You are on page 1of 53

AWALNYA DARI PIKIRAN

Sebenarnya kita mempunyai pengetahuan dan kemampuan secara rohaniah/batiniah sebagai bekal untuk menghadapi bebagai tantangan dalam menjalani kehidupan.

Namun kemampuan yang ada dalam diri kta ini tidak pernah digali dan dikembangkannya. Akibatnya, bilamana kita mendapatkan kesulitan, kecemasan dan kegelisahan dibiarkan mendera diri kita sendiri sampai akhirnya menyebabkan pikiran kita sakit dan stress.
Bilamana pikiran kita dalam keadaan tenang, kemampuan dan potensi yang ada di dalam diri kita ini sebenarnya dapat difungsikan. Memerdekakan pikiran adalah salah satu perjalanan untuk membersihkan masalahmasalah yang ada di dalam pikiran kita.

Diri kita sering dipermainkan oleh pikiran kita sendiri. Pikiran kita secara liar bermain kesana-kemari membuat rencana-rencana, membuat cita-cita, membuat mimpi-mimpi, yang semuanya itu hanyalah angan-angan yang belum tentu dapat dicapai. Malah angan-angan tersebut sangat mengganggu pada pikiran kita sendiri.
Pikiran sangat penting bagi gerak-hidup jasmani, karena pikiranlah yang menggerakan jasmani kita; namun, "pikiran" ini harus dapat kita kendalikan dengan baik. Jika "pikiran" ini dibiarkan bebas (liar), maka pikiran ini akan bermain kesana-kemari tanpa terkendali. Pikiran adalah wadah dari semua masalah-masalah pada saat ini, atau masalah-masalah pada masa lalu yang terjadi dan terekam oleh otak. Fungsi "pikiran" manusia sebagai wadah masalah sangatlah terbatas kapasitasnya; maka, untuk dapat memfungsikan pikiran sesuai dengan kapasitasnya, "pikiran" tersebut jangan terlalu banyak menyimpan masalah-masalah. Dengan jalan memerdekakan pikiran (menenangkan pikiran) kita dapat memfungsikan pikiran dengan baik dan bermoral. Bekerjasamalah antara rohani dan jasmani dalam mengendalikan "pikiran". Dan bilamana rohani dan jasmani dapat bekerjasama dengan baik, maka "pikiran" kita tidak akan terganggu oleh hal-hal yang negatif.

THOUGHT OF THE DAY . . .

" Diri kita bukan korban dari pikiran, pendapat, atau keyakinan negatif; baik dari diri sendiri maupun dari kesadaran orang lain. Kita hidup dengan pemikiran yang benar milik kita sendiri. "

Hidup di dunia ini pada saat ini, bukan kemarin, dan bukan esok-lusa. Berbuatlah dan bekerjalah untuk saat ini, karena hidup itu saat ini. Yang lalu biarlah berlalu, yang akan datang biarlah menunggu. Hidup kita itu

benar-benar bukan dibangun oleh lamunan dan angan-angan, tetapi dibangun oleh bekerja dan bekerja.

" Kita mencintai Tuhan dan dicintai Tuhan. Kita adalah faktor positif dalam kehidupan. Pengalaman kemarin dan harapan masa depan adalah merupakan realitas. Kita dalam kehidupan yang baru. batin yang baru, dan pikiran yang baru."
http://www.kecerdasanspiritual.com/

KECERDASAN SPIRITUAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN


Jun 7 Posted by BOY Apa yang dimaksudkan dengan kecerdasan spiritual dan apa bedanya dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosi? IQ,EQ dan SQ adalah tiga istilah yang sudah cukup dikenal,terutama di kalangan praktisi dan spesialis pengembangan sumber daya manusia. Istilah pertama yaitu Intellectual Quotient atau IQ menggambarkan kapasitas seseorang untuk melakukan kegiatan mental seperti berpikir, mencari penjelasan, dan memecahkan masalah secara logis. Berdasarkan hasil tes IQ, dapat ditentukan kemampuan seorang karyawan yang terkait dengan angka, kata-kata, visualisasi, daya ingat, penjelasan deduktif-induktif, dan kecepatan memersepsikan sesuatu. Dengan mengetahui dalam hal apa seorang karyawan memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi,maka perusahaan dapat menempatkan karyawan tersebut pada posisi atau pekerjaan yang sesuai. Istilah kedua yaitu Emotional Quotient atau EQ yang diperkenalkan oleh Daniel Goleman di sekitar pertengahan tahun 1990-an menjelaskan kemampuan seseorang untuk mendeteksi dan mengelola emosi. Menurut Goleman, ada empat level kecerdasan emosi. Level pertama adalah self awareness atau kesadaran diri. Pada tahap ini, seorang karyawan dapat mengenal dan memahami emosi, kekuatan dan kelemahan, nilai-nilai serta motivasi dirinya.Pada level kedua, yaitu self management atau kelola diri,karyawan tidak hanya mampu mengenal dan memahami emosinya, juga mampu mengelola, mengendalikan dan mengarahkannya. Karyawan yang memiliki kemampuan kelola diri yang baik secara rutin melakukan evaluasi diri setelah menghadapi keberhasilan maupun kesuksesan dan mampu mempertahankan motivasi dan perilaku kerjanya untuk menghasilkan kinerja yang baik.

Pada level ketiga yang disebut social awareness atau kesadaran sosial, karyawan sudah mampu berempati, yaitu peka terhadap perasaan, pemikiran, dan situasi yang dihadapi orang lain. Kecerdasan emosi memampukan kita untuk menyadari dan memahami perasaan sendiri dan orang lain, memampukan kita menilai suatu situasi dan bertindak sesuai dengan situasi yang dihadapi. Dan pada level yang tertinggi yaitu relationship management atau kelola hubungan, seorang karyawan mampu mengendalikan dan mengarahkan emosi orang lain. Karyawan tersebut mampu menginspirasi orang lain,memengaruhi perasaan dan keyakinan orang lain, mengembangkan kapabilitas orang lain, mengatasi konflik, membina hubungan, dan membentuk kerja sama yang menguntungkan semua pihak. Istilah yang ketiga yaitu Spiritual Quotient atau SQ diyakini merupakan tingkatan tertinggi dari kecerdasan,yang digunakan untuk menghasilkan arti (meaning) dan nilai (value). Dua jenis kecerdasan yang disebutkan pertama,yaitu IQ dan EQ, merupakan bagian yang terintegrasi dari SQ. Mengacu pada teori motivasi yang dikemukakan Maslow, kecerdasan spiritual terkait dengan aktualisasi diri atau pemenuhan tujuan hidup,yang merupakan tingkatan motivasi yang tertinggi. Kecerdasan spiritual yang tinggi ditandai dengan adanya pertumbuhan dan transformasi pada diri seseorang, tercapainya kehidupan yang berimbang antara karier/pekerjaan dan pribadi/keluarga, serta adanya perasaan suka cita serta puas yang diwujudkan dalam bentuk menghasilkan kontribusi yang positif dan berbagi kebahagiaan kepada lingkungan. SQ walaupun mengandung kata spiritual tidak selalu terkait dengan kepercayaan atau agama. SQ lebih kepada kebutuhan dan kemampuan manusia untuk menemukan arti dan menghasilkan nilai melalui pengalaman yang mereka hadapi. Akan tetapi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan atau menjalankan agama,umumnya memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kepercayaan atau tidak menjalankan agama. Seperti misalnya penelitian yang dilakukan Harold G Koenig dan kawan-kawan yang telah dipublikasikan Oxford University Press dalam bentuk buku berjudul Handbook of Religion and Health. Penelitian yang mereka lakukan menemukan bahwa di setiap tingkatan pendidikan dan usia, orang yang pergi ke rumah ibadah, berdoa dan membaca kitab suci secara rutin, ternyata hidup lebih lama sekitar tujuh hingga 14 tahun dan memiliki kesehatan fisik yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang tidak menjalankan ritual keagamaan. Seperti apakah peran SQ di tempat kerja? Karyawan dengan SQ yang tinggi biasanya akan lebih cepat mengalami pemulihan dari suatu penyakit, baik secara fisik maupun mental. Ia lebih mudah bangkit dari suatu kejatuhan atau penderitaan, lebih tahan menghadapi stres, lebih mudah melihat peluang karena memiliki sikap mental positif,serta lebih ceria, bahagia dan merasa puas dalam menjalani kehidupan. Berbeda dengan karyawan yang memiliki SQ rendah. Pada orang dengan SQ rendah,keberhasilan dalam hal karier, pekerjaan, penghasilan, status dan masih banyak lagi hal-hal yang bersifat materi ternyata tidak selalu mampu membuatnya bahagia. Persaingan dan perbedaan kepentingan yang berlangsung begitu ketat sering kali membuat manusia kehilangan arah dan identitas.

Perubahan teknologi yang pesat menghasilkan tekanan yang begitu besar, yang terkadang membutakan manusia dengan kecerdasan spiritual rendah dalam menjalani visi dan misi hidupnya, membuat ia lupa melakukan refleksi diri dan lupa menjalankan perannya sebagai bagian dari komunitas.Kesibukan kerja dan keberhasilan yang dicapai tidak diamalkannya untuk penciptaan arti dan nilai bagi lingkungan. Bagaimana membentuk kecerdasan spiritual yang tinggi di tempat kerja? Manusia memiliki pikiran dan roh, ingin mencari arti dan tujuan, berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari komunitas. Oleh karenanya,organisasi perlu membentuk budaya spiritualitas di lingkungan kerja. Organisasi yang bersifat spiritual membantu karyawannya untuk mengembangkan dan mencapai potensi penuh dari dirinya (aktualisasi diri). Robbins & Judge dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior menyebutkan budaya spiritualitas yang perlu dibentuk adalah: Strong sense of purpose.Meskipun pencapaian keuntungan itu penting, tetapi hal itu tidak menjadi nilai utama dari suatu organisasi dengan budaya spiritual.Karyawan membutuhkan adanya tujuan perusahaan yang lebih bernilai, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk visi dan misi organisasi. Trust and respect.Organisasi dengan budaya spiritual senantiasa memastikan terciptanya kondisi saling percaya, adanya keterbukaan dan kejujuran. Salah satunya dalam bentuk manajer dan karyawan tidak takut untuk melakukan dan mengakui kesalahan. Humanistic work practices. Jam kerja yang fleksibel,penghargaan berdasarkan kerja tim,mempersempit perbedaan status dan imbal jasa, adanya jaminan terhadap hak-hak individu pekerja, kemampuan karyawan, dan keamanan kerja merupakan bentuk-bentuk praktik manajemen sumber daya manusia yang bersifat spiritual. Toleration of employee expression. Organisasi dengan budaya spiritual memiliki toleransi yang tinggi terhadap bentuk-bentuk ekspresi emosi karyawan. Humor, spontanitas, keceriaan di tempat kerja tidak dibatasi. Saat ini sudah cukup banyak perusahaan yang menerapkan budaya spiritualitas di tempat kerja. Bahkan,ada perusahaan yang mendorong dan mengizinkan setiap karyawan untuk menyediakan satu persen dari waktu kerjanya untuk melakukan pekerjaan sukarela bagi pengembangan komunitas, seperti: membagikan makanan kepada para tunawisma, kerja bakti membersihkan taman umum,mendirikan perpustakaan atau rumah baca untuk anak-anak jalanan,dan memberi bantuan bagi korban bencana alam. Southwest Airlines adalah contoh sukses sebuah organisasi spiritual.Pembentukan budaya spiritual di Southwest Airlines telah membuat perusahaan itu menjadi salah satu perusahaan penerbangan dengan turn over terendah, secara konsisten memiliki biaya tenaga kerja terendah per jarak penerbangan, secara tetap mencatat waktu tiba yang lebih cepat dan tingkat komplain yang lebih rendah dibandingkan pesaingnya, dan terbukti merupakan perusahaan penerbangan yang paling konsisten dalam hal keuntungan di industri penerbangan Amerika Serikat. Dengan terbentuknya budaya spiritualitas di tempat kerja, diharapkan akan terbentuk karyawan yang happy, tahu dan mampu memenuhi tujuan hidup. Karyawan yang demikian umumnya memiliki hidup yang seimbang antara kerja dan pribadi,antara tugas dan pelayanan. Pada umumnya,mereka juga memiliki kinerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian yang

dilakukan sebuah perusahaan konsultan besar, penerapan lingkungan kerja yang spiritual meningkatkan produktivitas dan menurunkan turn over. Studi lainnya menunjukkan, karyawan yang kecerdasan spiritualnya tinggi dan didukung lingkungan kerja yang juga spiritual, secara positif menjadi lebih kreatif, memiliki kepuasan kerja yang tinggi, mampu bekerja dengan baik secara tim, dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi.(*) Sumber: disini oleh Eva Hotnaidah Saragih
http://badruddin69.wordpress.com/2009/06/07/kecerdasan-spiritual-dan-pengaruhnya-terhadapkinerja-karyawan/ Sinotar (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai pemikiran yang terilhami. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas, keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya. Sedangkan Khavari (dalam Zohar dan Marshall, 2001) berpendapat bahwa kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non material kita ruh manusia. Menurut Zohar dan Marshall (2001) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih bermakna dibandingkan orang lain. Kecerdasan spiritual memberi kita kemampuan membedakan kecerdasan spiritual memberi kita rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku, dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk bergulat dengan ihwal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri kita dari kerendahan. Agustian (2001) kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya kepada Allah. Kesimpulannya bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berasal dari dalam hati, menjadikan kita kreatif ketika kita dihadapkan pada masalah pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian hati. Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhan yang sangat dicintainya. Prinsip kecerdasan spiritual Agustina (2001) dalam bukunya menuliskan adanya 6 prinsip dalam kecerdasan spiritual berdasarkan rukun iman, yaitu : a) Prinsip bintang (star prinsiple) berdasarkan iman kepada Allah SWT. Yaitu kepercayaan atau keimanan kepada Allah SWT. Semua tindakan hanya untuk Allah, tidak mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri. b) Prinsip malaikat (angel principle) berdasarkan iman kepada Malaikat.

Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan sebaik-baiknya sesuai dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah-Nya. c) Prinsip kepemimpinan (leadership principle), berdasarkan iman kepada rasul. Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti halnya Rasullullah SAW, seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang. d) Prinsip pembelajaran (learning principle) berdasarkan iman kepada kitab. Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam bertindak. e) Prinsip masa depan (visim principle) berdasarkan iman kepada hari akhir. Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Semua itu karena keyakinan akan adanya hari kemudian dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan. f) Prinsip keteraturan (well organized principle) berdasarkan iman kepada Qodlo dan Qodar Setiap keberhasilan dan kegagalan, semua merupakan takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdoa kepada Allah. Ciri-ciri kecerdasan spiritual Berdasarkan teori Zohar dan Marshall (2001) dan Sinetar (2001) sebagai berikut : a. Mempunyai kesadaran diri. Adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari antuasi yang datang dan menanggapinya. b. Mempunyai visi. Ada pemahaman tentang tujuan hidupnya, mempunyai kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. c. Fleksibel. Mampu bersikap fleksibel, menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, mempunyai pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan) dan efisien tentang realitas. d. Berpandangan holistik. Melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan serta melampaui, kesengsaraan dan rasa sehat serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya. e. Melakukan perubahan. Terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo, menjadi orang yang bebas merdeka. f. Sumber inspirasi. Mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain, mempunyai gagasan-gagasan yang segar dan aneh. g. Refleksi diri, mempunyai kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok.

Faktor-faktor yang mendukung kecerdasan spiritual Menurut Sinetar (2001) otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan terhadap semua orang, mampunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk memenuhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual menurut Agustian (2003) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

Zohar dan Marshall (2001) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu : a. Sel saraf otak Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto Encephalo Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual. b. Titik Tuhan (God spot) Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan. Aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual Sinetar (2001) menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan spiritual, yaitu : a. Kemampuan seni untuk memilih, kemampuan untuk memilih dan menata hingga ke bagian-bagian terkecil ekspresi hidupnya berdasarkan suatu visi batin yang tetap dan kuat yang memungkinkan hidup mengorganisasikan bakat. b. Kemampuan seni untuk melindungi diri. Individu mempelajari keadaan dirinya, baik bakat maupun keterbatasannya untuk menciptakan dan menata pilihan terbaiknya. c. Kedewasaaan yang diperlihatkan. Kedewasaan berarti kita tidak menyembunyikan kekuatankekuatan kita dan ketakutan dan sebagai konsekuensinya memilih untuk menghindari kemampuan terbaik kita. d. Kemampuan mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan orang lain di mata kita penting atau kita cintai. e. Disiplin-disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain, pemaaf tidak prasangka mudah untuk memberi kepada orang lain dan selalu ingin membuat orang lain bahagia. Menurut Buzan (2003) ada sepuluh aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual yaitu mendapatkan gambaran menyeluruh tentang jagad raya, menggali nilai-nilai, visi dan panggilan hidup, belas kasih, memberi dan menerima, kekuatan tawa, menjadi kanak-kanak kembali, kekuatan ritual, ketentraman, dan cinta. http://www.masbow.com/2009/08/kecerdasan-spiritual.html

Menemukan Makna Hidup Dengan Kecerdasan Spiritual--Sunday, March 18, 2007 6:53:40 AM

Anda mungkin pernah mendengar bahwa kecerdasan emosional membuat orang lebih mudah mencapai sukses. Tapi tahukah bahwa untuk menemukan makna kehidupan dan kebahagiaan diperlukan kecerdasan spiritual?

Tony Puzan, seorang pakar otak manusia dari Amerika mengatakan seseorang bisa merasa bahagia dalam segala situasi jika memiliki kecerdasan spiritual. Namun seseorang yang taat beragama belum tentu cerdas secara spiritual. Bila demikian, apa sebenarnya kecerdasan spiritual itu? Bukan Kecerdasan Emosional Semula, orang hanya mengenal kecerdasan intelektual, kemudian muncul kecerdasan emosional dan kini kecerdasan spiritual. Kecerdasan emosional dipopulerkan oleh Daniel Goleman yang mengatakaan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memahami orangorang lain, berinteraksi dan mengembangkan empati, simpati, untuk bisa bekerja sama. Para ahli neurology kemudian menemukan bahwa ada bagian otak manusia yang mampu menyerap kejadian spiritual, menyadari kehadiran Tuhan dan memaknai kehidupan. Ciri cerdas spiritual Bila kecerdasan spiritual diartikan sebagai rajin beribadah, maka Anda keliru. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang memberi makna pada kehidupan. Menurut Tony Buzan, ciri kecerdasan spiritual pada seseorang adalah; kerap berbuat baik, menolong, memiliki empati yang besar, memaafkan, mampu memilih kebahagiaan, memiliki sense of humor yang baik dan merasa memikul sebuah misi yang mulia. Melatih Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual bisa didapat dengan mengikuti training, yang didalamnya terdapat pelatihan terdiri: -Management of anger, peserta dilatih untuk bersedia memaafkan orang-orang yang sudah menyakiti hati. Jadi pemberian maaf tidak lagi hanya di bibir tapi sampai ke hati. -Random act kindness, artinya menolong orang yang tidak Anda kenal sehingga tidak ada motif tersembunyi. Pelatihan ini memicu kita hidup bahagia dan mudah menolong orang lain. -Kesabaran dan kemampuan menemukan misi hidup, orang yang tahu misi hidupnya akan merasa memikul misi tersebut sehingga merasa hidup ada tujuannya dan bermakna bagi orang lain. Misi tersebut akan menjadi guide, cahaya yang menerangi orang itu dalam perjalanan hidupnya. http://my.opera.com/mbujang/blog/menemukan-makna-hidup-dengan-kecerdasan-spiritual

Pengertian Kecerdasan Spiritual


18 Februari 2010 Arya Utama Tinggalkan komentar Go to comments

Menurut Munandir (2001 : 122) kecerdasan spritual tersusun dalam dua kata yaitu kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan

fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya masing-masing. Selanjutnya Munandir menyebutkan bahwa Intelegence dapat pula diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi baru. Sementara itu Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral. Jadi berdasarkan arti dari dua kata tersebut kerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan nilai, batin, dan kejiwaan. Kecerdasan ini terutama berkaitan dengan abstraksi pada suatu hal di luar kekuatan manusia yaitu kekuatan penggerak kehidupan dan semesta. Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, meliputi melihat suatu gambaran secara menyeluruh. Sementara itu, kecerdasan spiritual menurut Stephen R. Covey adalah pusat paling mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas. Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain. Kecerdasan spiritual menurut Khalil A Khavari di definisikan sebagai fakultas dimensi nonmaterial kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk mencapai kebahagiaan yang abadi. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.
http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/pengertian-kecerdasan-spritual/

Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (bahasa Inggris: spiritual quotient) adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.[1] SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu.[2] Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.[1]

Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi, mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya
http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_spiritual

NIRMALA September 2006 Nirmala Edisi Ramadhan September 2006

Kecerdasan emosional memang membuat orang lebih mudah mencapai sukses dalam hidup. Tapi untuk menemukan kebahagiaan dan makna dari kehidupan, diperlukan kecerdasan spiritual. ..... Awal juni lalu, kita dikejutkan oleh peristiwa tragis yang terjadi di Bandung. Seorang wanita yang dikenal sholeh, berpendidikan tinggi, sanggup membunuh 3 anaknya sendiri dalam waktu 24 jam. Bagaimana mungkin seorang wanita yang taat beragama bisa melakukan hal seperti itu? Apalagi kemudian terungkap alasan dari tindakannya itu. Katanya, ia membunuh anak-anaknya justru karena sangat menyayangi anak-anaknya dan takul tidak mampu rnenjadi ibu yang baik. Menurut DR Jalaluddin Rakhmat MSc, itu bisa terjadi karena dia tidak bahagia. Kalau meminjam istilahnya Tony Buzan, pakar tentang otak manusia dari Amerika, kemampuan seseorang untuk berbahagia dalam segala situasi berhubungan dengan kecerdasan spiritualnya. Seseorang yang dikatakan taat beragama belum tentu cerdas secara spiritual. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual? Dan apa bedanya dengan kecerdasan emosional? Bedanya Kecerdasan Emosional dan Spiritual

Pada awalnya, orang hanya mengenal kecerdasan iritelektual, kemudian muncul kecerdasan emosional dan kini kecerdasan spiritual. Menurut DR Jalaluddin Rakhmat MSc, seorang psikolog, kecerdasan emosional (emotional intelligent) dipopulerkan Daniel Coleman meskipun dia bukan penemunya. Psikolog Howard Gardner adalah orang yang pertama menemukan sejenis kecerdasan untuk bisa memaharni orang-orang lain, dan disebutnya sebagai kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligent). Oleh Daniel Coleman, selelah sepakat dengan penelili-peneliti lain, kecerdasan interpersonal itu disebutnya kecerdasan emosional. Pada intinya, kecerdasan emosional adalah kemampuan orang untuk memahami orang-orang di sekitamya, berinteraksi untuk mengembangkan empati, simpati, dan untuk bisa bekerjasama. Sedangkan Howard Gardner merumuskan delapan kecerdasan majemuk, yaitu kecerdasan musikal, kinestetik (kemampuan menari), visual (kemampuan menggambar, mengekspresikan sesuatu dalam bentuk lukisan), logis matematis, interpersonal (personal), intrapersonal (berpikir refleksi), linguistik (menggunakan bahasa), dan naturalistik. Tapi Gardner tidak memasukkan kecerdasan spiritual karena katanya kecerdasan spiritual itu tidak punya tempat di dalam otak kita seperti kecerdasan yang lain. Tapi belakangan kecerdasan spiritual itu menurut penelitian-penelitian di bidang neurologi (ilrnu tentang syaraf) justru punya tempat di dalam otak. |adi ada bagian dari otak kita dengan kemampuan untuk mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, untuk melihat Tuhan. Dalam hal ini maksudnya adalah menyadari kehadiran Tuhan di sekitar kita dan untuk memberi makna dalam kehidupan. jadi ciri orang yang cerdas secara spiritual di antaranya adalah bisa memberi makna dalam kehidupannya. Sedangkan ciri umum orang yang cerdas secara emosional yaitu sukses dalam kehidupan, sukses dalam pekerjaan, mampu bekerjasama dengan orang lain, mampu mengendalikan emosi. Dia juga biasanya pintar menarik hati orang lain, bisa memahami sifat setiap orang dengan tepat, biasanya juga hafal nama-nama orang yang dikenalnya dan mengetahui kesenangan dan ketidaksukaan orang itu. Orang yang cerdas secara emosional itu dalam tingkat yang negatif bisa memanipulasi orang tapi dalam tingkat yang positif bisa menjadi pemimpin yang baik. Cerdas Spiritual Beda Dengan Sikap Religius Sayangnya, masih menurut DR jalaluddin Rakhmat, di Indonesia kecerdasan spiritual lebih sering diartikan rajin salat, rajin beribadah, rajin ke masjid, pokoknya yang menyangkut agama. Jadi kecerdasan spiritual dipahami secara keliru. Padahal kecerdasan spiritual itu kemampuan orang untuk memberi makna dalam kehidupan. Ada juga orang yang mengartikan kecerdasan spiritual itusebagai kemampuan untuk tetap bahagia dalam situasi apapun tanpa tergantung kepada situasinya. Mengutip Tony Buzan, pakar mengenai otak dari Amerika, DR jalaluddin Rakhmat menyebutkan bahw ciri orang yang cerdas spiritual itu di antaranya adalah senang berbuat baik, senang menolong orang lain, telah menemukan tujuan hidupnya, jadi merasa rnemikul sebuah misi yang mulia kemudian merasa terhubung dengan sumber kekuatan di alam semesta (Tuhan atau apapun yang diyakini, kekuatan alam semesta misalnya), dan punya sense of humor yang baik. Di Amerika, pelatihan-pelatihan kecerdasan spiritual ditujukan

untuk itu, yaitu melatih orang memilih kebahagiaan di dalam hidup. Penelitian itu dilanjutkan sampai muncul aliran di dalam psikologi yang membuat terapi baru. Dulu kalau ada orang depresi diobati dengan obat anti depresi seperti prozak, sekarang cukup disuruh beramal, menolong orang lain, ternyata terjadi perbaikan. Dengan menolong dan beramal, dia menemukan bahwa hidupnya bermakna, dan itu namanya kecerdasan spiritual, jadi orang yang cerdas spiritual itu bukan yang paling rajin salatnya, tapi yang senang membantu orang lain, mempunyai kemampuan empati yang tinggi, juga terhadap penderitaan orang lain, dan bisa memilih kebahagiaan dalam hidupnya. Di Indonesia buku Kecerdasan Spiritual yang pertama ditulis oleh Danah Zohar. Saya memberikan kata pengantar disitu sekaligus mengkritik Danah Zohar, tapi ada juga yang tidak saya kritik yaitu kata-kata Danah Zohar bahwa bisa saja seorang ateis malah memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Banyak orang menjadi ateis itu bukan karena argumentasi rasional tapi karena tingkah laku para pemeluk agama yang mengecewakan mereka misalnya melihat orang-orang beragama yang tidak bisa menghargai perbedaan pendapat, merasa dirinya paling benar, dan suka menghakimi orang lain. jadi ada orang yang tidak mempersoalkan Tuhan, yang penting bisa berbuat baik kepada orang banyak. Ini ciri orang yang cerdas spiritual juga. Sekarang baru terbukti secara psikologis bahwa banyak menolong orang itu membuat bahagia. Mengapa? Karena dengan begitu kita jadi menemukan misi hidup. Demikian penjelasan DR |alaluddin Rakhmat. Kecerdasan Spiritual Bisa Dilatih Kini pelatihan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual semakin mudah ditemukan (lihat boks Cara praktis cerdas spiritual dan Cerdas emosi dan spiritual lewat sembilan jalan). Masih menurut DR Jalaluddin Rakhmat, mengikuti training bisa saja membantu mempengaruhi kecerdasan spiritual selama konsepnya benar. Keberhasilan seseorang belajar lewat training dapat dilihat jika setelah mengikuti training hidupnya berubah menjadi positif yang tadinya depresi atau menderita kecemasan, ketakutan pada masa depan, kebingungan, lalu menjadi bahagia. Cara Praktis Cerdas Spiritual Menurut Erbe Sentanu dari Katahati Institute, kecerdasan spiritual itu mempunyai banyak konsep, kiat, dan caranya. Saya sendiri selalu melihat ke sisi pragmatis dan empirisnya, katanya. Orang yang cerdas secara spiritual itu bagaimana sih rasanya? Otak dan tubuhnya beroperasi seperti apa? Buat saya cerdas secara spiritual atau dekat dengan Tuhan itu harus dibuktikan dengan berada di zona ikhlas yang mensyaratkan tiga hal, yaitu gelornbang otaknya harus lebih banyak dalam posisi Alfa dan Tetha, kemudian sistem perkabelan otaknya (neuropeptide) serasi dan memunculkan perasaan tertentu kepada Tuhan, lalu tubuhnya harus cukup mengandung hormon serotonin, endorfin, dan melantonin dalam komposisi yang pas. Dalam kondisi itu, maka dengan sendirinya ciri-ciri kecerdasan spiritual akan muncul. Tanpa ketiga syarat itu, agak sulit dipercaya. Misalnya seseorang mengaku dekat dengan Tuhan tapi hormon di tubuhnya dominan kortisol, yaitu hormon yang muncul pada saat orang stres, bagaimana mungkin? Seseorang yang dekat dengan Tuhan mestinya lebih banyak

berada dalam kondisi khusyuk, kondisi rileks, dan hormon di tubuhnya pasti hormon yang bagus seperti hormon DHEA, serotonin, endorfin, dan melantonin. Mempelajari kecerdasan spiritual tidak bisa begitu saja lewat buku, karena hasilnya hanyalah pemahaman kecerdasan spiritual lewat logika, apalagi kalau membacanya sambil stres. Akan lebih efektif jika menggunakar brainwave technology, yaitu dengan mendengarkan CD musik yang berfungsi rnenarik gelornbang otak ke Alfa-Theta selama 20 menit pada pagi dan petang hari. Kita juga bisa melatih kecerdasan spiritual lewat puasa dengan syarat puasa tersebut dijalankan dengan benar. Karena puasa bisa menurunkan gelornbang otak dari Beta ke AlfaTheta sehingga rnembuat orang lebih sabar dan memunculkan keinginan untuk berbuat baik. Kalau itu berlanjut hingga 10 hari maka otaknya akan stabil beroperasi di Alfa-Theta. Kalau hal itu bisa berlanjut hingga 20 hari, maka hormon-hormon yang baik dan menenangkan akan diproduksi oleh tubuh. Saat itu dia akan melihat hidup ini dengan cara lain, menjadi mudah bersyukur, mudah rnerasa terharu. Memunculkan perasaan mudah bersyukur itu penting sekali karena rasa syukur bisa diartikan sebagai kemampuan menikmati hidup ini apapun kondisinya, sehingga susah atau senang rasanya tetap nikmat. Rasa syukur yang benar, dalam arti betul-betul menghayati nikmatnya hidup, juga sangat membantu memunculkan kecerdasan spiritual. (N)

Memperkaya Sisi Spiritual Lewat Pelatihan Rizal Pingai (karyawan swasta) Saya sudah sering mengikuti pelatihan, diantaranya ESQ. Holistik Alwan Nasution, juga Neurolog Wiwoho, tutur Rizal Tingai. Menurut saya, setiap pelatihan selalu memberikan nilai tambah dalam perkembangan jiwa. Tapi jawaban dari apa yang saya cari selama 32 tahun baru saya ternukan setelah mengikuti pelatihan di Katahati Institute, sambungnya. Tadinya saya termasuk orang dengan temperamen tinggi, tapi kini saya berubah. Dulu saya stres menghadapi kemacetan, sekarang bisa ikhlas dan bisa berpikir barangkali setiap orang memang punya tujuan yang sama. Selain itu, kalau dulu setiap berdoa saya terus saja meminta tapi lupa bersyukur, kini setiap berdoa selalu diawali dengan mensyukuri semua yang diberikan Tuhan. Dengan anak-anak pun saya lebih sabar dan pengertian. Saya pernah minta maaf kepada anak saya karena merasa salah, padahal dulu itu sesuatu yang sulit dilakukan. Dalam hidup, kita cenderung lebih banyak menggunakan otak. Padahal dengan perasaan dan keikhasan kita justru bisa menghasilkan loncatan-loncatan dalam kehidupan. Bermirnpi ketika tidur itu biasa, yang tidak biasa adalah bermimpi di alam sadar. Karena setiap orang harus punya imajinasi untuk diwujudkan, jadi kita perlu melakukan improvisasi dan inovasi terus menerus, ujarnya lagi.

Doddy Nasution (asisten manager purchasing sebuah perusahaan asing) Pengalaman saya selelah mengikuti berbagai pelatihan, ternyata bahwa pelatihan yang

membuat orang menangis itu efeknya hanya dalam jangka pendek, tutur Doddy. Pada saat pelatihan memang rasanya lega, karena kita memang butuh pelepasan masalah-masalah hidup. Tapi setelah di rumah semua masalah itu kembali lagi. Jadi rasanya hanya sesaat lari dari kenyataan saja, lanjutnya. Saya lebih cocok dengan solusi yang diberikan kang Jallal (DR Jalaluddin Rakhmat - Red), yaitu dengan membantu orang lain. Beramal baik itu meringankan perasaan. Bukan berarti masalah kita lalu selesai, tapi masalah kita itu menjadi terasa ringan dengan menolong orang tanpa rnemandang agama, suku, ras. Pokoknya kepada semua mahluk Tuhan tanpa pilihpilih. Dengan berkhidmat kepada sesama seperti itu ternyata membuat kita lebih kuat, meringankan derita, dan lebih cepat mengantarkan kita pada kecerdasan spiritual yang lebih tinggi. Dengan begitu, kita menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan Tuhan pun akhirnya rnemudahkan urusan-urusan kita, begitu pendapat Doddy Nasution. Abi (wiraswasta) Sejak dulu saya memang senang membaca buku-buku psikologi, dan suka mengikuti seminar-seminar motivasi seperti seminarnya Anthony Robbins, juga pelatihan-pelatihan. Yang saya rasakan, pengaruh semua bacaan, seminar, dan pelatihan itu biasanya hanya bertahan selama 2 bulan, tutur Abi. Tapi sejak mengikuti pelatihan di Katahati, pikiran saya rasanya seperti diset ulang dengan brainwave technology sehingga terjadi perubahan paradigma dan cara saya dalam rnemandang segala sesuatu. Rasanya saya jadi lebih fokus dalam menghadapi masalah dan bisa tenang. Emosi pun terkontrol dengan baik, saya tak lagi mudah marah dan tersinggung. Di jalanan yang rnacet, kaiau biasanya merasa mendongkol, kini malah bisa menikmati kemacetan, tutur Abi. Masalah itu kalau dinikmati ternyata bisa menjadi ringan; kalau diterima dengan ikhlas dan senyuman, bisa lebih mudah selesai. Kini karena hati saya bisa menerima segala keadaan, maka tak ada amarah, tak ada perasaan atau tindakan negatif. Sangat luar biasa. Salat menjadi lebih khusyuk, berdzikir pun enak. Kata sekretaris di kantor, sekarang saya juga menjadi lebih sering tersenyum, demikian Abi. Iranti Emingpradja (artis, presenter, penulis) Mengerti kecerdasan spiritual lewat rasio itu mudah, tapi untuk betul-betul menyadarinya dan mengamalkannya itu susah, demikian komentar Irianti Erningpradja. Buku pertama yang saya tulis adalah tentang kecerdasan spiritual (judulnya Kebiasaan sehari-hari untuk meningkatkan kecerdasan spiritual) Jadi saya sudah lama tahu bahwa ciri orang yang kecerdasan spiritualnya tinggi itu diantaranya mudah memaafkan, jujur, sabar, tidak mudah tersinggung, kreatif, terbuka, spontan, memahami jati diri, memiliki misi hidup,dll. Tapi untuk bisa terus menerus mempraktikkan semua itu ternyata tidak mudah, sambungnya. Sebenarnya saya sudah sering mengikuti pelatihan, tapi setelah mengikuti pelatihan di Katahati Institute, barulah saya sadar bagaimana caranya supaya cerdas spiritual, katanya. Dengan cara connect ke dalam hati, semua karakteristik yang harus dimiliki tersebut ternyata bisa muncul sendiri dari dalam dan lebih mudah dipraktikkan. Jadi bukan lagi berupa

hafalan atau teori saja. Kuncinya ternyata satu hal itu, consult your heart. Namun setelah itu bukan berarti lalu semuanya selesai karena manusia tetap harus lerus tumbuh. Manusia adalah spirit yang sifatnya tak terbatas. Dengan terus browsing lewat hati, kita bisa terus menemukan pemahaman yang tidak pernah berhenti. lanjutnya dengan bijak.(N)
http://erbesentanu.com/technospirituality/70-cara-efektif-membangkitkan-kecerdasan-spiritual KECERDASAN SPIRITUAL KETELADANAN HIDUP DI BULAN RAMADHAN Ditengah-tengah gejolak hidup dan kehidupan ini, ternyata banyak hal prinsip yang belum dapat terselesaikan dengan tuntas. Tidak ada lagi musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana yang dilakukan oleh para pendahulu dalam memutuskan suatu atau berbagai hal yang dianggap pelik; kecuali suatu sandiwara yang berujung pada hanya untuk kepentingan individu atau pun golongan.

Acara Pesantren Kilat Ramadhan 2011 Ejawantah's Blog

Semakin lama kita hidup, semakin banyak kita menyadari dampak sikap kita terhadap kehidupan. Komitment merupakan faktor yang akan membuat perbedaan dalam kehidupan kita sendiri dan memungkinkan kita bisa membuat perbedaan dalam kehidupan. Komitment yang kuat juga memungkinkan kita bisa menggali dalam dan mengeluarkan sumber kepribadian seseorang dan spiritual tersembunyi yang bisa kita peroleh. Berada pada titik tempat kita bebas mengakui bahwa kita tidak memiliki semua jawaban dan tidak mempunyai pengalaman. Perpaduan antara keyakinan dan kerendahan hati memberi kita beberapa pilihan dalam hidup, sikap

ini membebaskan diri kita untuk tidak hanyut dalam permasalahan hidup, dan tetap melangsungkan kegiatan Keceredasan Spiritual.

Acara Buka Puasa Bersama Ramadhan 2011 Ejawantah's Blog

Inti persoalan momentum adalah bahwa begitu kita telah sepakat dalam kometmen tersebut; karena tanpa komitmen, kita akan mengambil jalan keluar yang mudah dan menggap segala persoalan sudah selesai. Bila diri kita menempatkan kualitas keyakinan diri, komitmen, dan keberanian harus berada di garis depan; tanpa mempedulikan usia dan latar belakang kita, kemungkinan besar bahwa kita akan berhasil.

Komitment memberikan secercah harapan Dalam pengejawantahan Kecerdasan Spiritual.


(Ejawantah's Blog)

Keberanian dalam bertindak menyatakan pendirian yang benar, yang dibangun di atas landasana integritas yang terbungkus dalam keyakinan diri, akan meningkatkan sebuah hasil karya yang bermakna untuk orang-orang yang berada di sekeliling kita.

Membina hubungan sosial di lingkungan tempat tinggal kita melalui Kecerdasan Spiritual akan memberikan diri kita peluang jauh lebih besar untuk meraih keberkahan hidup. Langkah sederhana ini merupakan suatu komitment kami untuk selalu memberikan pembelajaran

melalui langlah sederhana untuk siapa saja. Bila hal ini dapat dilakukan secara bersama maka hal ini akan berdampak dalam kehidupan perindividu yang terlibat didalamnya. Dan sebagai orang biasa pun kita dapat menjalankan kecerdasan spiritual melalui langkah sederhana. Program yang telah dijalankan tahun 2010 yaitu sama dengan tahun ini Pesantren Kilat Di Bulan Ramadhan dan Pemberian Santunan kepada anak Yatim dan kaum Dhuafa. Lihat di sini.

"Harapan akan mempengaruhi bagaimana diri kita melihat suatu realita; Tetapi dapat juga mempengaruhi realita itu sendiri" (Ejawantah's Blog)

Masalah dapat merubah masalah; tetapi Manusia tidak dapat merubah masalah

SOLUSINYA :

Dengan mengatasi permasalahan yang kecil; maka Kita akan dapat mengatasi permasalahan yang besar

http://ejawantahnews.blogspot.com/2011/08/kecerdasan-spiritual-keteladanan-hidup.html

Tinjauan Kecerdasan Spiritual (SQ) Terhadap Permasalahan Sosial di Indonesia Rahmat Ismail Ketua Umum 2004-2007 PP Himpunan Psikologi Indonesia

Abstrak Krisis moneter yang menimpa beberapa negara di Asia Tenggara pada tahun 1997 telah membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan ekonomi, politik dan sosial di Indonesia.

Di Indonesia sangat dirasakan adanya krisis ekonomi yang dimulai dari kehancuran sektor perbankan, dilanjutkan dengan penarikan dana yang sangat besar dari Bank Indonesia dalam bentuk BLBI untuk penyehatan sektor perbankan. Akan tetapi justru yang terjadi adalah maraknya perdagangan valuta asing sehingga nilai tukar rupiah jatuh ke titik yang terendah. Kemelut dalam bidang politikpun terjadi. Presiden Suharto setelah berkuasa lebih dari 32 tahun terpaksa harus meletakkan jabatan. Wakil Presiden saat itu, BJ Habibie, diangkat menjadi Presiden. Melalui Sidang Istimewa MPR RI, diputuskan adanya pemilihan umum dipercepat. Hasilnya terpilih Presiden baru Abdurrachman Wahid, yang juga tidak dapat bertahan lama karena dianggap sering mengambil keputusan yang kontroversial. Melalui Sidang Istimewa MPR RI Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri diangkat menjadi presiden. Muncul berbagai permasalahan sosial di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kerusuhan dengan latarbelakang kesukuan, agama, politik dan ekonomi telah memicu berbagai unjuk rasa, main hakim sendiri hingga pertumpahan darah. Pendekatan yang memanfaatkan Kecerdasan Spiritual (Spiritual Intelligence) diharapkan dapat menjadi alernatif pemecahan masalah konflik sosial yang saat ini sedang terjadi di Indonesia.

Pendahuluan Krisis moneter yang diawali sejak pertengahan tahun 1997 dan terjadi di Asia Tenggara, telah membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan bangsa-bangsa menjelang diberlakukannya Zona Perdagangan Bebas. Dimulai dengan adanya guncangan ekonomi di Kerajaan Gajah Putih Thailand, dimana nilai tukar mata uang Bath yang selama 40 tahun terakhir berkisar sekitar 24 Bath untuk 1 dollar Amerika, pada bulan April 1997 telah terpuruk menjadi 50 Bath. Jatuhnya mata uang Bath ini menjadi pemicu dimulainya krisis ekonomi di Korea, Malaysia, Philipina, Singapura dan Indonesia. Perbaikan yang dilakukan di negara-negara Thailand, Korea, Malaysia, Philipina dan Singapura dapat cepat membawa hasil, karena krisis yang mereka alami hanya menyangkut moneter saja. Berbeda dengan di Indonesia, dimana terjadinya krisis moneter telah diikuti pula oleh krisis politik yang pada akhirnya menjadi sebuah krisis sosial.

Krisis multi dimensi di Indonesia Krisis ekonomi di Indonesia diawali sejak dilakukannya praktik perdagangan monopoli yang dilakukan oleh elit tertentu dan didukung oleh kekuatan politik yang ada. Kekuatan ekonomi yang dibentuk dan ditentukan oleh kekuasaan politik ini telah mendorong tumbuh suburnya korupsi di pelbagai lini birokrasi pemerintahan dan militer.

Dalam bidang keuangan, lembaga perbankan lahir dengan mudah karena persyaratan pendirian yang sangat ringan. Akan tetapi dalam perkembangannya, dana yang dikumpulkan oleh perbankan di Indonesia lebih banyak digunakan hanya untuk membiayai usaha dari kelompok pemilik bank itu sendiri. Karena sebagian besar dari usaha ini gagal, maka perbankan harus memikul beban kerugian yang sangat berat. Akibatnya, likwiditas perbankan menjadi sangat lemah. L/C yang sudah dibuka dan jatuh tempo untuk dibayarkan, tidak dapat dicairkan oleh bank-bank di luar negeri. Oleh karena seringnya perbankan kalah kliring, mereka meminjam dari bank yang lain dengan bunga yang sangat tinggi. Untuk mengatasi permasalahan ini sekelompok pengusaha perbankan mengajukan permohonan bantuan likwiditas dari Bank Indonesia dan terjadilah penarikan uang negara secara besar-besaran yang diberikan kepada sekelompok pengusaha perbankan yang dikenal sebagai kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) pada bulan Nopember 1997. Di perkirakan dana BLBI tersebut sebagian besar tidak digunakan untuk menyehatkan keuangan perbankan di dalam negeri, melainkan dipindahkan ke luar negeri dipakai untuk spekulasi valuta asing. Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan yang pernah memeriksa BLBI menyebut kasus ini sebagai "perampokan bank terbesar di dunia yang dilakukan secara terang-terangan di siang hari bolong" Nilai tukar rupiah yang sebelum masa krisis masih bisa bertahan pada posisi sekitar Rp. 2.250 untuk 1 dollar Amerika telah merosot ke Rp. 4.000 pada saat BLBI dilakukan. Akan tetapi hanya dalam waktu 45 hari setelah BLBI dikucurkan, nilai tukar rupiah justru merosot empat kali lipat hingga mencapai titik terendahnya pada pertengahan Februari 1998 senilai Rp 16.000 untuk 1 dollar Amerika. Suatu nilai tukar yang tidak pernah terbayangkan akan terjadi menimpa ekonomi Indonesia.

NAMA BANK PENERIMA JUMLAH POKOK 1. BDNI / Sjamsul Nursalim Rp. 37.040 milyar 2. BCA / Soedono Salim Rp. 26.596 milyar 3. DANAMON / Usman Atmadjaja Rp. 23.050 milyar 4. BUN / Bob Hasan Rp. 12.068 milyar 5. BIRA / Bambang Winarso Rp. 4.018 milyar 6. BHS / Hendra Rahardja Rp. 3.866 milyar Tabel 1. Lima besar penerima BLBI (Sumber BI dan BPK)

Sebagai dampak dari merosotnya nilai tukar rupiah, terjadinya penguasaan perekonomian di tangan sekelompok pengusaha besar dan penumpukan kekayaan pada sekelompok orang saja, terutama di tangan pejabat negara dan militer yang korup, semakin menyebabkan rasa ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahan yang ada. Dipicu oleh pengunduran diri sejumlah Menteri Kabinet Pembangunan 2 bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri yang diprakarsai oleh Ginanjar Kartasasmita, Pemerintahan Soeharto yang telah berkuasa lebih dari 32 tahun berakhir dengan dibacakannya pengunduran diri Suharto sebagai presiden dan dilantiknya B.J. Habibie sebagai Presiden Indonesia ke tiga pada pagi hari Kamis 21 Mei 1998. Rezim Orde Baru yang telah berkuasa dengan sangat kokoh di Indonesia, ternyata tidak mampu untuk bisa membendung kehancuran perekonomian. Sidang Istimewa MPR RI kemudian diadakan dan menetapkan dipercepatnya pelaksanaan pemilihan umum agar para wakil rakyat dapat memilih Presiden yang legitimate. Melalui hasil pemilu inilah kemudian MPR RI memilih Abdurrachman Wahid menjadi Presiden RI ke empat. Akan tetapi usia kepemimpinan Wahid inipun tidak dapat bertahan lama. Terjadi konflik antara lembaga eksekutif dan legislatif. Wahid yang seringkali mengambil keputusan yang kontroversial pada akhirnya mengeluarkan dekrit pembubarkan MPR RI. Hal ini menyebabkan reaksi MPR RI mencabut mandat yang telah diberikan kepada Wahid dan mengaangkat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden ke lima Indonesia.

Konflik sosial di pelbagai daerah di Indonesia. Bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi dan politik, konflik sosialpun bermunculan di berberbagai daerah. Bangsa Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai bangsa yang ramah dan memiliki tata krama yang sangat tinggi, seolah berubah menjadi bangsa yang brutal dan bengis. Kerusuhan antar agama yang tidak dapat dibuktikan siapa pelakunya terjadi di Situbondo pada tanggal 10 Oktober 1996. Demikian pula di Tasikmalaya pada tanggal 26 Desember 1996 terjadi kerusuhan yang dipicu oleh adanya penganiayaan dua orang santri oleh polisi setempat. Di Ambon terjadi pula kerusuhan antar agama pada tanggal 19 Januari 1999 terjadi tepat pada pada hari raya Idul Fitri , di Galela, Maluku Utara terjadi pembantaian di dalam masjid pada bulan puasa Desember 1999 dan di Poso ditemukan ratusan mayat terapung di suangai Poso pada Mei 2000 menjelang pelaksanaan MTQ ke 19. Konflik antar suku terjadi beberapa kali di Kalimantan antara suku Dayak dan Madura. Di Sanggauledo pada tanggal 29 Desember 1996, di Pontianak 29 Januari 1997 dan 25 Oktober 2000, serta di Sungaikunyit Hulu 18 Pebruari 1997. Kejadian paling parah terjadi di Palangkaraya pada 18 Pebruari 2001 dan berkembang hingga ke Sampit. Konflik antar suku ini telah menyebabkan terjadinya arus pengungsi etnis Madura ke Surabaya dan Pulau Madura secara besar-besaran. Sejak bulan Januari hingga Oktober 1998, di 13 wilayah Jawa dan Madura, khususnya di daerah Tapal Kuda Jawa Timur terjadi pembunuhan massal yang bermula dari isu pembersihan dukun santet. Para ustadz dan kiai menjadi korban pembunuhan yang polanya mirip dengan pembunuhan yang dilakukan oleh PKI menjelang meletusnya G30S. Di Bekasi,

Serang, Demak, Bangkalan, Lumajang, Situbondo dan Probolinggo ditemukan korban tewas dan luka-luka parah. Kejadian yang paling mencolok adalah korban pembantaian yang tewas di Banyuwangi yaitu 85 orang, di Sumenep 23 orang, di Jember 17 orang, di Pasuruan 13 orang dan di Pamekasan 5 orang. sejak bulan Januari hingga Oktober 1998. Di Aceh telah terjadi konflik sosial yang pada akhirnya tidak diketahui lagi siapa yang memulainya. Tentara membunuh rakyat, rakyat membunuh tentara. Rektor sebuah universitas dibantai, anggota legislatif dan eksekutif diculik dan dibunuh. Fasilitas umum diluluh lantakkan. Pemerintah pada akhirnya menyetujui untuk memberikan Otonomi Khusus bagi Aceh melalui Undang-undang Nanggroe Atjeh Darussalam. Di Jakarta juga terjadi berbagai konflik sosial dengan latar belakang permasalahan yang beraneka ragam. Antara lain mulai dari perebutan lahan parkir, tertangkapnya pencuri, konflik antar kampung/suku, konflik politik hingga konflik antara mahasiswa dan tentara/polisi yang menyebabkan meninggalnya 3 orang martir mahasiswa Universitas Trisakti, Elang Mulia, Hafidin Royan dan Hery Hertanto pada tanggal 12 Mei 1998. Konflik yang terjadi hampir di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia ini menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai. Sementara nilai-nilai yang lama masih belum dapat ditinggalkan, nilai-nilai baru sudah berlaku di masyarakat. Dalam kondisi anomi ini, masyarakat hidup dengan penuh ketidak jelasan. Dapat dilihat dari sopan santun di jalan raya bagi pengendara kendaraan, saat ini sudah hampir tidak ada lagi. Kendaraan-kendaraan terutama yang besar-besar, melaju dengan sesuka hati mereka tanpa memperhitungkan bahaya yang mungkin bisa terjadi bagi pengendara lain. Sikap main hakim sendiri juga sudah merupakan kejadian sehari-hari, sehingga tidak jarang terjadi pengeroyokan hingga mati terhadap pencuri yang tertangkap basah. Dalam kondisi sedemikian ini, diharapkan kita dapat memiliki kemampuan untuk menghadapi berbagai permasalahan ini dengan baik dan memecahkan persoalan-persoalan tersebut dengan mengetahui makna dan nilai yang terkandung di dalamnya.

Kecerdasan Spiritual sebagai alternatif pemecahan masalah konflik sosial Menghadapi bebagai permasalahan konflik sosial yang saat ini sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan bahkan telah mulai menjurus kepada kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, diperlukan kemampuan untuk dapat melihat permasalahan yang ada secara holistik, dimana kita dapat melihat dengan lengkap seluruh keterkaitan permasalahan dan mampu untuk bersikap secara luwes. Hal ini dimungkinkan apabila seseoang itu memiliki Kecerdasan Spiritual yang tinggi. Danah Zohar dan Ian Marshal memberikan batasan tentang Kecerdasan Spiritual (Spiritual Intelligence) ini sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. Apabila dikaitkan dengan teori chaos, maka saat ini kita sedang berada pada titik "ujung", yaitu titik pertemuan antara tatanan dan kekacauan. Antara yang diketahui dan yang tidak

diketahui. Untuk itulah diharapkan agar kita memiliki kemampuan untuk dapat membaca makna dan nilai yang tekandung di dalamnya. Kecerdasan Intelektual yang sangat dikenal sejak awal abad ke 20 dengan IQ (Intelligence Quotient), adalah merupakan perkalian 100 atas Usia Mental (MA, yang didapat melalui nilai test psikologi) dibagi dengan Usia Kalender (CA, yang didapat dari usia kelahiran). Kecerdasan ini digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis. Daniel Goleman pada pertengahan 1990-an mempopulerkan Kecerdasan Emosional atau EQ (Emotional Quotion), adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara aktif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. EQ merupakan persyaratan dasar untuk dapat menggunakan IQ secara efektif. Ditinjau dari ilmu saraf, IQ merupakan hasil dari pengorganisasian saraf yang memungkinkan kita untuk berpikir rasional, logis dan taat asas. EQ yang memungkinkan kita untuk bepikir asosiatif yang terbentuk oleh kebiasaan dan memampukan kita untuk dapat mengenali polapola emosi. Sedangkan SQ memungkinkan kita untuk berfikir secara kreatif, berwawasan jauh membuat dan bahkan mengubah aturan. SQ dengan demikian merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif dan merupakan jenis pemikiran yang memungkinkan kita menata kembali dan mentransformasikan dua jenis pemikiran yang dihasilkan IQ dan EQ. Sekalipun SQ tidak sama dengan beragama, tidak harus berhubungan dengan agama dan beragama itu tidak menjamin dimilikinya SQ yang tinggi, namun tantangan untuk mencapai kecerdasan spiritual yang tinggi sama sekali tidak bertentangan dengan agama. Tetap diperlukan adanya kerangka acuan dari agama untuk dapat mempermudah kita dalam memahami makna dan nilai dalam kehidupan ini. Dengan demikian penguasaan agama akan membantu kita dalam mempermudah meningkatkan Kecerdasan Spiritual, sehingga kita dapat menangkap makna dan nilai-nilai dengan lebih baik. Tanda-tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik adalah : Kemampuan bersikap fleksibel Tingkat kesadaran yang dimiliki tinggi Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai Keengganan untuk mengalami kerugian yang tidak perlu Kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal Memiliki kecenderungan bertanya "mengapa" atau "bagaimana jika" dalam rangka mencari jawaban yang mendasar Memiliki kemampuan untuk bekerja mandiri. Dengan dapat terpenuhinya tanda-tanda SQ yang telah berkembang ini,diharapkan seseorang akan mampu untuk selalu membuka diri terhadap setiap pengalaman yang ditemuinya dan kemudian dapat menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Seseorang akan menjadi tegar untuk menghadapi setiap permasalahan dan membuka diri untuk memandang kehidupan dengan cara yang baru.

Kesimpulan Di dalam menghadapi berbagai konflik yang timbul sebagai akibat dari tidak segera diatasinya krisis multi dimensi yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia, pertama-tama sangat diperlukan adanya kemampuan untuk dapat melihat keterkaitan dari setiap permasalahan yang sedang dihadapi. Dengan dimilikinya kemampuan untuk melihat permasalahan secara holistik, diharapkan kita dapat menjadi lebih fleksibel dalam menentukan etika baru yang akan kita pergunakan untuk menggantikan etika lama yang penuh dengan kekerasan dan kekejaman. Diperlukan pula adanya seseorang pemimpin yang penuh dengan pengabdian, mampu untuk melepaskan dirinya dari kepentingan-kepentingan sempit kelompok, aliran atau partai politik yang dianutnya dan kemudian menjadikan kepentingan mayoritas dari bangsa ini sebagai acuan sikapnya. Kita harus dapat melepaskan diri dari pengaruh budaya masyarakat modern yang saat ini sangat dipengaruhi oleh humanisme barat, ternyata menurut Danah Zohar dan Ian Marshall memiliki SQ kolektif yang rendah. Manusianya berada dalam budaya yang secara spiritual bodoh yang ditandai oleh materialisme, kelayakan, egoisme diri yang sempit, kehilangan makna dan komitmen. Oleh karena itu ajaran-ajaran agama akan sangat membantu kita untuk dapat meningkatkan SQ agar dapat menjadi tinggi dan dapat keluar dari konflik sosial yang saat ini telah sampai pada "ujung"nya.

Kepustakaan Danah Zohar & Ian Marshall (2000), SQ: Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence, Great Britain: Blomsbury Robert K.C. & Ayman S (1997) , EXECUTIVE EQ, Emotional Intelligence in Leadership and Organizations, NY: Advanced Intelligence Technologies Thomas M.H. (2000), Studying Psychology, Great Britain: Psychology Press Ltd.
http://himpsi.web.id.42421.masterweb.net/publikasi0004.php

Kecerdasan Spiritual Ditulis oleh Mujtahid Senin, 27 Juni 2011 07:40


MANUSIA adalah makhluk yang paling cerdas. Allah melengkapi manusia dengan komponen kecerdasan yang paling kompleks. Sejumlah temuan para ahli mengarah pada fakta bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan paling sempurna dan akan menjadi sempurna asalkan bisa menggunakan keunggulan potensinya itu. Kemampuan menggunakan potensi tersebut sebagai faktor yang membedakan antara orang jenius dan orang yang tidak jenius di bidangnya. Bila kita lacak secara holistik, maka di dalam diri manusia terdapat banyak sekali kecerdasan. Thorndike (1994), membagi kecerdasan manusia menjadi tiga hal, yaitu kecerdasan abstrak

(kemampuan memahami simbol matematis atau bahasa), Kecerdasan kongkrit (kemampuan memahami objek nyata) dan Kecerdasan Sosial (kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia yang dikatakan menjadi akar istilah Kecerdasan Emosional) Pakar lain seperti Charles Handy (1990) juga punya daftar kecerdasan yang lebih banyak, yaitu: Kecerdasan Logika (menalar dan menghitung), Kecerdasan Praktek (kemampuan mempraktekkan ide), Kecerdasan Verbal (bahasa komunikasi), Kecerdasan Musik, Kecerdasan Intrapersonal (berhubungan ke dalam diri), Kecerdasan Interpersonal (berhubungan ke luar diri dengan orang lain) dan Kecerdasan Spasial) Bahkan pakar Psikologi semacam Howard Gardner & Associates konon memiliki daftar 25 nama kecerdasan manusia termasuk misalnya saja Kecerdasan Visual/Spasial, Kecerdasan Natural (kemampuan untuk menyelaraskan diri dengan alam), atau Kecerdasan Linguistik (kemampuan membaca, menulis, berkata-kata), Kecerdasan Logika (menalar atau menghitung), Kecerdasan Kinestik/Fisik (kemampuan mengolah fisik seperti penari, atlet, dll), Kecerdasan sosial yang dibagi menjadi Intrapersonal dan Interpersonal. Danah Zohar dan Ian Marshall, menambahkan bahwa dalam diri manusia terdapat kecerdasan spiritual. Suatu kecerdasan yang memberikan pencerahan jiwa manusia. Ia menuangkan betapa pentingnya kecerdasan spiritual memengaruhi setiap prilaku, sikap dan tindakan manusia, baik yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Di samping kecerdasan intelektual dan emosi, kecerdasan spiritual mengangkat jalan hidup manusia lebih bermakna. Untuk menjadi diri sendiri yang handal, seseorang tidak hanya perlu memiliki kecerdasan intelektual dan emosi, melainkan juga kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual itu merupakan kemampuan seseorang untuk menyelaraskan hati dan budi sehingga menjadi orang yang berkarakter dan berwatak positif. Plato, seorang filosof pernah berucap bahwa kesengsaraan pada dasarnya disebabkan oleh kebodohan (ignorance). Kebodohan tersebut berakar pada ketidakmampuan seseorang mengenali dirinya sendiri. Oleh karena itu, unsur spiritual sangat diperlukan seperti halnya unsur fisik agar seseorang mampu melihat lebih dalam. Danah Zohar dan Ian Marshall menekankan bahwa kecerdasan spiritual mampu mengarahkan manusia pada pencarian hakikat kemanusiaannya. Sebab, hakikat manusia itu bisa ditemukan dalam perjumpaan manusia dengan Tuhan. Mistisisme membantu manusia untuk mencari something out there that are unknown (sesuatu di luar sana yang tidak diketahui). Sehingga kecerdasan spiritual sangat membantu meningkatkan kompetensi seseorang untuk mengambil jalan hidup yang lebih hakiki. Tujuan SQ adalah untuk menaklukkan diri dan mengatur hidup begitu rupa sehingga tidak ada suatu pandangan hidup di bawah pengaruh sikap kelekatan pada apa pun. Kecerdasan spiritual bersifat eksistensial dan memiliki sense of mission. Kecerdasan spiritual yang memadukan antara kecerdasan intelektual dan emosional menjadi syarat penting agar manusia dapat lebih memaknai hidup dan menjalani hidup penuh berkah. Terutama pada masa sekarang, di mana manusia modern terkadang melupakan mata hati dalam melihat segala sesuatu. Danah Zohar dan Ian Marshall, sebagai penggagas awal istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) mengatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi pusat-diri. Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang

memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Perlu diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri manusia, sehingga tak mungkin juga dapat dipisahpisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan. Seperti kata Thomas Jefferson atau Anthony Robbins, meskipun keputusan yang dibuat harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan sekuat batu karang, tetapi dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan sefleksibel orang berenang. Aplikasi dari kecerdasan spiritual dan didukung dengan kecerdasan lainnya hanyalah satu dari sekian tak terhitung cara hidup, dan seperti kata Bruce Lee, strategi yang paling baik adalah strategi yang kita temukan sendiri di dalam diri kita. Kalau kamu berkelahi hanya berpaku pada penggunaan strategi yang diajarkan buku di kelas, namanya bukan berkelahi (tetapi belajar berkelahi). *) Mujtahid, Dosen Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang

http://www.uinmalang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2239:kecerdasan-spiritual&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210

Puasa dan Kecerdasan Spiritual (Bag-2)


July 30th, 2011 Admin

Menurut Michal Levin dalam Spiritual Intellegence, Awakening the Power of Your Spirituality and Intuition (2000) menyatakan bahwa pengetahuan spiritual perlu ditancapkan ke ranah kesadaran. Karena spiritualitas sebatas pengetahuan menjadi tak bermakna. Apalagi, pengetahuan seringkali mengganggu pikiran. Orang yang cerdas secara spiritual bukan berarti kaya dengan pengetahuan spiritual, melainkan sudah merambah ke dalam kesadaran spiritual. Kesadaran ini terefleksikan ke dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sikap hidup yang arif dan bijak secara spiritual, toleran, terbuka, jujur, cinta kasih dan Iain-lain. Inilah inti sejati kecerdasan spiritual. Khalil A Khawari dalam bukunya Spiritual Intelligence, A Practical Guide to Personal Happiness (2000) mengungkapkan perspektif kecerdasan spiritual sebagai pembimbing untuk meraih kebahagiaan spiritual. Sebagai makhluk spiritual, kebahagiaan manusia tidak bisa lagi diukur dengan uang, kesuksesan, kepuasan seksual dan lain-lain, tetapi kebahagiaan yang diletakkan dalam wilayah spiritual.

Dengan demikian, jika kecerdasan intelektual (IQ -Intelligence Quotient) bersandarkan nalar, rasio-intelektual, sementara kecerdasan emosional (EQ, Emotional Quotient) bersandar pada emosi, maka hakikat kecerdasan spiritual (SQ, Spiritual Quotient) disandarkan pada kecerdasan jiwa, ruhani dan spiritual. SQ adalah kecerdasan generasi ketiga yang diyakini mampu melahirkan kembali manusia setelah sekian lama mengalami alienasi dan disorientasi hidup. Kesucian Hati Puasa seperti apa yang dapat meningkatkan kecerdasan spiritual? Puasa yang dilakukan dengan kesucian hati dan kebersihan jiwalah yang dapat menumbuhkan apa yang dikatakan oleh psikolog Danah Zohar dan Ian Marshal (2000) sebagai kecerdasan spiritual. Atau puasa yang dilakukan dengan melibatkan hati nurani, sebagaimana yang disebut oleh Al-Gazali sebagai puasa orang yang super khusus. Puasa hati nurani inilah puasa sejati yang dapat menjadi instrumen penting untuk menyucikan hati kita. Puasa seperti ini, selain menghindari makan, minum, tidak melakukan hubungan seksual, menghindarkan indera dari perbuatan dosa, juga puasa yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan apa pun dari Allah, baik berupa pahala, kesehatan, balasan atau bahkan surga. Puasa tersebut dilakukan dengan ikhlas, semata-mata karena perintah Allah. Sebab jika suatu ibadah dilaksanakan karena motivasi-motivasi lain, maka yang didapat hanyalah apa yang diharapkan, sedang yang lain, ia tidak akan memperolehnya. Oleh karena itu, ikhlas adalah kata kunci pelaksanaan ibadah puasa (juga ibadah yang lain). Jika ibadah puasa dilaksakan dengan ikhlas (semata-mata melaksanakan perintah Allah), maka rentetan efek positifnya bukan hanya berupa pahala, surga, kesehatan atau apa pun yang diharapkan. Lebih dari itu, Allah akan memberikan keridaan kepadanya. Siapa pun yang memperoleh rida, maka apa pun yang dimiliki oleh Allah akan diberikan kepadanya, diminta atau tidak. Dengan demikian, ikhlas ibarat sebuah tiket dalam perjalanan pesawat terbang. Seseorang cukup rnengantongi sebuah boarding pass untuk melaksanakan perjalanan jauh yang melelahkan. Diminta atau tidak, berbagai tasilitas dalam pesawat yang dibutuhkan oieh penumpang akan diberikan. Misalnya, pelayanan yang ramah dari pramugari, dapat makanan dan minuman, kenyamanan dan kesenangan dalam perjalanan dan lain-lain. Jika seorang muslim berpuasa dengan ikhlas, maka kelak ia akan mendapatkan hak-haknya berupa kebahagian dan ketenangan hidup. Puasa hati nurani inilah yang akan menyingkap seluruh rahasia ketuhanan, yang terpancar dari dalam jiwa manusia. Jiwa manusia yang tenang, akan mudah menerima hidayah dan cahaya keagungan Tuhan dalam menjalani kehidupan. Hidayah inilah yang akan menuntun dan mempermudah manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup yang semakin kompleks. Apa yang ingin ditekan di sini adalah bahwa hati yang hening dan bersih lebih mudah menerima kecerdasan spiritual yang dipancarkan dari Allah. Puasa yang dapat mengembangkan kecerdasan spiritual adalah puasa yang dilakukan oleh orang yang melihat segala sesuatu dengan mata hati. Mata hatilah yang dapat menyingkap hakikat kebenaran yang tak tampak oleh mata.

Puasa yang dilakukan tanpa melibatkan mata hati adalah puasa yang hampa, kehilangan orientasi ilahiahnya. Dengan demikian, indikator keberhasilan puasa seseorang bukan pada bentuk lahiriah ibadahnya, tetapi pada kegiatan amaliah dan sikap hidupnya. Sumber : Arsip Milis
http://www.orangtua.org/2011/07/30/puasa-dan-kecerdasan-spiritual-bag-2/

Delapan Tanda Kecerdasan Spiritual


Posted by Redaksi on 1/13/10 Categorized as Holistik,Info,Kesehatan Spirit
Hosting Stabil & Aman, Silahkan Klik

Oleh Winarno Darmoyowono Orang yang memiliki kesehatan fisik dapat dilihat dari kondisi kesehatan fisiknya, kecekatan, keluwesan fisik, kekuatan dan daya tahan(endurance) fisiknya. Orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dapat dilihat dari sikap, temperamen, dan perilakunya, seperti sikap gembira, bahagia, ceria, optimis, memiliki keberanian, menghargai orang lain, pandai membawa diri, dan sebagainya. Orang yang memiliki kecerdasan mental intelektual tinggi dapat dilihat dari ilmu pengetahuan dan ketrampilan atau keahlian yang dimilikinya, kecepatan berpikir, kemampuan memecahkan masalah, moralitas yang baik, apresiasi seni yang baik, dan sebaginya. Bagaimana dengan orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi? Berikut ini adalah tanda-tanda nya. Fleksibel

Evolusi Spiritual

Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi di tandai dengan sikap hidupnya yang fleksibel atau luwes. Orang ini dapat membawa diri dan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi yang dihadapi, tidak kaku atau memaksa kehendak . Ibarat air, dapat menyesuaikan diri dengan bentuk wadahnya. Demikian pula orang ini mudah mengalah . Dengan demikian dapat menerima berbagai keadaan. Kemampuan Refleksi Tinggi Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi, memiliki kemampuan refleksi yang tinggi. Dia cenderung bertanya mengapa atau bagaimana seandainya sebagai kelanjutan apa dan bagaimana. Orang ini juga suka bertanya atau merenungkan hal-hal fundamental: dari mana asalnya manusia ini dan kemana arah hidup manusia; dari mana alam semesta ini; mengapa ada takdir dan nasih; dan sebagainya. Mereka juga memiliki kemampuan yang tinggi pula dalam menganalisis persoalan rumit dan persoalan metafisika. Kesadaran diri dan lingkungan tinggi Kesadaran diri tinggi berarti telah mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dia telah mampu mengendalikan dirinya, misalnya mengendalikan emosi dan dorongan-dorongan lainya. Dengan mengenal dirinya,maka dia juga mengenal orang lain, mampu membaca maksud dan keinginan orang lain. Kesadaran lingkungan tinggi mencakup kepedulian terhadap sesama, persoalan hidup yang dihadapi bersama, dan juga peduli terhadap lingkungan alam, seperti kecintaan terhadap flora dan fauna. Kemampuan Kontemplasi Tinggi Orang memilki kecerdasan spiritual tinggi di tandain dengan kemampuan kontemplasi yang tinggi , yaitu: kemampuan mendapat inspirasi dari berbagai hal; kemampuan menyampaikan nilai dan makna kepada orang lain(memberi inspirasi); mengamati berbagai hal untuk menarik hikmahnya atau mendapat inspirasi; memiliki kreatititas tinggi dan kemampuan inovasi yang berasal dari inspirasi yang di dapatnya. Berpikir Secara Holistik Berpikir secara holistic berarti berpikir secara menyeluruh, mengkaitkan berbagai hal yang berbeda-beda. Berpikir secara sistem, tidak terkotak-kotak atau tersegmentasi. Dengan berpikir secara holistik ini maka terlihat hubungan antara satu hal dengan hal lainnya. Dia juga menghargai perbedaan-perbedaan dan mampu bersinergi. Dia berpikir bahwa segala sesuatu di ala mini adalah satu kesatuan sistem yang besar, dimana komponen-komponennya saling mendukung. Berani Menghadapi dan Memanfaatkan Penderitaan Segala kesulitan hidup merupakan tempaan atau ujian untuk meningkatkan kesadaran diri seseorang. Untuk belajar melepaskan kelekatan duniawi maka seseorang misalnya harus mengalami kehilangan barang, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, jabatan , dan sebagainya.

Hendaknya kita dapat mengambil hikmah yang positif dari semua kejadian yang kita alami. Bagaimanapun mula-mula kita merasa sakithati kehilangan apa yang kita miliki. Namun dari situ kita juga belajar pasrah atau menerima kejadian yang telah kita alami. Berani Melawan Arus dan Tradisi. Ada kebijaksanaan yang mengatakan, sebaiknya kita hidup mengalir seperti air. Ikuti sajalah kemana arus membawa kita. Namun di sini kita di tantang untuk melawan arus jika dibutuhkan. Para nabi pada ummnya adalah orang yang melawan arus dan merombak tradisi masyarakatnya. Meskipun untuk itu harus menghadapi perlawanan dari orang-orang yang ingin mempertahankan tradisi itu. Tradisi yang buruk saat ini sedang terjadi di tengah bangsa Indonesia, yaitu tradisi korupsi. Betapa banyak pegawai yang korupsi, mulai dari tingkat atas hingga bawah. Tidak hanya di lingkungan kantor pemrintah, juga di lingkungan perusahaan swasta. Korupsi jelas menyebabkan ambruknya tatanan masyarakat kita. Maka beranikah kita melawan arus hidup di tengah masyarakat yang korup? Kita di tantang untuk menjadi seperti bunga teratai, meskipun hidup di atas Lumpur, tetapi bisa menampilkan keindahannya, tanpa tercemar oleh Lumpur tenpat hidupnya. Sesedikit Mungkin Menimbulkan Kerusakan. Pada saat ini kita sering mendengar mengenai berbagai bencana alam dan musibah yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Banyak bencana alam yang terjadi karena ulah manusia. Misalnya:

Penggunaan bahan bakar yang berlebihan sehingga menimbulkan efek rumah kaca sehingga bumi semakin panas dan es kutub mencair , menaikkan tingkat permukaan air laut, dan menenggelamkan daratan yang rendah. Penebangan hutan yang tidak terkendali dapat menyebabkan banjir local dan perubahan iklim dunia.

*Anda Ingin Berkonsultasi dapat melalui Ruang Konsultasi Silahkan


Hosting Stabil & Aman, Silahkan Klik

Ads: Menulis cerpen layaknya mengatur dan merencanakan kehidupan di dunia fiksi, mencurahkan pikiran dan perasaan serta memilihkan nasib karakter tokoh cerita. Sungguh powerful. Kekuatan yang dapat dimiliki oleh penulis pemula sekalipun. sekolah Online Visikata Tips Sehat Berdasarkan Golongan Darah http://kabarsehat.com/delapan-tanda-kecerdasan-spiritual.html

Kecerdasan Spiritual :
Kecerdasan spiritual penting sekali karena berpengaruh pada sikap pemimpin itu pada dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mampu melihat sesuatu di balik sebuah kenyataan empirik sehingga ia mampu mencapai makna dan hakikat tentang manusia. Dengan demikian, kemanusiaan manusia sungguh-sungguh dihargai.

Yang terutama dalam kecerdasan spiritual adalah pengenalan akan kesejatian diri manusia. Kecerdasan spiritualitas, bukan sebuah ajaran teologis. Kecerdasan ini secara tidak langsung berkaitan dengan agama. Spiritualitas itu mengarahkan manusia pada pencarian hakikat kemanusiaannya. hakikat manusia itu dapat ditemukan dalam perjumpaan manusia dengan Allah ( pada kondisi extase atau wajd ).

http://www.pengobatan.com/info/kecerdasan.html

Aktivasi Otak dan Kecerdasan Spiritual


Kategori : Umum Kecerdasan spiritualKecerdasan spiritual itu mempunyai banyak konsep, kiat, dan caranya namun seperti apa sih rasanya jika kita sudah cerdas secara spiritual? apa perasaan yang kita alami?adakah hubungannya dengan otak? Sesungguhnya cerdas secara spiritual atau dekat dengan Tuhan itu harus dibuktikan dengan berada di zona ikhlas yang mensyaratkan tiga hal, yaitu gelombang otaknya harus lebih banyak dalam posisi Alfa dan Tetha, kemudian sistem perkabelan otaknya (neuropeptide) serasi dan memunculkan perasaan tertentu kepada Tuhan, lalu tubuhnya harus cukup mengandung hormon serotonin, endorfin, dan melantonin dalam komposisi yang pas. Dalam kondisi itu, maka dengan sendirinya ciriciri kecerdasan spiritual akan muncul. Tanpa ketiga syarat itu, agak sulit dipercaya. Misalnya seseorang mengaku dekat dengan Tuhan tapi hormon di tubuhnya dominan kortisol, yaitu hormon yang muncul pada saat orang stres/emosi, bagaimana mungkin? Seseorang yang dekat dengan Tuhan mestinya lebih banyak berada dalam kondisi khusyuk, kondisi rileks, dan hormon di tubuhnya pasti hormon yang bagus seperti hormon DHEA, serotonin, endorfin, dan melantonin. Mempelajari kecerdasan spiritual tidak bisa begitu saja lewat buku, karena hasilnya hanyalah pemahaman kecerdasan spiritual lewat logika, apalagi kalau membacanya sambil stres. Untuk anda yang dewasa, akan lebih efektif jika menggunakan musik khusus yang berfungsi menarik gelombang otak ke Alfa-Theta selama 20 menit pada pagi dan petang hari. Saat ini juga banyak pelatihan aktivasi otak tengah yang menggunakan musik jenis seperti ini sehingga diharapkan kelak ketika dewasa nanti kemampuan memasuki gelombang otak alfa-theta dapat bertahan sehingga akan mudah memasuki kondisi khusyu', ikhlas, kreatif dan merasa dekat dengan Tuhan. Bukankah banyak orang yang kesulitan ibadah dengan khusyu'? hal ini karena sejak kecil, mayoritas dari kita tidak dilatih untuk memasuki kondisi gelombang otak alfa-theta sehingga kemampuan tersebut menurun atau bahkan hilang ketika dewasa. Padahal kondisi otak akan optimal ketika berada pada gelombang otak alfa-theta. Ide-ide, rumus-rumus, penemuan-penemuan biasanya akan muncul pada saat otak kita berada dalam kondisi ini. Kondisi inilah yang sering disebut sebaga kondisi jenius, kreatif atau khusyu'. Kita juga bisa melatih kecerdasan spiritual lewat puasa dengan syarat puasa tersebut dijalankan dengan benar. Karena puasa bisa menurunkan gelornbang otak dari Beta ke Alfa-Theta sehingga

membuat orang lebih sabar dan memunculkan keinginan untuk berbuat baik. Kalau itu berlanjut hingga 10 hari maka otaknya akan stabil beroperasi di Alfa-Theta. " "Kalau hal itu bisa berlanjut hingga 20 hari, maka hormon-hormon yang baik dan menenangkan akan diproduksi oleh tubuh. Saat itu dia akan melihat hidup ini dengan cara lain, menjadi mudah bersyukur, mudah rnerasa terharu." Tentu saja puasa yang dilakukan harus dengan niat ibadah, ikhlas dan diiringi dengan memperbanyak khalawat/i'tikaf. Memunculkan perasaan mudah bersyukur itu penting sekali karena rasa syukur bisa diartikan sebagai kemampuan menikmati hidup ini apapun kondisinya, sehingga susah atau senang rasanya tetap nikmat. Rasa syukur yang benar, dalam arti betul-betul menghayati nikmatnya hidup, juga sangat membantu memunculkan kecerdasan spiritual. http://otaktengahindonesia.com/artikel_aktivasi-otak-dan-kecerdasan-spiritual.html

Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Otak


Kategori : Umum ShareThis Bookmark & Share Kecerdasan spiritual itu mempunyai banyak konsep, kiat, dan caranya namun seperti apa sih rasanya jika kita sudah cerdas secara spiritual? apa perasaan yang kita alami?adakah hubungannya dengan otak? Sesungguhnya cerdas secara spiritual atau dekat dengan Tuhan itu harus dibuktikan dengan berada di zona ikhlas yang mensyaratkan tiga hal, yaitu gelombang otaknya harus lebih banyak dalam posisi Alfa dan Tetha, kemudian sistem perkabelan otaknya (neuropeptide) serasi dan memunculkan perasaan tertentu kepada Tuhan, lalu tubuhnya harus cukup mengandung hormon serotonin, endorfin, dan melantonin dalam komposisi yang pas. Dalam kondisi itu, maka dengan sendirinya ciri-ciri kecerdasan spiritual akan muncul. Tanpa ketiga syarat itu, agak sulit dipercaya. Misalnya seseorang mengaku dekat dengan Tuhan tapi hormon di tubuhnya dominan kortisol, yaitu hormon yang muncul pada saat orang stres/emosi, bagaimana mungkin? Seseorang yang dekat dengan Tuhan mestinya lebih banyak berada dalam kondisi khusyuk, kondisi rileks, dan hormon di tubuhnya pasti hormon yang bagus seperti hormon DHEA, serotonin, endorfin, dan melantonin. Mempelajari kecerdasan spiritual tidak bisa begitu saja lewat buku, karena hasilnya hanyalah pemahaman kecerdasan spiritual lewat logika, apalagi kalau membacanya sambil stres. Untuk anda

yang dewasa, akan lebih efektif jika menggunakan musik khusus yang berfungsi menarik gelombang otak ke Alfa-Theta selama 20 menit pada pagi dan petang hari. Saat ini juga banyak pelatihan aktivasi otak tengah yang menggunakan musik jenis seperti ini sehingga diharapkan kelak ketika dewasa nanti kemampuan memasuki gelombang otak alfa-theta dapat bertahan sehingga akan mudah memasuki kondisi khusyu', ikhlas, kreatif dan merasa dekat dengan Tuhan. Bukankah banyak orang yang kesulitan ibadah dengan khusyu'? hal ini karena sejak kecil, mayoritas dari kita tidak dilatih untuk memasuki kondisi gelombang otak alfa-theta sehingga kemampuan tersebut menurun atau bahkan hilang ketika dewasa. Padahal kondisi otak akan optimal ketika berada pada gelombang otak alfa-theta. Ide-ide, rumus-rumus, penemuan-penemuan biasanya akan muncul pada saat otak kita berada dalam kondisi ini. Kondisi inilah yang sering disebut sebaga kondisi jenius, kreatif atau khusyu'. Kita juga bisa melatih kecerdasan spiritual lewat puasa dengan syarat puasa tersebut dijalankan dengan benar. Karena puasa bisa menurunkan gelornbang otak dari Beta ke Alfa-Theta sehingga nembuat orang lebih sabar dan memunculkan keinginan untuk berbuat baik. Kalau itu berlanjut hingga 10 hari maka otaknya akan stabil beroperasi di Alfa-Theta. " "Kalau hal itu bisa berlanjut hingga 20 hari, maka hormon-hormon yang baik dan menenangkan akan diproduksi oleh tubuh. Saat itu dia akan melihat hidup ini dengan cara lain, menjadi mudah bersyukur, mudah rnerasa terharu". Tentu saja puasa yang dilakukan harus dengan niat ibadah, ikhlas dan diiringi dengan memperbanyak khalawat/i'tikaf. Memunculkan perasaan mudah bersyukur itu penting sekali karena rasa syukur bisa diartikan sebagai kemampuan menikmati hidup ini apapun kondisinya, sehingga susah atau senang rasanya tetap nikmat. Rasa syukur yang benar, dalam arti betul-betul menghayati nikmatnya hidup, juga sangat membantu memunculkan kecerdasan spiritual. http://www.indospiritual.com/artikel_kecerdasan-spiritual-dan-hubungannya-dengan-otak.html

Faktor Yang Mendukung Kecerdasan Spiritual


Written on Jan-12-11 1:27am2011-01-11T10:27:31 - Not yet published to a wikizine From: delsajoesafira.blogspot.com FAKTOR - FAKTOR YANG MENDUKUNG KECERDASAN SPIRITUAL

Menurut Sinetar (2001) otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan terhadap semua orang, mampunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk memenuhinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual menurut Agustian (2003) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

Zohar dan Marshall (2001) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu :

a. Sel saraf otak

Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto Encephalo Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.

b. Titik Tuhan (God spot)

Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.

http://www.masbow.com/2009/08/kecerdasan-spiritual.html http://www.zimbio.com/member/joesafira/articles/aCJWw9mSkF_/Faktor+Yang+Mendukung+Kece rdasan+Spiritual

Menurut Marsha Sinetar, kecerdasan spiritual adalah pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektifitas yang terinspirasi, the is-ness atau penghayatan ketuhanan yang di dalamnya kita semua menjadi bagian. Menurut Khalil Khavari, kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non spiritual kita. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya hingga berkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan dalam membentuk dan mengubah paradigma kita, kecerdasan transformative yang membuka kemungkinan bagi kita untuk mengubah paradigma lama dan menemukan paradigma baru, meruntuhkan motivasi lama dan membawa kita ke motivasi yang lebih tinggi. Seseorang

dengan kecerdasan spiritual yang tinggi akan mampu melihat dunia dengan cara baru, dan akan mampu memberikan makna dalam apapun yang dihadapinya dalam hidup ini. Menurut Arvan Pradiansyah, orang yang cerdas spiritual adalah orang yang selalu merasa bersama tuhan dalam setiap situasi. Orang yang seakan-akan dapat melihat tuhan dan bahkan ketika ia tidak dapat melihatnya, maka ia senantiasa sadar-sesadar-sadarnya bahwa tuhan senantiasa melihat dan memperhatikannya kapanpun dan dimanapun ia berada. Orang yang cerdas spiritual adalah orang yang sangat mencintai tuhan dan begitu merindukan kehadiran tuhan bersamanya. Orang yang seperti ini tidak akan melakukan perbuatan yang tercela. Bukan karena ia takut akan hukuman tuhan, tetapi karena ia tidak mau merusak cinta dan mengecewakan tuhan. Orang yang cerdas secara spiritual akan menyadari bahwa tuhan selalu berada di dekatnya, menjaganya, memeliharanya, dan tidak pernah sekalipun mengabaikan dan meninggalkan dirinya. Hanya orang yang cerdas secara spirituallah yang senantiasa dapat mempertahankan kesadaran semacam ini. Sebuah kesadaran bahwa tuhan senantiasa melihat kita, memperhatikan kita, mencintai kita, memelihara kita, dan menjaga kita.
http://nugraha-cevest.info/2011/05/kecerdasan-spiritual-sq/

Kecerdasan spiritual atau spiritual intelligence atau spiritual quotient (SQ) ialah suatu intelegensi atau suatu kecerdasan dimana kita berusaha menyelesaikan masalah-masalah hidup ini berdasarkan nilai-nilai spiritual atau agama yang diyakini. Kecerdasan spiritual ialah suatu kecerdasan di mana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita ke dalam suatu konteks yang lebih luas dan lebih kaya, serta lebih bermakna. Kecerdasan spiritual merupakan dasar yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara lebih efektif, baik Intelligence Quotient (IQ) maupun Emotional Intelligence (EI). Jadi, kecerdasan spiritual berkaitan dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Sumber:Widodo Gunawan, tersedia dalam http://suaraagape.org/wawasan/Ei2.php. Hasil Penelitian para psikolog USA menyimpulkan bahwa Kesuksesan dan Keberhasilan seseorang didalam menjalani Kehidupan sangat didukung oleh Kecerdasan Emosional (EQ 80 %), sedangkan peranan Kecerdasan Intelektual (IQ) hanya 20 % saja. Dimana ternyata Pusatnya IQ dan EQ adalah Kecerdasan Spiritual (SQ), sehingga diyakini bahwa SQ yang menentukan Kesuksesan dan Keberhasilan Seseorang. Dalam hal ini IQ dan EQ akan bisa berfungsi secara Baik/Efektif jika dikendalikan oleh SQ. Hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh Pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayani. Hati Nurani akan menjadi pembimbing manusia terhadap apa yang harus ditempuh dan apa yang harus diperbuat, artinya setiap manusia sebenarnya telah memiliki sebuah Radar Hati sebagai pembimbingnya. Sebagaimana yang udiungkapkan JalaludinRumi : Mata Hati punya kemampuan 70 kali lebih besar, untuk melihat kebenaran daripada dua indra penglihatan "

Pengertian SQ (Spiritual Quotient), Menurut Danah Zohar, kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan diluar ego atau jiwa sadar. Pandangan lain juga dikemukakan olehMuhammad Zuhri, bahwa SQ adalah kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Asumsinya adalah jika seseorang hubungan dengan Tuhannya baik maka bisa dipastikan hubungan dengan sesama manusiapun akan baik pula. Ternyata setelah disadari oleh manusia, bahagia sebagai sebuah perasaan subyektif lebih banyak ditentukan dengan rasa bermakna. Rasa bermakna bagi manusia lain, bagi alam, dan terutama bagi kekuatan besar yang disadari manusia yaitu Tuhan. Manusia mencari makna, inilah penjelasan mengapa dalam dalam keadaan pedih dan sengsara sebagian manusia masih tetap dapat tersenyum. Karena bahagia tercipta dari rasa bermakna, dan ini tidak identik dengan mencapai cita-cita. Kecerdasan spiritual (Spiritual Intelligence). Ini adalah kecerdasan manusia dalam memberi makna. Perawat yang memiliki taraf kecerdasan spiritual tinggi mampu menjadi lebih bahagia dan menjalani hidup dibandigkan mereka yang taraf kecerdasan spiritualnya rendah. Dalam kondisi yang sangat buruk dan tidak diharapkan, kecerdasan spiritual mampu menuntun manusia untuk menemukan makna. Manusia dapat memberi makna melalui berbagai macam keyakinan. Ada yang merasa hidupnya bermakna dengan menyelamatkan anjing laut. Ada yang merasa bermakna dengan membuat lukisan indah. Bahkan ada yang merasa mendapatkan makna hidup dengan menempuh bahaya bersusah payah mendaki puncak tertinggi Everest di pegunungan Himalaya. Karena manusia dapat merasa memiliki makna dari berbagai hal, agama (religi) mengarahkan manusia untuk mencari makna dengan pandangan yang lebih jauh. Bermakna di hadapan Tuhan. Inilah makna sejati yang diarahkan oleh agama, karena sumber makna selain Tuhan tidaklah kekal. Ada kesan yang salah bahwa, para orang sukses bukanlah orang yang relijius. Hal ini disebabkan pemberitaan tentang para koruptor, penipu, konglomerat rakus, yang memiliki kekayaan dengan jalan tidak halal. Karena orang-orang jahat ini 'tampak' kaya, maka sebagian publik mendapat gambaran bahwa orang kaya adalah orang jahat dan rakus, para penindas orang miskin. Sebenarnya sama saja, banyak orang miskin yang juga jahat dan rakus. Jahat dan rakus tidak ada hubungan dengan kaya atau miskin. Para orang sukses sejati, yang mendapatkan kekayaan dengan jalan halal, ternyata banyak yang sangat relijius. Mereka menyumbangkan hartanya di jalan amal. Mereka mendirikan rumah sakit, panti asuhan, riset kanker, dan berbagai yayasan amal. Dan kebanyakan dari mereka menghindari publikasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa para orang sukses sejati menyumbangkan minimal 10 persen dari pendapatan kotor untuk kegiatan amal, bahkan saat dulu mereka masih miskin. Mereka menyadari bahwa kekayaan mereka hanyalah titipan dari Tuhan, 'silent partner' mereka. Akhirnya melalui kecerdasan spiritual manusia mampu menciptakan makna untuk tujuantujuannya. Hasil dari kecerdasan aspirasi yang berupa cita-cita diberi makna oleh kecerdasan spiritual. Melalui kecerdasan spiritual pula manusia mampu tetap bahagia dalam perjalanan menuju teraihnya cita-cita. Kunci bahagia adalah Kecerdasan Spiritual. Kecerdasan spiritual

(SQ) berkait dengan masalah makna, motivasi, dan tujuan hidup sendiri. Jika IQ berperan memberi solusi intelektual-teknikal, EQ meratakan jalan membangun relasi sosial, SQ mempertanyakan apakah makna, tujuan,dan filsafat hidup seseorang. Menurut Ian Marshall dan Danah Zohar, penulis buku SQ, The Ultimate Intelligence, tanpa disertai kedalaman spiritual, kepandaian (IQ) dan popularitas (EQ) seseorang tidak akan memberi ketenangan dan kebahagiaan hidup. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, berbagai pakar psikologi dan manajemen di Barat mulai menyadari betapa vitalnya aspek spiritualitas dalam karier seseorang, meski dalam menyampaikannya terkesan hati-hati. Yang fenomenal, tak kurang dari Stephen R Covey meluncurkan buku The 8th Habit (2004), padahal selama ini dia sudah menjadi ikon dari teori manajemen kelas dunia. Rupanya Covey sampai pada kesimpulan, kecerdasan intelektualitas dan emosionalitas tanpa bersumber spiritualitas akan kehabisan energi dan berbelok arah. Di Indonesia, krisis kepercayaan terhadap intelektualitas kian menguat saat bangsa yang secara ekonomi amat kaya ini dikenal sebagai sarang koruptor dan miskin, padahal hampir semua yang menjadi menteri maupun birokrat memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Asumsi bahwa kesarjanaan dan intelektualitas akan mengantar masyarakat yang damai dan bermoral digugat Donald B Caine dalam buku: Batas Nalar, Rasionalitas dan Perilaku Manusia yang sedang dibicarakan banyak orang. Mengapa bangsa Jerman yang dikenal paling maju pendidikannya dan melahirkan banyak pemikir kelas dunia pernah dan bisa berbuat amat kejam? Pertanyaan serupa bisa dialamatkan kepada Inggris, Amerika Serikat, dan Israel. APA CIRI ORANG YANG MEMILKI SPIRITUAL INTELLEGENCY. Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Roberts A. Emmons, The Psychology of Ultimate Concerns: (1) kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material; (2) kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak; (3) kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari; (4) kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah; dan kemampuan untuk berbuat baik. Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. perawat yang merasakan kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah di sekitarnya mengalami transendensi fisikal dan material. Ia memasuki dunia spiritual. Ia mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkan dia dengan seluruh alam semesta. Ia merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat indrianya. Sebagai contoh perawat menyampaikan doa-doa personalnya dalam salat malamnya, mendoakan kesembuhan luka kliennya, memuali tindakan dengan bismillah, mengisi waktu luang dengan Sholat dluha, silaturahmi dengan keluarga klien. Ciri yang ketiga, terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung. Konon, pada abad pertengahan seorang musafir bertemu dengan dua orang pekerja yang sedang mengangkut batu-bata. Salah seorang di antara mereka bekerja dengan muka cemberut, masam, dan tampak kelelahan. Kawannya justru bekerja dengan ceria, gembira, penuh semangat. Ia tampak tidak kecapaian. Kepada keduanya ditanyakan pertanyaan yang sama, Apa yang sedang Anda kerjakan? Yang cemberut menjawab, Saya sedang menumpuk batu. Yang ceria berkata, Saya sedang membangun menara mesjid! Yang kedua telah mengangkat pekerjaan menumpuk bata pada dataran makna yang lebih luhur.

The fifth and final component of spiritual intelligence refers to the capacity to engage in virtuous behavior: to show forgiveness, to express gratitude, to be humble, to display compassion and wisdom, tulis Emmons. Memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terimakasih, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih sayang dan kearifan, hanyalah sebagian dari kebajikan. Karakteristik terakhir ini mungkin disimpulkan dalam sabda nabi Muhammad saw, Amal paling utama ialah engkau masukkan rasa bahagia pada sesama manusia. BAGAIMANA MENINGKATKAN SQ Jadilah suri tauladan spiritual. Orang tua atau guru yang bermaksud mengembangkan SQ anak haruslah seseorang yang sudah mengalami kesadaran spiritual juga. Ia sudah mengakses sumber-sumber spiritual untuk mengembangkan dirinya. Seperti disebutkan di atas yakni karakteristik orang yang cerdas secara spiritual, ia harus dapat merasakan kehadiran dan peranan Tuhan dalam hidupnya. Spiritual intelligence is the faculty of our non-material dimension- the human soul, kata Khalil Khavari. Ia harus sudah menemukan makna hidupnya dan mengalami hidup yang bermakna. Ia tampak pada orang-orang di sekitarnya sebagai orang yang berjalan dengan membawa cahaya. (Al-Quran 6:122) Ia tahu ke mana ia harus mengarahkan bahteranya. Ia pun menunjukkan tetap bahagia di tengah taufan dan badai yang melandanya. Spiritual intelligence empowers us to be happy in spite of circumstances and not because of them, masih kata Khavari. Bayangkalah masa kecil kita dahulu. Betapa banyaknya perilaku kita terilhami oleh orang-orang yang sekarang kita kenal sebagai orang yang ber SQ tinggi. Dan orang-orang itu boleh jadi orang-tua kita, atau guru kita, atau orang-orang kecil di sekitar kita. Baca Kitab Suci. Setiap agama pasti punya kitab suci. Begitu keterangan guru-guru kita. Tetapi tidak setiap orang menyediakan waktu khusus untuk memperbincangkan kitab suci dengan klien atau anak-anaknya. Di antara pemikir besar islam, yang memasukkan kembali dimensi ruhaniah ke dalam khazanah pemikiran Islam, adalah Dari Muhammad Iqbal. Walaupun ia dibesarkan dalam tradisi intelektual barat, ia melakukan pengembaraan ruhaniah bersama Jalaluddin Rumi dan tokoh-tokoh sufi lainnya. Boleh jadi, yang membawa Iqbal ke situ adalah pengalaman masa kecilnya. Setiap selesai salat Subuh, ia membaca Al-Quran. Pada suatu hari, bapaknya berkata, Bacalah Al-Quran seakan-akan ia diturunkan untukmu! Setelah itu, kata Iqbal, aku merasakan Al-Quran seakan-akan berbicara kepadaku. Ceritakan kisah-kisah agung. Klien atau Anak-anak, bahkan orang dewasa, sangat terpengaruh dengan cerita. Manusia, kata Gerbner, adalah satu-satunya makhluk yang suka bercerita dan hidup berdasarkan cerita yang dipercayainya. Para Nabi mengajar umatnya dengan parabel atau kisah perumpamaan. Para sufi seperti Al-Attar, Rumi, Sadi mengajarkan kearifan perenial dengan cerita. Sekarang Jack Canfield memberikan inspirasi pada jutaan orang melalui Chicken Soup-nya. Kita tidak akan kekurangan cerita luhur, bila kita bersedia menerima cerita itu dari semua sumber. Diskusikan berbagai persoalan dengan perspektif ruhaniah. Melihat dari perspektif ruhaniah artinya memberikan makna dengan merujuk pada Rencana Agung Ilahi (divine grand Design). Mengapa hidup kita menderita? Kita sedang diuji Tuhan. Dengan mengutip Rumi secara bebas, katakan kepada anak kita bahwa bunga mawar di taman bunga hanya mekar setelah langit menangis. Anak kecil tahu bahwa ia hanya akan memperoleh air susu dari dada

ibunya setelah menangis. Penderitaan adalah cara Tuhan untuk membuat kita menangis. Menangislah supaya Sang Maha Agung memberikan susu keabadian kepadamu. Mengapa kita bahagia? Perhatikan bagaimana Tuhan selalu mengasihi kita, berkhidmat melayani keperluan kita, bahkan jauh sebelum kita dapat menyebut asma-Nya. Libatkan klien, keluaraga atau anak dalam kegiatan-kegiatan ritual keagamaan. Kegiatan agama adalah cara praktis untuk tune in dengan Sumber dari Segala Kekuatan. Ambillah bola lampu listrik di rumah Anda. Bahaslah bentuknya, strukturnya, komponenkomponennya, kekutan cahayanya, voltasenya, dan sebagainya. Anda pasti menggunakan sains. Kegiatan agama adalah kabel yang menghubungkan bola lampu itu dengan sumber cahaya. Sembahyang, dalam bentuk apa pun, mengangkat manusia dari pengalaman fisikal dan material ke pengalaman spiritual. Untuk itu, kegiatan keagamaan tidak boleh dilakukan dengan terlalu banyak menekankan hal-hal yang formal. Berikan kepada anak-anak kita makna batiniah dari setiap ritus yang kita lakukan. Sembahyang bukan sekedar kewajiban. Sembahyang adalah kehormatan untuk menghadap Dia yang Mahakasih dan Mahasayang! Bacakan puisi-puisi, atau lagu-lagu yang spiritual dan inspirasional. Seperti kita sebutkan di atas, manusia mempunyai dua fakultas fakultas untuk mencerap hal-hal material dan fakultas untuk mencerap hal-hal spiritual. Kita punya mata lahir dan mata batin. Ketika kita berkata masakan ini pahit, kita sedang menggunakan indra lahiriah kita. Tetapi ketika kita berkata keputusan ini pahit, kita sedang menggunakan indra batiniah kita. Empati, cinta, kedamaian, keindahan hanya dapat dicerap dengan fakultas spiritual kita (Ini yang kita sebut sbg SQ). SQ harus dilatih. Salah satu cara melatih SQ ialah menyanyikan lagu-lagu ruhaniah atau membacakan puisi-puisi. Jika Plato berkata pada sentuhan cinta semua orang menjadi pujangga, kita dapat berkata pada sentuhan puisi semua orang menjadi pecinta. Bawa klien, keluarga atau anak untuk menikmati keindahan alam. Teknologi moderen dan kehidupan urban membuat kita teralienasi dari alam. Kita tidak akrab lagi dengan alam. Setiap hari kita berhubungan dengan alam yang sudah dicemari, dimanipulasi, dirusak. Alam tampak di depan kita sebagai musuh setelah kita memusuhinya. Bawalah anak-anak kita kepada alam yang relatif belum banyak tercemari. Ajak mereka naik ke puncak gunung. Rasakan udara yang segar dan sejuk. Dengarkan burung-burung yang berkicau dengan bebas. Hirup wewangian alami. Ajak mereka ke pantai. Rasakan angin yang menerpa tubuh. Celupkan kaki kita dan biarkan ombak kecil mengelus-elus jemarinya. Dan seterusnya. Kita harus menyediakan waktu khusus bersama mereka untuk menikmati ciptaan Tuhan, setelah setiap hari kita dipengapkan oleh ciptaan kita sendiri. Bawa klien atau anak kita ke tempat-tempat orang yang menderita. Nabi Musa pernah berjumpa dengan Tuhan di Bukit Sinai. Setelah ia kembali ke kaumnya, ia merindukan pertemuan dengan Dia. Ia bermunajat, Tuhanku, di mana bisa kutemui Engkau. Tuhan berfirman, Temuilah aku di tengah-tengah orang-orang yang hancur hatinya. Ikut-sertakan anak dalam kegiatan-kegiatan sosial. Saya teringat cerita nyata dari Canfield dalam Chicken Soup for the Teens. Ia bercerita tentang seorang anak yang catatan kejahatannya lebih panjang dari tangannya. Anak itu pemberang, pemberontak, dan ditakuti baik oleh guru maupun kawan-kawannya. Dalam sebuah acara perkemahan, pelatih memberikan tugas kepadanya untuk mengumpulkan makanan untuk disumbangkan bagi penduduk yang termiskin. Ia berhasil memimpin kawan-kawannya untuk mengumpulkan dan membagikan makanan dalam jumlah yang memecahkan rekor kegiatan sosial selama ini.

Setelah makanan, mereka mengumpulkan selimut dan alat-alat rumah tangga. Dalam beberapa minggu saja, anak yang pemberang itu berubah menjadi anak yang lembut dan penuh kasih. Seperti dilahirkan kembali, ia menjadi anak yang baik rajin, penyayang, dan penuh tanggungjawab. Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak. Sumber : Jalaluddin Rakhmat http://www.muthahhari.or.id/doc/artikel/sqanak.htm
http://www.intuisibisnis.com/2011/09/apakah-kecerdasan-spiritual-itu.html

Meningkatkan Kecerdasan Emosional & Spiritual


Nama Produk CD :

EQ & SQ Booster

Keterangan : IQ (Kecerdasan Intelektual) tidak menjamin kesuksesan dan kebahagiaan hidup seseorang. Justru, EQ (Kecerdasan Emosional) dan SQ (Kecerdasan Spiritual) adalah hal yang sangat penting bagi tercapainya suatu kesuksesan dan kehidupan yang bahagia. EQ membuat orang paham apa yang dirasakan orang lain dan mendorong perilaku positif. Sedangkan SQ membuat orang bisa memaknai hidup dengan lebih bijaksana. CD Terapi Musik ini didesain untuk meningkatkan EQ dan SQ dengan cara menstimulasi otak dan memberi sugesti yang positif ke bawah sadar. Cara Pakai : Didengarkan dengan headphone atau speaker sambil duduk santai atau berbaring. Mata dipejamkan untuk merasakan aluran musik. Dalam sehari disarankan mendengarkan CD ini selama 30 menit. Jika Anda tidak ada waktu luang untuk mendengarkan CD ini secara khusus, maka Anda bisa dengarkan CD ini waktu menjelang tidur. Tidak masalah jika Anda tertidur ketika mendengarkan CD ini. Harga : Rp. 120.000,-

Kecerdasan Emosional Orang yang cerdas secara emosional adalah orang yang memahami kondisi dirinya, memahami perasaan yang terjadi pada dirinya dan bisa mengambil tindakan yang positif sebagai respon dari munculnya perasaan itu. Orang tersebut juga mampu merasakan perasaan orang lain dan bisa menanggapinya secara proporsional. Pusat EQ adalah di belahan otak kanan. Stimulasi yang ditujukan kepada bagian otak kanan terbukti bisa meningkatkan kecerdasan emosional seseorang. Meskipun EQ tidak bisa diukur secara pasti, namun seseorang bisa merasakan bahwa perasaannya menjadi lebih baik setelah mendengarkan CD Audio Aktivasi Otak.

Kecerdasan Spiritual Banyak orang merasa kosong dalam menjalani kehidupan. Tidak punya tujuan yang jelas dalam hidup dan merasa diombang-ambingkan oleh arus kehidupan, tanpa tahu harus berbuat apa. Itu adalah tanda lemahnya kesadaran spiritual. Apa itu kecerdasan spiritual? Bila Anda mengira kecerdasan spiritual adalah rajin menyembah Tuhan, maka Anda keliru. Kecerdasan spiritual tidak selalu berkaitan dengan agama. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang memberi makna pada kehidupan. Ciri kecerdasan spiritual adalah senang berbuat baik, menolong, memiliki empati yang besar, mampu memaafkan tanpa syarat, mampu memilih kebahagiaan, mampu berpikir secara luas, memiliki selera humor dalam kehidupan dan merasa perlu berkontribusi dalam kehidupan manusia. Kecerdasan spiritual pertama kali digagas oleh Danah Zohar dari Harvard University dan Ian Marshall dari Oxford University. Pembuktian ilmiah adanya kecerdasan spiritual pertama kali oleh Michael Persinger awal 1990-an dan oleh VS Rama Chandran dan tim-nya dari California University, yang menemukan eksistensi God Spot (Titik Tuhan) dalam otak manusia. God Spot terletak di antara hubungan syaraf dalam cupingcuping temporal otak, melalui pengamatan terhadap otak dengan scanner otak, bagian otak yang disebut God Spot tersebut akan tampak bersinar apa bila seseorang diarahkan untuk memikirkan tentang agama atau hakekat kehidupan. Tingkat keaktifan dari God Spot menentukan tingkat kecerdasan spiritual seseorang. Dan kabar baiknya adalah God Spot bisa diaktifkan dengan stimulasi gelombang tertentu.

Testimoni: Sudah sekian lama saya mendengar tentang kecerdasan spiritual (SQ) tapi masih belum tahu bagaimana bisa melatih atau meningkatkannya. Pas kebetulan lagi baca-baca buku katanya ada terapi yang bisa meningkatkan kecerdasan spiritual. Lalu saya telusuri lebih dalam lewat internet. Dan saya ketemu CD Terapi Musik untuk kecerdasan spiritual. Karena saya penasaran saya coba. Setelah saya menjalani terapi tersebut sekarang kayaknya ada perubahan di diri saya. Jadi menatap masa depan lebih positif dan jadi "ngerasa" lebih bijak dalam menghadapi berbagai macam permasalahan. Sigit Permana, Lampung barat.

http://www.terapimusik.com/kecerdasan_spiritual.htm

KECERDASAN SPIRITUAL DALAM PEMIKIRAN JALALUDDIN RUMI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Skripsi/Undergraduate Theses from digilib-uinsuka / 2010-02-18 14:01:56 By : ARIS WAHIDIN - NIM. 04410844, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Created : 2010-02-18, with 1 files Keyword : pemikiran Jalaluddin Rumi, kecerdasan spiritual, pendidikan agama Islam ABSTRAK Penelitian ini bertujuan memetakan pemikiran Jalaluddin Rumi tentang kecerdasan spiritual, yang penulis jalankan dengan menggunakan bantuan teori sintesis antara teori kecerdasan spiritual dari Danah Zohar dan Ian Marshall, dan teori kecerdasan spiritual Islam dari Mahdi Murtadha Armahedi Mahzar. Konsepsi Jalaluddin Rumi tentang kecerdasan spiritual tersebut kemudian penulis tarik implikasi teoritisnya bagi pendidikan agama Islam. Implikasi teoritis tersebut meliputi implikasi terhadap empat komponen proses pembelajaran, yang terdiri dari tujuan, standar isi, metode, dan penilaian.

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penilitian studi kepustakaan, dengan mengambil karya E.H. Whinfield Masnavi i Manavi: The Spiritual Couplets of Maulana Jalalu-d-din Muhammad I Rumi, karya R. A. Nicholson The Mathnawi of Jalaluddin Rumi dan Selected Poems from The Divani Shamsi Tabriz, serta karya A. J. Arberry Discourses of Rumi or Fihi ma Fihi sebagai sumber utama. Pengumpulan data dijalankan dengan metode dokumenter, sedangkan analisis datanya bertumpu pada pendekatan abduktif hermeneutik. Hasil Penelitian ini menunjukkan: Kecerdasan spiritual dalam pemikiran Jalaluddin Rumi merupakan pencapaian puncak kesempurnaan potensi psiko-spiritual manusia yang ditunjukkan dengan pencapaian dalam hal kebersihan jiwa, kedalaman ilmu, dan keutamaan akhlak, yang mengantarkan manusia menuju pengalaman kedekataan dengan Tuhan. Dalam pemikiran Jalaluddin Rumi, kecerdasan spiritual dapat dicapai melalui jalan cinta. Jalan cinta merupakan upaya spiritual yang diawali dengan aktivitas pembersihan jiwa dari ketertarikan pada pemilikan harta benda dan sifat-sifat tercela, serta disempurnakan dengan aktivitas berperilaku sesuai dengan sifat-sifat kemuliaan Allah (takhalaqu bikhuluqillah). Implikasi teoritis konsep kecerdasan spiritual dalam pemikiran Jalaluddin Rumi dalam pendidikan agama Islam meliputi empat hal; pertama, pendidikan agama Islam seharusnya ditujukan untuk mengembangkan potensi psiko-spiritual manusia menjadi insan paripurna, yang diawali dengan tujuan jangka pendek berupa terbentuknya pribadi peserta didik yang bertakwa, berilmu dan berakhlak mulia. Kedua, standar isi hendaknya memuat aspek materi akhlak, syariat, ukhuwah, irfan, sinergi ilmu dan wahyu, dan keihlasan; yang titik tekan dari materi tersebut disesuaikan dengan jenis kepribadian peserta didik. Ketiga, dibutuhkan metode dan setrategi pembelajaran yang efektif supaya pembelajaran dapat terintegrasi dengan mata pelajaran yang lain, di samping keunikan kepribadian dan ragam kecerdasan individu tetap dihargai. Untuk memenuhi kriteria di atas, ditawarkan setrategi naratif. Keempat, penilaian dalam pembelajaran agama Islam hendaknya mengacu pada kerangka taksonomi spiritual yang di dalamnya tercakup komponen kepribadian dan pencapaian yang disesuiakan dengan masing-masing kepribadian. Dengan demikian standar penilaian diterapkan terhadap pencapaian hasil belajar yang sesuai dengan jenis kepribadian siswa.

Copyrights : Copyright (c) 2009 by Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.
http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--ariswahidi-3559 WASIAT UNTUK MELAKUKAN KECERDASAN SPIRITUAL Rasulullah Saw Muhammad tentu tidak hanya meninggalkan Al Qur'an dan juga meninggalkan keteladanan yang baik. baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun caraya memecahkan persoalan dalam kehidupan.

Wasiat Rasulullah Saw di antaranya yang dikenal ebagai wasiat kepada Ali yaitu sepupu dan sekaligus menantu dari Rasulullah Saw. beberapa wasiat yang berguna untuk menyaksikan kebenaran.

Pertama :
Orang yang ingin menyaksikan kebenaran harus berusaha menjaga makanannya. Dalam hal ini, cara mencari makanannya, cara memakannya, dan kualitas makanannya harus berada dalam katagori halal. Makanan harus diperoleh dari pekerjaan yang halal yang dibenarkan menurut hukum agama dan negara. Memakannya pun tidak berlebihan, tidak didasari nafsu serakah. Dan, kualitas makanan itu haruslah halal, baik dilihat dari kandungannya maupun dari hukum yang sudah disepakati bersama. Orang yang dapat makan dengan cara tersebut, maka ia dapat disebut sebagai orang yang bersih dalam menjalankan agamanya. Dan, orang itu akan menjadi lembut hatinya karena untuk mendapatkan makanan tersebut ia harus berlatih sabar. Kebiasaan sabar itulah yang melunakan hatinya.

Kedua :
Menegakkan puasa Ramadhan dan Puasa Syawal. Pelakunya disebut sebagai al-shaimin. Sesungguhnya pria dan wanita yang muslim, pria dan wanita yang mukmin, pria dan wanita yang patuh dalam beramal, pria dan wanita yang jujur dalam perkataan dan perbuatan, pria dan wanita yang dermawan harta dan kebajikan, pria dan wanita yang banyak menyebut dan mengingat Allah, kepada mereka telah disediakan Allah ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab : 33)

Makna yang tersirat dalam berpuasa Ramadhan merupakan aksi untuk meluruhkan emosi dan hawa nafsu. Sedangkan puasa Syawalnya merupakan aksi untuk meningkatkan kualitas hidup setelah gugur emosi dan hawa nafsunya.

Orang yang menegakkan puasa Ramadhan dan Syawal harus didahulukan dengan cara melatih disiplin dalam hidup dan berlatih ulet dan pantang menyerah dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Ketiga :
Bahwa siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhan maka, ia diwajibkan mengerjakan amal sholeh dan tidak mendua dalam beribadah. (QS. Al-Kahf : 110 )

Ibadah kepada Allah merupakan hidup saling melayani dan saling memberi. hidup demikianlah yang mampu membangkitkan kehidupan masyarakat dan bangsa. hidup saling mengasihi inilah yang membuat bencana urung menimpa.

Sedekah itu mencegah timbulnya bencana dan bahaya.

Bila yang tinggi mengayomi yang rendah maka akan tercipta keseimbangan yaitu memperkuat pijakan yang tinggi. Dalam keadaan hidup yang seimbang, kebenaran akan mudah disaksikan.

Keempat :
Membangun transparasi atau keterbukaan dalam hidup. dengan penegakan kejujuran akan tercipta kehidupan yang baik yang akan membawa pada kehidupan yang sejahtera.

Kebohongan itu akan menghasilkan sistem yang buruk bagi kehidupan. Bila kehidupan umat dipenuhi keburukan, maka akan tercipta api yang menghancurkan kehidupan umat itu sendiri.

Bila kehidupan masyarakat dan negara dipenuhi kebohongan, maka kehidupan berbangsa dan bernegara itu bagaikan dipenuhi oleh borok yang menghancurkan kekebalannya.

Kehidupan berbangsa dan bernegara yang dipenuhi kebohongan, tidak akan mampu melihat ke jalan terang. karena hidup di alam yang serba gelap membawa kepada kehancuran.

Kelima :
Senantiasa mengingat anugerah Allah yang telah diberikan kepada kita. Dengan mengingat anugerah Allah, maka Allah SWT akan memenuhi semua janji Nya.

Dengan jalan menempuh kehidupan yang dilandasi kesadaran yang tinggi di hadapan Allah, tetap memelihara kehidupan ini dalam kebenaran, dan senantiasa melaksanakan komitmennya, maka Allah SWT akan terus-menerus mendatangkan generasi pengganti yang kokoh.

Masalah dapat merubah masalah; tetapi Manusia tidak dapat merubah masalah

SOLUSINYA :

Dengan mengatasi permasalahan yang kecil; maka Kita akan dapat mengatasi permasalahan yang besar

Disajikan dan didedikasikan untuk menjadi contoh kebaikan dan nasehat kebaikan untuk bersama.
Ejawantah's Blog

http://ejawantahnews.blogspot.com/2011/08/wasiat-untuk-melakukan-kecerdasan.html KECERDASAN SPIRITUAL MENENTUKAN JATI DIRI JAKARTA-- Sudah tertanam anggapan umum masyarakat, anak yang nilai matematikanya kurang bagus dikelompokkan sebagai anak bodoh. Wajar jika sebagian besar orang tua cemas bila anaknya kurang pandai matematika. Padahal kecerdasan tidak hanya terbatas pada intelektual, dikenal juga kecerdasan emosional (emotional intelligence) dan kecerdasan spiritual (spiritual intelligence). Jika kecerdasan emosional memang membuat orang lebih mudah mencapai sukses dalam hidup. Tapi, untuk menemukan kebahagiaan dan makna dari kehidupan, diperlukan kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual diyakini sebagai kecerdasan yang paling utama dibandingkan dengan berbagai jenis kecerdasan yang lain. Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa Latin, spiritus, yang berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat manusia dapat hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter kita. Kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri seseorang sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta. Dengan memiliki kecerdasan spiritual berarti bisa memahami sepenuhnya makna dan hakikat kehidupan yang kita jalani dan ke manakah kita akan pergi Menurut Roberts A. Emmons dalam buku The Psychology of Ultimate Concerns, ada lima karakteristik orang yang cerdasa secara spiritual yaitu kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material, kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak, kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk berbuat baik. Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual, ujar Emmons. Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Dia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Dia merujuk pada warisan spiritual seperti teks-teks Kitab Suci untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya, untuk melakukan definisi situasi. Pengamat dan pakar pendidikan, DR. H. Arief Rachman MPd mengemukakan pentingnya mengembangkan potensi anak untuk mendukung kecerdasan majemuk. Menurut Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, orangtua hendaknya mengenali ragam potensi kecerdasan anak yaitu potensi spiritual, potensi perasaan, potensi akal, potensi sosial, potensi jasmani.

Potensi spiritual terdiri dari kemampuan menghadirkan Tuhan atau keimanan dalam setiap aktivitas, kegemaran berbuat untuk Tuhan, disiplin beribadah, sabar berupaya, dan bersyukur atas pemberian Tuhan kepada kita. Sedangkan potensi perasaan mencakup pengendalian emosi, mengerti perasaan orang lain, senang bekerjasama, menunda kepuasan sesaat dan berkepribadian stabil. Menurut Psikolog Anak & Remaja Lentera Insan Child Development & Education Center, Hj. Fitriani F. Syahrul, Msi.Psi, perayaan hari raya Idul Fitri sebenarnya sebagai salah satu waktu yang tepat dalam mengasah kecerdasan spiritual. Sayangnya, masih banyak orangtua yang belum mencontohkan hari raya Idul sebagai ajang untuk membersihkan jiwa sehingga kembali suci. Namun, masih sebatas ritual seperti baju baru atau pemberian angpau pada waktu silaturahmi ke rumah kerabat. Sebenarnya bermaaf-maafan itu sebaiknya dilakukan sebelum bulan puasa, kemudian kita menjalankan ibadah puasa sebaik-baiknya. Sehingga memudahkan kita untuk kembali suci diri pada hari Idul Fitri, ujar ibu dari tiga anak ini. Selain itu, mengasah kecerdasan spiritual juga dapat dilakukan dengan mengajarkan anak-anak bersyukur atas makanan yang lebih banyak di hari raya Lebaran sebagai berkah atas ketakwaan yang dilakukan selama bulan Ramadhan. Yang sering dilupakan oleh kaum muslim di Indonesia ialah perayaan dari Hari Raya Kurban atau Idul Adha. Padahal, lanjut Fitri, Idul Adha merupakan salah satu simbol dari penaklukan hawa nafsu manusia dan pasrah kepada perintah Tuhan. Hari raya Idul Fitri juga sebaiknya jangan berlebih-lebihan, karena ada ibadah puasa Syawal yang harus dilakukan umat muslim, pungkas Fitri. (ri) Redaktur: http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/08/12/12/19620-kecerdasan-spiritualmenentukan-jati-diri

Analisis pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan penilaian kinerja terhadap motivasi kerja anggota tentara nasional indonesia angkatan laut pada satuan kerja disfaslanal/ -- 2007 Analysis of influence Emotional Quotience, Spiritual Quotience and Performance Appraisal on motivation to work in The office of the Indonesian Naval Base Facilities (DISFASLANAL) Master Theses from MBIPB / 2010-08-12 10:05:03 Oleh : Amir Mahmud, MB-IPB Dibuat : 2008-11-20, dengan 10 file Keyword : Kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), TNI AL, Disfaslanal,

Structural Equation Modeling (SEM), LISREL 8.51. Subjek : MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA Nomor Panggil (DDC) : 15(E22) Mah a RINGKASAN EKSEKUTIF AMIR MAHMUD, 2006. Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual dan Penilaian Kinerja terhadap Motivasi Kerja Anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut pada Satuan Kerja Disfaslanal. Di bawah bimbingan: SJAFRIIMANGKUPRAWIRA dan M. JOKO AFFANDI.

Seiring dengan reformasi bangsa dan negara, organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dituntut untuk berubah. TNI yang selama 32 tahun lamanya sangat diistimewakan dan diberi tempat prioritas oleh penguasa kala itu, dituntut untuk menjadi lebih profesional dan meninggalkan peran lamanya dalam urusan politik. Saat ini TNI dihujat dan disalahkan oleh seluruh komponen bangsa sebagai penyebab kehancuran negara ini. Proses perubahan yang sangat mendasar tersebut perlu untuk dicermati karena berdampak besar pada perubahan mental dan motivasi prajurit dalam menjalankan tugas negara. Perubahan mental dan motivasi prajurit yang menurun tidak bisa dipungkiri akan berdampak kepada kinerja organisasi yang tidak optimal. Oleh karena motivasi kerja merupakan dorongan, keinginan dan daya yang mengarahkan perilaku seseorang dan distimulir oleh motif - motif tertentu untuk melakukan suatu pekerjaan, maka faktor motivasi menjadi penting bagi seluruh prajurit TNI untuk mengoptimalkan kinerja organisasi. Di organisasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) khususnya pada Dinas Fasilitas Pangkalan TNI AL (DISFASLANAL) yang menjadi obyek penelitian ini misalnya, menurut pengamatan penulis sebagai bagian dari kalangan intern (anggota) TNI AL, motivasi prajurit dalam bekerja sangat beragam. Ada yang bersemangat bekerja di kala diberikan imbalan, dan ada yang bekerja dengan ikhlas dengan alasan mengamalkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Beragamnya motivasi prajurit dalam menjalankan tugas, memaksa bagian personil untuk menempuh berbagai cara untuk berupaya meningkatkan motivasi prajurit agar bekerja secara ikhlas, cerdas dan maksimal tanpa mengharapkan imbalan tambahan selain gaji dari pemerintah. Kecerdasan emosional (EQ) berpotensi mempengaruhi motivasi kerja karena kecerdasan emosional berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain. Kelima dimensi ini apabila dikuasai secara baik oleh seseorang dapat mendorong komitmennya terhadap organisasi. Hal ini dimungkinkan karena dimensi - dimensi yang terkandung dalam kecerdasan emosional dapat menuntun seseorang untuk memahami posisinya secara tepat di dalam dinamika organisasi atau masyarakat, termasuk memotivasi diri, berempati dan membina hubungan dengan orang lain demi kepentingan bersama. Peluang dan frekuensi stres menjadi lebih besar apabila seseorang berada dalam kompetisi yang ketat. Seseorang dengan modal IQ dan EQ saja seringkali mengalami kelebihan beban (overload) dan tak mampu lagi menampung beban yang ditanggungnya. Pada kondisi demikian, kecerdasan spiritual (SQ) sangat dibutuhkan sebagai sumber nilai untuk merespon dan mencari solusi melalui dimensi alternatif. Jika kecerdasan intelektual (IQ) berperan

memberi solusi intelektual - teknikal dan EQ berperan meratakan jalan dalam membangun relasi sosial, maka SQ mempertanyakan mengenai makna, tujuan dan filsafat hidup seseorang. Tanpa disertai kedalaman spiritual, kepandaian IQ dan popularitas (EQ) seseorang tidak akan memberi makna, ketenangan dan kebahagiaan hidup. Demikian pula halnya dengan metode penilaian kinerja anggota DISFASLANAL saat ini menurut pengamatan penulis belum optimal antara lain diindikasikan dengan adanya keseragaman nilai, kurang objektif, blanko penilaian kinerja bersifat standar, serta persepsi anggota bahwa penilaian kinerja hanya merupakan syarat administrasi untuk usulan kenaikan pangkat atau golongan. Hal ini bukan saja dapat merugikan organisasi TNI AL dalam membangun kinerjanya, tetapi juga kurang menguntungkan para anggota TNI AL dalam meniti karirnya. Bertolak dari kondisi tersebut, ada beberapa permasalahan utama yang dapat diidentifikasikan terkait pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan penilaian kinerja terhadap motivasi kerja anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut pada satuan kerja DISFASLANAL, diantaranya adalah: 1). Kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan penilaian kinerja berpengaruh terhadap motivasi kerja anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL. 2). Perlu untuk meningkatkan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL. 3). Perlu memperbaiki metode penilaian kinerja anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL. 4). Perlu mengetahui unsur yang paling dominan dari tiap unsur kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual serta metodologi penilaian kinerja dalam mempengaruhi motivasi kerja anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL. Oleh karena dengan melihat adanya pengaruh kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan penilaian kinerja terhadap motivasi kerja anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut pada satuan kerja DISFASLANAL, maka perlu mengkaji beberapa hal untuk mengetahui: 1).Bagaimana kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), penilaian kinerja dan motivasi kerja anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL? 2). Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan pola penilaian kinerja terhadap motivasi kerja anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL? 3). Bagaimana upaya - upaya peningkatan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) anggota TNI AL? 4) Bagaimana upaya - upaya perbaikan metodologi penilaian kinerja anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL? Penelitian ini menggunakan sampel anggota militer TNI AL yang terdiri dari strata atau golongan Perwira (PA), Bintara (BA) dan Tamtama (TA) dan berdinas pada satker DISFASLANAL ) yang berkedudukan di Gedung B.1 Lt. 3 Mabesal Cilangkap Jakarta Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Analisis data menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Analisis SEM digunakan untuk menguji kesesuaian antara model yang sudah disusun secara teoritis dengan data empiris yang ada di lapangan. Pengolahan data SEM diuji dengan menggunakan software LISREL 8.51 yang kemudian hasilnya digunakan dalam analisis pembahasan dan implikasi manajerial bagi organisasi. Atribut yang dianalisis terdiri dari 18 peubah indikator yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:1) Lima peubah indikator kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri yang baik atau self awareness (X1), kemampuan mengatur diri sendiri atau self management (X2), kemampuan memotivasi diri sendiri atau self motivation (X3), kemampuan memahami emosi orang lain atau social awareness (X4) dan kemampuan memelihara hubungan sosial atau

social skill (X5). 2) Enam peubah indikator kecerdasan spiritual yaitu :Sikap peduli terhadap lingkungan (X1), optimis terhadap masa depan (X7), visioner (X8), tanggung jawab (X9), tegar dan tegas (tidak kompromistis) (X10) dan mengakui kelebihan orang lain (tidak fanatis) (X11). 3) Tujuh peubah indikator penilaian kinerja yaitu relevansi (X12), sensitivitas (X13), penilaian yang dilakukan penilai yang satu dengan penilai yang lainnya sudah saling bersesuaian (keandalan) (X14), ukuran yang obyektif dan adil (keandalan) (X15), dilakukan sosialisasi sistem penilaian kinerja (kemamputerimaan) (X16), hasil penilaian kinerja (nilai) terhadap yang dinilai (ternilai) telah mendapat dukungan dari penilai (kemamputerimaan)(X17)dan kepraktisan (X18). Berdasarkan hasil analisis Structural Equation Modeling, hasil pengolahan data dengan program LISREL 8.54 menunjukkan standar - standar yang sesuai dengan aturan kecocokan model, sehingga tidak diperlukan lagi berbagai modifikasi. Dalam evaluasi kriteria goodness of fit, terdapat beberapa indeks kesesuaian dan cut off value yang digunakan untuk menguji kecocokan model dengan data yang disajikan (sesuai dengan data empiris). Indeks tersebut diantaranya yaitu Degree of Freedom (DF), Chi - square, RMSEA (Root Means Square Error of Approximation), dan P-value. Berdasarkan uji kecocokan, mengindikasikan bahwa terdapat kecocokan yang baik antara model dan kenyataan (didukung oleh data empiris). Nilai Chi - Square (X2) yang kecil relatif terhadap derajat bebasnya (DF) menunjukkan bahwa model yang diajukan didukung oleh data empiris. Nilai RMSEA = 0,00 dan P - value = 1,00 menunjukkan adanya kedekatan suatu model dengan populasinya dan model didukung pula oleh data empiris. Dari hasil analisis terhadap tiap indikator peubah laten eksogen dan laten endogen, secara komprehensif dapat dijelaskan bahwa dari ketiga peubah eksogen yang diikutsertakan dalam penelitian ini, peubah penilaian kinerja memberikan pengaruh yang paling besar terhadap motivasi kerja anggota Disfaslanal dengan kontribusi sebesar 0,45. Peubah kecerdasan spiritual (SQ) berada di urutan kedua dengan kontribusi sebesar 0,39 dan peubah kecerdasan emosional (EQ) memberikan kontribusi paling kecil sebesar 0,38. Nilai - nilai tersebut mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan motivasi anggota Disfaslanal seyogyanya peubah penilaian kinerja harus lebih diperhatikan untuk diimplemetasikan dalam membentuk motivasi kerja anggota. Sedangkan faktor peubah kecerdasan emosional (EQ) perlu mendapat perhatian lebih serius dibandingkan dengan kedua faktor lainnya yaitu kecerdasan spiritual (SQ) dan metode penilaian kinerja. Hal ini penting, mengingat kecerdasan emosional memiliki bobot pengaruh yang lebih kecil dibandingkan kedua faktor lainnya. Dari ketujuh indikator pembentuk penilaian kinerja yaitu relevansi (X12), sensivitas (X13), keandalan (X14 dan X15), kemamputerimaan (X16 dan X17) dan kepraktisan (X18), indikator sensitifitas (X13) dan kepraktisan (X18) memberikan pengaruh yang paling besar masing - masing dengan factor muatan sebesar 1,24 dan hasil t - hitung sebesar 3,27 dan 3,26. Sedangkan faktor relevansi memiliki kontribusi paling kecil dengan faktor muatan sebesar 1,00. Dari keenam indikator peubah kecerdasan spiritual (SQ) yang terdiri dari sikap peduli (X6), optimis (X7), visioner (X8), tanggung jawab (X9), tidak komformis (X10) dan tidak fanatik (X11). Faktor sikap peduli terhadap lingkungan sekitar memberikan kontribusi yang paling besar yaitu sebesar 1,00. Sedangkan indikator tegar dan tegas (X10) dan mengakui kelebihan orang lain (X11) memberikan kontribusi paling kecil, yaitu masing - masing dengan faktor muatan sebesar 0,89 dan hasil t - hitung sebesar 3,79 untuk X10 dan dan 3,8 untuk X11.

Dari kelima indikator dari peubah kecerdasan emosional (EQ) yang terdiri dari self awereness (X1), self management (X2), self motivation (X3), social awareness (X4) dan social skill (X5). Indikator self motivation (X3) memberikan kontribusi terbesar terhadap motivasi kerja anggota Disfaslanal yaitu faktor muatan sebesar 1,08 dan hasil t - hitung sebesar 3,68. Sedangkan indikator social skill memberikan kontribusi paling kecil yaitu faktor muatan 0,96 dan hasil t - hiyung sebesar 3,39. Sedangkan berkaitan dengan motivasi kerja anggota Disfaslanal indikator yang diikutkan dalam pembentukan laten endogen motivasi terdiri dari keberhasilan pelaksanaan tugas (Y1), pengakuan (Y2), pekerjaan itu sendiri (Y3), supervisi (Y4), pengembangan (Y5), kebijaksanaan dan administrasi organisasi (Y6), hubungan antar pribadi (Y7) dan kondisi kerja (Y8). Indikator kebijaksanaan dan administrasi organisasi (Y6) memberikan kontribusi yang paling besar yaitu sebesar 0,65, sedangkan indikator Y3 dan Y7 memberikan kontribusi paling kecil sebesar 0,61. Secara keseluruhan ketiga konstruk kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan penilaian kinerja berpengaruh positif terhadap motivasi kerja anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL. Dari ketiga peubah laten eksogen, penilaian kinerja memiliki pengaruh paling besar terhadap motivasi kerja anggota Disfasalanal yaitu sebesar 0,45. Kemudian disusul kecerdasan spiritual sebesar 0,39. Sedangkan kecerdasan emosional memberikan pengaruh sebesar 0,38. Metode penilaian kinerja TNI AL saat ini belum efektif dan tidak memenuhi beberapa persyaratan, maka untuk mengembangkan metode penilaian kinerja anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL sebaiknya harus memperhatikan faktor yang mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja yaitu: relevansi, sensitivitas, keandalan, kemamputerimaan dan kepraktisan. Unsur yang paling dominan dari tiap unsur kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual serta metodologi penilaian kinerja dalam mempengaruhi motivasi kerja anggota TNI AL pada satuan kerja DISFASLANAL adalah: 1) Kontribusi terbesar untuk peubah kecerdasan emosional diberikan oleh indikator self motivation (X3) dengan faktor muatan sebesar 1,08 dan hasil t - hitung sebesar 3,68. 2). Kontribusi terbesar untuk peubah kecerdasan spiritual diberikan oleh indikator peduli lingkungan sekitar (X6) dengan nilai kontribusi sebesar 1,00. 3). Kontribusi terbesar untuk peubah penilaian kinerja diberikan oleh indikator sensitivitas (X13) dan indikator kepraktisan (X18) dengan faktor muatan masing - masing sebesar 1,24 dan hasil t - hitung sebesar 3,27 untuk (13) dan 3,26 untuk (X18). Karena faktor - faktor kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan metode penilaian kinerja berpengaruh positif terhadap motivasi anggota Disfaslanal, maka penulis menyarankan untuk: 1)Perlu penelitian lebih lanjut dan mendalam, untuk mengintegrasikan faktor kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) ke dalam daftar atau blanko penilaian kinerja pegawai/karyawan, dengan harapan penilaian kinerja lebih bermakna dan memuaskan para anggota yang dinilai maupun bagi yang menilai. 2) Oleh karena objek penelitian ini adalah sebuah institusi yang menganut system hierarki komando yang tegas, penulis berkesimpulan bahwa hasil penelitian belum tentu akan berdampak positif bagi anggota maupun karyawannya. Oleh karena itu akan lebih baik bilamana ada penelitian lain dengan tempat penelitian berbeda lalu kemudian mengamati hasilnya pasca penelitian dan pemberian input/saran positif kepada manejer perusahaannya. 3) Sebaiknya dalam proses rekrutmen TNI AL tidak hanya memperhatikan dan memprioritaskan faktor IQ, namun perlu memasukkan faktor EQ dan SQ kedalam materi tes penerimaan prajurit TNI AL. Kedua faktor tersebut diyakini mampu menyumbangkan SDM yang mumpuni. 4). Untuk penilaian

kierja anggota Disfaslanal agar dilakukan perubahan periode penilaian, dari satu tahun sekali menjadi enam bulan sekali. Hal ini dimaksudkan agar para pejabat penilai masih dapat mengingat perilaku anggotanya dan dapat lebih mudah mengisi lembar penolong penilaian kinerja anggota. Model yang telah disusun secara teoritis pada penelitian ini telah sesuai dengan data empiris di lapangan, namun untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji studi lanjutan dengan mengikut sertakan peubah kecerdasan intelegensia (IQ) Deskripsi Alternatif : Abstract Analysis of influence Emotional Quotience, Spiritual Quotience and Performance Appraisal on motivation to work in The office of the Indonesian Naval Base Facilities (DISFASLANAL) The office of the Indonesian Naval Base Facilities (DISFASLANAL) formally established as an Acting Body (BALAKPUS) of the Indonesian Navy comes under the direct jurisdiction of the Navy Chief Of Staff (KASAL). Disfaslanal's primary responsibility involves the effective and efficient development and maintenance of the Naval Base in serving the KRI Naval Fleet as mandated in the organization and procedure structure (ORGASPROS) Disfaslanal. To best execute its fundamentally strategic duties, Disfaslanal strongly rely on high callibre officers displaying dedication and flawless balance between Intelligence Quotience(IQ), Emotional Quotience (EQ) and Spiritual Quotience (SQ) coupled with state of the art Performance Appraisal tools that guarantee improved performance motivation of all Disfaslanal officers. This thesis seeks to address the following (1) To identify if any of the influence of EQ, SQ and Performance Appraisal on Disfaslanal officers motivation to work. (2) To identify the degree of influence of EQ, SQ and Performance Appraisal towards Disfaslanal Officers motivation to work. (3) To identify ways and means related to improving EQ, SQ as well as improving effectiveness of the current Performance Appraisal Tools. (4) To identify the embedded dominant factors related to EQ, SQ and Performance Appraisal so as to arrive at the most appropriate performance appraisal methodology that will best influence performance motivation of Disfaslanal offices. In gathering data, the census sampling method is adopted and exercised on selected Disfaslanal officers ranked namely Perwira (PA), Bintara (BA) and Tamtama (TA) at Disfaslanal main offices i.e Building B1, 3rd floor, Naval Headquarters (MABESAL),Cilangkap, East Jakarta. The Structural Equation Modelling (SEM) which serves to test the appropriateness between the theoretical model developed and the empirical data gathered from the field forms the basis of analysis. Data analysis by SEM is facilitated by the LISREL 8.54 software, the results of which is further analysed against rhe managerial implicaton towards Disfaslanal as an organization. The analytical results gathered from each Latent Exogenous and Latent Endogenous variable, bring forth the comprehensive explanation that out of the three exogenous variavbles involved in this research, the Perofrmance Appraisal Variable displays the

greatest extent of influence towards Performance Motivation of Disfaslanal officers , with a contributing value of 0.45. In second palce is the SQ variable with a contributing value of 0.39 while the EQ variable displays the least influence on performance motivation contributing on 0.38. In summary, the above contributing values thus indicate that the performance appraisal variable must be treated with priority and implemented most effectively in order to shape and encourage positive motivation in the workplace. Ironically and most importantly although the EQ variable displays the least influence on improving motivation, the EQ variable should be treated seriously in comparison to the SQ and Peformance Appraisal Variables. Copyrights : Copyright @ 2001 by Graduate Program of Management and Business - Bogor Agricultural University (MB IPB). Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.
http://elibrary.mb.ipb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=mbipb-12312421421421412amirmahmud-615

You might also like