You are on page 1of 5

Menemukan Peran dan Fungsi Komite Sekolah dalam Perumusan Kebijakan Sekolah

Yang saya dengar, saya lupa Yang saya lihat, saya ingat Yang saya kerjakan, saya pahami [Konfusius, 2400 tahun silam] Yang saya dengar, saya lupa Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan dengan orang lain, saya mulai pahami Yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai [Melvin L. Sibermen, 2004:16] Ilmu iku kelakone kanthi laku [Mangkunegoro IV, Wedhatama]

1. Sejak diperkenalkan pada tahun 2001, sekarang istilah atau sebutan Komite Sekolah/Dewan Sekolah/Komite Madrasah makin akrab di telinga banyak orang dan sudah makin dikenal banyak orang, menggantikan istilah atau sebutan BP3. Pendek kata, istilah Komite Sekolah/Dewan Sekolah/Komite Madrasah sudah mulai memasyarakat meskipun belum secara luas pada seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Tetapi, sudahkah keberadaan atau kehadiran Komite Sekolah diterima oleh sebagian besar masyarakat? Sudahkah para pemangku kepentingan kependidikan terutama orangtua puas dengan kehadiran Komite Sekolah? Harus diakui dengan jujur, Komite Sekolah belum dapat diterima oleh masyarakat dalam arti seluas-luasnya terutama pemangku kepentingan kependidikan. Sebagian besar pemangku kepentingan pendidikan terutama orangtua, bahkan juga guru, juga belum merasa puas apalagi terkesan dengan kehadiran Komite

Sekolah.

Ini

terbukti

dari

sekian

banyak

komentar

warga

masyarakat dan berbagai kajian tentang Komite Sekolah yang telah dilakukan oleh berbagai pihak. 2. Mengapa masyarakat khususnya para pemangku kepentingan pendidikan belum dapat menerima dan merasa puas dengan kehadiran Komite Sekolah? Ini karena apa yang telah dilakukan oleh Komite Sekolah belum sesuai dengan cakrawala harapan dan keinginan para pemangku kepentingan pendidikan. Di sini terdapat kesenjangan antara harapan pemangku kepentingan pendidikan dan kinerja Komite Sekolah. Banyak pihak telah mengatakan bahwa kinerja Komite Sekolah masih di bawah tolok normatif dan dambaan pemangku kepentingan pendidikan. Hal ini terjadi karena Komite Sekolah belum dapat memainkan peran dan fungsinya secara optimal; belum dapat mengarahkan kompas peran dan fungsinya pada harapan masyarakat mengenai pendidikan; belum dapat memfokuskan peran dan fungsinya pada isu-isu sensitif dan kritis pendidikan yang dirasakan oleh sebagian besar pemangku kepentingan pendidikan. Selain itu, Komite Sekolah tampaknya juga belum mampu menemukan isu-isu kritis untuk dijadikan agenda kerja dalam rangka mengoptimalkan peran dan fungsinya termasuk peran dan fungsinya terkait dengan kebijakan sekolah. Ringkasnya, peran dan fungsi Komite Sekolah belum tertuju dan terfokus pada hal-hal yang [sangat] diharapkan oleh pemangku kepentingan pendidikan (khususnya orangtua dan siswa) sehingga masyarakat belum puas dan terkesan dengan Komite Sekolah. 3. Mengapa Komite Sekolah belum mampu memainkan peran dan fungsinya sesuai dengan harapan pemangku kepentingan pendidikan? Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama dan utama, Komite Sekolah sendiri belum berdaya memainkan peran dan fungsinya secara terfokus pada isu-isu kritis pendidikan di samping belum inovatif-kreatif menemukan ruang untuk

memainkan

peran

dan

fungsinya. Ini

terjadi

karena

secara

kelembagaan Komite Sekolah belum menjadi lembaga tangguh dan kokoh. Secara personal pengurus Komite Sekolah juga sangat bervariasi perhatian, kemampuan, dan kesempatannya untuk secara banyak sungguh-sungguh mewarnai dan mengurus dan menggerakkan pelbagai roda Komite Sekolah. Wajarlah sebagian besar Komite Sekolah tidak mempengaruhi kebijakan pendidikan di sekolah. Kedua, otonomi sekolah terutama sekolah negeri belum sepenuh hati, malah cenderung semu [hanya seolah-olah] sehingga kemandirian sekolah masih rendah, paling tidak rentan. Tak aneh, intervensi-intervensi eksternal baik politis maupun ekonomis, bahkan edukatif dengan mudah masuk ke dalam dan menentukan kebijakan sekolah. Dalam hubungan ini sekolah cenderung tak memiliki ruang leluasa untuk bergerak ruang bagi Komite Sekolah pun menjadi tak leluasa. Ketiga, konteks budayawi, politis, dan ekonomis dapat dikatakan kurang mendukung tumbuhnya budaya-baru penyelenggaraan pendidikan khususnya penyelenggaraan sekolah yang bertumpu pada MBS. Ringkasnya, pelaksanaan MBS tidak didukung oleh lingkungan budayawi, politis, dan ekonomis yang tepat. Selalu ada tangantangan tersembunyi di balik layar yang membuat pelaksanaan MBS lamban, bahkan macet dan menyamping. Keempat, perangkat perundangan dan peraturan pendidikan khususnya pengelolaan pendidikan terkesan mandul atau tidak ditaati dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh pelbagai pihak yang mengurusi pendidikan. Hal ini membuat berbagai kebijakan pendidikan khususnya kebijakan sekolah tidak dapat dirumuskan dan dijalankan dengan baik cenderung dirumuskan dan dijalankan asal-asalan. Dampaknya, sekolah merumuskan dan melaksanakan kebijakan sekolah tanpa arah, fokus, dan identitas yang propemangku kepentingan pendidikan khususnya siswa dan orangtua

siswa. Kelima, komunikasi dan interaksi antara pengurus Komite Sekolah, dilandasi jajaran oleh sekolah, dan birokrat yang pendidikan Ini kurang bermakna, kurang disangga rasa saling percaya, dan kurang nilai-komitmen sama. membuat metabolisme kerja Komite Sekolah juga tak dapat lancar dan mulus sehingga peran dan fungsinya kurang tampak dalam perumusan, pelaksanaan, dan penilaian kebijakan sekolah. 4. Di tengah keadaan sebagaimana tersebut, bisa dan mampukah Komite Sekolah memainkan peran dan fungsinya dalam kebijakan sekolah sekaligus mewarnainya baik perumusan, pelaksanaan, dan penilaian kebijakan sekolah? Tentulah kita berharap Komite Sekolah bisa dan mampu mewarnai perumusan kebijakan sekolah. Syarat utamanya, peran dan fungsi yang dilaksanakannya memang terfokus pada isu-isu sensitif dan kritis yang dihadapi oleh pemangku kepentingan pendidikan khususnya siswa dan orangtua. Karena itu, tantangan mendasar bagi Komite Sekolah adalah merumuskan isu-isu sensitif dan kritis untuk masukan kebijakan sekolah sehingga dengan demikian kebijakan sekolah dapat diwarnai oleh Komite Sekolah. Selain itu, perhatian, komunikasi, dan kekompakan para pengurus Komite Sekolah perlu ditingkatkan dan diperkuat sehingga Komite Sekolah nyata-nyata menjadi organisasi yang hidup, berdenyut, dan beraktivitas, tidak seperti pepatah:bagai teratak tumbuh di batu, hidup enggan mati tak mau. Selanjutnya, agar ruang atau lapangan aktualisasi peran dan fungsi Komite Sekolah terbuka dan tersedia, diperlukan niat-baik dan kesediaan berbagai kalangan yang berurusan dengan pengelolaan sekolah untuk benar-benar mewujudkan otonomi sekolah di samping diperlukan juga perjuangan Komite Sekolah untuk merebut ruang aktualisasi peran dan fungsinya. Tanpa kesediaan, kemauan, dan ketaatan pada kesepatan untuk

mengejawantahkan otonomi sekolah, peran dan fungsi Komite Sekolah juga sulit teraktualisasi.

You might also like