You are on page 1of 15

SURVEILANS RESERVOAR BRUCELLOSIS

Disusun Oleh : DADANG TRIBOWO ABDILLAH FARKHAN NIM. 25010110151163 NIM. E2A008001

PEMINATAN ENTOMOLOGI KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Surveilans Kesehatan Masyarakat dapat didefinisikan sebagai upaya rutin dalam pengumpulan, analisis dan diseminasi data yang relevan yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan masyarakat. Sedangkan Epidemiologi didefinisikan sebagai studi sistematis yang dilakukan untuk mempelajari fakta-fakta yang berperan atau mempengaruhi kejadian dan perjalanan suatu penyakit atau kondisi tertentu yang menimpa masyarakat. Oleh karena itu untuk memberantas suatu penyakit menular diperlukan pengetahuan tentang Epidemiologi penyakti tersebut serta tersedianya data surveilans yang dapat dipercaya yang berkaitan dengan kejadian penyakit tersebut. Pelaporan Penyakit Menular hanya salah satu bagian saja namun yang paling penting dari suatu system surveilans kesehatan masyarakat. Bertambahnya jumlah penduduk dan overcrowding mempercepat terjadinya penularan penyakit dari orang ke orang. Faktor pertumbuhan dan mobilitas penduduk ini juga memperngaruhi perubahan gambaran Epidemiologis serta virulensi dari penyakit menular tertentu. Perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah baru yang mempunyai ekolodi lain membawa konsekuensi orang-orang yang pindah tersebut mengalami kontak dengan agen penyakit tertentu yang dapat menimbulkan masalah penyakit baru. Apapun jenis penyakitnya, apakah dia penyakit yang sangat prevalens di suatu wilayah ataukah penyakit yang baru muncul ataupun penyakit yang digunakan dalam bioteririsme, yang paliang penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan adalah mengenal dan mengidentifikasinnya sedini mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut maka system surveilans yang tertata rapi sangat diperlukan. CDC Atlanta telah mengembangkan rencana strategis untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul termasuk mengembangkan jaringan susrveilans sentinel, pengembangan pusat-pusat surveilans berbasis masyarakat dan berbagai proyek yang melengkapi kegiatan surveilans. Sebagai tambahan, Journal baru yang berjudul Emerging Infectious Diseases telah diterbitkan. CDC dengan WHO telah pula melakukan kerjasama tukar menukar informasi melalui media elektronika sejak tahun 1990 an. Bagaimanapun juga deteksi dini terhadap suatu kejadian penyakit menular sangat tergantung kepada kejelian para petugas kesehatan yang berada di ujung tombak untuk mengenali kejadian kesehatan yang tidak biasa secara dini. Dokter atau tenaga kesehatan yang menemukan yang aneh

di lapangan punya kewajiban untuk melaporkan kepada otoritas kesehatan yang lebih tinggi agar dapat dilakukan tindakan yang semestinya. Sistem pelaporan pasif punya kelemahan karena sering tidak lengkap dan tidak akurat terutama untuk penyakit-penyakit yang prevalen. Sistem pelaproan pasif ini perlu didorong setiap saat agar bias didaptkan laporan yang lebih lengkap dan atepat waktu teurtama untuk penyakit-penyakit menular yang mempunyai dampak kesehatan masyarakat yang luas termasuk penyakit-penyakit yang mungkin dipakai untuk melakukan bioterorisme. Dengan segala kelemahan yang dimilkinya system pelaporan menular tetap merupakan garis terdepan dari Sistem Kewaspadaan Dini kita dalam upaya mencegah dan memberantas penyekit menular. Oleh karena itu setiap petugas kesehatan tahu dan sadar akan pentingnya melaporkan kejadian penyakit menular, cara-cara pelaporan dan manfat dari pelaporan ini. B. Tujuan 1. Mendikripsikan tahap-tahap pengembangan sistem surveillance brucellosis. 2. Mendiskripsikan sistem surveillance brucellosis yang memungkinkan di Indonesia C. Manfaat 1. Mengetahui tahap-tahap pengembangan surveillance brucellosis. 2. Mengetahui sistem surveillance brucellosis yang memungkinkan digunakan di Indonesia.

BAB II DASAR TEORI

A.Identifikasi Penyakit bakteri sistemik dengan gejala akut atau insidius, ditandai dengan demam terus menerus, intermiten atau tidak tentu dengan jangka waktu yang bervariasi. Gejala yang timbul berupa sakit kepala, lemah, berkeringat, menggigil, arthralgia, depresi, kehilangan berat badan dan sakit seluruh tubuh. Infeksi supuratif terlokalisir dari organ-organ termasuk hati dan ginjal bisa terjadi; gejala sub klinis dan infeksi kronis yang terlokalisir juga bisa terjadi. Penyakit ini bisa berlangsung beberapa hari, beberapa bulan atau kadang-kadang bertahun-tahun jika tidak diobati dengan tepat. Komplikasi osteoartikuler bisa di temukan pada 20 60 % kasus. Manifestasi pada sendi yang paling sering adalah sakroiliitis. Infeksi saluran kemih dilaporkan terjadi pada 2 20 % kasus dan yang paling umum adalah orkitis dan epididimitis. Biasanya terjadi penyembuhan tetapi bisa juga terjadi kecacatan. Case Fatality Rate dari bruselosis sekitar 2 % atau kurang dan biasanya sebagai akibat dari endokarditis oleh infeksi Brucella melitensis. Kompleks gejala neurosis kadang-kadang dikelirukan dengan bruselosis kronis. Diagnosa laboratorium dibuat dengan mengisolasi bakteri penyebab infeksi dari spesimen darah, sumsum tulang atau jaringan lain, atau juga dari discharge penderita. Pemeriksaan serologis perlu dilakukan di laboratorium yang berpengalaman, untuk menunjukkan adanya kenaikan titer antibodi pair sera. Interpretasi hasil pemeriksaan serologis pada pasien kambuh dan kronis sangat sulit karena titer antibodi biasanya rendah. Pemeriksaan untuk mengukur antibodi IgG mungkin membantu untuk penegakan diagnosa pada kasus kronis, karena pada infeksi aktif ada kenaikan titer IgG. Teknik pemeriksaan serologis spesifik diperlukan untuk deteksi antibodi Brucellosis canis yang tidak bereaksi silang dengan spesies lain. B. Penyebab Penyakit Bruselosis disebabkan oleh Brucellosis abortus, biovarians 1 6 dan 9, B. Melitensis biovarians 1 3, B. suis, biovarians 1 5 dan B. canis. C. Distribusi Penyakit Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama di negara Mediteran, Eropa, Afrika Timur, negara-negara timur Tengah, India, Asia Tengah, Meksiko

dan Amerika Selatan. Sumber infeksi dan organisme, penyebab penyakit bervariasi tergantung letak geografis. Bruselosis terutama muncul sebagai penyakit akibat kerja, yaitu menimpa mereka yang bekerja menangani ternak yang terinfeksi dan jaringannya, seperti petani, dokter hewan dan pekerja di tempat pemotongan hewan. Penyakit ini banyak menyerang laki-laki. Kasus-kasus sporadis dan KLB terjadi pada orang yang mengkonsumsi susu mentah dan produk susu (terutama keju lunak yang tidak dipasturisasi) dari sapi, domba dan kambing. Kasus-kasus infeksi B. canis terbatas terjadi pada pekerja yang merawat anjing. Penderita yang dilaporkan terjadi di AS, kurang dari 120 kasus tiap tahunnya; diseluruh dunia, penyakit ini terkadang tidak diketahui dan tidak dilaporkan. D. Reservoir Sapi, babi, kambing dan domba bertindak sebagai reservoir. Infeksi bisa terjadi pada bison, rusa besar, karibu dan beberapa spesies dari rusa. B. canis kadang-kadang menjadi masalah di tempat pemeliharaan anjing, sebagian kecil anjing peliharaan dan sebagian besar anjing liar terbukti mempunyai titer antibody terhadap B. canis. Anjing hutan juga terbukti telah terinfeksi. E. Cara Penularan Penularan terjadi karena kontak dengan jaringan, darah, urin, sekrit vagina, janin yang digugurkan, dan terutama plasenta (melalui luka di kulit) dan karena mengkonsumsi susu mentah dan produk susu (keju yang tidak di pasturisasi) dari binatang yang terinfeksi. Penularan melalui udara oleh binatang terjadi di kandang, dan pada manusia terjadi di laboratorium dan tempat pemotongan hewan. Beberapa kasus penularan terjadi karena kecelakaan karena tertusuk jarum suntik pada saat menangani vaksin brusella strain 19, risiko yang sama dapat terjadi pada waktu menangani vaksin Rev-1. Pada sapi penularannya terjadi per oral. Sapi yang mengalami keguguran oleh brucellosis mengeluarkan bakteri Br. abortus dalam jumlah besar melalui membran fetus, cairan reproduksi, urine dan feses. Bahan-bahan tersebut akan mencemari rumput dan air minum. Pada anjing jantan penularan terjadi per os sewaktu menjilat, intra nasal sewaktu mencium bagian genital anjing betina tertular atau secara kontak dengan urine. Anjing betina dapat tertular lewat perkawinan alami dengan anjing jantan. F. Masa Inkubasi Bervariasi dan sangat sulit dipastikan, biasanya sekitar 5 60 hari, umumnya 1 2 bulan, kadang-kadang beberapa bulan. G. Masa Penularan

Tidak ada bukti terjadi penularan dari orang ke orang. H. Kekebalan dan Kerentan Berat dan lamanya sakit tergantung dari berbagai hal. Lamanya imunitas yang didapat tidak diketahui dengan jelas.

BAB III SURVEILANS BRUCELLOSIS

A. Isu kritis dalam mendesain sistem surveilans brucellosis pada manusia. Surveilans epidemiologi adalah sistem surveilans yang sistematis dan berkelanjutan yang melibatkan proses Koleksi data kesehatan, analisis, interpretasi, dan diseminasi. Dalam proses ini dilibatkan proses pendeskripsian dan monitoring peristiwa kesehatan dari populasi manusia atau hewan. Dan pada kasus kasus zoonosis surveilans dilakukan pada keduanya (manusia dan hewan). Sebagai contoh pertanyaan dasar dari surveilans brucellosis ini harus bisa menjawab pertanyaan : 1. Seberapa luas infeksii terjadi, kapan, dan dimana infeksi tersebut terjadi. 2. Spesies brucella apa yang berperan dalam infeksi tersebut. 3. Hewan apa yang terlibat sebagai penular ke manusia. 4. Apakah prevalensi dan insidensi kasus (manusa atau hewan) meningkat, menurun, atau statis. 5. Kapan wabah terjadi, darimana sumbernya, dan bagaimana agen bertransmisi ? 6. Strategi apa yang harus diadaptasi untuk mengendalikan, mencegah, atau mengeradikasi. 7. Pengetahuan, sikap, atau praktik apa yang ada pada populasi yang terkena. 8. Tes laboratorium / tes lapangan apa yang harus diambil. Sistem tes surveilans brucellosis seharusnya berimbang antara sensitivitasnya dan spesifitasnya dan harus terstandarisasi. Sedangkan sistem surveilansnya sendiri harus fleksibel dengan motto adaptasi dan bukan adopsi. Tradisionalnya terdapat dua sistem surveilans brucellosis, yaitu surveilans pasif dan aktif. Surveilans pasif (monitoring) adalah sistem rutin yang kegiatannya dilaporkan baik dari departemen kesehatan atau departemen peternakan dimana surveilans aktif digunakan untuk menunjang dan melengkapi data yang diperoleh dari surveilans pasif yang dilakukan dengan cara investigasi secara langsung, survey, atau studi epidemiologi. Survei pasif biasanya dilakukan lebih murah daripada survey aktif. Tapi dari segi sensitivitas dan spesifisitas biasanya tidak diketahui. Surveilans aktif lebih spesifik dan sensitive, dan hasil kegiatan lebih dapat diukur. Kedua sistem tersebut, adalah penting dan harus terintegrasi semaksimal mungkin. Infeksi dari penyakit brucellosis biasanya bersifat kronik baik pada manusia maupun hewan, gejala dan masa inkubasi bervariasi, dan hasil dari tes laboratorium bersifat essensial.

B. Langkah dasar untuk mendesain sistem surveilans brucellosis Terdapat sepuluh langkah dasar dalam mendesain dan mengkoordinasi sistem surveilans brucellosis, diantaranya adalah : 1. Identifikasi indicator kesehatan dari manusia dan hewan. Surveilans harus selalu berorientasi pada outcome dan fokus pada kejadian yang berasosiasi dengan penyakit yang disurvei. Hal tersebut termasuk indeks spesifik epidemiologi seperti jumlah total kasus, insiden rate dan prevalen rate, keparahan yang diukur berdasarkan hari di rawat, dan dampak ekonomi seperti berkurangnya hari kerja. Hilangnya hari yang digunakan untuk bekerja pada manusia, dan berkurangnya fertility, dan kesuburan pada binatang. Indikator surveilans dapat berbentuk : a) Numerikal, seperti jumlah yang terinfeksi, dll. b) Rasio, seperti jumlah kasus baru yang diidentifikasi pada tahun tersebut yang dibandingkan dengan jumlah kasus yang sama pada tahun sebelumnya. c) Rate atau persentase. Idealnya, ukuran rasio lebih disukai. Insiden rate akan sangat berguna untuk merefleksikan dinamika penyakit brucellosis atau infeksi pada sistem surveilans dibandingkan dengan prevalens rate. Indikator spesifik surveilans dapat diidentifikasi antara lain, missal : a) performance indicator, yang merupakan kunci untuk mengukur seberapa berkualitasnya sistem surveilans kita atau berapa efektif sistem surveilans kita. b) Diagnostik indicator, yang digunakan untuk mengidentifikasi mengapa satu atau lebih performance indicator terdapat gangguan, dan untuk mengambil langkah perbaikannya. c) Resource or workload indicator, yang digunakan untuk mengukur prosesnya atau hasil seperti jumlah dosis vaksin yang digunakan atau jumlah waktu kerja. Ini mungkin tidak terlalu penting terhadap dampak kesehatand an mungkin tidak terlalu akurat. Semua indicator tersebut harus dievaluasi secara periodic untuk memastikan indikaor tersebut masih sesuai dengan tujuan awal dilakukan surveinya. 2. Menetapkan tujuan utama secara jelas. Untuk brucellosis, tujuan dapat termasuk : a) Determinasi dari insiden dan prevalensi dari manusia yang terinfeksi, binatang, kelompok binatang, desa, jalan, dsb. b) Mandeteksi apakah kasus tesebut menjadi wabah, sporadic, atau kasus endemis. c) Identifikasi vehicle dan rute transmisi ke manusia, apakah termasuk foodborbe, airborne, atau kontak dengan binatang.

d) Memonitoring tren penyakit jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan lokasi dan waktu. 3. Mengembangkan definisi kasus secara spesifik. Untuk penyakit manusia, kumpulan gejala spesifik dan tanda dan tes laboratorium diperlukan untuk mendeskripsikan possible, probable, atau confirmed case. Pada binatang, isolasi spesies brucella digunakan dengan atau tanpa tes serologi. Apapun sistem yang digunakan haruslah komprehensif dan bermutu. Dengan kata lain, untuk binatang dapat positif, negative, atau uncertain. Harus ada batasan waktu dan berapa lama binatang dikategorikan menjadi uncertain. Sedangkan kasus aborsi dapat digunakan sebagai sistem surveilans sentinel. 4. Mengidentifikasi sumber data yang ada atau mengembangkan sistem pengumpulan data baru termasuk diagram alirnya. Sistem pengumpulan data yang baru harus dilakukan secara hati hati untuk melihat apakah beberapa atau seluruh sistem pengumpulan data dapat diadaptasi untuk surveilans brucellosis. Sebagai contoh, apabila kunjungan rutin pada peternakan dilakukan untuk melakukan vaksinasi sekaligus dapat dilakukan pengambilan sampel darah untuk dilakukan pengamatan brucella dalam waktu yang bersamaan. 5. Tes awal / Uji coba awal (pilotest) metode surveilans yang kita buat di lapangan. Dalam melaksanakansurveilans, selalu ditemukan masalah yang tidak diduga duga sebelumnya, terutama pada sistm yang baru dibentuk. Jadi, pilotest selalu dibutuhkan. Sebagai contohnya, pre-test kuesioner, form, dan program computer. Kesalahan terbesar dapat diakibatkan minimnya partisipasi masyarakat, terutama jika pemilik peternakan tidak percaya dan tidak kooperatif. 6. Mendefinisikan peraturan tes laboratorium pada sistem brucellosis surveilans. Direktur dari laboratorium kesehatan dan peternakan harus selalu dilibatkan pada tahap perencanaan. Identifikasi sumber daya yang sekarang dan telah ada baik pada wilayah regional dan pusat menginventarisi sumber daya yang ada pada laboratorium daerah dan pusat termasuk pelatihan, perlengkapan, reagensia, dan ketersediaan. Semua uji yang dilakukan harus terdokumentasi berdasarkan SOP termasuk program kualitas kontrolnya. 7. Mengontrol validitas sistem Baik menggunakan catatan ataupun computer, error selalu dapat terjadi. Orang yang paling bertanggungjawab pada database seurvailans harus berhubungan degan seorang epidemiologist,

mengembangkan sistem checking error secara rutin termasuk data yang hilang sehingga kesalahan besar dapat dicegah. 8. Analisis dan Interpretasi data surveilans. Kegiatan ini harus dilakukan secara tepat. Pemilihan metode analisis data dan interpretasi data harus dilakukan untuk mempermudah teknik pengendalian yang nantinya akan dilakukan. Analisis dan interpretasi pada area yang luas dapat dilakukan dengan cara maping untuk mengetahui penyebaran penyakit. 9. Mengambangkan metode diseminasi. Diseminasi harus dilakukan secara tepat untuk dapat dilakukan pengendalian. Apakah dilakukan dengan surat berita, siposkan, fax, email, atau disuratkan secara elektronik pada level daeah. Atau sistem yang lebih kompleks pada pengambil keputusan. Media massa seperti Koran, radio, televisi, internet, dapat digunakan ntuk menginformasikan kepada public terutama pada produsen daging dan peternakan. 10. Evaluasi sistem surveilans brucellosis Idealnya, evaluasi sistem surveilans harus dilakukan pada interval tertentu oleh individu maupun kelompok yang memiliki pengalaman epidemiologi brucellosis. Pihak pihak yang bertanggngjawab pada sistem haru mempertanyakan pada komponen dokumen yang antara lain : a) Deskripsi kejadian kesehatan di bawah sistem survailans dalam bentuk jumlah kasus, insiden, dan prevalen. Indikator performance, diagnostic yang berhubungan dengan indicator juga harus berhubungan dengan tujuan. b) Deskripsi sistem harus dievaluasi, termasuk tujuan dan definisi kasus kejadian kesehatan dalam survailans. Diagram alir sistem harus tersedia. Setiap komponen dalam diagram alir harus dideskripsikan secara detail, dan bersamaan dengan overview dan bagaimana sistem beroperasi. c) Mengindikasikan kegunaan dari sistem dengan cara mendeskripsikan aksi yang diambil oleh decision maker dan lainnya sebagai hasil dari informasi yang didapatkan dari data survailans. d) Mengevaluasi sistem secara keseluruhan pada atribut di bawah ini : 1) Simplisity 2) Fleksibility 3) Acceptability 4) Sensitivity 5) Predictive value 6) Positive resource 7) Representativness, and

8) Timeliness e) Mendeskripsikan sumber daya yang digunakan oleh operator sistem dan apabila memungkinkan memprediksikan biaya yang diperlukan. f) Membuat list keismpulan dan rekomendasi. C. Surveilans Brucellosis Pada Manusia Tujuan utama dari human surveillance brucellosis adalah untuk mengidentifikasi infeksi baru pada manusia. Hal ini biasanya dilaporkan sebagai kasus per 100.000 populasi. Tujuan lainnya adalah untuk mendeterminasi apakah infeksi adalah utamanya berasal dari makanan atau berasal dari lainnya. Jika berasal dari makanan apakah infeksi tersebut berasal dari produksi rumahan atau komersial food. Surveilans rutin terhadap makanan yang beresiko tinggi biasanya mahal dan tidak menjamin 100% keamanan makanan yang dapat dilakukan saat hazard analisis and critical control point (HACCP) program, seperti memonitor treatment pemanasan dan pemasakan. Tujuan kedua adalah apakah infeksi pada manusia didahului pada infeksi yang tidak terukur sebelumnya pada binatang. Indikator survailans pada manusia : 1. Performance based indicators Jumlah kasus baru (confirmed) per 100.000 populasi yang dibandingkan dengan tahun sebelumnya atau batas waktu yang sama dengan sebelumnya. 2. Diagnostic based indicator Termasuk : a) Proporsional comparisons : suspected, probable, and confirm. b) Jumlah investigasi epidemiologi dalam hubungannya pada jumlah kasus confirmed. c) Comparison of sorce of report, seperti physicans, rumah sakit, ahli pengobatan, dsb. d) Comparison of probable sorce, seperti foodborne, kontak dengan hewan, dsb. 3. Resource based indicators include : a) Jumlah test bacteriological, relative pada jumlah tes serologis. b) Jumlah kasus kultur positif, dalam hubungannya terhadap jumlah kultur yang diperiksa. D. Surveilans Brucellosis Pada Binatang Surveilan brucellosis pada binatang dilakukan dengan cara mengetahui : 1. Spesies utama brucella yang menginfeksi binatang dan manusia di Negara tersebut. 2. Prediksi dari rantai dasar infeksi pada binatang reservoir utama. Biasanya perkiraan ini ditegakkan dari hasil uji bacteriologis dan serologis dari :

a) Hasil samping aborsi untuk diagnosis laboratorium b) Tes rutin sampel di peternakan seperti pada c) Pemberitahuan dari peternak apabila brucellosis dilaporkan d) Sampel pada peternakan, dari pasar atau rumah potong hewan Selain itu, surbeilans aktif harus diambil untuk memperoleh informasi secara lengkap dan bisa dilakukan dengan pendekatan : a) Total testing. Tapi biasanya tidak digunakan karena biaya mahal b) Menggunakan sistem random sampling, dimana setiap group binatang dan manusia mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. c) Pendekatan non random (purposive sampling) yang dilakukan pada kelompok binatang beresiko tinggi. 3. Definisi, surveilans sistem brucellosis harus termasuk memasukkan definisi secara jelas yang termasuk di dalamnya : unit observasi tes pada binatang yang memenuhi syarat. 4. Tipe dari produksi peternakan, tipe pasar penjualan dan sistem rumah pemotongan hewan. Tipe tipe ini harus diketahui untuk menentukan desain survailans dan pengambilan data, termasuk pemanfaatan perkumpulan peternak untuk kepentingan diseminasi dan pengambilan data. Brucellosis surveilans indicator. Idealnya digunakan ukuran rasio yang dibatasi waktu dengan numerator (hewan yang terinfeksi, binatang, peternakan, rumah potong hewan, atau desa yang binatangnya terinfeksi, dan unit administrasi lainnya). Dan denominator (yang beresiko dalam kategorinya). Sebagai perhatian insiden rate pada kelompok binatang adalah indicator yang paling sensitive untuk menentukan sukses atau tidaknya sebuah program. Alternatifnya rasio dari binatang baru yang diidentifikasi pada tahun tersebut dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang dapat digunakan untuk melihat persentase penurunan atau kenaikan kasus, dihitung dengan : tahun sekarang tahun lalu tahun yang lalu Diagnostik indicator 1. Jumlah binatang yang dites secara komplit dalam interval bulanan diperlukan untuk mengetahui infeksi mendatang secara jelas. 2. Rata rata periode karantina binatang untuk efektifnya pengendalian. 3. Sumber relative dari sero positif binatang sebagai petunjuk binatang yang terinfeksi. 4. Efisiensi of Prosedur penelusuran kembali. 5. Jumlah investigasi epidemiologi yang dilakukan. 6. Jumlah kultur positif animal dan hubungannya dengan jumlah sero positif (pengujian pada hewan potong)

7. Jumlah tes serologis dan hubungannya dengan klasifikasi binatang yang terinfeksi. Semakin banyak tes serologis akan meningkatkan kemungkinan kualitas yang lebih bagus dalam diagnose. 8. Jumlah binatang yang divaksinasi. Resource indicator dapat merefleksikan kegunaan untuk manajerial, jumlah budget yang dikeluarkan, atau sumber daya yang digunakan. Termasuk di dalamnya : 1. Biaya vaksinasi per binatang 2. Biaya tes serologi dan bakteriologi per tes yang dilakukan 3. Biaya investigasi epidemiologi Dalam melakukan surveilans tersebut harus terintegrasi dari berbagai departemen dan berbagai bidang dan didukung dengan peratiran yang politik dan legal dan menyertakan peran serta masyarakat agar berhasil.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Surveilans dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan dan dilakukan secara rutin untuk memprediksi tren penyakit sebagai upaya untuk pengendaliannya. 2. Surveilans brucellosis selain dilakukan pada manusia juga harus dapat dilakukan pada hewan. 3. Surveilans brucellosis dapat dilakukan dengan surveilans aktif dan pasif. 4. Surveilans brucellosis dilakukan terintegrasi dengan departemen yang berkaitan dan berhubungan. 5. Dalam Surveilans brucellosisperlu peran serta masyarakat agar dapat berjalan dengan lancar. B. Saran 1. Dalam Surveilans brucellosis perlu dilakukan sistem pelaporan yang jelas. 2. Sistem perencanaan dan pendanaan dalam kegiatan Surveilans brucellosis harus matang. 3. Perlu dilakukan upaya perbaikan sistem diseminasi. 4. Perlu dilakukan pelatihan tenaga surveilans untuk menangani kasus seperti brucellosis.

DAFTAR PUSTAKA

Chin, James.2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. American Public Health Association : USA Robinson, A.2003. Guidelines for coordinated human and animal brucellosis surveillance. FAO : Rome Ibironke, A.2008.Evaluation of Problems and Possible Solutions linked the surveilans and control of bovine brucellosis in sub-saharan Africa, with Nigeria. Journal of veterinaria italiane, 44 (3), 549 556 Anonim. 2007. Brucellosis.The center for food security and Public Health Iowa University

You might also like