You are on page 1of 12

Ringkasan Mata Kuliah

LEVEL TIGA : KONSEP PENGAKUAN, PENGUKURAN DAN PENGUNGKAPAN

Kelompok 4:
Muhammad Ahkbar Elvina Oktavia Bukit Ratih Nur Indahsari Anne Faradillah A. Fadhilah Munaqiswati Dian Pratiwi P Naslia Nurjannah A31107082 A31107702 A31108267 A31108313 A31108844 A31108849 A31108889

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HASANUDDIN 2011

LEVEL TIGA : KONSEP PENGAKUAN, PENGUKURAN DAN PENGUNGKAPAN


Pada level ke-3 pembahasan kerangka konseptual dalam pelaporan keuangan ini mengimplementasikan tujuan dasar yang ada pada level pertama. Konsep-konsep ini menjelaskan bagaimana perusahaan harus mengakui, mengukur, dan melaporkan unsurunsur keuangan dan kejadian akuntansi, seperti yang ditunjukkan pada skema di bawah ini:

A.

Asumsi-Asumsi Dasar Akuntansi Asumsi dasar sangat penting untuk memahami bagaimana suatu data tertentu

disajikan dalam laporan keuangan. Asumsi dasar menjadi struktur akuntansi keuangan. Ada 5 (lima) asumsi dasar yang menjadi struktur akuntansi keuangan, antara lain: 1. Entitas Ekonomi Suatu entitas ekonomi dapat berupa organisasi atau unit dalam masyarakat. Asumsi Entitas Ekonomi (economic entity assumption) menyatakan bahwa aktivitas suatu entitas harus dipisahkan dan dibedakan dari aktivitas pemilik dan semua entitas ekonomi lainnya. Contohnya: Pemilik sebuah pabrik kertas, hendaknya mencatat biaya pribadinya secara terpisah dengan pengeluaran pabriknya, maupun entitas bisnis lain yang dimilikinya.

2. Kelangsungan Usaha That the company will have a long live. Suatu pelaporan keuangan harus disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha dimana perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dianggap akan tetap berjalan dalam jangka waktu yang lama. Asumsi ini memiliki implikasi yang signifikan. Prinsip biaya akan kegunaan terbatas jika kita asumsikan likuidasi akhirnya. Penyusutan dan amortisasi kebijakan dibenarkan dan tepat hanya jika kita asumsikan permanen beberapa perusahaan. Asumsi kelangsungan berlaku dalam situasi bisnis yang paling. Hanya di mana likuidasi segera muncul adalah asumsi tidak berlaku.

3. Satuan Moneter Asumsi satuan uang berarti bahwa uang adalah denominator umum dari kegiatan ekonomi dan menyediakan dasar yang tepat untuk pengukuran akuntansi dan analisis. Artinya, unit moneter adalah cara yang paling efektif untuk mengekspresikan perubahan pihak yang berkepentingan dalam modal dan pertukaran barang dan jasa unit moneter yang relevan, sederhana, tersedia secara universal, dimengerti, dan berguna..

4. Periodisasi Periodisasi/periodisitas perusahaan dapat (atau periode waktu) menyiratkan asumsi bahwa kegiatan ekonomi ke dalam periode waktu

membagi

artifisial. Periode waktu ini bervariasi, tetapi yang paling umum adalah bulanan, triwulanan, dan tahunan.

5. Basis Akrual Akuntansi dasar akrual berarti bahwa transaksi yang mengubah laporan keuangan perusahaan apapun dicatat dalam periode di mana peristiwa terjadi.Misalnya, dengan menggunakan dasar akrual berarti bahwa perusahaan mengakui pendapatan ketika kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan dan pengukuran handal adalah mungkin (prinsip pengakuan pendapatan).

B.

Prinsip-Prinsip Akuntansi

Prinsip dasar merupakan pedoman yang diikuti dalam pengakuan transaksi entitas bisnis. Prinsip berkaitan secara mendasar dengan bagaimana aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya diidentifikasi ,diukur , dan dilaporkan. Secara umum telah dikenal empat prinsip dasar akuntansi untuk mencatat dan melaporkan transaksi: 1. Pengukuran Prinsip pengukuran saat ini memiliki "mixed-attribute" sistem di mana salah satu dari dua prinsip pengukuran yang digunakan. Kedua prinsip tersebut yaitu prinsip biaya dan prinsip nilai wajar. Pemilihan prinsip yang mana yang akan diikuti umumnya mencerminkan trade-off antara relevansi dan representasi informasi. Prinsip Biaya. IFRS mensyaratkan bahwa perusahaan untuk melaporkan semua aset dan kewajiban atas dasar harga perolehan. Hal ini sering disebut sebagai prinsip biaya historis. Biaya memiliki keuntungan penting atas penilaian akun lainnya: sehingga biaya dianggap sebagai representasi yang tepat dari jumlah yang dibayarkan untuk item tertentu. Perusahaan menciptakan kewajiban, seperti obligasi, catatan, dan hutang dagang, dengan memperoleh aset (atau jasa) dengan harga yang telah disepakati. Harga ini, ditetapkan melalui transaksi pertukaran, yaitu "biaya" dari kewajiban. Perusahaan menggunakan jumlah ini untuk mencatat kewajiban dalam rekening perusahaan dan melaporkannya dalam laporan keuangan. Dengan demikian, banyak pengguna lebih memilih biaya historis karena menyediakan mereka dengan patokan diverifikasi untuk mengukur tren historis. Prinsip Nilai Wajar. Nilai wajar adalah "jumlah yang diterima ketika suatu aset dapat dipertukarkan, kewajiban dapat diselesaikan, atau instrumen ekuitas yang diberikan dapat dipertukarkan. Oleh karena itu, nilai wajar ukurannya berbasis pasar . IFRS telah semakin menyerukan penggunaan pengukuran nilai wajar dalam laporan keuangan. Hal ini sering disebut sebagai prinsip nilai wajar. Informasi nilai wajar mungkin lebih berguna daripada biaya historis untuk beberapa jenis aset dan kewajiban dan dalam industri tertentu.

2. Pengakuan Pendapatan Pendapatan akan diakui pada saat ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan dan dapat dilakukan pengukuran yang andal dari jumlah pendapatan. Pendapatan diakui apabila telah dapat direalisasikan atau telah menjadi hak (earned). Pendapatan dikatakan telah direalisasikan apabila barang dan jasa atau asset yang dipertukarkan telah diterima secara tunai atau telah timbul tuntutan atas kas (piutang). Sedangkan pendapatan telah menjadi hak apabila suatu entitas dusah melaksanakan pekerjaan secara substansial guna mengakui manfaat masa depan (penyerahan jasa).

3. Pengakuan Beban Pengakuan Beban - arus keluar atau penggunaan aset yang menimbulkan kewajiban (atau kombinasi keduanya) selama periode sebagai akibat dari pengiriman atau produksi barang dan / atau jasa.

4. Pengungkapan Penuh Pengungkapan penuh - memberikan informasi cukup penting untuk mempengaruhi penilaian dan keputusan pengguna informasi. Pengungkapan disediakan melalui: Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan tambahan informasi

C.

Batasan-Batasan (Constraints) Agar dapat memberikan informasi yang memiliki karakteristik kualitatif sehingga

informasi tersebut dapat bermanfaat, maka perlu mempertimbangkan batasan-batasan atau kendala berupa: Biaya Biaya menyediakan informasi yang harus dipertimbangkan terhadap manfaat yang diperoleh dari pengorbanan biaya. Batasan ini berkaitan dengan gagasan bahwa

manfaat menyediakan informasi akuntansi harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Kesulitan dalam analisis biaya-manfaat adalah bahwa biaya dan terutama keuntungan yang belum jelas atau terukur. Biaya adalah dari beberapa jenis: biaya pengumpulan dan pengolahan, dari dissemeneting, audit, litigasi potensial, pengungkapan terhadap pesaing, dan analisis dan interpretasi. Manfaat untuk mempersiapkan mungkin termasuk kontrol manajemen lebih besar dan akses ke modal dengan biaya lebih rendah.

Materialitas Suatu item dikatakan material, apabila item tersebut dicantumkan atau dihilangkan akan mempengaruhi atau mengubah pertimbangan seseorang secara wajar/signifikan. Kendala materialitas mempengaruhi dampak dari unsur operasi keuangan perusahaan secara keseluruhan. Item material jika pencantuman atau kelalaian akan mempengaruhi atau mengubah keputusan orang yang wajar. Seperti disebutkan dalam konteks IASB: "Informasi adalah material jika kelalaian atau kesalahan pernyataan dapat mempengaruhi keputusan yang pengguna membuat berdasarkan informasi keuangan ... ketika suatu entitas mempertimbangkan apakah informasi keuangan adalah representasi yang akurat dari apa klaim untuk mewakili, penting untuk memperhitungkan kepentingan relatif karena kelalaian material dan keliru akan mengakibatkan tidak lengkap, bias, atau tidak bebas dari kesalahan Itu. tidak masalah dan karena itu tidak relevan, jika tidak akan mempengaruhi pembuat keputusan. Dalam singkat perusahaan harus membuat perbedaan atau tidak memiliki untuk menutupnya.

PSAK No. 1 (Revisi 1998) : Penyajian Laporan Keuangan dalam paragraf 07 mengatur bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri atas komponen-kompenen berikut ini : (a) neraca, (b) laporan laba rugi, (c) laporan perubahan ekuitas, (d) laporan arus kas, dan (e) catatan atas laporan keuangan.

Sedangkan menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) yang efektif mulai berlaku untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, laporan keuangan yang lengkap harus meliputi komponen-komponen berikut ini : (a) laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode (b) laporan laba rugi komprehensif selama periode (c) laporan perubahan ekuitas selama periode (d) laporan arus kas selama periode (e) catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain; dan (f) laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Jika kita bandingkan persyaratan menurut PSAK No.1 (revisi 1998) dengan PSAK No. 1 (revisi 2009), kita dapat melihat adanya perbedaan untuk persyaratan laporan laba rugi dimana menurut PSAK No. 1 (revisi 2009), entitas harus menyajikan laporan laba rugi komprehensif. Adapun format laporan laba rugi komprehensif yang dimaksud adalah laporan laba rugi seperti yang disajikan dalam praktek penyajian laporan keuangan selama ini yang sesuai dengan PSAK No.1 (revisi 1998) ditambah dengan pendapatan komprehensif lain yang berisikan pos-pos pendapatan dan beban (termasuk penyesuaian reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laporan laba rugi. Yang termasuk ke dalam komponen pendapatan komprehensif lain menurut PSAK No.1 (revisi 2009) adalah mencakup : (a) perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16 (revisi 2007) : Aset Tetap dan PSAK 19 (revisi 2009) : Aset Tidak Berwujud) (b) keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan PAK 24 : Imbalan Kerja (c) keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 10 (revisi 2009) : Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing) (d) keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual (lihat PSAK 55 (revisi 2006) : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran) (e) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55 (revisi 2006) : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran)

Penyesuaian reklasifikasi adalah jumlah yang direklasifikasi ke bagian laba rugi periode berjalan yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain pada periode berjalan atau periode sebelumnya. Misalnya adalah penyesuaian reklasifikasi atas pelepasan kegiatan usaha luar negeri sesuai dengan PSAK 10 : Transaksi Dalam Mata Uang Asing ataupun penghentian pengakuan aset keuangan yang dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual sesuai dengan PSAK 55 (revisi 2006) : Instrumen Keuangan Pengakuan dan Pengukuran. Perbedaan lain untuk kriteria laporan keuangan yang lengkap menurut PSAK 1 (revisi 1998) dengan PSAK 1 (revisi 2009) adalah dalam butir (f) yang mengharuskan entitas untuk menyajikan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Jika, misalnya pada tahun 2009 sebuah perusahaan melakukan restatement laporan keuangan ataupun mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya, maka perusahaan tersebut harus menyajikan 3 (tiga) laporan posisi keuangan atau neraca yaitu masing-masing neraca per 31 Desember 2009 dengan perbandingan neraca per 31 Desember 2008 serta neraca per 1 Januari 2008 (Hrd). Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI pada tanggal 21 April 2009 kemarin telah menyetujui Exposure Draft (ED) PSAK 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan untuk disebarluaskan dan ditanggapi oleh kalangan anggota IAI, Dewan Konsultatif SAK, Dewan Pengurus Nasional IAI, perguruan tinggi dan individu/organisasi/lembaga lain yang berminat. ED PSAK 1 (Revisi 2009) : Penyajian Laporan Keuangan ini yang merupakan adopsi dari IAS 1 : Presentation of Financial Statements merevisi PSAK 1 (1998) : Penyajian Laporan Keuangan. Secara umum perbedaan ED PSAK 1 (Revisi 2009) dengan PSAK 1 (Revisi 1998) diantaranya adalah sebagai berikut : 1. ED PSAK 1 (Revisi 2009) mengadopsi IAS 1 Presentation of Financial Statements (2009) sedangkan PSAK 1 (Revisi 1998) mengadopsi IAS 1 Disclosure of Accounting Policies (1997). 2. Penggantian istilah Kewajiban pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi Liabilitas pada ED PSAK 1 (Revisi 2009). 3. Pada ED PSAK 1 (revisi 2009) terdapat definisi istilah yang digunakan, yaitu laporan keuangan untuk tujuan umum, tidak praktis, standar akuntansi keuangan, material, catatan atas laporan keuangan, penghasilan komprehensif lain, pemilik, laba atau rugi sedangkan pada PSAK 1 (1998) tidak terdapat definisi istilah yang digunakan. 4. Menurut ED PSAK 1 (revisi 2009), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi : Aset, Liabilitas, Ekuitas, Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik

serta Arus kas sedangkan menurut PSAK 1 (1998), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi : Aset, Kewajiban, Ekuitas, Pendapatan dan beban serta Arus Kas. 5. Mengenai tanggung jawab atas laporan keuangan, ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak mengatur mengenai pihak yang bertanggung jawab atas laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa manajemen bertanggung jawab atas laporan keuangan. 6. ED PSAK 1 (revisi 2009) mengatur mengenai komponen laporan keuangan yang lengkap yaitu : (a) Laporan posisi keuangan (neraca), (b) Laporan laba rugi komprehensif, (c) Laporan perubahan ekuitas, (d) Laporan arus kas, (e) Catatan atas laporan keuangan, (f) Laporan posisi keuangan awal periode komparatif sajian akibat penerapan retrospektif, penyajian kembali, atau reklasifikasi pos-pos laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur mengenai komponen laporan keuangan yang lengkap meliputi : (a) Neraca, (b) Laporan laba rugi, (c) Laporan perubahan ekuitas, (d) Laporan arus kas serta (e) Catatan atas laporan keuangan. 7. Mengenai Kepatuhan terhadap SAK, ED PSAK 1 (revisi 2009) mengatur bahwa entitas membuat pernyataan kepatuhan atas SAK dalam laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) tidak mengatur mengenai laporan keuangan yang harus memuat pernyataan kepatuhan entitas atas SAK. 8. ED PSAK 1 (revisi 2009) mengatur bahwa penyimpangan dari suatu PSAK diijinkan jika kepatuhan atas PSAK tersebut bertentangan dengan tujuan laporan keuangan dalam KDPPLK, sedangkan PSAK 1 (1998) tidak mengatur mengenai penyimpangan dari suatu PSAK. 9. ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak mengatur mengenai bagaiman memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak diatur dalam suatu PSAK. Hal tersebut akan diatur dalam PSAK 25, jika PSAK 25 sudah mengadopsi IAS 8 terkini. Sedangkan PSAK 1 (1998) mencantumkan pengaturan bagaimana memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak diatur dalam suatu PSAK. 10. ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak mengatur kapan entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca. 11. ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak lagi memperkenankan penggunaan istilah Pos Luar Biasa, sedangkan PSAK 1 (1998) masih memperkenankan penggunaan istilah tersebut. Misalnya perusahaan memiliki saldo piutang ataupun persediaan yang belum direalisasikan setelah 12 bulan dari periode pelaporan, apakah harus diklasifikasikan sebagai Aset Lancar atau Tidak Lancar ? Klasifikasi suatu aset apakah sebagai Aset Lancar atau Aset Tidak Lancar diatur dalam PSAK No. 1. Adapun PSAK No.1 yang masih berlaku sampai dengan saat ini adalah PSAK No. 1 (Revisi 1998), dan setelah tanggal 31 Desember 2010 nanti PSAK ini akan digantikan oleh PSAK No.1 (Revisi 2009) yang sudah mengadopsi IAS 1 : Presentation of Financial Statements per 1 Januari 2009.

PSAK No.1 (Revisi 2009) telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI pada tanggal 15 Desember 2009 dan akan mulai berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setalah tanggal 1 Januari 2011. Pengklasifikasikan suatu aset sebagai aset lancar atau tidak lancar dalam PSAK 1 (Revisi 2009) diatur dalam paragraf 63 yang menjelaskan bahwa entitas mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar, jika : (a) entitas mengharapkan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya dalam siklus operasi normal; (b) entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan; (c) entitas mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan; atau (d) kas atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK 2 (revisi 2009) : Laporan Arus Kas), kecuali aset tersebut dibatasi pertukaran atau penggunaannya untuk menyelesaikan liabilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan. Entitas mengklasifikasikan aset yang tidak termasuk kategori tersebut sebagai aset tidak lancar. Sedangkan PSAK 1 (Revisi 1998) yang masih berlaku sampai dengan 31 Desember 2010 nanti mengatur mengenai klasifikasi aset sebagai aset lancar, jika aset tersebut : (a) diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal perusahaan; atau (b) dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca; atau (c) berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi. Jika kita memperhatikan persyaratan pada butir (a) di atas baik pengaturan menurut PSAK 1 revisi 2009 ataupun PSAK 1 revisi 1998, maka atas saldo piutang ataupun persediaan yang biarpun belum direalisasikan dalam jangka waktu lebih dari 12 bulan tetap harus diklasifikasikan sebagai Aset Lancar karena termasuk dalam aset yang akan dijual, dikonsumsi atau direalisasikan sebagai bagian dari siklus operasi normal perusahaan meskipun aset tersebut tidak diharapkan untuk direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan (Hrd).
mungkin maksud agan, beda statement of comprehensive income di PSAK 1 (2009) = setelah konvergensi dengan IAS 1 (2009) dengan PSAK sebelumnya yaitu PSAK 1 (1998), berikut bedanya : 1. Laporan Laba rugi comprehensive (statement of comprehensive income) adalah satu laporan laba rugi dan satu laporan yang menunjukan other comprehensive income. 2. di PSAK 1 (2008) diatur mengenai pos luar biasa (extraordinary item) sedangkan di PSAK 1 (2009) tidak diperkenankan lagi adanya pos tersebut di statement of comprehensive income. karena pos luar biasa dianggap sebagai pos "keranjang

sampah"..hehehehe 3. hanya penjelasan aja yang point satu, Adanya pemisahan other comprehensive income (OCI) di luar laporan laba rugi (tepatnya di bagian bawah statement of comprehensive income). Begitu gann..kalo pengen jelasnya ntar tunggu laporan keuangan tahun 2011, soalnye PSAK 1 ini berlaku efektif Per 1 Jan 2011...ntar keliatan bedanya, statement of comprehensive income ada dua bagian, bagian yang atas, laporan laba rugi spt yang biasa, bagian bawah ada laporan OCI nya...gitu gannn...

Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), tingkat pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi 5 tingkat: 1. Full Adoption Suatu negara mengadopsi seluruh produk IFRS dan menerjemahkan IFRS word by word ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan. 2. Adopted Mengadopsi seluruh IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut. 3. Piecemeal Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja. 4. Referenced Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar. 5. Not adopted at all Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.

Pada tahun 2009, Indonesia belum mewajibkan perusahaan - perusahaan listed di BEI menggunakan IFRS, melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan nasional atau PSAK. Namun pada tahun 2010 bagi perusahaan yang memenuhi syarat, adopsi IFRS sangat dianjurkan. Sedangkan pada tahun 2012, Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan DSAK merencanakan akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS. Indonesia harus mengadopsi IFRS untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal (Immanuela, 2009).

Membahas tentang IFRS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standar Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities

Commissions).

You might also like