keahlian, kedinamisan, dan tut wuri handayani. Bidang dan Jenis-jenis Layanan Bimbingan 1. Penyelenggaraan bimbingan itu, meliputi bidang-bidang pribadi, sosial, akademik, dan karier.

2. Jenis-jenis layanan bimbingan, meliputi orientasi, informasi, pembelajaran, bimbingan kelompok, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, dan konseling kelompok Hubungan Bimbingan dengan Pendidikan Pendidikan akan terselenggara dengan baik, apabila ditunjang oleh komponenkomponennya yang meliputi bidang kepemimpinan atau administrasi, pengajaran, dan layanan pribadi siswa atau bimbingan. Melalui bimbingan, proses pendidikan dapat memfasilitasi berkembangnya aspek-aspek atau karakteristik pribadi siswa secara optimal.

Peran Kepembimbingan Guru dalam Pembelajaran di Sekolah Sesuai dengan sifat dan karakteristik perkembangan anak sekolah, bimbingan dan konseling di sekolah lebih efektif menjadi bagian terpadu dari tugas guru BP. Bimbingan di sekolah dilaksanakan secara terpadu dalam proses pembelajaran, kecuali hal-hal yang memerlukan penanganan khusus. Dalam proses pembelajaran di sekolah guru perlu menampilkan peran kepemimpinan dengan jalan menciptakan iklim atau suasana pembelajaran yang bermuatan/bernuansa bimbingan. Dalam proses pembelajaran itu guru berperan tidak hanya sebatas menyampaikan bahan ajar, tetapi sekaligus mengembangkan perilaku-perilaku efektif baik yang berkenaan dengan perilaku belajar, pribadi, sosial maupun karir. Membantu Siswa Bermasalah Masalah yang dihadapi siswa dapat dibedakan ke dalam masalah belajar dan masalah bukan belajar. Akan tetapi biasanya masalah tersebut bermuara menjadi kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa dapat diidentifikasi dengan melakukan tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, pengamatan kebiasaan belajar.

Faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan belajar bisa digolongkan ke dalam faktor eksternal dan internal. Ada beberapa teknik membantu siswa yang kesulitan belajar, yaitu (1) pengajaran perbaikan, (2) pengayaan, (3) peningkatan motivasi belajar, (4) peningkatan keterampilan belajar, (5) pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif.

Pengembangan Program Bimbingan di Sekolah Ada 4 komponen inti dalam program bimbingan, yaitu (1) Layanan dasar umum, (2) Layanan responsif, (3) Layanan perencanaan individual, dan (4) Pendukung sistem. Layanan dasar umum adalah layanan yang diarahkan untuk membantu seluruh murid mengembangkan perilaku-perilaku yang harus dikuasai untuk jangka panjang. Layanan responsif adalah layanan membantu murid mengatasi masalah atau mengembangkan perilaku yang menjadi kebutuhan pada saat ini dan harus segera dilayani. Layanan perencanaan individual diarahkan untuk membantu murid merencanakan pendidikan, karir dan pengembangan pribadi.

Materi bab 3

Kode Etik Profesi Keguruan


A. Pengertian Kode Etik Setiap profesi, seperti telah dibicarakan dalam bagian terdahulu, harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Sebagai contoh, dapat dicantumkan beberapa pengertian kode etik, antara lain sebagai berikut: Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jelas menyatakan bahwa Pegawai Negeri/Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan. Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sispil sebagai aparatur Negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari urai ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari. Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahawa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: 1. Sebagai landasan moral, 2. Sebagai pedoman tingkah laku.

Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. B. Tujuan Kode Etik Pada dasarnya tujuan merumuskankode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:

Untuk menjunjung tinggi martabat profesi

Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remes terhadap profesi akan melarang. Oleh karenya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atauk kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode etik juga sering kali disebut kode kehormatan.

Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya

Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatanperbuatan yang merupakan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk melaksanakan profesinya. Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.

Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi

Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabian profesi, sehingga bagi anggota profesi daapat dengan mudah megnetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

Untuk meningkatkan mutu profesi

Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartispasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejateraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi. C. Penetapan Kode Etik Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para naggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan. Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan seccara murini dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhdap kode etik dapat dikenakan sanksi.

D. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Sering ktia jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, seingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana. Sebagai contoh dalam hal ini. Jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggpakecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.

E. Kode Etik Guru Indonesia Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru

yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menuunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan. Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkandalam suatu konges yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XVI tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut: KODE ETIK GURU INDONESIA Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhdapa Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdian Republik Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasardasar sebagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untukmembentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. 2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional. 3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. 4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yangmenunjang berhasilnya proses belajarmengajar. 5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhdap pendidikan. 6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. 7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. 8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. 9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

F. Organisasi Profesional Keguruan Seperti yang telah disebutkan salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk meyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara kita, wadah ini telah ada yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang

lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986). Selanjutnya, Basuni menguraikan empat misi utama PGRI, yaitu:(a) Misi politis/ideologi, (b) Misi persatuan organisatoris, (c) Misi profesi, dan (d) Misi kesejahteraan. Kelihatannya, dari praktek pelaksanaan keempat misi tersebut dua misi pertama-misi politis/ideologis, dan misi perasatuan/oranisasi lebih menonjol realisasinya dalam program-program PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-wakil PGRI dalam badan legislatif seperti DPR dan MPR. Peranan yang lebih menonjol ini dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan bangsa dalam era orde baru ini. Dalam pelaksanaan misi lainnya, misi kesejateraan, kelihatannya masih perlu ditingkatkan. Sementara misi ketiga, misi profesi, belum tampak kiprah nyatanya dan belum terlalu melembaga. Dalam kaitannya dengan perkembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan melakukan program-program penataran guru serta program peningkatan mutu lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang dihadapi oleh para guru dewasa ini. Kebanyak kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan-kegiatan ulangtahun atau kongres, baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu, peranan organisasi ini dalam peningkatan mutu profesional keguruan belum begitu menonjo. Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesional dari gur dalam kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik. Sayangnya, belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara kelompok guru-guru dalam MGMP ini dengan PGRI. Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional di bidnagn pendidikan yang harus kita ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini mempunya divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia )HSPBI), dan lain-lain. Hubungan formal antara organisasi-organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang sarjana mungkin juga menjadi anggota salah satu divisi dari ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di LPTK yang juga menjadi anggota PGRI.

You might also like