You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit yang banyak menarik perhatian dewasa ini. Penyakit ini dikenal pertama kali pada tahun 1981 pada 5 orang homoseksual di Amerika Serikat. Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983. Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara didunia (pandemi), termasuk diantaranya Indonesia. Hingga November 1996 diperkirakan telah terdapat sebanyak 8.400.000 kasus didunia yang terdiri dari 6,7 juta orang dewasa dan 1,7 juta anak-anak. Di Indonesia berdasarkan data-data yang bersumber dari Direktorat Jenderal P2M dan PLP Departemen Kesehatan RI sampai dengan 1 Mei 1998 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23 propinsi di Indonesia. (Fadizah, 2004). Data jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pada dasarnya bukanlah merupakan gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini berlaku teori Gunung Es dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang semestinya. Untuk itu WHO mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV yang belum diketahui. Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak negara. Dikatakan pula bahwa epidemi yang terjadi tidak saja mengenai penyakit (AIDS ), virus (HIV) tetapi juga reaksi/dampak negatif berbagai bidang seperti kesehatan, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan demografi. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan. Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4. Molekul ini merupakan reseptor dengan afinitas paling tinggi terhadap protein selubung virus. Untuk mekanisme patogenesis lebih jauh akan dijelaskan dalam makalah ini. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan patogenesis virus HIV? 2. Bagaimana mekanisme patogenesis virus HIV?

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian HIV/AIDS AIDS merupakan sekumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi akibat infeksi virus HIV (Human Imunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.5. Lima tahun setelah itu yaitu pada tahun 1986 baru diketahui bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus, yang ditandai dengan adanya penekanan sistem imunitas tubuh dengan beberapa manifestasi klinis, seperti infeksi oportunistik, keganasan dan menurunnya fungsi sistem saraf pusat. Infeksi virus ini sangat berpengaruh terhadap sistem imunitas, terutama imunitas seluler yang dipengaruhi oleh sel limfosit T CD4+. HIV adalah sejenis virus retrovirus RNA. Sel target virus ini terutama sel limfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus yang disebut CD4. Didalam sel limfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian, virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. (Miller, 2004) Beberapa cara penularan virus HIV adalah sebagai berikut: Transmisi seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual. Transmisi non seksual, meliputi transmisi parenteral dengan penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lain yang telah terkontaminasi serta berasal dari produk darah. Transmisi transplasental.6

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Teoritis Upaya perolehan data dari penelitian ini dilakukan dengan tinjauan antara lain: Buku buku referensi Perpustakaan Internet B. Desain Penelitian Untuk melakukan kegiatan penelitian ini dilaksanakan 3 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data. 1. Tahap persiapan Memilih informasi yang dibutuhkan 2. Tahap pelaksanaan Mencari data data dari buku referensi Mencari data data dari internet 3. Tahap pengolahan data Mengevaluasi data yang diperoleh Membahas dan mengkaji seluruh data Menyaji data dalam bentuk makalah C. Teknik pengumpulan Data Untuk mendapatkan dan pengolahan data dalam penulisan ini digunakan metode deduksi.

BAB IV PEMBAHASAN Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human lmmunodeficiency Virus (HIV) . Human lmmunodeficiency virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikal yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit karenanya mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel lymfosit virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap , infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat di tularkan selama hidup penderita tersebut. Padahal, genetika orang yang terinfeksi memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal terhadap beberapa galur HIV. Contohnya adalah orang dengan mutasi CCR5-32 (delesi 32 nukleotida pada gen penyandi reseptor chemokine CCR5 yang mempengaruhi fungsi sel T) yang kebal terhadap beberapa galur HIV. HIV bervariasi secara genetik dan memiliki berbagai galur atau bentuk yang berbeda dan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda (Wikipedia,2008). Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelope). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic acid). enzim reverse transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus yang sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidihkan sinar matahari dan sudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosjt, makrofag,(gambar. 2) dan sel gelia jaringan otak. Retrovirus lain yang juga menyebabkan sindrome menurunnya sistem kekebalan tubuh seperti yang disebabkan oleh HIV (HIV-I) telah diisolasi dari penderita dengan gejala seperti AIDS di Afrika barat oleh Montagnier dan kawan-kawan yang kemudian dinamakan HIV-2 virus HIV-2 mempunyai perbedaan dengan HIV-I, baik genetik maupun antigenetik. Virus AIDS (HIV) dapat menghindar bahkan mampu melumpuhkan sistem kekebalan tubuh (immune system), yaitu sistem pertahanan tubuh yang selalu timbul bila tubuh dimasuki benda asing. Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus.RNA dari HIV mulai membentuk DNA dalam struktur yang belum sempurna, disebut proviral DNA, yang akan berintegrasi dengan genome sel induk secara

laten (lama). Karna DNA dari HIV bergabung/integrasi dengan genome sel induknya (limfosit T helper) maka setiap kali sel induk berkembang biak, genom HIV tersebut selalu. ikut memperbanyak diri dan akan tetap dibawa oleh sel induk ke generasi berikutnya. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa sekali mendapat infeksi virus AIDS maka orang tersebut selama hidupnya akan terus terinfeksi virus, sampai suatu saat (bagian LTR) mampu membuat kode dari messenger RNA (cetakan pembuat gen) dan mulai menjalankan proses pengembangan partikel virus AIDS generasi baru yang mampu ke luar dan sel induk dan mulai menyerang sel tubuh lainnya untuk menimbulkan gejala umum penyakit AIDS (full blown). Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut, dimulai dengan masa induksi (window period), yaitu penderita masih tampak sehat, dan hasil pemeriksaan darah juga masih negatif, Setelah 23 bulan,perjalanan penyakit dilanjutkan dengan masa inkubasi, yaitu penderita masih tampak sehat, tetapi kalau darah penderita kebetulan diperiksa (test ELISA dan Western Blot) maka hasilnya sudah positif. Lama masa inkubasi bisa 510 tahun tergantung umur (bayi lebih cepat) dan cars penularan penyakit (lewat transfusi atau hubungan seks). Kemudian penderita masuk ke masa gejala klinik berupa ARC (AIDS Related Complex) seperti misalnya : penurunan berat badan, diare) dan akhirnya dilanjutkan dengan gejala AIDS dimana mudah mendapat infeksi oportunistik (gambar. 3) (yaitu suatu kondisi di mana tubuh dapat menderita suatu infeksi oleh kuman yang normalnya tidak menyebabkan penyakit, misalnya Pneumocystis carinii, jamur) atau bertambah beratnya suatu penyakit yang semula hanya ringan saja (tbc). Sehingga pada permulaan penyakit penderita AIDS sulit didiagnosis secara Minis, bahkan dapat meninggal tanpa diketahui penyakitnya. (Fazidah agustina siregar, 2004)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis. B. Saran Penyebaran HIV/AIDS berlangsung secara cepat dan mungkin sekarang sudah ada disekitar kita. Sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS, bahkan penyakit yang saat ini belum bisa dicegah dengan vaksin. Untuk itu kita harus berperilaku sehat dan bertanggung jawab serta senantiasa memegang teguh ajaran agama, maka kemungkinan besar kita akan terbebas dari bahaya HIV/AIDS.

BAB VI DAFTAR PUSTAKA Djoerban Z & Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006.182-9. Ghoufari et al. HIV-1 associated Dementia: symptom and causes.J Retrovirology 2006. http://www.biomed.com John RM. A, B, Cs of Brain Tumors- From their Biology to their treatment. http://www.brainsurgery.com. Komaludin MT. Abses Otak. Cermin Dunia Kedokteran 1993. Vol 89:25-29. Manji, Miller. The Neurology of HIV Infection. J Neural Neurosurg Psychiatry 2004. http://www.jnpp.bmj.com Mardjono, M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 1996. Saanin S. Tumor Intra Kranial. http://www.neurosurgery.com Siregar, Fadizah A. 2004. Pengenalan dan Pencegahan AIDS. Digitized by USU digital library Verma, A. Infections of The Nervous System, Neurological Manifestations of Human Imunodeficiency Virus Infection in Adults. In Neurology in Clinical Practice, fifth edition. Bradley et al (editor). Boston: Butterworth. 2000; 1529-41.

You might also like