You are on page 1of 160

BAB I PENDAHULUAN Pernahkah saudara melihat ada seseorang di masyarakat yang mampu hidup sendiri, dalam arti dia

mampu memenuhi segala

kebutuhannya tanpa bantuan orang lain ? Jawabannya sudah pasti tidak akan dijumpai dalam kehidupan masyarakat ada orang yang mampu hidup sendiri, sekalipun dia dianugerahi harta yang berlimpah. Coba saudara renungkan ! kira-kira mengapa seseorang tidak mungkin dapat hidup sendiri di masyarakat ? Setelah saudara menganalisis dan menjawab pertanyaan di atas, sekarang silahkan cermati uraian sebagai berikut : From birth to death man lives out his life as a member of a society (Krech, Crutchfield, Ballachey, 1962 : 308), artinya bahwa sejak dari lahir sampai meninggal manusia mengalami kehidupannya sebagai anggota suatu masyarakat. Banyak contoh di dunia ini yang menunjukkan, bahwa tidak ada seorangpun manusia mampu hidup secara sendiri, misalkan seorang bayi, dia akan memerlukan seorang bidan atau dokter atau dukun beranak agar dia bisa lahir dari rahim ibunya; kemudian dia juga akan memerlukan orang lain untuk memandikannya, mengganti pakaiannya; menyusui dan sebagainya. Begitu juga ketika kita membaca ceritera tentang asal mulanya manusia, yaitu Nabi Adam, maka diapun tidak dapat hidup sendiri, sehingga didampingi oleh istrinya Siti Hawa. Atau mungkin ceritera Robinson Crusoe, yang pada akhirnya si pengarang memunculkan tokoh Friday sebagai temannya, begitu juga dengan ceritera tentang Tarsan yang hidup di tengah-tengah hutan dan ditemani oleh berbagai binatang, pada akhirnya dimunculkan seorang wanita sebagai teman hidupnya yang akan melahirkan keturunannya. Kesemuanya menunjukkan, bahwa tiada seorangpun manusia yang mampu hidup tanpa bantuan dan pertolongan orang lain. 1

Berbicara mengenai manusia, paling tidak ada tiga

pengertian,

yaitu manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial; manusia sebagai makhluk monodualisme, yang terdiri dari 2 kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yaitu unsur rohani dan jasmani, dan manusia sebagai makhluk yang berakal. Selain pengertian di atas, anda masih ingat tentang manusia sebagai makhluk zoon politicoon, yaitu manusia sebagai makhluk bermasyarakat, yaitu makhluk yang selalu hidup di masyarakat. Kemudian Ibnu Khaldun menyatakan, bahwa manusia itu harus hidup bermasyarakat. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut jelaslah, bahwa tiada seorangpun manusia akan mampu hidup seorang diri. P.J. Bouman menyatakan, bahwa Manusia itu baru menjadi manusia, karena ia hidup bersama dengan manusia lainnya , kemudian John Locke dan Thomas Jefferson menyatakan, bahwa di dalam sistem pergaulan hidup, secara prinsip manusia itu diciptakan bebas dan sederajat ( dikutip dari Dudu Duswara Machmudin, 2001 : 9-10 ). Soerjono Soekanto ( 1986 : 102-103), menyatakan, bahwa sejak dilahirkan manusia telah mempunyai yaitu: Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya, yaitu nasyarakat Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa sejak kelahiran dan secara kodrat manusia selalu ingin menyatu dengan manusia lain dan lingkungan sekitarnya dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk saling berinteraksi satu sama lain dalam upaya hidup bermasyarakat. Untuk dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya atau dapat menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, manusia dikaruni akal dua hasrat atau keinginan pokok,

fikiran

dan

perasaan Melalui

yang akal,

mendorong pikiran dan

untuk

melakukan

berbagai juga

aktivitasnya.

perasaannya

manusia

menghasilkan berbagai barang kebutuhan hidup dan kehidupannya. Misalnya untuk melindungi diri dari sengatan matahari, kucuran hujan dan serangan binatang buas, manusia membuat rumah; kemudian untuk mempertahankan kehidupannya manusia juga mencari dan menciptakan aneka makanan dsb. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa manusia dalam suatu tatanan masyarakat selalu saling berinteraksi satu sama lain untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada hakekatnya setiap manusia yang secara psikologis merupakan bagian terkecil dari suatu masyarakat mempunyai cita-cita untuk dapat hidup damai, tertib dan sejahtera. Untuk mewujudkan keinginan atau harapan tersebut sudah barang tentu tidak akan dapat diusahakannya sendiri, akan tetapi harus dilakukan melalui upaya kerjasama dan saling pengertian di antara sesama manusia tersebut. Bagi bangsa Indonesia cita-cita dan harapan untuk dapat hidup damai, tenteram sudah bukan merupakan barang baru. Hal ini dikarenakan secara jelas telah tercantum dasarnya dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya dalam Alinea IV yang menyatakan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam pergaulan sehari-hari di antara sesama manusia sudah barang tentu ada yang mempunyai kepentingan yang sama, namun ada kalanya kepentingan setiap individu berbeda. Perbedaan kepentingan dalam suatu pergaulan antar manusia di masyarakat merupakan sesuatu karunia dalam suatu negara demokrasi, namun bila tidak segera diatasi perbedaan tersebut bisan menjadi sumber konflik.

Untuk merealisasikan apa yang menjadi cita-cita dan harapan seluruh lapisan masyarakat, diciptakanlah seperangkat aturan atau kaidah yang pada hakekatnya bertujuan untuk terjadinya suasana tertib dan damai di masyarakat. Masyarakat sendiri sudah barang tentu harus dapat mendukung upaya-upaya perwujudan ketertiban di lingkungannya dengan cara melaksanakan dan menghormati berbagai peraturan yang ada, karena bagaimanapun antara masyarakat dan kaidah tidak dapat dipisahkan keberadaannya, bagaikan satu mata uang dalam dua sisi. Cirero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan : "Ubi societas ibi ius" dimana ada masyarakat di situ ada hukum . Hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan sifat masyarakat yang bersangkutan. Masing-masing masyarakat mempunyai kebudayaan dan cara berfikirnya yang belum tentu sama. Menurut Von Savigny sebagaimana dikutip Ranidar Darwis ( 1986 : 17 ) menyatakan, bahwa hukum suatu masyarakat mengikuti Volksgeist (jiwa/semangat rakyat) dari masyarakat tempat hukum itu berlaku. Karena Volksgeist masing-masing masyarakat

berbeda-beda atau belum tentu sama, maka hukumnya pun belum tentu sama atau berbeda-beda. Namun keberadaan demikian bagaimanapun situasi dan kondisinya,

kaidah atau norma dalam suatu masyarakat sangat mutlak.

Dalam pergaulan hidup di masyarakat, kaidah berperan sedemikian rupa, sehingga setiap anggota masyarakat akan menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya, yang menjadikan segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur sesuai dengan apa yang dicita-citakan. J.P. Glastra van Loan sebagaimana dikutip Dudu Duswara M ( 2001 : 51 ) menyatakan, bahwa

dalam menjalankan peranannya hukum mempunyai fungsi sangat penting, yaitu : Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup Menyelesaikan pertikaian

Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan, jika perlu dengan kekerasan Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasikan fungsi hukum sebagaimana disebutkan di atas. Berdasarkan pendapat di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan, bahwa keberadaan hukum di tengah-tengah masyarakat tiada lain bertujuan agar tercipta ketertiban dalam pergaulan antar sesama manusia. Hukum juga berfungsi menyelasaikan setiap perselisihan yang terjadi di masyarakat, baik karena faktor perbedaan kepentingan ataupun karena faktor-faktor lain. Sebagaimana dinyatakan pada uraian terdahulu, bahwa dalam pergaulan hidup antar manusia di masyarakat kadangkala terjadi perbedaan kepentingan yang kalau tidak dicarikan solusinya bisa menjadi sumber konflik. Selain itu masyarakat juga memerlukan rasa aman dan perlindungan hukum. Oleh karena itulah masalah kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa menjadi idaman seluruh lapisan masyarakat. Dengan adanya kepastian hukum yang benar-benar mampu melindungi seluruh lapisan masyarakat, tanpa melihat dari golongan mana masyarakat tersebut berasal, supremasi hukum dapat ditegakkan. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, maka lahir dan

berkembang norma atau kaidah dalam masyarakat. Yang dimaksud norma atau kaidah adalah atauran atau adat kebiasaan dan atau hukum yang berlaku. Adapun kaidah atau norma yang ada di masyarakat sangat banyak dan bervariasi. Namun demikian kita dapat menarik kesimpulan, bahwa dari yang banyak tersebut pada intinya ada 2, yaitu : yaitu aturan-aturan yang dibuat oleh negara dan aturan-aturan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

BAB II SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA

A. Sejarah Perkembangan Ilmu Hukum Pada hakekatnya manusia sebagai individu mempunyai kebebasan asasi, baik dalam hal hidup maupun kehidupannya. Hak asasi tersebut sudah barang tentu dalam pelaksanannya harus dilakukan berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, terlebih-lebih di Indonesia, di mana hak asasi berfungsi sosial, artinya dalam pelaksanannya harus disesuaikan dengan kepentingan orang lain yang juga mempunyai hak asasi. Manusia sebagai makhluk sosial ( zoon politicoon ) tidak bisa berbuat sekehandaknya, karena terikat oleh norma-norma yang ada dan berkembang di masyarakat serta terikat pula oleh kepentingan orang lain. Konsekwensinya dalam melaksanakan segala keperluan hidup dan kehidupan setiap manusia harus melakukannya berdasarkan kepada

aturan-aturan atau norma-norma yang ada dan berlaku di masyarakat, baik norma agama, norma susila, norma adat maupun norma hukum. Sebelum lahir dan berkembang norma hukum di masyarakat, telah ada dan berkembang norma kesusilaan, norma adat dan norma agama, namun masyarakat masih tetap memerlukan norma hukum. Hal ini dikarenakan : 1. Tidak semua orang mengetahui, memahami, menyikap dan

melaksanakan aturan-aturan yang ada dan berkembang dalam normanorma tersebut. 2. Masih banyak kepentingan-kepentingan manusia yang tidak dijamin oleh norma-norma tersebut, misalnya dalam pelaksanaan aturan lalu lintas yang mengharuskan setiap orang dan atau kendaraan berjalan di sebelah kiri

3. Ada sebagian kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan norma tersebut padahal masih memerlukan perlindungan hukum. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka diciptakanlah aturanaturan hukum yang dibuat oleh lembaga resmi, yaitu untuk menjamin kelancaran hidup dan kehidupan manusia dalam pergaulan di masyarakat, dengan tujuan agar terwujud ketertiban di masyarakat yang bersangkutan. Satjipto Rahardjo ( 1993 : 13 ) menyatakan, bahwa

masyarakat dan ketertiban merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat, bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Susah untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu ketertiban, bagaimanapun kualitasnya. Kehidupan dalam masyarakat sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur didukung oleh adanya suatu tatanan, karena tatanan inilah kehidupan menjadi tertib. Hukum dalam arti ilmu pengetahuan yang disebut ilmu hukum berasal dari Bangsa Romawi,karena bangsa ini telah dianggap

mempunyai hukum yang paling baik dan sempurna bila dibandingkan dengan hukum yang ada dan berkembang di negara-negara

lain.Konsekwensinya perkembangan dan penyempurnaan hukum di negara-negara lain selalu dipengaruhi oleh Hukum Romawi. Kitab undang-undang Hukum Romawi ( KUH-Romawi) diciptakan pada masa Caisar Yustinianus yaitu Institutiones Yutinanae yang disebut Corpus Juris-Civilis. Adapun tujuan dilakukannya kodifikasi suatu hukum adalah agar tercipta kepastian hukum. Dalam mempelajari dan menyelidik hukum Romawi, bangsa-bangsa Eropa, seperti Perancis, Belanda, Jerman, Inggris mempelajarinya melalui 4 cara, yaitu : 1. Secara teoritis ( theoritische Receptie ), yaitu mempelajari hukum Romawi sebagai Ilmu Pengetahuan, dalam arti setelah mahasiswa dari negara yang bersangkutan mempelajari dan memperdalam hukum Romawi kemudian di bawa kenegaranya untuk dikembangkan lebih

lanjut, baik dalam kedudukan dia sebagai pegawai di pengadilan ataupun badan-badan pemerintah lainnya. 2. Secara praktis ( praktiche Receptie ) karena menganggap hukum Romawi ini lebih tinggi tingkatnya dari hukum manapun di dunia, bangsa-bangsa Eropa Barat mempelajarinya dan melaksanakan atau menggunakan Hukum Romawi ini dalam kehidupannya sehari-hari dalam negaranya. 3. Secara Ilmiah ( Wetenschappetyk Receptie ), Hukum Romawi yang telah dipejari oleh para mahasiswa hukum dikembangkan lebih lanjut di negara asalnya melalui perkuliahan-perkuliahan di perguruan tinggi. Hal ini karena tidak sedikit mahasiswa yang telah mempelajari hukum tersebut setelah kembali ke negaranya bekerja sebagai dosen. 4. Secara Tata Hukum ( Positiefrechttelyke Receptie ), di mana setelah Perguruan-Perguruan Tinggi di Jerman dan Perancis, dan negaranegara tersebut dalam membuat dan melaksanakan Undang-undang selalu mengambil dasar dari hukum Romawi dijadikan Hukum Positif dalam negaranya masing-masing, wa;au demikian tentu saja

penerimaan hukum ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi negaranegara tersebut. Suatu aturan hukum adalah suatu aturan yang sebanyak mungkin harus dipertahankan oleh pihak atasan dan yang biasanya diberi sanksi jika itu dilanggar. Sanksi itu berarti bahwa jika aturan tidak dijalankan dan dengan sendirinya pemerintah akan ikut campur tangan, seperti halnya dalam Hukum Pidana, namun bisa juga pemerintah memberikan bantuan kepada seseorang untuk memperoleh haknya, seperti diatur dalam Hukum Acara Pidana. Begitu juga bila terjadi perselisihan atau persengketaan di antara sesama warga masyarakat, seperti masalah warisan,perceraian,perbatasan dengan tetangga rumah, sewa menyewa,

peerjanjian jual beli dan lain sebagainya, maka akan berbicara Hukum Perdata. Hal ini sesuai dengan batasan Hukum Perdata.

B. Pengertian dan Tujuan Tata Hukum


Pengertian : Tata Hukum adalah semua peraturan-peraturan hokum yang diadakan /diatur oleh negara atau bagian-bagiannya dan berlaku pada waktu itu di seluruh masyarakat dalam negara atau disebut juga ius constitutum. Tujuan dibentuknya tata hukum adalah untuk mempertahankan, memelihara dan melaksanakan tata tertib di kalangan anggota- anggota

masyarakat dalam negara itu dengan peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara atau bagian-bagiannya. Tujuan mempelajari Tata Hukum Indonesia : agar mengetahui perbuatan atau tindakan manakah yang menurut hukum dan yang manakah bertentangan dengan hukum, bagaimanakah kedudukan seseorang dalam masyarakat, apakah kewajiban-kewajiban dan wewenang-wewenangnya yang kesemuanya itu menurut hukum Indonesia. Tata hukum adalah susunan hukum yang berasal mula dari istilah recht orde (bahasa Belanda). Susunan hukum terdiri atas aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa sehingga orang mudah menemukannya bila suatu ketika membutuhkannya untuk menyelesaikan peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Aturan yang ditata sedemikian rupa menjadi tata-hukum tersebut antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling menentukan. Tata hukum berlaku dalam masyarakat karena disahkan oleh pemerintah masyarakat itu. Jika masyarakat itu masarakat negara, yang mensyahkan tata hukumnya adadalah penguasa negara itu. Tata hukum yang sah dan berlaku pada waktu tertentu dan masyarakat tertentu dinamakan hukum positif (Ius Constitutum). Tata hukum yang diharapkan berlaku pada masa yang akan datang dinamakan Ius Constituendum. Ius Constituendum dapat menajdi Ius Constitutum dan Ius Constitutum dapat diganti Ius Contituendum baru yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berkembang (Daliyo, dkk, 1992:4).

Tata hukum, suatu negara adalah tata hukum yang ditetapkan atau disahkan oleh pemerintah negara. Jadi tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan dan disahkan oleh pemerintah negara Republik Indonesia. Di Indonesia dewasa ini, mana yang disebut Ius Consitutum, mana yang disebut Ius Consituendum, mana yang disebut Ius Naturale. Untuk menjelaskan atau menjawab pertanyaan tersebut, Anda perlu mengetahui dahulum pembagian hukum dalam beberapa golongan seperti yang diuaraikan sebelumnya. Setelah kalian mengkaji ulang macam-macam pembagian hukum tersebut, maka yang termasuk hukum positif (Ius Constitutum) di Indonesia dewasa ini ialah sebagian dari pada hukum Publik dan Hukum Privat. Yang termasuk hukum Publik diantaranya Hukum Pidana, Hukum Pajak, Hukum Perburuhan, dan Hukum Acara. Sedangkan yang termasuk hukum Privat diantaranya Hukum Perdata, Hukum Dadang, Hukum Islam, dan Hukum Adat. Baik Hukum Publik maupaun Hukum Privat sebagian besar adalah produk kolonial Belanda, kecuali Hukum Islam dan Hukum Adat. Sedangkan hukum Acara Pidana, Hukum Acara Administrasi (Tatat Usaha Negara), Hukum Pajak, dan Hukum Perburuhan sudah merupakan Hukum Nasional. Misalnya Hukum Acara Pidana yang dikenal dengan KUHAP (UU RI NO. 8 Tahun 1981), sedangkan hukum materiilnya yaitu KUHP yang dewasa ini masih merupakan Rancangan Undang-Undang sedang di godok di DPR RI, dan Hukum Acara Administrasi yang dikenal dengan Peradilan Tata Usaha Negara (UU RI No. 5 tahun 1986). Apakah hukum positif tersebut perlu dipertahankan? Sebelumnya harus dipahami bahwa Secara yuridis lebih dari setengah abad kita tetap masih hidup dalam masa peralihan, sehingga belum sepenuhnya merdeka secara hukum. Artinya produk-produk Hukum Kolonial Belanda ada yang masih dipergunakan, dengan dasar Aturan Peralihan Pasal I UUD 1945 (setelah amandemen) dan yanag tidak sesuai lagi dengan Pancasila dan UUD 1945 perlu diganti atau direvisi dengan hukum nasional yang dicita-citakan. Hukum Nasional yang dicita-citakan akan menuju kepada Sistem Hukum Nasional (Ius Constituendum).

10

Peraturan Pokok pada jaman Hindia Belanda :

1. Algeimene Bepaling van Wetgeving voor Indonesia, disingkat AB (Ketentuan-ketentuan Umum tentang Peraturan Perundang-undangan untuk Indonesia.) yang dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 2. Regerings Reglemens (R.R) yang dikeluarkan pada tanggal 2 September 1854. 3. Indische Staatsregeling (IS) atau Peraturan Ketatanegaraan Indonesia. Pada tanggal 23 Juni 1925 RR iubah menjadi IS yang termuat dalam Stb. 1925/415 yang mulai berlaku 1 Januari 1926. RR dan IS ini dapat dikatakan peraturan pokok yang merupakan : UUD Hindia Belanda dan merupakan sumber peraturan-peraturan organic pada masa itu.

Peraturan Organik Pada Jaman Hindia Belanda : 1. Ordonantie 2. Regerings Verordening 3. Locale Verordening

Peraturan Pokok pada Jaman Jepang Hanya ada satu yaitu Undang-undang nomor 1 tahun 1942 yang menyatakan berlakunya kembali semua perarturan perundangan Hindia Belanda yang tidak bertentangan dengan kekuasaan Militer Jepang.

Dasar hukum berlakunya keanekaragaman hukum di Indonesia 1. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang berbunyi : Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini 2. Pasal 142 Ketentuan Peralihan UUDS 1950 : Peraturan Undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha negara yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950 tetap berlaku dengan tidak burubah sebagai peraturanperaturan RI sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan11

ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-undang dan ketentuan tata usaha atas kuasa UUD ini 3. Pasal 192 Ketentuan Peralihan Konstitusi RIS : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat Konstitusi ini mulai berlaku tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia sendiri selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Konstitusi ini

Latihan : 1. Jelaskan apa yang dimaksud tata hukum? Apa tujuan kita mempelajari hukum? 2. Manfaat apa yang kita peroleh dengan mempelajari tata hukum? 3. Jelaskan istilah-istilah dibawah ini secara singkat, jelas dan tepat! Alghemeine Bepaling van Wetgeving voor Indonesia (Ab) Regelings Reglemens (R.R) Indische Staatregeling (IS) Lex specialis, lex generalis

4. Jelaskan hungan pasal II antara aturan peralihan UUD 1945, pasal 142 ketentuan peralihan UUDS 1950 dan pasal 192 ketentuan peralihan konstitusi RIS.

12

BAB III POKOK POKOK HUKUM TATA BEGARA DAN ADMINISTRASI NEGARA

A. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara

1. Makna Proklamasi bagi Bangsa Indonesia Bangsa Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekannya tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai makna yang sangat urgen dalam kehidupan ketatanegaraannya. Proklamasi bagi bangsa Indonesia mengandung makna : Dimulainya persiapan bagi kemerdekaan Indonesia yang dimulai sejak diumumkannya Janji Kemerdekaan Kelak di kemudian hari oleh Perdana Mentri Koiso kepada rakyat Indonesia pada tanggal 9 September 1944. Pada tanggal 1 Maret 1945 Panglima Tentara Keenambelas Letnan Jendral Kumakici Harada Penyelidik Usaha Usaha mengumumkan dibentuknya Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(Dokuritu zyunbi Tjoosakai) atau BPUPKI. Badan ini bertujuan untuk mempelajari hal hal penting mengenai masalah tata pemerintahan jika Indonesia merdeka. BPUPKI

ini diketuai oleh K.R.T. Rajiman Wediodiningrat dan dua orang wakil yaitu R.Panji Suroso dan satu orang bangsa Jepang yang bernama Ichibangase. Sidang Pertama BPUPKI tanggal 29 Mei 1 Juni 1945.Dalam sidang pertama ini pembicaraan dipusatkan pada usaha merumuskan dasar filsafat bagi negara Indonesia Merdeka. Yang kemudian dikenal dengan Pancasila.

13

Pada sidang tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Supomo juga mengemukakan lima azas dasar negara Sidang kedua BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945. Untuk merumuskan

Undang Undang Dasar dibentuklah Panitia Kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno.Pada sidang kedua ini, pembicaraan dititik beratkan pada perumusan UUD. Rancangan UUD datang dari Mr Soepomo yang terdiri dari batang tubuh dan penjelasan. Sedangkan Piagam Jakarta yang disusun pada tanggal 22 Juni 1945 disetujui dijadikan sebagai

Preambul/pembukaan dari UUD yang akan dibentuk.Pada tanggal 7 Agustus 1945 Dokuritsu Junbi Cosakai dibubarkan sebagai gantinya dibentuk Dokuritu Zyunbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kemudian pada tanggal 9 Agustus tiga tokoh pergerakan nasional yaitu Ir. Soekarno, Drs.Muh Hatta dan dr. Radjiman

Wediodiningart berangkat ke Dalat (Vietnam Selatan) atas panggilan Marsekal Darat Terauci. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Soekarno-Hatta tiba ditanah air. Hal ini bersamaan dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu. Berita ini juga diketahui oleh sebagian pemimpin pemuda. Para pemuda menghendaki

Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari Jepang. Pihak Soekarno-Hatta masih ingin membicarakan pelaksanaan kemerdekaan itu di dalam rapat PPKI yang telah ditentukan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 tidak mengalami kesulitan dan berjalan dengan lancar serta diantaranya adalah :

menghasilkan keputusan yang penting

Mengesahkan Undang Undang Dasar yang telah dipersiapkan oleh Dokuritu Zyunbi Tjoosakai ( yang sekarang dikenal sebagai UUD 1945).

14

Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakilnya.

Membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu Presiden selama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Perwakilan Rakyat (DPR) belum tersusun. dan Dewan

Pada tanggal 19 Agustus 1945 Presiden memanggil PPKI dan Pemuda untuk :

Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Merancang Pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para mentrinya.

Menetapkan pembagian wilayah Republik Indonesia , atas 8 propinsi yaitu Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil ( Nusa Tenggara), Kalimantan, Sulawesi, Maluku serta Irian sekaligus memilih gubernurnya.

Demikianlah beberapa peristiwa penting yang terjadi sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan demikian Proklamasi Kemerdekaan itu memiliki beberapa makna diantaranya adalah :

Proklamasi merupakan Negara Indonesia

awal peristiwa penting

bagi berdirinya

Adanya hak untuk berdaulat artinya rakyat Indonesia dengan tenaganya sendiri dan keinginan berdaulat dapat menyusun kekuatan untuk membentuk suatu Negara-Merdeka yang memiliki

pemerintahan yang memiliki hak untuk mengatur negaranya sendiri tanpa campur tangan dari negara lain.

Awal dari dimulainya usaha untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat yang telah lama tertindas oleh kaum penjajah. Bangsa Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sesuai dengan aspirasi masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan yang telah lama diidam-

15

idamkan. Dengan demikian Indonesia dapat mesejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain di dunia. 2. Hubungan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945 ? Isi Proklamasi sangat ringkas yaitu tentang pernyataan kemerdekaan dan pemindahan kekuasaan. Namun demikian ditinjau dari segi hukum Proklamasi merupakan Source of the sources atau dasar dari segala dasar ketertiban baru di negara Indonesia semenjak 17 Agustus 1945 . The founding fathers juga memiliki cita-cita Negara yang ingin dibentuk itu adalah Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana yang tercantum pada alinea kedua Pembukaan UUD 1945. Selain itu pada alinea ketiga juga dapat ditemukan pernyataan kemerdekaan / declaration of independencenya Indonesia pada kalimat..maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Untuk mewujudkan Negara yang diidam-idamkan

sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 perlu pengaturan lebih lanjut. Pengaturan itu terdapat pada pasal-pasal atau dulu dikenal dengan batang tubuh UUD 1945. Namun demikian usaha untuk mewujudkan Negara yang adil dan makmur itu tidak dapat dilaksanakan dengan segera begitu juga dengan UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-

baiknya. Keadaan pada saat itu mengharuskan bangsa Indonesia untuk mempertahankan Negara baik dari bangsa Belanda yang ingin menjajah kembali bangsa Indonesia maupun pemberontakan dari bangsa Indonesia sendiri seperti Peristiwa Madiun, DI/TII. PRRI PERMESTA dll.

16

3. Bentuk Negara dan Pemerintahan Negara merupakan organisasi kekuasaan yang memiliki kedaulatan. Setiap negara memiliki bentuk organisasi negara yang disebut bentuk negara, dan memiliki bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang kita kenal dengan istilah bentuk pemerintahan. Seperti halnya organisasi lain, negara memiliki unsur-unsur

penduduk, wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan pengakuan yang satu satu sama lain saling berkaitan dan ketergantungan. Setiap negara memiliki hak untuk menentukan bentuk negara yang akan digunakan dalam menyelenggarakan organisasi negaranya. Penetapan bentuk negara yang digunakan tentu saja didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan antara lain aspek historis, politis, dan geografis. Perbedaan pertimbangan itulah yang menyebabkan bentuk negara yang dianut oleh setiap negara bisa berbeda-beda. Menurut paham modern, pada dasarnya bentuk negara (Staatsvormen) dapat dibedakan atas negara kesatuan (unitaris) dan negara serikat (federasi). Selain itu, ada bentuk lain yang disebut negara (konfederasi). Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara memiliki wilayah sangat luas dan memiliki pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota yang bersifat otonom. Sekalipun demikian pengendalian tertinggi dalam menjaga dan menjalankan pemerintahan negara tetap ada di tangan serikat

pemerintahan pusat yang memiliki kedaulatan ke luar dan ke dalam. Hal ini menunjukkan bahwa negara kita memiliki bentuk negara kesatuan. Pemilihan bentuk negara kesatuan merupakan hasil

pertimbangan dan kesepakatan para pendiri negara (founding father).

17

Dalam pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia tahun l945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang

berbentuk Republik. Menurut paham modern, negara kesatuan menunjukkan bentuk negara, sedangkan istilah republik

menunjukkan bentuk pemerintahan. Bentuk negara kesatuan yang telah ditetapkan para pendiri negara pada tahun 1945, ternyata lebih diperkuat dan dipertahankan oleh MPR RI melalui perubahan keempat UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan menegaskan bahwa Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan (Pasal 37 ayat 5). Hal ini mengindikasikan bahwa bentuk Negara kesatuan lebih cocok digunakan di wilayah negara kita. Tentu saja putusan MPR tersebut tidak terlepas dari pengalaman sejarah bangsa kita yang pernah menggunakan bentuk negara serikat pada tahun 1949 1950. Jika demikian, apa yang dimaksud negara kesatuan? Dalam

bahasa Inggris, istilah negara kesatuan dikenal dengan istilah unitary state, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut eenheidsstaat. Negara kesatuan merupakan bentuk negara yang kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintahan pusat. Dilihat dari susunannya, negara kesatuan merupakan negara bersusunan tunggal yang berarti dalam negara itu tidak terdapat negara yang berbentuk negara bagian.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

18

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi negara kesatuan dengan sistem sentralisasi dan negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, semua persoalan diatur dan diurus oleh pemerintahan pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah dan peraturan dari pemerintahan pusat. Dengan demikian, daerah tidak diberi kewenangan membuat peraturan untuk mengurus urusan daerahnya sendiri. Contoh negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah Jerman pada masa pemerintahan Hitler. Sedangkan dalam negara kesatuan dengan sitem

desentralisasi, daerah memiliki keleluasaan membuat peraturan untuk mengurus urusan rumah tangga sendiri (hak otonomi) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan ciri khas daerah tersebut. Dalam sistem desentralisasi, wilayah negara dibagi menjadi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Dalam pemerintahan daerah tersebut terdapat unsur pemerintah daerah dan DPRD.
Pasal 18 ayat (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undangundang. Pasal 18 ayat (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tuga pembantuan. Pasal 18 ayat (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pasal 18 ayat (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

19

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa negara kita merupakan negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Sebagai bukti bahwa negara kita menganut sistem desentralisasi dapat dilihat dalam hal-hal berikut. a. Selain ada pemerintahan pusat, terdapat pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota; b. Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri; c. Pemerintahan daerah memiliki otonomi yang seluas-luasnya, kecuali 6 (enam) urusan yang menjadi kewenangan pemerintah

pusat, yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama; d. Dalam melaksanakan kewenangannya, pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya.

Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi memiliki kelebihan antara lain: a. peraturan dan kebijakan di daerah dirumuskan sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri; b. partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat; c. pembangunan di daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah itu sendiri d. tidak bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat, sehingga jalannya pemerintahan lebih lancar. Adapun kekurangannya adalah adanya ketidakseragaman

peraturan, kebijakan, dan kemajuan pembangunan tiap-tiap daerah. Kelebihan negara kesatuan dengan sistem sentralisasi antara lain:

20

a. penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara b. adanya keseragaman atau persamaan peraturan di seluruh wilayah negara Sedangkan kekurangannya antara lain: a. kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat sering tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah yang beraneka ragam; b. bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat sehingga seringkali menghambat kelancaran jalannya pemerintahan; c. keputusan dari pemerintah pusat sering terlambat; d. peluang masyarakat di daerah untuk turut serta dalam pemerintahan sangat terbatas; e. rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap

pembangunan di daerahnya sangat rendah. 4. Bentuk-Bentuk Pemerintahan Para ahli menggunakan kriteria tertentu dalam membedakan tentang bentuk-bentuk pemerintahan. Plato (429-347 S.M), misalnya menggunakan kriteria dilihat dari jumlah orang yang memerintah. Demikian pula murid Plato yaitu Aristoteles (384-322 S.M.)

menggunakan kriteria kuantitatif (dilihat dari

jumlah orang yang

memerintah) dan kriteria kualitatif (dilihat dari tujuan yang hendak dicapai). Menurut Plato dan Aristoteles, pemerintahan dapat dipegang oleh satu orang, beberapa orang, atau banyak orang. Menurutnya,

perbedaan jumlah orang yang memerintah tersebut akan melahirkan bentuk pemerintahan yang berbeda. Plato dan Aristoteles membagi bentuk pemerintahan ke dalam bentuk cita ( The ideal form) dan bentuk

21

pemerosotan (The Corruption form). Bagaimanakah bentuk-bentuk pemerintahan yang dikemukakan kedua filsuf Yunani Kuno tersebut? Coba Kalian cermati bagan di bawah ini.
Bentuk-Bentuk Pemerintahan Menurut Plato dan Aristoteles Pemerintahan Oleh Satu orang Beberapa orang Baik (Ideal) Monarkhi Aristokrasi Plato Jelek (Pemerosotan) Tyrani Oligarkhi Aristoteles Baik (Ideal) Monarki Aristokrasi Jelek (Pemerosotan) Tyrani Oligarkhi

Banyak orang Demokrasi

Mobokrasi/ Okhlokrasi

Polity

Demokrasi

Berdasarkan bagan tersebut, bentuk-bentuk pemerintahan yang baik menurut Plato yaitu monarkhi, aristokrasi, dan demokrasi.

Sedangkan menurut Aristoteles, bentuk pemerintahan yang baik tersebut yaitu monarkhi, aristokrasi, dan polity. Sedangkan Republik berasal dari kata res yang berarti kepentingan; dan publica yang berarti umum. Jadi republik berarti suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan umum. Niccolo Machiavelli (1469-1527) dalam bukunya II Principe, merupakan orang pertama yang mengemukakan bahwa bentuk pemerintahan hanya ada dua yaitu monarki dan republik. Machiavelli tidak menjelaskan ukuran/kriteria untuk membedakan kedua bentuk pemerintahan tersebut. Kemudian, George Jellinek dan Leon Duguit memberikan kriteria yang berlainan untuk membedakan bentuk monarki dan republik. 5. Unsur-unsur Negara Unsur-unsur konstitutif yang harus dipenuhi oleh suatu negara menurut Konvensi Montevideo (1933) meliputi: penduduk, 22

wilayah, pemerintah, dan kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain. Sedangkan menurut Oppenheim-Lauterpacht unsur konstitutif negara meliputi: rakyat (penduduk), wilayah, dan

pemerintah yang berdaulat. Ketiga unsur tersebut merupakan unsur pokok atau syarat mutlak, artinya ketiga syarat tersebut harus terpenuhi secara lengkap untuk adanya suatu negara. Pada dasarnya, apabila salah satu unsur tidak terpenuhi, maka negara itu tidak ada. Karena ketiga unsur tersebut merupakan syarat utama yang harus dipenuhi untuk berdirinya satu negara, maka ketiga unsur tersebut disebut unsur konstitutif atau unsur pembentuk. Dalam rangka mengadakan hubungan dengan negara lain,

suatu negara memerlukan pengakuan oleh negara lain. Pengakuan tidak merupakan unsur pembentuk adanya suatu negara, tetapi hanya merupakan unsur deklaratif saja.
DISKUSIKAN BAGAN DI BAWAH INI!

Penghuni Negara Penduduk Bukan Warga Negara Bukan Penduduk

Warga Negara Asli

Keturunan

Sistem pemerintahan yang dianut Indonesia

23

Konstitusi Indonesia tidak menegaskan secara eksplisit sistem pemerintahannya. Namun secara maknawi (Jimly, 2003)

pemerintahan Indonesia menerapkan sistem presidensiil, yang ditandai oleh beberapa prinsip berikut: a. Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi

penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di bawah Undang Undang Dasar. Dalam sistem ini tidak dikenal dan tidak perlu dibedakan adanya kepala negara dan kepala pemerintahan. Keduanya adalah Presiden dan Wakil Presiden. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggungjawab politik berada ditangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the President). b. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan karena itu secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau lembaga parlemen, melainkan memilihnya. c. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang

pertanggungjawabannya secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum konstitusi. Dalam hal demikian, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dituntut pertanggungjawaban oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk

disidangkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, yaitu sidang gabungan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Namun, sebelum diberhentikan, tuntutan pemberhentian Presidendan/atau Wakil Presiden yang didasarkan atas tuduhan pelanggaran atau kesalahan, terlebih dulu harus dibuktikan secara hukum melalui proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. Jika tuduhan bersalah itu dapat dibuktikan secara hukum oleh

24

Mahkamah Konstitusi, barulah atas dasar itu, MPR bersidang dan secara resmi mengambil putusan pemberhentian. d. Para Menteri adalah pembantu Presiden, Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan karena bertanggung-jawab kepada Presiden, bukan dan tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada parlemen. e. Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem presidensiil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan pula bahwa masa jabatan Presiden lima tahun dan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Di samping itu, beberapa badan atau lembaga negara dalam lingkungan cabang kekuasaan eksekutif ditentukan pula independensinya dalam menjalankan tugas

utamanya. Lembaga-lembaga eksekutif yang dimaksud adalah Bank Indonesia sebagai bank sentral, Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung sebagai aparatur penegakan hukum, dan Tentara Nasional Indonesia sebagai aparatur pertahanan negara. Meskipun keempat lembaga tersebut berada dalam ranah eksekutif, tetapi dalam menjalankan tugas utamanya tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik pribadi Presiden. Untuk menjamin hal itu, maka pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara, Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia hanya dapat dilakukan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Pemberhentian para pejabat tinggi pemerintahan tersebut tanpa didahului dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan oleh Presiden apabila yang bersangkutan terbukti bersalah dan karena itu dihukum berdasarkan vonis

25

pengadilan yang bersifat tetap karena melakukan tindak pidana menurut tata cara yang diatur dengan Undang-Undang.

6. Kedudukan dan wewenang Presiden menurut Undang Undang Dasar 1945 hasil perubahan Kedudukan presiden adalah sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan (pasal 4 ayat 1) atau lembaga eksekutif, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan aturan pemerintah (pouvoir reglement). Wewenang dan fungsi presiden sebagai kepala negara yang sesuai dengan perubahan UUD 1945 ke empat adalah (1) mengajukan rancangan undang-undang ke DPR, (2) menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana

mestinya, (3) memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, (4) dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian

internasional dengan negara lain, (5) Presiden dapat menyatakan keadaan bahaya, (6) Presiden mengangkat duta dan konsul serta menerima duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR, (7) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan

memperhatikan pertimbangan MA, (8) Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR, (9)

memberikan gelar, tanda jasa, tanda kehormatan sesuai dengan undang-undang, (10) membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, dan (11) mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama menjadi UU. Jimly Asshiddiqie (2005:222) meguraikan kewenangan

presiden yang mencakup : a. Kewenangan yang bersifat eksekutif atau menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar. 26

b. Kewenangan

yang

bersifat

legislatif

atau

untuk

mengatur

kepentingan umum atau publik. Dalam sistem pemisahan kekuasaan, kewenangan ini dianggap ada ditangan lembaga perwakilan, bukan ditangan lembaga eksekutif/presiden. c. Kewenangan yang bersifat yudisial dalam rangak pemulihan keadilan yang terkait dengan putusan pengadilan, yaitu

mengurangi hukuman, ataupun menghapuskan tuntutan yang terkait dengan kewenangan pengadilan. d. Kewenangan yang bersifat diplomatik, yaitu menjalankan

perhubungan dengan negara lain atau subjek hukum internasional lainnya dalam konteks hubungan luar negeri, baik dalam keadaan perang maupun damai. Presiden adalam pucuk pimpinan negara, oleh karena itu dia menjadi simbol kedaulatan politik suatu negara dalam berhadapan dengan negara lain. e. Kewenangan yang bersifat administratif untuk mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan-jabatan kenegaraan dan jabatan-jabatan administrasi negara. Presiden merupakan pemimpin tertinggi dalam pemerintahan yang memiliki wewenang dan kekuasaan yang berbeda dengan lembaga lain. Presiden pun memiliki hak prerogatif dalam

menentukan kabinetnya. Namun, agar kekuasan dan wewenang presiden tidak terlalu bebas, maka presiden pun dalam menggunakan kekuasaannya perlu kerjasama dengan DPR dan MA. Mengenai hubungan antara presiden dan lembaga negara tersebut akan dibahas dalam kegiatan belajar selanjutnya.

27

7. Hubungan Presiden dengan Lembaga-lembaga negara lainnya ? Sebelum UUD 1945 mengalami perubahan yang keempat, kelembagaan negera Indonesia dibagi menjadi dua yakni : lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara. Lembaga tinggi negara ada lima yakni : Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sedangkan lembaga tertinggi negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Setelah UUD 1945 mengalami perubahan, struktur

ketatanegaraan mengalami perubahan pula. Dikotomi antara lembaga tertinggi dan lembaga tinggi tidak dikenal lagi. Terdapat lembaga negara yang dihapuskan, di samping terdapat beberapa lembaga baru. Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 hasil perubahan secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut. a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) MPR tidak lagi menjadi sebuah lembaga tertinggi dan memegang kedaulatan rakyat sebab kedaulatan langsung berada di tangan rakyat. Kedudukan dan wewenang MPR setelah perubahan UUD 1945 antara lain : 1) MPR terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah (pasal 2 ayat 1) 2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (pasal 3 ayat 2) 3) Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden bila melanggar aturan (pasal 3 ayat 3) 4) Berwenang untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945 (pasal 3 ayat 1).

28

b. Kekuasaan pemerintah (eksekutif) Kekuasaan pemerintah dalam hal ini adalah Presiden. Beberapa hal yang berubah setelah UUD 1945 mengalami perubahan antara lain : 1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan oleh rakyat secara langsung (pasal 6A ayat 1). 2) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang

kepada Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 5 ayat 1). 3) Masa jabatan presiden dibatasi hanya sampai dua kali periode (pasal 7). 4) Presiden tidak dapat membubarkan/membekukan DPR (pasal 7C). 5) Dalam mengangkat duta dan konsul serta menerima duta negara lain, harus mempertimbangkan DPR (pasal 13 ayat 2-3). 6) Dalam memberikan grasi dan rehabiliatasi harus memperhati kan pertimbangan Mahkamah Agung (pasal 14 ayat 1) 7) Dalam memberikan amnesti dan abolisi memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 ayat 2). 8) Dalam memberikan gelar, tanda jasa dan gelar lainnya diatur oleh undang-undang (pasal 15) 9) Penyataan perang atau membuat perjanjian internasional yang menyangkut akibat yang luas harus disetujui oleh DPR (pasal 11).

c. Kekuasaan Legislatif Setelah perubahan UUD 1945 kekuasaan legislatif memiliki fungsi dan kedudukan sebagai berikut. 1) Memegang kekuasaan membentuk UU (pasal 20 ayat 1).

29

2) Fungsi DPR adalah legislasi, anggaran dan pengawasan (pasal 20A ayat 3) Anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan undangundang (pasal Selain DPR terdapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Anggota DPD merupakan wakil-wakil dari tiap provinsi yang ada di seluruh Indonesia. Setiap provinsi memiliki wakil sebanyak 4 orang. Kedudukan dan fungsi DPD ini antara lain : 1) Anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum (pasal 22C ayat 1). 2) Berhak mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah (pasal 22D ayat 1). 3) DPD ikut serta dalam membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah (pasal 22D ayat 2). 4) Melakukan pengawasan pelaksanaan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah yang kemudian akan melaporkannya ke DPR untuk ditindak lanjuti (pasal 22D ayat 3)

d. Kekuasan Yudikatif Kekusaan kehakiman yang ada di negara kita setelah perubahan konstitusinya ada tiga yakni Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. Untuk lebih jelasnya mari kita ikuti uraian berikut ini : 1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan Mahkamah Konstitusi (pasal 24 ayat 2

30

2) MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang (pasal 22A ayat 1). 3) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung (pasal 24B ayat 1). 4) Pengangkatan Komisi Yudisial oleh Presiden dengan

mempertimbangkan persetujuan DPR. 5) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar,

memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilu (pasal 24C ayat 1). 6) Mahkamah pendapat Konstitusi dewan wajib memberikan rakyat putusan atas

perwakilan

mengenai

dugaan

pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut Undang-Undang Dasar (pasal 24C ayat 2).

e. Badan Pemeriksa Keuangan Pengaturan BPK dalam UUD 1945 hasil perubahan yang keempat lebih rinci, berbeda dengan bunyi pasal sebelum dirubah. Dalam pasal 23 dinyatakan bahwa BPK harus bebas dan mandiri. Laporan yang dibuat oleh BPK diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD yang kemudian akan diresmikan oleh Presiden. BPK memiliki perwakilan di tiap-tiap provinsi.

31

UD 1945 hasil perubahan menghapus Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sebagai gantinya presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat pertimbangan kepada presiden (pasal 16). Selain menetapkan lembaga-lembaga negara, UUD 1945 mengatur hubungan antarlembaga negara. Hubungan dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Hubungan Presiden dengan lembaga lainnya Dalam pasal 5 ayat 1 UUD 1945 (naskah perubahan UUD 1945 pertama), Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang terhadap DPR. Kemudian DPR bersama Presiden akan membahas bersama RUU (pasal 20 ayat 2). Apabila diterima oleh DPR, maka RUU tersebut akan disahkan dan ditanda tangani oleh Presiden. Antara presiden dan DPR tidak bisa saling menjatuhkan. Presiden tidak bisa membubarkan atau membekukan DPR, begitu pun juga DPR tidak bisa memberhentikan presiden. Pernyataan tersebut terdapat dalam pasal 7C UUD 1945 (naskah perubahan UUD 1945 ketiga). Di dalam pasal 9 ayat 1 UD 1945, presiden sebelum

memangku jabatannya akan bersumpah dihadapan MPR atau DPR. Jadi apabila MPR tidak berhalangan hadir, maka presiden bersumpah dihadapan DPR, karena pada hakikatnya itu DPR termasuk MPR juga, apalagi bila DPR hadir semua berjumlah 550, jumlah tersebut sudah melebihi 2/3 anggota MPR. Presiden harus mendapat persetujuan DPR bila akan menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (pasal 11 UUD 1945 hasil perubahan ketiga), selanjutnya presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR 32

bila mengangkat duta/konsul, menerima penempatan duta negara lain, memberikan amnesti dan abolisi (Pasal 13 dan 14 UUD 1945). Salah satu fungsi DPR adalah anggaran dan pengawasan. Presiden akan mengajukan RAPBN kepada DPR, RAPBN akan dibahas oleh DPR dan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan daerah. DPR juga mengawasi jalannya pemerintahan/kebijakan presiden dengan menggunakan hak budget, hak interpelasi, hak usul resolusi dan hak konfirmasi ataupun memilih calon pejabat tertentu. 2) Presiden dengan MPR Presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih MPR, akan tetapi pemilihan dilakukan langsung oleh rakyat. Presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilu akan dilantik oleh MPR (pasal 3 ayat 1). MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum masa jabatannya habis bila presiden melanggar hukum. Presiden mengucapkan sumpah sebelum menjabat dihadapan MPR. 3) Presiden dengan Lembaga Yudikatif Dalam memberikan grasi dan rehabilitasi presiden harus memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (pasal 14 ayat 1 UUD 1945). Hakim Agung ditetapkan oleh presiden yang sebelumnya mendapat persetujuan dari DPR. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR (pasal 24B ayat 3). Hakim konstitusi ditetapkan oleh Presiden. Hakim konstitusi diajukan oleh DPR, MA, dan Presiden sendiri. Mahkamah Konstitusi memberikan

33

putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Tugas : diskusikan bagaimana kedudukan lembaga-lembaga negara pasca perubahan UUD 1945 B. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara 1. Istilah dan Pengertian Administrasi Negara Di kalangan ahli hukum dan berbagai peraturan perundangan serta kurikulum di Fakultas Hukum terdapat beberapa istilah-istilah yang berbeda untuk bidang ilmu ini. Di antara istilah-istilah itu ialah Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Usaha Negara. Perbedaan istilah tersebut tidaklah berarti ada perbedaan objek studi, sebab meskipun isstilah yang dipakai berbeda namun obyeknya tetap sama. Dalam Peraturan Perundang-undangan menurut surat

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.0198/U/1972 tentang Pedoman Kurikulum Minimal secara resmi menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan (Pasal 5C dan pasal 10 ayat 2). Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro, menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Pemerintahan (Vide Peradilan Tata Usaha Pemerintahan). Istilah tersebut mirip dengan istilah yang resmi dipakai di dalam UUD yang pernah berlaku di Indonesia yaitu UUDS 1950. Istilah Hukum Tata Usaha Negara ditemukan secara resmi di dalam UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No.II/MPR/1983 tentang GBHN serta pidato-pidato resmi Kepala Negara. Selanjutnya istilah ini dipakai pula secara resmi sebagai nama bagi UU No.5 tahun 1986, yaitu Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun, Undang-undang yang 34

disebutkan terakhir tidak hanyamenggunakan satu istilah Tata Usaha Negara saja sebab di dalam pasl 144 UU tersebut ditegaskan juga bahwa UU ini dapat disebut Undang-undang Peradilan Administrasi Negara. Jadi dalam peraturan-peraturan yang resmi sekalipun istilah yang digunakan untuk lapangan studi ini tidaklah terlalu sama. ada istilah lain yang hampir mirip yaitu istilah hukum Tata Usaha Indonesia. a. Pandangan para Sarjana Istilah Hukum Administrasi Negara banyak di jumpai di bebagai literatur. WF.Prins, misalnya menulis buku berjudul Inleiding in het Administratief Recht van Indonesia yang diterjemahkan dengan Pengantar Hukum Administrasi Negara. Sarjana lain seperti Rochmat Soemitro , S.Prayudi Atmosudirdjo, Sarono, Sunaryati Hartono dan E. Utrecht pada simposium dengan makalah menggunakan istilah Administrasi Negara. b. Dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Dalam Kurikulum Perguruan Tinggi digunakan istilah yang berlainan. misalnya saja Universitas Padjadjaran dan Universitas Sriwijaya pernah menggunaka istilah Hukum Tata Usaha Negara, sedangkan Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga dan Universitas Islam Indonesia (sampai dengan tahun 1986)

menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan. Kemudian keluarnya SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tersebut menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN). Sejak tahun 1986/1987 berdasarjan SK Rektor No. 4 Tahun 1986 menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara, kemudian UII sejak tahun 1987/1988 menerapkan istilah Hukum Administrasi Negara.

35

c. Istilah Asal Munculnya perbedaan itu disebabkan karena perbedaan

terjemahan asal istilah dari lapangan studi ini atau juga disebabkan oleh perbedaan kecenderungan untuk memilih salah satu dati istilah-istilah yang berbeda-beda yang dipakai para sarjan terdahulu. Salah satu istilah tesebut adalah istilah Belanda Administratief Recht dengan kata pokok Administrasi. istilah itu yang diadopsi menjadi bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti yaitu arti administrasi, dengan arti pemerintahan dan dengan arti tat usha (administrasi dalam artu sempit). Istilah asal lainnya yaitu istilah Belanda Bestuursrecht,

Bestuurkunde dan Berstuurwetenschappen. Kata bestuur dalam bahasa indonesia berarti pemerintahan. J.R Stellinga mengidentifikasikan adanya 3 paham tentang hubungan antara Hukum Tata Pemerintahan dengan Hukum Administrasi Negara yaitu: 1) Hukum Administrasi Negara adalah lebih luas daripada Hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat Van

Vollenhoven). 2) Hukum Administrasi Negara adalah identik dengan

HukumTata Pemerintahan (seperti pendapat JHPM Van der Grinten) 3) Hukum Administrasi Negara adalah lebih sempit dari hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat HJ.Romeijn dan G.A. van Poelje).

2. Pengertian a. Pengertian Administrasi dalam arti sempit Administrasi dalam arti sempit berarti segala kegiatan tulis menulis, catat mencatat, surat menyurat, ketik mengetik serta 36

penyimpanan dan pengurusan masalah yang bersifat teknis ketatausahaan. b. Administrasi dalam arti luas Kata administrasi berasal dari bahasa Inggris, administtration yang pada mulanya berasal dari bahasa Latin administrare yang berarti to serve atau melayani. Ada beberapa pengertian administrasi menurut para ahli diantaranya: 1) Menurut Leanord D. White, dalam bukunya introduction on the study of public administration mendefinisikan administrasi sebagai suatu proses yanng umumnya terdapat padasemua usaha kelompok, negara atau swasta, sipil atau militer dan usaha yang besar atau yang kecil. 2) Menurut H.A. Simon dalam bukunya public Administration, mendefinisikan administrasi negara adalah sebagai kegiatan dari sekelompok manusia yang mengadakan usaha kerja sama untukmencapai tujuan usaha. 3) Menurut The Liang Gie, mengemukakan bahwa administrasi negara sebagai organisasi management perbekalan dan

perwakilan. 4) Menurut E. Utrecht, administrasi atau gabungan negara sebagai

complex/ambten/apparaat

jabatan-jabatan

administrasi yang berada di bawah pimpinan pemerintah melaksanakan tugas yang tidak ditugaskan kepada badanbadan pengadilan dan legislatif. 5) Menurut Dwight Waldo, administrasi negara adalah organisasi dan management dari manusia dan benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah.

37

6) Dalam buku karya Ddimock&Dimock, administrasi negara adalah aktifitas-aktifitas negara dalam melaksanakan

kekuasaan-kekuasaan politiknya. Secara lebih terperinci C.S.T Cansil mengemukakan tiga arti administrasi negara, yaitu: 1) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah atau instansi politik (kenegaraaan), artinya meliputi organ yang ada di bawah pemerintah mulai dari presiden, menteri, dan semua organ yang menjalankan administrasi negara. 2) Sebagai fungsi atau sebagai aktifitas yakni sebagai kegiatan pemerintahan, artinya sebagai kegiatan mengurus kepentingan negara. 3) Sebagai proses teknis penyelenggaran undang-undang, artinya meliputi segala tindakan aparatur negara dalam menjalankan undang-undang. c. Arti Hukum Administrasi Negara Setelah pengertian-pengertian teoritis tersebut di atas, kita dapat mengambil beberapa pengertian atau definisi administrasi negara. Rahmat Soemitro mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata

Pemerintahan itu meliputi segala sesuatu mengenai pemerintahan yakni, mengenai seluruh aktifitas pemerintah yang tidak termasuk perundangan dan peradilan. Didalam buku E.Utrecht mengungkapkan bahwa hukum administrasi negara atau hukum tata pemerintahan mempunyai obyek yakni:

38

1) Sebagai hukum mengenai hubungan hukum antara alat perlengkapaan negara yang satu dengan alat kelengkapan negara yang lain. 2) Sebagian aturan hukum mengenai hubungan hukum antara perlengkapan negara dengan perseorangan (privat).

Hukum administrasi negara juga adalah perhubunganperhubungan hukum istimewa yang diadakan sehingga

memungkinkan para pejabat negara melakukan tugasnya yang istimewa. Tentang pengertian dan cakupan dari hukum administrasi negara Indonesia G. Pringgodigdo, seperti dikutip oleh C.S.T Cansil mengemukakan bahwa, oleh karena di Indonesia kekuasaan eksekutif dan kekuasaan administratif berada dalam satu tangan yaitu presiden maka pengertian Hukun Administrasi Negara yaitu, Hukum Adminitrasi Negara dalam arti sempit, yakni Hukum tata pengurusan rumah tangga negara (rumah tangga negara dimaksudkan segala tugas-tugas yang ditetapkan dengan undang-undang sebagai urusan negara).

3. SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA. Ada dua macam sumber hukum yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil meliputi faktorfaktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum sedangkan sumber hukum formal adalah berbagai bentuk aturan hukum yang ada.

39

a.

Sumber hukum Historik ( sejarah ) Sejarah hukum atau sejarah lainnya dapat menjadi sumber hukum materiil dalam arti ikut berpengaruh atas penentuan materi aturan hukum, misalnya, dalam studi

perkembangan hukum. Dari sudut sejarah ini ada dua jenis sumber hukum, yaitu: 1) Undang-undang dan system hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat. 2) Dokumen-dokumen dan surat-surat serta keterangan lain dari masa itu sehingga dapat diperoleh gambaran tentang hukum yang berlaku dimasa itu yang mungkin dapat diterima untuk dijadikan hukum positif saat sekarang. Sumber hukum dari sudut historic ini yang paling relevan adalah Undang-undang dan sitem hukum tertulis dimasa lampau. b. Sumber Sosiologis / Antropologis Dari sudut ini ditegaskan bahwa sumber hukum materiil itu adalah seluruh masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa dari sudut sosiologis/ antropologis ini dapat dimaksud dengan sumber hukum adalah factor-faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan isi hukum positif, factor-faktor mana meliputi pandangan ekonomis, pandangan ekonomis, pandangan agamis psikologis. c. Sumber-sumber Filosofis Dari sudut filsafat ada dua masalah penting yang dapat menjadi sumber hukum, yaitu : 1) Ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat adil. Karena hukum itu dimaksudkan, antara lain, untuk

40

menciptkan keadilan maka hal-hal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan juga sumber hukum materiil. 2) Faktor-faktor yang mendorong seseorang mau tunduk pada hukum. Hukum itu diciptakan agar ditaati, oleh sebab itu semua factor yang dapat mendorong seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif.

d. Sumber hukum formal Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan hukum yang sudah mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum. Sumber-suber hukum formal dari Hukum Adminisrasi Negara adalah: 1) Undang-undang sebagai sumber hukum formal. UU dalam arti formal adalah setiap peraturan (keputusan pemerintah) yang isinya dikaitkan dengan cara terjadinya. Di Indonesia misalnya yang dimaksud dalam UU dalam arti formal adalah setiap produk hukum yang dibuat oleh Presiden bersama DPR (lihat pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 UUD 1945). Sedangkan UU dalam arti materill adalah suatu penetapan kaidah hukum dengan tegas sehingga kaidah hukum itu mempunyai sifat mengikat. Untuk mengikatnya satu aturan hukum menurut Laband harus ada dua unsur secara bersama bagi aturan hukum itu yakni anordnung (penetapan secara tegas) dan rechtssats (peraturan atau isi hukumnya itu sendiri). b) Konvensi. Konvensi yang menjadi sumber hukum administrasi negara adalah praktek dan keputusan-keputusan pejabat

41

administrasi negara atau hukum tak tertulis tetapi dipraktekan di dalam kenyataan oleh pejabat administrasi negara. Tidak semua praktek dan keputusan pejabat administrasi negara menjadi sumber hukum yang konvensional dengan sendirinya. Sebab setiap keputusan pejabat administrasi negara bisa menimbulkan dua macam respons yaitu : Keputusan yang memberi kesempatan bagi yang terkena untuk minta banding (beroep). Keputusan yang berlaku tanpa ada peluang atau

kemungkinan untuk adanya administratif beroep (yakni yang biasanya tidak mengena hak-hak orang lain).

c) Yurispendensi. Keputusan hakim bisa juga menjadi sumber hukum formal dari HAN. Keputusan hakim (yurispendensi) yang dapat menjadi sumber hukum administrasi negara adalah keputusan hakim administrasi atau hakim umum yang memutus perkara administrasi negara. Masalah lain yang berkaitan dengan hal tersebut ialah bahwa dengan adanya kewenangan bagi hakim untuk membuat tafsiran terhadap aturan yang ada maka berarti hukum mempunyai hak uji material (toetsingrecht atau judicial review) bagi peraturan perundangan yang berlaku. Padahal menurut hukum positif yang mengatur tentang hak uji materill tersebut hanya terletak pada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan di tingkat kasasi. Pasal 26 UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa :

42

Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan dari tingkat yang lebih rendah dari Undang-undang atas asalan bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-undangan dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi. Pencabutan dari peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah tersebut dilakukan oleh instansi yang bersangkutan. Selanjutnya Tap MPR No. IV tahun 1973 yang

dikuatkan dengan Tap MPR No. III tahun 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara dalam pasal 11 ayat 4 menyebutkan bahwa, Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji secara materill hanya terhadap peraturan-peraturan yang di bawah Undangundang. Dengan demikian ada pembatasan-pembatasan tertentu dalam pengaturan hak uji materill ini, yaitu : Hak uji materill hanya mungkin untuk peraturan

perundang-undangan yang derajatnya di bawah UU (PP ke bawah). Hak menguji itu hanya dapat dilakukan dalam

pemeriksaan perkara di tingkat kasasi (berarti tidak boleh dilakukan oleh hakim pengadilan negeri maupun hakim pengadilan tinggi, dan berarti juga bahwa adanya hak uji diperlukan adanya perkara lebih dulu). Pernyataan tidak sahnya satu peraturan perundangan berdasarkan hasil hak uji belum berarti pencabutan secara otomatis bagi peraturan itu, sebab pencabutannya hanya

43

dapat

dilakukan

oleh

instansi

yang

mengeluarkan

peraturan perundangan yang bersangkutan. d) oktrin. Doktrin atau pendapat para ahli dapat pula menjadi sumber hukum formal Hukum Administrasi Negara, sebab pendapat para ahli itu dapat melahirkan teori-teori dalam lapangan Hukum Administrasi Negara yang kemudian dapat mendorong timbulnya kaidah-kaidah HAN.

Latihan : Diskusikan dengan teman sekelompok mengenai dampak perubahan UUD 1945 terhadap peran, fungsi dan kedudukan dan Ketetapan MPR!

44

BAB IV POKOK-POKOK HUKUM ADAT Pengantar Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, yang merupakan pedoman bagi sebagian besar orang-orang Indonesia dan dipertahankan pegaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa. Hukum Adat senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandang an hidup yang keseluruhannya merupakan kebudaya an masyarakat tempat hukum adat itu berlaku. Pengkajian mengenai peristilahan tentang hukum adat, unsur serta definisi hukum adat adalah untuk mendapatkan pengertian tentang,"Apakah hukum adat itu"?Karena hukum adat adalah merupakan hukum positif bagi bangsa Indonesia, maka perlu diketahui dasar hukum berlakunya hukum adat tersebut. Hukum adat adalah merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu dengan mempelajari hukum adat berarti kita telah mempelajari sebagian dari kebudayaan bangsa kita. Walaupun hukum adat dilaksanakan dalam kehidup an sehari-hari, tapi banyak orang yang kurang menyadari bahwa mereka melaksanakan hukum adat. Juga sering orang mencampur-adukkan antara pengertian adat yang mengandung sanksi yaitu hukum adat dengan pengertian adat yang tidak mengandung sanksi yaitu kebiasaan saja. Selanjutnya dalam pengantar hukum adat ini dikaji juga mengenai sejarah perkembangan hukum adat dan menfaatnya mempelajari hukum adat. dalam

A. PERISTILAHAN, UNSUR, DAN DEFINISI HUKUM ADAT 1. Peristilahan Tentang Hukum Adat Istilah hukum adat ini merupakan terjemahan dari istilah

dalam bahasa Belanda "Adatrecht". Orang yang pertama kali memakai 45

istilah adatrecht ini adalah Snouck Hurgronje. Istilah adatrecht tersebut dipakai dalam bukunya "De Atjehers" dan Het Gayoland". Buku ini ditulis nya tatkala ia mengamati perang Aceh. Kemudian pemakaian istilah adatrecht itu dilanjutkan oleh Cornelis van Vallenhoven sebagai istilah teknis-juridis. Ia mengumpul kan data-data tentang hukum adat dan disusunnya secara sistimatis. Apa yang disusunnya mengenai hukum adat Indonesia tersebut sesuai dengan kenyataannya, sedangkan pada saat penyusunan datadata itu, ia belum pernah menginjakkan kaki di bumi Indonesia. Ia dapat dianggap sebagai bapak hukum adat Indonesia. Hasil karyanya yang terkenal mengenai hukum adat adalah "Het Adatrecht Van Nederlandsch Indie" dan "De Ontdekking Van Het Adatrecht". Istilah "adatrecht"itu baru muncul dalam perundang undangan pada tahun 1920, yaitu untuk pertama kali dipakai dalam undangundang Belanda mengenai perguruan tinggi di negeri Belanda. Sebelumnya, hukum adat itu dinyatakan dalam berbagai istilah. Dalam perundang-undangan dipakai istilah "godsdientige wetten" (undangundang agama) lembaga rakyat, "kebiasaan", lembaga asli . Pada permulaan abad ke 20, sebelum istilah adatrecht dipakai dalam perundang-undangan, Nederburgh, Juynboll dan Scheuer sudah memakai istilah adatrecht dalam literatur (kepustakaan) tentang hukum adat. Di dalam pergaulan hidup sehari-hari istilah "hukum adat" itu sendiri jarang diucapkan orang banyak, yang sering didengar hanya kata "adat" saja. Sedangkan kata "adat" ini berasal dari bahasa Arab yang berarti "kebiasaan". Dalam kenyataan kata "adat" yang

diucapkan orang banyak itu kadangkala mengandung arti hukum, yaitu jika dilanggar ada sanksinya, dan kadang-kadang berarti kebiasaan saja, jika dilanggar tidak ada sanksinya.

46

Di beberapa daerah di Indonesia dipakai berbagai istilah pula tentang "Hukum Adat" itu,misalnya di daerah: - Batak Karo - basa (bicara) - Gayo - adat (eudeut) - Minangkabau - lembago atau adaik lumbago - Jawa Tengah dan Jawa Timur - adat dan ngadat - Sunda - adat - Minahasa dan Maluku - adat kebiasaan.

2. Unsur Hukum Adat Pemakaian istilah godsdienstige wetten atau undang-undang agama untuk menyatakan hukum adat mencapai puncaknya pada bagian kedua abad ke 19. Kekeliruan dalam pengertian hukum adat dalam praktek maupun dalam perundang-undangan pada zaman itu dipengaruhi oleh van den Berg Complesen" Menurut teori ini, hukum (adat) suatu golongan atau masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat atau resepsi seluruhnya dari hukum agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Jadi hukum (adat) mereka yang beragama Islam adalah hukum Islam, yang beragama Hindu adalah hukum Hindu, yang beragama Katolik adalah hukum Katolik dan seterusnya. Kalau diperhatikan dengan seksama teori van den Berg ini, ada hal yang tersirat dalam teori tersebut, yaitu masyarakat Indonesia tidak mempunyai hukum adat yang asli, karena semuanya merupakan resepsi dari agama yang dianutnya. Sedangkan semua agama itu tidak ada yang berasal dari Indonesia. Pendapat Van den Berg ini disokong oleh Keyzer. Tapi mendapat tantangan dari Snouck Hurgronje dan Van Vollen hoven. dengan teorinya "Receptio in

47

Menurut Snouck Hurgronge, tidak semua bagian hukum agama diterima, diresepsi dalam hukum adat.Hanya beberapa bagian tertentu saja dari hukum adat dipengaruhi oleh hukum agama yang dianut masyarakat yang bersangkutan, terutama bagian dari hidup manusia yang sifatnya mesra, yang hubungannya erat dengan kepercayaan dan hidup batin. Bagian-bagian itu adalah : hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum waris. Ter Haar membantah sebagian pendapat Snouck Hergronje. Menurut Ter Haar, hukum waris merupakan hukum adat yang asli yang tidak dipengaruhi oleh Hukum agama. Ia memberikan contoh hukum waris di daerah Minangkabau, merupakan hukum adat yang asli, yaitu himpunan norma-norma yang cocok dengan susunan dan struktur masyarakat dalam alam Minangkabau. Menurut hukum waris adat Minangkabau, anak-anak mewaris melalui ibu, sedangkan menurut hukum waris Islam, anak-anak mewaris dari ayahnya, dan bagian anak laki-laki dua kali anak perempuan. Terlihat nyata perbedaan hukum waris menurut adat Minang dengan hukum waris Islam, sedangkan masyarakatnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Van Vollen hoven menarik kesempulan dari hasil kompromi kaum Umayah dan kaum Madinah, bahwa hukum keluarga, hukum perkawinan, hukum waris dan wakaf dipengaruhi oleh hukum Islam. Dengan kata lain ia berpendapat bahwa hukum adat itu mempunyai unsur-unsur asli maupun unsur-unsur keagamaan, walaupun

pengaruh agama itu tidak begitu besar dan terbatas pada beberapa daerah saja. Jadi unsur hukum adat itu ada yang asli dan unsur yang tidak asli. Unsur yang asli itu pada umumnya tidak tertulis. Hanya sebagian kecil saja yang tertulis (seperti awig-awig di Bali,piagam-

48

piagam perintah raja, patokan-patokan pada daun lontar), tidak berpengaruh, dan sering dapat diabaikan saja. Unsur yang tidak asli yaitu yang datang dari luar sebagai akibat persentuhan dengan kebudayaan lain dan pengaruh hukum agama yang dianut. 3. Definisi Hukum Adat Dalam mempelajari sesuatu, untuk mendapatkan gambaran apa yang dipelajari sebaiknya diketahui definisi apa yang dipelajari tersebut. Merumuskan definisi mengenai hukum adat menurut Bushar Muhammad para ahli mengalami kesulitan karena: Hukum adat masih dalam pertumbuhan Hukum adat selalu dihadapkan pada dua keadaan yang

sifatnya bertentangan, seperti : tertulis atau tidak tertulis sanksinya pasti atau tidak pasti sumber dari raja,atau dari rakyat dan sebagainya. Namun demikian, ada juga beberapa ahli atau para sarjana, atau peminat hukum adat mencoba mengemukakan definisi tentang hukum adat. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi dari para ahli atau para peminat dalam hukum adat. Van Vollen hoven, memberikan definisi tentang Hukum Adat ialah : "keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu adalah hukum) dan dipihak lain tidak dikodifikasikan, artinya tidak tertulis dalam bentuk kitab Undang-undang yang tertentu susunannya". Menurut Ter Haar, Hukum Adat adalah ( dengan mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis yang terdiri dari peraturan-peraturan desa, surat-surat perintah raja ) keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan- keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang mempunyai wibawa (macht), serta pengaruh (invloed) dan

49

yang dalam pelaksanaannya berlaku dengan serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati. Terlihat, bahwa hukum adat yang berlaku itu dapat diketahui dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum(hakim, kepala adat, rapat desa, wali tanah, petugas-petugas di lapangan agama dan petugas desa lainnya). Definisi yang dikemukakan Ter Haar ini terkenal dengan nama "beslissingenleer", atau teori keputusan. Menurut Prof.DR.Soepomo, istilah "Hukum Adat" dipakai

sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legeslatif (Unstatutory Law), hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan Negara (parlemen, Dewan perwakilan rakyat dan sebagainya), hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim (Judgemade Law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup baik di kota-kota maupun di desa desa (Customary Law), kesemua inilah merupakan "adat" atau "hukum adat" yang tidak tertulis yang disebut oleh pasal 32 Undang-undang Dasar Sementara Tahun 1950. Dalam definisi Soepomo, ia mengabaikan bagian yang tertulis dan mengartikan hukum adat itu sebagai hukum tidak tertulis dalam arti luas. Mengenai definisi tentang hukum adat yang lain silakan anda

cari di dalam buku-buku tentang hukum adat. Misalnya definisi hukum adat dari Hazairin, Soekanto, dan lain-lain. Bushar Muhammad, Kusumadi

C. DASAR HUKUM BERLAKUNYA HUKUM ADAT Hukum adat yang dilaksanakan pada saat ini, adalah merupakan hukum positif di Indonesia, karena pada saat ini berlaku di Indonesia. Kalau hukum adat merupakan hukum positif, tentu ada dasar hukum atau

50

perundang- undangan berlakunya. Pada permulaan kita merdeka, dasar hukum berlaku nya hukum adat itu adalah pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 juncto pasal 131 Indische Staats regeling ayat 2 sub b. Tidak satu pasalpun dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut-nyebut hukum adat atau hukum tidak tertulis. Kalau dalam Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 banyak pasal-pasalnya menyebut tentang hukum adat, misalnya pasal 32, pasal 104 ayat 1. Silakan dicari yang lainnya dalam Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 tersebut. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dinyatakan berlaku kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, tetap tidak ada satu pasalpun yang menyebut berlakunya hukum adat. Tapi dari pasal 24 ayat 1, yang berbunyi: "kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman". dijabarkan aturan pelaksanaannya Dari pasal 24 ini telah tentang

yaitu

"Undang-Undang

ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman", pada tahun 1964 yang dikenal dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 1964, tetapi karena ada pasal dari Undang-undang tersebut yang bertentangan dengan jiwa

Undang-Undang Dasar 1945, maka pada 17 Desember 1970, undangundang nomor 19 tahun 1964 itu dicabut, diganti dengan Undang-undang nomor 14 tahun 1970, dengan judul yang sama. Di dalam undang-undang nomor 14 tahun 1970 itu ada beberapa pasalnya yang memperlihatkan berlakunya hukum adat atau hukum tidak tertulis. Diantara pasal-pasal tersebut adalah : Pasal 23 (1) yang isinya sama dengan pasal 17 Undang undang nomor 19 tahun 64 yang berbunyi : "Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar

51

untuk mengadili." Pasal 27 (1) yang isinya hampir sama dengan pasal 20 (1) Undangundang nomor 19 tahun 1964, yang berbunyi : "Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat".

Dalam penjelasan Undang-undang nomor 14 tahun 1970 bagian 7 memberi petunjuk bahwa yang dimaksud dengan hukum tidak tertulis dalam Undang-undang ini adalah hukum adat. Jadi Undang-undang nomor 14 tahun 1970 ini dapat dijadikan dasar hukum atau perundang undangan berlakunya hukum adat pada saat ini. D. HUKUM ADAT MERUPAKAN SALAH SATU ASPEK KEBUDAYAAN Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu wujud kebudayaan :sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya (wujud ideal) Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakukan berpola dari manusia dalam masyarakat (wujud sosial). Sebagai benda-benda hasil karya manusia (wujud fisik). Hukum adat adalah termasuk wujud ideal. Cirero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan : "Ubi societas ibi ius" (dimana ada masyarakat di situ ada hukum (adat). Hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan sifat masyarakat yang bersangkutan. Masing-masing masyarakat mempunyai kebudayaan dan cara berfikirnya yang belum tentu sama.Menurut Von Savigny, hukum suatu masyarakat mengikuti Volksgeist (jiwa/semangat rakyat) dari

masyarakat tempat hukum (adat) itu berlaku. Karena Volksgeist masingmasing masyarakat berbeda-beda atau belum tentu sama, maka

52

hukumnya pun belum tentu sama atau berbeda-beda. Sebagaimana halnya dengan sistem hukum di bagian lain di dunia ini, maka "Hukum Adat" itu senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang

keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat "hukum adat" itu berlaku. Hukum adat Indonesia merupakan bagian dari

kebudayaan, yang mengikuti Volksgeist dan cara berfikir bangsa Indonesia. Dengan kata lain merupakan penjelmaan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh sebab itu untuk memahami Hukum Adat itu, kita perlu mempelajari, struktur berfikir, corak dan sifat masyarakat Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan bidang hukum. FD Halleman yang pernah menjabat guru besar dalam mata pelajaran Hukum Adat di Leiden, dalam pidato inaugurasinya yang berjudul "Corak Kegotong royongan di dalam kehidupan hukum Indonesia", menyimpulkan adanya empat sifat umum Hukum Adat Indonesia, atau cara berfikir masyarakat Indonesia, yang dipandang

sebagai satu kesatuan, yaitu: religio magis komunal kontan (tunai) kongkret (visual).

E. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT Hukum adat itu merupakan sesuatu yang hidup dalam masyarakat, yaitu sesuatu gejala sosial yang hidup. Bagaimana tanggapan, perhatian dan pendirian para sarjana, para ahli dan peminat-peminat lainnya terhadap hukum adat dari dulu sampai sekarang. Van Vollenhoven telah menjabarkan secara lengkap mengenai

53

perhatian terhadap hukum adat dan penemuan hukum adat dalam bukunya "De Ontdekking van het adatrecht" Dari jabaran Van Vollenhoven tersebut oleh Soekanto telah dipersingkatnya dalam buku"Meninjau Hukum Adat Indonesia". Pada umumnya Hukum Adat itu ditemukan oleh orang orang yang hidup di luar lingkungan masyarakat hukum adat itu sendiri, yaitu para sarjana, para ahli dan peminat- peminat lain terhadap hukum adat, 90 % dari mereka adalah orang Barat. Dalam buku Van Vollenhoven telah dijelaskannya siapa-siapa yang telah berjasa menyelidiki, melaporkan, menganalisa, menulis dan menyusun hukum adat itu. Dan juga dapat terlihat sejak kapan hukum adat Indonesia itu ditemukan. Memperhatikan penjelasan Van Vollenhoven dapat terlihat bahwa hukum adat Indonesia itu ditemukan sejak orang asing menyadari bahwa masyarakat Indonesia mempunyai sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang khas yang mengatur tingkah laku, mengantur hidup kemasyarakatan yang menentukan dan mengikat karena mempunyai sanksi, dan dipatuhi oleh anggotanya. Hal ini tidak ada di negara asalnya. Dari buku Van Vollenhoven "De Ontdekking van het adatreacht" dapat disimpulkan oleh Bushar Muhammad, bahwa hukum adat Indonesia itu ditemukan sejak orang asing menyadari bahwa masyarakat Indonesia itu mempunyai sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang mengatur tingkah laku, mengatur hidup kemasyarakatan, yang

menentukan serta mengikat karena mempunyai sanksi. Peraturanperaturan hukum itu pada umumnya tidak tertulis namun dipatuhi oleh masyarakat hukum adatnya, yang disadari oleh orang asing tersebut hal yang seperti itu tidak ada di negara atau kampung asalnya. Mengenai sejarah perkembangan hukum adat ini dapat

dikelompokkan dalam sejarah perintis penemuan hukum adat, sejarah

54

penemuan hukum adat dan sejarah politik hukum adat.

1. Perintis Penemu Hukum Adat. Periode sampai tahun 1865 disebut zaman perintis oleh Van Vollenhoven dalam bukunya "De Outdekking van het adatrecht". Seorang Inggeris yang bernama Marsden dapat dianggap sebagai pionier dalam perintis penemu hukum adat Indonesia. Hasil karyanya yang dikenal dengan judul "The History of Sumatera" yang

dipublikasikan pada tahun 1783. Buku itu berisikan laporan tentang pemerintahan, hukum, kebiasaan dan adat sopan-santun orang-orang pribumi. Marsden disebut sebagai pionir dalam perintis penemuan hukum adat oleh Van Vollenhoven, karena padanyalah timbul kesadaran tentang kesatuan dan hubungan tali-temali dari daerah dan golongan suku-suku bangsa, yang keseluruhannya digolongkan-nya dalam kompleks yang lebih luas yaitu Melayu-polinesia, yang di dalam perjalanan sejarah selanjutnya dari abad ke 19, disebut Daerah Indonesia" dan "Orang Indonesia". Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda, dapat dimasukan kedalam kelompok perintis penemu hukum adat. Ia adalah penemu desa di Jawa sebagai suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenshap) yang asli dengan organisasi sendiri dan hak-hak sendiri atas tanah. Muntinghe adalah orang Barat yang pertama yang secara sistimatis memakai istilah "adat", tetapi masih belum mengenal istilah "adatrecht". Istilah adatrecht untuk pertama kali dipakai oleh Souck Hurgronje. Raffles yang pernah menjadi Letnan-Gubernur Inggeris di pulau Jawa dari tahun 1811 - 1816. Hasil karya Raffles yang dipublikasikan dikenal sebagai "History of Jawa". Penyelidikan dan pelajaran hukum adat Indonesia yang diadakan Raffles dimuat dalam suatu skema pajaktanah yang dapat dibaca dalam "Substance of a Minute". Raffles masih

55

mencampur aduk pengertian hukum agama dengan hukum asli (hukum adat). Ia seperti Marsden, juga melihat Indonesia sebagai suatu keseluruhan yang bulat yang tidak terpisah-pisahkan. Menurut Van Vollenhoven, ada tiga orang perintis penemu hukum adat, yang ketiga-tiganya orang Inggeris yaitu : Marsden, Raffles dan John Crawfurd. J. Crawfurd adalah seorang dokter, tapi kemudian diserahkan tugas politik, diantaranya sebagai duta di Kraton Jogjakarta. Pengalamannya dituliskan dalam buku yang berjudul "History of the East Indian Archipelago" yang terbit tahun 1820. Pandangannya tentang hukum adat adalah merupakan campuran dari adat istiadat asli dan hukum Hindu serta Islam. Tapi dia sudah melihat hukum agama itu hanya sebagian kecil saja dari hukum asli. 2. Penemu Hukum Adat. Ada tiga orang yang dapat dikelompokan Van Vollenhoven sebagai penemu hukum adat, yaitu Wilken, Liefrinck dan Snouck Hurgronje. Wilken seorang anak Indo dari Menado, tapi dibesarkan di Nederland. Pada umur 22 tahun datang ke Indonesia sebagai pamongpraja di berbagai daerah di Indonesia yang kemudian menjadi ilmuwan. Ia sudah memberikan tempat tersendiri tentang hukum adat, tidak mencampur adukan hukum agama dengan hukum asli. Ia belum memakai istilah adatrecht, baginya hukum adat itu adalah hukum rakyat asli. Metode yang dipakainya adalah metode etnologi

perbandingan. Pada tahun 1912 semua karangan Wilken dikumpulkan oleh Van Ossenbruggen dalam sebuah himpunan De Verpreide geschriften. Kemudian pada tahun 1926 Osenbruggen menerbitkan hanya beberapa karangan Wilken saja tentang hukum adat, dalam sebuah himpunan "Opstellen Over Adatrecht". F.A. Liefrinck, seorang pamongraja, orang Belanda, yang bertugas di Lombok dan Bali. Ia juga telah memberikan tempat tersendiri terhadap

56

hukum adat seperti

Wilken. Hasil karyanya terbatas hanya pada

lingkungan adat tertentu, yaitu Bali dan Lombok. Penemu hukum adat yang ketiga disebut Van Vollenhoven ialah Snouck Hurgronje. Ia adalah seorang sarjana bahasa yang menjadi

negarawan. Ia adalah orang yang pertama kali memakai istilah adatrecht. Hasil karyanya yang terkenal tentang daerah-daerah di Indonesia adalah "De Acehers" yang diterbitkan pada tahun 1893 dan

1894, dan "Het Gayoland" yang diterbitkan tahun 1903. Kedua-duanya mengenai hukum adatt yang terpusat pada suatu lingkungan hukum belaka dan tidak mengadakan suatu perbandingan dengan daerahdaerah lain di Nusantara. Terdahulu telah disebutkan bahwa Snouck Hurgronje adalah orang pertama memakai istilah "adatrecht", yaitu

adat yang bersanksi hukum, berbeda dari kelaziman dan keyakinankeyakinan lain yang tidak mengandung arti hukum. Diantara Wilken, Liefrinck dan Souck Hurgronje, dengan ditemukannya istilah adatrecht itu, maka Snouck Hurgronje yang paling menampakan diri dengan jelas. Dalam karya Van Vollenhoven berhubung dengan pelajaran hukum adat, ada tiga hal yang penting, yaitu Van Vollenhoven: menghilangkan kesalah-fahaman yang melihat hukum adat identik dengan hukum agama (Islam) membela hukum adat terhadap usaha pembentuk Undang undang untuk mendesak atau menghilangkan hukum adat, dengan meyakinkan pembentuk Undang-undang itu bahwa hukum adat adalah hukum yang hidup yang mempunyai suatu jiwa dan sistem sendiri. Membagi wilayah hukum adat Indonesia dalam 19 lingkungan hukum adat (adatrechts-krungen).

57

3. Sejarah Politik Hukum Adat. Dengan ditemukannya hukum adat lahirlah ilmu hukum adat dan politik hukum adat. Politik hukum adat itu adalah kebijaksanaan, pendirian dan sikap terhadap hukum adat dari zaman dulu sampai sekarang. Mengenai sejarah politik hukum adat ini dapat dibaca dalam buku Van Vollenhoven "De outdekking vanhet adatrecht", buku Soepomo dan Djokosutomo tentang "Sejarah Politik Hukum Adat" jilid I dan II, dan juga buku "Hukum Adat di Kemudian hari" dari Soepomo, serta pidato Hazairin yang meramalkan sifat dan corak hukum baru di Indonesia. Ringkasnya politik hukum adat yang dilakukan sampai tahun 1928 oleh Pemerintah Belanda, adalah ditujukan untuk perlindungan kepentingan orang Belanda (kepentingan pemerintahan, perniagaan, pertanian, agama Kristen dan sebagainya). Dari tahun 1945 sampai sekarang ada 3 pandang an para ahli hukum bangsa Indonesia terhadap hukum adat, yaitu: mempertahankan hukum adat sepenuhnya dan menerima hukum adat yang positif saja serta menolak hukum adat secara keseluruhan. F. MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM ADAT Setelah ditemukannya hukum adat dan munculah ilmu hukum adat. Apa manfaatnya mempelajari ilmu hukum adat itu dalam kehidupan sehari-hari. Menurut pandangan teoritis, pengetahuan tentang hukum adat yang diperoleh adalah semata-mata untuk menjamin kelangsungan penyelidikan ilmiah hukum adat dan untuk memajukan secara terus menerus pengajaran hukum adat. Singkatnya menurut pandangan teoritis ini, "ilmu untuk ilmu". Oleh sebab itu hukum adat dipelajari untuk memenuhi dua tugas yaitu penyelidikan dan pengajaran. Penyelidikan tentang hukum adat semakin digiatkan dan pengajaran 58

hukum adat di Universitas ditingkatkan. Pandangan teoritis ini cenderung menyimpan hukum adat dalam sifat dan corak aslinya, menjauhkan hukum adat dari pengaruh modernisasi. Ini terselubung maksudnya untuk memudahkan penelitian tentang hukum adat. Pandangan teoritis ini sama sekali tidak memanfaatkan ilmu hukum adat yang ditemukan itu untuk

kepentingan masyarakatnya. Sesudah Perang Dunia ke I dan Perang Dunia ke II, pandangan "Ilmu Untuk Ilmu" mulai ditinggalkan atau dijadikan nomor dua. Tugas akademis dan universitas ditujukan pada pengabdian ilmu yang dipelajari itu untuk pembangunan dan kebesaran Nusa dan Bangsa. Dengan kata lain bukan ilmu untuk ilmu, tapi ilmu untuk masyarakat. Di Indonesia ilmu hukum adat yang ditemukan itu dipelajari dimanfaatkan untuk pembangunan masyarakat Indonesia dalam usaha mengisi kemerdekaan dan meningkatkan kemakmuran bangsa

Indonesia. Maka manfaatnya mempelajari ilmu hukum adat itu haruslah bersifat praktis dan nasional. Sifat praktis dan nasional itu dapat terlihat dari tiga sudut, yaitu: dari sudut pembinaan hukum nasional dari sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa Indonesia dalam praktek peradilan. Sampai saat ini hukum yang digunakan di negara Indonesia , masih banyak hasil produk zaman kolonial. Diperlukan hukum nasional yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu di dalam penyusunan hukum nasional,

hukum adat yang tumbuh dari masyarakat Indonesia, dapat diikut sertakan. Tentu saja hukum adat yang positif, yaitu yang dapat

59

mengikuti kehidupan masyarakat modern, dan tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Begitu juga dengan mempelajari hukum adat, orang jadi mengetahui hukum adat, dan bagi mereka yang sudah tahu, dapat memupuk apa yang sudah diketahuinya. Dapat mengembalikan kepribadian bangsa. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan dalam memutuskan perkara, terutama yang menyangkut masalah adat, wajib mempelajari, mengikuti dan memahami nilai- nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, agar keputusannya itu tidak bertentangan dengan nilainilai yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. memupuk dan

G. MASYARAKAT HUKUM ADAT, HAK ULAYAT DAN TRANSAKSI TANAH From birth to death man lives out his life as a member of a society (Krech, Crutchfield, Ballachey, 1962 : 308). Atau dengan kata lain bahwa sejak dari lahir sampai meninggal manusia mengalami kehidupannya sebagai anggota suatu masyarakat. Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum (adat). Inilah suatu kenyataan umum di seluruh dunia. Sebagaimana yang dikatakan Cicero lebih kurang 2000 tahun yang lalu, dalam bahasa Latin yaitu : Ubi societas, ibi ius. Jadi, manusia itu hidup berkelompok- kelompok dan bagaimanapun kecilnya kelompok itu, sudah tentu ada hukum yang mengatur kehidupannya. Masing-masing kelompok tersebut, mempunyai dasar persatuannya, yaitu ada yang berdasarkan

genealogis, ada yang berdasarkan teritorial, atau genealogis teritorial dan teritorial genealogis. Masyarakat hukum yang berdasarkan genealogis itu terbagi lagi dalam bentuk bilateral (keibu-bapaan atau parental) dan unilateral

60

(sepihak). Unilateral terbagi lagi dalam bentuk kebapaan (patriachat) dan keibuan (matriachat). Bentuk lain ialah masyarakat hukum yang altenerend, dan dubble-unilateral. Masyarakat hukum yang berdasarkan teritorial juga macammacam bentuknya, yaitu masyarakat hukum desa, masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa) dan masyarakat hukum serikat desa. Juga dalam bagian ini akan diuraikan tentang hak ulayat dan transaksi tanah menurut hukum adat. Pembahasan mengenai masyarakat hukum adat yang merupakan subjek dari hukum adat erat sekali kaitannya dengan pembahasan mengenai hukum kekeluargaan dan hukum perkawinan serta hukum waris, yang akan dibahas pada bagian lain. Dalam praktek kehidupan sehari-hari perlu sekali kita mengetahui bentuk-bentuk atau susunan masyarakat hukum ini, untuk menentukan kedudukan seseorang dalam keluarganya dalam kelompoknya. Juga untuk menentukan dengan siapa seseorang tidak boleh melakukan perkawinan serta siapa yang akan menjadi ahli waris seseorang atau dari siapa seseorang seharusnya mendapatkan warisan. 1. Masyarakat Hukum Adat Pengertian masyarakat menurut Krech dalam bukunya Individual in Society, dapat disimpulkan bahwa ciri utama suatu masyarakat itu adalah suatu kumpulan manusia yang berinteraksi dan terorganisasikan, kegiatan-kegiatannya bersama dan terpusat sekitar memiliki

sekumpulan

tujuan-tujuan

cenderung

kepercayaan, sikap dan cara-cara bertindak bersama. Masyarakat itu adalah merupakan suatu sistem sosial. Masyarakat yang memperkem bangkan ciri-ciri khas hukum adat, itulah yang disebut masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum adat.

61

Ter Haar menulis bahwa diseluruh kepulauan Indonesia terdapat pergaulan hidup di dalam kelompok- kelompok yang bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir dan bathin. Kelompok-kelompok ini mempunyai tata susunan yang

tetap dan kekal, dan orang sekelompok itu masing-masing mengalami kehidupan dalam kelompoknya sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam. Tidak ada seorangpun dari mereka mempunyai pikiran akan membubar kan atau memungkinkan pembubaran kelom poknya itu. Kelompok manusia tersebut mempunyai pengurus sendiri dan mempunyai harta benda, milik keduniaan dan milik gaib. Kelompokkelompok demikianlah yang bersifat persekutuan hukum

(masyarakat hukum). Bushar Muhammad menyimpulkan pendapat Ter Haar mengenai rumusan persekutuan hukum (masyarakat hukum) adalah : "Kesatuan manusia yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai penguasa, dan mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud, dimana para anggota kesatuan masingmasing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk

membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan untuk selama-lamanya". Contoh persekutuan hukum (masyarakat hukum) misalnya desa di Jawa, famili di Minangkabau. Keluarga di Sunda atau Jawa belum memenuhi syarat untuk dapat dikatakan sebagai masyarakat

hukum, karena anak yang sudah dewasa lalu kawin, mereka akan mentas membentuk keluarga baru.

62

Begitu juga kelompok copet atau garong, tidak dapat dikatakan sebagai suatu masyarakat hukum, ada syarat yang tidak dipenuhinya. Coba anda cari syarat apa yang tidak dipenuhinya sebagai suatu masyarakat hukum. Begitu juga Rukun Tetangga atau Rukun Warga dikota-kota tidak dapat digolongkan sebagai

masyarakat hukum. Menurut istilah F. Tonnies, kampung di kota merupakan Gemeinschaft. 2. Bentuk-bentuk susunan masyarakat hukum adat Susunan masyarakat hukum adat itu ada yang berasarkan darah (genealogis) dan ada yang berdasarkan daerah (teritorial). Manusia itu merasa terikat satu sama lain karena merasa keturunan (darah) atau sedaerah. Ini secara teoritis. Namun dalam kenyataannya adalah darahdaerah (genealogis -teritorial) atau daerah-darah (teritorial-genealogis). Berikut ini disajikan bagan susunan masyarakat hukum adat secara garis besar : a. Masyarakat hukum adat yang berdasarkan genealogis Masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis ialah suatu Gesellschaft dan desa merupakan suatu

masyarakat hukum adat yang para anggotanya merasa terikat dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan bahwa mereka semua merasa berasal satu keturunan (darah) yang sama. Ada tiga tipe pertalian keturunan dalam masyarakat hukum adat yang ditentukan oleh faktor genealogis, yaitu : pertalian keturunan menurut garis perempuan, ini terdapat dalam masyarakat hukum adat orang Sumendo. pertalian keturunan menurut garis laki-laki, ini terdapat dalam masyarakat hukum adat orang Batak, Bali, Ambon, Lampung dan lain-lain. Minangkabau, Kerinci dan orang

63

pertalian keturunan menurut garis ibu dan bapak, ini terdapat dalam masyarakat hukum adat orang Jawa Sunda, Madura, Bugis, Dayak , Toraja dll. Masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis ini ada macam-macam pula, tergantung dari pihak mana para anggota masyarakat hukum adat tersebut menarik garis keturunan, seperti yang terlihat dalam bagan 1 (susunan masyarakat hukum adat). Masyarakat hukum adat Unilateral ialah masyarakat hukum adat dimana para anggotanya menarik garis keturunan melalui satu pihak, melalui garis ibu (wanita) atau melalui garis bapak (laki-laki). Ciri-ciri masyarakat hukum unilateral ialah terdiri dari clan (marga, suku) sebagai kesatuan kecil dari masyarakat hukum adat itu. Para anggotanya menarik garis keturunan melalui satu pihak (pihak ibu atau pihak bapak), dan sifat perkawinannya harus exogami (exo = luar, kawin dengan anggota luar clannya), sebagai suatu keharusan untuk dapat mempertahankan kelangsungan clan sendiri. Masyarakat hukum adat unilateral ini terdiri dari masyarakat hukum - keibuan (matriachat)

- kebapaan (patriachat) Masyarakat hukum adat keibuan (matrilinial) adalah masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas pertalian menurut garis perempuan. Para anggotanya merasa bersatu karena satu clan atau suku menurut istilah orang Minangkabau dan merasa

diturunkan dari nenek yang sama. Contoh mereka yang satu clan/suku dalam masyarakat keibuan adalah mereka yang diturunkan dari ibu atau nenek yang sama. Anak perempuan melanjutkan suku ibunya, tapi anak laki-laki putus sampai di dia, anaknya masuk suku isterinya.

64

Suku-suku itu dipertahankan dengan melakukan kawin exogami. Salah satu bentuk kawin exogami dalam masyarakat hukum adat keibuan adalah kawin Sumendo. Kawin Sumendo ialah pihak bekal isteri, mencari calon suami (menantu) dari luar clannya, dan setelah kawin masing-masing tetap pada clan asalnya dan bersifat matrilokal. Anak-anak pada masyarakat keibuan ini masuk suku ibunya dan mewaris melalui ibunya. Masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas pertalian keturunan menurut garis laki-laki disebut masyarakat hukum adat kebapaan atau patriachat (patrilinial). Jadi masyarakat hukum adat kebapaan ialah masyarakat hukum dimana para anggotanya merasa bersatu karena merasa diturunkan dari bapak atau kakek yang sama. Masyarakat hukum adat ini terbagi dalam kesatuan-kesatuan yang kecil yang disebut clan atau marga. Yang manakah diantara para anggota masyarakat itu yang menjadi anggota clan atau marganya ? Mereka yang diturunkan dari ayah atau kakek yang sama adalah satu clan. Anak laki-laki melanjutkan clan/ marga bapaknya, sedangkan anak perempuan selama ia belum kawin ia tetap masuk marga bapaknya. Tetapi kalau ia sudah kawin ia keluar dari marga asalnya (ayahnya) dan masuk marga suaminya serentak pada saat jujur dibayar. Pada masyarakat kebapaan sifat perkawinannya exogam yaitu

suatu keharusan mencari calon suami atau isteri dari luar clannya. Sistem atau bentuk perkawinan pada masyarakat kebapaan adalah kawin jujur. Yang dimaksud dengan kawin jujur ialah pihak bekal suami mencari calon isteri (menantu) dari luar clannya, dengan membayar jujur, serentak pada saat jujur dibayar kepada pihak calon isteri, pihak calon isteri melepaskannya dari ikatan

kekeluargaan dan masuk dalam lingkungan clan/marga dari calon

65

suaminya. Contoh masyarakat hukum adat kebapaan yang dikenal adalah orang Batak. Seperti kita kenal, banyak macam marga orang Batak itu, diantaranya ialah Nasution, Harahap, Siregar, Tobing,

Pangabean, Butar Butar, Sembiring dan lain-lain. Bagi orang Batak marganya melekat pada dirinya, sehingga nama kecilnya kalau

sudah kawin jarang disebut, yang di kenal marganya saja. Akibat hukum dari perkawinan jujur ialah anak masuk marga ayahnya. Hanya anak laki-laki yang menjadi ahli waris dari ayahnya, anak perempuan bukan sebagai ahli warisnya. Masyarakat hukum adat Bilateral atau parental (keibu-bapaan) ialah masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas pertalian keturunan menurut garis ibu dan bapak. Dengan kata lain dapat juga dikatakan yaitu sekumpulan manusia yang merupakan kesatuan karena para anggotanya menarik garis keturunan melalui garis ibu dan bapak dan kedua garis itu dinilai dan diberi derajat yang sama bagi si anak. Baik pihak ibu (famili ibu) maupun pihak bapak (famili bapak) dinilai sama oleh yang bersangkutan dan

dipandang sama oleh masyarakat, suatu pertalian keluarga. Masyarakat hukum adat bilateral ini ada yang berdasarkan keluarga (gezin) yaitu terdiri dari ibu, bapak dan anak-anak. Anak-anak yang sudah dewasa kawin dan membentuk keluarga baru. Contohnya di Jawa, Sunda dan Madura. Masyarakat hukum adat bilateral yang berdasarkan rumpun, terdiri dari rumpun-rumpun. Rumpun merupakan kesatuan yang terdiri dari keluarga-keluarga, terdapat di Dayak Kalimantan. Jadi pada masyarakat bilateral tidak ada clan, karena mereka menarik garis keturunan dari kedua belah pihak.

66

Masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas pertalian keturunan menurut garis Altenerend adalah masyarakat hukum adat yang para anggotanya menarik garis keturunan berganti-ganti secara bergiliran melalui garis ayah maupun melalui garis ibu

sesuai dengan bentuk perkawinan yang dialami oleh orang tuanya. Kalau orang tuanya kawin jujur, maka anak-anaknya masuk clan ayah, dan sekiranya orang tuanya kawin Sumendo, maka anaknya masuk clan ibu. Masyarakat altenerend ini terdapat di Rejang. Dimana Rejang itu? Dan apakah masyarakat hukum adat altenerend ini masih ada? Coba anda selidiki. Masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas pertalian keturunan menurut garis dubble unila teral adalah masyarakat hukum adat yang para anggota nya menarik garis keturunan melalui garis ayah dan garis ibu jalin menjalin, tergantung pada jenisnya. Kalau ia perempuan, ia masuk clan ibunya dan kalau ia laki-laki ia masuk clan ayahnya. Contoh masyarakat hukum adat yang dubble-unilateral ini terdapat di Timor. Masyarakat hukum adat altenerend dan masyarakat hukum adat dubble unilateral pada prinsipnya adalah masyarakat hukum adat unilateral. Tetapi pada masing masing terdapat penyimpanganpenyimpangannya. Masyarakat hukum adat yang berdasarkan teritorial Masyarakat hukum adat yang susunannya bersifat teritorial, adalah masyarakat hukum di mana para anggotanya merasa terikat satu sama lain, karena merasa berasal dari daerah yang sama. Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial, yaitu : masyarakat hukum desa

67

masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa) masyarakat hukum serikat desa (perserikatan desa). Masyarakat hukum desa adalah sekumpulan orang yang hidup bersama berasaskan pandangan hidup, cara hidup dan sistem kepercayaan yang sama, yang menetap pada suatu tempat kediaman bersama dan oleh sebab itu merupakan suatu kesatuan, suatu tata susunan tertentu, baik ke luar maupun ke dalam. Masyarakat hukum desa ini melingkupi pula kesatuan-kesatuan yang kecil yang terletak di luar wilayah desa yang sebenarnya, yang disebut teratak atau dukuh, yang tunduk pada peraturan-peraturan dan pejabat desanya.

Contohnya adalah desa-desa di Jawa, Sunda, Madura dan Bali. Masyarakat hukum wilayah adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial yang melingkupi beberapa masyarakat hukum desa yang masing-masingnya tetap merupakan kesatuan-kesatuan yang berdiri sendiri. Masing-masing nya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat hukum wilayah sebagai kesatuan sosial teritorial

yang lebih tinggi. Contohnya adalah kurya di Angkola dan Mandailing. Kurya sebagai masyarakat hukum wilayah menaungi

beberapa huta. Marga di Sumatera Selatan sebagai masyarakat hukum wilayah menaungi beberapa dusun. Masyarakat hukum serikat desa adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial, yang dibentuk atas dasar kerja sama dalam berbagai lapangan untuk kepentingan bersama masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat hukum serikat desa tersebut. Kerja samaitu terbentuk mungkin kebetulan letaknya berdekatan.

Contohnya Subak di Bali. Beberapa desa berserikat untuk mengurus kepentingan pengairan dari desa-desa yang berserikat itu. Terdahulu sudah dibicarakan tentang penggolongan dan masyarakat

masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis

68

hukum adat yang

bersifat teritorial. Penggolongan kedua dasar

tersebut itu hanya menurut teoritis. Namun dalam praktek kenyataan yang sebenarnya tidaklah ada yang murni. Tiap masyarakat hukum adat mengandung kedua sifat tersebut, tapi tergantung pada sifat mana yang lebih sifatnya diutamakannya. Masyarakat hukum adat yang adalah unsur teritorialnya lebih

teritorial-genealogis

diutamakannya dan lebih kuat dari pada unsur genealogis nya. Contohnya; masyarakat hukum desa di Jawa, secara murni desa adalah bersifat teritorial, namun dalam desa ada keluarga yang

bersifat genealogis. Masyarakat hukum adat sifatnya genealogis teritorial adalah unsur genealogisnya lebih kuat dan lebih diutamakan dalam kesatuannya daripada unsur teritorialnya. Contohnya nagari di Minangkabau. Di dalam nagari ada suku-suku yang merupakan

kesatuan masyarakat hukum adat, tapi suku suku itu berada di dalam suatu teritorial yaitu nagari.

3. Perubahan Masyarakat Hukum Adat. Ada kecenderungan masyarakat matrilineal dan patrilineal itu berubah menuju masyarakat bilateral. Hal ini dapat terlihat dari tiga sudut/segi yaitu : a. Dari sudut hukum adat itu sendiri yaitu : 1) masyarakat hukum adat yang goyah a) goyah dalam perkawinan b) goyah dalam pewarisan. 2) masyarakat hukum adat yang darurat 3) perkembangan hukum adat. Masyarakat hukum adat kebapaan yang goyah dalam perkawin an. Menurut adat masyarakat kebapaan, laki-laki harus membayar jujur kepada pihak perempuan dalam hukum perkawinan nya. Sekarang

69

sudah banyak jujur itu tidak dibayar, sudah serupaka pada masyarakat bilateral, tidak pakai jujur-jujuran. Begitu juga pada masyarakat keibuan, sudah banyak yang kawin satu suku, asal tidak satu penghulu (sedatuk) , dengan didenda adat. Seharusnya mereka harus kawin exogam untuk mempertahankan kelangsungan clan (suku). Bagi si anak tidak ada clan lagi karena ibu bapaknya sama clannya. Ini sudah seperti masyarakat bilateral . Goyah dalam pewarisan pada masyarakat kebapaan yang seharusnya hanya anak laki-laki yang mendapat waris dari ayahnya. Pada saat ini sudah banyak si ayah banyak yang memberikan sebagai hartanya kepada anak perempuannya semasa hidupnya melalui hibah.Begitu juga pada masyarakat keibuan, yang seharusnya anak-anak mewaris melalui ibu. Tetapi pada saat ini banyak si bapak memberikan sesbagian atau seluruh harta pencariannya kepada anak-anaknya. Di Lampung,kalau satu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki hanya anak perempuan saja, keluarga tersebut namanya dalam keadaan darurat. Adatnya mengharuskan untuk mempunyai anak laki-laki. Oleh sebab itu keluarga tersebut dibolehkan mengawinkan anak

perempuannya dengan laki-laki yang satu clan. Di Minangkabau terjadi perkembangan dalam bentuk perkawinannya dari Sumendo bertandang, sumendo menetap dan terakhir sumendo bebas. Pada sumendo bebas ini kehidupan keluarga tersebut sudah seperti keluarga pada masyarakat bilateral. b. Dari sudut hukum Islam Masyarakat Indonesia kurang lebih 90 % beragama Islam. Islam

meridoi masyarakat bilateral. Agama sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Oleh sebab itu kemungkinan masyarakat Indonesia berubah kearah bilateral.

70

c. Faktor-faktor sosiologis yang murni Persentuhan dua atau lebih kebudayaan akan menimbullkan

kebudayaan baru. Faktor-faktor sosiologis yang murni yang dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia berubah kearah masyarakat bilateral antara lain adalah : revolusi ; komunikasi dan teknologi canggih. Latihan: 1. Coba dijelaskan apa manfaatnya mempelajari bentuk kat hukum ! 2. Bagaimana bentuk masyarakat hukum dimana anda berada ? 3. Apakah hak ulayat itu masih ada dalam masyarakat anda ? Kalau masih ada dalam bentuk apa ? 4. Coba anda bedakan transaksi tanah sebagai objek dengan tansaksi tanah hanya tersangkut saja !Jika anda membeli rumah melalui BTN yang dicicil,apanya yang anda cicil? Jelaskan ! 5. Coba anda lihat dalam masyarakat dari mana anda berasal, bagaimana hubungan hukum anda sebagai anak dengan kedua orang tua dan kedua belah pihak orang tua anda ! 6. Apakah ada adopsi dalam masyarakat tempat anda tinggal atau dari masyarakat anda berasal ? Apakah adopsi tersebut diharuskan oleh adat masyarakat yang bersangkutan Coba jelaskan ? 7. Bagaimana bentuk perkawinan dalam masyarakat anda dan bandingkan dengan bentuk perkawinan pada masyarakat lain ? 8. Apakah dalam keluarga Anda mengakui harta bersama ? Jelaskan alasannya? 9. Diskusikanlah dengan teman-teman Anda, bagaimana sistem pembagian waris di dalam masyarakat di mana anda berada atau berasal ? 10. Coba anda diskusikan dengan teman anda, kemungkinan masyarakat Indonesia cenderung berubah ke arah masyarakat bilateral ! bentuk masyara peperangan; pendidikan;

71

BAB IV POKOK-POKOK HUKUM PERDATA A. Sejarah dan Pengertian Hukum Perdata Sejarah Perkembangan hukum Perdata di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangan Ilmu Hukum di negara-negara Eropa lainnya, dalam arti perkembangan hukum perdata di indonesia amat dipengaruhi oleh perkembangan hukum di negara-negara lain, terutama yang mempunyai hubungan langsung. Indonesia sebagai negara yang berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda; Belanda,maka kebijakankebijakan dalam hukum perdata tidak terlepas dari kebijakan yang terjadi dan diterapkan di negara Belanda. Sementara itu Belanda pernah dijajah oleh Perancis, maka secara otomatis apa yang terjadi dalam

perkembangan hukum di negara Perancis amat berpengaruh dengan kebijakan hukum di negara Belanda. Sarjana-sarjana Perancis banyak yang mempelajari hukumnya di negara Romawi, maka pengaruh hukum Romawi juga amat dominan. Menurut Kansil ( 1993 : 63 ), tahun 1848 menjadi tahun yang amat penting dalam sejarah hukum Indonesia. Pada tahun ini hukum privat yang berlaku bagi golongan hukum Eropa dikodifikasi, yakni

dikumpulkan dan dicantumkan dalam beberapa kitab undang-undang berdasarkan suatu sistem tertentu. Dalam pembuatan kodifikasi dipertahankan juga asas konkordasi, resikonya hampir semua hasil kodifikasi tahun 1848 di Indonesia adalah tiruan hasil kodifikasi yang telah dilakukan di negeri Belanda pada tahun 1838, tetapi diadakan beberapa perkecualian agar dapat menyesuaikan hukum bagi golongan hukum Eropa di Indonesia dengan keadaan istimewa. Adapun yang dimaksud dengan asas konkordasi adalah asas penyesuaian atau asas persamaan terhadap berlakunya sistem hukum di Indonesia yang berdasarkan pada ketentuan pasal 131 ayat ( 2 ) I.S. yang 72

berbunyi Untuk golongan bangsa Belanda untuk itu harus dianut atau dicontoh undang-undang di negeri Belanda. Hal ini menurut Kansil ( 1993 : 115 ) berarti bahwa hukum yang berlaku bagi orang-orang Belanda di Indonesia harus disamakan dengan hukum yang berlaku di negeri Belanda. Jadi selarasnya hukum kodifikasi di Indonesia dengan hukum kodifikasi di negeri Belanda adalah berdasarkan asas konkordasi. Sumber pokok Hukum Perdata ialah Kitab Undang-Undang Hukum Sipil ( BW ) disingkat KUHS. KUHS sebagian besar adalah

hukum perdata Perancis, yaitu Code Napoleon tahun 1811-1838 akibat pendudukan Perancis di Belanda berlaku, maka Hukum Perdata berlaku di negeri Belanda sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang resmi. Sedangkan dari Code Napoleon ini adalah Code Civil yang dalam penyusunannya mengambil karangan-karangan pengarang-pengarang bangsa Perancis tentang Hukum Romawi (Corpus Juris Civilis ) yang pada jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Peraturan-peraturan yang belum ada pada jaman Romawi tidak

dimasukkan dalam Code Civil, tetapi dalam kitab tersendiri ialah Code de Commerce. Setelah pendudukan Perancis berakhir oleh pemerintah Belanda dibentuk suatu panitia yang diketuai Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan

menggunakan sebagai sumber sebagian besar Code Napoleon dan sebagian kecil hukum Belanda Kuno. Meskipun penyusunan sudah selesai sebelum 5 Juli 1830, tetapi Hukum Perdata Belanda baru diresmikan pada 1 Oktober 1838. Pada tahun itu dikeluarkan: Burgerlijk Wetboek ( KUH Sipil ) Wetboek van Koophandel ( KUH Dagang )

73

Berdasarkan asas konkordasi, kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropa di Indonesia. Kodifikasi ini diumumkan tanggal 30-4-1847 Staatsblad No.23 dan mulai berlaku 1 mei 1848 di Indoensia. Adapun dasar hukum berlakunya peraturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di Indonesia adalah pasal II Aturan Peralihan UndangUndang Dasar 1945 yang menyatakan, bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada masinh langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Dengan demikian sepanjang belum ada peraturan yang baru, maka segala jenis dan bentuk hukum yang ada yang merupakan peninggalan dari jaman kolonial masih dinyatakan tetap berlaku. Hal ini termasuk keberadaan Hukum Perdata. Hanya saja dalam pelaksanannya yang menyangkut keberlakuan hukum perdata ini disesuaikan dengan azas dan falsafah negara Pancasila, termasuk apabila telah lahir peraturan perundang-undangan yang baru, maka apa yang ada dalam KUH Perdata tersebut dinyatakan tidak berlaku. Contohnya masalah tanah yang telah ada Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, terutama yang mengenai Bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,kecuali ketentuan-ketentuan yang mengenai hipotek yang masih berlaku pada mulainya berlaku undang-undang ini; begitu juga masalah Perkawinan yang telah ada Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan. Ketentuan lain adalah dengan keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 3 tahun 1963 yang menyatakan bebera pasal yang ada dalam KUH perdata dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun pasal-pasal tersebut di antaranya adalah sebagai berikut : a. Pasal 108 s.d. 110 tentang ketidakwenangan bertindak dari istri :

konsekweinsinya suami istri mempunyai kedudukan yang sama

74

dalam hukum. Hal ini diperkuat oleh bunyi pasal 31 Undang-undang nomort 1 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Perkawinan yang menyatakan bahwa hak dan kedudukan isteri adalah seimbang

dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat;masing-masing pihak (suami isteri) berhak untuk melakukan perbuatan hukum b. Pasal 284 ayat (3) tentang pengakuan anak luar kawin yang lahir dari wanita Indonesia Asli konsekwensinya : Tidak menimbulkan putusnya hubungan hukum antara ibu dan anak; Dengan adanya pengakuan terhadap anak luar kawin ini, maka dia mendapatkan hak untukmewaris dari orang tuanya yang meninggal, misalnya kalau dia bersama-sama dengan golongan 1, dia akan mendapatkan bagian 1/3 nya, sedangkan bila dia bersama-sama dengan golongan 2, dia akan mendapatkan bagian dari harta warisan yang ditinggalkan pewaris tersebut. c. Pasal 1579 : yang menentukan bahwa dalam sewa menyewa barang, pemilik tidak dapat menghentikan sewa dengan alasan akan memakainya sendiri barangnya. Konsekwensinya : boleh

menghentikan, sekalipun demikian apabila si pemilik akan memakai kembali barang yang disewakannya tersebut, sementara si penyewa masih mempunyai hak,maka si pemilik harus memberikan kompensasi atau ganti kerugian kepada si penyewa sesuai dengan kesepakatan bersama, sehingga si penyewa tidak merasa dirugikan. d. Pasal 1682 yang mengharuskan penghibahan dengan akta notaris. Konsekwensinya tidak mengharuskan penghibahan melalui akte notaris, ini juga berarti bahwa apabila terjkadi proses hibah tidak perlu dilakukan melalui akte notaris, namun saksi-saksi sebagai bukti harus tetap ada.

75

e. Pasal 1238 yang menentukan, bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat diminta di depan hakim, jika didahului dengan penagihan tertulis. Konsekwensinya : tidak harus didahului dengan penagihan tertulis f. Pasal 1460 tentang resiko dalam perjanjian jual beli barang ditentukan resiko ada pada pembeli. Konsekwensinya resiko ditanggung bersama, artinya baik si pembeli maupun si penjual sama menanggung resiko, bahkan bila terdapat cacat barang yang tersembunyi tidak tertutup kemungkinan resiko tersebut menjadi tanggung jawab si penjual seluruhnya. Sebaliknya bila terjadi kasus overmacht atau keadaan memaksa, resiko bisa menjadi tanggungan si pembeli seluruhnya.Jadi mengenai resiko dari perjanjian jual beli amat tergantung dari persetujuan bersama, kecuali hal-hal yang diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. g. Pasal 1630 yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa dan bukan Eropa dalam perjanjian perburuhan. Konsekwensinya tidak ada diskriminasi dalam perburuhan. Bagaimana kondisi atau keadaan hukum perdata di Indonesia saat ini ? Keadaan Hukum Perdata di Indonesia dari dahulu sampai dengan sekarang tidak ada keseragaman ( Pluranisme ). Hal ini dikarenakan adanya kebijakan tentang pembagian penduduk di Indonesia, yaitu sebagai berikut : 1. WNI asli ( dahulu Bumi Putera ) berlaku Hukum Perdata Adat, yaitu keseluruhan aturan-aturan hukum yang tidak tertulis. Namun ada beberapa pasal dalam KUH Perdata dan KUHD yang dinyatakan berlaku bagi WNI asli tersebut, yaitu : a. Pasal-pasal yang berhubungan dengan pembagian kerja lama, yaitu: pasal 1601 tentang : persetujuan-persetujuan untuk

melakukan jasa-jasa yang diatur dalam ketentuan-ketentuan

76

khusus;1602 tentang kewajiban majikan dalam membayar upah pada buruh;1603 tentang kewajiban-kewajiban buruh. Selain itu ada juga pasal-pasal tentang perjanjian kerja baru yang khusus berlaku bagi golongan Eropa, yaitu pasal-pasal yang terdapat dalam Titel 7 A Buku III BW ). b. Pasal-pasal tentang permainan dan pertauran ( perjudian ) yaitu pasal-pasal: 1788 ( Undang-undang tidak memberikan suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi karena perjudian atau pertaruhan); 1789 ( Dalam ketentuan tersebut di atas tidak termasuk permainan-permainan yang dapat

dipergunakan untuk olah ragam, seperti main anggar lari cepat dsb); 1790 ( Tidaklah diperbolehkan untuk menyingkiri berlakunya ketentuan-ketentuan kedua pasal yang lalu dengan jalan

perjumpaan utang ) dan 1791 ( Seorang yang secara sukarela telah membayar kekalahannya sekali-sekali tak diperbolehkan

menuntutnya kembali kecuali apabila dari pihaknya pemenang telah dilakukan kecurangan atau penipuan ). c. Pasal-pasal dari KUHD tentang Hukum Laut 2. WNI Keturunan Eropa berlaku Hukum Perdata Barat, termasuk WvK. Adapun yang dimaksud golongan Eropa menurut Soediman Kartohadiprodjo ( 1987:58) adalah : a. semua warga negara Nederland b. kesemuanya orang, tidak termasuk yang disebut (1) di atas yang berasal dari Eropa c. Kesemuanya warga negara Jepang d. Kesemuanya orang di luar 1 dan 2 yang hukum keluarganya sama dengan hukum Belanda e. Anak-anak dari 2 dan 3 yang lahir di Indonesia

77

2. WNI Keturunan Timur Asung : a. Non Tionghoa : Berlaku Hukum Perdata yang ditetapkan berdasarkan Lembaran Negara 1925 nomor 556 yaitu yang memberlakukan sebagian dari BW dan WvK, yaitu bagian-bagian yang mengenai Hukum Harta Kekayaan dan Hukum Waris yang dengan surat wasiat. Yang lainnya berlaku Hukum Adatnya, yaitu menurut Jurisprudensi tetap di Indonesia ialah Hukum Perdata Adat dari orang-orang Timur Asing yang tumbuh di Indonesia. b. Tionghoa : Diberlakukan Hukum Perdata sebagaimana diatur dalam LN 1925 nomor 557 yaitu berlaku seluruh Hukum Perdata (BW) dan WvK dengan pengecualian dan penambahan : 1) Pengecualiannya : Pasal-pasal mengenai upacara perkawinan dan mengenai pencegahan (penahanan ) perkawinan dari BW tidak berlaku bagi mereka ,karena mereka tetap tunduk kepada hukum adatnya sendiri. 2) Penambahannya : Peraturan-peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi) dan Kongsi (badan perdagangan ). Lembaga adopsi ini menjadi sangat penting mengingat masayarakat Tionghoa menarik garis keturunan laki-laki, sementara dalam BW tidak diatur mengenai lembaga adopsi.

Untuk mengurangi masalah pluralisme hukum perdata di Indonesia, Pemerintahan Kolonial Belanda mengeluarkan serangkaian kebijakan yang termuat dalam pasal 131 IS. Kebijakan ini dikenal dengan nama politik hukum pemerintah Belanda yang lengkapnya berbunyi : Hukum Perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Pidana ) harus diletakkan dalam kitabkitab undang-undang yang dikodifisir ( asas kodifikasi )

78

Untuk golongan bangsa Eropa dianut (dicontoh) perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (asas konkordasi )

Untuk

golongan

bangsa

Indonesia

Asli

dan

Timur

asing

(tionghoa,Arab dsb ) jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapat menggunakan peraturan yang berlaku bagi golongan Eropa. Orang Indonesia asli dan Timur Asing sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri (onderwepen). Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam undangundang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat. Dengan demikian jelaslah, bahwa pasal 131 IS memuat dasar politik hukum mengenai hukum perdata, hukum pidana serta hukum acara perdata dan pidana. Dalam ayat (2) pasal 131 IS disebut perkataan Europeanen (sub a ) dan Indonesiers en Vreemde Oosterlingen ( sub. b ), dengan ketentuan nampak, bahwa IS dalam politik hukumnya tidak bersandar pada satu hukum, melainkan menentukan akan berlakunya lebih dari satu sistem hukum di Indonesia. Sistem Hukum untuk Europeanen dan sistem hukum untuk Indonesiers dan Vreemde Oosterlingen, yaitu yang menurut penjelasan pasal 131 ayat (1) dinyatakan, jikalau ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, dalam peraturan umum dan peraturan setempat, dalam aturan-aturan, peraturan polisi dan administrasi diadakan perbedaan antara golongan Eropah, golongan Pribumi dan Golongan Tmur Asing, maka kesemuanya ini dijalankan menurut aturan-aturan. Selain melalui kebijakan politik hukum, juga dikenal adanya penundukkan diri. Penundukan Diri sebagaimana diatur dalam Stb. 1917 nomor 12 ada 4 macam, yaitu :

79

Penundukan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa Penundukan diri pada sebagian Hukum Perdata Eropa, yaitu hanya pada hukum kekayaan harta benda saja, seperti yang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing.

Penundukan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu Penundukan diri secara diam-diam.

B. SISTEMATIKA Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikodifikasikan di Indonesia pada tahun 1848 pada intinya mengatur hubungan hukum antara orang perorangan, baik mengenai kecakapan seseorang dalam lapangan hukum; mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

kebendaan; mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perikatan dan hal-hal yang berhubungan dengan pembuktian dan lewat waktu atau kadaluarsa. Sistematika atau isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang ada dan berlaku di Indonesia, ternyata bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang hukum Perdata yang ada dan berlaku di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal ini dimungkinkan karena mengacu atau paling tidak mendapatkan pengaruh yang sama, yaitu dari hukum Romawi ( Code Civil). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW yang ada dan berlaku di Indonesia mempunyai sistematika yang terdiri dari 4 buku ( Buku-Titel-Bab- ( Pasal-Ayat), yaitu : Buku I Buku II Buku III Buku IV Van Personen Van Zaken Van Verbinsissen Van Bevijs En Verjaring ( mengenai orang ) ( mengenai Benda ) ( mengenai Perikatan ) (bukti dan kadaluarsa)

80

Mengenai pembagian Hukum Perdata tersebut sudah barang tentu menimbulkan berbagaim komentar dan analisis dari para ahli ilmu Hukum, Kansil ( 1993 : 119 ) merasakan, bahwa pembagian sistematika sebagaimana diatur dalam KUH Perdata tersebut kurang memuaskan, karena : 1. Seharusnya KUH Perdata hanya memuat ketentuan-ketentuan

mengenai Hukum Privat Materiil. Dalam KUH Perdata terdapat tiga aturan mengenai Hukum Perdata Formil, yaitu : a. Ketentuan mengenai Hukum Pembuktian b. Ketentuan mengenai lewat waktu extinctief c. Ketentuan mengenai lewat waktu acquisitief 2. KUH Perdata berasal dari BW yang berasaskan liberalisme dan individualisme, sehingga perlu dilakukan berbagai perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia 3. Hukum waris bukan hanya bagian dari hukum benda, tetapi juga merupakan bagian dari hukum kekeluargaan 4. Hukum Perdata lebih tepat dibagi menjadi 5 Buku, yaitu : a. Buku I tentang : Ketentuan Umum

b. Buku II tentang : Perikatan c. Buku III tentang : Kebendaan d. Buku IV tentang : Kekeluargaan e. Buku V tentang : Waris Adapun hal-hal yang diatur dalam KUH perdata sebagaimana berlaku di Indonesia saat ini, ( kecuali beberapa bagian yang sudah dinyatakan tidak berlaku) adalah sebagai berikut : Buku Kesatu tentang Orang ( van persoon ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu mengatur : I II tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewenangan tentang akta-akta catatan sipil

81

III IV V VI

tentang tempat tinggal atau domisili tentang perkawinan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan isteri tentang persatuan harta kekayaan menurut undang-undang dan pengurusannya

VII VIII

tentang perjanjian kawin tentang persatuan atau perjanjian kawin dalam perkawinan untuk kedua kali atau selanjutnya

IX X XI XII XIII XIV XVa

tentang perpisahan harta kekayaan tentang pembubaran perkawinan tentang perpisahan meja dan ranjang tentang kebapaan dan keturunan anak-anak tentang kekeluargaan sedarah dan semenda tentang kekuasaan orang tua tentang menentukan,mengubah dan mencabut tunjangantunjangan nafkah

XV XVI

kebelum-dewasaan dan perwalian tentang beberapa perlunakan

XVII tentang pengampuan XVIII tentang keadaan tak hadir Buku kedua tentang Kebendaan ( van zaken ),yang terdiri dari 21 bab, yang secara lengkapnya adalah sebagai berikut : I II tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya III IV tentang hak milik ( eigendoom ) tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan V tentang kerja rodi

82

VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV

tentang pengabdian pekarangan tentang hak numpang karang tentang hak usaha ( erfpacht ) tentang bunga tanah dan hasil se persepuluh tentang hak pakai hasil tentang hak pakai dan hak mendiami tentang perwarisan karena kematian tentang surat wasiat tentang pelaksanaan wasiat dan pengurus harta peninggalan tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan

XVI

tentang menerima dan menolak suatu warisan

XVII tentang pemisahan harta peninggalan XVIII tentang harta peninggalan yang tak terurus XIX XX XXI tentang piutang-piutang yang diistimewakan tentang gadai tentang hipotik

Buku Ketiga tentang Perikatan ( van Verbintenis ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu lengkapnya sebagai berikut : I II tentang Perikatan-perikatan umumnya tentang Perikatan-perikatan yang dilahirkan darikontrak atau persetujuan III tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undangundang IV V VI VII VIII tentang hapusnya perikatan-perikatan tentang jual-beli tentang tukar menukar tentang sewa-menyewa tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan

83

IX X XI XII XIII XIV XV XVI

tentang persekutuan tentang hibah tentang penitipan barang tentang pinjam-pakai tentang pinjam-meminjam tentang bunga tetap atau bunga abadi tentang persetujuan-persetujuan untung-untungan tentang pemberian kuasa

XVII tentang penanggungan XVIII tentang perdamaian Buku Keempat tentang Pembuktian dan Kadaluarsa ( van bewijs en verjaring ) yang terdiri dari 7 bab, selengkapnya adalah sebagai berikut : I II III IV V VI VII tentang pembuktian pada umumnya tentang pembuktian dengan tulisan tentang pembuktian dengan saksi-saksi tentang persangkaan-persangkaan tentang pengakuan tentang sumpah di muka Hakim tentang daluwarsa

Berdasarkan rincian materi yang termuat dalam KUH Perdata tersebut, maka agr tidak membingungkan berikut ini dikutipkan hal-hal yang pokok saja dari setiap Buku yang ada dalam KUH Perdata, yaitu : Buku I tentang orang antara lain memuat : a. Subyek hukum atau hukum tentang orang b. Perkawinan dan hak suami isteri c. Kekayaan perkawinan d. Kekuasaan orang tua e. Perwalian dan Pengampuan

84

Buku II tentang benda yang memuat : a. Bezit b. Eigendom c. Opstal d. Erfpacht e. Hipotek f. Gadai Buku III tentang perikatan yang memuat: a. Istilah perikatan pada umumnya b. Timbulnya perikatan c. Persetujuan-persetujuan tertentu, seperti : 1) Jual beli 2) Tukar menukar 3) Sewa menyewa 4) Perjanjian perburuhan 5) Badan Usaha 6) Borgtocht 7) Perbuatan melanggar hukum Buku IV tentang Pembuktian dan lewat waktu yang memuat : a. Macam-macam alat bukti, seperti : 1) Surat 2) Saksi 3) Persangkaan 4) Pengakuan 5) Sumpah b. Lewat waktu

85

Sedangkan para ilmu hukum sebagaimana dikemukakan oleh Kansil ( 1994 : 16-17 ) mengemukakan sistematika Hukum Perdata sebagai berikut: 1. Hukum tentang diri seseorang Hukum tentang diri seseorang ini memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum; peraturan-peraturan perihal kecakapanuntuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu. 2. Hukum Kekeluargaan Hukum kekeluargaan mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul sebagai akibat dari hubungan kekeluargaan, yaitu:Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami isteri, hubungan antara orang tua dan anak,perwalian dan curatele. 3. Hukum Kekayaan Hukum kekayaan adalah hukum yang mengatur perihal hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang, yaitu segala kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu biasanya dapat dipindahkan kepada orang lain. 4. Hukum Warisaan Hukum warisan adalah hukum yang mengatur tentang benad atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal dunia.Hukum warisan ini juga mengatur akibat-akibat hukum keluarga terhadap harta peninggalan seseorang. Berdasarkan sistematika sebagaimana disebutkan dalam KUH Perdata dan menurut para ahli ilmu hukum, ternyata Hukum Kekeluargaan yang di dalam KUH Perdata atau BW dimasukkan ke dalam Hukum tentang diri seseorang, karena hubungan-hubungan keluarga memang berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki hak-hak serta kecakapannya untuk mempergunakan hak-haknya tersebut.Sedangkan Hukum warisan

86

dimasukkan ke dalam hukum tentang kebendaan, karena dianggap hukum warisan itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan oleh seseorang. Sementara itu perihal pembuktian dan lewat waktu sebenarnya adalah soal hukum acara, sehingga kurang tepat dimasukkan ke dalam KUH Perdata, yang pada asasnya mengatur hukum perdata materiil, tetapi pernah ada pendapat yang menyatakan bahwa hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian materiil dan formil. Nah persoalan-persoalan yang mengenai alat-alat pembuktian dapat dimasukkan hukum acara materiil yang dapat diatur dalam suatu undangundang tentang hukum perdata materiil. Sekedar perbandingan mengenai sistematika Hukum Perdata, berikut ini dapat disajikan sistematika yang ada dan berlaku di negara-negara lain, seperti Sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perancis dan Jerman sebagaiman dikemukakan oleh Subekti ( 1990 : 9-10 ), yaitu : 1. Perancis yang termuat dalam Code Civil, yang juga sebagai sumber dari BW menganut sistematika sebagai berikut : Buku I : Hukum Perseorangan ( perkawinan, keluarga dan sebagainya )

Buku II : Tentang barang dan macam-macam kekayaan ( des biens et des differentes modifications de la propiete ) Buku III : Tentang berbagai cara untuk memperoleh kekayaan ( des differentes manieres dont on acquiert la propiete ), yaitu : pewarisan, perjanjian (termasuk perjanjian perkawinan atau yang dalam bahasa Belanda dinamakan huwelijkese

voorwaarden ),perbuatan melanggar hukum dan sebagainya, dan juga tentang gadai dan hipotik dan akhirnya tentang pembuktian 2. Jerman yang dinamakan Burgerliches Gesetzbuch Jerman ( dari tahun 1896) terbagi atas.

87

Buku I : Bagian umum, yang memuat ketentuan-ketentuan tentang orang, tentang badan hukum, tentang penegrtian barang,

tentang kecakapan melakukan perbuatan-perbuatan hukum, tentang perwakilan dalam hukum, tentang daluwarsa dan lainlain. Buku II : Tentang hukum mengenai hutang-piutang, yang memuat hukum perjanjian. Buku III: Hukum Benda, yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hak milik dan hak-hak kebendaan lainnya Buku IV : Hukum Keluarga, yang memuat ketentuan-ketentuan tentang perkawinan yang dalam code civil Perancis

digolongkan pada hukum perjanjian; tentang hubunganhubungan kekeluargaan, kekuasaan orang tua,perwalian dan sebagainya. Buku V : Hukum waris, yang mengatur soalpewarisan pada umumnya dan perihal surat wasiat atau testament. Sementara itu Kansil ( 1993 : 135-136 ) mengemukakan sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di negara Swis dan Yunani sebagai berikut : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Swis Schwizeriches

Zivilgesetzbuch yang terdiri atas 5 bagian ( Kansil, 1993 :135 ), yaitu : Bagian I Bagian II Bagian III Bagian IV Bagian V : Hukum Orang pribadi : Hukum Kekeluargaan : Hukum Waris : Hukum Kebendaan : Hukum Perikatan

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yunani, yang terdiri dari 5 buku ( Kansil,1993:136), yaitu : Buku I : Asas-asas umum

88

Buku II Buku III Buku IV Buku V

: Hukum Perikatan : Hukum Kebendaan : Hukum Kekeluargaan : Hukum Waris

Bila kita kaji kembali sejarah perkembangan Hukum Perdata sebagaimana diuraikan pada Kegiatan Belajar 1, jelaslah bahwa pada mulanya hukum perdata berasal dari hukum Romawi yang termuat dalam Corpus Juris Civilis yang terdiri dari 4 bagian sebagaimana dikemukakan oleh Kansil ( 1993 : 97 ), yaitu : I. Institutiones Yaitu memuat segala sesuatu tentang pengertian (lembaga-lembaga) dalam Hukum Romawi dan dianggap sebagai himpunan segala macam undangundang. II. Pandecta Yaitu kumpulan pendapat-pendapat para ahli hukum bangsa Romawi yang termasyhur. III. Codex Yaitu Himpunan undang-undang yang telah dibukukan oleh para ahli hukum atas perintah kaisar Romawi. IV. Novelles Yaitu himpunan tambahan-tambahan pada codex itu dengan pemberian penjelasan-penjelasan atau komentar

LATIHAN : BERILAH TANDA SILANG ( X ) PADA SALAH SATU JAWABAN YANG BENAR DI ANTARA 4 KEMUNGKINAN JAWABAN YANG TERSEDIA ! 1. Yang dimaksud dengan zoon politicoon adalah. A. manusia adalah makhluk beragama B. manusia adalah makhluk sosial C. manusia adalah makhluk beriman D. manusia adalah makhluk terdidik 89

2. Alasan mengapa orang atau masyarakat memerlukan hukum adalah. A. karena tidak semua orang mengetahui,memahami,menyikap dan berperilaku berdasarkan aturan yang berlaku B. karena hukum dapat menampung aspirasi yang berkembang dalam masyarakat C. karena hukum dapat menciptakan rasa aman dan tertib dalam masyarakat D. karena hukum bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dalam masyarakat 3. Masyarakat dan tidak dapat dipisahkan, bagaikan dua mata uang dalam satu sisi . A. Keamanan B. kedamaian C.ketertiban D.keindahan 4. Dalam pengertian yang sempit hukum perdata merupakan lawan dari hukum. A. Pidana B. Publik C.Perseorangan D.Dagang 5. Dalam arti yang luas, hukum perdata meliputi hukum . A. Pidana B. Perseorangan C.Publik D.Dagang 6. Manakah di antara negara di bawah ini yang bukan termasuk golongan Timur Asing ? A. Turki B.Jepang C.Pakistan D.India 7. Asas lex Specialis Derograt legi generalis mengandung makna. A. Aturan-aturan yang khusus berlaku terhadap hal-hal yang umum B. Aturan-aturan umum yang berlaku secara terhadap hal-hal yang khusus C. Aturan-aturan yang secara khusus termuat dalam KUH Perdata D. Aturan-aturan yang secara khusus berlaku bagi golongan bumi putera 8. Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia terjadi pada tahun. A. 1828 B. 1838 C. 1848 D. 1948 9. Maksud upaya Penundukan Diri pada hukum Eropa adalah dalam hal . A. kekayaan dan harta benda C. keluarga dan warisan B. kekayaan dan warisan D. harta benda dan warisan

90

10. Yang dimaksud ddengan Kematian Perdata adalah . A. suatu hukuman , bahwa seseorang tidak dapat memiliki sesuatu hak lagi B. suatu hukuman yang dijatuhkan pada seseorang untuk tidak melakukan transaksi dalam lapangan hukum perdata C. seseorang yang tidak mempunyai hak untuk mengadakan transaksi dalam lapangan hukum perdata D. seseorang yang karena sesuatu hal dinyatakan tidak cakap dalam hukum perdata 11. Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur tentang. A. hubungan orang dengan negara B. hubungan orang perorang C. hubungan negara dengan negara D. hubungan negara dengan badan-badan dunia 12. Contoh perbuatan atau tindakan yang berkaitan dengan hukum perdata adalah. A. sewa menyewa B. penipuan C. pencemaran nama baik D. fitnah 13. Hukum Perdata yang berlaku di Romawi dinamakan. A. Code Penal B. Code Civil B. Code Hammurabi D. Code Comercee 14. Menurut Kansil, Hukum Perdata lebih berasaskan pada falsafah. A. Individualisme C. gotong royong B. sosialisme D.materialisme

15. Manakah di antara hal-hal di bawah ini yang tidak diatur dalam Buku I KUH Perdata ? A. Akta-akta catatan sipil B. Hak milik B.Perkawinan D.Perkawinan

16. Hukum kekayaan mengatur perihal hubungan hukum yang berhubungan dengan . A. berupa harta benda B. dapat dinilai dengan uang C. inmaterial dan material D. berupa benda bergerak

91

17. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan alat bukti ? A. Dakwaan B. Pengakuan C. Sumpah D. Saksi

18. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang tidak termasuk persetuajuan-persetujuan khusus sebagaimana di atur dalam Buku III KUH Perdata ? A. Perjanjian jual beli C. Perjanjian obligator B. Perjanjian sewa menyewa D. Perjanjian Badan Usaha 19. Dalam Hukum Perdata Jerman,masalah perikatan dimuat dalam Buku . A. I B. II C. III D. IV

20.Kumpulan pendapat para ahli ilmu hukum yang termashur di Romawi dinamakan. A. Institutiones B. Pandecta C. Codex D. Novelles

21. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan adalah mutlak merupakan tanggung jawab. A. pemerintah B. masyarakat B. pemerintah dan masyarakat D.pemerintah dan DPR 22.Sasaran umum tujuan Pembangunan Jangka Panjang II adalah

terciptanya. A. kualitas sumber daya manusia hukum B. kualitas materi hukum hukum C. kualitas aparatur penegak D. sarana dan prasarana

23. Dalam lapangan hukum perdata manusia mempunyai kedudukan sebagai. A. subyek hukum B. obyek hukum C. penentu keberhasilan hukum D. sasaran pembangunan hukum

92

24. Selain manusia yang berkedudukan sebagai pembawa hak, juga . A. lembaga hukum B. C.perkumpulan hukum B.badan hokum D.asosiasi hukum

25. Orang yang bercorak sebagai manusia asli disebut. A. Rechtspersoon C.naturlijkepersoon B.indische rechtspersoon D.stablaad rechtspersoon

26. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan makna yang terkandung dalam pernyataan setiap manusia adalah orang? A. Tidak dikenal adanya perbedaan antar umat beragama B. Dikenal adanya perbedaan yang prinsip antara jenis kelamin pria dan wanita C. Tidak dikenal adanya perbedaan status sosial D. Tidak dikenalperbedaan antara jenis kelamin 27. Wenang hukum yang dimiliki seseorang berlaku sejak. A. dia dalam kandungan,apabila kepentingan hukum memerlukannya B. dia dilahirkan, tanpa peduli apakah saat dilahirkan hidup atau mati C. dia berusia dewasa D. dia melangsungkan pernikahan 28. Batasan usia dewasa menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah. A. 16 tahun B.17 tahun C.21 tahun D.25 tahun

29. Srtatus isteri yang semula dinyatakan tidak cakap hukum apabila dia menikah, saat ini tidak berlaku lagi,karena telah dicabut dengan keluarnya. A. Keputusan Presiden nomor 3 tahun 1963 B. Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 3 tahun 1963 C. Instruksi Presiden nomor 3 tahun 1963 D. Peraturan Pemerintah Pengganti undang-Undang nomor 3 tahun 1963

93

30. Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hal ini dinyatakan dalam pasal. A. 17 B. 24 C.26 D. 27 31. Selain manusia sebagai pembawa hak dikenalpula badan hukum, yang istilah asingnya adalah. A. naturlijke persoon B. personal rechts persoon 32. Badan hukum adalah. A. orang yang diciptakan oleh hukum B. perkumpulan yang diciptakan hukum C. perhimpunan yang diciptakan oleh hukum D. yayasan yg diciptakan hk 33 Utrecht menamakan badan hukum dengan mengunakan istilah. A. pendukung hak yang statis B. pendukung hak yang dinamis C. pendukung hak yang bertujuan D.pendukung hak yang tak bertujuan 34. Dalam KUH perdata badan hukum disebut dengan istilah. A. naturlijke persoon C.zedelijk Lichaam B.rechtspersoon D.rechts delicten persoon C.rechtspersoon D.rechts delicten persoon

35. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan jenis badan hukum sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Sanusi? A. Menurut Hukum Islam, yaitu lembaga warisan B. Menurut Hukum Eropa yaitu negara dan perhimpunan-perhimpunan C. Menurut bukan Hukum Eropa yaitu perhimpunan D. Menurut Hukum Adat, yaitu wakaf dan yayasan-yayasan 36. Perbedaan yang prinsip atau mendasar antara yayasan dengan koorporatif, adalah bahwa yayasan. A. mempunyai anggota dan pengurus B. tidak mempunyai anggota, tetapi mempunyai pengurus

94

C. tidak mempunyai pengurus, tetapi mempunyai anggota D. tidak mempunyai anggota dan juga tidak mempunyai pengurus 37. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan badan hukum publik? A. BUMN C. PEMDA TINGKAT I B. PEMDA TINGKAT II D.YAYASAN 38. Dilihat dari sifatnya, badan hukum terdiri dari. A. Yayasan dan BUMN C. Yayasan dan Perseroan Terbatas B. Koperasi dan Yayasan D. Koperasi dan Perseroan terbatas 39. Badan Hukum itu hanya sekedar bayangan atau hanya sekedar ada dalam angan-angan,karena sesungguhnya tidak pernah ada.Pernyataan ini sejalan dengan teori. A. Organ B.Fiksi C.Tujuan Bersama D.kekayaan bersama 40. Teori kekayaan bersama dikemukakan oleh. A. Planial B.Otto von Gierke C.Brinz

D.Siccama

41. Penempatan Hukum Perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah pada buku. A. I B. II C.III D.IV 42. Perpisahan ranjang termuat dalam Buku I bab. A. VI B. VII C. VIII D.IX 43. Menurut Subekti yang menguraikan lebih lanjut tentang pasal 26 KUH Perdata, perkawinan hanya merupakan hubungan. A. cinta kasih antara seorang wanita dan seorang pria B. keperdataan C. kekeluargaan D. kasih sayang untuk waktu yang lama 44. Asas perkawinan yang dianut dalam KUH Perdata adalah. A. Monogamy B.poligami C.poliandri D.monoandri 45. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam KUH Perdata ?

95

A. kedua pihak telah mencapai umur sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang, yaitu 18 tahun bagi pria dan 15 tahun bagi wanita B. Adanya persetujuan bebas di antara calon mempelai C. Tidak ada larangan perkawinan bagi calon mempelai D. Dilakukan berdasarkan hukum agama dan kepercayannya masingmasing 46. Menurut ketentuan perundang-undangan perdata, perkawinan dinyatakan syah bila dilakukan A. berdasarkan hukum agama dan kepercayannya masing-masing B. di depan pegawai catatan sipil yang berwenang C. di muka pegawai catatan sipil D. di gereja dan disaksikan oleh pendeta 47. Di bawah ini adalah larangan-larang untuk melaksanakan perkawinan, kecuali A. saudara sepupu C.kawin dengan ipar B. paman kawin dengan keponakan D.kawin dengan saudara tiri 48. Bapak atau ibu berhak mencegah terjadinya perkawinan, jika kecuali : A. anak sekalipun sudah dewasa tidak memperoleh izin yang diperlukan B. anak mereka belum mencapai umur tiga puluh tahun C. anak mereka belum mencapai umur 21 tahun D. calon suami berada di bawah pengampuan 49. Hak-hak yang dimiliki oleh seorang suami berarti membawa konsekwensi bagi isteri. Konsekwensi tersebut adalah kecuali : A. isteri tidak mempunyai tempat tinggal bebas B. kemauan suami sangat menentukan dalam melaksanakan hak orang tua C. isteri mengikuti status kewarganegaraan suami D. suami mempunyai kecakapan bertindak yang terbatas. 50. Surat Edaran mahkamah Agung nomor 3 Tahun 1963 menyatakan pasalpasal di bawah ini dicabut,kecuali : A. pasal 108 B.pasal 109 C.pasal 110 D.pasal 111 51. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan peraturan perkawinan di Indonesia sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974?

96

A. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku hukum agama yang telah diresiplir dalam Hukum Adat B. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku Hukum Adat C. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku Huwelijks ordonantie christen Indonesia berdasarkan S. 1933 nomor 74. D. Bagi orang Timur Asing lainnya dan WNI keturunan berlaku hukuk keluarga mereka 52. Manakah pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan indikatorpengertian perkawinan ? A. adanya ikatan lahir bathin B. bertujuan membentuk keluarga bahagia C. berdasarkan hukum agama dan kepercayannya masing-masing D. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 53. Syarat sahnya perkawinan adalah. A. adanya ikatan lahir bathin B. bertujuan membentuk keluarga bahagia C. berdasarkan hukum agama dan kepercayannya masing-masing D. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 54. Perkawinan yang bukan dilangsungkan berdasarkan agama Islam harus dilakukan oleh. A. Pegawai Catatan Sipil B. Pegawai Kantor Urusan Agama C. Pegawai kantor Pengadilan Negeri D. Pegawai kantor kelurahan setempat 55. Menurut undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974, seorang lakilaki apabila akan melangsungkan perkawinan minimal harus berusia A. 16 tahun B.17 tahun C.18 tahun D.19 tahun 56. Azas yang dianut undang-undang perkawinan Indonesia adalah. A. Monogamy B.poligami C.kebersamaan D.religius 57. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan syarat poligami A. Isteri tidak dapat melaksanakan kewajibannya B. Isteri mendapat cacat badan C. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan D. Isteri tidak cakap secara hokum 97

58. Manakah di antara pihak di bawah ini yang tidak dapat menggagalkan suatu perkawinan? A. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri B. Suami atau isteri C. Pejabat yang berwenang Kepala kantor Catatan Sipil 59. Manakah di antara pasal di bawah ini yang tidak mengatur tentang hak dan kewajiban suami isteri ? A. 30 B. 31 C. 32 D. 35 60. Apabila terjadi perceraian antara PNS yang disebabkan kasus perzinahan pihak isteri, maka bagian gaji bekas isteri dari bekas suaminya ? A. tidak mendapatkan bagian C. mendapatkan bagian B. mendapatkan bagian 1/3 D. mendapatkan bagian Jawablah semua soal di bawah ini 1. Jelaskan perbedaan Sistem yang dianut oleh Buku II dan Buku III dalam KUH Perdata ! 2. Kemukakan dengan disertai contoh mengenai perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang ! 3. Jelaskan empat syarat sahnya suatu perjanjian dan apa dasar hukumnya ! 4. Sebutkan asas-asas perjanjian dalam KUH Perdata dengan mengemukakan ketentuan hukum yang mengaturnya! 5. Jelaskan kapan seorang debitur dinyatakan Wanprestasi ? dan apa saja yang dituntut dari seseorang yang dinyatakan wanprestasi tersebut ? 6. Apakah seorang debitur yang telah dinyatakan wanprestasi tersebut diwajibkan untuk membayar ganti kerugian ?Jelaskan jawaban saudara apabila dikaitkan dengan overmacht!

98

7. Subrogatie dapat terjadi dengan perjanjian dan penetapan undang-undang. Jelaskan hal tersebut dengan mengemukakan ketentuan hukum yang mengaturnya! 8. Jelaskan perbedaan waris menurut undang-undang dan waris menurut wasiat! 9. Dalam ketentuan undang-undang ahli waris dikelompokkan ke dalam 4 golongan. Sebutkan keempat golongan tersebut dengan mengemukakan ketentuan hukumnya! 10. Seorang ahli waris meninggalkan harta warisan sebesar Rp. 250.000.000,-. Biaya penguburan dan utang-utangnya sebesar 75.000.000,-. Berapa bagiaahli warisnya masing-masing, jika terdiri dari : a. 3 anak kandung dan 2 anal luar kawin yang diakui b. 4 anak kandung ( 1 di antaranya menolak jadi ahli waris sungguhpun dia sebenarnya telah mempunyai 3 orang anak ) dan 1 anak luar kawin yang diakui c. 2 anak kandung, ayah, 2 saudara ayah d. 2 anak luar kawin, ayah, ibu, 1 saudara dari ayah dan nenek.
===================================================================

99

BAB V POKOK-POKOK HUKUM PIDANA A. Sejarah, Pengertian dan Tujuan Hukum Pidana Hukum Pidana Indonesia bentuknya tertulis dikodifikasikan dalam sebuah kitab undang-undang dan dalam perkembangannya banyak yang tertulis tidak dikodifikasikan berupa undang-undang. Hukum Pidana yangb tertulis dikodifikasikan itu tertera ketentuanketentuannya di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berasal dari zaman pemerintahan penjajahan Belanda. Bagaimanakah hukum pidana itu diaturnya? Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita tinjau dalam uraian sebagai berikut : 1. Sejarah Hukum Sebagiaman halnya dalam lapangan hukum perdata, dalam lapangan hukum pidana yang berlaku di Indonesiapun bersifat pluralisme,hal ini terjadi sebagai akibat adanya politik hukum pemerintah Hindia Belanda di Indonesia yang membagi

penduduk Indonesia menjadi 3 golongan, di mana masing-masing golongan tersebut berlaku hukum yang berbeda, termasuk dalam lapangan hukum pidana. Dasar berlakunya hukum yang berbeda tersebut adalah S. 1866 : 55 yaitu Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku bagi bangsa Eropa, sedangkan bagi bangsa pribumi mengacu pada S. 1872 : 85. Pada tahun 1915 dibentuk satu kodifikasi Kitab UndangUndang Hukum Pidana baru melalui S. 1915 : 732. Kodifikasi hukum itu tertera dalam Wetboek van Strafrecht voor

Nederlandsch-Indie yang berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 1 Januari 1918.

100

Pada

zaman

pendudukan

Jepang,

pemerintah

Jepang

mengeluarkan suatu kebijakan bahwa aturan pidan yang berlaku sebelumnya masih tetap dinyatakan berlaku. Tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia

memproklamasikan kemerdekannya. Dengan proklamasi berarti lahir tatanan hukum baru. Tatanan hukum baru tidak

mengandung makna segala hukum atau aturan yang ada sebelumnya serta merta dinyatakan tidak berlaku. Artinya sepanjang aturan itu masih relevan bisa tetap dinyatakan berlaku, terlebih-lebih bagi bangsa Indonesia, satu hari sidang setelah PPKI

memproklamasikan

kemerdekannya

melalui

mengesahkan UUD yang berlaku di Indonesia adalah UUD 1945. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menyatakan, bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UndangUndang Dasar ini. Pasal ini mengandung makna, segala badan negara dan peraturan yang ada dan berlaku pada masa apemerintahan sebelumnya, baik Pemerintahan Hindia Belanda ,maupun Jepang bisa dinyatakan langsung berlaku sepanjang belum diadakan badan atau peraturan yang baru, termasuk di dalamnya adalah Hukum Pidana. Khusus mengenai hukum pidana, pada tahun 1946 keluar Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 yang menyatakan, bahwa Wetboek van strafrecht voor nederlands India setelah dilakukan berbagai perubahan di sana sini dinyatakanberlaku dengan nama Wetboek van strafrecht voor Indonesie. Uud 1945 pada tahun 1949 tepatnya tanggal 27 Desember 1949 berubah menjadi Konstitusi RIS 1949, kemudian tanggal 17

101

Agustus 1950 kita berubah lagi menjadi negara kesatuan, maka melalui UU no. 73 tahun 1958 yang dinyatakan berlaku sejak tanggal 29 September 1958 yang menyatakan tentang berlakunya undang-undang nomor 1 tahun 1946 RI tentang peraturan hukum pidana untuk seluruh wilayah Indonesia dan mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan demikian maka sejak tanggal 29 September 1958 berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bagi seluruh penghuni Indonesia dengan corak Unifikasi. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan ( Sudarsono 1991 : 102). Kemudian KUHP dinyatakan berlaku umum ( unifikasi hukum pidana ) melalui UU np. 1 tahun 1958 ( 29 September 1958 ) . Kodifikasi KUHP adalah selaras dengan W.V.S. Negeri Belanda. W.V.S. bersumber dari Code Penal Perancis, dan Code Pnal Perancis bersumber dari hukum Romawi. Jadi sumber KUHP sebenarnuya dari hukum Romawi.

102

Bagan Riwayat Hukum Pidana Indonesia :

CODE PENAL
PERANCIS

HUKUM

HUKUM PIDANA NASIONAL 1886

BELANDA

PIDANA SEBELUM 1886

DUALISME DALAM HUKUM PIDANA 1867 ( ORANG (ORANG

INDONESIA

EROPA) INDONESIA ) UNIFIKASI HUKUM PIDANA

1 JANUARI 1918 - SEKARANG

103

2. Pengertian Hukum Pidana Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum.

Perbuatan tersebut (pelanggaran dan kejahatan) diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan. Kejahatan adalah perbuatan pidana yang berat. Ancaman hukumannya dapat berupa hukuman denda, hukuman penjara dan hukuman mati, dan kadang kala masih ditambah dengan hukuman penyitaan barang-barang tertentu, pencabutan hak tertentu serta pengumuman keputusan hakim. Pelanggaran adalah prbuatan pidana yang ringan, ancaman hukumannya berupa denda atau kurungan Keistimewaan hukum pidana terletak pada daya paksaan yang berupa ancaman pidana sehingga hukum ini ditaati oleh setiap individu sebagai subjek hukum. Semua jenis kejahatan diatur dalam Buku II KUHP. Namun demikian masih ada jnis kejahatan yang diatur di luar KUHP, yang dikenal dengan tindak pidana khusus, misalnya tindak pidana korupsi, subversi, narkotika, tindak pidana ekonomi. Semua perbuatan pidana yang tergolong pelanggaran diatur dalam Buku III KUHP ( Daliyo, 1992 : 88-90). Buku II berkepala kejahatan terdiri atas 31 titel memuat kurang lebih 400 pasal tentang perbuatan-perbuatan yang dinamakan kejahatan, diantaranya terdapat titel-titel yang penting, seperti : Kejahatan terhadap keselamatan negara, kepentingan negara, pemberontakan, pengkhianatan

104

Kejahatan terhadap pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan hakhak kenegaraan : mengacaukan sidang parlemen, merintangi pemilihan umum

Kejahatan kejahatan terhadap ketertiban umum, penghasutan untuk berbuat jahat, mengganggu rapat-rapat umum,

perampokan-perampokan Kejahatan terhadap kesusilaan: pencabulan, penjudian,

penganiayaan hewan Kejahatan-kejahatan terhadap kemerdekaan orang : penculikan Kejahatan-kejahatan terhadap jiwa orang ( pembunuhan ) Penganiayaan Pencurian Pemerasan dan ancaman Penggelapan Penipuan Penghinaan Kejahatamn jabatan : menerima suapan, membulka rahasia negara, pemalsuan surat-surat, penggelapan uang negara ( korupsi ) Buku III berkepala Pelanggaran trdiri atas 10 titel memuat kurang lebih 100 pasal. Titel-titelnya sama dengan Buku II, hanya perbedaannya ialah kejahatan diganti dengan peknaggaran, karena perbuatan-perbuatan yang trsebut dalam Buku III itu dipandang sebagai perbuatan yang tidak sedemikian jahat seperti pada kejahatan-kejahatand alam buku II. Beberapa titel penting dalam buku III : Pelanggaran terhadap umum: kenakalan terhadap manusia, hewan atau barang yang dapat membahayakan keselamatan

105

umum; penjualan makanan dan minuman yang sudah rusak; berburu tanpa ijin. Pelanggaran terhadap ketertiban umum: membuat riuh yang mengganggu tetangga; pengemisan; memakai pakaian atau tanda-tanda pangkat yang ia tidak berhak memakainya; memakai nama atau gelar palsu. Pelanggaran terhadap kekuasaan umum: merobek/merusak pengumuman-penguman dari yang berwajib. Pelanggaran terhadap kesusilaan: penyiaran gambar-gambar, ceritera-ceritera dan lagu-lagu yang tidak senonoh; penjualan minuman keras tanpa ijin. Pelanggaran terhadap keamanan negara: memasuki tempattempat angkatan perang; melalui jalan-jalan lain daripada yang telah ditentukan. Jadi pada umumnya, jika pada tiap-tiap hari ada orang yang ditangkap polisi, lalu ia dituntut oleh jaksa kemudian diadili oleh hakim, maka orang itu tentu telah berbuat sesuatu yang dilarang oleh salah satu pasal dari Buku II atau Buku III KUHP, dan perbuatan mana diancam dengan sesuatu hukuman (pidana). 3. Tujuan Hukum Pidana Tujuan hukum pidana ada dua macam : a. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana (fungsi preventif ) b. Untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat ( fungsi represif )

106

Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa tujuan hokum pidana adalah untuk melindungi masyarakat. Apabila seseorang takut untuk mlakukan perbuatan tidak baik karena takut dihukum, semua orang dalam masyarakat akan enteram dan aman. Sebaliknya jika seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan karenanya dia dihukum, bila orang itu kemudian sadar setelah bertobat tidak akan melakukan perbuatan semacam itu lagi, pada akhirnya masyarakat akan menjadi aman dan tenteram. Oleh karena itu dapat juga dikatakan bahwa tujuan hokum padana sama dengan tujuan pemidanaan yaitu melindingi masyarakat. B. Sistematika Hukum Pidana KUHP terdiri dari tiga buku, yaitu : Buku I : Mengatur tentang ketentuan umum terdiri dari 9 bab, tiap bab terdiri dari berbagai pasal yang jumlahnya 103 pasal ( pasal 1 s.d. 103 ) Buku II : Mengatur tentang kejahatan terdiri dari 31 bab dan 385 pasal ( pasal 104 s.d. 448 ) Buku III : Mengatur tentang pelanggaran terdiri dari 10 bab yang memuat 82 pasal ( pasal 449 s.d. 569 )

C. Peristiwa Pidana Piristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana (delict), ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Peristiwa pidana juga berarti suatu kejadian yang mengandung unsur-unsuir perbuatan yang dilarang oleh undang-undang sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat diknai sanksi pidana (hukuman). Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sbagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya,seperti :

107

1. Obyektif Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman obyketif

hukum. Adapun yang dijadikan titik utama dari pengertian adalah tindakannya. 2. Subyektif

Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki olh undangundang. Sifat unsur ini mngutamakan adanya pelaku ( seorang atau beberapa orang) Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka kalau ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan supaya dapat dinyatakan sebagai pidana. Dana syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu peristiwa pidana ialah : a. Harus ada perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undangundang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggtungjawabkan. Jasdi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.

D. Delik-delik Khusus ( Bijondere Delicten ) Ancaman hukuman pidana itu ditujukan terhadap : 1. Jiwa seseorang : pembunuhan yang direncanakan, pembunuhan anak yang direncanakan, perampasan jiwa atas permintaan si korban,

108

pengguguran, menimbulkan kematian karena lalai atau kurang berhati-hati 2. Tubuh : penganiayaan, perkelahian, meninggalkan orang lemah, penyerangan dan perkelahian, menimbulkan cacat badan karena lalai kurang berhati-hati, membahayakan jiwa dan keselamatan orang lain. 3. Kemerdekaan pribadi : perdagangan anak, merampas orang,

merampas kemerdekaan orang lain dengan paksaan, mengancam dengan kejahatan, melarikan anak di bawah umur dari kekuasaan yang sah. 4. Kehormatan : penghinaan, fitnah, pengaduan yang memfitnah, penghinaan orang yang telah meninggal 5. Benda : pencurian dan penamunan, yaitu pengambilan hasil-hasil bumi milik orang lain, penggelapan, perusakan kekayaan, penipuan, membuka rahasia, pelanggaran atas hak pengarang, pelanggaran HAKI, pelanggaran atas hak merek, hak nama, atau firma 6. TIngkah laku terhadap susunan keturunan dan perkawinan:

penggelapan keturunan, perzinahan 7. Tingkah laku terhadap kesusilaan : perkosaan, perzinahan dan melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan dengan anak-anak di bawah umur yang sekelamin dengan orang yang dipercayakan, dan mlakukan planggaran kesusilaan di depan umum.

E.

Pmbagian Hukum Pidana Hukum Pidana dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Hukum Pidana Obyektif (Ius Poenale ) ialah keseluruhan peraturan yang memuat tentang keharusan atau larangan dengan disertai ancaman hukuman bagi yang melanggarnya. Hukum pidana obyektif dibedakan lagi menjadi :

109

a. Hukum Pidana material ialah semua peraturan yang memuat rumusan tentang : Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum Siapa yang dapat dihukum Hukuman apa yang dapat diterapkan

Hukum pidana material merumuskan tentang pelanggaran dan kejahatan serta syarat-syarat apa yang diperlukan agar seseorang dapat dihukum. Hukum Pidana matril dibagi menjadi : Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang berlaku bagi smua orang (umum) Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang berlaku bagi orang-orang tertentu, sperti anggota TNI atau untukperkaraperkara tertentu. b. Hukum Pidana formal adalah peraturan-peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara memelihara dan mempertahankan hukum pidana material. Jadi hukum pidana formal mengatur antara lain bagaimana menerapkan sanksi terhadap seseorang yang melanggar hukum pidana material. 2. Hukum Pidana subyektif (ius puniendi) adalah hak negara untuk

menghukum seseorang berdasarkan hukum obyektif. Hak-hak negara yang tercantum dalam hukum pidana subyektif, misalnya : Hak negara untuk memberikan ancaman hukuman Hak jaksa untuk menuntut pelaku tindak pidana Hak hakim untuk memutuskan suatu perkara

110

SKEMA PEMBAGIAN HUKUM PIDANA


HUKUM PIDANA UMUM HUKUM PIDANA MATERIAL HUKUM HUKUM PIDANA OBYEKTIF PIDANA KHUSUS

HUKUM PIDANA HUKUM PIDANA FORMAL

HUKUM PIDANA SUBYEKTIF

F. Macam-macam Perbuatan Pidana ( delik ) Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman. Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu : 1. Perbuatan pidana (delik) formal ialah suatu perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam pasal undang-undang yang bersangkutan. Contoh :pencurian adalah perbuatan yang sesuai dengan rumusan pasal 362 KUHP, yaitu mengambil barang milik orang lain dengan maksud hendak memiliki barang itu dengan melawan hukum. 111

Dikatakan delik formal bila perbuatan mengambil barang itu sudah selesai dilakukan dan dengan maksud hendak dimiliki. 2. Delik material adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu. Contoh : pembunuhan. Dalam kasus pembunuhan yang dianggap sebagai delik adalah matinya seseorang yang merupakan akibat dari perbuatan seseorang. Perbuatannya sendiri dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara. 3. Delik dolus adalah perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja. Contoh:pembunuhan berencana ( pasal 338 KUHP). 4. Delik Culpa adalah perbuatan pidana yang tidak sngaja, karena kealpaanya mengakibatkan matinya seseorang. Contoh pasal 359 KUHP. 5. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlaukan pengaduan orang lain. Jadi sebelum ada pengaduan belum merupakan delik. Contoh : perzinahan, penghinaan. 6. Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh: pemberontakan akan menggulingkan

pemerintahan yang sah. G. Kekuasaan Berlakunya KUHP Kekuasaan berlakunya KUHP dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi positif dan segi negatif. Segi negatif dikaitkan dengan berlakunya KUHP dengan waktu terjadinya perbuatan pidana. Artinya bahwa KUHP tidak berlaku surut. Hal tersebut dapat dilihat dari ktentuan pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi :

112

Semua perbuatan tidak dapat dihukum selain atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang yang diadakan sebelum perbuatan itu terjadi. Kekuasaan berlakunya KUHP ditinjau dari segi positif artinya bahwa kekuasaan berlakunya KUHP tersebut dikaitkan dengan tempat terjadinya perbuatan pidana. Kekuasaan berlakunya KUHP yang dikaitkan dengan tempat diatur dalam pasal 2 ayat (9) KUHP.

H. Asas-asas yang terkandung dalam KUHP 1. Asas legalitas berdasarkan adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenale. Artinya tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundangundangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan. Asas ini nampak dari bunyi pasal 1 ayat (1) KUHP. 2. Asas teritorialitas ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP bagi semua orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam lingkungan wilayah Indonesia. Asas ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 2 dan 3 KUHP. Tetapi KUHP tidak berlaku bagi mereka yang memiliki hak kekebalan diplomatik berdasarkan asas eksteritorialitas 3. Asas nasional aktif ialah asas yang memberlakukan KUHP terhadap orang-orang Indonesia yang melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Republik Indonesia. Asas ini bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Asas ini dinamakan juga asas personalitet. 4. Asas nasional pasif ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap siapapun juga baik WNI maupun WNA yang melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Indonesia. Jadi yang diutamakan

113

adalah keselamatan kepentingan suatu negara. Asas ini dinamakan juga asas perlindungan. 5. Asas universalitas ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah Indonesia yang bertujuan untuk merugikan kepentingan internasional. Peristiwa pidana yang terjadi dapat berada di daerah yang tidak termasuk kedaultan negara manapun. Jadi yang diutamakan oleh asas tersebut adalah keselamatan internasional. Contoh: pembajakan kapal di lautan bebas, pemalsuan mata uang negara tertentu bukan negara Indonesia. I. Jenis-jenis Hukuman Jenis-jenis Hukuman dapat dilihat dari ketentuan pasal 10 KUHP. Pasal 10 KUHP menentukan adanya hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman Pokok meliputi : 1. Hukuman mati 2. Hukuman penjara 3. Hukuman kurungan 4. Hukuman denda Hukuman tambahan meliputi : 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan/penyitaan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Perbedaan antara hukuman pokok dan hukuman tambahan adalah : Hukuman pokok terlepas dari hukuman lain, berarti dapat dijatuhkan kepada terhukum secara mandiri. Hukuman tambahan hanya merupakan tambahan pada hukuman pokok sehingga tidak dapat dijatuhkan tanpa adanya hukuman pokok ( tidak mandiri ).

114

Catatan : DPR masih membahas/menggodok RUU KUHP, walaupun tahun 1776 sudah ada perubahan dan penambahan beberapa pasal KUHP. Latihan Diskusikan dalam kelompok tentang asas Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dikenai hukuman, kecuali pada saat perbuatan itu dilakukan sudah ada dasar hukumnya!

115

BAB VI HUKUM ACARA


A. Hukum Acara (Hukum Formil) Hukum acara atau hukum formal menunjuk kepada cara bagaimana peraturan hukum material dipertahankan dan diselenggarakan. Hukum acara menunjuk cara bagaimana perkara diselesaikan di muka hakim atau alat negara lain yang diberi tugas menyelesaikan perselisihan hukum. Secara lebih rinci dapat diuraiakan sebagai berikut: 1. Hukum acara perdata atau hukum pardata formal adalah suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata. 2. Hukum acara pidana atau hukum pidana formal adalah suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus berindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana. 3. Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah hukum Acara Perdata yang berhak pada Pengendalian dalam lingkungan Peradilan Umum. Kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. 4. Begitu pula pada hukum Acara Peradilan Militer yang digunakan dalam proses peradilan mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan Pada Peradilan Umum untuk perkara pidana dengan beberapa perbedaan sesuai dengan sifat khusus dari Peradilan Militer yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perakara pidana militer. 5. Peradilan Tata Usaha Negara yang bertugas dan berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tata usaha

negara/administrasi negara.

116

Secara umum, di dalam masyarakat dikenal dua hukum acara pada peradilan umum, yaitu: 1. Hukum Acara Perdata 2. Hukum Acara Pidana Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana bagi Pengadilan Negeri diatur dalam Herzien Inlands Regelement (HIR) atau RIB/D yaitu

Reglemen Indonesia yang dibaharui dan UU RI No. 8 Tahun 1981. Ada dua macam perkara yang diadukan ke muka sidang di Pengadilan Negeri, yaitu: a. Perkara Pidana: Kerena perkara ini mengenai hubungan antara pemerintah dengan seseorang, maka sidang dihadiri oleh Jaksa/Penuntut umum sebagai wakil dari pemerintah. Perkara-perkara yang disidangkan adalah: 1) Pencurian 2) Pencopetan 3) Perampokan 4) Pembunuhan 5) Penggelapan, dan sebagainya. b. Perkara Perdata: mengenai hubungan antara seseorang dengan yang lain.

1. Proses Beracara di pengadilan Kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 1970 Pasal 10 ayat (1) adalah kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam empat lingkungan peradilan yaitu: a. Peradilam Umum (yang berwenang menyelesaikan perkara perdata dan perkara pidana), b. Peradilan Agama (yang berwenang menyelesaikan perkara perdata di bidang tertentu atas permohonan orang yang beragama Islam),

117

c. Peradilan Militer (yang berwenang menyelesaikan perkara pidana militer/tentara), dan d. Peradilan Tata Usaha Negara (yang berwenang menyelesaikan perkara tata usaha negara/administrasi negara). 2. Proses Beracara menyelesaikan perkara perdata Perkara-perkara perdata dapat timbul dalam peselisihan hukum yang antara lain menyangkut sebagaimana diatur Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHA Perdata): a. Tentang orang Tentang orang antara lain mengenai: 1) perkawinan, 2) hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan istri, 3) pembubaran perkawinan, 4) kekeluargaan sedarah dan semenda, 5) kekuasaan orang tua, 6) pengampuan. b. Kebendaan, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, mencabut: Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (Hukum Kebendaan) sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya undang-undang ini. c. Perikatan Tentang perikatan antara lain: 1) yang dilahirkan dari kontrak atau persetujuan, 2) yang dilahirkan demi undang-undang, 3) jual-beli, 4) tukar-menukar, 5) sewa menyewa, 6) perseroan,

118

7) perkumpulan, 8) hibah, 9) pemberian kuasa, 10) penanggungan. d. Pembuktian dan daluwarsa. Tentang pembuktian dan daluwarsa mengenai; 1) pembuktian dengan tulisan, 2) pembuktian dengan saksi-saksi, 3) pembuktian persangkaan, 4) pembuktian pengakuan, 5) pembuktian dengan sumpah di muka hakim, 6) pembuktian karena daluwarsa. 7) Pembuktian keyakinan hakim setelah meninjau ke lapangan (objek yang disengketakan) Proses beracara menyelesaikan perkara perdata yang berada dalam pemeriksaan di muka hakim yang pada umumnya selalu sekurangkurangnya ada dua pihak yang berhadapan satu sama lain yaitu penggungat dan tergugat. Penggugat adalah pihak yang mulai membikin perkara, sedangkan tergugat adalah pihak yang oleh penggugat ditarik di muka penadilan. Namun, ada kalanya orang mohon satu putusan dari hakim dengan tidak menarik orang lain di muka hakim. Misalnya seorang mohon kepada pengadilan Negeri, supaya ia ditetapkan sebagai wali dari seorang yang belum dewasa. Atau seorang meninggal dunia mempunyai uang simpanan disuatu Bank, para ahli waris mohon penetapan dari Pengadilan Negeri tentang siapa yang menjadi ahli waris. Menurut pasal 1866 KUH Perdata, alat-alat bukti (lima jenis alat bukti) yang dapat digunakan dalam proses pemeriksaan perkara perdata yaitu bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Pihak-pihak yang hadir dalam proses persidangan perkara perdata di Pengadilan Negeri secara lengkap meliputi penggugat, tergugat, hakim,

119

penasihat hukum, dan panitera. Di samping itu, hadir saksi-saksi dan ahli untuk memberikan keterangan, dan kemungkinan juga hadir seseorang untuk keperluan alih bahasa. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: a. Pejabat yang menyelesaikan perkara perdata di Pengadilan Negeri, yaitu: 1) 2) Hakim, yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Panitra/Panitera Pengganti, yang diangkat oleh Menteri Kehakiman, dalam tugasnya dibantu oleh beberapa orang Panitera Pengganti yang diangkat oleh Ketua Pengadilan. Tugas Panitera-panitera (PP), ialah mengikuti semua sidang serta musyawarah Pengadilan dan mencatat dengan teliti semua hal yanga dibicarakan. Ia harus membuat berita acara sidang dan bersama-sama menandatangani dengan ketua sidang. Berita acara ini merupakan dasar untuk membuat keputusan. b. Pihak-pihak yang berperkara: 1) 2) 3) Penggugat/ Kuasanya Tergugat/Kuasanya Objek yang dipermasalahkan

c. Petitum (Permohonan) Tergugat suapaya dikabulkan/diputuskan oleh Hakim. Baik penggugat maupun tergugat bisa lebih dari pada satu orang. Bila penggugatnya adalah masyarakat, maka dapat mewakilkan dengan nama gugatan perwakilan (Class Action), dasarnya adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tanggal 26 april Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Mahkamah Agung mendefinisikan gugatan perwakilan kelompok

sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlah banyak, yang memiliki kesamaan fakta dan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. Oleh karena itu gugatan perwakilan kelompok merupakan hal baru dalam dalam dunia peradilan kita, wajarlah apabila timbul pertanyaan

120

seluas dunia peradilan kita, wajarlah apabila timbul pertanyaan seluas apa jangkauan Perma No. 1/2002 itu? Apakah hanya mencakup masalahmasalah Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 23 Tahun 1997), Perlindungan Konsumen (UU No. 8 tahun 1999), dan Kehutanan (UU No. 41 Tahun 1999)? Jadi gugatan perwakilan kelompok dapat diajukan dalam kasus apapun yang membawa kerugian bagi banyak orang misalnya tabrakan kereta api. Dengan diundangkannya: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan . Maka dimulailaah fase baru dalam dunia peradilan kita, yakni dimungkingkannya Guagatan Perwakilan Kelompok atau Class Action. Di dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan (Pasal 37 ayat (1)) bahwa: Yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Sementara itu UU No. 8 Tahun 1999 menyatakan (Pasal 46 ayat (1)) Gugatan atau pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh: Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Sedangkan UU No. 41 Tahun 1999 dalam Pasal 71 disebutkan bahwa:

121

Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat. Hak mengajukan . dst. Jadi ketiga UU tersebut sama sekali belum menyinggung masalah acara atau proses memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh perwakilan kelompok oleh karena itu keluarlah Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2002 (Krisna Harahap, 2003:35-38). Coba Anda camkan betul kasus Class Action berukut ini Salah satu contoh peristiwa Longsor Gunung Mandalawangi, Kecamatan Kadungora Kabupaten Garut, yang menimpa Desa Mandalasari;

Kampung Bojong jambu dan kampung Sindang Sari, dan Desa Karang Mulya; Kampung Buniaten dan Kampung Babakan Nenggeng. Perwakilan dari mereka (9 Orang) yang merasa dirugikan mengajukan Gugatan Perwakilan (Class Action) ke Pngadilan Negeri kelas I Bandung, melalui Kuasanya tanggal 04 Februari 2003. Gugatan mereka ditujukan kepada: Direksi Perum Perhutani, Cq. Kepala Unit Perum Perhutani Unit III Jawa Barat (Tergugat I) Pemerintah RI Cq. Presiden RI (Tergugat II) Pemerintah RI Cq. Presiden RI Cq. Menteri Kehutanan RI (tergugat III) Pemeritah Daerah Tk. I Propinsi Jawa Barat Cq. Gubernur Propinsi Jawa barat (Tergugat IV) Pemerintah Daerah Tk. II. Kab. Garut Propinsi Jawa Barat Cq. Bupati Garut (Tergugat V). Adapun urutan proses pemeriksaan perkara perdata mulai Tingkat Pertama (di Pengadilan Negeri), Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi), dan Tingkat Terakhir (di Mahkamah Agung) sebagai beriktu: 1) 2) 3) 4) Surat Gugatan Jawaban Gugat Replik Duplik

122

5) 6) 7) 8) 9)

Pembuktian Tanggapan Terhadap Alat-alat Bukti Musyawarah Majelis Hakim Putusan Pengadilan Negeri Banding

10) Putusan Pengadilan Tinggi 11) Kasasi 12) Putusan Mahkamah Agung 13) Peninjauan Kembali (PK) 14) Gugatan Pihak Ketiga

3. Proses Beracara Menyelesaikan Perkara Pidana Perkara-perkara pidana dapat timbul dalam hal seseorang melakukan tindak pidana (delict), yaitu perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan hukuman pidana bagi yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan perbuatan yang melawan hukum dan mrugikan masyarakat. Yang memastikan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yakni perbuatan itu dilarang oleh aturan pidana dan pelakunya diancam dengan hukuman pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatanperbuatan yang dilarang tadi dikelompokan ke dalam dua kelompok yaitu kejahatan dan pelanggaran. Perbuatan-perbuatan yang dimasukkan ke dalam kelompok kejahatan antara lain mengenai keamanan negara, melanggar martabat kedudukan Presiden dan Wakil Presiden, ketertiban umum, kekuasaan umum, sumpah palsu dan keterangan palsu, memalsukan mata uang, memalsukan materai dan merek, memalsukan surat-surat, penghinaan, membuka rahasia, penganiayaan, pencurian, pemeriksaan dan ancaman, penggelapan, penipuan. Perbuatan-perbuatan yang dimasukkan ke dalam kelompok pelanggaran antara lain mengenai ketertiban umum, kekuasaan umum, kesopanan.

123

Apabila suatu perbuatan dari seorang tertentu menurut aturan hukum pidana material merupakan perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana, maka timbullah soal cara begaimana hak atau wewenang menyidik (kepolisian), menuntut (kejaksaan) dan mengadili (pengadilan) dari badan pemerintah yang berwenang harus dijalankan guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana. Dalam hal badan pemerintahan yang berwenang menjalankan tugasnya guna pemberian perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia harus didasarkan pada asas-asas (10 asas) hukum acara pidana sebagaimana dapat dijumpai dalam penjelasan umum UndangUndang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau lazim disebut juga Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP): a. Perlakukan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan. b. Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang. c. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah (presumtion of innocence) sampai adanya putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. d. Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan/atau dikenakan hukuman administrasi. e. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.

124

f.

Setiap

orang

yang

tersangkut

perkara

wajib

diberi

kesempatan

memperoleh bantuan hukum yang wajib semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya. g. Kepada seorang tersangka, sejak saat penangkapan dan/atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum. h. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa. i. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang. j. Pengawasan pelaksanaan putusan Pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Menurut Pasal 184 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), alat-alat bukti (lima jenis alat bukti) yang dapat digunakan dalam proses pemeriksaan perkara pidana yatu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Pihak-pihak yang hadir dalam proses persidangan perkara pidana di Pengadilan Negeri secara lengkap meliputi terdakwa, jaksa selaku penuntut umum, hakim, penasihat hukum, dan panitera. Di samping itu, hadir saksisaksi dan ahli untuk memberikan keterangan, dan kemungkinan juga hadir seseorang untuk keperluan alih bahasa. Jaksa selaku penuntut umum hadir di dalam persidangan perkara pidana di Pengadilan Negeri mewakili

pemerintah (eksekutif) dari Kejaksaan Negeri pada tingkat Pemerintah Kota/Kabupaten yang memiliki tugas dan wewenang penyidikan tidak hadir dalam pesidangan perkara pidana karena tugasnya selesai pada tahap penyidikan tadi dan proses penuntutannya diserahkannya kepada Kejaksaan Negeri pada tingkat Pemerintahan Kota/Kabupaten. Adapun rinciannya sebagai berikut: a. Pejabat yang menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri, yaitu: 1) Jaksa Penunut Umum (JPU) 2) Hakim 3) Panitra/Panitra Pengganti

125

b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu: 1) Saksi/Tersangka/Terdakwa 2) Penasihat hukum (pembela) c. Agar Pengadilan memutuskan/menghukum pihak yang salah secara adil, berdasarkan praturan yang berlaku. Selanjutnya dapat dilihat skema Proses pemeriksaan Perkara Pidana sebagai berikut: I. NEGARA MASYARAKAT II. Lembaga/ Instansi Proses III. PENYIDIKAN PENUNTUTAN PENYIDIK PNS
PENYELDIK POLISI

KEJAKSAAN

PENGADILAN

KEPOLISIAN

KEJAKSAAN

PENGADILAN
PEMERIKSAAN HAKIM

TINDAK PIDANA DI INSTANSI

TINDAK PIDANA DI MASYARAKAT PENYELIDIK

PENYIDIK PEMBANTU (POLISI)

Sumber: Husni Thamrin (Pokok-Pokok Sistem Struktur dan Proses Acara Pidana dan Perdata)

126

GARIS BESAR PROSES PERADILAN PIDANA

INSTANSI

KEPOLISIAN

kejaksaan KEJAKSAAN

PENGADILAN

PROSES PEMERIKSA

PENYELI DIKAN PENYE LIDIK

PENYI DIKAN PENYI DIK

PENUNTUTAN

PEMERIKSAAN HAKIM

PENUNTUT UMUM

HAKIM

TEMUAN LAPORAN PETUGAS

PENGADUAN

YANG DIPERIKSA

TERSANGKA

TERDAKWA

Sumber: Husni Thamrin (Pokok-Pokok Sistem Struktur dan Proses Acara Pidana dan Perdata)

127

Proses Pemeriksaan POLRI KEJAGUNG MAHKAMAHAG UNG

POLDA
LAPORAN

KEJATI POLRES

PENGADILAN TINGGI

PENGADUAN

POLSEK/ TA

KEJARI

PENGADILAN NEGERI

PENYELIDIKAN & PENYIDIKAN

PENUNTUTAN

PEMERIKSAAN HAKIM

Sumber: Husni Thamrin (Pokok-Pokok Sistem Struktur dan Proses Acara Pidana dan Perdata)

5. Proses Beracara Menyelesaikan Perkara Perdata di Bidang Tertentu Atas Permohonan Orang Yang Beragama Islam Perkara-perkara perdata di bidang tertentu atas permohonan orang yang beragama Islam (kedua pihak harus beragama islam) kepada Pengadilan Agama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikannya berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Islam meliputi bidang perkawinan, bidang kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; serta bidang wakaf dan shadaqah. Tugas dan wewenang Pengadilan Agama di bidang perkawinan diatur dalam Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Untuk bidang kewarisan, wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam diatur dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 itu. Bagitu pula mengenai bidang wakaf dan shadaqah berdasarkan

128

hukum positif Indonesia Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tadi merupakan tugas wewenang Pengadilan Agama untuk memeriksa, memutus, dan

menyelesaikannya bila timbul perselisihan atau perkara menyangkut hal itu. Pihak-pihak yang hadir dalam proses persidangan perkara perdata di

bidang tertentu atas permohonan orang yang beragama Islam di Pengadilan Agama secara lengkap meliputi penggugat, tergugat, hakim, penasihat hukum, dan panitera. Di samping itu, hadir saksi-saksi dan ahli untuk memberikan keterangan, dan kemungkinan juga hadir seseorang untuk keperluan alih bahasa. Menurut Penjelasan UU RI No. 7 Tahun 1989 Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakap, dan sodaqoh berdasarkan hukum Islam. Pengadilan Tinggi Agama merupakan pengadilan tingkat banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama dan merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa mengadili antaraPengadilan Agama di daerah hukumnya. Adapun rincian adalah sebagai berikut: a. Pejabat yang menyelesaikan Perkara Perdata tertentu (Agama) di Pengadilan Agama yaitu: 1) Hakim 2) Panitera/Wakil Panitera b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu 1) Penggugat 2) Tergugat c. Agar hakim memutuskan/mengabulkan permohonan Penggugat (Petitum) Baik penggugat atau tergugat termasuk orang-orang yang beragama Islam yang menyelesaiakan perkata-perkara di bidang perkawinan/perceraian,

kewarisan, wasiat. hibah, wakap, dan shodaqoh berdasarkan hukum Islam.

129

Untuk lebih jelasanya dapat dilihat salah satu proses penyelesaian perkara perdata tententu di bidang agama, yaitu tentang perkawinan, talaq, ruju, perceraian, dan perceraian dengan banding seperti gambar berikut ini:

130

131

6. Proses Beracara Menyelesaikan Perkara Pidana Militer Badan peradilan militer merupakan badan peradilan pidana militer. Yang masuk dalam kewenangan lingkungan peradilan militer yaitu orang yang pada saat melakukan tindak pidana adalah anggota militer/tentara atau anggota angkatan bersenjata RI, orang yang menurut Undang-undang dan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan anggota militer/tentara atau anggota angkatan bersenjata RI, anggota suatu golongan atau jawatan yang dipersamakan atau dianggap anggota militer/tentara atau anggota angkatan bersenjata RI, serta orang lain yang ditetapkan Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia harus diadili dalam lingkungan peradilan militer. Yang dimaksud dengan orang lain yang harus diadili dalam lingkungan peradilan militer tersebut lazim dikenal dengan perkara koneksitas yang diatur Pasal 89 sampai dengan Pasal 94 Undang Undang Nomor 8 tahun 1981 (KUHAP). Yang dimaksud dengan tindak pidana koneksitas ialah tindakan pidana yang dilakukan oleh seorang sipil atau lebih bersama-sama dengan seorang atau lebih anggota militer/tentara atau angkatan bersenjata RI, di mana orang sipil seharusnya diadili oleh peradilan militer. Dengan adanya aturan mengenai koneksitas, maka perkara itu dapat diadili oleh

132

peradilan umum dan anggota militer/tentara atau anggota bersenjata RI seharusnya diadili oleh peradilan militer. Dengan adanya aturan mengenai koneksitas, maka perkara itu dapat diadili oleh peradilan umum atau peradilan militer tergantung dari titik berat dari perkara tadi. Tindak pidana militer tersebut dapat digolongkan ke dalam tindak pidana biasa, tindak pidana subvers, dan tindak pidana ekonomi. Pihak-pihak yang hadir dalam proses persidangan perkara pidana militer di Mahkamah Militer secara lengkap meliputi terdakwa militer/sipil, oditur militer, hakim militer, penasihat hukum, dan panitera. Di samping itu, hadir saksi-saksi dan ahli untuk memberikan keterangan, dan kemungkinan juga hadir seorang untuk keperluan alih bahasa. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: a. Pejabat yang menyelesaikan Perkara Pidana Militer di Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi, yaitu: 1) Hakim 2) Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi 3) Panitera b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu 1) Tersangka/terdakwa/terpindana 2) Penasihat hukum c. Agar supaya Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi memutuskan dan memberi sanksi kepada terpidana secara adil. Selanjutnya dapat dilihat skema Proses Perkara Pidana Militer sebagai berikut:

133

PROSES SAI PERKARA PIDANA


HAKIM DISIPLIN
SKEP KEMBALI KE ANKUM U/DI PLINKAN

ANKUM TUPRA MAHMIL EKSEKUSI MASMIL

MAHMILTI SKEPPERA USUL TUPRA DEMI KEPT PELAKU TP

KAP

POM

3AP
OTMIL OTMILTI

-PH -BAPAT

-UMUM

PAPERA

-HUKUM -MILITER

PANG TNI

RIK IDIK

TP GAR PLIN

-PLIN -TUP -SIDANG

SARAN DITKUMAD

7. Proses Beracara Menyelesaikan Perkara Tata Usaha Negara Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara/administrasi negara. Yang dimaksud dengan sengketa tata usaha negara ialah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara, antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara termasuk sengketa

kepegawaian. Adapun yang dimaksud dengan keputusan tata usaha negara berdasarkan Pasal 1 butir 3 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ialah suatu penetapan tertulis (beschikking), yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

134

yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Sengketa tata usaha negara ialah sengketa yang timbul di bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, akibat dikeluarkannya suatu keputusan/penetapan tertulis tata usaha negara. Jadi, yang dapat digugat di Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara karena Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang dapat mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara. Sementara itu, yang berhak menggugat atau yang menjadi penggugat adalah orang atau badan hukum perdata, yang merasa dirugikan karena dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara oleh Badan atau pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan. Oleh karena sengketa Tata Usaha Negara itu selalu berkaitan dengan dikeluarkannya suatu keputusan Tata Usaha Negara, maka satu-satunya pihak yang dapat digugat di Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adaah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Berdasarkan hal ini, maka dalam Acara Peradilan Tata Usaha Negara tidak dikenal adanya gugat balik atau gugat rekonvensi, atau dengan perkataan lain seorang Pejabat Tata Usaha Negara yang merasa dirugikan moril ataupun material karena adanya gugatan dari seorang atau badan hukum perdata, tidak dapat mengajukan gugat balik atau gugat rekonvensi. Hal ini disebabkan sengketa Tata Usaha Negara berkenaan dengan masalah sah atau tidaknya suatu keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Sengketa mengenai kepentingan hak, termasuk hak menuntut ganti rugi tidak termasuk wewenang Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadilinya. Seorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang, berisi tuntutan agar keputusan tata usaha negara yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Alasan yang dapat digunakan dalam gugatan yaitu

135

keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang belaku, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang itu, serta Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak mengambil keputusan tersebut. Untuk lebih rincinya adalah sebagai berikut: a. Pejabat yang menyelesaikan Perkara Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara: 1) Hakim 2) Panitera Pengganti 3) Pihak ketiga b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu 1) Penggugat (orang atau Badan Hukum) 2) Tergugat (Pejabat atau Badan TUN) c. Agar Hakim dapat mengambulkan permohonan Penguggat yaitu membatalkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat/Badan Tata Usaha Negara. Masalah yang disengketakan adalah Suarat Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat/ Badan TUN. Selanjutnya dapat dilihat skema proses perkara Tata Usaha Negara berikut ini:

136

137

Latihan : Silahkan saudara membentuk kelompok-kelompok untuk mensimulasikan sidang pengadilan dengan perkara : pidana, perdata, tata uasa Negara, militer dan agama!

138

BAB VII POKOK-POKOK HUKUM DAGANG A. Istilah Hukum Dagang Hukum dagang merupkan terjemahan dari istilah Handelsrecht (bahasa Belanda) yang juga diterjemahkan menjadi hukum perniagaan. Dua istilah tersebut digunakan oleh Negara-negara yang mengikuti system civil law. Ada istilah lain lagi untuk menerjemahkan Handelsrecht tersebut, yaitu hukum komersial atau Commercial law. Istilah Commercial law (bahasa Inggris) tidak biasa digunakan oleh Negara-negara civil law (antara lain Indonesia), termasuk oleh fakultas-fakultas hukum di Indonesia. Istilah Commercial law lebih sering digunakan di Negara-negara Common law dan oleh fakultas ekonomi. Sedangkan, istilah dagang merupakan istilah ekonomi; bukan istilah hukum. Istilah ini mempunyai pengertian ialah segala perbuatan perantara yang meliputi perbuatan membelikan atau menjualkan barang untuk memudahkan hubungan antara produsen dan konsumen serta untuk memajukan pembelian dan penjualan itu sendiri. Pada prinsipnya, perdagangan adalah perbuatan perantara kepada produsen dan konsumen yang jenis-jenisnya sebagai berikut: 1. Pembentukan persekutuan perniagaan atau badan-badan usaha seperti firma, CV, dan PT untuk memajukan perdagangan. 2. Pengangkutan untuk kepentingan perniagaan, baik di darat, laut, maupun udara (Buku II KUHD). 3. Penyelenggaraan asuransi atau pertanggungan (Buku I KUHD) agar pedagang dapat menutup risiko, misalnya atas pengangkutan barang dengan asuransi. 4. Perantara melalui perbankan sebagai salah satu sumber pembiayaan.

139

B. Sumber-Sumber Dan Sistematika Hukum Dagang Hukum dagang Indonesia terutama bersumber pada (diatur dalam): 1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan: a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.K.). b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (B.W.). 2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturanperaturan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua Kitab dan 23 bab: Kitab I terdiri dari 10 bab dan Kitab II terdiri dari 13 bab. Isi pokok daripada KUHD Indonesia itu ialah: a. Kitab Pertama berjudul: Tentang Dagang Umumnya, yang memuat: Bab I : dihapuskan (menurut Stb. 1938/276 yang mulai berlaku

pada 17 Juli 1938, Bab I yang berjudul: Tentang pedagang-pedagang dan tentang perbuatan dagangyang meliputi pasal 2, 3, 4, dan 5 telah dihapuskan). Bab II Bab III Bab IV Bab V : Tentang pemegang buku. : Tentang beberapa jenis perseroan. : Tentang bursa dagang, makelar dan kasir. : Tentang komisioner, ekspeditur, pengangkut dan tentang juragan-juragan perahu yang melalui sungai dan perairan darat. Bab VI Bab VII : Tentang surat wesel dan surat order. : Tentang cek, tentang promes dan kwitansi kepada pembawa. Bab VIII : Tentang reklame atau penuntutan kembali dalam hal kepailitan.

140

Bab IX Bab X

: Tentang asuransi atau pertanggungan seumumnya. : Tentang pertanggungan (asuransi) terhadap bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil-hasil

pertanian yang belum dipenuhi dan pertanggungan jiwa.

b. Kitab kedua berjudul: Tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran, yang memuat Hukum Laut: Bab I : Tentang kapal-kapal laut dan muatannya. Bab II : Tentang pengusaha-pengusaha kapal dan perusahaanperusahaan perkapalan. Bab III : Tentang nahkoda, anak kapal dan penumpang. Bab IV : Tentang perjanjian kerja laut. Bab V A Bab V B : Tentang pengangkutan barang. : Tentang pengangkutam orang.

Hal-hal yang diatur dalam kitab III KUHS ialah mengenai Perikatan umumnya dan perikatan-perikatan yang dilahirkan dari persetujuan dan undang-undang seperti: a. persetujuan jual-beli (contract of sale) b. persetujuan sewa menyewa (contract of hire) c. persetujuan pinjaman uang (contract of loan) Dalam hukum dagang selain diatur dalam KUHD dan KUHS juga terdapat dalam berbagai peraturan-peraturan khusus (yang belum dikodifikasikan) seperti misalnya: a. Peraturan tentang Koperasi b. Peraturan Pailismen (Stb. 1905/217 yo. Stb. 1908/348) c. Undang-undang Oktroi (Stb. 1922/54)

141

C. Sejarah Hukum Dagang Hukum dagang yang dikodifikasikan dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang berlaku sejak 1 Mei 1848 dan hingga kini merupakan hukum positif Indonesia. Sebagaimana hukum perdata, hukum dagang berasl dari negeri Belanda yang dberlakukan di Indonesia karena Indonesia dijajah Belanda. Semula, hukum dagang berlaku hanya untuk golongan Eropa saja dan kemudian baru untuk golongan Timur Asing. Belakangan, hukum ini berlaku untuk Indonesia. Sejak tahun 1993, beberapa hal yang diatur dalam KUHD diperbarui dengan peraturan setingkat Undang-undang. Pembaruan ini dilakukan untuk menjawab tuntutan kebutuhan masa kini, seperti kebutuhan pengaturan tentang bursa (ketentuan barunya dalam UU NO. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal), dan masih banyak lagi ketentuan-ketentuan baru lainnya. Adapun hal-hal yang diatur dalam KUHD adalah sebagai berikut: Perniagaan pada umumnya. Pembukuan. Beberapa macam perseroan/badan usaha. Bursa. Komisioner, dll

D.

Hubungan Hukum Dagang Dan Hukum Perdata Hubugan kedua hukum ini seperti genus (umum) dan specialis (khusus). Dengan perkataan lain KUHD merupakan suatu Lex Specialis terhadap KUHS sebagai Lex Generalis; maka sebagai Lex Specialis, kalau andaikata dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai soal yang dapat aturan pula dalam KUHS, maka ketentuan mengenai soal yang dapat aturan pula dalam KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku.

142

Adapun pendapat beberapa sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini antara lain adalah sebagai berikut: a. Van Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata yaitu suatu tamabahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS menurut Hukum Perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit itu. b. Van Apeldroon menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan Hukum Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS. c. Sukardono menyatakan, bahwa pasal 1 KUHD memelihara kesatuan antara Hukum Perdata Umum dengan Hukum Dagang.sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS. d. Tirtaamijaya menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang istimewa. Latihan : Diskusikan dengan teman sekelompok mengenai pemisahan hokum perdata dari hukum dagang! Masalah-masalah perdagangan internasional dampaknya pada perdagangan nasional

143

LATIHAN UJIAN AKHIR SEMESTER BAGIAN I PETUNJUK ! Jawablah semua pertanyaan di bawah ini dengan cara memilih dan memberi tanda silang (X) pada huruf alternatif jawaban yang tersedia ! 1. Sebelum norma hukum berlaku di masyarakat, norma-norma apa sajakah yang telah hidup dan berkembang di masyarakat a. b. norma agama norma susila c. norma agama, susila, dan adat d. norma adat

2. Kapankah kitab undang-undang Hukum Romawi (KUH-Romawi) dibuat : a. Pada masa Caisar Yustinianus b. Pada masa Napoleon 3. c. Pada masa Plato d. Pada masa Aristoteles

Mempelajari hukum dalam arti theoritische Receptieadalah a. hukum dipelajari secara ilmiah b. hukum dipelajari secara praktis di masyarakat c. hukum dikaji dari segi-segi teoritis d. hukum dipelajari secara tata hukum dalam kehidupan ketatanegaraan

4.

Apa tujuan hukum menurut Van Apeldoren a. mempertahankan perdamaian b. menjamin adanya kebahagiaan yang besar c. menjamin kepastian hukum d. mengatur masyarakat secara damai

5. Apa yang menjadi alasan orang mentaati hukum {menurut filsafat hukum} a. perlunya ketentraman dalam masyarakat b. agar tidak terasing c. agar tidak terjadi konflik d. meminimalisir tindakan kejahatan 144

6.

Undang-undang menurut Utrecht adalah. a. peradilan b. kebisaan, undang-undang, traktat c. undang-undang; kebiasaan;trakta; yurispudensi; doktrin; dan agama d. dokrin dan agama

7. Perancis, Belanda, Jerman, Inggris dalam mempelajari dan menyelidiki hukum Romawi melalui berbagai cara, yaitu .. a. Teoritis, Praktis, ilmiah, Tata Hukum. b. Praktis, Ilmiah, Tata Hukum, Transfer. c. Teoritis, ilmiah, Transfer, Praktis. d. Teoritis, Praktis, Transfer, Tata Hukum 8. Seorang perempuan tidak boleh kawin lagi sebelum lewathari setelah perkawinan di putuskan. a. 100 hari b. 150 hari c. 200 hari d. 300 hari

9. Badan hukum adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa atau lebih tepat yang bukan manusia. Konsep tersebut di kemukakan oleh a. Utrecht b. Subekti c. Van Apeldorn d. Bellproid

10. Kedudukan badan hukum sebagai subyek hukum tidak tercantum dalam KUH Perdata akan tetapi hanya ada dalam a. BW b. KUH Perdata c. Buku I KUH Perdata d. KUH Pidana

11. Kapankah suatu undang-undang dapat berakhir a. jika sudah tidak ditaati lagi oleh masyarakat b. ditentukan oleh penguasa c. kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat d. dicabut/dihapus oleh UU yang baru 12. Hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu adalah.. a. Hukum Positif b. Hukum Asasi 145

c. Hukum Alam d. Ius Constituendum e. Ius Constituendum dan Constitutum 13. Yang termasuk tujuan mempelajari tata hukum a. Mengetahui perbuatan menurut hukum dan bertentangan dengan hukum b. Untuk menjamin adanya kepastian hukum c. Untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya d. Untuk mengetahui hukum yang berlaku di masyarakat e. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum 14. Tata hukum Hindia Belanda dinyatakan dengan a. A.B. ( Algemene Bepaling van wetgeving voor Indonesia) b. IS (Indisehe Staatsregeling) c. RRC (Regerings Regement) d. Regerings verordening 15. Tujuan dari Tata Hukum adalah a. Menjamin kepastian hukum b. Mempertahankan dan melaksanakan tata tertib di masyarakat c. Mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya d. Menjaga peraturan hukum 16. Hukum yang mengatur cara negara atau alat-alat perlengkapan negara hendaknya bertingkah laku dalam menjalankan tugasnya itu adalah a. Hukum Tata Negara b. Hukum Administrasi Negara c. Hukum Peradilan d. Hukum Pidana 17 Asar hukum dari kodifikasi itu tercantum dalam pasal .. a. Pasal 75 ayat 1 RR c. Pasal 76 ayat I RR b. Pasal 15 RR d. Pasal 102

146

18. Yang bukan termasuk kedalam jenis peraturan organik.. a. Ordonnantie b. Locale verordening c. Regerings verordening d. Peraturan peralihan 19. Asas Konkordansi adalah a. Asas pembanding b. Asas golongan c. Asas antar golongan d. Asas keselarasan/ persamaan 20. Bagaimanakah kondisi dan keadaan hukum perdata di Indonesia saat ini .. a. Berkembang dengan pesat sesuai dengan perubahan zaman sekarang ini. b. Hukum perdata tidak berkembang karena mempunyai sanksi yang tidak tegas. c. Adanya keseragaman tentang pembagian penduduk di Indonesia yang mengakibatkan hukum perdata mempunyai sanksi yang tegas. d. Keadaan hukum perdata di Indonesia dari dahulu dengan sekarang tidak ada keseragaman (Plunarisme), dikarenakan adanya kebijakan tentang pembagian penduduk di Indonesia. 21. Politik hukum pemerintah Belanda yang tertulis dalam pasal 131 IS, yaitu kecuali a. Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam undangundang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum adat. b. Hukum perdata dan dagang (begitu pula Hukum pidana beserta Hukum acara perdata dan Pidana ) tidak harus diletakkan dalam kitabkitab undang-undang yang dikodifisir.

147

c. Orang Indonesia asli dan Timur Asing sepanjang mereka belum di tundukkan di bawah peraturan bersama dengan bangsa eropa, diperbolehkan menundukkan diri (Onderwepen) d. Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan timur asing (tionghoa, arab dsb) jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka

menghendakinya, dapat menggunakan peraturan yang berlaku bagi golongan Eropa. 22. Selain melalui kebijakan hukum juga dikenal adanya penundukkan diri. Penundukkan diri sebagaimana diatur dalam stb. 1917 no 12 yaitu KECUALI a. Penundukkan diri secara langsung. b. Penundukkan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa. c. Penundukkan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu. d. Penundukkan diri pada sebagaian hukum Perdata Eropa 23. Kapankah Tata Hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia yang kemudian ditetapkan oleh Negara Indonesia.. a. 28 Oktober 1928

b. 5 Juli 1949 c. 18 Agustus 1945 d. 17 Agustus 1945 24. Bahwasannya bangsa Indonesia mempunyai tata hukum pribadi asli itu dapat dibuktikan oleh adanya ilmu pengetahuan Hukum Adat. Hal tersebut merupakan hasil penyelidikan dari, yaitu.. a. Utrecht. b. Bellproid c. Volmar d. Van Vollenhoven

148

25. Dibawah ini bukan merupakan Peraturan pokok Hindia Belanda ialah .. a. Algemene Bepoling van Wetgeving voor Indonesia. b. Lucale Verordening. c. Indische staatsregeling d. Regerings Reglement. 26. Satu-satunya peraturan pokok yang diadakan Pemerintah militer Jepang di Indonesia ialah yang menyatakan berlakunya kembali semua peraturan perundangan Hindia Belanda yang tidak bertentangan dengan kekuasaan Militer Jepang. Yaitu. a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1942. b. Pasal 3 Undang-Undang Balantetara Jepang Tahun 1942. c. Pasal 142 Ketentuan Peralihan UUDS RI 1950 d. Pasal 192 ketentuan Peralihan Konstitusi RIS 27. Di dalam hukum perdata di kenal dengan istilah BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek Van Koophandel) dimana keduanya hanya berlaku bagi a. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli b. Untuk golongan bangsa Tionghoa c. Untuk golongan bangsa Arab dan India d. Untuk bangsa Indonesia dan warga negara bukan asli 28. Golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa dan Eropa (Arab, India dan lain-lain) berlaku sebagian BW yaitu mengenai hal a. Hanya bagian-bagian hukum kekayaan harta benda b. Mengenai hukum kepribadian c. Mengenai hukum kekeluargaan d. Mengenai hukum warisan

149

29. Dalam hukum perdata dikenal dengan adanya penundukan hukum barat, dibawah ini yang tidak termasuk penundukan perdata adalah. a. Penundukan pada seluruh hukum perdata eropa b. Penundukan pada sebagian c. Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu d. Penundukan secara diam-diam 30. Hukum perdata menurut ilmu hukum sekarang ini lazim di bagi ke dalam empat bagian yaitu.. a. Hukum tentang diri seseorang, kekeluargaan, kekayaan, dan warisan b. Hukum tentang diri seseorang, kekeluargaan, kekayaan dan

perkawinan c. Hukum tentang diri seseorang, kekeluargaan, perkawinan dan warisan d. Hukum tentang seseorang, perkawinan, kekayaan dan warisan 31. Sistematika yang dipakai oleh kitab Undang-Undang hukum perdata adalah. a. Buku I perihal orang Buku II perihal benda Buku III perihal perikatan dan Buku IV perihal pembuktian dan daluwarsa b. Buku I perihal benda Buku II perihal orang Buku III perihal pembuktian dan Buku IV perihal perikatan dan daluwarsa c. Buku I perihal orang Buku II perihal perikatan Buku III perihal benda dan Buku IV perihal pembuktian dan daluwarsa d. Buku I perihal pembuktian Buku II perihal benda Buku III perihal perikatan dan Buku IV perihal orang 32. Dalam hukum benda di kenal dengan adanya kekuasaan atas suatu benda dan kemauan untuk memiliki benda itu di sebut .. a. Bezit b. Eigendom c. Postal d. Ertpacht

150

33. Hak yang paling sempurna atas suatu benda disebut .. a. Bezit b. Eigendom c. Ertpacht d. Vruchtgebroik 34. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas perikatanperikatan yang lahir dari .. a. Undang-undang karena perbuatan yang berlawanan b. Undang-undang karena suatu perbuatan dan perikatan-perikatan. c. Undang-undang saja dan undang-undang karena suatu perjajian orang. d. Undang-undang karena suatu perikatan 35. Pelaksanaan dan tata cara melaksanakan perkawinan diatur oleh a. UU. No. 1 Tahun 1974 b. UU. No. 1 Tahun 1975 c. UU. No. 1 Tahun 1976 d. UU. No. 2 Tahun 1974 36. Untuk orang yang beragama Islam pencatatan terhadap pernikahan dilakukan oleh a. Pegawai PPN (Pegawai Pencatat Nikah) atau P3 NTR b. Kantor Catatan Sipil c. Departmen Agama d. Departmen Kehakiman 37. Suatu pernikahan dapat dicegah atau dibatalkan apabila a. Tidak hadirnya petugas pencatatan nikah b. Ada halangan yang sangat mengganggu c. Tidak hadirnya salah satu mempelai d. Apabila ada pihak-pihak yang tidak memenuhi syarat 38. Bukti otentik bahwa seseorang sudah secara sah menjadi sepasang suami istri adalah a. Akta nikah dan buku nikah b. Paspor

151

c. Surat dispensasi nikah d. Surat Izin Nikah 39. Apabila seorang calon mempelai belum cukup umur melangsungkan perkawinannya harus mendapat dispensasi nikah dari a. Orang tuanya b. Pengadilan Agama c. Kantor Catatan Sipil d. Pegawai Pencatatan Nikah 40. Bagaimana hak suami dan isteri terhadap harta bersama berdasarkan UU. No. 1 Tahun 1974 a. Keduanya memiliki kedudukan yang sama atas dasar persetujuan b. Hanya isteri yang boleh dan berhak atas harta bersama c. Hanya suami yang boleh dan berhak atas harta bersama d. Hanya anak saja yang berhak atas dasar bersama 41. Hukum Tata Usaha Negara adalah : a. Hukum yang merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan antara warga negara dengan alat-alat perlengkapan negara. b. Hukum yang mengatur hubungan antar warga negara/orangperorangan. c. Peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara dan menentukan kewenangan kepadanya. d. Serangkaian peraturan yang mengatur dan menentukan cara-cara pemerintah atau aparat administrasi negara untuk menjalankan tugasnya.

152

42. Lapangan hukum tata usaha negara menurut Van Vollenhoven terdiri dari : a. Pemerintahan, undangan. b. Pemerintahan, hukum perdata, peradilan, dan hukum perundangundangan. c. Hukum keprajaan, hukum kepolisian, hukum peradilan, dan hukum perundang-undangan. d. Hukum keprajaan, hukum kepolisian, hukum pidana, dan hukum perundang-undangan. 43. Asas-asas hukum tata usaha negara terdiri dari : a. Asas legalitas, asas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan, asas tidak boleh menyerobot wewenang orang lain, asas kesamaan hak bagi tiap penduduk, dan asas upaya pemaksa. b. Asas legalitas, asas keseimbangan, asas kesamaan, dan asas keadilan dan kebijaksanaan. c. Asas legalitas, asas non diskriminatif, asas keadilan dan kebijaksanaan, dan asas upaya pemaksa. d. Asas legalitas, asas manfaat, asas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME., dan asas upaya pemaksa. 44. Sumber-sumber factual dari hukum tata usaha negara menurut E. Utrecht ialah: a. UU (HAN. Tertulis), traktat, jurisprudensi, dan praktek administrasi negara. b. UU (HAN. Tertulis), praktek administrasi negara, organisasi negara, dan jurisprudensi. c. UU (HAN. Tertulis), jurisprudensi, anggapan para ahli HAN., dan organisasi negara. peradilan, kepolisian, dan hukum perundang-

153

d. UU (HAN. Tertulis), traktat, praktek administrasi negara, dan anggapan para ahli HAN.

45. Mengapa hukum tata usaha negara di sebut sebagai hukum antara ? a. Karena hukum tata usaha negara tidak hanya merupakan bagian dari hukum publik, tetapi juga berada diantara hukum pidana dan hukum privat. b. Karena hukum tata usaha negara memiliki kajian yang di ambil dari hukum tata negara dan hukum perdata. c. Karena hukum tata negara lebih menitikberatkan kajiannya pada individu dan organisasi negara. d. Karena hukum tata usaha negara memiliki sifat memaksa dan mengatur. 46. Undang-Undang yang mengatur mengenai pertanahan di Indonesia diatur dalam a. UU. No. 4 Tahun 1960 b. UU. No. 5 Tahun 1960 c. UU. No. 5 Tahun 1961 d. UU. No. 6 Tahun 1961 47. Hukum adat bagaimana yang dapat dijadikan landasan bagi

pembentukan UUPA ? a. Hukum adat yang berakar dari budaya Indonesia b. Hukum adat yang progresif c. Hukum adat yang tidak memeras dan mengindahkan agama d. Hukum adat yang konvensional 48. Tujuan yang ingin dicapai UU agraria nasional adalah.... a. Meningkatkan taraf hidup bidang sosial, ekonomi dari rakyat b. Meningkatkan penghasilan dan pendapatan pemerintah c. Monopoli tanah secara penuh dan berkuasa 154

d. Memindahkan pemerintah menguasai tanah yang ada di Indonesia 49. Yang dimaksud dengan pajak adalah.. a. Iuran rakyat sebagai pembayaran atas jasa tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah untuk kepentingan orang pribadi/badan. b. Iuran rakyat kepada negara dengan mendapat jasa

timbal/kontraprestasi secara langsung. c. Iuran rakyat kepada negara berdasarkan UU dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakkan untuk pengeluaran umum. d. Iuran rakyat kepada negara secara sukarela. 50. Dibawah ini adalah unsur pajak, kecuali.. a. Dengan balas jasa secara langsung. b. Iuran rakyat kepada Negara c. Berdasarkan UU d. Tanpa jasa timbal. 51. Rangkaian kaidah hukum yang mengatur cara-cara bagaimana

mengajukan suatu perkara kemuka suatu badan peradilan serta cara-cara hakim memberikan putusan, disebut sebagai a. Hukum acara c. Hukum perdata b. Hukum pidana d. Hukum material

52. Rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara kepentingan-

kepentingan perseorangan disebut a. Hukum acara pidana c. Hukum pidana b. Hukum acara perdata d. Hukum perdata

53. Yang termasuk kedalam lapangan-lapangan hukum keperdataan itu diantaranya a. Pembunuhan b. Hutang piutang c. Penganiayaan d. Kehormatan

155

54. Lembaga-lembaga hukum yang terdapat dalam lapangan keperdataan adalah a. Kantor pegadaian c. Kantor pajak b. Kantor polisi d. Kantor pendaftaran tanah

55. Hukum acara perdata yang berlaku bagi golongan Eropah di Jawa dan Madura disebut juga a. Reglement op de burgelijke rechtsvordering b. Herziene Inlandsch Reglement c. Rechtreglement Buitengewesten d. Burgelijk wet boek 56. Reglement Indonesia yang dibaharui, yang berlaku digolongan Jawa dan Madura saat ini diganti oleh a. KUHP c. KUHS b. KUHAP d. KUHD

57. Hal pertama yang dilakukan oleh seorang ketua pengadilan dalam melaksanakan sidang perdata adalah a. Membacakan gugatan b. Memeriksa penggugat dan tergugat c. Mendamaikan kedua pihak d. Mempertimbangkan perkara 58. Putusan yang dijatuhkan hakim tanpa hadirnya pihak tergugat disebut a. eksepsi c. deklarator b. kondemnator d. verstek vonnis

59. Keputusan yang menimbulkan hukum baru disebut a. Keputusan konstitutif c. Keputusan kondemnator b. Keputusan deklaratif d. verstek vonnis

156

60. Pernyataan sesuatu pihak mengenai peristiwa tertentu atau sesuatu hak disebut a. Persangkaan c. Bukti saksi b. Pengakuan d. Sumpah

BAGIAN II PETUNJUK ! Kerjakan semua soal di bawah ini dengan singkat dan jelas! 1. Apakah yang dimaksud dengan : a. Masalah Pidana b. Masalah Perdata c. Masaalah Tata Usaha Negara d. Masalah Peradilan Agama Dalam menjelaskan tersebut harus disertai masing-masing 1 (satu) contoh sederhana, dan singkat! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Tata Hukum Indonesia ! Tujuan dibentuknya Tata Hukum Indonesia dan Tujuan mempelajari Tata Hukum Indonesia ! 3. Periode penjajahan Raffles di Indonesia dikenal ada 4 susunan pengadilan di Indonesia. Sebutkan dan jelaskan ke empat pengadilan tersebut ! 4. Pada jaman Hindia Belanda ada sejumlah peraturan yang diberilakukan, seperti Algeimene Bepaling van Wetgeving voor Indonesia; Regerings Reglements dan Indische Staatsregeling. Jelaskan pengertian dari masingmasing aturan tersebut, dan dimana perbedaannya? 5. Jelaskan perbeadaan adat sebagai kebiasaan dan adat sebagai hukum! Mengapa Hukum Adat dikatakan sebagai salah satu aspek kebuadayaan ? Kapankah suatu Hukum Adat dinyatakan tidak berlaku lagi ? 6. Jelaskan perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata dilihat dari : pengertian; sistematika; tujuan dan sumbernya. 7. Mengapa Hukum Dagang dipisahkan dari Hukum Perdata ?

157

8. Jelaskan mengenai fungsi dan syarat pemungutan pajak ! 9. Jelaskan hubungan Hukum Tata negara dengan Hukum Administrasi Negara beserta contohnya! Jelaskan pula Hubungan antara Hukum Tata pemerintahan dengan Hukum Administrasi Negara! 10. Jelaskan mengenai sumber dan subyek Hukum Internasional! 11. Jelaskan perbedaan Hukum Acara Perdata; Acara Pidana dan Acara PTUN dilihat dari : Proses mengadili; pihak yang menuntut; alat-alat bukti; jenis hukuman dan upaya hukum yang dilakukan!

158

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sanusi ( 1994 ), Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung, Tarsito. Astim Riyanto (2000), Kapita Selekta Hukum dalam Dinamika, Yapendo, Bandung. Bachsan Mustafa, (1984), Sistem Hukum Indonesia, Bandung, Remadja Karya CV. Charles Himawan (2003), Hukum sebagai Panglima, Jakarta, Kompas. Dudu Duswara Machmudin. ( 2001 ). Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : Refika Aditama. Kansil ( 2001), Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, PN. Balai Pustaka. ....... ( 2002), Latihan Ujian Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika.

Mochtar Kusumaatmadja (1996), Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bandung, Bina Cipta. Satjipto Rahardjo. ( 1991 ). Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Suroyo Wignyodipuro. ( 1983 ). Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta : Gunung Agung. Soedarsono ( 1991), Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung, Rieneka Cipta. Soenarjati Hartono (1991), Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung, Alumni. Van Apeldorn (1986), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Prdanya Paramita. Sumber dan Dokumen : Jurnal : Jurnal Magister Hukum dan Ilmu Hukum Internet : Masalah-masalah yang terkait dengan materi dan pengayaan mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia

159

160

You might also like