You are on page 1of 27

Pengertian pemarintahan presidensial dan pemerintahan parlementer?

pengertian pemarintahan presidensial dan pemerintahan parlementer di indonesia

5 bulan lalu

Lapor Penyalahgunaan

by Baskoro Anggota sejak: 05 Oktober 2007 Total poin: 1423 (Level 3)


Tambahkan ke Kontak Saya Blokir Pengguna

Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak


Presidensil adalah : Sistem pemerintahan, dimana semua menteri bertanggung jawab kepada Presiden. Dapat dikatakan bahwa wewenang penuh dalam aktivitas pemerintahan dipegang oleh Presiden. Sedangkan parlementer : Sistem pemerintahan, dimana semua menteri bertanggung jawab kepada parlemen (DPR/MPR). Pada sistem ini, pemegang wewenang penuh dalam aktivitas pemerintahan adalah Perdanan mentri. Sedangkan Presiden atau Raja dapat dikatakan hanya sebagai Simbol (seperti di Indonesia waktu RIS, Presidennya Soekarno dan Perdana Menterinya Syahrir)

pemerintahan presidential adalah sistem pemerintahan suatu negara dimana dewan menteri bertanggung jawab penuh kepada presiden, sedangkan pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan suatu negara dimana dewan menteri bertnggung jawab kepada parlemen

saya mau tanya,,, 1. apa kelebihan sistem pemerintahan presidensial di indonesia? 2. apa kekurangannya? terima kasih

1 bulan lalu

Lapor Penyalahgunaan

by Chingoks... Anggota sejak: 14 Juni 2008 Total poin: 20343 (Level 6) Gambar Badge: Berkontribusi Dalam: Pemerintah Politik Lain-lain - Politik & Pemerintahan

Tambahkan ke Kontak Saya Blokir Pengguna

Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak


Bro, mo berbagi... Ciri-ciri dari sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai berikut. 1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis. 2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif. 3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen. 4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer. 5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat. 6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen. Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial: 1. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen. 2. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun. 3. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya. 4. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial: 1. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak. 2. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas. 3. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.

Apa persamaan dan perbedaan sistem presidensial dan parlementer?

1 bulan lalu

Lapor Penyalahgunaan

by Ve Anggota sejak: 06 Desember 2007 Total poin: 1414 (Level 3)


Tambahkan ke Kontak Saya Blokir Pengguna

Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Penanya


Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja. Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam

sebuah republik kepresidenan. Sistem presidensiil (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Ciri-ciri pemerintahan presidensiil yaitu: Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Kekuasan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat. Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasan eksekutif presiden bukan kepada kekuasaan legislatif. Presiden tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif. Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini.

. Sistem Pemerintahan Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata, sistem dan pemerintahan. Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, bagian tidak sehingga, hubungan baik, itu maka menimbulkan akan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bekerja dengan mempengaruhi keseluruhannya itu. (Carl J. Friedrich).

Sistem pemerintahan di dunia terbagi atas sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Pada umumnya, negara-negara di dunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan di atas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Bahkan, Inggris disebut sebagai mother of parliaments (induk parlementer), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang ideal dari sistem pemerintahan yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer. tetap Amerika dalam Dari Serikat juga sebagai pelopor dari dalam sistem sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang konsisten menjalankan dua negara prinsip-prinsip tersebut, pemerintahannya. kemudian

pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain di belahan dunia. 1. Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem parlementer adalah sebuah sistem permerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja. Sistem parlementer, terlahir dari adanya pertanggung jawaban

menteri. Seperti halnya yang terjadi di Inggris, di mana seorang raja tak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong), maka jika terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat, menterilah yang

bertanggung jawab terhadap segala tindakan raja. Sebagai contoh, Thomas Wentworth salah seorang menteri pada masa Raja Karel I dituduh melakukan tindak pidana oleh majelis rendah. Kemudian karena terbukti, menteri tersebut dijatuhi hukuman mati oleh majelis tinggi. Dari pertanggung jawaban pidana ini, kemudian lahir pertanggung jawaban politik, di mana para menteri harus bertanggung jawab atas seluruh sejarah kebijaksanaan pemerintah dapatlah terhadap parlemen. bahwa Sistem sistem parlemen telah terjadi sejak permulaan abad ke-18 di Inggris. Dari ketatanegaraan, dikatakan, parlementer ini adalah kelanjutan dari bentuk negara Monarchi Konstitusionil, di mana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Karena itu di dalam Inggris, sistem raja parlementer, di raja atau dan ratu dan presiden, di India. kedudukannya adalah sebagai kepala negara. Contoh kedudukan ratu Muangthai presiden Selanjutnya yang disebut eksekutif dalam sistem parlementer adalah kabinet itu sendiri. Kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan menteri-menteri, bertanggung jawab sendiri satau bersama-sama kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan oleh kabinet tidak dapat melibatkan kepala negara. Karena itulah di Inggris dikenal istilah the king can do no wrong. Pertanggung jawaban menteri kepada parlemen tersebut dapat berakibat kabinet meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat kepada kepala negara manakala parlemen tidak lagi mempercayai kabinet. Sebagai catatan, bahwa dalam pemerintahan kabinet parlementer, perlu dicapai adanya keseimbangan melalui mayoritas partai untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri. Kalau tidak, maka dibentuk suatu kabinet koalisi berdasarkan kerjasama antara beberapa partai yang bersama-sama mencapai mayoritas dalam badan legislatif. Beberapa negara, seperti Negera Belanda dan negara-negara Skandinavia, pada umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan, sekalipun tidak dapat dielakkan suatu dualisme antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat a. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer

Beberapa ciri dari sistem pemerintahan parlementer, adalah sebagai berikut : 1) Raja/ratu atau presiden adalah sebagai kepala negara. Kepala negara ini tak bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet.

2) Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Kepala negara tak memiliki kekuasaan kedaulatan pemerintahan. dan Ia hanya berperan keutuhan sebagai simbol negara.

3) Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih lansung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.

4) Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut sebagai eksekutif di sini adalah kabinet. Kabinet harus meletakkan atau mengembalikan mandatnya kepada kepala negara, manakala parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri tertentu atau seluruh menteri.

5) Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai perdana menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan pemilu. Sedangkan partai politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi.

6) Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari parlemen.

7) Apabila terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan kepala negara beranggapan kabinet berada dalam pihak yang benar, maka

kepala negara akan membubarkan parlemen. Dan menjadi tanggung jawab kabinet untuk melaksanakan pemilu dalam tempo 30 hari setelah pembubaran itu. Sebagai akibatnya, apabila partai politik yang menguasai parlemen menang dalam pemilu tersebut, maka kabinet akan terus memerintah. Sebaliknya, apabila partai oposisi yang memenangkan pemilu, maka dengan sendirinya kabinet mengembalikan mandatnya dan partai politik yang menang akan membentuk kabinet baru. Dalam hal terjadinya suatu krisis kabinet karena kabinet tidak lagi memperoleh dukungan dari mayorits badan legislatif, kadang-kadang dialami kesukaran untuk membentuk suatu kabinet baru, oleh karena pandangan masing-masing partai tidak dapat dipertemukan. Dalam keadaan semacam ini terpaksa dibentuk suatu kabinet ekstraparlementer, yaitu suatu kabinet yang dibentuk tanpa formateur kabinet merasa terikat pada konstelasi kekuatan politik dalam badan legislatif. Dengan demikian bagi formateur kabinet cukup peluang untuk

menunjuki menteri berdasarkan keahlian yang diperlukan tanpa menghiraukan apakah dia mempunyai dukungan partai. Kalaupun ada menteri yang merupakan anggota pertai, maka secara formil dia tidak mewakili partainya. Biasanya suatu kabinet ekstra-parlementer yang bersifat mempunyai program kerja yang terbatas dan mengikat diri untuk menangguhkan fundamental. b. Kelebihan dan kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer 1. Kelebihan a. Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan legislatif dan eksekutif berada pada satu partai atau koalisi partai. b. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pemecahan masalah-masalah

publik sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam

jelas menjalankan

c. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet pemerintahan. 2. Kekurangan a. Kedudukan badan eksekutif/kabinet oleh sangat tergantung pada

mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan parlementer

b. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tak bisa ditentikan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktuwaktu kabinet dapat bubar

c. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal ini terjadi bila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal darin partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar di parlemen dan partai, anggota kabinet pun dapat menguasai parlemen

d. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya. 2. Sistem Pemerintahan Presidensial Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan eksekutif tak tergantung pada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, seorang presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka itu hanya bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet itu tak tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat, maka menteri-pun tak bisa diberhentikan olehnya.

Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang mempertahankan ajaran Montesquieu, di mana kedudukan tiga kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif dan legislatif, terpisah satu sama lain secara tajam dan saling menguji serta saling mengadakan perimbangan (check and balance). Kekuasaan membuat undang-undang ada di tangan congress, sedangkan presiden mempunyai hak veto terhadap undangundang yang sudah dibuat itu. Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan pemimpin-pemimpin departemen, yaitu para menteri yang tidak bertanggung jawab pada parlemen. Karena presiden dipilih oleh rakyat, maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab kepada rakyat. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman menjadi tanggung jawab Supreme Court (Mahkamah Agung), dan kekuasaan legislatif berada di tangan DPR atau Konggres sistem (Senat dan Parlemen di Amerika). Trias Dalam Politika Praktiknya, presidensial menerapkan teori

Montesqueu secara murni melalui pemisahan kekuasaaan (Separation of Power ). Contohnya adalah Amerika dengan Chek and Balance. Sedangkan yang diterapkan di Indonesia adalah pembagian kekuasaan (Distribution of Power). a. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensial 1) Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan/majelis 2) Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet

bertanggung jawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif

3) Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak dipilih oleh parlemen

4) Presiden tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem

parlementer 5) Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai lembaga perwakilan. Anggotanya pun dipilih oleh rakyat

6) Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen b. Kelebihan 1. dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial Kelebihan

a. Badan eksekutif lebih stabil kedudu-kannya karena tidak tergantung pada parlemen

b. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan presiden Amerika Serikat adalah 4 tahun dan presiden Indonesia selama 5 tahun

c. Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya

d. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri 2. Kekurangan a. Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat b. Sistem menciptakan pertanggung kekuasaan jawabannya kurang mutlak jelas

c. Pembuatan keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawarmenawar antara eksekutif dengan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.

Menyadari

adanya

kelemahan

dari

masing-masing

sistem dan atau

pemerintahan, dimaksudkan

negara-negara pun agar kelemahan

berusaha memperbaharui tersebut dapat dicegah

berupaya mengkombinasikan dalam sistem pemerintahannya Hal ini dikendalikan. Misalnya, di Amerika Serikat yang menggunakan sistem presidensial, maka untuk mencegah kekuasaan presiden yang besar, diadakanlah mekanisme cheks and balance, terutama antara eksekutif dan legislatif.

Menurut Rod Hague, pada sistem pemerintahan presidensial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu :

1) Presiden yang dipilih rakyat, menjalankan pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.

2) Masa jabatan yang tetap bagi presiden dan dewan perwakilan, keduanya tidak bisa saling menjatuhkan (menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang).

3) Tidak ada keanggotaan yang tumpang tindih antara eksekutif dan legislatif

Apa sistem pemerintahan di amerika dan inggris?


ini tugas sekolah, bikin pusing... plis, bantu ya.. thanks.

5 hari lalu - 19 jam tersisa untuk voting

Lapor Penyalahgunaan

0 bintang - tandai ini sebagai Pertanyaan Menarik!

Siapa yang menilainya menarik


Jadilah orang pertama yang menandai pertanyaan ini sebagai pertanyaan yang menarik!

Email Simpan o Tambahkan ke Daftar Pantau pribadi o Simpan ke My Web o RSS

Jawaban (2)

Penjawab 1 Kalo gak parlementer, presidensil


o

5 hari lalu

Sign in untuk memberikan suara! 0 Penilaian: Jawaban Bagus 0 Penilaian: Jawaban Buruk Lapor Penyalahgunaan Penjawab 2
o o o

Klo di Amerika Sistem Presidensiil artinya Kepala Pemerintahan mempunyai hak membentuk Kabinet ( Menteri ) dan Kabinet bertanggung jawab kepada Presiden ( Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara )...Presiden bisa membubarkan Kabinet. Klo di Inggris Sistem Parlementer...artinya Kabinet ( Menteri ) dibentuk oleh Parlemen ( semacam DPR ) dan dipimpin oleh Perdana Menteri....Kabinet bertanggung jawab kepada Parlemen ....Perdana Menteri tdk bisa membubarkan Kabinet ( ttp Parlemen bisa membubarkan kabinet ).....biasanya Perdana Menteri berasal dari partai yg mempunyai kursi terbanyak di Parlemen .....( Kepala Pemerintahannya Perdana Menteri.. tapi Kepala Negaranya Ratu Elzabeth II ).....
o

5 hari lalu

Sistem Parlementer versus Sistem Presidensial, Beberapa Pemikiran


Oleh Harun Alrasid Dari perspektif sejarah adalah menarik bahwa sistem parlementer yang berlaku di Inggris tidak dianut di Amerika Serikat yang nota bene adalah bekas tanah jajahan (koloni) Inggris. Amerika Serikat memakai sistem presidensial. Begitu pula Indonesia sebagai bekas tanah jajahan Belanda tidak menganut sistem pemerintahan yang berlaku di negara yang menjajahnya, yaitu sistem parlementer. UUD 1945 memakai sistem presidensial. Apakah sebabnya? Menurut pendapat saya karena baik Inggris maupun Belanda menempatkan raja/ratu sebagai Kepala Negara (Head of State) sebagai lambang persatuan dan kesatuan yang tidak bisa berbuat salah (The King/Queen can do no wrong) sedangkan yang bertanggung jawab mengenai kebijakan pemerintahan ialah Perdana Menteri (serta para Menteri) sebagai Kepala Pemerintah (Head of Government). Dengan kelebihan suara yang menyolok, dari 63 orang anggota Dokuritsu Zyumbi Cho Sakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) yang hadir pada waktu pemungutan suara, sebanyak 55 orang memilih bentuk republik yang dikepalai oleh seorang presiden dan sistem pemerintahan yang dianut ialah sistem presidensial. Namun perlu dicatat bahwa belum sampai tiga bulan merdeka kita meninggalkan sistem presidensial dan menggantinya dengan sistem parlementer dengan dibentuknya kabinet Sjahrir yang pertama pada tanggal 14 November 1945. Memang benar menjelang berakhirnya Republik Pertama pada tanggal 27 Desember 1949 terjadi tiga kali selingan dipakainya sistem presidensial, namun hal ini merupakan exception to the rule. Selama Republik Kedua (27 Desember 1949-17 Agustus 1950) dan Republik Ketiga (17 Agustus 1950-5 Juli 1959), UUD 1949 dan UUD 1959 memakai sistem parlementer. Selama Republik Keempat (5 Juli 1959 sekarang) yaitu dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, kita kembali memakai sistem presidensial. Adalah menarik untuk disadari bahwa dengan berlakunya kembali UUD 1945 muncul diktatordiktator. Memang UUD 1945 yang disusun dalam Perang Dunia Kedua itu secara sadar memakai sistem concentration of power and responsibility

upon the President (pemusatan kekuasaan dan tanggung jawab pada Presiden). Apakah yang dimaksud dengan sistem hubungan antara pemerintah dan badan yang mewakili rakyat (Parlemen/DPR) di mana Menteri tidak bertanggung jawab kepada raja/ratu tetapi bertanggung jawab kepada parlemen. Pemerintah (kabinet) sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh parlemen dengan mengeluarkan mosi tidak percaya (mencapai mayoritas suara) sehingga akibatnya Perdana Menteri mengembalikan mandatnya kepada raja/ratu yang akan menunjuk formatur untuk membentuk kabinet baru (biasanya disebut dengan nama sang Perdana Menteri). Inilah yang lazim terjadi. Namun bisa juga terjadi alternatif lain. Bukannya kabinet yang jatuh tetapi parlemen yang dibubarkan oleh Kepala Negara jika dinilainya tidak menyuarakan kemauan rakyat, dengan perkataan lain tidak representatif lagi. Tetapi syaratnya harus disusul dengan pemilihan umum untuk membentuk parlemen baru. Apabila ternyata sikap parlemen baru sama saja dengan parlemen yang lama, maka Kepala Negara tidak boleh membubarkan parlemen untuk kedua kalinya. Jadi, kabinetlah yang harus jatuh. Batas masa kerja kabinet ialah antara dua pemilihan umum. Contoh konkret ialah Kabinet John Howard (koalisi Partai Liberal dan Partai Nasional) yang memenangkan Pemilu 1998, meskipun Juara I ialah Partai Buruh. Jika dalam Pemilu 2001 Partai Buruh berhasil mencapai mayoritas suara di parlemen (House of Representatives), yaitu 75 kursi dari 148 kursi, maka Partai Buruh-lah yang mendapat giliran untuk memerintah selama tiga tahun mendatang atau pemilu berikutnya, sebab tidak tertutup kemungkinan terjadi pemilu yang dipercepat (early election). Berbeda dengan sistem (pemerintahan) presidensial di mana Pemerintah (yaitu Presiden) tidak dapat dijatuhkan dengan mosi tidak percaya dari parlemen. Selama masa jabatan Presiden (di Amerika 4 tahun, di Indonesia 5 tahun, di Filipina 6 tahun) dia dapat memerintah dengan relatif aman (stabil). Memang betul terdapat aturan main yang memungkinkan Presiden dijatuhkan dalam masa jabatannya (removal from office) seperti di Amerika dan Filipina, yaitu melalui lembaga impeachment, namun dalam prakteknya betul ada satu Presiden pun yang jatuh karena hasil

impeachment. Satu-satunya kasus impeachment yang pernah terjadi di Amerika ialah terhadapPresiden Andrew Johnson (1865) namun pemungutan suara di Senat tidak mencapai kuorum. Sedangkan jatuhnya Presiden Estrada bukan karena hasil proses impeachment tetapi karena dorongan peoples power. Di Indonesia, menurut UUD 1945, tidak terdapat aturan main yang memungkinkan jatuhnya Presiden. Pertanyaan yang muncul akhir-akhir ini ialah sistem pemerintahan manakah yang cocok untuk negara kita? Menurut pendapat saya yang cocok untuk Indonesia ialah sistem presidensial, dengan catatan bahwa sistem kepartaian harus mengalami persesuaian. Pada Pemilu 2004 nanti ada enam partai politik yang berhak ikut pemilihan umum, yaitu PDI-P, Partai Golkar, PPP, PKB, PAN dan PBB. Yang menjadi pertanyaan ialah apakah jumlah kursi DPR yang harus diraih (electoral threshold) masih tetap 2 (dua) persen atau 10 kursi. Dalam rangka untuk mencapai penyederhanaan kepartaian yang pernah dilakukan oleh Presiden Soekarno, saya menyarankan agar electoral threshold dinaikkan dari 2% menjadi 10%. Ini berarti partai pemenang pemilu harus meraih minimal 50 kursi. Diharapkan Pemilu 2004 akan menghasilkan empat besar (Big Four) seperti pada Pemilu 1955. Selanjutnya menjelang Pemilu 2009 UU Pemilu diubah lagi, yaitu electoral threshold dinaikkan dari 10% menjadi 20%. Ini berarti setiap partai harus meraih minimal 100 kursi. Diharapkan Pemilu 2009 akan menghasilkan Tiga Besar atau Dua Besar. Alhasil, lambat laun sistem multipartai akan berganti dengan sistem dua atau tiga partai, yaitu jumlah partai yang ideal untuk suatu sistem presidensial. Kalau tahap ini sudah tercapai, barulah kita memakai sistem pemilihan presiden secara langsung. Bagaimana pun, dalil saya ialah sistem presidensial inheren dengan sistem dua/tiga partai. Namun prosesnya harus alamiah, dengan perkataan lain, tidak dipaksakan dari atas seperti pada masa Orde Baru. Penulis adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia

Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja. Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan. Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini. Dalam sistem parlementer terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif. Setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen. Dengan demikian, kebijaksanaan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari yang dikehendaki oleh parlemen. Sebagai konsekuensi lebih lanjut, kabinet harus mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya kepada parlemen. Eksekutif dalam sitem parlementer adalah kabinet, terdiri dari perdana menteri dan menterimenteri yang bertanggung jawab sendiri atau bersama-sama kepada parlemen. Perlu ditegaskan, dalam sistem parlementer terdapat pemisahan tegas antara kepala negara (raja, ratu, presiden) dan kepala pemerintahan (perdana menteri). Karena itu, kesalahan yang dilakukan oleh kabinet tidak dapat melibatkan kepala negara (The king can do no wrong). Pertanggungjawaban menteri kepada parlemen, bila tidak dapat diterima dan parlemen tidak mempercayai kabinet lagi, dapat berakibat cabinet meletakkan jabatan. Dengan demikian, kabinet harus mengembalikan mandatnya kepada negara.

Hubungan parlemen dan eksekutif akan bersifat sangat mempengaruhi. Mengingat posisi politik parlemen terhadap eksekutif sebagaimana dikatakan di atas, maka pertanggungjawaban eksekutif (presiden) terhadap parlemen (MPR) akan menjadi suatu yang bersifat nyata yang sewaktu-waktu dapat diminta oleh parlemen. Hal ini akan terjadi jika kebijaksanaan eksekutif dirasakan oleh parlemen telah menyimpang dari yang telah digariskan. Keadaan inilah yang dimaksudkan dengan meningkatnya bobot parlementer dalam sistem pemerintahan kita. Karena memang secara konstitusional parlemen (MPR) dapat mengadakan sidang setiap waktu. Ini sesuai dengan pasal 2 ayat (2) UUD '45 yang menyatakan: "Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun", dan bukan hanya sekali dalam lima tahun. Ciri- ciri sistem pemerintahan parlementer : 1. Memiliki seorang presiden dan seorang perdana mentri 2. Presiden dan Perdana Mentri berwenang terhadap jalannya pemerintahan 3. Tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislative 4. Eksekutif dalam sitem parlementer adalah kabinet 5. Perdana menteri diangkat parlemen 6. Kedudukan presiden rangkap sebagai kepala negara dan kepal a pemerintahan 7. Pembentuk cabinet adalah parlemen 8. Pertanggungjawaban cabinet langsung ke parlemen 9. Pengaruh parlemen ke pemerintahan sangat mutlak 10. DPR sebagai lembaga legislative Sistem Pemerintahan Bangsa Indonesia dan dasar hukumnya Bahwa sistem pemerintahan Indonesia, walaupun dipimpin seorang Presiden, tidaklah dapat sepenuhnya dikatakan menganut system Presidensil. Karena beberapa ciri parlementer juga melekat dalam hubungan Presiden dengan Parlemen. Sistem pemerintahan Indonesia di bawah Undang-undang Dasar 1945 (UUD '45). Dengan demikian, jika pencalonan presiden/wapres berlangsung seperti disebut di atas, maka diperkirakan di masa depan bobot parlementer dalam sistem pemerintahan akan meningkat. Karena dengan cara itu, di masa depan Parlemen akan menjadi lebih kuat, dan hubungannya dengan eksekutif akan bersifat sangat mempengaruhi. Jika kita lihat dari Pasal 4 dan 17 Undang-undang Dasar 1945 sebelum/setelah perubahan, ditunjukkan bahwa Undang-undang Dasar 1945 menganut pemerintahan presidensial, yaitu presiden menjadi kepala eksekutif dan mengangkat serta memberhentikan para menteri yang bertanggungjawab kepadanya. Namun jika dilihat dari Pasal 5 ayat (1) sebelum/setelah perubahan dalam hubungannya dengan Pasal 21 sebelum/setelah perubahan, maka terlihat bahwa Undang-undang Dasar 1945 sebelum/setelah perubahan tidak menganut sistem pemerintahan presidensial sepenuhnya, karena menurut pasal-pasal

tersebut di atas, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sama-sama berhak untuk mengajukan rancangan undang-undang yang menunjukkan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia bukan merupakan pelaksanaan dari ajaran trias politika. Pertanggungjawaban presiden kepada MPR mengandung ciri-ciri parlementer dan juga kedudukan presiden sebagai mandataris pelaksana GBHN menunjukkan supremasi dari majelis (parliamentary supremacy) yang melambangkan sifat dari lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang tidak habis kekuasaannya dibagi-bagikan kepada lembaga-lembaga negara yang ada dibawahnya. Karena itu majelis berwenang mengangkat dan mengesahkan suatu pemerintah (eksekutif) dan sekaligus memberhentikan pemerintah yang diangkatnya itu, jika ia gagal atau tidak mampu lagi dalam melaksanakan kehendak rakyat melalui majelis. Sehingga berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 UUD 1945 sebelum perubahan, sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial, karena presiden adalah eksekutif, sedangkan menteri-menteri adalah pembantu presiden. Dilihat dari sudut pertanggungjawaban presiden kepada MPR, berarti eksekutif dapat dijatuhkan oleh lembaga negara lainkepada siapa presiden bertanggungjawab maka sistem pemerintahan di bawah UUD 1945 sebelum perubahan dapat disebut sebagai quasi presidensial. Keunggulan dan kelemahan model parlementer Keunggulan : 1. Pengaruh rakyat terhadap politik negara sangat besar 2. Pemerintah akan bekerja lebih professional agar tidak dijatuhkan oleh parlemen 3. Model ini prinsip-prinsip demokrasi benar-benar dapat dilaksanakan dengan baik Kelemahan : 1. Kondisi negara labil sehingga pembangunan bisa terganggu 2. Sering jatuh bagunnya cabinet karena mosi tidak percaya parlemen memicu terjadinya krisis kabinet 3. Sering terjadi protes dari rakyat sehingga situasinya cenderung lebih rawan Praktek sistem pemerintahan Parlementer Bagi negara-negara penganut Parlementer umumnya mengikuti 2 type yaitu model Inggris dan non inggris/eropa barat yang biasanya mengadopsi model Spanyol dan Jerman. Secara umum perbedaannya sebagai berikut : Model Inggris 1. Lebih mementingkan perdebatan formal dan serius di parlemen. 2. Menekankan pentingnya sidang paripurna parlemen dibanding sidang komisi

3. Anggota parlemen dipilih langsung dalam pemilu Model eropa barat (Spanyol-Jerman) 1. Perdebatan lebih moderat, menekankan pentingnya lobi diluar sidang resmi 2. Lebih menekankan sidang komisi dimana terjadi perdebatan mengenai isu kebijakan-kebijakan tertentu. Sidang paripurna kurang diberi tempat 3. Anggota parlemen dipilih berdasarkan daftar yang disodorkan partai politik. Rakyat memilih parpol dan parpol akan menentukan wakilnya berdasar urutan nama calon yang sudah ditentukan sebelumnya Model parlementer dianut juga oleh Swedia (sejak 1975), Republik Rakyat Cina (sejak 1982), Jepang (sejak 1945) Model presidensial dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah. Perbedaan Presidensial dengan Parlementer Dalam mempelajari sistem pemerintahan terkait dengan lembaga eksekutif, ada dua sistem besar yang dipakai di dunia, yaitu sistem pemerintah parlementer dan sistem pemerintah presidensial. Perbedaan utama dari sistem ini adalah kepala pemerintahan, dimana sstem presidensial dipimpin oleh seorang presiden, sementara system parlementer dipimpin oleh seorang perdana menteri. Disamping itu, masih juga terdapat perbedaan-perbedaan lain seperti dapat dilihat dibawah ini: Perbandingan Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial Parlementer Presiden atau Raja Perdana Menteri Berasal dari Parlemen dan disetujui oleh Perdana Menteri Parlementer Ya Ya Tidak Kadang-kadang Parlemen Presidensial Presiden Presiden Merupakan Pembantu Presiden Presidensial Tidak Tidak Ya Tidak Tidak ada

Kepala Negara Kepala Pemerintahan Eksekutif/Kabinet

Eksekutif anggota parlemen? Eksekutif bisa membuabarkan parlemen? Masa Jabatan Eksekutif Tertentu? Parlemen Mengawasi Eksekutif? Pusat Kekuasaan

Parlemen Mengatur Urusannya sendiri

Tidak

Ya

Beberapa negara di dunia tidak menerapkan system presidensial ataupun parlementer secara kaku, tetapi terkadang berupa variasi di antara keduanya. Hal lain yang bisa dipelajari dari system ini adalah: Syarat-syarat negara Presidensial yang stabil 1. Presiden harus dipilih langsung oleh rakyat 2. Presiden harus dipilih untuk masa jabatan tertentu 3. Presiden tidak bisa membubarkan atau mengurangi kekuasaan parlemen Penyebab kegagalan pemerintahan presidensial 1. Munculnya Demokrasi Caesarisme (eksekutif sangat berkuasa dan legislatif lemah) 2. Militer memperoleh kekuasaan politik 3. Eksekutif bisa mengatur suara dari parlemen Penyebab kegagalan pemerintahan parlementer 1. Kepala negara memperoleh kekuasaan penuh 2. Parlemen bubar 3. Ada kekuatan di luar parlemen yang mengatur suara parlemen Sistem Yang Dianut Indonesia Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hamper semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itui tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antarpejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya

Menurut pendapat saya: Sistem parlementer membuat kepala pemerintahan diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Artinya, kepala pemerintahan mulai dari pusat sampai daerah akan diangkat oleh DPR dan DPRD. Artinya, jika sistem parlementer diberlakukan, akan muncul perubahan besar-besaran ketatanegaraan. Persoalan mendasar bangsa ini sebenarnya bukanlah sistem presidensiil atau parlementer, tapi adalah ketegasan dari Presiden sebagai pemimpin negara. sebenarnya sejak masa presiden Soekarno sampai Abdurrahman Wahid, berlaku sistem parlementer. Ini dibuktikan dengan berhasilnya parlemen menjatuhkan presiden. Jika Indonesia menginginkan pertumbuhan pembangunan demokrasi dan stabilitas ekonomi jadi lebih baik, sistem parlementer jalannya. Dari hasil riset di 139 negara, menunjukkan sistem parlementer lebih populer untuk pertumbuhan stabilitas ekonomi, demokrasi dan pembangunan. Meski sistem presidensil juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi, namun tetap masih kalah rendah dari sistem parlementer. Apalagi, dalam sistem presidensil sekarang ini, Presiden juga masih malu-malu menunjukkan kekuasaannya lebih kuat dari parlem

PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER ANTARA JEPANG DAN INGGRIS Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam sistem ini terdapat seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam hal ini presiden hanya menjadi simbol kepala negara sedangkan perdana menteri ditunjuk sebagai kepala pemerintahan. Parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif. JEPANG Jepun disebut Nippon atau Nihon dalam bahasa Jepang, yang berarti "negara matahari terbit" merujuk kepada kedudukan relatif Jepang di sebelah timur benua Asia. Periode kepemimpinan Jepang : Periode Tokugawa Bangsa yang pernah terlibat dalam perang saudara selama kurang lebih 100 tahun ( periode Sengoku /Warring States Period, 1467-1573 ) hampir merasakan persatuan pada masa Oda Nobunaga (1534-1582) dan Toyotomi Hideyoshi (1537-1598). Namun hal itu menjadi kenyataan saat Tokugawa Leyasu (15431616) berhasil mengalahkan pesaing-pesaingnya melalui suatu pertempuran di Sekigahara. Periode Meiji dan Taisho Periode terakhir Tokugawa diwarnai dengan perpecahan pendapat antara mereka yang ingin membuka negeri dan mereka yang ingin tetap mempertahankan politik menutup diri setelah rombongan Angkatan Laut Amerika Serikat dibawah pimpinan Komodor Matthew Perry berlabuh di Teluk Uraga pada 1853 dan menuntut Jepang agar membuka pelabuhan-pelabuhannya bagi perdagangan luar negeri. Perbedaan pendapat tersebut akhirnya dimenangkan oleh mereka yang ingin membuka diri. Hal ini terwujud dalam sebuah gerakan reformasi untuk mengembalikan Kaisar sebagai pemegang kekuasaan politik ( Restorasi Meiji ). Dalam periode ini kemajuan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, impor teknologi, dan angkatan bersenjata maju dengan pesat. Periode Meiji merupakan periode dimana Jepang sebagai negara Asia pertama yang memperkenalkan kehidupan berkonstitusi, yaitu dengan ditetapkannya Konstitusi Meiji pada 1889. konstitusi ini mengikuti model Konstitusi Prussia dimana kekuasaan tertinggi negara dinyatakan berada di tangan Kaisar dan bukan di tangan rakyat. Kekuasaan negara yang sangat besar pada periode Meiji menjadi lebih longgar pada masa Kaisar Taisho (1912-1926). Kehidupan politik berkembang sangat pesat sehingga periode ini disebut sebagai Taisho Democracy karena masyarakat memperoleh pengalaman dalam menyelenggarakan kehidupan demokrasi. Periode Showa

Pada periode ini terbagi menjadi dua periode, yaitu Early Showa (1926-1945) dan Later Showa (19451989). Early showa merupakan masa kemunduran kehidupan politik demokratis yang dirintis pada masa Taisho karena pihak militer ternyata mengeksploitasi kelemahan Konstitusi Meiji. Masa Later Showa merupakan masa dimana secara politik Jepang menjalankan praktek kehidupan demokrasi parlementer yang relatif stabil dan secara ekonomi berhasil membangun dirinya kembali dalam waktu yang relatif singkat. Periode Heisei Periode ini ditandai dengan pemerintahan yang kurang stabil setelah berakhirnya dominasi Liberal Democrtic Party (LDP). Konstitusi 1947 juga bahkan tidak luput dari usaha reformasi walaupun saat itu Jepang sedang diduduki Amerika Serikat. Sampai saat ini periode Heisei belum berakhir dan masih berlangsung hingga saat ini. Konstitusi (Undang-Undang Dasar) Jepang yang mulai berlaku pada tahun 1947, didasarkan pada tiga prinsip : kedaulatan rakyat, hormat terhadap hak-hak asasi manusia, dan penolakan perang. Konstitusi ini memberlakukan sistem pemerintahan berbentuk parlementer, dimana kekuasaan legislatif (Diet atau Parlemen), eksekutif (kabinet), dan yudikatif (pengadilan) terpisah dan bekerja dengan cara check and balance antara satu dengan lainnya. BADAN LEGISLATIF ( Parlemen Jepang, Diet - Kokkai atau Diet Nasional ) Parlemen Jepang merupakan organisasi tertinggi dalam kekuasaan (wewenang) negara, dan satu-satunya organ pembuat undang-undang.[1] Parlemen Jepang atau Diet Nasional terdiri dari dua kamar (majelis), yaitu majelis rendah (House of Representative) dan majelis tinggi (House of Concillors). Anggota kedua majelis adalah hasil pemilu dan menjadi wakil seluruh rakyat. Jumlah kursi yang tersedia sejak tahun 2000 untuk Majelis Rendah adalah 480, sedangkan untuk Majelis Tinggi adalah 247. Anggota dari Majelis Rendah dipilih berdasarkan sistem pemilihan distrik, yang disebut Sistem Distrik Menegah (Chusen Kyoku-Sei), dimana satu distrik diwakili 3-5 orang. Sedangkan anggota Majelis Tinggi dipilih melalui dua sistem cara yang berbeda, yaitu 100 orang dipilih berdasarkan sistem proporsional berimbang dan sisanya dipilih berdasarkan sistem distrik dari distrik pemilihan yang dibentuk pada 47 prefektur (semacam propinsi). Dalam konstitusi dinyatakan bahwa seseorang tidak diperbolehkan menjadi anggota dua majelis tersebut, atau dengan kata lain seseorang hanya diperbolehkan menjadi salah satu anggota majelis saja. Diantara kedua majelis ini, Majelis Rendah lebih tinggi kedudukannya terutama dalam masalah pembuatan RUU, pembuatan anggaran belanja negara, ratifikasi perjanjian luar negeri, dan penunjukan perdana Menteri, dimana dalam masalah ini Majelis Tinggi lebih berperan sebagai badan pertimbangan guna menjamin pembahasan secara mendalam. BADAN EKSEKUTIF ( Kabinet ) Pemerintahan di Jepang menganut sistem kabinet perlementer. Kekuasaan eksekutif berada di tangan kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan para menteri yang secara kolektif bertanggung jawab kepada Diet. Kedudukan dan tugas-tugas kabinet selain melakukan tugas administrasi adalah[2] : Mengurus hukum secara jujur, melaksanakan urusan-urusan Negara. Mengelola urusan-urusan Luar Negeri. Menyelesaikan perjanjian-perjanjian. Meskipun demikian, hal tersebut harus sebelumnya memperoleh,

[ [

atau tergantung pada keadaan, persetujuan kemudian dari Diet. Mengurus dinas-dinas sipil, sesuai dengan standar yang diadakan oleh undang-undang. Mempersiapkan anggaran belanja dan pendapatan Negara, dan mengajukan kepada Diet. Menyatakan berlakunya keputusan-keputusan kabinet. Memutuskan atas amnesti umum, amnesti khusus, pengurangan hukuman, menunda pelaksanaan hokum dan pemulihan hak-hak. BADAN YUDIKATIF ( Peradilan ) Kekuasaan yudikatif terletak di tangan Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan yang lebih rendah, seperti pengadilan tinggi, pengadilan distrik, dan pengadilan sumir. Mahkamah Agung terdiri dari Ketua Mahkamah Agung, dan 14 Hakim lainnya, semuanya ditunjuk oleh kabinet. Kebanyakan kasus ditangani oleh pengadilan distrik yang bersangkutan. Juga ada pengadilan sumir, yang menangani kasus seperti pelanggaran lalu-lintas, dll. KEDUDUKAN KAISAR Sesuai dengan Konstitusi 1947, kaisar adalah lambang negara dan persatuan rakyat. Kaisar hanya melakukan tugas sermonial yang tercantum dalam Konstitusi, seperti melantik Perdana Menteri serta Ketua Mahkamah Agung yang masing-masing ditunjuk oleh Diet dan Kabinet, serta atas nama rakyat melakukan tugas-tugas seperti mengumumkan undang-undang. KEDUDUKAN PERDANA MENTERI Perdana Menteri mengepalai kabinet. Perdana Menteri mempunyai kekuasaan seperti yang tercantum dalam Konstitusi, yaitu mengajukan rancangan undang-undang atas nama kabinet kepada parlemen, memilih dan memecat anggota-anggota kabinet termasuk di dalamnya menteri-menteri negara, selain itu juga memiliki wewenang untuk mengawasi berbagai macam cabang-cabang administrasi. INGGRIS Inggris adalah negara bagian terbesar dan terpadat penduduknya dari negara-negara bagian yang membentuk Persatuan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara (United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland). Inggris adalah negara yang berbentuk kerajaan. Kepala negara dijabat oleh Ratu dan kepala pemerintahan oleh Perdana Menteri. Dewan kerajaan berkembang menjadi parlemen Menyusul Perjanjian Persatuan pada tahun 1707, UU Parlemen kembar digolkan secara berturut-turut, Parlemen Inggris dan Parlemen Skotlandia membentuk Kerajaan Britania Raya yang baru dan membubarkan kedua perlemen itu, dengan menggantikannya dengan Parlemen Britania Raya yang berbasis di bekas tempat parlemen Inggris. PARLEMEN DAN INSTITUSI POLITIK Parlemen sebagai institusi politik telah berkembang ratusan tahun yang lalu. Selama periode tersebut terdapat dua dewan, yaitu dewan masyarakat umum (House of Commons) dan dewan kerajaan yang dimunculkan dan perimbangan kekuatan antara parlemen dan kerajaan berubah secara dramatis. Asal usul parlemen atau dewan kerajaan Kembali pada abad 12 dimana dewan kerajaan selain membahas tentang politik , pertimbangan serta perpajakan namun juga membahas tentang keikutsertaannya baron dan uskup. Dari waktu ke waktu, dewan

ini mengambil aturan lebih formal dan masing-masing perwakilan mewakili daerah atau propinsinya, ini merupakan awal dari bergabungnya masyarakat dalam parlemen. Pada abad 14, dewan umum dan dewan kerajaan telah berkembang. Dewan umum merupakan perwakilan daerah atau propinsi, kota maupun kota besar. Sedangkan dewan kerajaan mewakili kaum bangsawan dan alim ulama. PARLEMEN DAN KERAJAAN Pertentangan besar antara raja dan parlemen terjadi di masa pengganti James I, Charles I. House of Commons mengirimi Petition of Right, meminta mereka agar kembali memiliki hak, pada tahun 1628. Meski menyetujui petisi itu, sang raja kemudian menutup parlemen dan berkuasa tanpa mereka selama 11 tahun. Hanya setelah ada masalah keuangan sebagai akibat perang, ia terpaksa memanggil parlemen agar bisa mengatur perpajakan. Parlemen baru cukup suka melawan, sehingga raja menutup kembali setelah baru 3 minggu; ini disebut Parlemen Pendek. Namun, hal ini tak menolong raja dengan masalah keuangannya, sehingga ia sadar untuk memanggil kembali parlemen lain. Pertentangan untuk kekuasaan dengan raja menimbulkan Perang Saudara Inggris. Mereka yang mendukung parlemen disebut parlementarian atau 'Roundheads'. Pada tahun 1649, Charles dihukum mati oleh Rump Parliament dan digantikan oleh kediktatoran militer Oliver Cromwell. Namun, setelah kematian Cromwell, monarki dikembalikan pada tahun 1660. Menyusul Restorasi, penguasa setuju untuk memanggil parlemen secara berkala. Namun tiada jaminan jelas atas kebebasan parlemen hingga masa James II, penguasa Katolik tak populer, dipaksa meninggalkan negeri pada tahun 1688. Parlemen memutuskan bahwa ia telah meletakkan tahtanya, dan menawarkannya kepada puterindanya yang Protestan Mary, daripada puterandanya yang Katolik. Mary II berkuasa bersama suaminya William III.

ANALISIS Pemaparan data diatas menunjukkan asal usul, periode serta proses suatu sistem pemerintahan berkembang. Dalam analisis ini saya akan mencoba membandingkan sistem pemerintahan parlementer antara Jepang dan Inggris. Sebelumnya saya akan sedikit membahas mengenai sistem parlamenter itu sendiri, yang kemudian dilanjutkan oleh kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan kedua Negara tersebut Seperti kita tahu bahwa perlemen merupakan badan legislatif yang anggotanya terdiri atas wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu. Nama parlemen sendiri biasanya digunakan untuk lembaga DPR, MPR. Sistem parlementer sendiri merupakan sistem pemerintahan dimana terdapat seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang tentunya memiliki tugas dan wewenang yang berbeda satu sama lain. Dalam hal ini presiden hanya menjadi simbol kepala negara, sedangkan perdana menteri ditunjuk sebagai kepala pemerintahan. Pemerintahan Jepang menganut sistem kabinet parlementer, dimana kekuasaan eksekutif berada di tangan kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan para menteri yang secara kolektif bertanggung jawab terhadap Diet. Kelebihan sistem parlementer Jepang salah satunya dapat dilihat pada peluang yang cukup rata bagi wakil rakyat yang akan duduk di badan legislatif, yang notabene memiliki dua sistem majelis, yaitu sistem majelis rendah (House of Representative) dan sistem majelis tinggi (House of Concillors), dimana wakil rakyat yang telah mendapatkan kursi di salah satu majelis tidak dapat memperoleh kursi di majelis yang lain. Selain itu fungsi dan kedudukan kaisar serta perdana menteri benar-benar dijalankan tanpa ada kecurangan.

Meskipun konstitusi 1947 dibuat pada masa pendudukan Amerika Serikat, namun lembaga eksekutif Jepang tidak berbentuk sistem presidensiil model Amerika Serikat, melainkan model parlementer Inggris. Kelebihan lain dari sistem perlementer Jepang adalah pada saat kabinet harus mengundurkan diri apabila majelis rendah Diet mengeluarkan mosi tidak percaya atau menolak mosi percaya terhadap pemerintah, kecuali apabila majelis rendah dibubarkan dalam waktu 10 hari setelah diterimanya mosi itu. Saran dan persetujuan kabinet diperlukan untuk semua tindakan Kaisar. Hal itu menunjukan bahwa masing-masing lembaga mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Kekurangan sistem pemerintahan parlementer Jepang adalah dalam hal pemilihan perdana menteri. Dikatakan bahwa seorang perdana menteri boleh saja ditunjuk dari anggota kedua majelis (majelis rendah dan majelis tinggi), namun sampai saat ini belum pernah anggota majelis tinggi yang menjadi perdana menteri. Kekurangan sistem pemerintahan parlementer Inggris dapat dilihat salah satunya dari asal usul parlemen atau dewan kerajaan yang merupakan representasi dari kaum bangsawan dan alim ulama. Mengapa tidak ada dewan yang merupakan representasi dari kaum buruh atau setingkatnya. Kelebihan sistem parlementer Inggris adalah pada saat perjanjian hak asasi manusia disetujui tahun 1689, hal ini menghasilkan kekuasaan parlemen melebihi kekuasaan kerajaan. Parlemen bertanggung jawab dalam memberikan ataupun mencabut semua hukum. Disini dapat terlihat bahwa meskipun raja adalah seorang kepala negara tapi yang berhak mengatur pemerintahannya adalah perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pemerintahan parlementer antara Jepang dan Inggris kurang lebih mempunyai fungsi dan kedudukan yang sama. Dimana Raja hanya mempunyai kedudukan sebagai kepala negara, sedangkan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Hubungan kekuasaan antara ketiga lembaga (legislatif, eksukutif, dan yudikatif) dalam sistem pemerintahan parlementer Jepang merupakan wujud check and balance, yaitu : Diet dapat memilih Perdana Menteri dan melakukan mosi tidak percaya pada kabinet, sedangkan kabinet dapat membubarkan majelis rendah. Kabinet memilih ketua Mahkamah Agung dan Hakim Agung, sedangkan Mahkamah Agung dapat mengawasi berjalannya cabinet apakah sesuai dengan undang-undang atau tidak. Parlemen Inggris pun memiliki hubungan yang saling kait mengkait satu sama lain, hal ini dapat dilihat pada adanya dewan masyarakat umum (House of Commons) dan dewan kerajaan beserta perimbangan kekuatan antara parlemen dapat membuat kerajaan berubah secara dramatis.

You might also like