You are on page 1of 8

A. Penebangan kayu secara liar. Salah satunya berdampak pada penebangan hutan yang terjadi di negara kita.

Penebangan Hutan yang marak terjadi di daerah Sumatera dan Kalimantan ini seringkali berlaku di luar batas sehingga berakibat fatal terhadap SDA yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. Penebangan hutan yang liar dan kerapkali illegal ini mengakibatkan Indonesia semakin hari semakin kekurangan oksigen dan pada akhirnya berdampak pada bocornya lapisan ozon tepat diatas negara kita. Berdasarkan data yang saya kutip dari internet sebagai berikut: 1. Indonesia memiliki total luas hutan sekitar 126,8 Juta Hektar Dari sabang sampai marauke. Luas 126,8 Juta hektar ini diperkirakan untuk menampung kehidupan seluruh Warga Indonesia yang berjumlah 46 juta orang. Namun, akibat penebangan hutan yang liar, hampir 2 juta hektar hutan setiap tahunnya atau seluas pulau bali. Penebangan hutan ini sebenarnya bisa dicegah jika ada kemauan dari rakyat Indonesia sendiri untuk mau berubah, namun pada kenyataannya Kerusakan hutan kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu, meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan. Sehingga anugrah luar biasa yang telah diberikan terhadap Negara Indonesia ini semakin lama semakin habis dipakai untuk kebutuhan ekonomi dunia.

Gambar: Kegiatan llegal Loging

2.

3.

Pada tahun 2006, terjadi 59 kali bencana banjir dan longsor yang memakan korban jiwa 1.250 orang, merusak 36 ribu rumah dan menggagalkan panen di 136 ribu hektar lahan pertanian. WALHI mencatat kerugian langsung dan tak langsung yang ditimbulkan dari banjir dan longsor rata-rata sebesar Rp. 20,57 triliun setiap tahunnya, atau setara dengan 2,94% dari APBN 2006. Keuntungan jeda penebangan [moratorium logging]: Menahan laju kehancuran hutan tropis di Indonesia; Dapat memonitor dan penyergapan penebangan liar; Kesempatan menata industri kehutanan; Mengatur hak tenurial sumber daya hutan; Meningkatkan hasil sumber daya hutan non-kayu; Mengkoreksi distorsi pasar kayu domestik; Restrukturisasi dan rasionalisasi industri olah kayu Mengkoreksi over kapasitas industri Memaksa industri meningkatkan efisiensi pemakaian bahan baku dan membangun hutanhutan tanamannya. Kerugian bila jeda penebangan [moratorium logging] tidak dilakukan: Tidak dapat memonitor kegiatan penebangan haram secara efektif; Distorsi pasar tidak dapat diperbaiki dan pemborosan kayu bulat akan terus terjadi;

Tidak ada paksaan bagi industri meningkatkan efisiensi, menunda pembangunan hutanhutan tanaman dan terus semakin jauh menghancurkan hutan alam; Defisit industri kehutanan sebesar US$ 2,5 milyar per tahun dari penebangan liar tidak bisa dihentikan; Hutan di Sumatra akan habis paling lama dalam 5 tahun, dan hutan Kalimantan akan habis paling dalam waktu 10 tahun; Kehilangan devisa sebesar US$ 7 milyar dan ratusan ribu pekerja kehilangan pekerjaannya.

Gambar: Hasil Olahan Penebangan Kayu.

Menurut WWF, penebangan kayu ilegal di Indonesia dimotori oleh beberapa faktor: Kapasitas perusahaan pemotongan kayu di Indonesia dan Malaysia yang berlebihan. Keduanya memiliki fasilitas untuk mengolah kayu dalam jumlah besar walau produksi kayu sendiri telah menurun sejak masa-masa tenang di tahun 1990an. WWF melaporkan bahwa kedua negara tersebut memiliki kemampuan untuk mengolah 58,2 juta meter kubik kayu setiap tahunnya, sedangkan produksi hutan secara legal hanya mampu mensuplai sekitar 25,4 juta meter kubik. Sisa kapasitasnya digunakan oleh kayu yang ditebang secara ilegal. Berbagai cara cara telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk melawan penebangan hutan secara liar, namun semua itu tidaklah efektif untuk membendung kebutuhan kayu dari Negara Negara di luar Indonesia. Usaha untuk menghilangkan penebangan ilegal melalui larangan ekspor dan aturan lain belum bisa dikatakan berhasil. Di tahun 2006, Amerika Serikat menawari Indonesia 1 juta USD untuk menghapuskan penebangan gelap, sesuatu yang sedikit melihat bahwa keempat pemerintah Propinsi Kalimantan secara kolektif merugi lebih dari 1 juta USD dari pendapatan pajak perhari akibat penebangan ilegal. Berdasarkan fakta fakta yang sudah saya paparkan di atas, saya rasa tidaklah heran negara kita tidak dapat terlepas dari bencana banjir di berbagai wilayah di Indonesia. Semakin banyaknya penebangan hutan liar, maka akar akar pepohonan yang memiliki fungsi utama untuk menahan air air hujan yang deras tentu saja akan terhambat dan akan tentu saja sangat berpotensi menimbulkan banjir di wilayah wilayah yang lebih mementingkan perumahan industri daripada pepohonan alami.

Gambar: Akibat Penebangan Kayu

Seharusnya pengelolaan SDA pepohonan yang baik adalah menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dengan SDA alam alami. Memang, kita hidup membutuhkan perumahan dan kayu untuk furnitur rumah, namun kita juga harus menyediakan tempat dimanapun untuk ditanami oleh pepohonan yang alami dan asri agar siklus udara yang hadir dalam hidup kitapun alami dan tidak tercemar oleh banyaknya polusi dari kendaraan kendaraan pribadi milik kita. Membuang sampah pun tidaklah sembarangan, karena dapat merusak ekosistem sekitar dan menggangu habitat. Sebisa mungkin kita perlu mendaur ulang sampah sampah yang bisa didaur ulang dan pengurangan penggunaan barang barang yang habisa pakai dan juga kita wajib menanam minimal 1 pohon sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap pepohonan dunia karena jika 1 orang saja menanam pohon di daerah sekitarnya, maka jika satu dunia menanam 1 pohon tentu saja dunia kita akan menjadi dunia yang lebih hijau

B. Penggunaan Bahan Kimia Dalam menggunakan bahan kimia tentunya sebagai seorang laboran harus mengetahui terlebih dahulu aturan atau kaidah penggunaan bahan kimia. Mengetahui kaidah ini dimaksudkan supaya laboran atau pekerja dapat memahami dengan benar cara menggunakan bahan kimia sebelum bekerja dengan bahan kimia, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium. Adapun kaidah penggunaan bahan kimia tersebut antara lain: Bacalah label nama bahan kimia dengan cermat sebelum mengambil isi dan menggunakannya, karena bila salah ambil dapat menimbulkan kecelakaan. Perhatikan symbol yang terdapat pada label bahan kimia, apakah bersifat bahaya, beracun, iritasi, mudah meledak, atau mudah terbakar. Jika bahan kimia tersebut labelnya sudah rusak atau bahan kimia yang dikemas dengan plastik atau botol yang tidak berlabel maka harus dipastikan kebenaran bahan kimia tersebut, bisa dengan pengujian kualitatif. Gunakan bahan kimia dengan jumlah sesuai petunjuk pemakaian yang terdapat pada label atau sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan, tidak kurang dan tidak lebih. Jika berlebihan dalam mengambil bahan kimia, kembalikan ke wadah/botol semula. Pemakaian bahan kimia harus tepat jenis, ukuran/dosis, dan tepat cara. Hati-hati dalam membuka botol, mengambil dan menimbang bahan kimia. Harus diingat bahwa bahan kimia yang ada di laboratorium berbahaya, maka gunakan alat pelindung diri. Jangan sekali-kali mencicipi bahan kimia yang ada di laboratorium. Juga jangan menyentuh/memegang bahan kimia dengan tangan telanjang. Jangan mencium bau/gas yang timbul dari bahan kimia atau hasil reaksi bahan kimia secara langsung, tetapi gunakan tangan untuk mengibas-ngibaskan gas kea rah hidung. Jika tangan atau pakaian terkena bahan kimia (contoh :asam asetat) segera cuci dengan air mengalir. Jika membersihkan larutan bahan kimia yang tumpah di atas meja kerja, jangan langsung menggunakan serbet kain, tetapi perlakukanlah dengan memperhatikan sifat bahan kimianya terlebih dahulu. Sebagai contoh untuk bahan tumpahan asam anorganik dapat digunakan absorbent NaHCO3 atau campuran NaOH dan Ca(OH)2 dengan perbandingan 1:1 kemudian dibuat bubur dengan menambahkan air secukupnya. Tuangkan absorbent

pada tumpahan bahan kimia, kemudian buang limbah atau slurry ke dalam bak pembuangan air / septic tank. Setelah bekerja dengan bahan kimia, cuci tangan hingga bersih sebelum makan, minum, atau merokok. Tutuplah kembali botol-botol bahan kimia, botol-botol reagen ataupun bahan lainnya setelah selesai digunakan.

Gambar: Dua Orang Sedang Mengangkut Bahan Kimia

1. Pembuangan Bahan Kimia Beracun Ke Aliran Sungai. Secara umum, metoda pembuangan limbah laboratorium terbagi atas empat metoda. Pertama, pembuangan langsung dari laboratorium. Metoda pembuangan langsung ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut dala air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang. Kedua, dengan pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat dterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk. Ketiga, pembakaran dalan insenerator. Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik. Keempat, dikubur didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun. 2. Penggunaan Pestisida Secara Berlebihan. Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian. Di bidang kesehatan, pestisida merupakan sarana yang penting. Terutama digunakan dalam melindungi manusia dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu maupun tidak langsung oleh berbagai vektor penyakit menular. Berbagai serangga vektor yang menularkan penyakit berbahaya bagi manusia, telah berhasil dikendalikan dengan bantuan pestisida. Dan berkat pestisida, manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit berbahaya seperti penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus dan lain-lain. Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat diperlukan.

Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman, ternak maupun ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu. Bahkan oleh sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah sebagai dewa penyelamat yang sangat vital. Sebab dengan bantuan pestisida, petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu tanaman yang terdiri dari kelompok hama, penyakit maupun gulma. Keyakinan tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat dengan pesat.

Gambar: Wabah Wereng yang sudah kebal Pestisida

Di Indonesia, disamping perusahaan perkebunan, petani yang paling banyak menggunakan berbagai jenis pestisida ialah petani sayuran, petani tanaman pangan dan petani tanaman hortikultura buah-buahan. Khusus petani sayuran, kelihatannya sulit melepaskan diri dari ketergantungan penggunaan pestisida. Bertanam sayuran tanpa pestisida dianggap tidak aman, dan sering kali pestisida dijadikan sebagai garansi keberhasilan berproduksi. 3. Penggunaan Pupuk Kimia Secara berlebihan. Lima juta hektar areal sawah di Indonesia mengalami kerusakan akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak teratur dan secara berlebihan. Jika kondisi tersebut tetap dilakukan maka dapat menurunkan produktifitas tanah sehingga dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Sekitar 60 persen luas lahan sawah kita sekitar 7,9 juta hektar sakit atau kelelahan akibat penggunaan pupuk non organik yang tidak teratur. Hal ini dikatakan Tualar Simarmata Ahli Pertanian Universitas Padjajaran di kabupaten Serang, Banten, Rabu (23/2). Ia menjelaskan, kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil penelitian yang telah dilakukan Litbang Kementerian Pertanian terakhir dilakukan tahun 2010, bahwa lima juta dari 7,9 juta hektar lahan persawahan di Indonesia rusak akibat penggunaan pupuk anorganik. Indikasi kerusakan tersebut dapat diketahui dengan menurunnya produktivitas tanah sehingga mengancam terhadap ketahanan pangan nasional. "Membutuhkan waktu enam musim untuk pemulihan tanah yang sakit tersebut,"kata Ahli Bioteknologi Tanah dan Teknologi Pupuk dan Pemupukan Fakultas Pertanian Unpad tersebut saat usai menghadiri panen raya di Pontang Kabupaten Serang. Padahal, kata dia, penggunaan pupuk organik seperti jerami yang sudah ada disawah lebih baik dan lebih aman. Untuk itu pemerintah harus gencar memberikan pemahaman kepada para petani terhadap penggunaan pupuk organik tersebut, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada seperti jerami dengan cara dikompos.

Gambar: Macam-macam pupuk Kimia (zat cairan)

Menurutnya, kandungan zat pupuk dalam lima ton jerami sama dengan 100kg pupuk urea atau sama dengan 60 kg SP 36 atau sama dengan 200 kg pupuk KCL. "Agar para petani kita sejahtera, pemerintah perlu terus melakukan sosialisasi dan penjelasan penggunaan pupuk organik serta melakukan pendampingan teknologi pertanian," kata Tualar Simarmata. Panen raya padi sawah Dem-Area Pemulihan Kesuburan Lahan sawah Berkelanjutan (PKLSB) di Desa Kubang Puji Kecamatan Pontang Tirtyasa Serang tersebut, dihadiri Aburizal Bakrie selaku tokoh nasional pelaku bisnis pertanian, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Dirjen PSP Kementerian Pertanian Gatot Irianto, serta sejumlah anggota DPR-RI serta sejumlah pejabat lainnya. Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus Tauchid mengatakan, program PKLSB di Provinsi Banten musim tanam 2010-2011 meliputi 90.983 hektar, tersebar di Kabupaten Lebak seluas 41.650 hektar, Kabupaten Pandeglang 32.673 hektar, Kabupaten Serang 15.667 hektar dan di Kabupaten Tangerang 993 hektar. Agus mengatakan, tujuan program PKLSB tersebut diantaranya untuk memberdayakan petani agar memanfaatkan limbah tanaman dalam penyediaan pupuk organik seperti jerami, meningkatkan produkstivitas lahan sawah yang berkelanjutan melalui penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati dan secara bertahap mengurangi beban anggaran subsidi pupuk. C. Perusakan Terubung Karang Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi. Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui. Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia. Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat. Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%. Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada

ekosistem terumbu karang alami. Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya.

Gambar: Ekosistem Terubung Karang

Beberapa aktivitas manusia yang dapat merusak terumbu karang: membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut. pengunaan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya akan terbuang ke laut juga. Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya. terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella. penambangan pembangunan pemukiman reklamasi pantai polusi penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan D. Perburuan Liar Perburuan liar adalah pengambilan hewan dan tanaman liar secara ilegal dan bertentangan dengan peraturan konservasi serta manajemen kehidupan liar. Perburuan liar merupakan pelanggaran terhadap peraturan dan hukum perburuan. Suatu perburuan bisa menjadi ilegal karena sebab-sebab berikut: Perburuan tidak dilakukan pada msimnnya; biasanya musim kawin dinyatakan sebagai musim tertutupp ketika kehidupan liar dilindungi oleh hukum. Pemburu tidak memiliki izin yang sah. Pemburu secara ilegal menjual hewan, bagian tubuh hewan atau tanaman untuk memperoleh keuntungan. Perburuan dilakukan di luar waktu yang diperbolehkan. Pemburu mempergunakan senjata yang dilarang pada hewan yang diburu. Hewan atau tanaman yang diburu berada dalam wilayah yang dibatasi.

Hak untuk memburu suuatu hewan diklaim oleh seseorang. Jenis umpannya tidak manusiawi. (contohnya makanan yang tidak cocok untuk kesehatan hewan) Menggunakan cara berburu yang dilarang (misalnya menggunakan lampu sorot untuk membuat rusa kebingungan, atau berburu dari kendaraan yang bergerak). Hewan atau tanaman yang diburu dilindungi oleh hukum atau termasuk spesies yang terancam punah. Hewan atau tanaman yang diburu telah ditandai untuk penelitian.

Gambar: Pembunuhan Gajah Yang diambil Gadingnya

You might also like