You are on page 1of 19

1

KOMANDO DAERAH MILITER XII/TANJUNGPURA PEMBINAAN MENTAL UPAYA PEMBINAAN MENTAL DALAM RANGKA MEMELIHARA DAN MENINGKATKAN KONDISI MENTAL PRAJURIT KODAM XII/TANJUNGPURA 1. Pendahuluan. Reformasi, perdagangan bebas dan perkembangan teknologi membawa dampak yang signifikan terhadap perkembangan sejarah bangsa Indonesia. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya membuat bangsa ini semakin maju, namun juga membawa dampak negatif yang tak sedikit, termasuk krisis moral. Krisis multi dimensional yang mencakup semua aspek kehidupan, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan mengakibatkan demoralisasi yang ditandai dengan melemahnya nilai-nilai moral yang melanda sebagian besar bangsa Indonesia tanpa terkecuali kehidupan prajurit TNI AD. Prajurit TNI AD sebagai bagian dari komponen bangsa ini mempunyai tugas pokok menjaga keutuhan dan tetap tegaknya NKRI, sesuai dengan UU No 34 Tahun 2004. TNI AD tidak bisa menutup mata karena situasi yang ada pada bangsa ini juga turut mempengaruhi kehidupan prajurit TNI AD, yang mana sedikit banyak juga terjadi degradasi nilai-nilai moral, nilai-nilai tradisi dan kejuangan yang ditandai dengan banyaknya terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum prajurit TNI AD secara umum dan prajurit Kodam XII/Tanjungpura secara khusus. Kodam XII/Tanjungpura sebagai bagian dari TNI AD yang diresmikan oleh Kasad pada tanggal 2 Juli 2010 masih sibuk membangun/membenahi pangkalan, personel, administrasi, sarana prasarana dll. Namun disisi lain tetap harus menjaga kondisi moril prajurit, membina dan meningkatkan kualitas mental prajurit. Terkait dengan kualitas mental prajurit yang ada saat ini di Kodam XII/Tanjungpura, maka pembinaan mental memiliki peran yang sangat penting karena pembinaan mental mencakup pembinaan rohani, pembinaan ideologi dan pembinaan kejuangan dalam membentuk prajurit yang bermental baik di dalam sikap dan perilakunya yang dikendalikan oleh pikiran dan hati nuraninya agar penampilannya terikat serta terkendali sesuai norma agama dan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Doktrin Kartika Eka Paksi di samping nilai-nilai kejuangan 45.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka diperlukan strategi dan upaya yang sungguh-sungguh di bidang pembinaan mental guna meningkatkan kualitas mental prajurit dalam rangka mendukung tugas pokok Kodam XII/Tanjungpura . 2. Esensi Pembinaan Mental. Pembinaan Mental adalah merupakan kegiatan untuk membentuk, memelihara dan meningkatkan serta memantapkan mental prajurit agar memiliki keunggulan moral, berwawasan kebangsaan dan berjiwa militan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab jabatannya. Keunggulan moral atau prajurit yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia bisa didapat melalui pembinaan rohani yang bersumber dari kitab suci sesuai agama yang diyakini (Islam, Protestan, Khatolik, Hindu dan Budha). Pembentukan prajurit yang berjiwa militan dan nasionalis, terhayatinya rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan serta terdoktrinnya NKRI harga mati, bisa didapat melalui pembinaan mental ideologi dan kejuangan yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila, Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan 8 Wajib TNI di samping nilai-nilai kejuangan 45. Pembinaan mental harus dilaksanakan secara terukur, teratur dan berkelanjutan serta dinamis sesuai perkembangan. Tugas pembinaan mental tidak semata-mata menjadi tanggung jawab perwira Bintal atau pejabat pemangku fungsi Bintal, namun merupakan fungsi Komando yang secara otomatis melekat pada diri setiap pejabat Komandan atau Pimpinan Satuan. Piramida Esensi Bintal
MENTAL TANGGUH BINTAL JUANG (MILITAN) BINTALID SI (NASIONALISME) - PANTANG MENYERAH DAN RELA BERKORBAN - KEPERWIRAAN (TELADAN,ADIL& TG JWB ) - SEMANGAT JUANG/ETOS KERJA - SOLIDITAS - KEDISIPLINAN - KESETIAAN PADA NKRI - AKHLAK MORAL - PERIBADATAN - KEIMANAN

BINTAROH (IMTAQ)

3.

Kondisi Mental Prajurit Kodam XII/Tanjungpura .

Kodam XII/Tanjungpura baru berdiri kurang dari satu tahun, Seharusnya belum banyak pelanggaran yang dilakukan oleh prajuritnya, namun karena prajurit Kodam XII/Tanjungpura berasal dari satuan-satuan yang sudah lama berdiri, kebanyakan masalah/pelanggaran yang terjadi dibawa dari satuan sebelumnya atau merupakan kelanjutan dari masa sebelumnya. Kodam telah berulang kali mengeluarkan atau menerbitkan petunjuk, peringatan, penekanan dan surat-surat lain kepada satuan bawah. Namun di sisi lain, pelanggaran masih saja terjadi. Hal ini dapat dilihat dari rekapitulasi data pelanggaran personel Kodam XII/Tanjungpura yang dihimpun oleh staf personel Kodam XII/Tanjungpura . Rekapitulasi Pelanggaran TMT Juli 2010 s/d Pebruari 2011
JENIS TINDAK PIDANA/PELANGGARAN PN S

NO

PA

BA

TA

JML

KET

1 1

2 a. Pidana 1) Desersi 2) 3) 4) Perampokan/Penodongan Perjudian Perkelahian a) AD VS AD b) AD VS AL c) AD VS AU d) AD VS POLRI e) AD VS Masyarakat 5) 6) 7) 8) 9) Pembunuhan Pemerasan Poligami Penculikan KDRT

3 -

4 1 -

5 2 1 1 1 -

6 -

7 2 1 1 1 1 -

10) Membocorkan Rahasia Negara 11) Penadahan 12) Pemalsuan

13) Pengrusakan 14) Penyeludupan 15) Pelanggaran HAM 16) KKN (Werving / Suap / Korupsi / Penyalahgunaan Wewenang) 17) Pencurian 18) Asusila 19) Senpi/Munisi/Handak 20) Insubordinasi 21) Menghilangkan, Merusak dan menjual barang-barang Inventaris 22) Lalai 23) Penipuan 24) Pemukulan/Penganiyaan 25) Penggelapan 26) Narkoba 27) Perampasan 28) Pungli 29) Ilegal Loging/Ilegal Fisisng 30) Trafficking 31) Lain-lain 32) Penembakan b. Disiplin 1) THTI - Kelompok - Perorangan

1 -

4 -

2 -

5 2 -

2) 3) 4)

Memasuki daerah terlarang Mabuk Nikah tanpa ijin Dansatnya

5)

Lain lain 1. Tidak menggunakan GAM TNI lengkap dan tidak dapat menunjukkan surat nyata diri 2. Melalaikan perintah atasan 3. Terlambat melaporkan diri 4. Tidak mentaati perintah dinas 5. Keluar pos tanpa ijin 6. Lalai dalam tugas 7. Mengedarkan miras 8. Keluar markas tanpa ijin 9. Menyalahgunakan tugas yaitu menjual beras milik anggota

c.

Lalin 1) Laka Lalin - Pelaku - Korban 2) kelengkapan kendaraan JUMLAH 1 7 14 2 11 9 26

Data Personel selama TA 2010 sebanyak 10 kasus yang melibatkan 26 orang dengan perincian sebagai berikut : Keterangan : Pidana Displin Lalin Kasus yang sudah selesai Kasus yang diproses di Dilmil Kasus yang di proses di Otmil Kasus yang di proses di Pomdam Kasus yang di proses di Satuan : 14 Orang : 3 Orang : 9 Orang :Orang

: - Orang : - Orang : 12 Orang : 14 Orang

Banding Jumlah

- Orang

: 26 Orang

4.

Dampak yang ditimbulkan. Pelanggaran yang dilakukan prajuriit Kodam XII/Tanjungpura sangatlah

merugikan baik pribadi yang bersangkutan, satuan ataupun institusi Kodam XII/Tanjungpura . Dampak yang ditimbulkan tersebut antara lain : a. Merugikan Personel yang Bersangkutan. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh seorang prajurit baik pelanggaran disiplin maupun pidana akan mendapat sangsi berupa Tegoran, penahanan berat /ringan dan bahkan hingga pemecatan dengan tidak hormat dari dinas militer.Konsekwensi dari pelanggaran dan sangsi terhadap prajurit yang melakukan pelanggaran berdampak merugikan bagi dirinya.Dalam pergaulan sehari-hari dia akan merasa terasing dengan lingkungannya merasa malu dengan lingkungan baik atasan,teman maupun keluarganya.Dari pribadi prajurit yang bersangkutan dalam pembinaan kariernya akan terhambat, minimal tidak akan dipromosikan bersama-sama dengan teman-temannya.Pendek kata pelanggaran yang dilakukan oleh para prajurit mempunyai dampak yang signifikan baik dari segi moril maupun materiil terhadap prajurit tersebut. b. Merugikan Keluarga. Kerugian akibat pelanggaran yang dilakukan

oleh seorang prajurit, bukan hanya ditanggung oleh yang bersangkutan, tetapi juga merugikan keluarga yang bersangkutan, baik secara moral maupun material.Keluarga akan menaggung beban moril yang cukup berat, dalam pergaulan sehari-hari baik istri maupun anak akan mendapatkan tekanan mental dari lingkungannya sehingga akan merugikan secara mental terhadap perkembangan kepribadianya. Dan hal ini akan sangat merugikan bagi masa depan anak dan keluarganya. Dari segi material dampak yang ditimbulkan dari pelanggagaran prajurit tersebut juga sangat signifikan, misalnya laka lalin, desersi dan lain-lain beban material yang harus ditanggung keluarga juga sangat

tinggi. Bagaimana si istri akan menghidupi anak-anaknya,membiayai sekolahnya dan lain-lain.Inilah bebagai akumulais beban yang harus ditanggung oleh keluarga yang pada dasarnya tidak tahu menahu dengan tindakan prajurit tersebut, tetapi mendapatkan beban atupun dampak yang berat dari akibat pelanggaran yang dilakukan prajurit. c. Kerugian Satuan. Bila personel Kodam XII/Tanjungpura melakukan

pelanggaran, maka dampak yang dirasakan bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga merusak nama baik satuan di mana prajurit yang melakukan pelanggaran tersebut bertugas.Citra maupun nama baik satuan akan menurun baik dimata masyarakat,antar sesama satuan maupun dari Komando atas.Citra dan nama baik Satuan yang telah dibangun dengan susah payah dan usaha sungguh-sungguh secara senergis dari semua unsur baik atasan maupun bawahan dalam satuan tersebut akan hilang dalam waktu sekejab hanya oleh pelanggaran segelintir personel satuan tersebut.Dilain fihak pelanggaran prajurit juga akan berdampak pada kinerja dan pencapaian tugas pokok satuan.Energi,tenaga,pikiran yang seharusnya dapat didayagunakan untuk pencapaian tugas pokok akan terbagi hanya untuk mengurus masalah-masalah yang yang seharusnya tedak perlu. Disamping itu pelanggaran prajurit juga akan mencederai jiwa korsa satuan dimana prajurit yang melakukan pelanggaran akan dipandang oleh prajurit yang lain sebagai prajurit yang menjadi beban temanteman maupun satuannya. 5. Faktor-faktor penyebab. Dilihat dari kaca mata Pembinaan Mental banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit baik segi kuantitas maupun kualitasnya menunjukkan bahwa kualitas mental prajurit rendah,setidaknya mengalami degradasi.Adanya penurunan kualitas mental prajurit dapat terjadi karena berbagai faktor baik dari internal maupun eksternal prajurit. a. Faktor Internal. 1. Dari segi Rohani. Pelanggaran prajurit terjadi karena lemahnya Iman dan Ketakwaan prajurit kepada Tuhan Yang Maha Esa.Pemahaman

Keimanan

belum

sepenuhnya

difahami

secara

utuh

oleh

para

prajurit.Iman dan Takwa sebagai satu kesatuan yang utuh belum nampak dalam dimensi praxis pada kehidupan prajurit.Iman kepada Tuhan menyadarkan manusia untuk mengetahui bahwa ia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Dan disinilah manusia terikat dengan ruang dan waktu yaitu manusia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menjalani proses hidup di dunia sampai dengan waktu tertentu dia akan kembali lagi kepada Tuhan.Kapan waktunya manusia akan kembali kepada Tuhan ini merupakan hal yang ghaib dan menjadi rahasia Tuhan yang tidak seorang manusiapun mengetahui.Waktu manusia kembali menghadap Tuhan disebut dengan hari akhir dan di hari akhir inilah manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan Yang Maha Esa terhadap segala bentuk perilakunya pada rentang waktu manusia diberi kesempatan hidup di dunia (Islam lihat Q.S Al-Mulk:2).Apabila manusia berbuat baik (maruf) makan akan mendapat pahala yang berlipat ganda dari Tuhan yang Maha Esa,akan tetapi apabila berbuat salah (mungkar) ia akan mendapatka balasan yang setimpal dengan kesalahannya (Q.S AL-Zalzalah :7-8 ). Oleh karena itu pada saat manusia hidup di dunia maka ia harus berbuat baik,karena kalau berbuat salah/dosa/mungkar ia akan mendapatkan kesenggsaraan baik di dunia apalagi nanti akherat,dan apabila manusia terlanjur berbuat salah maka dia harus bertobat minta ampun kepada Tuhan dan tidak mengulangi perbuatan tersebut.Karena itu apabila para Prajurit mempunyai Iman dan Takwa yang kuat maka ia akan menjadi pribadi yang terkontrol dan mampu mengontrol dirinya sehingga tidak berbuat salah/melanggar/dosa dan kemungkarankemungkaran yang lain. Keimanan dan Ketakwaan yang kuat akan membimbing manusia untuk hidup dalam jalan kebaikan dan apabila dihadapan dia terdapat dua pilihan baik dan buruk dia akan mendapatkan hidayah dan condong memilih kebaikan dan kebenaran.Banyaknya prajurit yang berbuat melanggar secara nyata menunjukkan bahwa kualitas Iman dan Ketaqwaanya lemah.

b.

Segi Mental Idiologi. Kesadaran akan tanggung jawab sebagai warga negara dan

sebagai insan prajurit mulai mengalami penurunan dimana pelanggaranpelanggaran prajurit yang menunjukkan peningkatan secara kuantitas dan kualitas mencerminkan akan menurunya pengamalan akan idiologi Pancasila. Selain itu setiap prajurit dituntut untuk menjunjung tinggi kesusilaan dan membela dan keadilan kepentingan yg bersuber rakyat,membela dari idiologi kejujuran,kebenaran

Pancasila.Dalam kehidupan sehari-hari sebagai aparat dan abdi negara berpedoman kepada undang-undang negara, SP,SM. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan prajurit secara diametrikal bertentangan dengan tanggung jawab prajurir sebagai Bayangkari Negara yang selalu memegang teguh disiplin ,patuh dan taat kepada atasan dan menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit. Oleh karena itu setiap prajurit harus mematuhi segala ketentuan yang berlaku sebagai bukti dari kesetiaan dan menepati janji serta sumpah prajurit. c. Segi Mental kejuangan Dilihat dari segi mental kejuangan menunjukkan bahwa ada penurunan motivasi dan semangat juang para prajurit dihadapkan dengan realitas kehidupan sehari-hari yang menggempur dari segala lini baik gaya hidup,pola hidup dan godaan faktor-faktor kebendaan telah menyebabkan militansi,etos kerja dan Rasa Nasionalisme mengalami penurunan.Kualitas pelanggaran yang semakin tinggi pada bidang pidana harus menjadi perhatian semua Komandan Satuan. Apabila semangat juang tinggi akan menghasilkan prajurit yang memiliki motivasi juang , disiplin yang tinggi , memiliki etos kerja , pantang menyerah, rela berkorban,percaya pada diri sendiri,dan selalu dicintai rakyat. b. Faktor Ekternal. Penurunan moralitas dan mentalitas prajurit terjadi dapat disebabkan oleh adanya perubahan kondisi lingkungan. Dimana gaya hidup masyarakat saat ini banyak terpengaruh oleh faktor kebendaan.Kebutuhan akan materi menjadi fokus utama, sehingga pada dataran realita kehidupan terjadi persaingan yang

10

tidak sehat, pada saat tertentu hal ini akan menyebabkan pengaabain terhadap nilai-nilai. Sehingga manusia tidak lagi mengindahkan nilai-nilai/moralitas dalam memenuhi kebutuhanya dan pada saat tertentu akan menyebabkan terjadinya benturan antar manusia dan menyebabkan chaos dalam kehidupan masyarakat.Ketika nilai-nilai diabaikan orang akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok tidak memerdulikan lagi tatanan dan aturan. Ketika mereka merasa jenuh dan penatnya kehidupan mereka mencari cara untuk melepas beban masalah yang melilitnya dengan tindakan tindakan yang tidak terpuji (mabuk,narkoba dll).Pola Hidup seperti ini menawarkan kesenangan sesaat akan tetapi justru dengan kemasan tertentu menjadi menarik bagi kebanyakan orang. Sedikit banyak pola hidup materialistis dan hedonis yang ada di masyarakat kita telah mempengaruhi para prajurit, sehingga ada sebagian prajurit yang terjerumus kedalam kehidupan yang menawarkan kesenangan dan keuntungan yang sesaat. 5. Upaya Pembinaan Mental. Upaya pembinaan yang diharapkan adalah membentuk sosok prajurit yang kuat dan sehat, yakni sehat secara rohaniah, akhlak maupun jasadiah. Aplikasinya bahwa dalam menghadapi tugas dan tanggung jawab, prajurit mempunyai sinergitas antara stabilitas mental (keunggulan moral), kemampuan intelektual (profesional sesuai tugasnya) serta fisik prima (tangguh dan samapta). Pengaplikasian tiga komponen mental, yakni pembinaan mental rohani, pembinaan mental ideologi dan pembinaan mental kejuangan harus diwujudkan sebaik mungkin. Untuk merealisasikan hal di atas, upaya pembinaan mental dilaksanakan bukan hanya pada prajurit yang sudah jadi, akan tetapi yang lebih penting dimulai dari sejak rekrutmen prajurit. Adapun upaya-upaya dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut : a. Memperbaiki pola rekrutmen prajurit.

11

Perbaikan yang dimaksud adalah turut melibatkan para perwira pembinaan mental (Pabintal) dalam kegiatan rekrutmen prajurit baik pada tingkat Tamtama, Bintara terlebih Perwira. Khususnya dalam team mental idelogi (MI), ini menjadi relefan karena mental ideologi itu sendiri adalah merupakan salah satu komponen dari pembinaan mental itu sendiri. Tidak hanya itu dalam pelaksanaan rekrutmen penerimaan prajurit disarankan adanya seleksi dalam bidang mental rohani (MR) secara berdiri sendiri, yang dilakukan secara terukur dengan benar, sehingga akan tersaring calon prajurit yang sehat rohaninya di samping bersih lingkungan. b. Pendoktrinan tiga komponen pembinaan mental dalam pendidikan

pembentukan dan di satuan-satuan. Sasaran inti dalam bidang komponen bintal rohani adalah dapat membangun prajurit yang memiliki keunggulan moral, stabilitas mental dan terhindarnya dari pengaruh paham keagamaan yang eksklusif, liberal dan radikalis serta terwujudnya kerukunan hidup antar umat beragama secara horizontal sehingga pola pikir, pola sikap dan tindakannya seirama dengan ajaran agama yang diyakininya dan sesuai dengan nilai-nilai Sapta Marga sebagai pedomannya. Dalam bidang pembinaan mental ideologi dan kejuangan memiliki sasaran inti membangun prajurit agar tidak mudah terpengaruh oleh paham ideologi lain, tidak terkooptasi politik praktis, berjiwa nasionalis/ berwawasan kebangsaan dan patriotik serta militan dalam menghadapi tugas atau permasalahan yang timbul. c. Menggalakan Bintal Fungsi Komando (BFK).

Pembinaan mental merupakan bagian dari pembinaan personel sekaligus bagian sistem dari pembinaan satuan. Oleh sebab itu terselenggaranya pembinaan mental secara objektif dalam satuan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab para Perwira pembina mental (Pabintal) dengan segala keterbatasan dan kewenangannya, namun menjadi tanggungjawab Fungsi Komando yang melekat secara otomatis pada diri setiap pejabat Komandan/Pimpinan Satuan, karena citra satuan menjadi tanggungjawab moral bersama. Dengan demikian terlaksana dan tidaknya pembinaan mental baik rohani maupun ideologi dan kejuangan, maka Komandan/Pimpinan tidak bisa lepas dari

12

tanggungjawabnya, olehnya setiap Komandan/Pimpinan harus dapat dijadikan tauladan bagi bawahannya dan memberikan pengaruh yang positif dalam setiap aspeknya. Bila benar ini terjadi, dipastikan bawahan akan berfikir pelanggaran. d. Penyelenggaraan pelaksanaan peribadatan secara konsistensi. 1) Kegiatan peribadatan seyogyanya dapat dilaksanakan dengan baik seribu kali untuk melakukan

dan benar. Artinya harus berpedoman pada ketepatan pada ruang dan waktu. Tidak jarang kegiatan-kegiatan rutin seperti rapat-rapat atau briefing bahkan olahraga tidak lagi mengenal waktu. Misalnya sudah masuk waktu shalat kegiatan tersebut tetap jalan terus. Untuk kemaslahatan sebaiknya pada saat waktu ibadah kegiatan dihentikan dulu untuk memberi kesempatan dalam beribadah. 2) Untuk dapatnya kegiatan peribadatan berjalan dengan tertib maka

semua unsur hendaknya bisa dan mampu bersinergi secara positif. Unsur Pa Bintal harus mampu bertindak secara proposional dalam mengaktualisasikan penyelenggaraan peribadahan dengan tepat sesuai tuntutan tugas dan sesuai ajaran agamanya. Santiaji dan Santikarma seyogyanya dapat diaktualisasikan di lapangan guna meyakinkan semua pihak bahwa keseimbangan hidup untuk dunia dan akhirat perlu diwujudkan agar kehidupan semakin hari jadi semakin bermakna. e. Preventif Dengan Reward and Punishment. Keadilan sebagai sebuah kata sangatlah mudah untuk ditulis dan diucapkan, tetapi keadilan sebagai keputusan dan perbuatan sangatlah sulit untuk direalisasikan. Dalam kehidupan antara obyektifitas dan subjektifitas tidak jarang sulit untuk dipisahkan, hanya orang-orang tertentu yang mempunyai kelebihan terutama sudah tidak diragukan lagi keimanannya antara subjek dan obyeknya. Padahal untuk sehat dan tegaknya hukum tidak ada alternatif lain harus menegakkan hukum dengan berbuat adil. Berkaitan dengan perbuatan untuk menegakan keadilan maka penerapan reward and punishment harus bisa betul-betul dilaksanakan secara baik dan

13

benar. Diberi hukuman kepada yang bersalah dan pemberian penghargaan bagi yang berbuat prestasi kebaikan. Cara ini paling elegan dilaksanakan ditengah kehidupan prajurit yang mengedepankan disiplin di dalam kehidupannya. Tindakan ini sebagai salah satu bentuk tindakan pencegahan agar membuat jera bagi yang akan melakukan pelanggaran. Karena berbuat keadilan diperlukan ilmu dan keberanian, maka setiap atasan seyogyanya membekali dirinya dengan ilmu/aturan dan berani untuk memberikan sanksi bagi yang berbuat salah. Dengan cara tersebut maka subyektifitas bisa ditepis, karena tidak ada orientasi lain kecuali untuk kebaikan bagi kita semua baik sekarang maupun yang akan datang. Adapun bentuk hukuman diantaranya bisa berupa perintah adzan pada setiap masuk waktu sholat bagi yang beragama Islam pembersihan semua sektor areal masjid, atau gereja bagi yang Nasrani. Agar bisa disiapkan tempat khusus untuk menghukum mereka yang melanggar, pilih tempat yang strategis, mudah diawasi dan dapat dilihat orang banyak. Hukuman dilaksanakan disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya. f. Klinik Bintal. Bertolak dari permasalahan Bintal itu sebagian besar menyangkut masalah rohani yang bertengger dihati yang apabila sakit tidak bisa dilihat secara kasat mata, maka diperlukan pengobatan yang khusus. Penyakit rohani sifatnya abstrak tetapi dampaknya konkrit bisa dirasakan oleh orang lain. Ada beberapa tanda apabila seseorang itu sakit rohaninya di antaranya adalah : mereka merasa paling tinggi di antara sesama orang lain dalam segala hal, mudah tersinggung tidak mau menerima nasehat dan saran orang lain, memaksakan kehendak orang lain, bertindak semena-mena dan sewenangwenang, kufur nikmat, tidak ada kesatuan antara kata dan perbuatan, nafsu buruknya tinggi/dominan, berteman mudah dengan mencela dan menfitnah dan segala orang, macam berkecenderungan kemaksiatan

keburukan, serta tidak mempunyai semangat hidup dan kehidupan. Adapun penyebab penyakit hati tersebut di antaranya adalah berupa lemah keyakinan,

14

kekotoran jiwa, budi rendah, pendusta, sehingga mereka tidak dapat menerima kebenaran ajaran agama. Melihat gejala dan macam penyakit hati tersebut maka apabila yang bersangkutan tidak bisa merasakan dan menyadarinya lebih lanjut akan berkomulasi pada tindak perbuatan dosa yang disengaja tanpa sadar, tanpa beban dan tanpa merasa bersalah. Oleh karena itu perlu penanganan yang serius secara propesional dan proporsional. Dalam hal ini maka sangat diperlukan adanya klinik khusus untuk menanganinya di antaranya dengan klinik Bintal. Pengobatan hati-rohani tidaklah mudah, namun juga tidaklah sulit. Artinya bahwa semuanya itu bermuara kepada diri masing-masing. Bagi Pabintal adalah semangat dan kemampuan untuk mengobatinya dan bagi penderita adalah semangat dan keimanan untuk disembuhkan. Semua berpulang kepada diri sebagai manusia baik individu dan sebagai insan hamba Tuhan. Adapun beberapa permasalahan menonjol yang cukup dapat menganggu berkaitan dengan klinik Bintal diantaranya adalah : Pertama, biasanya orang sungkan atau malu secara terus terang apabila ia berpenyakit rohani. Kedua, penyakit rohani tidak dapat terlihat secara kasat mata. Ketiga, orang akan merasa tersinggung dan marah besar apabila dikatakan menderita penyakit rohani. Keempat, kebanyakan orang telah pandai menipu dirinya sendiri dan mampu menyembunyikan penyakit rohani secara rapi. Kelima, sampai sekarang belum ada pendidikan spesialisasi penyakit rohani yang ada adalah spesialiasi penyakit jiwa. 6. Mental Menentukan Keberhasilan Terhadap Pelaksanaan Tugas. Mental merupakan kondisi jiwa yang terpantul dalam sikap seorang prajurit. Dalam kesehariannya mental tersebut perlu dibina. Pembinaan mental merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung tercapainya visi serta tugas pokok Kodam, yaitu terbentuknya prajurit yang solid, profesional, modern, tangguh, berwawasan kebangsaan dan dicintai rakyat serta memiliki keunggulan moral. Dengan penciptaan kondisi mental prajurit yang tangguh, akan membawa dampak kepada mengecilnya

15

tingkat pelanggaran, dan lebih jauh lagi dengan mental yang baik akan dapat menyukseskan pencapaian tugas pokok Kodam. Sehingga jelas sekali terdapat korelasi mental dengan tingkat pelanggaran dan bagaimana urgensi Bintal dalam menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan tugas di satuan. Apabila kita cermati secara mendalam ternyata esensi dasar dari mental ( mental rohani, mental ideologi dan mental kejuangan ) sebenarnya merupakan intisari dari sikap dan perilaku insan Sapta Marga. Karena di dalam Sapta Marga terkandung sikap dan perilaku serta amal perbuatan sebagai cerminan kesadaran setiap prajurit. Pada hakekatnya dirinya adalah insan hamba Tuhan yang taat dan saleh (bertaqwa), insan warga negara yang nasionalis serta insan Bhayangkari negara dan bangsa yang militan. Hal ini dapat dipahami dari esensi dasar tiap komponen mental dalam Bintal yaitu : 1. Mental rohani, mengandung tiga nilai dasar dalam membangun manusia yang bertaqwa yaitu manusia yang memiliki kesadaran spiritual dan kesalehan sosial. Ketiga nilai dasar itu meliputi : Keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai dasar dari segala nilai dan sumber motivasi, peribadatan atau pengabdian kepada Tuhan baik yang bersifat vertikal maupun horizontal sebagai pengamalan nyata dari keimanan dan akhlak atau moralitas, baik dalam hubungan dengan Tuhan dan sesama maupun dengan dirinya sendiri serta lingkungan alam sekitarnya. 2. Mental Ideologi, mengandung tiga nilai dasar yang utama dalam membangun warga negara Indonesia yang nasionalis, meliputi : Kecintaan dan kesetiaan kepada NKRI secara utuh dan bulat, kedisiplinan nasional yang berarti sadar posisi dan rela serta taat terhadap semua aturan yang berlaku dan persatuan dan kesatuan (soliditas) sebagai Bangsa Indonesia yang memiliki kebhinekaan. 3. Mental kejuangan, juga mengandung tiga nilai dasar yang utama dalam a. b. Semangat juang atau etos kerja yang tinggi dalam setiap Keperwiraan yaitu kecermatan, keteladanan, keadilan dan membangun prajurit yang militan, yaitu : pelaksanaan tugas sesuai bidang, fungsi dan peran masing-masing. tanggung jawab dalam mengemban suatu amanat atau kepemimpinan (kepercayaan bangsa dan negara).

16

c.

Pantang menyerah dan rela berkorban dalam mengemban tugas

demi tegak dan utuhnya NKRI Esensi nilai dasar tersebut bila dihubungkan dengan satu dengan lainnya akan terjadi keterpaduan yang saling menjiwai atau mewarnai. Sebagai contoh di dalam ketaqwaan harus diwujudkan dalam kesalehan spiritual dan sosial, di mana kesalehan sosial bagi Bangsa Indonesia itu diutamakan untuk membangun nasionalisme Indonesia. Sedangkan nasionalisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah nasionalisme yang bermoral atau bermartabat karena kita sebagai bangsa religius yang berketuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula semangat nasionalisme dalam membela dan mempertahankan negara juga tetap dituntut memperhatikan keunggulan moral, sehingga akan melahirkan militansi yang bermoral pula. Apabila esensi nilai dasar mental ini disusun secara hierarkis piramidal maka akan nampak secara jelas korelasi antara komponen dan nilai-nilai esensial tersebut dalam mewujudkan prajurit Sapta Marga yang bermental tangguh yang bercirikan sebagai prajurit yang bertaqwa, nasionalis dan militan. Bila kondisi ini terwujud dapat diyakini bahwa pelanggaran prajurit akan menurun bahkan dapat dihindari. Sebaliknya bila kondisi tersebut tidak terwujud maka pelanggaran akan tetap tinggi dan kemungkinan cenderung meningkat. Kondisi mental anggota dan kondisi mental satuan menentukan terlaksananya tugas dan fungsi kesatuan khususnya dan Kodam pada umumnya. Dengan demikian maka pembinaan mental ikut menentukan terlaksananya kegiatan pembinaan satuan. Binsat harus dilaksanakan sebaik mungkin, dalam arti tuntas, berhasil dan bernilai moral yang tinggi. Hal ini dapat dicapai apabila didukung oleh kondisi kualitas mental yang baik. Adalah mustahil binsat bagaimanapun yang dilaksanakan, bila kualitas mental prajurit rendah maka binsat tidak akan berhasil. Sehingga tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kualitas mental sangat menentukan keberhasilan di dalam pelaksanaan tugas. 6. Penutup. Demikian uraian tentang Upaya Pembinaan Mental dalam rangka memelihara dan meningkatkan kondisi mental prajurit untuk mendukung tugas pokok Kodam XII/Tanjungpura. Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

17

a.

Pembinaan mental merupakan komponen strategis dalam pembinaan

Sumber Daya Manusia, karena menyangkut pembinaan mental kejiwaan yang menjadi penentu sikap dan prilaku manusia. Dalam membina mental prajurit menggunakan sistem pembinaan mental yang terpadu antara pembinaan mental rohani dengan pembinaan mental ideologi dan pembinaan mental kejuangan. b. Sistem pembinaan mental yang diterapkan dengan baik dan dibina secara intensif akan melahirkan prajurit Sapta Marga yang bermental tangguh, yaitu memiliki iman dan taqwa yang kuat, jiwa nasionalismenya mantap dan militansinya handal dalam mengemban tugas pengabdian kepada negara dan bangsa. Kualitas prajurit yang bertaqwa, nasional dan militan itu akan melahirkan sosok prajurit yang bermoral, profesional dan solid. Karena moralitas prajurit Sapta Marga didasari ketaqwaan, dijiwai nasionalisme dan dikembangkan dengan semangat pantang menyerah atau militansi. c. Esensi nilai dasar tiap komponen Bintal bila dihubungkan satu dengan lainnya akan terjadi keterpaduan yang saling menjiwai atau mewarnai pembinaan mental. Bila keterpaduan kondisi mental ini terwujud dapat diyakini bahwa pelanggaran prajurit akan menurun dan bahkan dapat dieliminir. d. Kualitas mental yang tinggi akan dapat terwujud bila setiap prajurit mendapat pembinaan mental secara sistematis, intensif dan berkesinambungan. Dengan kualitas mental yang tinggi pula akan dapat menurunkan tingkat pelanggaran yang dilakukan prajurit. Dan bila kondisi ini terwujud maka akan dapat mendukung tercapainya tugas pokok Kodam XII/Tanjungpura. Demikian Upaya Pembinaan Mental dalam rangka meminimalkan pelanggaran disiplin prajurit untuk mendukung tugas pokok Kodam XII/Tanjungpura ini disusun, semoga dapat memberikan kontribusi bagi Komando Atas sebagai salah satu cara dalam mencegah dan mengeliminir pelanggaran Prajurit Kodam XII/Tanjungpura dengan pendekatan pembinaan mental.

18

KOMANDO DAERAH MILITER XII/TANJUNGPURA PEMBINAAN MENTAL

LOGO KODAM

19

UPAYA PEMBINAAN MENTAL DALAM RANGKA MEMINIMALKAN PELANGGARAN DISIPLIN PRAJURIT KODAM XII/TANJUNGPURA

Pontianak,

Nopember 2010

You might also like