You are on page 1of 20

PENGARUH PENERAPAN METODE HARGA POKOK TERHADAP LABA PERUSAHAAN

PENGARUH PENERAPAN METODE HARGA POKOK TERHADAP LABA PERUSAHAAN (Studi Kasus pada Perusahaan Kopi Di Lampung) R. Gunawan Sudarmanto1 ABSTRACT The objective of this research was to analysis the impact of the product costing method that applied to the enterprise profit. Interview and documentation were conducted to collect the data and the cost accounting model was used to analyzes them. The result shows that product costing method that enterprise applied did not conform to the theory or the financial accounting standard. All of the costs and expenses (production and unproduction) were applied as cost of products sold. Nevertheless, the enterprise has inventory for finished product at the end of period. So that, the profit of the enterprise was too small then must be. Keywords: Production costing method, profit ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode penetapan harga pokok ke laba yang diakui oleh perusahaan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu interview dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan model akuntansi biaya untuk harga pokok produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode harga pokok produksi yang diterapkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan teori atau standar akuntansia keuangan. Semua harga pokok dan biaya lainnya (biaya produksi dan biaya nonproduksi) diperhitungkan sebagai harga pokok produk yang dijual. Di sisi lain perusahaan memiliki persediaan produk jadi pada akhir periode, oleh karena itu laba perusahaan menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. Kata Kunci : Metode Harga Pokok, Laba

PENDAHULUAN Kegiatan yang dilakukan dalam suatu perusahaan sangatlah kompleks, hal ini karena perusahaan memiliki banyak tujuan yang akan dicapai. Perusahaan selalu berusaha meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup yang dapat memperbaiki kesejahteraan pemilik, R. Gunawan Sudarmanto, Drs., S.E., M.M. adalah Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Ekonomi (Akuntansi), Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1, Gedongmeneng Bandar Lampung, 35145. R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Pekerja, masyarakat, kepuasan dan pengembangan karyawan, peningkatan dan pengembangan usaha dengan memaksimumkan laba usaha. Laba dalam suatu perusahaan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang lainnya. Laba bukan merupakan satusatunya tujuan yang harus dicapai oleh perusahaan, namun tanpa adanya laba dalam usaha, maka perusahaan tidak akan mampu untuk mencapai tujuan yang lainnya. Oleh karena itu dapat dimengerti, bahwa laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur maju mundurnya suatu perusahaan dalam menjalankan kegiatannya. Secara sederhana kemajuan suatu perusahaan dapat dilihat dari perkembangan tingkat laba yang dicapai dari satu periode ke periode berikutnya. Apabila laba yang diperoleh selalu tinggi dan mengalami peningkatan, maka perusahaan memiliki prospek yang sangat baik. Secara sederhana, laba yang dicapai oleh perusahaan dapat dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan yang dicapai dalam periode tertentu dengan semua biaya yang terjadi pada periode akuntansi tersebut. Biaya-biaya yang terjadi dalam satu periode akuntansi diantaranya terdapat biaya langsung yang berhubungan dengan proses produksi yang disebut dengan biaya

produksi atau harga pokok produksi. Dengan demikian harga pokok produksi mempunyai keterkaitan terhadap besar-kecilnya laba perusahaan meskipun secara tidak langsung. Besar-kecilnya laba yang dicapai oleh suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh besar-kecilnya harga pokok produksi atas barang yang diperdagangkan. Analisis biaya dan laba dan suatu pemahaman tentang perilaku biaya (Matz and Usry, 1980) merupakan suatu contoh yang menunjukkan adanya keterkaitan antara biaya dan laba. Oleh karena itu perusahaan haruslah dapat bekerja secara efisien sehingga perusahaan mampu memberikan produk atau jasa dengan mengorbankan sumber ekonomi yang minimum (Moriarity, 1987). Dalam perusahaan manufaktur, biaya industri atau harga pokok produksi merupakan jumlah yang sangat besar porsinya dibandingkan dengan biaya-biaya usaha yang lainnya. Oleh karena itu perusahaan haruslah mampu bekerja secara cermat dan teliti dalam menggunakan dan menentukan besarnya harga pokok produksi agar dapat dilakukan penekanan biaya produksi. Adanya kecermatan dan ketelitian dalam bekerja memungkinkan adanya efisiensi bagi perusahaan tanpa menurunkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini dapat dipahami karena pemotongan biaya pada akhirnya dapat merusak kualitas produk, menjauhkan para klien dan pemasok, dan memberikan isyarat yang keliru kepada para pemegang saham dan masyarakat luas secara keseluruhan (Doyle, 1996). R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Ketelitian dalam menetapkan besarnya harga pokok produksi akan ditentukan oleh kompleksitas usaha/kegiatan yang dilakukan perusahaan. Perusahaan yang mengolah produknya secara terus menerus atau merupakan produksi massa, perlu adanya penentuan besarnya tarif pembebanan biaya kepada produk secara cermat. Oleh karena itu, untuk mencapai kecermatan

dalam perhitungan harga pokok produksi diperlukan prosedur yang jelas dan tepat, yang memungkinkan dikembangkannya pengawasan secara efektif terhadap biaya-biaya yang dibebankan kepada produk tersebut. Kecermatan dalam penentuan harga pokok produk sangat diperlukan sehingga ketidaktepatan metode tradisional dalam mengalokasikan biaya-biaya overhead kepada produk hanya mendasarkan pada biaya langsung dapat dikurangi (Harahap, 1996). Perusahaan manufaktur yang mengolah kopi robusta kualitas asalan tampaknya merupakan perusahaan yang sederhana, namun demikian dilihat dari banyaknya jenis produk yang dihasilkan menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut sangat kompleks. Proses produksi yang dilakukan hanya menggunakan satu bahan baku, yaitu kopi robusta asalan dan menghasilkan kopi bubuk serta berbagai jenis kopi biji dengan berbagai ukuran dan berbagai kualitas. Adanya berbagai ukuran atau kualitas kopi biji yang berbeda, maka memerlukan adanya proses yang berbeda. Adanya perbedaan proses produksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya perbedaan harga pokok produk yang dihasilkan. Banyaknya produk yang dihasilkan berupa kopi biji dengan berbagai kualitas tersebut memerlukan adanya perhitungan harga pokok yang teliti, sehingga dapat memberikan atau menetapkan harga yang tepat (layak) untuk setiap jenis kopi biji yang dihasilkan. Oleh karena itu penghitungan dan penerapan harga pokok yang tepat untuk tiap-tiap jenis kopi yang dihasilkan sangat besar artinya. Suatu proses produksi dengan satu bahan baku dan menghasilkan lebih dari satu produk akan memunculkan biaya bersama, yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya (Mulyadi, 1990). Besar-kecilnya biaya operasi perusahaan sangat berpengaruh terhadap penetapan harga jual produk (Purba, 1997). Produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan akan memperoleh pasaran atau tidak diantaranya dipengaruhi oleh perbandingan harga produk yang dihasilkan dengan harga produk serumpun yang dihasilkan oleh perusahaan lain (Purba, 1997). Hanya

perusahaan dengan daya saing kuat dan bekerja dengan efisiensi tinggi yang tetap mendapatkan peluang untuk bersaing di pasar global (Nasehatun, 1999). Perusahaan dalam menetapkan atau menghitung biaya produksi haruslah dilaksanakan dengan cermat sehingga informasi yang dihasilkan dapat R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Digunakan untuk melakukan pengendalian biaya. Perusahaan haruslah memiliki sistem akuntansi dan menerapkannya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Perusahaan manufaktur yang mengolah kopi menjadi berbagai jenis produk kopi, perlu melakukan penggolongan biaya produksi secara tegas dalam upaya menghitung besarnya harga pokok yang dibebankan kepada produk yang dihasilkan. Penghitungan harga pokok produksi yang dihasilkan perlu memperhatikan unsur-unsur pembentuk harga pokok produksi tersebut, sehingga informasi yang diperoleh kurang sesuai untuk pengambilan keputusan bagi manajemen. Manajemen sangat memerlukan informasi biaya produksi yang dapat diperbandingkan untuk membantu dalam (1) menetapkan laba perusahaan, (2) menetapkan target departemen, (3) pengukuran dan pengendalian departemen, dan (4) menganalisis dan memutuskan keseimbangan penetapan laba dan tujuan perusahaan lainnya (Matz and Usry, 1980). Adanya analisis data biaya produksi yang cermat akan memberikan beberapa manfaat pokok yang berupa (1) perencanaan laba melalui budget, (2) pengendalian biaya melalui akuntansi pertanggungjawaban, (3) pengukuran laba periodik, (4) membantu dalam menetapkan harga jual dan kebijakan harga, dan (5) memberi data biaya harga pokok yang relevan untuk proses analisis guna pengambilan keputusan (Matz and Usry, 1980). Keberlanjutan kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan diantaranya juga ditentukan oleh tingkat efisiensi dan laba yang dicapai oleh perusahaan. Semakin tinggi tingkat laba yang dicapai dengan kemampuan

bersaing yang tinggi pula, maka kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan semakin besar, demikian juga sebaliknya. Laba yang dicapai oleh perusahaan dapat digunakan sebagai salah satu ukuran tingkat perkembangan usaha yang dilakukan. Perusahaan tidak akan mengalami perkembangan yang baik apabila perusahaan yang bersangkutan tidak pernah memperoleh keuntungan usaha. Upaya mencapai tingkat laba yang diharapkan oleh suatu perusahaan tidak dapat hanya dilakukan dengan memainkan harga jual yang harus dibayar oleh pembeli. Harga yang akan dibayar oleh pembeli bukanlah merupakan kekuasaan mutlak bagi penjual. Cara demikian sangat rawan untuk perkembangan dan keberlanjutan kegiatan perusahaan. Hal demikian dapat mengakibatkan suatu perusahaan akan ditinggalkan oleh perusahaan lain sebagai pesaingnya. Oleh karena itu penentuan tingkat laba yang diharapkan oleh perusahaan haruslah dicapai dengan cara meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja tanpa menurunkan kualitas produk. Adanya tingkat efisiensi kerja yang tinggi dalam suatu perusahaan akan mempengaruhi tingkat harga pokok produksi. R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Dalam perusahaan industri, harga pokok produksi merupakan jumlah yang sangat besar porsinya dibandingkan dengan biaya-biaya usaha yang lainnya. Oleh karena itu perusahaan haruslah mampu bekerja secara cermat dan teliti dalam menggunakan dan menentukan besarnya harga pokok produksi agar dapat dilakukan penekanan biaya produksi. Adanya kecermatan dan ketelitian dalam bekerja memungkinkan adanya efisiensi bagi perusahaan tanpa menurunkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Adanya kecermatan dalam penentuan harga pokok dan efisiensi kerja dapat berakibat pada rendahnya harga pokok produk yang dihasilkan tanpa menurunkan kualitas produk tersebut. Rendahnya harga pokok produk (tanpa

menurunkan atau mengurangi kualitas) jika dibandingkan dengan harga pokok produk perusahaan lain yang sejenis, memungkinkan untuk bersaing mencapai tingkat laba yang diharapkan. Kondisi inilah yang memungkinkan untuk memperoleh laba yang dapat digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Berdasarkan pembahasan tersebut terlihat bahwa penentuan harga pokok produksi secara cermat memiliki arti yang sangat penting untuk keberlanjutan usaha perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur, kelangsungan usaha yang dikelola sangat ditentukan oleh tingkat efisiensi kegiatan produksi dan kegiatan produksi tersebut menjadi berarti bagi perusahaan, apabila perusahaan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas produknya. Sesuai dengan pembahasan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji yaitu apakah perbedaan penerapan metode penentuan harga pokok produksi pada suatu perusahaan berpengaruh terhadap tingkat laba yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan? METODE PENELITIAN Metode yang akan digunakan untuk memperoleh data yaitu observasi, interview, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik analisis penetapan harga pokok produk sebagaimana yang berlaku pada akuntansi biaya. Untuk melihat ada tidaknya pengaruh penerapan metode penetapan harga pokok produksi, maka sebelumnya disajikan laporan harga pokok produksi dan laporan rugi laba perusahaan sesuai dengan teori atau peraturan yang ada. Hasil perhitungan atau analisis yang dilakukan dibandingkan dengan apa hasil perhitungan atau analisis yang disajikan oleh perusahaan, sehingga dapat diperoleh informasi bagaimana pengaruh perbedaan penerapan metode penghitungan harga pokok produksi terhadap laba/rugi perusahaan. R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003

HASIL DAN PEMBAHASAN Kesesuaian Penerapan Metode Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa, metode penentuan harga pokok produksi yang diterapkan oleh perusahaan kopi tidak sesuai dengan teori atau norma-norma yang ada. Ketidak sesuaian tersebut terlihat terlihat sesjak awal, yaitu baik pada saat melaksanakan pengelompokan maupun perlakuan perusahaan terhadap biaya-biaya yang terjadi selama periode tertentu. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada perusahaan kopi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Perusahaan kopi yang diteliti tidak melakukan penggolongan biaya sebagaimana mestinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat unsurunsur biaya pemasaran dan unsur biaya administrasi dan umum yang dicatatnya sebagai unsur harga pokok penjualan. Perlakuan tersebut akan mengakibatkan tingginya harga pokok penjualan yang ditetapkan oleh perusahaan. Informasi tentang besarnya harga pokok penjualan tersebut dapat menyesatkan bagi perusahaan. Terdapat pengorbanan sumber ekonomi sebagai unsur pembentuk harga pokok produksi, akan tetapi belum dimasukkan sebagai pembentuk harga pokok produk yang dihasilkan, yaitu berupa tenaga kerja tidak langsung, baik untuk produk yang berupa kopi bubuk maupun kopi biji. Terdapat pengorbanan sumber ekonomi yang manfaatnya dinikmati bersama oleh bagian-bagian yang ada akan tetapi oleh perusahaan belum dialokasikan kepada bagian-bagian yang menikmati jasa tersebut. Hal ini terlihat pada biaya PBB, di mana sebagian besar bangunan dan tanah dimanfaatkan untuk kegiatan produksi. Perusahaan membebankan pengorbanan sumber ekoinomi yang terjadi hanya kepada harga pokok penjualan saja, dengan demikian perusahaan tidak melakukan alokasi pengorbanan tersebut kepada produk yang masih terdapat dalam persediaan akhir. Hal ini mengakibatkan nilai persediaan akhir menjadi terlalu kecil dan harga pokok penjualan menjadi terlalu besar. Perusahaan tidak memperhitungkan barang dalam proses awal dalam menentukan harga

pokok penjualan. Hal ini tidak terlihat adanya unsur biaya yang melekat dalam barang dalam proses awal. Berdasarkan perhitungan dan analisis harga pokok penjualan yang dilakukan oleh perusahaan terlihat, bahwa perusahaan kopi yang diteliti tidak menghitung besarnya harga pokok produk yang dihasilkan. Perusahaan secara langsung membebankan seluruh biaya tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung dan biaya overhead pabrik kepada produk yang terjual sebagai harga pokok penjualan. Cara penghitungan yang dilakukan oleh perusahaan R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Kopi tersebut tidak akan menunjukkan berapa besarnya harga pokok produk yang dihasilkan. Produk yang telah dihasilkan oleh perusahaan, baik produk yang telah terjual maupun yang masih tersedia dalam persediaan akhir, bahkan juga produk yang masih ada dalam proses penyelesaian, masing-masing telah menyerap biaya yang terjadi dalam menghasilkan produk itu sendiri. Oleh karena itu, setiap produk yang dihasilkan akan memiliki harga pokok yang masing-masing akan terdiri dari tiga unsur pembentuk harga pokok, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan juga biaya overhead pabrik. Ketiga unsur pembentuk harga pokok produk tersebut harus dibebankan kepada produk yang dihasilkan secara proporsional, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih tepat. Perlakuan yang terjadi haruslah dikembalikan pada konsep yang ada, bahwa harga pokok produk merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk tertentu (Moriarity, 1987). Dengan demikian maka nilai produk yang masih ada dalam persediaan akhir akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena telah dimasukkannya unsur biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Hal ini dapat terjadi karena biaya tenaga kerja langsung dan biaya

overhead pabrik yang terjadi akan disebarkan secara proporsional kepada setiap produk yang dihasilkan pada periode yang bersamaan dengan terjadinya biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang bersangkutan. Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan, bahwa metode perhitungan harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan kopi yang diteliti tidak sesuai dengan teori atau norma-norma yang ada. Semua biaya produksi yang terjadi pada periode tersebut seluruhnya dibebankan kepada produk yang terjual pada periode tersebut sebagai harga pokok penjualan. Di pihak lain, produk yang dihasilkan pada periode tersebut belum seluruhnya terjual, sehingga perusahaan masih memiliki persediaan produk jadi yang harga pokoknya hanya terdiri dari satu unsur harga pokok produksi saja yaitu biaya bahan baku. Persediaan produk jadi tersebut tidak dibebani dengan unsur-unsur biaya lainnya kecuali hanya biaya bahan baku. Dasar Pertimbangan Penerapannya Perusahaan dalam menerapan metode perhitungan besarnya harga pokok produksi kopi tentu saja tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan yang menguntungkan bagi perusahaan. Namun demikian, pertimbanganpertimbangan tersebut tidak akan terlepas dari kebaikan dan kelemahan yang melekat pada metode yang diterapkan tersebut dan selanjutnya akan R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Berpengaruh baik secara positif maupun negatif. Adapun beberapa dampak positif yang diperoleh perusahaan sebagai akibat adanya penerapan perhitungan total biaya produksi kopi dapat dikemukakan sebagai berikut. Perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam menghitung besarnya harga pokok produksi. Hal ini karena perusahaan tidak perlu melakukan perhitungan secara rinci dengan mengelompokkan terlebih dahulu ke berbagai biaya yang terjadi di perusahaan. Hal demikian dianggapnya oleh perusahaan tidak perlu dilakukan, karena semua biaya pada akhirnya akan dipertemukan

dengan jumlah penjualan yang dicapai perusahaan. Perusahaan tidak perlu melakukan perhitungan alokasi biaya, terutama biaya yang mempunyai fungsi ganda, yaitu satu transaksi dan satu jumlah yang tidak jelas bagian-bagiannya akan tetapi jasanya dinikmati oleh bebepara fungsi yang ada dalam perusahaan. Alokasi biaya oleh perusahaan dianggapnya sebagai langkah yang mempersulit pekerjaan dan langkah tersebut dianggapnya tidak memberikan manfaat yang sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Perusahaan tidak perlu melakukan perhitungan untuk mengalokasikan biaya-biaya produksi yang terjadi ke dalam produk yang terjual dan produk yang tersedia dalam persediaan akhir periode. Semua biaya yang terjadi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok penjualan, sehingga kemungkinan kesalahan menghitung lebih kecil. Produk yang belum terjual atau produk jadi yang masih dalam persediaan akan dibebani dengan biayabiaya yang terjadi pada saat produk atau persediaan produk tersebut telah terjual. Di sisi lain, terdapat beberapa kelemahan yang terjadi akibat adanya penerapan perhitungan harga pokok produksi kopi sebagaimana yang dilakukan oleh perusahaan. Beberapa kelemahan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut. Perhitungan harga pokok produksi dilakukan tidak cermat dan tidak mencerminkan harga pokok produksi yang sesungguhnya pada periode tersebut. Hal ini dapat terjadi karena semua biaya yang terjadi pada periode tertentu seluruhnya diperhitungkan sebagai harga pokok penjualan tanpa memisahkan antara harga pokok produk, harga pokok penjualan, dan biaya usaha lainnya. Apabila persediaan produk jadi dan barang dalam proses pada akhir periode besar, akan memberikan informasi yang menyesatkan bagi manajemen dalam pengambilan keputusan. Tanpa adanya perhitungan harga pokok produk yang dihasilkan, maka tidak akan mengetahui berapa besarnya harga pokok produk yang telah terjual dan yang masih ada dalam persediaan. Cara

demikian mengakibatkan biaya yang melekat pada persediaan produk jadi R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Hanyalah terdiri dari biaya bahan baku saja, sedangkan produk tersebut telah menyerap biaya tenaga kerja dan biaya lainnya karena telah diproses. Kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi memerlukan tiga pengorbanan sumber ekonomi yang berupa (1) pengorbanan bahan baku, (2) pengorbanan jasa tenaga kerja, dan (3) pengorbanan jasa fasilitas (Mulyadi, 1990). Perusahaan akan mengalami kesulitan dalam melakukan pengendalian biaya, karena perusahaan tidak dapat mengetahui bagian-bagian mana yang sudah efisien dan bagian mana yang belum efisien. Keadaan tersebut menyulitkan bagi perushaaan untuk membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian biaya produksi. Perusahaan akan memperoleh informasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya ada berdasarkan peristiwa atau transaksi yang terjadi pada perusahaan. Pembukuan yang dilakukan oleh perusahaan didasarkan pada bukti-bukti yang ada, oleh karena itu informasi yang diberikan seharusnya memberikan gambaran yang seharusnya sesuai dengan bukti-bukti yang ada. Pengaruh Penggunaan Metode terhadap Besarnya Rugi Laba Dalam melaksanakan proses produksi, pada dasarnya perusahaan dapat menghasilkan tiga macam produk pokok dari proses produksi yang dilakukan. Ketiga macam kopi sebagai hasil pengolahan tersebut berupa (1) kopi biji olahan, (2) kopi biji piksel, dan (3) kopi bubuk. Kopi bubuk merupakan produk yang memerlukan proses tambahan setelah dilakukan proses pemisahan antara kopi biji olahan (kualitas ekspor) dengan kopi biji piksel. Dengan demikian dapat diketahui bahwa produk yang dihasilkan oleh perusahaan kopi yang diteliti merupakan produk bersama yang dihasilkan dari

satu proses produksi dengan menghasilkan dua macam produk yaitu berupa kopi biji olahan dan kopi biji piksel. Berkaitan dengan produk yang dihasilkan tersebut, maka perusahaan lebih tepat menggunakan metode harga pokok bersama. Biaya produk bersama dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya (Mulyadi, 1990). Berdasarkan hasil analisis harga pokok penjualan yang dilakukan oleh perusahaan, terlihat bahwa perusahaan tidak menghitung besarnya harga pokok produksi yang dihasilkan. Perusahaan secara langsung membebankan seluruh biaya tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung dan biaya overhead pabrik kepada produk yang terjual sebagai harga pokok penjualan. R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Produk yang telah dihasilkan oleh perusahaan, baik produk yang telah terjual maupun yang masih tersedia dalam persediaan akhir, masing-masing telah menyerap biaya yang terjadi dalam menghasilkan produk itu sendiri. Oleh karena itu, setiap produk yang dihasilkan akan memiliki harga pokok yang masing-masing akan terdiri dari tiga unsur pembentuk harga pokok, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan juga biaya overhead pabrik. Ketiga unsur pembentuk harga pokok produk tersebut harus dibebankan kepada produk secara proporsional. Dengan demikian nilai produk yang masih ada dalam persediaan akhir akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena telah dimasukkannya unsur biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Hal ini dapat terjadi karena biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang terjadi akan disebarkan secara proporsional kepada setiap produk yang dihasilkan pada periode yang bersamaan dengan terjadinya biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang bersangkutan. Hasil analisis yang diulakukan jelaslah menunjukkan, bahwa metode

perhitungan harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan teori atau aturan yang ada. Semua biaya produksi yang terjadi seluruhnya dibebankan kepada produk yang terjual pada periode tersebut. Di pihak lain perusahaan masih memiliki persediaan produk yang hanya terdiri dari satu unsur harga pokok produksi saja yaitu biaya bahan baku. Berdasarkan hasil analisis membuktikan, bahwa kesalahan dalam menentukan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan akan berpengaruh terhadap besarnya rugi laba. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa, laba bersih tahun berjalan yang dicapai oleh perusahaan berdasarkan perhitungan setelah adanya perubahan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan (dengan menggunakan metode harga pokok bersama), yaitu sebesar Rp 3.682.791.985,00. Sedangkan laba bersih tahun berjalan yang dicapai berdasarkan perhitungan sebelum adanya perubahan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan (metode yang digunakan perusahaan) sebesar Rp 541.944.617,00. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan rugi laba yang diakui oleh perusahaan dengan hasil penelitian di akibatkan oleh adanya perbedaan harga pokok penjualan yang diperhitungkan sebagai akibat perbedaan penggunaan metode penentuan harga pokok produksi. Harga pokok penjualan menurut perhitungan perusahaan Rp 508.044.877.317,00 dan menurut hasil analisis penelitian Rp 500.220.058.830,00. Dengan mendasarkan pada pembukuan yang dibuat oleh perusahaan, maka untuk mendapatkan harga pokok produk terjual yang seharusnya (berdasarkan metode harga pokok produk bersama), yaitu sebesar Rp 500.220.058.830,00, dapat dihitung sbb. R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Harga pokok penjualan menurut perusahaan Rp 508.044.877.317,00 Dikurangi: Biaya adminstrasi dan umum Rp 6.882.325,00

Biaya pemasaran Rp 3.388.903.561,00 + Rp 3.395.785.886,00 Rp 504.649.091.431,00 Ditambah: Biaya tenaga kerja tidak langsung Rp 54.000.000,00 Pajak bumi dan bangunan Rp 3.892.567,00 Biaya bahan baku kopi biji Rp 3.257.508.845,00 Biaya bahan baku kopi bubuk Rp 340.115.104,00 BDP awal Rp 152.126.040,00 + Rp 3.807.642.556,00 Harga Pokok Produksi tahun 1998 Rp 508.456.733.987,00 Tambah: Persediaan awal Rp 1.875.631.180,00 Rp 510.332.365.167,00 Dikurangi: Persediaan akhir Rp 8.739.821.403,00 Untuk bahan Kopi bubuk Rp 1.372.484.894,00 + Rp 10.112.306.296,00 Harga Pokok Penjualan yang seharusnya Rp 500.220.058.870,00 Berdasarkan catatan/perhitungan perusahaan, maka untuk mendapatkan harga pokok produksi yang seharusnya (dengan memperhatikan unsur-unsur harga pokok produksi), untuk seluruh harga pokok produksi perlu dibuat jurnal penyesuaian sbb. Harga Pokok Produk Rp 3.807.642.556 Biaya Bahan Baku kopi Biji Rp 3.257.508.845 BTKerja Tidak Langsung Kopi Biji Rp 30.000.000 Biaya PBB/Pajak Daerah Rp 3.892.567 Biaya Bahan Baku Kopi Bubuk Rp 340.115.104 BTKTL Kopi Bubuk Rp 24.000.000 Barang dalam proses awal Rp 152.126.040 Biaya Pemasaran Rp 3.388.903.561

Biaya Administrasi dan Umum Rp 6.882.325 Harga Pokok Produk Rp 3.395.785.886 Harga Pokok Penjualan Rp 1.875.631.180,00 Persediaan awal Rp 1.875.631.180,00 R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 Persediaan akhir Rp 8.739.821.403,00 Bahan kopi bubuk Rp 1.372.484.894,00 Harga Pokok Penjualan Rp 10.112.306.296,00 Adanya perbedaan harga pokok penjualan tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap besarnya rugi/laba yang diakui oleh perusahaan. Rugi laba menurut perhitungan perusahaan sebesar Rp 541.944.617,00 sedangkan menurut hasil analisis sebesar Rp 3.682.791.985,00 sehingga terdapat selisih sebesar Rp 3.140.847.668,00. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan sbb. Perbedaan laba kotor penjualan Rp 7.824.818.487,00 Dikurangi perbedaan: Biaya administrasi dan umum Rp 774.468.188 Biaya Pemasaran Rp 2.563.425.131 Cadangan PPh Badan Rp 1.346.077.500 + Rp 4.683.970.819,00 Perbedaan laba bersih Rp 3.140.847.668,00 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka apabila mendasarkan pada hasil perhitungan rugi laba perusahaan perlu dibuatkan jurnal penyesuaian sbb. Biaya administrasi dan umum Rp 774.468.188,00 Biaya Pemasaran Rp 2.563.425.131,00 Cadangan PPh Badan Rp 1.346.077.500,00 Rugi laba Rp 4.683.970.819,00

SIMPULAN Berdasarkan pada analisis data dan pembahasan sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Metode perhitungan harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan aturan atau teori yang ada. Hal ini karena semua biaya produksi yang terjadi pada satu periode tertentu seluruhnya dibebankan kepada produk yang terjual pada periode tersebut (saat terjadinya biaya produksi). Di pihak lain perusahaan masih memiliki persediaan produk pada akhir periode atau tidak seluruh produksi yang dihasilkan dapat habis terjual. 2. Kesalahan dalam menentukan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan mengakibatkan jumlah laba yang diakui perusahaan menjadi R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 terlalu kecil dari yang seharusnya. Kondisi ini terjadi karena biaya tenaga kerja, sebagian biaya administrasi dan umum, dan biaya pemasaran dibebankan seluruhnya sebagai harga pokok penjualan pada periode yang bersangkutan. 3. Ketidaksesuaian metode penghitungan harga pokok produksi yang diterapkan perusahaan dan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam penerapan cara perhitungan harga pokok produksi tersebut diakibatkan beberapa faktor, antara lain: 4. Perusahaan tidak melakukan pengelompokan biaya-biaya yang terjadi (selain biaya bahan baku) secara cermat ke dalam biaya produksi (biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik), biaya administrasi dan umum, dan biaya pemasaran. Hal ini sangat perlu untuk dilakukan sehingga dapat menempatkan biaya sebagaimana mestinya dan mampu

memberikan informasi yang semestinya. 5. Perusahaan tidak melakukan alokasi biaya produksi keseluruh produk yang dihasilkan (produk yang telah terjual dan masih dalam persediaan), tetapi perusahaan hanya membebankan seluruh biaya kepada produk yang terjual sehingga memberikan harga pokok penjualan yang sangat tinggi. 6. Biaya-biaya yang dibebankan oleh perusahaan kepada harga pokok penjualan tidak hanya biaya produksi akan tetapi juga biaya non produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, sebagian biaya administrasi dan umum yang di dalamnya termasuk biaya tenaga kerja (baik biaya tenaga kerja langsung maupun biaya tenaga kerja tidak langsung) dan biaya overhead pabrik, serta biaya pemasaran. Cara demikian terlihat bahwa perusahaan terlalu menyederhakan persoalan tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya. 7. Ada sebagian biaya administrasi dan umum, oleh perusahaan dimasukkan sebagai komponen harga pokok penjualan (tanpa melalui harga pokok produksi) yang seharusnya tidak dan sebaliknya ada biaya administrasi dan umum yang seharusnya dibebankan atau dialokasikan sebagai harga pokok penjualan (melalui harga pokok produksi terlebih dahulu) tetapi oleh perusahaan tidak dilakukan. Oleh karena itu tidak terdapat konsistensi dari apa yang dilakukan oleh perusahaan. 8. Perusahaan tidak melakukan pemisahan antara biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung sehingga informasi yang diperoleh bersifat menyeluruh. Perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara produk yang siap dijual, produk yang terjual, dan produk yang masih dalam persediaan akhir. Kondisi demikian merupakan kesalahan besar bagi perusahaan dan dapat menyesatkan bagi pihak yang berkepentingan. R. Gunawan Sudarmanto (114) STIE Darmajaya JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003 14

9. Adanya berbagai kesalahan tersebut mengakibatkan harga pokok penjualan yang ditetapkan oleh perusahaan menjadi terlalu besar. Kondisi demikian akan memiliki dampak terhadap besarnya nilai persediaan produk dan besarnya laba yang diakui oleh perusahaan pada periode yang sama. Terlalu tingginya penetapan harga pokok penjualan mengakibatkan nilai persediaan yang tercantum di dalam neraca menjadi terlalu rendah dan laba yang diakui pada periode tersebut juga menjadi terlalu rendah. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1983. Pedoman Menentukan Harga Produk. Adaptasi Staf Lembaga PPM. Seri Manajemen No. 86. Penerbit PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Blocker, John G. and Weltmer, W. Keith. Cost Accounting. Third Edition. McGraw-Hill Book Company Inc. New York. Doyle, David. 1996. Pengendalian Biaya Pedoman Strategis. Seri Manajemen Nomor 169. Penerbit PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Harahap, Sofyan Syafri. 1996. Budgeting Peranggaran Perencanaan Lengkap: untuk membantu manajemen. Penerbit PT Rajagrafindo Persada. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan. Buku Satu. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan. Buku Dua. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Layord, Richard and Glaister, Stephen. 1996. Cost Benefit Analysis. Second edition. Combridge University Press. Cambridge. Australia. Moriarity, Shane and Carl P. Allen. 1987. Cost Accounting. Second Edition. John Wiley & Sons. Singapore. Matz, Adolph and Usry, Milton F. 1980. Cost Accounting Planning and Control. Seventh edition. International Business and management

Series. South-Western Publishing Co. Cincinnati Ohio. Mulyadi. 1990. Akuntansi Biaya. Edisi ke 4. Badan Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Purba, Radiks. 1997. Analisis Biaya dan Manfaat (Cost and Benefit Analysis). Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

You might also like