You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir berbagai bencana melanda bangsa Indonesia.

Bencana yang pernah terjadi mulai dari bencana tsunami di Aceh, lumpur panas di Sidoarjo, serta gempa bumi di Yogyakarta, Padang, Sumatera Barat dan beberapa daerah di tanah air. Beberapa peristiwa kebakaran, tanah longsor serta banjir semakin melengkapi deretan bencana yang melanda tanah air. Kejadian bencana yang terjadi akan menjadi pengalaman traumatis bagi korban. Para korban yang kehilangan keluarga, tempat tinggal, pekerjaan, serta harta kekayaan yang dimiliki sangat mungkin mengalami trauma. Pengalaman traumatis ini dipersepsikan sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan bagi korban. Pengalaman traumatis itu bisa menimbulkan perasaan cemas jika bencana itu terjadi kembali. Selain itu juga akan menimbulkan perasaan tidak terima dengan kondisi yang ada saat ini dimana para korban telah kehilangan keluarga, tempat tinggal, pekerjaan, serta harta kekayaannya. Pengalaman traumatis ini bisa terbawa dalam ingatan korban selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Bila pengalaman traumatis ini tidak ditangani dengan baik, maka sangat mungkin para korban akan mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Hal seperti itu yang terjadi pada bencana tanah longsor yang terjadi di Cianjur beberapa waktu yang lalu. Trauma bencana dialami oleh anak-anak di Desa Cikangkareng, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Hal ini dialami oleh Dedek (7). Dia selalu tidak ingin berada di dalam rumah, apalagi menjelang sore (www.nasional.kompas.com). Selain itu, sekitar 277 siswa SD dan SMP di Kecamatan Pameungpeuk dan Cikelet Kabupaten Garut mogok sekolah. Hal itu diduga akibat trauma melihat rumah mereka hancur diguncang gempa berkekuatan 7,3 SR, Rabu (2/9/2009) (www.nasional.kompas.com). Dari beberapa fakta yang penulis temukan di atas, dapat dilihat bagaimana bencana yang terjadi akan menimbulkan luka psikologis pada korban. Dalam beberapa bulan setelah terjadi bencana, para korban mengalami trauma. Apabila tidak ditangani dengan tepat, maka akan berlanjut pada PTSD. Mengingat banyak sekali bencana yang terjadi di

Indonesia, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang PTSD. B. Tujuan Penulisan Tulisan ini bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Seminar Psikologi Klinis. Selain itu, tulisan ini juga diharapkan bisa menambah wawasan dan pemahaman pembaca tentang PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).

BAB II

ISI A. Definisi Dalam pembahasan tentang Gangguan Stress Pasca Trauma, akan ditemui beberapa istilah terkait gangguan traumatis. Di sini perlu dibedakan antara gangguan stress akut dengan gangguan stress pasca trauma. Gangguan stress akut (Acute Stress Disorder) adalah suatu reaksi maladaptif yang terjadi pada bulan pertama sesudah pengalaman traumatis. Sedangkan gangguan stress pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder) adalah reaksi maladaptif yang berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. ASD adalah faktor risiko mayor untuk PTSD, karena banyak orang-orang dengan ASD kemudian mengembangkan PTSD (Nevid,dkk.2005). Dari uraian di atas dapat terlihat dengan jelas bahwa orang yang mengalami PTSD pada awalnya mengalami ASD. Artinya, ASD akan menjadi faktor risiko mayor untuk PTSD. Apabila penanganan terhadap korban yang mengalami ASD tidak dilakukan dengan tepat, sangat mungkin korban akan mengembangkan ASD. Tetapi perlu diketahui bahwa orang yang mengalami trauma tidak selalu mengembangkan PTSD. Hanya sekitar 20% saja yang mengembangkan PTSD(www.hypnosis45.com) Apabila orang yang mengalami peristiwa traumatis tidak mendapatkan penganan dengan tepat, maka akan berlanjut pada PTSD.(Nevid, dkk., 2005) menyatakan bahwa orang-orang yang mendapatkan pengobatan untuk PTSD lebih cepat sembuh dari simtom-simtom PTSD dibandingkan mereka yang tidak. Hal ini diperkuat oleh pernyataan sejumlah ahli yang menyebutkan bahwa 2005). Pengalaman traumatis ini merupakan pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan, dan mengancam jiwa seseorang, seperti peperangan, korban perkosaan, korban kecelakaan hebat dan orang-orang yang telah menjadi saksi dari hancurnya rumah-rumah dan lingkungan hidup mereka oleh bencana alam, atau oleh bencana teknologis seperti tabrakan kereta api atau kecelakaan pesawat, dsb. bukti-bukti juga mendukung penggunaan terapi kognitif-behavioral dalam penanganan PTSD(dalam Nevid, dkk.,

B. Sebab-Sebab

1) Psikologis: Pada dasarnya PTSD timbul pada orang-orang yang kehilangan anggota keluarga, kerabat, teman, ataupun harta. Masalah kesehatan jiwa ini tentunya harus segera diatasi sedini mungkin, sebelum penderitanya mengalami gangguan jiwa lebih parah. Selain sebab di atas, PTSD dapat juga timbul oleh sebab bencana susulan seperti gempa kecil yang dikaitkan dengan bencana asal. Hal ini dapat memunculkan stress baru. Sebab lainnya bisa karena cedera fisik dan penyakit yang diderita akibat bencana atau kehilangan kehidupan yang normal, seperti pekerjaan, keluarga dan masyarakat. Selain itu Smith & Segal menyebutkan bahwa peristiwa traumatik yang dapat mengarah kepada munculnya PTSD antara lain : 1. Perang (War) 2. Pemerkosaan (Rape) 3. Bencana alam (Natural Disasters) 4. Kecelakaan mobil / Pesawat (A car or plane crash) 5. Penculikan (Kidnapping) 6. Penyerangan fisik (Violent assault) 7. Penyiksaan seksual / fisik (Sexual or physical abuse) 8. Prosedur medikal - terutama pada anak-anak (Medical procedures - especially in kids) C. Perspektif Aliran-Aliran Terdapat beberapa sudut pandang aliran psikologi yang memandang kasus PTSD ini, perspektif yang memandang ganguan tersebut antara lain : 1. Perspektif Psikoanalisis Dalam perspektif ini memandang bahwa PTSD disebabkan pengalaman masa lalu yang tanpa disadari individu telah membuat individu menjadi trauma dan cemas berlebihan. Dengan kata lain, ada konflik konflik tak sadar yang tetap tinggal tersembunyi dan merembes ke alam ketidaksadaran.

2. Perspektif Kognitif

Perspektif kognitif berasumsi bahwa adanya cara berpikir yang terdistorsi dan disfungsional, bisa meliputi beberapa hal seperti prediksi berlebihan terhadap rasa takut, keyakinan yang self defeating atau irasional, sensitivitas berlebihan terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah mengatribusikan sinyal sinyal tubuh, serta self efficacy yang rendah 3. Perspektif berdasarkan pendekatan behavioral Etiologi terjadinya PTSD dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan behavioral dengan kerangka pikir conditioning. Dalam perspektif behavioral melalui teori classical conditioning, pengalaman traumatis berfungsi sebagai stimulus tak terkondisi yang dipasangkan dengan stimulus netral seperti sesuatu yang dilihat, suara, dan bau yang diasosiasikan dengan gambaran trauma. Pemaparan terhadap stimuli yang sama atau hampir sama memunculkan kecemasan yang diasosiasikan dengan PTSD 4. Perspektif Islami Dalam perspektif Islami, Terjemahan Q.S. Hud ayat 9-11 Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar. Terjemahan Q.S. Al Baqarah ayat 155-156 Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101]. [101]. Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.

Terjemahan Q.S. Muhammad ayat 31. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orangorang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu. Hadits: Hadits no 27 dari Kitab Tarjamah Riyadus Shalihin. Dari Abu Yahya, yaitu Shuhaib bin Sinan r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Amat mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seseorangpun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, iapun bersyukur-|ah, maka hal itu adalah kebaikan baginya,sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran - yakni yang merupakan bencana iapun bersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan baginya." (Riwayat Muslim) Hadits no 32 dari Kitab Tarjamah Riyadus Shalihin Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasululiah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Tidak ada balasan bagi seseorang hambaKu yang mu'min di sisiKu, di waktu Aku mengambil - mematikan - kekasihnya dari ahli dunia, kemudian ia mengharapkan keridhaan Allah, melainkan orang itu akan mendapatkan syurga." (Riwayat Bukhari) Hadits no 34 dari Kitab Tarjamah Riyadus Shalihin Dari Anas r.a., katanya: "Saya mendengar Rasululiah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla berfirman: "Jikalau Aku memberi cobaan kepada hambaKu dengan melenyapkan kedua matanya yakni menjadi buta, kemudian ia bersabar, maka untuknya akan Kuberi ganti syurga kerana kehilangan keduanya yakni kedua matanya itu." (Riwayat Bukhari) Dan Nabi s.a.w. bersabda - juga riwayat Anas r.a.: "Sesungguhnya besarnya balasan pahala - itu menilik besarnya bala' yang menimpa dan sesungguhnya Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka mereka itu diberi cobaan. Oleh sebab itu barangsiapa yang rela - menerima bala' tadi, ia akan memperoleh keridhaan dari Allah dan

barangsiapa yang uring-uringan maka ia memperoleh kemurkaan Allah pula." (Diriwayatkan Tirmidzi)

D. Gejala Pada umumnya para penderita PTSD mengalami beberapa gejala yang sangat mengganggu para penderita gangguan tersebut. Beberapa gejala yang di alami para penderita PTSD antara lain : 1. Ingatan atau bayangan mencengkeram tentang trauma, atau merasa seperti kejadian terjadi kembali ("Flashbacks") 2. Respon-respon fisik seperti dada berdebar, munculnya keringat dingin, lemas tubuh atau sesak nafas saat teringat atau berada dalam situasi yang mengingatkan pada kejadian 3. Kewaspadaan berlebih, kebutuhan besar untuk menjaga dan melindungi diri 4. Mudah terbangkitkan ingatannya bila ada stimulus atau rangsang yang berasosiasi sebagainya). Diagnosis baru bisa ditegakkan apabila gangguan stres pasca trauma ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat. Gejala yang harus muncul sebagai bukti tambahan selain trauma bahwa seseorang telah mengalami gangguan ini adalah: 1. Individu tersebut mengalami mimpi-mimpi atau bayang-bayang dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kemabali (flashback) 2. Muncul gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku, gejala ini mungkin saja mewarnai hasil diagnosis akan tetapi sifatnya tidak khas. Menurut DSM IV,kriteria diagnosis bagi penderita gangguan stress pasca trauma: dengan trauma (lokasi, kemiripan fisik atau suasana, suara dan bau, dan

A. Orang telah terpapar dengan suatu peristiwa traumatik dimana terdapat kedua dari berikut ini: 1. Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu peristiwa atau kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang sesungguhnya atau cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik sendiri atau orang lain. 2. Respon orang tersebut berupa ketakutan yang hebat, rasa tidak berdaya, atau horor. Catatan: Pada anak-anak, hal ini dapat diekspresikan dengan perilaku yang kacau atau teragitasi. B. Peristiwa traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu(atau lebih) cara berikut: 1. Ingatan tentang peristiwa yang menyebabkan penderitaan bersifat berulang dan mengganggu, meliputi bayangan, pikiran, atau persepsi. Catatan: Pada anak kecil, dapat mengekspresikannya dengan permainan berulang dengan tema atau aspek trauma. 2. Mimpi menakutkan yang berulang tentang peritiwa. Catatan: Pada anak kecil, dapat berupa mimpi menakutkan tanpa isi yang dapat dikenali. 3. Bertindak atau merasa seolah-olah peristiwa traumatik kembali terjadi(meliputi perasaan mengalami kembali, ilusi, halunsinasi, dan episode kilas balik disosiatif, termasuk yang terjadi saat terjaga atau intoksilasi). Catatan: Pada anak kecil, dapat terjadi penghidupan kembali trauma spesifik. 4. Penderitaan psikologis yang kuat pada pemaparan terhadap tanda internal atau eksternal yang disimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik. 5. Reaktivitas psikologis pada pemaparan terhadap tanda internal atau eksternal yang disimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik.

C. Penghindaran menetap dari stimulus yang berhubungan dengan trauma dan kaku pada responsivitas secara umum(tidak ditemukan sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) berikut: 1. Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang dihubungkan dengan trauma. 2. Usaha untuk menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang membangkitkan ingatan terhadap trauma. 3. Tidak mampu mengingat kembali aspek penting dari trauma. 4. Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas penting. 5. Perasaan terlepas atau asing dari orang lain. 6. Rantang afek terbatas(misalnya, tidak mampu untuk memiliki perasaan cinta) 7. Perasaan masa depan pendek(misalnya, tidak berharap memiliki karier, menikah, anak-anak, atau umur harapan hidup yang normal) D. Adanya gejala peningkatan kewaspadaan yang menetap(tidak ditemukan sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih) berikut ini: 1. Kesulitan untuk mulai atau tetap tidur. 2. Iritabilitas atau ledakan kemarahan. 3. Kesulitan untuk berkonsentrasi. 4. Kewaspadaan berlebih. 5. Respon kejut yang berlebih.

E. Durasi gangguan(gejala dalam kriteria B,C, dan D) lebih dari 1 bulan. F. Gangguan menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. E. Onset Onset dikatakan lambat jika onset gejala paling kurang 6 bulan setelah stressor. Onset dikatakan akut jika durasi gejala kurang dari 3 bulan. Onset dikatakan kronik jika durasi gejala 3 bulan atau lebih.

F. Prevalensi Kerentanan terhadap PTSD kemungkinan tergantung pada faktor-faktor seperti resiliensi dan kerentanan terhadap terhadap efek trauma, riwayat penganiayaan anak-anak, keparahan trauma, derajat pemaparan, ketersediaan penggunaan respon coping aktif dalam menghadapi stressor seksual pada masa dukungan sosial,

traumatis, dan perasaan malu (Nevid, dkk., 2005) G. Terapi Salah satu terapi yang kontroversial untuk PTSD disebut terapi eksposure atau invivo exposure. perawatan ini dinilai dapat mengurangi kecemasan dan gejala merugikan lain pada PTSD dengan "membanjiri" penderita dengan pikiran-pikiran tentang kejadian traumatik yang dideritanya dengan seting yang dapat dikontrol. Banyak penderita gangguan PTSD mencoba melarikan diri dari pikiran yang menghantuinya sebisa mungkin. Terapi eksposure membuat seseorang berani menghadapi ketakutan dengan ditemani seseorang yang sudah profesional. Psikolog dan konselor biasanya membuat penderita menggambarkan kejadian detil, sementara terus membuatnya merasa santai dan tenang. setelah beberapa waktu, kejadian traumatik akan berkurang dampaknya pada penderita karena mereka telah belajar untuk tenang sementara memikirkannya. menurut beberapa orang penderita mengaku tertolong dengan terapi eksposure. Beberapa cara penyembuhan dalam gangguan tersebut antara lain : 1. Terapi behavior lewat proses khusus yang melibatkan pengandaian mental dari peristiwa yang memicu traumatik dan disandingkan dengan terapi relaksasi. Dengan teknik ini, penderita akan menanggulangi rasa takutnya pada pemicu trauma. 2. Terapi kognitif untuk menghadapi efek peristiwa penyebab trauma. Terapi dengan cara si penderita katarsis bisa membantu penderita mengurangi kenangan buruk masa silam. 3. Terapi psikodinamik dengan memaparkan kembali penderita terhadap peristiwa traumatik namun dengan lingkungan yang lebih mendukung. Dengan terapi ini, penderita akan memahami perasaan sadar dan tak sadar terhadap peristiwa yang mempengaruhinya tersebut dan belajar menerima kondisi. 4. Terapi medis dengan pemberian obat penenang atau obat anti depresan dapat

10

membantu untuk mengobati gangguan-gangguan kecemasan lainnya. Namun masalah potensial dengan terapi obat adalah bahwa pasien kemungkian menganggap perbaikan klinis yang terajadi disebabkan oleh obat dan bukan karena mereka sendiri. Obat tidak mampe memberikan efek kesembuhan secara total karena terapi obat hanya mengobati gejal bukan inti dari masalah trauma itu sendiri. 5. Untuk mengatasi PTSD, kata Tjhin dalam harian republika tertanggal 6 Februari, metode prolonged exposure therapy adalah salah satu metode perawatan psikoterapi yang dapat membantu pasien menghadapi situasi yang ditakuti secara aman dan sistematis. Dalam terapi ini, lanjut dia, pasien akan diarahkan untuk menceritakan peristiwa traumatik yang dialaminya. Pasien juga diarahkan untuk mengenali bagianbagian paling menakutkan dalam peristiwa itu. `'Tujuannya, untuk melatih otak agar otak tidak sensitif lagi pada peristiwa tersebut,'' jelas Tjhin. Melalui terapi ini pasien akan diarahkan untuk mendukung, memperkuat, dan memperbarui mekanisme adaptasi. `'Psikiater akan membantu untuk meredakan perasaan bersalah, marah, sedih, depresi, cemas, dan mengurangi problem mental yang ada,'' cetusnya. Selain itu, lanjut Tjhin, upaya lain adalah menghindarkan pasien dari pikiran-pikiran, perasaan, orang, tempat, atau apa pun yang dapat membangkitkan ingatan akan peristiwa traumatik yang pernah dialami. 6. Ahli juga bersepakat, penderita trauma juga sebaiknya menghindari makanan/minuman pemicu PTSD seperti kafein (kopi, coklat, teh hitam, dan kola) dan alkohol. 7. Mempertahankan kadar gula darah untuk menyeimbangkan mood. 8. Banyak menkonsumsi buah, sayuran, dan protein dari sayuran seperti kacangkacangan, serta ikan. Pendapat lain mengenai cara menghilangkan atau terapi pada klien dengan PTSD adalah sebagai berikut: 1. Mengenali dulu apa yang menjadi penyebab gangguan itu, sebab tidak sama dalam setiap kasus. 2. Kembali lagi pada peristiwa saat itu, dan mengeluarkan emosi yang seharusnya dia keluarkan saat itu. Tentunya dengan bantuan seorang ahli terapi dia mengunjungi kembali saat itu dan mengeluarkan perasaannya yaitu perasaan takut, marah,

11

diekspresikan semua. 3. Setelah itu baru masuk ke tahap yang disebut di dalam ilmu terapi ke arah yang bersifat kognitif. Yaitu penyembuhan kognitif artinya dia akan diajar atau mulai belajar melihat hidup ini atau situasi ini dengan kaca mata yang berbeda. H. Prevensi Pada dasarnya suatu gangguan atau penyakit dapat dicegah ataupun dihindari agar tidak terjangkit apabila dapat diprediksi penyebab dari gangguan tersebut. Akan tetapi gangguan PTSD di sebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat diprediksi seperti tersebut di atas. Selain itu peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa traumatik pada umumnya mengandung tiga buah elemen sebagai berikut (Jaffe, Segal, & Dumke, 2005): 1. Kejadian tersebut tidak dapat diprediksi (It was unexpected) 2. Orang yang mengalami kejadian tersebut tidak siap dihadapkan pada kondisi / kejadian demikian (The person was unprepared) 3. Tidak ada yang dapat dilakukan oleh orang tersebut untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut (There was nothing the person could do to prevent it from happening) . Tindakan pencegahan yang mungkin bisa diupayakan yaitu senantiasa ingat kepada Allah Swt karena segala sesuatu itu datangnya dari Allah Swt. Selain itu, agar trauma yang dialami para korban tidak berlanjut, ada baiknya dari pihak keluarga terdekat segera memberikan pertolongan secara tepat sehingga kemungkinan trauma dampak dari trauma yang dialami oleh korban dapat dikendalikan. I. Kualitas Hidup Pada dasarnya orang yang menderita PTSD menunjukkan ekspresi takut perasaan sedih, murung yang berkelanjutan, yang sering disertai perasaan tidak berdaya, tidak berpengharapan dan merasa tidak berarti. Gangguan kecemasan rasa khawatir/cemas yang berlebihan sehingga mengganggu rutinitas disfungsi dalam keluarga dan pekerjaan. J. Dalil kehidupan, bahkan menyebabkan

12

Q.S. Al Baqarah ayat 155-156

155. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. 156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101]. [101]. Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil. Adapun hadits terkait dengan topik yang dibahas: Dari Anas bin Malik, ia berkata : "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya Allah berfirman : "Apabila Aku menguji hambaku dengan kedua kesayangannya lalu ia bersabar maka Aku menggantikannya dengan sorga". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari). Dari Anas bin Malik ra., ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya Allah berfirman : "Apabila Aku mengambil kedua kehormatan hambaKu di dunia, maka balasannya di sisiKu adalah sorga . (Hadits ditakhrij oleh Turmudzi). Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda : Allah Ta'ala berfirman : "Tidak ada balasan disisiKu bagi hambaKu yang mu'min apabila aku mematikan kekasihnya dari penghuni dunia dan ia mengharap pahalanya, melainkan sorga". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari). Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw, beliau bersabda : "Tidaklah dua orang Muslim yang tiga orang anaknya yang belum dewasa meninggal dunia melainkan Allah memasukkannya ke sorga sebab anugerah rahmatNya kepada mereka". Beliau bersabda : "Dikatakan kepada mereka : "Masuklah ke sorga". Mereka menjawab : 13

"Sehingga orang tua kami masuk (sorga)". Dia berfirman : "Masuklah kamu ke (sorga) dan orang tuamu". (Hadits ditakhrij oleh An Nasa'i). Dari Abu Umamah ra. dari Nabi saw, beliau bersabda : "Allah Yang Maha Suci berfirman : "Hai anak Adam, jika kamu sabar dan mengharapkan pahala pada kejadian pertama, aku tidak merelakan pahala untukmu selain sorga". (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah). Dari Abu Musa Al Asy'ari ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda : "Apabila anak manusia meninggal maka Allah berfirman kepada MalaikatNya : "Kamu matikan anak hambaKu ?". Mereka menjawab, "Ya". Dia berfirman : "Kamu matikan buah hatinya ?" Mereka menjawab : "Ya". Dia berfirman : "Apakah yang diucapkan oleh hambaKu?" Mereka menjawab : "Memuji dan mengembalikannya kepadaMu (membaca istirja')". Allah berfirman : "Bangunlah rumah untuk hambaKu di sorga, dan berilah nama Baitul Hamdi (rumah pujian)". (Hadits ditakhrij oleh Tirmidzi).

KESIMPULAN Dari pembahasan di atas ada beberapa hal yang bisa penulis simpulkan, yaitu:

14

Pengalaman traumatis yang dialami oleh korban tidak ditangani dengan baik, maka sangat mungkin para korban akan mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Banyaknya bencana yang melanda Indonesia secara terus menerus memungkinkan terjadinya peningkatan penderita PTSD. Gangguan stress pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder) adalah reaksi maladaptif yang berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis.

DAFTAR PUSTAKA Al Quran dan Terjemahnya versi 1.2(digital). November 2003.

15

Nevid,dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jilid 2. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Post Traumatic Stress Disorder. http://www.hypnosis45.com/trauma.htm. diakses tanggal 10 Maret 2010, pukul 09.28 http://nasional.kompas.com/read/2009/09/08/10041675/Trauma.Gempa.dan.Longsor.Dedek.Sela lu.Ingin.di.Luar http://nasional.kompas.com/read/2009/09/07/14383613/Trauma.Sejumlah.Siswa.Masih.Mogok.S ekolah

16

You might also like