You are on page 1of 32

Tugas ANTIPISKOTIK

Oleh : Lingga Suryakusumah I1A005018

Pembimbing Dr. H. Asyikin Noor, Sp.KJ. M.AP

SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unlam RS Jiwa Sambang Lihum Gambut Oktober 2010

BAB I PENDAHULUAN

Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang menyertainya. Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika Chlorpromazine(CPZ), turunan dari phenotiazine, telah disintetis di Perancis. Walaupun dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan antipsikotik , tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, antagonis kuat dari reseptor dopamine D2. Sebagai tambahan property antipsikotik, obat-obat ini memiliki fungsi lain, berdasarkan kemampuan memblok reseptor Dopamin D2 (seperti antiemetic dan mengurangi beberapa kelainan gerak yang ditandai dengan adanya gerakan yang berlebih). Antipsikotik antagonis D2 disebut dengan tipikal, (untuk memisahkan dengan clozapine dan obat-obat atipikal baru) yang mengurangi gejala ekstrapiramidal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2) sering disebut sebagai antipsikotik. Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Kelas obat antipsikotik adalah termasuk chlorpromazine, thioridazine, fluphenazine dan haloperidol. Antipsikotik digunakan secara klinis ketika Chlorpromazine telah disintetis di Perancis. Satu obat antipsikotik baru yaitu risperidone, telah dikenalkan di Amerika serikat. Walaupun risperidone adalah antagonis reseptor D2 yang poten, ia memiliki ciri farmakologis tambahan yang memberikan keuntungan terapeutik dan memperbaiki profil efek samping, dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamine yang tersedia sebelumnya. 1 Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama. Clozapine adalah suatu antipsikotik yang efektif tetapi berbeda dengan semua obat karena memiliki aktivitas pada reseptor D2 yang kecil. Obat-obat ini dinamakan sebagai neuroleptik dan transkuiliser mayor. Istilah neuroleptik menekankan efek neurologis dan motorik dari sebagian besar obat. Perkembangan senyawa baru, seperti risperidone dan remoxipine, yang disertai dengan efek neurologis yang sedikit menyebabkan pemakaian istilah neuroleptik menjadi tidak akurat sebagai label keseluruhan senyawa. Istilah transkuiliser mayor secara tidak akurat menekankan bahwa efek primer dari obat adalah untuk mensedasi pasien dan dikacaukan oleh obat yang disebut transkuiliser minor, seperti benzodiasepin. 1 B. Sejarah Reserpine (serpasil) bukan merupakan antagonis reseptor dopamine, malahan, ia menurunkan cadangan nerurotransmitter amin biogenic prasinaptik, termasuk dopamine. Namun demikian, reserpinic secara historic merupakan obat antipsikotik efektif pertama. Reserpine adalah unsur dari semak belukar rauwolfa, yang tumbuh di daerah India, Afrika, dan Amerika Selatan dan telah dicampurkan kedalam campuran obat-obatan tradisional selama berabad-abad. Di tahun 1931 Sen dan Bose menerbitkan tulisan pertama yang melaoprkan efektivitas rauwolfa dalam hipertensi dan mania. Di tahun 1953 unsur aktif,

reserpine, diidentifikasi dan dengan cepat masuk ke dalam pendekatan farmakologis yang terbatas untuk psikosis. 1 Chlorpromazine, suatu derivate phenotiazine selanjutnya terbukti merupakan antagonis reseptor dopamine, adalah yang pertama dinamakan antipsikotik klasik atau tipikal yang disintesis pada awal tahun 1950-an dan memasuki pemakaian klinis yang luas. Chlorpromazine awalnya digunakan sebagai tambahan anestesi, tetapi dua ahli anestsiologi di Perancis, Henry Laborit dan Huguenard, mengamati adanya psikis yang tidak biasa dari senyawa. Dua dokter psikiatrik Perancis, Jean Delay dan Pierre Deniker, mencoba obat pada pasien skizofrenik dan melaporkan keberhasilanya di tahun 1952. Dibandingkan dengan reserpine, chlorpromazine lebih efektif dan memiliki onset yang cepat. 1,2 Pengenalan klinis chlorpromazine dengan cepat diikuti oleh pengenalan senyawa phenotiazine lain, seperti perpherazine (Trifalon) dan fluphenazine. Selanjutnya, berbagai senyawa antipsikotik yang secara structural berbeda tetapi tidak berbeda secara farmakodinamik dari phenotiazine diperkenalkan dalam praktek klinis. Laboratorium dari salah satu riset Belgia khususnya, Paul Jenssen, adalah penyebab diperkenalkannya haloperidol, suatu butyrophenon, pimozide, suatu diphenylbutylpiperidine dan risperidone, suatu benzioxasole. Risperidone dan remoxipride mencerminkan adanya usaha yang terus menerus dari klinisi, peneliti, dan perusahaan farmasi untuk mengembangkan obat antipsikotik yang lebih efektif yang memiliki efek samping yang lebih kecil, khususnya efek merugikan neurologis, seperti tardive dysinesia, parkinsonisme, distonia dan akathisia. 1,2 Berbeda dengan yang dinamakan antipsikotik tipikal (contohnyua CPZ dan haloperidol), tiga obat antipsikotik yang paling luas diteliti (clozapine, risperidone,dan remoxipride) sering dinamakan obat atipikal, walaupun tidak ada definisi yang disetujui secara umum tentang perbedaan antara antipsikotik tipikal dan atipikal. 1 Diperkenalkannya obat antipsikotik merupakan revolusi terapi pasien skizofrenia dan pasien psikotik serius. Pemakaian antipsikotik tipikal menghasilkan perbaikan klinis yang bermakna pada kira-kira 50 sampai 75 persen pasien psikotik, dan hamper 90 persen pasien psikotik mendapatkan suatu manfaat klinis dari obat. 1 Suatu akibat tambahan dari diperkenalkannya obat antipsikotik akhirnya adalah pemahaman kenyataan bahwa semua obat antipsikotik tipikal bekerja dengan menghambat efek pada reseptor dopamine D2. Secara spesifik, terdapat kesan korelasi negative antara

afinitas obat tersebut terhadap reseptor D3 dan potensi klinisnya. Jadi, haloperidol, yang memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor D2, digunakan secara klinis dalam dosis rendah, tetapi chlorpromazine, yang memilki afinitas rendah terhadap reseptor D2, digunakan dengan dosis tinggi didalam klinis. Pengamatan tersebut menyebabkan perkembangan hipotesa dopamine dari skizofrenia. Diperkenalkannya obat atipikal baru telah terus menerus memberikan data dasar dan klinis yang telah memungkinkan evolusi stabil dari hipotesis yang hanya melibatkan satu reseptor menjadi hipotesis yang melibatkan interaksi dengan banyak subtype reseptor dopamine (D3 dan D4) dan reseptor neurotransmitter lainnya. 1 Antispikotik atipikal terbaru, seperti klozapin, risperidon, olanzapin, dan ziprasidon, mempunyai efek klinis yang lebih besar daripada antipsikotik kelas lain dengan efek samping ekstrapiramidal akut yang minimal. 1,2,3 Penggunaan utama antipsikotik untuk skizofrenia, sindrom otak organik dengan psikosis. Obat ini juga berguna untuk pasien yang mengalami ansietas berat dan menyalahgunakan obat atau alkohol karena benzodiazepin dikontraindikasikan bagi mereka. 1 C. Indikasi Penggunaan Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis 4

Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability), bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai norma sosial (judgment) terganggu, dn daya tilikan diri (insight) terganggu.

Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala POSITIF: gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikaran yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak dapat terkendali (disorganized), dan gejala NEGATIF: gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif, apatis), gangguan prosses berfikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung menyendiri (abulia).

Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanisfestasi dalam gejala: tidak mampu bekerja, menjalin hubugan sosial, dan melakukan kegiatan rutin.

D. Jenis-Jenis Antipsikotik

ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I) Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi kedua (APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau tipikal.4 Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin di jalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata APG I tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga memblok reseptor D2 di tempat lain seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Apabila APG I memblok reseptor D2 di jalur mesokortikal dapat memperberat gejala negatif dan kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. blokade reseptor D2 di nigrostriatal secara kronik dengan menggunakan APG I menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan berat badan.4 APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala positif seperti halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan setelah penghentian pemberian APG I. 4 Kerugian pemberian APG I: 4
1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia

2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif


3. Peningkatan kadar prolaktin

4. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan Keuntungan pemberian APG I adalah jarang menyebabkan terjadinya Sindrom Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat menurunkan gejala negatif.4

APG I dapat dibagi berdasarkan potensi dan rumus kimia. Pembagian berdasarkan potensi adalah potensi tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan pembagian berdasarkan rumus kimia adalah phenotiazine dan non-phenotiazine.4 Potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg. APG I potensi tinggi diantaranya adalah haloperidol, fluphenazine, trifluoperazine dan thiothixine. Potensi anti dopaminergik tinggi, kemungkinan efek samping tinggi seperti distonia, akatisia, dan parkinsonisme. Pengaruhnya terhadap tekanan darah rendah.4 Potensi sedang bila dosis APG I yang digunakan antara 10- 50 mg. APG I potensi sedang diantaranya perphenazine, loxapine dan molindone. Digunakan untuk penderita yang sulit terhadap toleransi efek samping APG I potensi tinggi dan potensi rendah.4 Potensi rendah bila dosis APG I yang digunakan lebih dari 50 mg. APG I potensi rendah diantaranya adalah clorpromazine, thiridazine, dan mesoridazine. Mempunyai efek samping sedasi, hipotensi ortostatik, lethargi dan gejala antikolinergik meningkat berupa mulut kering retensi urine, pandangan kabur dan konstipasi.4 Pembagian APG I bedasarkan rumus kimia: 5 1. Phenotiazine Rantai Aliphatic: Clorpromazine Rantai Piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine, Fluphenazine. Rantai Piperidine: Thioridazine

2. Butyrophenoone: Haloperidol 3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide CLORPROMAZINE (Largactil, Promactil, Cepezet) Clorpromazine (CPZ) adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin. Derivat fenotiazin lain di dapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti fenotiazin.6 Farmakodinamik: CPZ berefek farmakodinamik sangat luas. Largactil diambil dari kata large action.6

Fatmakokinetik: pada umumnya semua fenotiazin di absorpsi baik bila diberikan per oral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar suprarenal dan limpa. Sebgaian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan konjugasi, sebagian lagi diubah menjadi sulfoksid yang kemduian dieksresi bersama feses dan urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan eksresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.5 Indikasi (obat ini dapat di pakai) pada: 6,7,8 Skizofrenia dengan gejala agitasi, ansietas, tegang, bingung, insomnia, waham, halusinasi; -

Psikosis manik-depresif; Gangguan kepribadian Psikosis involusional Psikosis pada anak Dalam dosis rendah dapat digunakan untuk mual, muntah maupun cegukan atau gangguan non psikosis dengan gejala agitasi tegang, gelisah, cemas dan insomnia.

Dosis: 6,7, Dosis permulaan 25-100 mg/hari Dosis ditingkatkan sampai 300 mg/hari Bila gejala belum hilang dosis dapat ditingkatkan perlahan-lahan hingga 600-900 mg/hari. Cara pemberian : 6,7 - diberikan per-oral dengan dosis terbagi. - untuk efek cepat dapat diberikan per injeksi (im) dengan penderita dalam posisi berbaring (untuk mencegah timbulnya orthostatic hipotension yang sering terjadi). Efek samping : 6,7,8 Lesu dan ngantuk. Hipotensi ortostatik.

Mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi dan amenore pada wanita

Kontra indikasi : 6,7,8


-

Klorpromazine tidak boleh diberikan pada keadaan-keadaan : Koma. Keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika. Hipersensitif (allergik).

TRIFLUOPERAZINE (Stelazine, Stelosi) Indikasi : 7 - Skizofrenia. - Psikosis paranoid (gangguan waham menetap). - Psikosis manik-depresif. - gangguan tingkah laku pada Retardasi Mental. Dosis : 7 - dosis awal 2 3 x 2,5 mg. - dosis pemeliharaan 3 x 5 10 mg. Efek samping : 7
-

Ngantuk, pusing lemas. Gangguan ekstra piramidalis. Occulogyric crisis. Hiperefleksi. Kejang-kejang grandmal.

Kontra indikasi : 7 Depresi SSP. Koma. Gangguan liver. Dyscrasia darah. Hipersensitif.

FLUPHENAZINE Untuk kasus-kasus akut diberikan Flupenazine HCl (anatensol) dalam bentuk tablet dan injeksi. 4 Dosis : - 2,5 10 mg / hari dengan dosis terbagi. - Bila diperlukan dosis dapat dinaikkan sp 20 mg / hari. Untuk kasus-kasus kronis diberikan Flupenazine decanoat (flupenazine dilarutkan dalam minyak), sebagai long acting anti psychotic (berefek panjang) --- Modecate injeksi(25 mg / amp). 4 Dosis : 4,7 - awal : 12,5 mg / 2 minggu. - bila efek samping ringan/tidak ada, ditingkatkan 25 mg / 3 6 minggu. Efek samping : 4,7,8 Tersering gangguan estra piramidalis. Tardive diskinesia persistent. Ngantuk. Mimpi2 aneh.

Kontra indikasi : 4,7,8 hipersensitif. Depresi SSP berat.

PERPHENAZINE (Trifalon) Indikasi : 7 Gejala positif Skizofrenia. Dalam dosis rendah digunakan untuk nausea, vomitus dan cegukan.

Dosis : 7 - 3 x 4 - 8 mg / hari. Efek samping : 7 Sering timbul gangguan ekstra piramidalis.

Gangguan endokrin, seperti : laktasi meningkat, gnekomasti, menstruasi terganggu, sukar eyakulasi.

Kontra indikasi : 7 hipersensitif. Koma. Depresi berat. Gangguan liver. Gangguan darah.

THIORIDAZINE Indikasi : 7 Gejala positif Skizofrenia. Depresi dengan agitasi, ansietas dan afek hipotim.

Dosis : 7 Awal (initial) : 3 x 50 100 mg / hari. Pemeliharaan (maintenance) : 200 800 mg / hari.

Efek samping : 7 sedasi, mulut kering, gangguan akomodasi, vertigo, hipotensi ortostatik. Jarang timbul ganguan ekstra piramidalis.

Kontra indikasi : 7
-

Koma. Depresi SSP berat. Diskrasia darh. Hipersensitif.

HALOPERIDOL Haloperidol mempunyai afinitas yang kuat pada reseptor D2, lebih lemah antagonis reseptor kolinergik dan histamin. Kadar puncak plasma Haloperidol dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian oral dan dalam waktu 20 menit setelah pemberian intramuskular. Waktu

paruhnya antara 10-12 jam. Diekskresi dengan cepat melalui urine dan tinja dan berakhir dalam 1 minggu setelah pemberian. 4 Secara farmakologi, struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi butirofenon memperlihatkan banyak sifat farmakologi fenotiazin. Pada orang normal, efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik deprsif dan skizofrenia. Efek fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda secara kuantitatif keran butirofenon selain menghambat efek dopamin, juga meningkatkan turn over rate nya. 6 Secara farmakokinetik, haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi melalui empedu. Eksresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal. 6 Dosis Haloperidol dapat dimulai dari 1 atau 2 mg dengan pemberian 2 atau 3 kali per hari, kemudian peningkatan dosis disesuaikan dengan gejala yang belum terkontrol, beberapa kepustakaan mengatakan dosis per hari yang efektif antara 5-20 mg. Pada pasien dengan efek samping mininal dan belum tercapai respon terapi, dosis obat dapat ditingkatkan sampai dosis 30-40 mg per hari. Setelah pemberian awal perlu dilakukan monitoring efikasi klinis, sedasi atau efek samping lainnya yang mungkin timbul sehingga dapat dilakukan penyesuaian dosis atau penggantian dengan antipsikotik lain. 4 Pada anak-anak atau usia lanjut dosis dapat diturunkan dan dapat dimulai dengan 0,51,5 mg per hari dengan pemberian 2 atau 3 kali perhari. 4 Haloperidol decanoate (injeksi long acting) setelah disuntikan dilepas secara lambat ke dalam pembuluh darah, sehingga pemberiannya tiap 3-4 minggu perkali, karena waktu paruhnya panjang. 4 Kontraindikasi pemberian Haloperidol adalah pasien dalam keadaan koma, depresi SSP yang disebabkan alkohol atau obat lain, sindrom parkinson, usia lanjut dengan Parkinson Like Symptomps, wanita menyusui dan sesitif terhadap Haloperidol. 2,4,6,7,8 Interaksi Haloperidol akan menghambat metabolisme antidepresan trisiklik, dapat mengganggu efek antiparkinson dan levodopa, tekanan intra okuler bola mata dapat terjadi apabila diberikan bersama dengan antikolinergik. Metabolisme Haloperidol meningkat bila diberikan bersama dengan carbamazepine. 4

Efek samping yang paling sering adalah efek ekstrapirmidalis (EPS) seperti parkinson like symptomps, akatisia, diskinesia, distonia, hyperreflexia, rigiditas, opistotonus, dan kadang-kadanga krisi okulogirik. Efek samping yang lain adalah tardive dyskinesia pada pemakaian haloperidol yang lama atau penghentian haloperidol tiba-tiba. Efek samping lain yang ringan seperti sedasi dan autonomik. Pemberian haloperidol dalam waktu lama dapat terjadi peningkatan berat badan dan penurunan fungsi kognitif. 4,6 PIMOZIDE (Orap) Indikasi : 5 Gangguan skizofrenia kronik untuk memperbaiki sosialisasi.

Dosis : 2 8 mg / hari. Efek samping : 7 Jarang timbul gangguan ekstra piramidalis pada dosis terapeutik.

Kontra indikasi : 7
-

Koma. Hipersensitif. Depresi endogen. Penyakit parkinson. Obat antipsikotik tipikal biasanya menyebabkan gejala ekstrapiramidalis (Sindrom

Parkinsonisme): 2,5,9 - tremor (pada ektremitas dan lidah). - kaku kuduk. - hiper salivasi. - rigiditas. - jalan seperti robot, karena kaku otot tungkai. - ekspresi muka monoton (muka topeng), karena kaku otot wajah. - bicara pelo. Bila terjadi Gangguan ekstra piramidalis (sindroma parkinsonisme), maka pemberian obat distop dan diganti dengan obat lain atau dosis obat diturunkan. Bila obat obat pengganti

tidak tersedia atau obat tersebut sangat diperlukan, maka untuk menghilangkan sindroma parkinsonisme diberikan obat-obat anti sindroma parkinsonisme. Obat-obat anti Sindrom Parkinsonisme: 9 1. Triheksifenidil Diberikan per-oral dengan dosis 2. Dipenhidramin (benadryl) Dapat diberikan per-oral atau per-enteral dengan dosis 50 100 mg / hari. 3. Sulfas atropin dapat diberikan per-oral atau per-enteral tablet 0,5 mg ; 3 x 1 injeksi 0,25 mg/amp. ; 3 x 1 amp. 4. Benzodiazepin. Obat-obat APG I yang masih sering digunakan adalah Haloperidol, Fluphenazine, Trifluoperazine dan Clorpromazine. Cara pemberian APG I dapat secara per oral, injeksi short acting maupun injeksi long acting (depot). Injeksi shot acting pemberiannya secara intramuscular (IM), biasanya digunakan untuk pasien yang agitasi atau menolak minum obat.efek klinis cepat diperoleh setelah pemberian. 4 ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II) APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi anatar serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia. 2,4 Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways: 4
1. Mesokortikal Pathways

3 x 2 4 mg / hari.

Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade terhadap antagonis D2 tetapi juga menyababkan terjadinya aktivitas dopamin pathways

sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin dan dopamin. APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yand dilepas menang daripada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki. APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.

2. Mesolimbik Pathways

APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.
3. Tuberoinfundibular Pathways

APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia.
4. Nigrostriatal Pathways

APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu: 4

1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis terapi sangat jarang terjadi EPS. 2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II. 3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten. 4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai: 4 First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole Second line: Clozapine. Obat antipsikotik yang sering digunakan ada 21 jenis yaitu 15 jenis berasal dari APG I dan 6 jenis berasal dari APG II. Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat antipsikotik. 4 Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat. Kualitas hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek occupational dysfunction, social dysfunction, instrumental skills deficits, self-care, dan independent living. 4

CLOZAPINE Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya EPS, tidak menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi peningkatan dari prolaktin. Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat antipsikotik lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan antipsikotik lain. Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbikmesokortikal otak, yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi,

yang berbeda dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan tuberoinfundibular (daerah neruendokrin). 4 Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pasien yang refrakter dan terganggu berat selam pengobatan. Selain itu, karena resiko efek samping EPS yang sangat rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala EPS yang berat bila diberikan antipsikosis yang lain. Namun, karena clozapin memiliki efek resiko agranulositosis yang lebih tinggi dibandingkan antipsikosis yag lain, maka pengunaannya di batasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis lain. Pasien yang diberi clozapine perlu di pantau sel darah putihnya setiap minggu. 4,6,10 Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Clozapine secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini di metabolisme hampir sempurna sebelum dieksresi lewat urin dan tinja (30% melaui kantong empedu dan 50% melaui urine), dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam sehingga pemberiannya dianjurkan 2 kali dalam sehari.
6

Distribusi dari clozapine dibandingkan obat antipsikotik

lainnya lebih rendah. Umunya afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping EPS. Pada reseptor D4 afinitasnya lebig tinggi 10 kali lipat dibandingkan antipsikotik lainnya, dimana reseptor D4 terdapat pada daerah korteks dan sedikit pada daerah srtiatal. Hal ini lah yang membedakan clozapine dengan APG I. 4 Dosis : 4,7 Hari 1 : 1 2 x 12,5 mg. Berikutnya ditingkatkan 25 50 mg / hari sp 300 450 mg / hari dengan pemberian terbagi. Dosis maksimal 600 mg / hari. Sediaan yang ada di pasaran tablet 25 mg dan 100 mg

Efek samping : 4,7 granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia, leukositosis, leukemia. Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.

Mulut kering atau hipersalivasi, penglihata kabur, takikardi, postural hipotensi, hipertensi. Dsb.

Kontra indikasi : 4,7 Ada riwayat toksik/hipersensitif. Gangguan fungsi Sumsum tulang. Epilepsi yang tidak terkontrol. Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya. Intoksikasi obat. Koma. Kollaps sirkulasi. Depresi SSP. Ganguan jantung dan ginjal berat. Gangguan liver.

RISPERIDONE Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Rumus kimianya adalah benzisoxazole derivative. Absorpsi risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian riperidone masih diizinkan dalam dosis sedang, setelah pemberian APG I dengan dosis yang kecil dihentikan, misalnya pada pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan perilaku yang di hubungkan dengan demensia. 4 Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya demensia Alzheimer. 4

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperiodne mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan risperidone. Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperiodne dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah. 4 Indikasi : 4,7 Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif. Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).

Dosis : 4,7 -

Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg. Dosis optimal - 4 mg / hari dengan 2 x pemberian. Pada orang tua, gangguan liver atau ginjal dimulai dengan 0,5 mg, ditingkatkan sp 1 2 mg dengan 2 x pemberian. Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika belum terlihat respon perlu penilaian ulang. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.

Efek samping: 4,7 EPS Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi, galaktorea, disfungsi seksual) Sindroma neuroleptik malignan Peningkatan berat badan Sedasi Pusing Konstipasi Takikardi

OLANZAPINE Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak olanzapine dicapai dalam waktu 5-6 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada pemberian intramuskular dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 30 jam (antara 21-54 jam) sehingga pemberian cukup 1 kali sehari. 4 Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai afinitas yang kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A/2c), Histamin (H1) dan 1 adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik muskarinik (M1-5) dan serotonin (5HT3). Berikatan lemah dengan reseptor GABAA, benzodiazepin dan -adrenergik. Metabolisme olanzapine di sitokrom P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat pada penderita yang merokok dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan fluvoxamine atau antibiotik ciprofloxacin. Afinitas lemah pada sitokrom P450 hati sehingga pengaruhnya terhadap metabolisme obat lain rendah dan pengaruh obat lain minimal terhadap konsentrasi olanzapine. 4 Eliminasi waktu paruh dari olanzapine memanjang pada penderita usia lanjut. Cleareance 30% lebih rendah pada wanita dibanding pria, hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan efektivitas dan efek samping anatar wanita dan pria. Sehingga perlu modifikasi dosis yang lebih rendah pada wanita. Cleareance olanzapine meningkat sekitar 40% pada perokok dibandingkan yang tidak merokok, sehingga perlu penyesuaian dosis yang lebih tinggi pada penderita yang merokok. 4 Indikasi : 4,7 Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif. Episode manik moderat dan severe. Pencegahan kekambuhan gangguan bipoler.

Dosis : 4,7 -

Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari. Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari. Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.

Efek samping: 4,7 Penigkatan berat badan

Somnolen Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor 1 EPS dan kejang rendah Insiden tardive dyskinesia rendah

QUETIAPINE Struktur kimia yang mirip dengan clozapine, masuk dalam kelompok

dibenzothiazepine derivates. Absorpsinya berlangsung cepat setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1,5 jam setelah pemberian. Metabolisme terjadi di hati, pada jalur sulfoxidation dan oksidasi menjadi metabolit tidak aktif dan waktu paruhnya 6 jam. 4 Quetiapine merupaka antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A), reseptor dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik 1 dan 2. Afinitasnya lemah pada reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin. Cleareance quetiapine menurun 40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30% pada penderita yang mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance quetiapine meningkat apabila pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik fenitoin, barbiturat, carbamazepin dan antijamur ketokonazole. 4 Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat juga memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi pertama tetapi hasilnya tidak sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian pada pasien pertama kali mendapat quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi postural. Dimulai dengan dosis 50 mg per hari selama 4 hari, kemudian dinaikkan menjadi 100 mg selama 4 ahri, kemudian dinaikkan lagi menjadi 300 mg. Sete;ah itu dicari dosis efektif antara 300-450 mg/hari. Efek samping obat ini yang sering adalah somnolen, hipotensi postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi, dan hipertensi. 4 ZIPRASIDONE APG II dengan struktur kimia yang baru, obai ini belum tersedia di Indonesia. Ziprasidone merupakan antipsikotik dengan efek antagonsis antara reseptor 5HT2A dan D2.

Berinteraksi juga denga reseptor 5HT2C, 5HT1D dan 5HT1A, afinitasnya pada reseptor ini sama atau lebih besar dari afinitas pada reseptor D2. Afinitas sedang pada reseptor histamin dan 1. Ziprasidone tidak bekerja pada muskarinik (M1). 4 Ziprasidone juga antipsikotik yang mempunyai mekanisme kerja yang unik karena menghambat pengambilan kembali (reuptake) neurotransmiter serotonin dan norepineprine di sinaps. Obat ini efektif digunakan untuk gejala negatif dan penderita yang refrakter dengan antipsikotik. Obat ini aman diberikan pada penderita usia lanjut. 4 Absorpsi ziprasidone akan meningkat dengan adanya makan, tetapi tidak dipangruhi oleh usia, jenis kelamin, gangguan fungsi hati atau ginjal. Konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian oral denga waktu paruh obat rata-rata 5-10 jam, sehingga pemberiannya 2 kali sehari. Metabolsime ziprasidone melalui hati, sebagian besar pada isoenzim CYP 3A4 dan sebagian kecil di CYP 1A2. Mekanisme kerja farmakologik diperkirakan pro-serotonergik dan pro-noradregenik sehingga di prediksi dapat bekerja sebagai antidepresan dan ansiolitik. Efikasi dari ziprasidone terjadi pada dosis 80-160 mg/hari, untuk pengobatan terhadap gejala positif, negatif, dan depresif pada pasien skizofrenia. 4 Dosis intial yang aman diberikan tanpa dosis titrasi adalah sebesar 40 mg perhari. Pemberiannya akan semakin efektif bila bersamaan dengan makanan. Dosis pemeliharaan berkisar antara 40-60 mg per hari. 4 Terjadinya efek samping EPS rendah dan tidak terjadi peningkatan kadar prolaktin. Efek samping yang dijumpai selama uji klinis adalah somnolen (14%), peningkatan berat badan (10%), gangguan pernafasan (8%), EPS (5%), dan bercak-bercak merah di kulit (4%). Peningkatan berat badan sangat kecil atau dapat dikatan tidak ada, karena bekerja sangat lemah pada reseptor AH1 walaupun bekerja juga sebagai antagonis pada reseptor 5HT2c. Ziprasidone tidak menyebabkan gangguan jantung. 4 ARIPIPRAZOLE Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada reseptor D 2 dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin 5HT2A. Aripiprazole bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya menghasilkan signal transmisi dopamin yang sama pada keadaan hiper atau hipo-dopaminergik karena pada keadaan

hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara kompetitif neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter dopamin dan akan berikatan dengan reseptro dopamin. 4 Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6 dan CYP 3A4, menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini mirip dengan aripiprazole pada reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari keseluruhan aripiprazole. Waktu paruh berkisar antara 75-94 jam sehingga pemberian cukup 1 kali sehari. Absorpsi aripiprazole mencapai konsentrasi plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah pemberian oral. Aripiprazole sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang mempunyai keluhan dispepsia, mual dan muntah. 4 Indikasi : Dosis : 10 atau 15 mg 1 x sehari. Skizofrenia.

Efek samping : Sakit kepala. Mual, muntah. Konstipasi. Ansietas, insomnia, somnolens. Akhatisia.

E. PROFIL EFEK SAMPING Efek samping pada obat anti-psikosis dapat berupa: 5 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun. Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)

Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor, bradikinesia, rigiditas). Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang. Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada yang

sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien. Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah optimal response with minimal side effect. Efek samping dapat juga irreversible : tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis (non dose related). Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat anti parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h. Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akinat overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan lavage lambung bila obat belum lama dimakan. 2
F. INTERAKSI OBAT 5

Obat pengganti anti-psikosis yang

Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya, Chlorpromazine + Reserpine = potensiasi efek hipotensif.

Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hatihati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung). Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).

Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi hari sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas yang tinggi. Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (doserelated). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis Haloperidol.

Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun disebabkan gangguan absorpsi.

G. CARA PENGGUNAAN Pemilihan Obat

Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping ; sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). 5 Anti-psikosis Chlopromazine Thioridazine Perphenazine Trifluoperazine Fluphenazine Haloperidol Pimozide Clozapine Zotepine Sulpiride Risperidone Quetiapine Olanzapine Aripiprazole Mg. Eq 100 100 8 5 5 2 2 25 50 200 2 100 10 10 Dosis (Mg/h) 150 - 1600 100 900 8 48 5 60 5 60 2 100 2 6 25 200 75 100 200 - 1600 2 9 50 400 10 20 10 20 Sedasi Otonomik Eks.Pir. +++ +++ ++ +++ +++ + + + +++ + + +++ ++ + +++ + + ++++ + + ++ ++++ + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical complication).

Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan : 5 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 4 minggu Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 6 jam. Waktu paruh : 12 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari). Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien. Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintenance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop. Lama Pemberian Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang multi episode, terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 5 kali. Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Psikosis kambuh kembali. Sehingga tidak langsung menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala Sindrom

Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolitmetabolit masih mempunyai keaktifan anti-psikosis. Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk Psikosis Reaktif Singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu 2 bulan. Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic Rebound : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h). Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson. 5 Penggunaan Parenteral Obat anti-psikosis long acting (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 4 minggu sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan secara oral lebih dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas. Dosis mulai dengan cc setiap 2 minggu pad bulan pertama kemudian bau ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian obat anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 25 % kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal. 5 H. PERHATIAN KHUSUS

Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya : 5 Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic blockade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi Nor-adrenaline (Nor-epinephrine) sebagai alfa adrenergic stimulator.

Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat alfa dan beta adrenergic stimulator sehingga efek beta-adrenergic tetap ada dan dapat terjadi Shock. Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10 menit. Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (LEVOPHED Abbot atau RAIVAS Dexa Medica atau VASCON Fahrenheit) ampul 4 mg/4cc dalam infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3cc/menit. Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejalan Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet Trihexyphenidyl (Artane) 3-4x 2 mg/hari, Sulfas Atropin 0,50-0,75 mg (im). Apabila Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat antiparkinson. Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama dari 3 bulan (risiko timbul atropine toxic syndrome). Tidak dianjurkan pemberian antiparkinson profilaksis, oleh karena dapat mempengaruhi penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma rendah, dan dapt menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat antipsikosis agar tercapai dosis efektif.

Rapid Neuroleptizattion : Haloperidol 5 10 mg (im) dapt diulangi setiap 2 jam, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi, hiperaktivitas psikomotorm impulsif, menyerang, gaduh-gelisah, perilaku destruktif dll).

Kontraindikasi : - Penyakit hati (hepato-toksik), - Penyakit darah (hemato-toksik), - Epilepsi (menurunkan ambang kejang), - Kelainan jantung (menghambat irama jantung), - Febris yang tinggai (thermoregulator di SSP), - Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat), - Penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll),

- Gangguan kesadaran disebabkan CNS-depressant (kesadaran makin memburuk).

BAB III

KESIMPULAN

Antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2). Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal selain berfungsi untuk mengobati penyakit psikotik khsusnya skizofrenia, tentunya juga memiliki efek samping Efek samping yang sering ditimbulkan pada pemakaian antipsikotik tipikal: gangguan pergerakan seperti distonia, bradikinesia, tremor, akatisia, koreoatetosis, anhedonia, sedasi, peningkatan beratbadan yang sedang, disregulasi tempertur, poikilotermia, hiperprolaktinemia, dengan galaktorea dan amenorea pada wanita dan ginekomastia pada pria, serta disfungsi seksual pada pria dan wanita, hipotensi postural(ortostatik), kuli terbakar, interval QT memanjang, risiko terjadi fatal aritmia.

Efek samping yang ditimbulkan oleh pemakaian antipsikotik atipikal: peningkatan berat badan sedang sampai berat, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, sedasi, gangguan pergerakan yang sedang, hipotensi postural, hiperprolaktinemia, kejang, salivasi nocturnal, agrabulositosis, miokarditis, lensa mata bertambah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Esa, Emy. Antipsikotik. [online]. Scribd 2010 [cited 2010 Okt 15]; [1]. Available

from:URL:http://www.scribd.com/doc/39228424/Refer-At

2. Anonymous.

Antipsychotic Medications. [online] Available from:URL: http://www.namigc.org/content/fact_sheets/medicationinfo/Antipsychotics/ANTIPSYCH OTIC_MEDS_0106.pdf

3. Anonymous. Penggunaan Obat Antipsikotik Atipikal Lebih Efektif. [online] curhatkita

2009 [cited 2009 Feb 09]; Available from:URL:http://curhatkita.blogspot.com/2009/02/penggunaan-obat-antipsikotikatipikal.html

4. Sinaga,RB. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007

5. Maslim,Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta.

2007

6. Ganiswarna,Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran UI. 1995

7. Abidin, Taufik. Obat Psikotropik. Fakultas Kedokteran Mataram. [online]. Scribd 2010

[cited 2009 Agustus 26]; Available from: URL:http://scribd.com/doc/19110482/ObatPsikotropik

8. Ramirez, Monica. Antipsychotic Treatment. Medical Chemistry [cited 2005 March 06];

Available from;URL: faculty.smu.edu/jbuynak/images/Anti-psychotics.ppt

9. Anonymous. Psikotropik. [online]. [cited 2008 Okt 24]. Psikofarmaka Mental Health

Nursing Eight Club-Universitas Padjadjaran. Available from: URL:http://antipsikotikpsikofarmaka.blogspot.com/

10. Widayati, E. Obat Antipsikotik Tingkatkan Resiko Penggumpalan Darah. [online].

mentalhealth

2010

[cited

2010

Sept

22];

Available

from:URL:

http://www.go4healthylife.com/articles/2434/1/Obat-Antipsikotik-Tingkatkan-RisikoPenggumpalan-Darah/Page1.html

You might also like